• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENSOR FIELD EFFECT TRANSISTOR BERBASIS NANOSERAT POLIANILIN UNTUK MENGUKUR KONSENTRASI GAS AMONIA FARQAN THANZALLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SENSOR FIELD EFFECT TRANSISTOR BERBASIS NANOSERAT POLIANILIN UNTUK MENGUKUR KONSENTRASI GAS AMONIA FARQAN THANZALLA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

SENSOR

FIELD EFFECT TRANSISTOR

BERBASIS NANOSERAT

POLIANILIN UNTUK MENGUKUR KONSENTRASI GAS AMONIA

FARQAN THANZALLA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ABSTRAK

FARQAN THANZALLA. Sensor

Field Effect Transistor

Berbasis Nanoserat

Polianilin untuk Mengukur Konsentrasi Gas Amonia. Dibimbing oleh

Dr.

AKHIRUDDIN MADDU dan Dr. IRMANSYAH.

Sensor gas dapat dibuat dari logam, oksida logam, polimer konduktif

organik. Sensor gas dari polimer konduktif organik memiliki kelebihan

diantaranya menunjukan sensitivitas yang baik terhadap uap senyawa organik

serta dapat digunakan pada suhu ruang. Nanoserat polianilin sebagai lapisan aktif

dari sensor

Field Effect Transistor

(FET) sensitif dalam merespon gas amonia

(NH

3

). Penelitian ini meliputi pembuatan serta karakterisasi sensor FET dan

menentukan nilai sensitivitas sensor FET. Pembuatan sensor dilakukan dengan

mengoksidasi

wafer silicon

(Si tipe-p) sebagai lapisan dielektrik (SiO

2

) dan

melapisi nanoserat polianilin diatas lapisanSiO

2

. Pada lapisan Si tipe-p terpasang

elektroda

gate

sedangkan pada lapisan nanoserat polianilin terpasang

drain

dan

source

.Karakteristik dari sensor FET ketika diberikan tegangan

gate

yang lebih

negatif maka arus drain-source akan meningkat. Nilai sensitivitas sensor FET

pada V

g

= 0 V didapatkan3.4215 V/% dan V

g

= -5 V didapat3.9018V/%. Hasil

pengujian sensitivitas menunjukan semakin negatif tegangan gate diberikan

semakin besar nilai sensitivitasnya.

(3)

2

ABSTRACT

FARQAN THANZALLA. Field Effect Transistor Sensor Based on Polyaniline

Nanofiber for Measuring Concentrations of Ammonia Gas. Supervised by

Dr.AKHIRUDDIN MADDUand Dr. IRMANSYAH.

Gas sensors can be made of metal, metal oxide, organic conductive

polymers. Gas sensors of organic conductive polymers have superiority such as

showing good sensitivity to the vapors of organic compounds and can be used at

room temperature. Polyaniline nanofiber as active layers of Field Effect Transistor

(FET) sensor sensitive in responding to ammonia gas (NH

3

). This research

consists of manufacturing and characterization of FET sensor and determine the

sensitivity of the FET sensor. FET sensor is made by oxidizing silicon wafers (the

type-p Si) as layer dielectric (SiO

2

) and coating polyaniline nanofiber on SiO

2

layers. On the type-p Si layer isset with gate electrode while polyaniline nanofiber

layer is set with drain and source. When the FET sensor is given with more

negative gate voltage so that drain-source current increases. Sensitivity value of

FET sensor at Vg = 0 V is obtained 3.4215 V/% and Vg = -5 V is obtained 3.9018

V/%. The sensitivity test results showsmore and more negative gate voltage is

given to be the greater the greater sensitivity value.

Keywords:Field Effect Transistor, Polyaniline nanofiber, ammonia gas,

sensitivity

(4)

3

SENSOR

FIELD EFFECT TRANSISTOR

BERBASISNANOSERAT

POLIANILIN UNTUK MENGUKURKONSENTRASI GAS AMONIA

FARQAN THANZALLA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

4

Judul

: Sensor

Field Effect Transistor

BerbasisNanoseratPolianilin

untukMengukur Konsentrasi Gas Amonia

Nama

:Farqan Thanzalla

NIM

: G74080026

Departemen : Fisika

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Akhiruddin Maddu

NIP: 196609071988021006

Pembimbing II

Dr. Irmansyah

NIP: 196809161994031001

Mengetahui,

Ketua Departemen Fisika

Dr. Akhiruddin Maddu

NIP: 196609071988021006

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala rahmat, nikmat

kesehatan, kekuatan dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan

penelitian dengan topik Sensor

Field Effect Transistor

Berbasis Nanoserat

Polianilin untuk Mengukur Konsentrasi Gas Amonia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam

melakukan penelitian ini, terutama kepada:

1.

Alloh SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan ridhonya

sehingga

alhamdulillahirobbilalamin

skripsi ini dapat selesai.

2.

Muhammad SAW. Nabi dan Rosul utusan Alloh SWT yang

memberikan banyak tauladan hidup pada penulis, sehingga tetap

berada di jalan-Nya

3.

Bapak Asep Supriatna, S.Pd.dan Ibu Iis Yeni Iriani, S.Pd. selaku sosok

orang tua serta kakak-kakakku dan adik-adikku yang selalu

memberikan doa dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan

penelitian.

4.

Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si. dan Bapak Dr. Irmansyah, M.Si.

selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan

motivasi, nasehat, dan ide-ide kepada penulis.

5.

Bapak Taufik Jasa Lesmana, M.Si. selaku pendamping dalam

melakukan penelitian.

6.

Bapak Drs. Muh Nur Indro, M.Sc. selaku editor dalam penyususnan

skripsi ini.

7.

Teman-teman di Departemen Fisika terutama teman-teman dekat

saya,Anak-Anak Komplek, kakak-kakak S2, dan anak-anak Lab.

Jaringan yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata, mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

kemajuan ilmu pengetahuan dan tentunya penulis sangat mengharapkan masukan,

kritik, dan saran yang membangun.

