• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bentanglahan gunungapi memiliki dua potensi utama. Potensi gunungapi sebagai sumberdaya alam dan potensi bahaya gunungapi. Potensi sumberdaya alam dapat berupa airtanah, bahan galian tambang dan pariwisata. Potensi bahaya muncul saat terjadi aktivitas letusan berupa aliran lava, aliran piroklastik dan gas beracun. Dua potensi utama gunungapi saling melengkapi dalam hal kemanfaatan. Letusan gunungapi memberikan keuntungan secara langsung bagi tersedianya potensi sumberdaya. Salah satu contoh keuntungan secara langsung adalah bahan galian tambang golongan C.

Merapi adalah gunungapi paling aktif di Indonesia. Aktivitas letusanya dapat memberikan ancaman dan keuntungan secara bersamaan. Gunungapi Merapi meletus terakhir kali tahun 2010. Letusan Gunungapi Merapi tahun 2010 bertipe explosive dan bersifat merusak. Letusan Gunungapi Merapi tahun 2010 mengeluarkan material letusan dalam jumlah besar. Volume letusan mencapai tigapuluh kali lipat erupsi Gunungapi Merapi tahun 2006. Material letusan tersebar mengisi lembah-lembah bagian hulu dari sungai-sungai di lereng selatan Gunungapi Merapi (Hadmoko et al., 2011).

Alur Sungai Gendol merupakan salah satu lembah yang terisi oleh material letusan Gunungapi Merapi tahun 2010. Material piroklastik alur Sungai Gendol berasal dari rangkaian letusan tanggal 4-5 November 2010. Puncak letusan terjadi tanggal 4 November 2010 pukul 17:05 WIB (Surono et al., 2012). Puncak letusan menyebabkan runtuhnya kubah lava di bagian kawah. Runtuhan kubah lava bergerak melewati alur Sungai Gendol dan menghancurkan permukiman di sekitarnya. Korban meninggal akibat puncak letusan mencapai 367 jiwa. Material letusan juga menjadi sumber terjadinya bahaya sekunder berupa banjir lahar. Bronto et al. (2011) menyebutkan sekitar 34 juta m3 material letusan Alur Sungai Gendol berpotensi menjadi lahar.

Material letusan Gunungapi Merapi memiliki potensi sebagai bahan sumberdaya. Material letusan Gunungapi Merapi pada alur Sungai Gendol selain

(2)

2

berpontensi bahaya juga berpotensi sebagai bahan galian tambang. Kajian tentang potensi bahaya Gunungapi Merapi telah banyak dilakukan, namun kajian mengenai potensi bahan galian tambang masih sedikit dilakukan. Pengumpulan penelitian yang dilakukan di Gunungapi Merapi tahun 1992-2012 mendapatkan 94 publikasi ilmiah. Sebesar 10 % dari jumlah penelitian bertopik sumberdaya tambang, sedangkan sisanya sebanyak 90 % berkaitan secara luas dengan topik bahaya dan risiko. Fakta masih sedikitnya penelitian tentang potensi sumberdaya menjadi salah satu alasan penting perlunya kajian tentang sumberdaya di Gunungapi Merapi.

Material letusan yang banyak dimanfaatkan adalah pasir dan batu. Dampak langsung terjadinya letusan Gunungapi Gunungapi Merapi adalah bertambahnya volume cadangan bahan galian tambang pasir dan batu. Aktivitas penambangan yang dilakukan pada alur Sungai Gendol sekarang adalah kegiatan penambangan dengan pendekatan teknis. Tujuan kegiatan penambangan adalah untuk mengeluarkan sebanyak mungkin material endapan di alur Sungai Gendol sebagai upaya untuk menyediakan kantong-kantong material jika terjadi letusan pada waktu mendatang (Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor 284/Kep.KDH/2011 tentang normalisasi aliran pasca erupsi). SK Bupati dapat dilaksanakan jika sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Sebanyak 75 truk pengangkut pasir vulkanik Gunungapi Merapi telah melanggar Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor 284/Kep.KDH/2011 (SKH Online Seputar Indonesia, Februari 2013).