Bogor, Desember2012

Penulis

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ciamis, 29 Juni 1989dari

pasangan Asep Supriatna, S.Pd.dan Iis Yeni Iriani,

S.Pd.

Penulis

merupakan

putrakedua

dari

empatbersaudara.Penulis menyelesaikan pendidikan

dasar SDN IXBanjarsari pada tahun 2002 kemudian

dilanjutkan ke pendidikan tingkat pertama SMPN

1Banjarsarisampai dengan pendidikan menengah atas

SMAN 1 Banjar.Pada tahun 2008, penulis diterima

sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menyelesaikan studi Strata 1 (S1)

pada tahun 2012.Selain itu, pendidikan non-formal penulis mengikuti

Cisco

Networking Academy

, tingkat CCNA.

Keseharian penulis diisi dengan kuliah, organisasi, dan olahraga. Selain

kegiatan mengajar privat siswa SMP dan SMA, penulis juga aktif dalam

organisasi Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) dan Himpunan

Mahasiswa Fisika (HIMAFI).Beberapa kompetisi yang pernah penulis

ikutidiantaranya, finalis Cisco NetRiders tingkat Asia Pasifik 2011dan finalis

PKM-P tingkat PIM IPB tahun 2012.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang ... 1

1.2.

Tujuan Penelitian ... 1

1.3.

Manfaat Penelitian ... 1

1.4.

Perumusan Masalah ... 1

1.5.

Batasan Masalah ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a.

Silikon Tipe-p ... 2

b.

Polianilin ... 2

c.

Sensor FET... 3

BAB III METODOLOGI

3.1.

Waktu dan Tempat Penelitian ... 4

3.2.

Alat dan Bahan ... 4

3.3.

Metode Penelitian ... 4

3.3.1.

Pembuatan Lapisan Tipis SiO

2

... 4

3.3.2.

Sintesis Nanoserat Polianilin ... 5

3.3.3.

Pembuatan sensor FET ... 5

3.3.4.

Pengujian Sensor ... 6

3.3.4.1.

Karakterisasi I-V Sensor FET ... 6

3.3.4.2.

Pengujian Respon Dinamik sensor FET ... 6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Lapisan SiO

2

... 7

4.2.

Sintesis Polianilin ... 7

4.3.

Pembuatan Sensor FET ... 8

4.4.

Karakterisasi I-V pada Sensor FET ... 8

4.5.

Respon Sensor FET terhadap I-V ... 9

4.6.

Respon dan Sensitivitas Sensor FET ... 9

4.7.

Stabilitas Sensor FET ... 10

4.8.

Waktu Respon Sensor FET ... 10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan ... 11

5.2.

Saran ... 11

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1Struktur silikon tipe-p... 2

Gambar 2Permukaan nanoserat polianilin ... 3

Gambar 3Struktur sensor FET ... 4

Gambar 4 Gambar 4 (a) Kurva I

DS

terhadap V

D-S

dengan variasi V

g

(b) Kurva I

D-S

terhadap V

g

... 4

Gambar 5 Prototipe Sensor FET ... 5

Gambar 6 Skema Karakterisasi I-V sensor FET ... 6

Gambar 7 Skema pengujian respon dinamik sensor FET ... 6

Gambar 8 SiO

2

hasil oksidasi silikon tipe-p ... 7

Gambar 9 Grafik hasil pengujian EDX dari SiO

2

... 7

Gambar 10 (a) Pada saat percampuran dua larutan (b) Polimerisasi sebelum

terdoping

(c) Polimerisasi setelah bereaksi dengan HCl ... 7

Gambar 11 Citra SEM permukaan polianilin... 8

Gambar 12 Sensor FET ... 8

Gambar 13 Karakteristik I-V sensor FET ... 9

Gambar 14 Karakteristik I-V sensor FET terhadap gas amonia ... 9

Gambar 15 Respon Dinamik pada V

g

= 0 V dan V

g

= -5 V ... 9

Gambar 16 Sensitivitas Sensor FET ... 10

Gambar 17 Stabilitas Sensor FET ... 10

Gambar 18Waktu respon Sensor FET pada V

g

= 0 V ... 10

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendeteksian bahan-bahan kimia beracun di lingkungan akan lebih efektif jika menggunakan teknik sederhana dan alat yang mudah digunakan. Alat tersebut harus memiliki kemampuan memonitor lingkungan, seperti lingkungan kerja, pabrik dan rumah secara kontinu, dan sensitif dalam merespon objek yang dideteksi.1

Bahan kimia beracun yang tersebar di lingkungan dapat berwujud gas. Salah satu gas yang dikenal adalah amonia. Gas ini merupakan senyawa kimia dengan rumus NH3. Amonia termasuk gas alkalin

yang tidak berwarna, lebih ringan dari udara, dan punya aroma khas yang tajam. Amonia saat ini dijadikan sebagai bahan baku pupuk, abu soda, asam nitrat, nilon, plastik, pencelup, karet dan bahan peledak.2

Gas amonia sangat membahayakan kesehatan manusia. Efek jangka pendek (akut) mengakibatkan iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan, mata, dan bahkan menimbulkan kematian. Kontak dengan mata dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan luka bakar (frostbite). Efek jangka panjang (kronis) dengan menghirup uap asam mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru.3

Oleh karena itu, diperlukan sebuah piranti yang dapat mendeteksi gas amonia agar terhindar dari bahaya gas tersebut. Bentuk dari piranti tersebut ialah berupa sensor. Sensor gas amonia bermacam-macam, salah satunya ialah menggunakan material polimer konduktif seperti polianilin. Polianilin (PANI) merupakan salah satu bahan polimer yang banyak diteliti karena mudah disintesis dan mudah dalam proses doping.4

Berbagai jenis sensor berbeda dikembangkan oleh peneliti-peneliti terdahulu untuk mendeteksi gas amonia dengan metode dan bahan-bahan yang berbeda. Seperti sensor jenis

Chemiresistor berbasis polianilin, sensor gas amonia dengan teknik pengendapan LB (Langmuir-Blodgett) menggunakan bahan tembaga phtalocyanine (CuPc), sensor gas amonia menggunakan film MoO3, dan sebagainya.3 Namun

sensor-sensor ini kurang sensitif dalam merespon gas. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan sensor gas berbasis FET dengan menggunakan nanoserat polianilin sebagai material aktif.

1.2. Tujuan Penelitian

Membuat sensor gas amonia berbasis FET untuk mengukur konsentrasi gas amonia dengan sensitivitas dan respositivitas yang tinggi.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat konsentrasi gas amonia di udara dengan menggunakan sensor FET dengan sensitivitas dan responsitivitas yang tinggi.

1.4. Perumusan Masalah

Bagaimana membuat sensor gas amonia yang sederhana serta portable

dengan sensitivitas dan respositivitas tinggi?

1.5. Batasan Masalah

Penelitian ini meliputi pembuatan serta karakterisasi sensor FET, penetuan respon dinamik dari sensor FET, dan menentukan nilai sensitivitas sensor FET.

(11)

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silikon Tipe-p

Bahan yang tidak memiliki sifat sebagai isolator dan tidak pula memiliki sifat yang umum dari konduktor logam dapat dikatakan sebagai semikonduktor. Contoh bahan semikonduktor diantaranya silikon, germanium, dan lain-lain.5

Sebuah atom silikon memiliki empat elektron pada kulit valensinya. Ketika atom-atom silikon bergabung membentuk suatu kristal padat, setiap atom akan menempatkan dirinya diantara empat silikon lainnya sehingga kulit valensi tiap-tiap atom saling berhimpitan. Elektron-elektron ini yang akan digunakan bersama untuk membentuk ikatan kovalen. Dalam keadaan murni, silikon adalah sebuah isolator karena ikatan kovalen mengikat dengan kuat semua elektronnya sehingga tidak menyisakan elektron bebas untuk mengalirkan arus.5

Silikon tipe-p dibuat dari silikon murni yang diberikan atom pengotor dari unsur berbeda yang memiliki tiga elektron pada kulit valensinya. Penambahan atom pengotor tersebut mengakibatkan timbulnya sejumlah ruang kosong yang dapat dimuati elektron, ruang ini disebut

hole. Dapat dilihat pada Gambar 1. Hole

yang terbentuk akan digunakan sebagai pembawa muatan serta dapat digerakan di dalam susunan atom-atom dengan menerapkan beda potensial pada bahan ini.6

Gambar 1 Struktur silikon tipe-p.6

2.2 Polianilin

Polianilin berdasarkan sifat listrik dibagi menjadi dua yaitu polianilin konduktif dan polianilin isolatif. Berdasarkan tingkat oksidasi, polianilin dapat disintesis dalam beberapa bentuk isolatif yaitu leucomeraldine base (LB) yang tereduksi penuh, emeraldine base

(EB) yang teroksidasi setengah dan

pernigranilin base (PB) yang teroksidasi penuh.7

Bentuk EB merupakan bentuk yang paling stabil dan juga paling luas diteliti karena konduktivitasnya dapat diatur dari 10-10 S/cm hingga 100 S/cm melalui

proses doping. Bentuk EB yang dibuat konduktif dengan cara proses doping

asam protonik seperti HCl, dimana proton-proton ditambahkan ke situs-situs –N=, sementara jumlah elektron pada rantai tetap. Bentuk dasar EB berubah menjadi ES yaitu bentuk yang konduktif melalui reaksi oksidasi dengan asam-asam protonik seperti HCl, sebaliknya bentuk ES dapat dikembalikan menjadi bentuk EB melalui reaksi reduksi dengan reduktan seperti NH4OH. Kedua proses

ini disebut juga proses protonasi-deprotonasi atau doping-dedoping. Derajat konduktivitas emeraldine ini bergantung pada tingkat/konsentrasi

dopant yang diberikan, yaitu jumlah proton (H+) yang dimasukkan ke dalam

struktur emeraldine.10

Secara umum emeraldine berwarna hijau yang konduktivitasnya dalam tingkat semikonduktor pada orde 100 S/cm, ordenya melebihi polimer secara umum (<10-9 S/cm) tetapi lebih rendah

dari jenis logam (>104 S/cm). Polianilin

yang terprotonasi, (seperti polianilin hidroklorid) mengubah ES yang berwarna hijau menjadi EB nonkonduktif yang berwarna biru ketika diuji dengan amonium hidroksida.9

Pengembangan bahan polimer konduktif nanostruktur (nanoparticle, nanowire, nanotube, nanofiber) sangat intensif dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerjanya dalam berbagai aplikasi. Polianilin nanostruktur

hole

(12)

3

merupakan bahan polimer konduktif yang dapat digunakan sebagai sensor gas dan biosensor. 7,8

Pada aplikasi sensor kimia, khususnya sensor gas, polianilin nanostruktur memiliki kelebihan dibandingkan polianilin bulk. Nanoserat polianilin, misalnya, sangat efektif sebagai sensor gas karena memiliki luas permukaan terekspose jauh lebih besar sehingga proses difusi molekul gas ke dalam struktur nanoserat polianilin berlangsung lebih cepat dan kedalaman penetrasi molekul gas ke dalam nanoserat jauh lebih besar yang akan meningkatkan sensitivitas dan waktu respon sensor.4

Morfologi permukaan nanoserat polianilin ditunjukkan pada Gambar 2, gambar ini memperlihatkan struktur nano polianilin berbentuk serat dengan diamater beberapa puluh nanometer dan panjang beberapa ratus nanometer serta sangat berpori (highly porous). Pada gambar ini juga dapat diamati dengan jelas nanoserat-nanoserat ini saling bersilangan membentuk struktur yang sangat berpori yang memungkinkan molekul-molekul gas dapat menembus lebih dalam dan berinteraksi dengan hampir seluruh serat-serat polianilin. Akibatnya, semua serat polianilin dapat berkontribusi terhadap proses sensing

dengan sensitivitas yang lebih baik.10

Gambar 2 Permukaan nanoserat polianilin.10

2.3 Sensor FET

Sensor gas berbasis FET memiliki parameter yang lebih banyak dibandingkan dengan sensor

chemiresistor. Sensor gas ini memiliki batasan deteksi serta sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan

chemiresistor.11

Layaknya transistor, sensor FET memiliki tiga elektroda yaitu drian,

source dan gate. Elektroda drian dan

source terpasang pada lapisan aktif. Dimana lapisan aktif akan berinteraksi dengan analit yang dapat merubah sifat litrik dari lapisan ini. Pada lapisan aktif, bahan yang digunakan adalah semikonduktor tipe-p atau tipe-n. Sedangkan elektroda gate bisa terpasang pada semikonduktor atau langsung pada lapisan dielektrik. Hal ini dikarenakan elektroda gate hanya berperan sebagai pemberi medan listrik pada lapisan aktif.12

Struktur dari sensor FET dapat dilihat pada Gambar 3.