Kegiatan penambangan dalam jangka pendek memang memberikan keuntungan dari berbagai sisi, antara lain kapasitas alur sungai menjadi normal, pendapatan ekonomi penduduk lokal naik, serta pendapatan daerah mulai dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten juga meningkat. BPS Sleman, (2012) melaporkan selama tahun 2006-2010, pertumbuhan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB atas dasar harga berlaku diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 10,2 %. Sementara dalam pembentukan PDRB atas dasar harga konstan, sektor pertambangan dan penggalian juga memberikan pertumbuhan kontribusi terbesar 10,5 %.

(3)

3

Kegiatan penambangan yang dilakukan secara teknis sampai sekarang dapat dikatakan berhasil, namun demikian permasalahan dalam aktivitas penambangan yang telah dilakukan adalah pentingnya memahami proses dan karakteristik potensi bahan tambang. Kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan tanpa perhitungan, baik terkait dengan lokasi keberadaan bahan tambang, kualitas bahan tambang, jumlah volume ekstrasi tambang, serta teknik penambanganya.

Bagian Sungai Gendol tidak seluruhnya layak dan boleh dilakukan kegiatan penambangan. Keberadaan lokasi mineral tambang terkait erat dengan proses-proses geomorfik yang bekerja pada material piroklastik sebagai sumber utama mineral pasir dan batu. Proses-proses geomorfik akan menghasilkan perbedaan sebaran kualitas dan volume bahan tambang. Hasil dari proses-proses geomorfik juga akan terlihat jelas dengan karakteristik endapan pada masing-masing pengendapan material.

Menurut prinsip kesetimbangan bentanglahan, kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam harus memperhatikan proses dan karakteristik alam. Begitu juga dengan aktivitas penambangan yang dilakukan harus sesuai dengan potensi bahan tambang baik secara kualitas maupun kuantitas. Permasalahan kelayakan potensi tambang penting untuk dikaji. Pemahaman tentang proses pembentuk dan karakteristik bahan tambang dapat memberikan informasi sebagai pertimbangan dalam pemanfaatan potensi sumberdaya sesuai dengan kelayakanya.

Berdasarkan pada penjelasan masalah dalam latar belakang maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. dimanakah sebaran tingkat kualitas mineral tambang pasir dan batu pada alur Sungai Gendol pasca letusan Gunungapi Merapi 2010 berdasarkan proses geomorfik dan karakteristik litofasiesnya?

2. berapa besar potensi volume endapan mineral tambang pasir dan batu pada alur Sungai Gendol pasca letusan Gunungapi Merapi 2010 ?

3. bagaimana tingkat kelayakan potensi bahan tambang pasir dan batu berdasarkan karakteristik material endapannya?

(4)

4 1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian yaitu untuk mengkaji kelayakan potensi bahan tambang batu dan pasir pada alur Sungai Gendol setelah letusan Gunungapi Merapi tahun 2010. Adapun secara detil, tujuan penelitian antara lain:

1. mengidentifikasi sebaran tingkat kualitas mineral tambang pasir dan batu berdasarkan proses geomorfik dan karakteristik litofasies,

2. menghitung volume endapan mineral tambang pasir dan batu,

3. menganalisis kelayakan potensi mineral tambang pasir dan batu berdasarkan karakteristik material endapannya.

1.3. Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan pada alur Sungai Gendol yang secara langsung terkena dampak material piroklastik letusan Gunungapi Merapi tahun 2010. Pemilihan alur sungai dilakukan agar kajian dapat terfokus dan lebih detil, terlebih lagi karena aktivitas penambangan hanya diperbolehkan dilakukan pada alur sungai sebagai upaya normalisasi. Potensi kelayakan pasir dan batu dalam penelitian adalah kelayakan untuk bahan agregat kasar (kerikil-kerakal) dan agregat halus (pasir) pada konstruksi beton yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai keperluan terutama bangunan rumah. Penelitian dilakukan sejak bulan Desember 2012 - Juli 2013, sehingga perubahan hasil penelitian pada waktu sekarang sangat mungkin terjadi pada waktu yang akan datang mengingat dinamika di dalam alur sungai sangat cepat berubah baik oleh banjir lahar ataupun oleh aktivitas penambangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat berupa manfaat dalam bidang keilmuan maupun dalam bidang terapan. Terkait dengan pengembangan bidang keilmuan, manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai sarana untuk mengembangkan pola berpikir menggunakan pendekatan bentanglahan. Bentanglahan sebagai kajian tentang kesetimbangan proses yang terjadi di alam merupakan prinsip penting dalam hal analisis potensi sumberdaya alam mineral tambang yang berasal dari aktivitas gunungapi. Terkait dengan aspek terapan, penelitian yang dilakukan bermanfaat

(5)

5

untuk memberikan masukan dalam upaya perencanaan dan pengelolaan daerah aliran Sungai Gendol terkait dengan keberadaan sumberdaya geomorfologi khsusunya sumberdaya mineral agar pemanfaatan potensi sumberdaya mineral tambang pasir dan batu tidak sampai merusak kesetimbangan bentanglahan. 1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Gunungapi Merapi

Gunungapi Merapi adalah salah gunungapi paling aktif dari 129 gunungapi aktif di Indonesia (Sutikno et al., 2007). Aktivitas Gunungapi Merapi antara lain meliputi letusan, aliran lava, aliran piroklastik, awan panas, debu vulkanik, gas beracun, dan aliran lahar (Sulaiman, 2008). Sejarah telah mencatat bahwa letusan paling awal yang tercatat adalah letusan tahun 1006 A.D. (Newhall et al., 2000). Letusan berikutnya tercatat pada tahun 1672 mengakibatkan sekitar 3000 korban jiwa meninggal karena aliran piroklastik dan aliran lahar (DGWR, 2001). Setelah letusan 1672 telah tercatat bahwa setidaknya terjadi 40 kali letusan termasuk 14 kali letusan besar mulai tahun 1821-2006 (DGWR, 2001).

Gunungapi Merapi memiliki periode letusan setiap 5 tahun sekali (Sulaiman, 2008). Periode letusan Gunungapi Merapi berubah karakternya menjadi letusan tipe eksplosif pada letusan bulan Oktober-November 2010 (Surono et al., 2012). Letusan tahun 2010 tercatat sebagai letusan paling besar selama kurun waktu 100 tahun terakhir. Lebih lanjut Surono et al., (2012) menjelaskan bahwa Letusan Gunungapi Merapi mengeluarkan material letusan hingga mencapai volume 140 juta m3. Material letusan berupa aliran lava pijar dan aliran piroklastik mengalir melalui Alur Sungai Gendol hingga mencapai jarak radial 15 km.

Aliran piroklastik (pyroclastic flow) adalah gerak massa fragmen-fragmen batuan serta gas vulkanik yang bergerak sangat cepat karena pengaruh gaya gravitasi meluncur dari kawah gunungapi melalui lembah-lembah volkan (Thouret, et al., 2000; Voight, et al., 2000 dan DGWR, 2001). Endapan material letusan Gunungapi Merapi dapat dikategorikan berasal dari endapan pyroclastic flow dan pyrocalstic fall (Andreastuti et al., 2000). Endapan aliran piroklastik

(6)

6

dapat diamati dari distribusi sebaran granulometri material (Lavigne et al., 2002). Endapan piroklastik jika terpicu oleh hujan akan menjadi gerak massa batuan tipe debris flow atau sering kita kenal sebagai banjir lahar. Aplikasi Citra Satelit Ikonos dapat juga digunakan untuk analisis endapan piroklastik dan peran parameter sungai pada perkembangan proses aliran material letusan (Thouret et al., 2010).

Lahar (debris flow) merupakan aliran gerak massa runtuhan karena tenaga gravitasi yang tersusun atas campuran material berukuran lempung hingga batu-batu besar, mengalir melalui alur sungai (USGS, 2008). Schwarzkopf et al. (2005) menjelaskan bahwa lahar memiliki densitas dan viskositas konsentrasi partikel yang sangat tinggi. Endapan lahar diendapkan secara cepat dalam arus turbulen di sepanjang lereng gunungapi atau lembah-lembah sungai (Aisyah dan Purnamawati, 2012). Pada konsentrasi partikel yang telah berkurang, lahar akan berubah menjadi aliran lumpur yang tersuspensi dalam arus transisi-laminer membentuk banjir normal (fluvial flow) dengan warna air putih kecoklatan mengalir melalui alur sungai sebagai run off bersuspensi dalam sistem fluvial. 1.5.2. Potensi mineral tambang pasir dan batu