Tegangan yang diberikan pada elektroda gate akan mempengaruhi arus

drian-source. Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin negatif tegangan gate

diberikan semakin besar arus drian

-source yang mengalir. Tegangan gate

diberikan negatif karena pembawa muatan pada lapisan aktif merupakan polaron (hole). Polaron-polaron pada lapisan aktif akan tertarik oleh tegangan gate yang negatif ke sisi lapisan aktif yang berbatasan dengan lapisan dielektrik. Kemudian polaron-polaron akan membentuk aliran antara elektroda drian-source atau arus drian-source.13 Jika

tegangan gate tetap dan tegangan drian

-source terus dinaikan, maka arus drain-source (ID-S) dari sensor FET akan berada

pada daerah saturasi sampai kondisi

breakdown. Kondisi breakdown terjadi ketika tegangan drain-source (VD-S) terus

diperbesar pada tegangan gate (Vg) tetap

(13)

4

Gambar 3 Struktur sensor FET

Mobilitas dari sensor FET dapat dihitung dengan persamaan:

( )

Dimana VTH merupakan tegangan ambang

dari sensor FET, W dan L sesuai dengan lebar dan panjang dari kanal lapisan aktif. Nilai µ merupakan mobilitas hole dari polianilin dan Ci adalah kapasitansi gate

dielektrik per satuan luas.

Gambar 4 (a) Kurva ID-S terhadap VD-S dengan

variasi Vg.14

Gambar 4 (b) Kurva ID-S terhadap Vg.14

BAB III

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2012 sampai September 2012 di Laboratorium Biofisika, Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Spektroskopi Departemen Fisika IPB, Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Kehutanan, Laboratorium MOCVD (Metalorganic

Chemical Vapor Deposition) ITB,

BATAN.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah furnce, PASCO Science Workshop 750, Keithley 2400 (I-V meter), magnetic Stirrer, kaca silinder, aluminium foil, chamber, kertas saring, pemotong kaca, gelas piala, gelas ukur, tabung reaksi, penggaris, pipet volumetric, sarung tangan, maskar dan pipet tetes, resistor, syringe.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah silicon wafer (Si) tipe-p, akuades 20 L, monomer anilin 250 mL, etanol 1 L, ammonium peroxydisulphide (NH)4S2O8 500 mL, gas oksigen (O2),

Amonia 1 L, HCl dan toluena 1 L, pasta perak, Chloroform, HF 150 mL.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pembuatan Lapisan Tipis SiO2

Substrat yang digunakan adalah wafer silikon tipe-p (Si tipe-p). Substrat silikon tersebut direndam dalam larutan (H2O2 +

H2SO4) sekitar 15 menit kemudian

dibersihkan dengan larutan HF. Setelah silikon dibersihkan, langsung dioksidasi untuk menghasilkan lapisan SiO2 diatas

substrat silikon. Lapisan SiO2 dibuat

dengan memanaskan substrat silikon didalam furnace dengan suhu sekitar 10000 C, dan dialirkan gas O

2 kedalam furnace selama pemanasan berlangsung.

(14)

5

Lama pemanasan sekitar 2 jam dari suhu kamar menuju 10000 C dan pada suhu

8000 C mulai dialirkan gas O

2. Suhu

10000 C ditahan selama 4 jam dengan

dialirkan gas O2. Gas O2 yang dialirkan

tersebut akan berikatan dengan substrat sehingga menghasilkan lapisan SiO2.

3.3.2. Sintesis Nanoserat Polianilin

Dalam penelitian ini, nanoserat polianilin disintesis dengan metode polimerisasi interfasial sistem dua fasa larutan organik dan air (aqueous) dengan mengadopsi metode yang telah dikembangkan oleh beberapa kelompok peneliti. Langkah-langkah yang dilakukan dijelaskan berikut ini. Pertama, dibuat dua larutan secara terpisah, yaitu larutan toluena 50 ml yang ditambahkan 1 ml monomer anilin 1M sebagai fasa organik dan larutan HCl 1M sebanyak 50 ml yang ditambahkan 0,6 gram oksidan (NH)4S2O8

sebagai fasa air (aqueous). Kedua larutan dicampurkan ke dalam satu wadah kimia tanpa diaduk, kedua larutan terpisah karena berbeda fasa, larutan toluena-anilin berada di atas dan laturan HCl-(NH)4S2O8 berada di sebelah bawah.

Sesaat setelah pencampuran, dengan cepat polimerisasi mulai berlangsung pada batas (interface) fasa organik dan fasa air. Proses ini dibiarkan 1x24 jam untuk memberikan waktu terjadi polimerisasi lengkap. Produk berupa endapan polianilin dikumpulkan dan dimurnikan melalui filtrasi, kemudian dibilas dengan akuades beberapa kali.

3.3.3. Pembuatan Sensor FET

Pembuatan sensor FET dilakukan dengan membuat lapisan tipis SiO2

sebagai bahan dielektriknya. Kemudian lapisan dielektrik tersebut dilapisi kembali menggunkan polianilin. Untuk mengkarakterisasi dari sensor tersebut maka dilakukan pemasangan kontak. Prototipe sensor FET dapat dilihat dari Gambar 5.

Gambar 5 Prototipe sensor FET

Bagian yang paling penting pada sensor adalah lapisan aktif yang dapat berinteraksi dengan analit. Ada beberapa metode untuk menempelkan lapisan aktif di atas substrat, diantaranya yaitu:

electrochemical deposition, dip-coating,

spin-coating, langmuir-blodgett (LB),

layer-by-layer (LBL) self-assembly,

thermal evaporation, vapor deposition polymerization, drop-coating, casting, dan lain-lain. Metode yang sering digunakan untuk pelapisan polimer aktif di atas substrat adalah menggunakan

casting. Metode ini mudah dan sederhana untuk dilakukan.

Casting merupakan metode pelapisan dengan cara meneteskan larutan polimerisasi, kemudian diusap menggunkan pipet. Ketebalan lapisan dapat diatur dengan membentuk cetakan pada struktur FET menggunakan solatip yang sudah diketahui tebalnya.

Pemasangan kontak dilakukan dengan memberikan lapisan metal diatas polianilin. Pemasangan kontak (metalisasi) pada lapisan polianilin menggunakan logam emas. Metasisasi dilakukan di BATAN atau di ITB. Lapisan metal tersebut digunakan untuk memudahkan dalam pemasangan pasta perak dengan polianilin dan terbentuk kontak ohmik. Pada saat pemasangan kabel, pasta perak akan merekatkan antar kontak emas dengan kabel.

(15)

6

3.3.4. Pengujian Sensor

3.3.4.1. Karakterisasi I-V Sensor FET

Karakteristik dari suatu sensor dapat dilihat dari kurva arus terhadap tegangan. Dalam hal ini sensor FET dapat dikarakterisasi menggunakan I-V meter. Elektroda drain dan source dihubungkan langsung dengan Keithley 2400 dan elektroda gate dihubungkan ke power supply. Tegangan bias pada drain-source

diatur di dalam software Keithley (LabTracer). Tegangan yang diterapkan adalah dari 0 V sampai -30 V dengan variasi Vg = 0 V, -5 V, -10 V. Kemudian

sensor FET dikarakterisasi menggunakan I-V meter sehingga mendapatkan kurva yang sesuai dengan operasi dari struktur FET.

Karakteristik I-V FET diambil terhadap variasi konsentrasi gas amonia. Kondisi awal FET dikarakterisasi tanpa gas amonia, kemudian diberi gas amonia dengan konsentrasi 5 ml (0,521 %) di dalam chamber sehingga didapat kurva I-V. Dimasukan kembali gas amonia dengan konsentrasi 5 ml (0,521 %) sehingga gas amonia yang ada di dalam

chamber terakumulasi menjadi 10 ml (1,041 %) kemudian dikarakterisasi kembali sampai gas amonia di dalam

chamber menjadi 20 ml (2,082 %). Pengujian I-V diukur dengan tegangan

drain-source antara 0 V sampai -30 V pada tegangan gate -5 V.

Gambar 6 Skema Karakterisasi I-V sensor FET

3.3.4.2 Pengujian Respon Dinamik sensor FET

Pengujian respon dinamik dilakukan dengan memasukan sensor kembali ke dalam test chamber dan sensor FET dirangkai seri antara elektroda drain-source dengan resistor, dapat dilihat pada Gambar 7. Rangkaian tersebut dihubungkan baterai dengan tegangan 9 volt dan variasi Vg = 0 V, -5 V. Sensor

tegangan yang terkoneksi langsung dengan computer, dihubungkan pada sensor FET.

Sensor diuji pada kondisi tanpa gas amonia, selanjutnya diberi gas amonia dengan konsentrasi 1 ml (0,104 %) menggunakan syringe ke dalam chamber,

tegangan akan naik sampai keadaan stasioner atau saturasi. Diulang kembali dengan menambahkan 1 ml (0,104 %) sehingga konsentrasi gas amonia di dalam chamber bertambah menjadi 2 ml (0,208 %) yang menyebabkan tegangan akan naik kembali sampai pada keadaan saturasi. Penambahan gas amonia ke dalam chamber dilakukan sampai konsentrasi 5 ml (0,520 %).

Dilakukan

juga

pengujian

kesetabilan dari sensor FET yaitu

dengan memberikan gas amonia pada

konsentrasi 1ml (0,104 %) pada V

g

=

-5 V. Perlakuan ini dilakukan sebanyak

5 kali dengan tujuan melihat nilai

tegangan stasioner sensor FET dari

kelima ulangan tersebut.

SENSOR

PASCO

Science Workshop 750

Gambar 7 Skema pengujian respon dinamik sensor FET

VD-S

(16)

7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lapisan SiO2

Silikon dioksida (SiO2) merupakan

lapisan dielektrik pada sensor FET. Lapisan dielektrik ini dibentuk dengan memanaskan silikon tipe-p pada suhu 10000C sambil mengalirkan gas oksigen

ke permukaan substrat silikon. Gas oksigen ini akan berikatan dengan silikon membentuk SiO2. Hasil oksidasi silikon

dapat dilihat pada Gambar 8. Tampak ada perbedaan warna yang sangat mencolok antara wafer silikon tipe-p dengan SiO2

yang terbentuk. Warna biru muda merupakan wafer silikon tipe-p sedangkan warna yang emas kekuning-kuningan adalah SiO2.

Tabel 1 dan Gambar 9 menunjukan hasil pengujian EDX pada lapisan SiO2

hasil oksidasi dari substrat silikon tipe-p. Pada tabel tersebut tampak bahwa berat Silikon sebesar 76.58 % dan berat oksigen sebesar 23.42 % sedangkan banyaknya atom Silikon 65.06 % dan atom oksigen sebanyak 34.94 %. Nilai kesalahan dari hasil pengukuran adalah 4 %. Data kuantitatif ini membuktikan lapisan SiO2

sudah terbentuk pada substrat silikon.