Hadmoko et al., (2011) menjelaskan bahwa bahaya merupakan sisi lain dari aktivitas sebuah gunungapi, demikian halnya dengan Gunungapi Merapi. Aktivitas rutinya merupakan ancaman bagi segenap masyarakat yang tinggal di sekitar Gunungapi Merapi. Jika kita analisis lebih jauh, maka akan kita dapatkan bahwa letusan Gunungapi Merapi merupakan berkah yang berpotensi nilainya. Nilai potensi letusan Gunungapi Merapi antara lain sumberdaya air, potensi sumberdaya lahan, potensi sumberdaya hayati, dan potensi sumberdaya mineral tambang (Sutikno et al., 2007).

UU No. 9 Tahun 2009 mendefinisikan mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, mempunyai sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabunganya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Potensi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah kemampuan, kekuatan, kesanggupan, dan daya yang mempunyai kemungkinan untuk

(7)

7

dikembangkan. Berkaitan dengan sumberdaya mineral tambang, potensi memiliki dua parameter utama yaitu kualitas dan kuantitas.

Sugono, et al., (2008) menjelaskan bahwa kualitas merupakan tingkat atau kadar baik buruknya sesuatu. Dari dasar terminologi maka kualitas mineral tambang dapat didefinisikan sebagai tingkat baik buruknya karakteristik suatu mineral tambang yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Sedangkan kuantitas adalah banyaknya atau jumlah, sehingga kuantitas mineral tambang adalah jumlah mineral tambang yang berada di alam.

Kegiatan penambangan pasir menjadi salah satu kegiatan dalam usaha untuk mengatur laju endapan sedimen pasir dan batu (Jazaul, 2010). Identifikasi potensi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Najib, (2009) melakukan indetifikasi potensi material endapan untuk tambang pasir berada pada alur sungai, tanggul sungai dan dataran banjir dengan masing-masing volume endapan tambang dapat di hitung menggunakan metode grid dan trapesium. Charou et al., (2010) mengintegrasikan penggunaan citra resolusi tinggi dan teknik sistem informasi geografi dengan sistem basis data yang lengkap dan memiliki integrasi spasial yang bagus sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis potensi area tambang.

1.5.3. Bentanglahan dan pemanfaatan potensi sumberdaya

Bentanglahan merupakan bagian dari kajian ilmu geografi yang memberikan alternatif metode dasar pemecahan masalah melalui empat tahap penelitian, yaitu identifikasi permasalahan, penentuan tujuan penelitian, aplikasi metode yang sesuai, serta kajian hasil penelitian secara komperehensif dari berbagai sudut pandang aspek geografi (Ostaszewska, 2004). Turner et al. (1993) menjelaskan bahwa pendekatan bentanglahan merupakan teknik dalam melihat suatu permasalahan yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya alam menggunakan prinsip kesetimbangan antara pemanfaatan potensi sumberdaya dengan proses alam yang bekerja pada bentanglahan.

(8)

8

Prinsip kesetimbangan bentanglahan dapat terwujud dengan baik karena pendekatan bentanglahan dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengidentifikasi indikator terjadinya ketidakseimbangan lingkungan (Slonecker, 2008). Indikasi terjadinya ketidakseimbangan lingkungan dapat dinilai dari perubahan kondisi parameter-parameter di dalam bentanglahan baik aspek fisik alam, aspek manusia, serta hasil peradaban manusia berupa aspek sosial dan budaya (Kepner et al., 2000). Pengetahuan tentang kondisi parameter-parameter bentanglahan dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengelolaan potensi sumberdaya (Chamberlain and Meitner et al., 2013).

Van der Zanden dan Neilan (2001) mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan kondisi bentanglahan yang lestari dan berkelanjutan merupakan proses panjang yang harus dimulai dengan pola berpikir selalu mempertimbangkan keseimbangan berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya baik teknik pemanfaatan, pembiayaan, dan hasil yang didapatkan. Cook dan Van der Zanden (2011) juga menjelaskan bahwa penataan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya di dalam bentanglahan juga menjadi usaha untuk mewujudkan kelestarian bentanglahan.