Gambar 8 SiO2 hasil oksidasi silkon tipe-p

Tabel 1 Hasil pengujian EDX dari SiO2

Unsur % Berat % Atom

Oksigen 23.42 34.94

Silikon 76.58 65.06

Gambar 9 Grafik hasil pengujian EDX dari

SiO2

4.2.Sintesis Polianilin

Polianilin disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka sehingga menghasilkan polimer dengan struktur nanoserat. Pada Gambar 10 terlihat polimerisasi terjadi pada batas antarmuka antara fasa organik berwarna kecoklatan dan fasa air terlihat sedikit bening. Fasa organik mengandung anilin sedangkan fasa air mengandung oksidan dan dopant polaron.

Polimerisasi anilin berlangsung pada batas kedua fasa larutan dan berdifusi ke sebelah bawah (fasa air). Awalnya polianilin berwarna biru karena belum

terdoping polaron dari HCl. Namun setelah polianilin itu bereaksi dengan HCl, polianilin itu berubah warna menjadi hijau. Pada waktu yang sama, warna diatasnya juga berubah menjadi oranye kemerahan. Hal ini diakibatkan oleh pembentukan oligomer anilin.10

(a) (b) (c)

Gambar 10 (a) Pada saat percampuran dua

larutan (b) Polimerisasi sebelum terdoping

(c) Polimerisasi setelah bereaksi dengan HCl

0 1 2 3 4 5 6 keV cps/eV 60 50 40 30 20 10 Si O Si tipe-p

(17)

8

Gambar 11 Citra SEM permukaan polianilin

Morfologi dari permukaan polianilin dapat diamati dengan menggunakan SEM (Scanning Elelctron Microscope). Morfologi permukaan polianilin didapat dengan perbesaran 40000 kali, ditunjukan pada Gambar 11. Hasil citra SEM memperlihatkan struktur nano polianilin berbentuk serat. Dimana ukuran dari diameter serat sekitar 50 nm sedangkan panjang 200 nm. Nanoserat-nanoserat ini saling bersilangan membentuk pori. Struktur pori tersebut memungkinkan molekul-molekul gas dapat menembus lebih dalam dan berinteraksi dengan hampir seluruh serat-serat polianilin.

4.3. Pembuatan Sensor FET

Nanoserat polianilin yang sudah disintesis dilapiskan ke atas lapisan SiO2

hingga membentuk lapisan polianilin dengan metode casting. Pada lapisan ini juga dilakukan metalisasi karena untuk melakukan karakterisasi sensor FET diperlukan sifat ohmik.15 Metal yang digunakan adalah logam emas sebagai elektroda drain dan source termasuk elektroda gate pada substrat silikon. Sensor FET yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 12.

Lapisan polianilin dapat berinteraksi dengan gas amonia. Interaksi tersebut akan menimbulkan respon (arus listrik) yang dapat diukur dengan I-V meter. Untuk menghubungkan antara perangkat pengukuran seperti I-V meter dengan sensor FET maka diperlukan pemasangan kabel. Pemasangan kabel di atas kontak emas menggunakan pasta perak.

Gambar 12 Sensor FET

4.4 Karakteristik I-V pada Sensor FET

Karakteristik I-V sensor FET dapat dilihat dari kurva ID-S (arus drain-source)

terhadap VD-S (tegangan drain-source)

dengan variasi Vg (tegangan gate) yakni 0

V, -5 V, -10V. Tegangan drain-source

mulai dari 0 V sampai -30 V. Kurva I-V sensor FET diperlihatkan pada Gambar 13.

Berdasarkan kurva I-V sensor FET terlihat bahwa tegangan gate yang diberikan akan mempengaruhi arus drain-source. Perubahan arus yang terjadi pada sensor FET ini tidak terlalu besar terhadap variasi tegangan gate dengan rentang 5 V. Hal ini dikarenakan lapisan polianilin yang terbentuk terlalu tebal sehingga tegangan gate tidak terlalu mempengaruhi arus drain-source. Jika diberikan tegangan gate terlalu besar maka sensor FET kemungkinan akan mengalami kebocoran pada lapisan SiO2 sehingga

kurva I-V yang terbaca akan seperti kurva dari struktur dioda.

Tegangan gate yang diberikan negatif karena lapisan aktif nanoserat polianilin merupakan semikonduktor tipe-p. Pengaruh tegangan gate terhadap polianilin dapat mempolarisasi muatan pada nanoserat polianilin sehingga akan menambah jumlah pembawa muatan (hole) yang aktif bergerak. Semakin negatif tegangan gate diberikan maka semakin besar arus drain-source

dihasilkan. Jika tegangan gate tetap dan tegangan drain-source terus dinaikan maka arus drain-source mengalami saturasi. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa sensor yang dibuat beroperasi sebagai FET.

(18)

9

Gambar 13 Karakteristik I-V sensor FET

4.5 Respon Sensor FET terhadap I-V

Gambar 14 menunjukkan karakteristik I-V sensor FET ketika diberi gas amonia konsentrasi 0,521 % (5 ml); 1,041 % (10 ml); 1,561 % (15 ml); 2,082% (20 ml). Dari data yang diperoleh penurunan arus yang paling signifikan yaitu pada gas amonia dengan konsentrasi 0,521 %. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa operasi sensor FET yang efektif berada pada rentang konsentrasi 0 % sampai 0,521 %.

Pengaruh gas amonia terhadap sifat listrik bahan nanoserat polianilin akan menurunkan mobilitas pembawa muatan nanoserat polianilin sehingga nilai arus

drain-source turun yang mengakibatkan resistansi meningkat. Resistansi meningkat dipengaruhi molekul gas amonia (NH3) mengikat polaron dari

nanoserat polianilin, sehingga membentuk NH4 dan mengurangi konsentrasi

pembawa muatan pada nanoserat polianilin. Semakin semakin besar konsentrasi gas amonia yang diberikan maka semakin kecil arus drain-source

yang dihasilkan.