Schirpkea et al. (2013) menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi, maka analisis menggunakan pendekatan bentanglahan semakin mudah untuk dilakukan, sehingga menjadi satu keuntungan dalam mendukung terciptanya kelestarian bentanglahan. Pemahaman mengenai keinginan masing-masing pihak seperti stakeholder, masyarakat sekitar, sektor usaha menjadi hal penting untuk mengintegrasikan pendekatan bentanglahan dengan berbagai kepentingan, keputusan, dan kebijakan dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam (Sandker et al., 2010).

1.5.4. Proses geomorfik dan litofasies

Geomorfologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang bentuklahan (Lobeck, 1939). Bentuklahan terbentuk karena proses geomorfik (geomorphic processes) yang bekerja pada tipe dan jenis batuan yang berbeda pada permukaan,

(9)

9

sehingga membentuk relief khas dengan perbedaan karakteristik antara satu bentuklahan dengan bentuklahan lainya (Strahler, 1975).

Sartohadi (1997) menyebutkan ada tiga aspek minimal yang harus dipenuhi dalam analisis bentuklahan, yaitu relief/topografi, batuan induk, dan proses geomorfologi. Semua bentuklahan hasil proses geomorfik di atas permukaan bumi akan membentuk satu kesatuan pemandangan indah yang kita kenal sebagai bentanglahan (landscape). Lebih lanjut Strahler (1964 ) menyatakan bahwa pendekatan geomorfologi didasarkan pada studi kuantitatif dari proses geomorfik yang bekerja. Oleh karena itu proses geomorfologi merupakan kunci utama untuk mewujudkan prinsip kesetimbangan yang menjadi tujuan penting dalam pemecahan masalah menggunakan pendekatan bentanglahan. Berdasarkan pemahaman konsep bentanglahan, kita dapat menyatakan bahwa terdapat kaitan erat antara kesetimbangan bentanglahan dengan proses geomorfologi yang bekerja pada satuan-satuan bentuklahan yang menyusun bentanglahan.

Tenaga endogen sebagai faktor utama terbentuknya bentanglahan gunungapi (Thompson dan Turk, 1997). USGS (2008) menyebutkan ada berbagai tipe gerakmassa batuan pada bentanglahan gunungapi antara lain pyrocalstic flow, volcanic debris avalanche, dan lahar (volcanic debris flow). Proses geomorfik berupa gerak massa batuan akan menghasilkan bentukan degradasi dan agradasi dengan struktur pengendapan material dengan karakteristik yang khas (Jazaul, 2010). Struktur pengendapan yang khas bisa digunakan sebagai kunci dalam mengidentifikasi proses geomorfik utama yang bekerja pada batuan atau material asal.

Beersing et al., (1996) menjelaskan bahwa geomorphic processes berupa gerakmassa batuan (mass movement) dan proses transport sedimen menunjukkan bahwa proses geomorfik di kontrol oleh orde sungai, kemiringan alur sungai, panjang alur sungai, luas DAS, gradien DAS, sumber sedimen, sebaran ukuran sedimen, dan komposisi susunan material sedimen (lithofacies).

Litofasies (lithofacies) adalah kondisi susunan batuan yang memiliki komposisi, interval, struktur, dan tekstur yang unik dan mudah untuk dibedakan karena memiliki ciri khusus asal proses genetisnya (Song dan Lo, 2002). Terkait

(10)

10

dengan bentanglahan gunungapi, litofasies memiliki kaitan erat dengan kondisi-kondisi tertentu saat proses letusan atau proses deposisi material letusan terjadi, sehingga litofasies dapat memberikan informasi mengenai pola-pola tertentu pada material endapan hasil gerak massa batuan (Yoshikawa et al., 1995). Litofasies juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik material hasil dari proses aliran air berupa endapan fluvial. Pada proses tersingkapanya material endapan dapat dilakukan identifikasi distribusi litofasies berdasarkan asosiasi letak material ditemukan, sehingga dapat diketahui dari proses debris flow atau fluvial flow (Karatson dan Nemeth, 2001).

1.5.5. Kelayakan tambang pasir dan batu untuk bahan bangunan

Kelayakan didefinisikan sebagai kepatutan atau kepantasan (Sugono et al. 2008), sehingga kelayakan mineral tambang merupakan kepatutan atau kepantasan mineral tambang untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Brandt et al. (2012) menjelaskan telah terjadi dilema antara tuntutan arus globalisasi yang mengekploitasi sumberdaya dengan penerapan kesetimbangan bentanglahan karena masih dianggap remehnya pemanfaatan sumberdaya menggunakan scientific approach. Hal tersebut menjadi landasan penting untuk melakukan kajian kelayakan sebagai inti dari pemanfaatan potensi secara seimbang.

Pasir dan batu merupakan agregat yang banyak digunakan sebagai bahan dalam konstruksi bangunan (Lasino, 2011). Sutarno, (2008) menjelaskan bahwa pasir dalam konstruksi sipil merupakan bahan isian utama pembuatan beton, mortar aduk pasangan batu, mortar aduk untuk plesteran, mortar groting dan lain-lain. Setiap jenis mortar memiliki persyaratan yang berbeda yang harus dipenuhinya agar diperoleh hasil pekerjaan yang memuaskan.

1.6. Penelitian terdahulu

Penelitian sumberdaya tambang pasir dan batu pernah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Penelitian dilakukan untuk mengkaji kegiatan tambang yang dilakukan pada Alur Sungai di lereng selatan Gunungapi Merapi.

(11)

11

presentase penelitian mengenai sumberdaya tambang disekitar lokasi penelitian terhitung masih sedikit dilakukan. Permasalahan ini dibuktikan dengan analisis mengenai data bibliografi penelitian yang pernah dilakukan di sekitar lokasi penelitian. Hasil dari analisis pengumpulan data penelitian menunjukkan dari total 94 publikasi, hanya sekitar 10 % saja yang membicarakan mengenai sumberdaya tambang mineral khususnya pasir dan batu. Penelitian sumberdaya tambang di sekitar lokasi penelitian terdiri dari publikasi berupa makalah dalam seminar, tesis, disertasi ataupun artikel yang dimuat dalam prosiding seminar (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Daftar penelitian sumberdaya tambang terdahulu

No. Penelitian Judul

1 Jazaul, 2011 (makalah seminar)

Pengelolaan Potensi dan Bahaya Sedimen Hasil Letusan 2010

2 Triatmadja, et al., 2011 (makalah seminar)

Lahar Dingin sebagai Berkah Sekaligus Bencana 3 Bale, 2011 (makalah

seminar)

Analisis Pasir Lahar Dingin Di Sungai Opak untuk Material Beton Dengan Pengerjaan Konvensional 4 Lasino et al., 2011

(makalah seminar)

Pemanfaatan Pasir Dan Debu Gunungapi Merapi Sebagai Bahan Konstruksi Dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur Dan Meningkatkan Nilai Guna Lahar Vulkanik

5 Aboe, 2011. (makalah seminar)

Pasir lahar dingin di Kali Boyong atau Code Sebagai Bahan Susun Beton

6 Nugraheni, 2011 (makalah seminar)

Potensi Ekonomi Pasir Vulkanik Gunungapi Merapi Untuk Material Conblok Studi Kasus Pada Kali Kuning

7 Jazaul, 2010 (disertasi) Study on Integrated Sediment Management in an Active Volcanic Basin

8 Sulaiman, 2008 (disertasi) Classification and Identification of Grain Size Distribution: Study on Porosity of Sediment Mixtures and a Bed-porosity Variation Model

9 Sutiarno, 2006 (tesis) Analysis of Sediment Movement and Its Impact On Degradation of Progo River

10 Suhartini, 2006 (makalah seminar)

Fenomena Penambangan Pasir Dan Pembangunan Beserta Dampak Lingkungan yaang

Ditimbulkannya (Studi Kasus Di Sekitar Gunungapi Merapi Dan Di Kabupaten Bantul)

Sumber: pengumpulan bibliografi 2012

Penelitian mengenai sumberdaya tambang di sekitar lokasi penelitian banyak dilakukan para peneliti dari bidang teknik. Penelitian yang dilakukan tidak jauh dari kajian tentang permasalahan sedimen hasil material letusan yang