Gambar 14 Karakteristik I-V sensor FET terhadap gas amonia

4.6 Respon dan Sensitivitas Sensor FET

Gambar 15 menunjukkan respon dinamik sensor FET terhadap gas amonia pada tegangan gate yang berbeda. Gas amonia diberikan dengan variasi konsentrasi 0,104 % (1 ml); 0,208 % (2 ml); 0,312% (3 ml); 0,416 % (4 ml); dan 0,521 % (5 ml). Pada Vg = 0 V tegangan

sensor FET yang terbaca bertambah dari keadaan awal 1,45 V menjadi 2,71 V; 3,17 V; 3,46 V; 3,72 V; dan 4,10 V berturut-turut dari perubahan konsentrasi gas. Untuk Vg = -5 V, tegangan yang

terbaca dari sensor FET bertambah dari 1,49 V menjadi 3,05 V; 3,57 V; 3,96 V; 4,27 V; dan 4,41 V dengan konsentrasi sama seperti perlakuan pada Vg = 0V.

Sensor FET akan mengalami kenaikan tegangan ketika berinteraksi dengan gas amonia. Hal ini disebabkan gas amonia (NH3) berikatan dengan polaron

membentuk NH4. Pembawa muatan

(polaron) pada nanoserat polianilin akan semakin berkurang yang mengakibatkan nilai arus menurun dan resistansi bertambah sehingga nilai tegangan pada sensor FET akan naik. Semakin besar nilai konsentrasi yang diberikan maka akan semakin besar tegangan keluaran yang dihasilkan.

Tegangan gate juga memberikan pengaruh terhadap tegangan sensor FET Semakin besar tegangan gate yang diberikan maka pembawa muatan pada nanoserat polianilin semakin terpolarisasi yang akan menyebabkan penambahan jumlah pembawa muatan. Nilai arus

drain-source bertambah maka nilai tegangan FET juga ikut bertambah.

Gambar 15 Respon Dinamik pada Vg = 0 V

dan Vg = -5 V -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 -30 -20 -10 0 ID-S (m A ) VD-S (V) Vg = 0 V Vg = -5 V Vg = -10 V 0 50 100 150 200 waktu (s) Vg = 0 V Vg = -5 V 5 4 3 2 1 VD-S (V) -0.3 -0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 ID-S (mA) 0 -10 -20 -30 VD-S (V) 0 % gas amonia 0.521 % gas amonia 1.041 % gas amonia 1.561 % gas amonia 2.082 % gas amonia

(19)

10

Gambar 16 Sensitivitas Sensor FET

Data respon dinamik menunjukan sensitivitas dari sensor FET. Gambar 16 memperlihatkan bahwa semakin besar tegangan gate yang diberikan maka semakin besar sensitivitas yang didapat. Pada Vg = 0 V, setiap perubahan

konsentrasi gas amonia 0,1 % maka akan terjadi kenaikan tegangan sensor FET sebesar 0.34215 V dan pada Vg = -5 V

terjadi kenaikan tegangan sensor FET sebesar 0.39018 V setiap kenaikan 0,1 % konsentrasi gas amonia.

4.7 Stabilitas Sensor FET

Stabilitas sensor FET dapat dilihat pada Gambar 17. Sensor FET diuji respon dinamik sebanyak lima kali ulangan dan memiliki resistansi reversible, dapat dilihat dari Gambar 15. Setiap ulangan diberi gas amonia dengan konsentrasi 0,104 % pada Vg = -5 V. Dari data yang

diperoleh tegangan tetap sekitar 5,34 V pada saat gas amonia diberikan dan 3,95 V dalam keadaan normal tanpa gas amonia.

Gambar 17 Stabilitas Sensor FET

4.8 Waktu Respon Sensor FET

Gambar 18 dan 19 menunjukan respon dinamik sensor FET terhadap konsentrasi gas amonia dengan konsentrasi 0.104 %. Waktu yang diperlukan sensor untuk menghasilkan keluaran sensor untuk berubah dari keadaan awal ke keadaan akhir disebut waktu respon dan waktu yang diperlukan sensor untuk menghasilkan suatu keluaran untuk kembali ke keadaan awal disebut waktu pemulihan.

Gambar 18 menunjukan bahwa respon dinamik sensor FET terhadap konsentrasi gas amonia dengan konsentrasi 0,104 % pada tegangan gate 0 V memiliki waktu respon selama 16.8 detik dan waktu pemulihan selama 15,4 detik. Gambar 19 menunjukan bahwa respon dinamik sensor FET terhadap konsentrasi gas amonia dengan konsentrasi 0,104 % pada tegangan gate -5 V memiliki waktu respon selama 21,3 detik dan waktu pemulihan selama 51,6 detik. Untuk variasi tegangan gate dapat dilihat bahwa waktu respon hampir sama dalam mendeteksi gas amonia dengan konsentrasi 0,104%. Namun untuk waktu pemulihan memiliki waktu yang berbeda, ini disebabkan pembuangan gasnya tidak tepat sama satu sama lain.

Gambar 18 Waktu respond dan waktu

pemulihan Sensor FET pada Vg = 0 V

Gambar 19 Waktu respon dan waktu

pemulihan Sensor FET pada Vg = -5 V

V = 3.4215x + 2.334 V = 3.9018x + 2.6965 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 VD -S ( V ) Konsentrasi (%) Vg = 0 V Vg = -5 V 3.5 4 4.5 5 5.5 6 0 50 100 150 200 250 VD -S ( V ) Waktu (s) 0 1 2 3 0 10 20 30 40 VD -S ( V ) waktu (s) 0 1 2 3 4 0 20 40 60 80 VD -S ( V ) waktu (s)

(20)

11

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Lapisan SiO2 terbentuk dari hasil

pemanasan dengan suhu 10000 C yang

diberikan gas oksigen. Hal ini terlihat dari kasat mata terdapat perbedaan warna yang signifikan antara warna silikon dan warna SiO2. Data kuantitatif dari hasil EDX juga

didapatkan bahwa berat Silikon sebesar 76.58 % dan berat oksigen sebesar 23.42 % sedangkan banyaknya atom Silikon 65.06 % dan atom oksigen sebanyak 34.94 %. Nilai kesalahan dari hasil pengukuran adalah 4 %.

Sintesis polianilin dihasilkan dari hasil polimerisasi antarmuka. Data hasil citra SEM memperlihatkan struktur nano polianilin berbentuk serat. Dimana ukuran dari diameter serat sekitar 50 nm sedangkan panjang 200 nm.

Sensor FET dibuat dengan cara membuat lapisan polianilin diatas SiO2.

Untuk mengkarakterisasi sensor FET diperlukan sifat arus-tegangan yang ohmik, maka dilakukan metalisasi pada lapisan polianilin.

Pada karakterisasi I-V sensor FET, arus drain-source dipengaruhi perubahan tegangan gate yang diberikan. Semakin negatif tegangan gate diberikan semakin besar arus drain-source dihasilkan. Respon sensor FET terhadap gas amonia memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi gas amonia diberikan semakin kecil arus drian-source yang terbaca.

Respon dinamik sensor FET memperlihatkan adanya perubahan sensitivitas ketika diberikan tegangan gate

yang berbeda. Sensitivitas sensor FET pada Vg = 0 V mendapatkan 3.4215V/%

dan Vg = -5 V mendapatkan sensitivitas

3.9018 V/%. Semakin negatif gate yang diberikan semakin besar sensitivitasnya.

5.2 Saran

Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan alat-alat yang lebih baik, seperti chamber yang digunakan, alat untuk memasukan gas ke dalam chamber, ruang vakum untuk membentuk lapisan tipis, dan pengadaan alat metalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1 Nurhidayah, E. (2011). Bahan Kimia Beracun. Makalah, Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara. Banjarnegara

2 Helmi, F., Rahmat, K., Debora, N., Aulia, S., & Wulandari. (2009). Penggunaan Urine Sebagai Bahan Bakar Hidrogen. Makalah, Analisis Kimia Diploma IPB. Bogor.

3 Christopel, D. P. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Sensor Gas Amonia Berbasis Polianilin. Skripsi, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

4 Virji, S., Huang, J., Kaner, R.B., and Weiller, B.H., 2004, Polyaniline Nanofiber Gas Sensors: Examination of Response Mechanisms, Nano Letters, 4(3), 491-496.

5 Tooley, M. (2002). Prinsip dan Aplikasi Rangkaian Elektronik. Bandung: Erlangga.

6 [Anonim]. “Silikon Tipe-P”. 2012. Web. 12 Januari 2012. <http://teknik-elektro.net/>

7 Huang, J., Virji, S., Weiller, B.H., and Kaner, R.B. (2004). Nanostructured Polyaniline Sensors,

Chem. Eur., 10, 1314-1319.

8 Morrin, A., Ngamna, O., Killard, A.J., Moulton, S.E., Smyth, M.R., and Wallace, G.G. (2005). An AmperometricEnzym Biosensor Fabricated from Polyaniline Nanoparticles, Electroanalysis, 17 (5-6), 423-430.

9 Stejskal, J., Gilbert, R. G. (2002). Polyaniline Preparation Of A Conducting Polymer. Pure Appl. Chem 74(5), 857–867.

(21)

12

10 Maddu. A, Wahyudi, S. T., Kurniati, M. (2008). Sintesis dan Karakterisasi Nanoserat Polianilin. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi 1(2), 74-78.

11 Janata, J & Josowicz, M. (2003).

Conducting Polymer in Electronic Chemical Sensor. Nature Materials

Vol 2.

12 Torsi, L. & Dodabalapur, A. (2005). Organic Thin Film Transistor.

American Chemical Society. 381 A - 387 A.

13 Paasch, G., Scheinert, S., & Tecklenburg, R. (1997). Theory and Modeling of Organic Field Effect Transistor. Technical University Ilmenau & Institut of Solid and Materials Reasearch.

14 Chen, D., Lei, S., & Chen, Y. (2011). A Single Polyaniline Nanofiber Field Effect Transistor and Its Gas Sensing Mechanisms.Sensors, 11, 6509-6516

15

Siregar, R.T.M., Kananda, A., Wadjdi, M.F., & Suryadi. (1994). Pembuatan Kontak Ohmik pada Silikon dengan Logam Campuran Titanium dan Aluminum. Prosiding Seminar Ilmiah P3FT-LIPI, 245-258.

(22)

1

(23)

2

Diagram Alir

Penyiapan Alat dan Bahan

Sintesis Nanoserat PANI

Pembuatan Lapisan SiO2

Casting

Metalisasi dan Pemasangan Kontak

Pengujian Sensor

Pengambilan Data

Gambar

Gambar 3 Struktur sensor FET
Gambar 5 Prototipe sensor FET
Tabel  1  dan  Gambar  9  menunjukan  hasil  pengujian  EDX  pada  lapisan  SiO 2 hasil  oksidasi  dari  substrat  silikon  tipe-p
Gambar 11 Citra SEM permukaan polianilin  Morfologi  dari  permukaan  polianilin  dapat diamati dengan menggunakan SEM  (Scanning  Elelctron  Microscope)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bobot potong, bobot karkas, bobot dada, dan bobot punggung pada umur 8 minggu sangat nyata (P&lt;0.01) lebih kecil dari pada 10 dan 12 minggu,

$onduksi dan kon#eksi pada hean poikiloterm yang hidup bergantung pada keseimbangan suhu tubuhnya dengan kondisi air di sekelilingnya. $enaikan suhu tubuh akan

Masyarakat wilayah Semarang. 2) Untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap layanan CST dengan keteraturan kunjungan layanan CST (Care Support and Treatment) pada

Permen PAN RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi dibangun agar mampu mengatasi persoalan-persoalan yang sering terjadi pada birokrasi dan terhadap

Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun

Lingkungan yang kondusif dan sehat tercermin dari komunikasi yang terjalin dengan baik antar anggota dalam suatu organisasi, pada dasarnya mereka para direktur

Talak yang tidak memberi hak merujuk bagi mantan suami terhadap mantan istrinya. Untuk kembali mantan suami ke dalam ikatan pernikahan mantan istri harus melalui