(12)

12

mengalami proses lanjutan berupa gerak massa batuan. Penelitian dengan tema kajian sedimen telah dilakukan oleh Sutiarno (2006), Sulaiman (2008), Jazaul (2010, 2011). Jazaul (2010, 2011) melakukan kajian tentang pengelolaan potensi dan bahaya sedimen di sekitar Gunungapi Merapi menggunakan metode analisis kualitas pasir yang sudah mengalami proses pencucian kemudian dikaitkan dengan teknik penambangan dan volume penambangan yang di ambil. penelitian yang dilakukan Jazaul, 2010 dan 2011 secara khusus dilakukan di Sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Merapi dengan pendekatan sosial ekonomi yang diintregasikan dengan analisis teknis material tambang dan kegiatan tambang. Hasil dari penelitian tersebut menujukkan bahwa perencanaan dan pengelolaan sedimen untuk kegiatan tambang harus dikelola melalui integrasi antara berbagai pihak agar tidak merusak kondisi alur sungai.

Kajian sumberdaya tambang terhadap dampak lingkungan merupakan hal penting dalam pemanfaatan pasir Gunungapi Merapi (Sutiarno, 2006; Suhartini, 2006; Sulaiman 2008). Sutiarno menjelaskan bahwa pemanfaatan sedimen Gunungapi Merapi untuk kegiatan tambang dapat menyebabkan degradasi lingkungan sungai jika dilakukan tanpa pengawasan dan teknik pengambilan material yang tepat. Lebih lanjut Sulaiman 2008 mengkaji masalah besar butir (grain size) dan pengelolaan sedimen budget hasil dari transport material dari bagian hulu Gunungapi Merapi terhadap perubahan kondisi alur sungai.

Penelitian sumberdaya tambang juga mengkaji permasalahan lahar sebagai satu hal yang memiliki sisi bahaya dan sumberdaya (Triatmadja, et al., 2011; Bale 2011; Aboe, 2011). Triatmadja, et al., (2011) melakukan kajian tentang lahar sebagai berkah maupun bencana. Disatu sisi lahar memberikan ancaman dengan rusaknya bangunan tempat tinggal namun juga memberikan konstribusi terhadap bergeraknya roda ekonomi dari skala mikro hingga skala makro. Hasil penelitian diperkuat dengan penelitian pasir-pasir aliran lahar material letusan Gunungapi Merapi di Sungai Opak dan Sungai Code (Bale, 2011 dan Aboe, 2011).

Bale (2011) menguji kualitas pasir hasil aliran lahar di sungai Opak untuk konstruksi beton. Hasil penelitian Bale menyimpulkan bahwa pasir sungai Opak memiliki karakteristik yang cukup baik untuk konstruksi beton dengan daya tahan

(13)

13

diatas rata-rata beton standar K175 meskipun tanpa pencucian. Aboe (2011) juga melakukan penelitian serupa dengan penelitian Bale (2011). Aboe (2011) menguji kualitas pasir endapan lahar di Sungai Code dan memberikan kesimpulan bahwa kualitas pasir hasil endapan lahar di Sungai Code memiliki kualitas yang baik untuk konstruksi bangunan rumah tanpa harus diolah terlebih dahulu. Kekuatan beton yang dihasilkan oleh pasir endapan lahar di Sungai Code melebihi standar beton yang biasa digunakan untuk konstruksi bangunan rumah warga tipe dua lantai sebesar 20 Mpa.

Kajian potensi bahan galian golongan C di sekitar lokasi penelitian dilakukan oleh Nugraheni (2011) dan Lasino et al., (2011). Nugraheni (2011) menganalisis potensi ekonomi pasir Gunungapi Merapi untuk konstruksi conblok dengan lokasi penelitian berada di Kali Kuning. Hasil penelitianya membuktikan bahwa secara ekonomi, pasir Gunungapi Merapi di Kali Kuning kurang bernilai ekonomi jika digunakan untuk konstruksi conblok. Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Lasino (2011).

Lasino (2011) menguji abu vulkanik sebagai bahan konstruksi beton dan mortar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu Gunungapi Merapi dapat digunakan untuk campuran mortar dengan jumlah maksimum sebesar 30% dari jumlah pasir dan bila digunakan untuk beton penggunaan abu dibatasi sesuai mutu beton yang ingin dicapai. Hasil penelitian Lasino (2011) mengindikasikan bahwa abu vulkanik dapat dimanfaatkan untuk bahan konstruksi seperti mortar dan beton dengan proporsi yang tepat, sehingga memenuhi persyaratan teknis (kuat, awet dan stabil) serta dapat memberikan nilai ekonomis sebagai upaya penyediaan bahan konstruks untuk pembangunan infrastruktur sekaligus pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan.

1.7. Kerangka pemikiran

Material piroklastik alur Sungai Gendol terdiri dari debu, pasir, kerikil, kerakal, bongkah hingga batu yang berdiameter lebih dari 10 meter. Sebagian material mengalami proses lanjut karena tenaga gravitasi berupa runtuhan endapan piroklastik yaitu debris avalanche. Hujan sebagai faktor pemicu aliran

(14)

14

mengubah runtuhan piroklastik menjadi banjir lahar (volcanic debris flow). Banjir lahar dengan tingkat viskositas aliran tinggi akan berhenti seiring berkurangnya tenaga yang mendorong terjadinya lahar. Berhentinya aliran lahar akan meninggalkan endapan lahar. Akumulasi bahan cair sisa endapan lahar terus mengalir menjadi aliran berkonsentrasi sedimen tinggi (hyperconcentrated flow) membawa partikel berukuran halus dalam jumlah besar.

Hyperconcentrated flow meninggalkan endapan berupa lumpur yang berakumulasi dengan agregat pasir dalam berbagai ukuran gradasi. Air dari proses Hyperconcentrated flow tetap mengalir sebagai aliran normal (run off) dan akan mengendapkan endapan material yang bersifat fluviatil. Endapan fluvial memiliki perbedaan karakteristik jika dibandingkan dengan endapan piroklastik dan endapan lahar, maupun endapan hyperconcentrated flow.

Setiap endapan dari proses letusan langsung, aliran lahar, dan aliran hyperconcentrated flow, dan aliran fluvial akan menyebabkan perbedaan kualitas mineral tambang batu dan pasir, sehingga pemanfaatan berupa pengambilan pasir dan batu juga harus memperhatikan kualitas dari material. Demikian juga dengan proses ekstraksi yang dilakukan pada setiap endapan tidaklah sama dalam hal volume pengambilannya. Masing-masing harus dimanfaatkan sesuai dengan kualitas dan kuantitas endapan.

Pengambilan volume endapan yang seimbang antara bagian agradasi dengan volume degradasi yang terjadi merupakan bentuk kesetimbangan secara kuantitas. Penting juga diperhatikan masalah mutu material endapan yang diambil agar keseimbangan juga terjadi antara kualitas hasil yang diperoleh dengan kuantitas yang tersedia. Pemanfaatan potensi bahan galian secara optimal dapat dilakukan jika kita mengetahui lokasi-lokasi mana yang layak untuk dilakukan penambangan. Kerangka pemikiran penelitian ditunjukkan pada (Gambar 1.1).

(15)

15

Gambar 1.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian Granulometri

Relief/Topografi

Lereng Vulkan Kerucut Vulkan

Analisis Kelayakan Potensi Mineral Pasir dan Batu Distribusi Spasial Material

Endapan

Klasifikasi Potensi Mineral Pasir dan Batu Bentanglahan Gunungapi Proses Geomorfik Erupsi Gunungapi Debris Avalanche Dataran Kaki Debris Flow Run Off Endapan Piroklastik Litofasies Material Piroklastik Endapan Lahar Endapan Fluvial Potensi Kualitas Kuantitas Volume Endapan

Perbedaan Karakteristik Potensi Mineral Pasir dan Batu Lereng Kaki Hyperconcentrated

Flow

Gambar

Tabel 1.1. Daftar penelitian sumberdaya tambang terdahulu
Gambar 1.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian Granulometri

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan FGD pada orang tua atau keluarga korban, anak yang menjadi korban, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pejabat dari instansi terkait,

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari