SENSOR
FIELD EFFECT TRANSISTOR
BERBASIS NANOSERAT
POLIANILIN UNTUK MENGUKUR KONSENTRASI GAS AMONIA
FARQAN THANZALLA
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
FARQAN THANZALLA. Sensor
Field Effect Transistor
Berbasis Nanoserat
Polianilin untuk Mengukur Konsentrasi Gas Amonia. Dibimbing oleh
Dr.
AKHIRUDDIN MADDU dan Dr. IRMANSYAH.
Sensor gas dapat dibuat dari logam, oksida logam, polimer konduktif
organik. Sensor gas dari polimer konduktif organik memiliki kelebihan
diantaranya menunjukan sensitivitas yang baik terhadap uap senyawa organik
serta dapat digunakan pada suhu ruang. Nanoserat polianilin sebagai lapisan aktif
dari sensor
Field Effect Transistor
(FET) sensitif dalam merespon gas amonia
(NH
3). Penelitian ini meliputi pembuatan serta karakterisasi sensor FET dan
menentukan nilai sensitivitas sensor FET. Pembuatan sensor dilakukan dengan
mengoksidasi
wafer silicon
(Si tipe-p) sebagai lapisan dielektrik (SiO
2) dan
melapisi nanoserat polianilin diatas lapisanSiO
2. Pada lapisan Si tipe-p terpasang
elektroda
gate
sedangkan pada lapisan nanoserat polianilin terpasang
drain
dan
source
.Karakteristik dari sensor FET ketika diberikan tegangan
gate
yang lebih
negatif maka arus drain-source akan meningkat. Nilai sensitivitas sensor FET
pada V
g= 0 V didapatkan3.4215 V/% dan V
g= -5 V didapat3.9018V/%. Hasil
pengujian sensitivitas menunjukan semakin negatif tegangan gate diberikan
semakin besar nilai sensitivitasnya.
2
ABSTRACT
FARQAN THANZALLA. Field Effect Transistor Sensor Based on Polyaniline
Nanofiber for Measuring Concentrations of Ammonia Gas. Supervised by
Dr.AKHIRUDDIN MADDUand Dr. IRMANSYAH.
Gas sensors can be made of metal, metal oxide, organic conductive
polymers. Gas sensors of organic conductive polymers have superiority such as
showing good sensitivity to the vapors of organic compounds and can be used at
room temperature. Polyaniline nanofiber as active layers of Field Effect Transistor
(FET) sensor sensitive in responding to ammonia gas (NH
3). This research
consists of manufacturing and characterization of FET sensor and determine the
sensitivity of the FET sensor. FET sensor is made by oxidizing silicon wafers (the
type-p Si) as layer dielectric (SiO
2) and coating polyaniline nanofiber on SiO
2layers. On the type-p Si layer isset with gate electrode while polyaniline nanofiber
layer is set with drain and source. When the FET sensor is given with more
negative gate voltage so that drain-source current increases. Sensitivity value of
FET sensor at Vg = 0 V is obtained 3.4215 V/% and Vg = -5 V is obtained 3.9018
V/%. The sensitivity test results showsmore and more negative gate voltage is
given to be the greater the greater sensitivity value.
Keywords:Field Effect Transistor, Polyaniline nanofiber, ammonia gas,
sensitivity
3
SENSOR
FIELD EFFECT TRANSISTOR
BERBASISNANOSERAT
POLIANILIN UNTUK MENGUKURKONSENTRASI GAS AMONIA
FARQAN THANZALLA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
4
Judul
: Sensor
Field Effect Transistor
BerbasisNanoseratPolianilin
untukMengukur Konsentrasi Gas Amonia
Nama
:Farqan Thanzalla
NIM
: G74080026
Departemen : Fisika
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Akhiruddin Maddu
NIP: 196609071988021006
Pembimbing II
Dr. Irmansyah
NIP: 196809161994031001
Mengetahui,
Ketua Departemen Fisika
Dr. Akhiruddin Maddu
NIP: 196609071988021006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala rahmat, nikmat
kesehatan, kekuatan dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan
penelitian dengan topik Sensor
Field Effect Transistor
Berbasis Nanoserat
Polianilin untuk Mengukur Konsentrasi Gas Amonia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
melakukan penelitian ini, terutama kepada:
1.
Alloh SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan ridhonya
sehingga
alhamdulillahirobbilalamin
skripsi ini dapat selesai.
2.
Muhammad SAW. Nabi dan Rosul utusan Alloh SWT yang
memberikan banyak tauladan hidup pada penulis, sehingga tetap
berada di jalan-Nya
3.
Bapak Asep Supriatna, S.Pd.dan Ibu Iis Yeni Iriani, S.Pd. selaku sosok
orang tua serta kakak-kakakku dan adik-adikku yang selalu
memberikan doa dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
penelitian.
4.
Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si. dan Bapak Dr. Irmansyah, M.Si.
selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan
motivasi, nasehat, dan ide-ide kepada penulis.
5.
Bapak Taufik Jasa Lesmana, M.Si. selaku pendamping dalam
melakukan penelitian.
6.
Bapak Drs. Muh Nur Indro, M.Sc. selaku editor dalam penyususnan
skripsi ini.
7.
Teman-teman di Departemen Fisika terutama teman-teman dekat
saya,Anak-Anak Komplek, kakak-kakak S2, dan anak-anak Lab.
Jaringan yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Akhir kata, mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
kemajuan ilmu pengetahuan dan tentunya penulis sangat mengharapkan masukan,
kritik, dan saran yang membangun.
Bogor, Desember2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Ciamis, 29 Juni 1989dari
pasangan Asep Supriatna, S.Pd.dan Iis Yeni Iriani,
S.Pd.
Penulis
merupakan
putrakedua
dari
empatbersaudara.Penulis menyelesaikan pendidikan
dasar SDN IXBanjarsari pada tahun 2002 kemudian
dilanjutkan ke pendidikan tingkat pertama SMPN
1Banjarsarisampai dengan pendidikan menengah atas
SMAN 1 Banjar.Pada tahun 2008, penulis diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menyelesaikan studi Strata 1 (S1)
pada tahun 2012.Selain itu, pendidikan non-formal penulis mengikuti
Cisco
Networking Academy
, tingkat CCNA.
Keseharian penulis diisi dengan kuliah, organisasi, dan olahraga. Selain
kegiatan mengajar privat siswa SMP dan SMA, penulis juga aktif dalam
organisasi Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) dan Himpunan
Mahasiswa Fisika (HIMAFI).Beberapa kompetisi yang pernah penulis
ikutidiantaranya, finalis Cisco NetRiders tingkat Asia Pasifik 2011dan finalis
PKM-P tingkat PIM IPB tahun 2012.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ... 1
1.2.
Tujuan Penelitian ... 1
1.3.
Manfaat Penelitian ... 1
1.4.
Perumusan Masalah ... 1
1.5.
Batasan Masalah ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a.
Silikon Tipe-p ... 2
b.
Polianilin ... 2
c.
Sensor FET... 3
BAB III METODOLOGI
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian ... 4
3.2.
Alat dan Bahan ... 4
3.3.
Metode Penelitian ... 4
3.3.1.
Pembuatan Lapisan Tipis SiO
2... 4
3.3.2.
Sintesis Nanoserat Polianilin ... 5
3.3.3.
Pembuatan sensor FET ... 5
3.3.4.
Pengujian Sensor ... 6
3.3.4.1.
Karakterisasi I-V Sensor FET ... 6
3.3.4.2.
Pengujian Respon Dinamik sensor FET ... 6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Lapisan SiO
2... 7
4.2.
Sintesis Polianilin ... 7
4.3.
Pembuatan Sensor FET ... 8
4.4.
Karakterisasi I-V pada Sensor FET ... 8
4.5.
Respon Sensor FET terhadap I-V ... 9
4.6.
Respon dan Sensitivitas Sensor FET ... 9
4.7.
Stabilitas Sensor FET ... 10
4.8.
Waktu Respon Sensor FET ... 10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan ... 11
5.2.
Saran ... 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1Struktur silikon tipe-p... 2
Gambar 2Permukaan nanoserat polianilin ... 3
Gambar 3Struktur sensor FET ... 4
Gambar 4 Gambar 4 (a) Kurva I
DSterhadap V
D-Sdengan variasi V
g(b) Kurva I
D-Sterhadap V
g... 4
Gambar 5 Prototipe Sensor FET ... 5
Gambar 6 Skema Karakterisasi I-V sensor FET ... 6
Gambar 7 Skema pengujian respon dinamik sensor FET ... 6
Gambar 8 SiO
2hasil oksidasi silikon tipe-p ... 7
Gambar 9 Grafik hasil pengujian EDX dari SiO
2... 7
Gambar 10 (a) Pada saat percampuran dua larutan (b) Polimerisasi sebelum
terdoping
(c) Polimerisasi setelah bereaksi dengan HCl ... 7
Gambar 11 Citra SEM permukaan polianilin... 8
Gambar 12 Sensor FET ... 8
Gambar 13 Karakteristik I-V sensor FET ... 9
Gambar 14 Karakteristik I-V sensor FET terhadap gas amonia ... 9
Gambar 15 Respon Dinamik pada V
g= 0 V dan V
g= -5 V ... 9
Gambar 16 Sensitivitas Sensor FET ... 10
Gambar 17 Stabilitas Sensor FET ... 10
Gambar 18Waktu respon Sensor FET pada V
g= 0 V ... 10
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendeteksian bahan-bahan kimia beracun di lingkungan akan lebih efektif jika menggunakan teknik sederhana dan alat yang mudah digunakan. Alat tersebut harus memiliki kemampuan memonitor lingkungan, seperti lingkungan kerja, pabrik dan rumah secara kontinu, dan sensitif dalam merespon objek yang dideteksi.1
Bahan kimia beracun yang tersebar di lingkungan dapat berwujud gas. Salah satu gas yang dikenal adalah amonia. Gas ini merupakan senyawa kimia dengan rumus NH3. Amonia termasuk gas alkalin
yang tidak berwarna, lebih ringan dari udara, dan punya aroma khas yang tajam. Amonia saat ini dijadikan sebagai bahan baku pupuk, abu soda, asam nitrat, nilon, plastik, pencelup, karet dan bahan peledak.2
Gas amonia sangat membahayakan kesehatan manusia. Efek jangka pendek (akut) mengakibatkan iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan, mata, dan bahkan menimbulkan kematian. Kontak dengan mata dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan luka bakar (frostbite). Efek jangka panjang (kronis) dengan menghirup uap asam mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru.3
Oleh karena itu, diperlukan sebuah piranti yang dapat mendeteksi gas amonia agar terhindar dari bahaya gas tersebut. Bentuk dari piranti tersebut ialah berupa sensor. Sensor gas amonia bermacam-macam, salah satunya ialah menggunakan material polimer konduktif seperti polianilin. Polianilin (PANI) merupakan salah satu bahan polimer yang banyak diteliti karena mudah disintesis dan mudah dalam proses doping.4
Berbagai jenis sensor berbeda dikembangkan oleh peneliti-peneliti terdahulu untuk mendeteksi gas amonia dengan metode dan bahan-bahan yang berbeda. Seperti sensor jenis
Chemiresistor berbasis polianilin, sensor gas amonia dengan teknik pengendapan LB (Langmuir-Blodgett) menggunakan bahan tembaga phtalocyanine (CuPc), sensor gas amonia menggunakan film MoO3, dan sebagainya.3 Namun
sensor-sensor ini kurang sensitif dalam merespon gas. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan sensor gas berbasis FET dengan menggunakan nanoserat polianilin sebagai material aktif.
1.2. Tujuan Penelitian
Membuat sensor gas amonia berbasis FET untuk mengukur konsentrasi gas amonia dengan sensitivitas dan respositivitas yang tinggi.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat konsentrasi gas amonia di udara dengan menggunakan sensor FET dengan sensitivitas dan responsitivitas yang tinggi.
1.4. Perumusan Masalah
Bagaimana membuat sensor gas amonia yang sederhana serta portable
dengan sensitivitas dan respositivitas tinggi?
1.5. Batasan Masalah
Penelitian ini meliputi pembuatan serta karakterisasi sensor FET, penetuan respon dinamik dari sensor FET, dan menentukan nilai sensitivitas sensor FET.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Silikon Tipe-p
Bahan yang tidak memiliki sifat sebagai isolator dan tidak pula memiliki sifat yang umum dari konduktor logam dapat dikatakan sebagai semikonduktor. Contoh bahan semikonduktor diantaranya silikon, germanium, dan lain-lain.5
Sebuah atom silikon memiliki empat elektron pada kulit valensinya. Ketika atom-atom silikon bergabung membentuk suatu kristal padat, setiap atom akan menempatkan dirinya diantara empat silikon lainnya sehingga kulit valensi tiap-tiap atom saling berhimpitan. Elektron-elektron ini yang akan digunakan bersama untuk membentuk ikatan kovalen. Dalam keadaan murni, silikon adalah sebuah isolator karena ikatan kovalen mengikat dengan kuat semua elektronnya sehingga tidak menyisakan elektron bebas untuk mengalirkan arus.5
Silikon tipe-p dibuat dari silikon murni yang diberikan atom pengotor dari unsur berbeda yang memiliki tiga elektron pada kulit valensinya. Penambahan atom pengotor tersebut mengakibatkan timbulnya sejumlah ruang kosong yang dapat dimuati elektron, ruang ini disebut
hole. Dapat dilihat pada Gambar 1. Hole
yang terbentuk akan digunakan sebagai pembawa muatan serta dapat digerakan di dalam susunan atom-atom dengan menerapkan beda potensial pada bahan ini.6
Gambar 1 Struktur silikon tipe-p.6
2.2 Polianilin
Polianilin berdasarkan sifat listrik dibagi menjadi dua yaitu polianilin konduktif dan polianilin isolatif. Berdasarkan tingkat oksidasi, polianilin dapat disintesis dalam beberapa bentuk isolatif yaitu leucomeraldine base (LB) yang tereduksi penuh, emeraldine base
(EB) yang teroksidasi setengah dan
pernigranilin base (PB) yang teroksidasi penuh.7
Bentuk EB merupakan bentuk yang paling stabil dan juga paling luas diteliti karena konduktivitasnya dapat diatur dari 10-10 S/cm hingga 100 S/cm melalui
proses doping. Bentuk EB yang dibuat konduktif dengan cara proses doping
asam protonik seperti HCl, dimana proton-proton ditambahkan ke situs-situs –N=, sementara jumlah elektron pada rantai tetap. Bentuk dasar EB berubah menjadi ES yaitu bentuk yang konduktif melalui reaksi oksidasi dengan asam-asam protonik seperti HCl, sebaliknya bentuk ES dapat dikembalikan menjadi bentuk EB melalui reaksi reduksi dengan reduktan seperti NH4OH. Kedua proses
ini disebut juga proses protonasi-deprotonasi atau doping-dedoping. Derajat konduktivitas emeraldine ini bergantung pada tingkat/konsentrasi
dopant yang diberikan, yaitu jumlah proton (H+) yang dimasukkan ke dalam
struktur emeraldine.10
Secara umum emeraldine berwarna hijau yang konduktivitasnya dalam tingkat semikonduktor pada orde 100 S/cm, ordenya melebihi polimer secara umum (<10-9 S/cm) tetapi lebih rendah
dari jenis logam (>104 S/cm). Polianilin
yang terprotonasi, (seperti polianilin hidroklorid) mengubah ES yang berwarna hijau menjadi EB nonkonduktif yang berwarna biru ketika diuji dengan amonium hidroksida.9
Pengembangan bahan polimer konduktif nanostruktur (nanoparticle, nanowire, nanotube, nanofiber) sangat intensif dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerjanya dalam berbagai aplikasi. Polianilin nanostruktur
hole
3
merupakan bahan polimer konduktif yang dapat digunakan sebagai sensor gas dan biosensor. 7,8
Pada aplikasi sensor kimia, khususnya sensor gas, polianilin nanostruktur memiliki kelebihan dibandingkan polianilin bulk. Nanoserat polianilin, misalnya, sangat efektif sebagai sensor gas karena memiliki luas permukaan terekspose jauh lebih besar sehingga proses difusi molekul gas ke dalam struktur nanoserat polianilin berlangsung lebih cepat dan kedalaman penetrasi molekul gas ke dalam nanoserat jauh lebih besar yang akan meningkatkan sensitivitas dan waktu respon sensor.4
Morfologi permukaan nanoserat polianilin ditunjukkan pada Gambar 2, gambar ini memperlihatkan struktur nano polianilin berbentuk serat dengan diamater beberapa puluh nanometer dan panjang beberapa ratus nanometer serta sangat berpori (highly porous). Pada gambar ini juga dapat diamati dengan jelas nanoserat-nanoserat ini saling bersilangan membentuk struktur yang sangat berpori yang memungkinkan molekul-molekul gas dapat menembus lebih dalam dan berinteraksi dengan hampir seluruh serat-serat polianilin. Akibatnya, semua serat polianilin dapat berkontribusi terhadap proses sensing
dengan sensitivitas yang lebih baik.10
Gambar 2 Permukaan nanoserat polianilin.10
2.3 Sensor FET
Sensor gas berbasis FET memiliki parameter yang lebih banyak dibandingkan dengan sensor
chemiresistor. Sensor gas ini memiliki batasan deteksi serta sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan
chemiresistor.11
Layaknya transistor, sensor FET memiliki tiga elektroda yaitu drian,
source dan gate. Elektroda drian dan
source terpasang pada lapisan aktif. Dimana lapisan aktif akan berinteraksi dengan analit yang dapat merubah sifat litrik dari lapisan ini. Pada lapisan aktif, bahan yang digunakan adalah semikonduktor tipe-p atau tipe-n. Sedangkan elektroda gate bisa terpasang pada semikonduktor atau langsung pada lapisan dielektrik. Hal ini dikarenakan elektroda gate hanya berperan sebagai pemberi medan listrik pada lapisan aktif.12
Struktur dari sensor FET dapat dilihat pada Gambar 3.
Tegangan yang diberikan pada elektroda gate akan mempengaruhi arus
drian-source. Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin negatif tegangan gate
diberikan semakin besar arus drian
-source yang mengalir. Tegangan gate
diberikan negatif karena pembawa muatan pada lapisan aktif merupakan polaron (hole). Polaron-polaron pada lapisan aktif akan tertarik oleh tegangan gate yang negatif ke sisi lapisan aktif yang berbatasan dengan lapisan dielektrik. Kemudian polaron-polaron akan membentuk aliran antara elektroda drian-source atau arus drian-source.13 Jika
tegangan gate tetap dan tegangan drian
-source terus dinaikan, maka arus drain-source (ID-S) dari sensor FET akan berada
pada daerah saturasi sampai kondisi
breakdown. Kondisi breakdown terjadi ketika tegangan drain-source (VD-S) terus
diperbesar pada tegangan gate (Vg) tetap
4
Gambar 3 Struktur sensor FET
Mobilitas dari sensor FET dapat dihitung dengan persamaan:
( )
Dimana VTH merupakan tegangan ambang
dari sensor FET, W dan L sesuai dengan lebar dan panjang dari kanal lapisan aktif. Nilai µ merupakan mobilitas hole dari polianilin dan Ci adalah kapasitansi gate
dielektrik per satuan luas.
Gambar 4 (a) Kurva ID-S terhadap VD-S dengan
variasi Vg.14
Gambar 4 (b) Kurva ID-S terhadap Vg.14
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2012 sampai September 2012 di Laboratorium Biofisika, Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Spektroskopi Departemen Fisika IPB, Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Kehutanan, Laboratorium MOCVD (Metalorganic
Chemical Vapor Deposition) ITB,
BATAN.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah furnce, PASCO Science Workshop 750, Keithley 2400 (I-V meter), magnetic Stirrer, kaca silinder, aluminium foil, chamber, kertas saring, pemotong kaca, gelas piala, gelas ukur, tabung reaksi, penggaris, pipet volumetric, sarung tangan, maskar dan pipet tetes, resistor, syringe.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah silicon wafer (Si) tipe-p, akuades 20 L, monomer anilin 250 mL, etanol 1 L, ammonium peroxydisulphide (NH)4S2O8 500 mL, gas oksigen (O2),
Amonia 1 L, HCl dan toluena 1 L, pasta perak, Chloroform, HF 150 mL.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pembuatan Lapisan Tipis SiO2
Substrat yang digunakan adalah wafer silikon tipe-p (Si tipe-p). Substrat silikon tersebut direndam dalam larutan (H2O2 +
H2SO4) sekitar 15 menit kemudian
dibersihkan dengan larutan HF. Setelah silikon dibersihkan, langsung dioksidasi untuk menghasilkan lapisan SiO2 diatas
substrat silikon. Lapisan SiO2 dibuat
dengan memanaskan substrat silikon didalam furnace dengan suhu sekitar 10000 C, dan dialirkan gas O
2 kedalam furnace selama pemanasan berlangsung.
5
Lama pemanasan sekitar 2 jam dari suhu kamar menuju 10000 C dan pada suhu
8000 C mulai dialirkan gas O
2. Suhu
10000 C ditahan selama 4 jam dengan
dialirkan gas O2. Gas O2 yang dialirkan
tersebut akan berikatan dengan substrat sehingga menghasilkan lapisan SiO2.
3.3.2. Sintesis Nanoserat Polianilin
Dalam penelitian ini, nanoserat polianilin disintesis dengan metode polimerisasi interfasial sistem dua fasa larutan organik dan air (aqueous) dengan mengadopsi metode yang telah dikembangkan oleh beberapa kelompok peneliti. Langkah-langkah yang dilakukan dijelaskan berikut ini. Pertama, dibuat dua larutan secara terpisah, yaitu larutan toluena 50 ml yang ditambahkan 1 ml monomer anilin 1M sebagai fasa organik dan larutan HCl 1M sebanyak 50 ml yang ditambahkan 0,6 gram oksidan (NH)4S2O8
sebagai fasa air (aqueous). Kedua larutan dicampurkan ke dalam satu wadah kimia tanpa diaduk, kedua larutan terpisah karena berbeda fasa, larutan toluena-anilin berada di atas dan laturan HCl-(NH)4S2O8 berada di sebelah bawah.
Sesaat setelah pencampuran, dengan cepat polimerisasi mulai berlangsung pada batas (interface) fasa organik dan fasa air. Proses ini dibiarkan 1x24 jam untuk memberikan waktu terjadi polimerisasi lengkap. Produk berupa endapan polianilin dikumpulkan dan dimurnikan melalui filtrasi, kemudian dibilas dengan akuades beberapa kali.
3.3.3. Pembuatan Sensor FET
Pembuatan sensor FET dilakukan dengan membuat lapisan tipis SiO2
sebagai bahan dielektriknya. Kemudian lapisan dielektrik tersebut dilapisi kembali menggunkan polianilin. Untuk mengkarakterisasi dari sensor tersebut maka dilakukan pemasangan kontak. Prototipe sensor FET dapat dilihat dari Gambar 5.
Gambar 5 Prototipe sensor FET
Bagian yang paling penting pada sensor adalah lapisan aktif yang dapat berinteraksi dengan analit. Ada beberapa metode untuk menempelkan lapisan aktif di atas substrat, diantaranya yaitu:
electrochemical deposition, dip-coating,
spin-coating, langmuir-blodgett (LB),
layer-by-layer (LBL) self-assembly,
thermal evaporation, vapor deposition polymerization, drop-coating, casting, dan lain-lain. Metode yang sering digunakan untuk pelapisan polimer aktif di atas substrat adalah menggunakan
casting. Metode ini mudah dan sederhana untuk dilakukan.
Casting merupakan metode pelapisan dengan cara meneteskan larutan polimerisasi, kemudian diusap menggunkan pipet. Ketebalan lapisan dapat diatur dengan membentuk cetakan pada struktur FET menggunakan solatip yang sudah diketahui tebalnya.
Pemasangan kontak dilakukan dengan memberikan lapisan metal diatas polianilin. Pemasangan kontak (metalisasi) pada lapisan polianilin menggunakan logam emas. Metasisasi dilakukan di BATAN atau di ITB. Lapisan metal tersebut digunakan untuk memudahkan dalam pemasangan pasta perak dengan polianilin dan terbentuk kontak ohmik. Pada saat pemasangan kabel, pasta perak akan merekatkan antar kontak emas dengan kabel.
6
3.3.4. Pengujian Sensor
3.3.4.1. Karakterisasi I-V Sensor FET
Karakteristik dari suatu sensor dapat dilihat dari kurva arus terhadap tegangan. Dalam hal ini sensor FET dapat dikarakterisasi menggunakan I-V meter. Elektroda drain dan source dihubungkan langsung dengan Keithley 2400 dan elektroda gate dihubungkan ke power supply. Tegangan bias pada drain-source
diatur di dalam software Keithley (LabTracer). Tegangan yang diterapkan adalah dari 0 V sampai -30 V dengan variasi Vg = 0 V, -5 V, -10 V. Kemudian
sensor FET dikarakterisasi menggunakan I-V meter sehingga mendapatkan kurva yang sesuai dengan operasi dari struktur FET.
Karakteristik I-V FET diambil terhadap variasi konsentrasi gas amonia. Kondisi awal FET dikarakterisasi tanpa gas amonia, kemudian diberi gas amonia dengan konsentrasi 5 ml (0,521 %) di dalam chamber sehingga didapat kurva I-V. Dimasukan kembali gas amonia dengan konsentrasi 5 ml (0,521 %) sehingga gas amonia yang ada di dalam
chamber terakumulasi menjadi 10 ml (1,041 %) kemudian dikarakterisasi kembali sampai gas amonia di dalam
chamber menjadi 20 ml (2,082 %). Pengujian I-V diukur dengan tegangan
drain-source antara 0 V sampai -30 V pada tegangan gate -5 V.
Gambar 6 Skema Karakterisasi I-V sensor FET
3.3.4.2 Pengujian Respon Dinamik sensor FET
Pengujian respon dinamik dilakukan dengan memasukan sensor kembali ke dalam test chamber dan sensor FET dirangkai seri antara elektroda drain-source dengan resistor, dapat dilihat pada Gambar 7. Rangkaian tersebut dihubungkan baterai dengan tegangan 9 volt dan variasi Vg = 0 V, -5 V. Sensor
tegangan yang terkoneksi langsung dengan computer, dihubungkan pada sensor FET.
Sensor diuji pada kondisi tanpa gas amonia, selanjutnya diberi gas amonia dengan konsentrasi 1 ml (0,104 %) menggunakan syringe ke dalam chamber,
tegangan akan naik sampai keadaan stasioner atau saturasi. Diulang kembali dengan menambahkan 1 ml (0,104 %) sehingga konsentrasi gas amonia di dalam chamber bertambah menjadi 2 ml (0,208 %) yang menyebabkan tegangan akan naik kembali sampai pada keadaan saturasi. Penambahan gas amonia ke dalam chamber dilakukan sampai konsentrasi 5 ml (0,520 %).
Dilakukan
juga
pengujian
kesetabilan dari sensor FET yaitu
dengan memberikan gas amonia pada
konsentrasi 1ml (0,104 %) pada V
g=
-5 V. Perlakuan ini dilakukan sebanyak
5 kali dengan tujuan melihat nilai
tegangan stasioner sensor FET dari
kelima ulangan tersebut.
SENSOR
PASCO
Science Workshop 750
Gambar 7 Skema pengujian respon dinamik sensor FET
VD-S
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lapisan SiO2
Silikon dioksida (SiO2) merupakan
lapisan dielektrik pada sensor FET. Lapisan dielektrik ini dibentuk dengan memanaskan silikon tipe-p pada suhu 10000C sambil mengalirkan gas oksigen
ke permukaan substrat silikon. Gas oksigen ini akan berikatan dengan silikon membentuk SiO2. Hasil oksidasi silikon
dapat dilihat pada Gambar 8. Tampak ada perbedaan warna yang sangat mencolok antara wafer silikon tipe-p dengan SiO2
yang terbentuk. Warna biru muda merupakan wafer silikon tipe-p sedangkan warna yang emas kekuning-kuningan adalah SiO2.
Tabel 1 dan Gambar 9 menunjukan hasil pengujian EDX pada lapisan SiO2
hasil oksidasi dari substrat silikon tipe-p. Pada tabel tersebut tampak bahwa berat Silikon sebesar 76.58 % dan berat oksigen sebesar 23.42 % sedangkan banyaknya atom Silikon 65.06 % dan atom oksigen sebanyak 34.94 %. Nilai kesalahan dari hasil pengukuran adalah 4 %. Data kuantitatif ini membuktikan lapisan SiO2
sudah terbentuk pada substrat silikon.
Gambar 8 SiO2 hasil oksidasi silkon tipe-p
Tabel 1 Hasil pengujian EDX dari SiO2
Unsur % Berat % Atom
Oksigen 23.42 34.94
Silikon 76.58 65.06
Gambar 9 Grafik hasil pengujian EDX dari
SiO2
4.2.Sintesis Polianilin
Polianilin disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka sehingga menghasilkan polimer dengan struktur nanoserat. Pada Gambar 10 terlihat polimerisasi terjadi pada batas antarmuka antara fasa organik berwarna kecoklatan dan fasa air terlihat sedikit bening. Fasa organik mengandung anilin sedangkan fasa air mengandung oksidan dan dopant polaron.
Polimerisasi anilin berlangsung pada batas kedua fasa larutan dan berdifusi ke sebelah bawah (fasa air). Awalnya polianilin berwarna biru karena belum
terdoping polaron dari HCl. Namun setelah polianilin itu bereaksi dengan HCl, polianilin itu berubah warna menjadi hijau. Pada waktu yang sama, warna diatasnya juga berubah menjadi oranye kemerahan. Hal ini diakibatkan oleh pembentukan oligomer anilin.10
(a) (b) (c)
Gambar 10 (a) Pada saat percampuran dua
larutan (b) Polimerisasi sebelum terdoping
(c) Polimerisasi setelah bereaksi dengan HCl
0 1 2 3 4 5 6 keV cps/eV 60 50 40 30 20 10 Si O Si tipe-p
8
Gambar 11 Citra SEM permukaan polianilin
Morfologi dari permukaan polianilin dapat diamati dengan menggunakan SEM (Scanning Elelctron Microscope). Morfologi permukaan polianilin didapat dengan perbesaran 40000 kali, ditunjukan pada Gambar 11. Hasil citra SEM memperlihatkan struktur nano polianilin berbentuk serat. Dimana ukuran dari diameter serat sekitar 50 nm sedangkan panjang 200 nm. Nanoserat-nanoserat ini saling bersilangan membentuk pori. Struktur pori tersebut memungkinkan molekul-molekul gas dapat menembus lebih dalam dan berinteraksi dengan hampir seluruh serat-serat polianilin.
4.3. Pembuatan Sensor FET
Nanoserat polianilin yang sudah disintesis dilapiskan ke atas lapisan SiO2
hingga membentuk lapisan polianilin dengan metode casting. Pada lapisan ini juga dilakukan metalisasi karena untuk melakukan karakterisasi sensor FET diperlukan sifat ohmik.15 Metal yang digunakan adalah logam emas sebagai elektroda drain dan source termasuk elektroda gate pada substrat silikon. Sensor FET yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 12.
Lapisan polianilin dapat berinteraksi dengan gas amonia. Interaksi tersebut akan menimbulkan respon (arus listrik) yang dapat diukur dengan I-V meter. Untuk menghubungkan antara perangkat pengukuran seperti I-V meter dengan sensor FET maka diperlukan pemasangan kabel. Pemasangan kabel di atas kontak emas menggunakan pasta perak.
Gambar 12 Sensor FET
4.4 Karakteristik I-V pada Sensor FET
Karakteristik I-V sensor FET dapat dilihat dari kurva ID-S (arus drain-source)
terhadap VD-S (tegangan drain-source)
dengan variasi Vg (tegangan gate) yakni 0
V, -5 V, -10V. Tegangan drain-source
mulai dari 0 V sampai -30 V. Kurva I-V sensor FET diperlihatkan pada Gambar 13.
Berdasarkan kurva I-V sensor FET terlihat bahwa tegangan gate yang diberikan akan mempengaruhi arus drain-source. Perubahan arus yang terjadi pada sensor FET ini tidak terlalu besar terhadap variasi tegangan gate dengan rentang 5 V. Hal ini dikarenakan lapisan polianilin yang terbentuk terlalu tebal sehingga tegangan gate tidak terlalu mempengaruhi arus drain-source. Jika diberikan tegangan gate terlalu besar maka sensor FET kemungkinan akan mengalami kebocoran pada lapisan SiO2 sehingga
kurva I-V yang terbaca akan seperti kurva dari struktur dioda.
Tegangan gate yang diberikan negatif karena lapisan aktif nanoserat polianilin merupakan semikonduktor tipe-p. Pengaruh tegangan gate terhadap polianilin dapat mempolarisasi muatan pada nanoserat polianilin sehingga akan menambah jumlah pembawa muatan (hole) yang aktif bergerak. Semakin negatif tegangan gate diberikan maka semakin besar arus drain-source
dihasilkan. Jika tegangan gate tetap dan tegangan drain-source terus dinaikan maka arus drain-source mengalami saturasi. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa sensor yang dibuat beroperasi sebagai FET.
9
Gambar 13 Karakteristik I-V sensor FET
4.5 Respon Sensor FET terhadap I-V
Gambar 14 menunjukkan karakteristik I-V sensor FET ketika diberi gas amonia konsentrasi 0,521 % (5 ml); 1,041 % (10 ml); 1,561 % (15 ml); 2,082% (20 ml). Dari data yang diperoleh penurunan arus yang paling signifikan yaitu pada gas amonia dengan konsentrasi 0,521 %. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa operasi sensor FET yang efektif berada pada rentang konsentrasi 0 % sampai 0,521 %.
Pengaruh gas amonia terhadap sifat listrik bahan nanoserat polianilin akan menurunkan mobilitas pembawa muatan nanoserat polianilin sehingga nilai arus
drain-source turun yang mengakibatkan resistansi meningkat. Resistansi meningkat dipengaruhi molekul gas amonia (NH3) mengikat polaron dari
nanoserat polianilin, sehingga membentuk NH4 dan mengurangi konsentrasi
pembawa muatan pada nanoserat polianilin. Semakin semakin besar konsentrasi gas amonia yang diberikan maka semakin kecil arus drain-source
yang dihasilkan.
Gambar 14 Karakteristik I-V sensor FET terhadap gas amonia
4.6 Respon dan Sensitivitas Sensor FET
Gambar 15 menunjukkan respon dinamik sensor FET terhadap gas amonia pada tegangan gate yang berbeda. Gas amonia diberikan dengan variasi konsentrasi 0,104 % (1 ml); 0,208 % (2 ml); 0,312% (3 ml); 0,416 % (4 ml); dan 0,521 % (5 ml). Pada Vg = 0 V tegangan
sensor FET yang terbaca bertambah dari keadaan awal 1,45 V menjadi 2,71 V; 3,17 V; 3,46 V; 3,72 V; dan 4,10 V berturut-turut dari perubahan konsentrasi gas. Untuk Vg = -5 V, tegangan yang
terbaca dari sensor FET bertambah dari 1,49 V menjadi 3,05 V; 3,57 V; 3,96 V; 4,27 V; dan 4,41 V dengan konsentrasi sama seperti perlakuan pada Vg = 0V.
Sensor FET akan mengalami kenaikan tegangan ketika berinteraksi dengan gas amonia. Hal ini disebabkan gas amonia (NH3) berikatan dengan polaron
membentuk NH4. Pembawa muatan
(polaron) pada nanoserat polianilin akan semakin berkurang yang mengakibatkan nilai arus menurun dan resistansi bertambah sehingga nilai tegangan pada sensor FET akan naik. Semakin besar nilai konsentrasi yang diberikan maka akan semakin besar tegangan keluaran yang dihasilkan.
Tegangan gate juga memberikan pengaruh terhadap tegangan sensor FET Semakin besar tegangan gate yang diberikan maka pembawa muatan pada nanoserat polianilin semakin terpolarisasi yang akan menyebabkan penambahan jumlah pembawa muatan. Nilai arus
drain-source bertambah maka nilai tegangan FET juga ikut bertambah.
Gambar 15 Respon Dinamik pada Vg = 0 V
dan Vg = -5 V -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 -30 -20 -10 0 ID-S (m A ) VD-S (V) Vg = 0 V Vg = -5 V Vg = -10 V 0 50 100 150 200 waktu (s) Vg = 0 V Vg = -5 V 5 4 3 2 1 VD-S (V) -0.3 -0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 ID-S (mA) 0 -10 -20 -30 VD-S (V) 0 % gas amonia 0.521 % gas amonia 1.041 % gas amonia 1.561 % gas amonia 2.082 % gas amonia
10
Gambar 16 Sensitivitas Sensor FET
Data respon dinamik menunjukan sensitivitas dari sensor FET. Gambar 16 memperlihatkan bahwa semakin besar tegangan gate yang diberikan maka semakin besar sensitivitas yang didapat. Pada Vg = 0 V, setiap perubahan
konsentrasi gas amonia 0,1 % maka akan terjadi kenaikan tegangan sensor FET sebesar 0.34215 V dan pada Vg = -5 V
terjadi kenaikan tegangan sensor FET sebesar 0.39018 V setiap kenaikan 0,1 % konsentrasi gas amonia.
4.7 Stabilitas Sensor FET
Stabilitas sensor FET dapat dilihat pada Gambar 17. Sensor FET diuji respon dinamik sebanyak lima kali ulangan dan memiliki resistansi reversible, dapat dilihat dari Gambar 15. Setiap ulangan diberi gas amonia dengan konsentrasi 0,104 % pada Vg = -5 V. Dari data yang
diperoleh tegangan tetap sekitar 5,34 V pada saat gas amonia diberikan dan 3,95 V dalam keadaan normal tanpa gas amonia.
Gambar 17 Stabilitas Sensor FET
4.8 Waktu Respon Sensor FET
Gambar 18 dan 19 menunjukan respon dinamik sensor FET terhadap konsentrasi gas amonia dengan konsentrasi 0.104 %. Waktu yang diperlukan sensor untuk menghasilkan keluaran sensor untuk berubah dari keadaan awal ke keadaan akhir disebut waktu respon dan waktu yang diperlukan sensor untuk menghasilkan suatu keluaran untuk kembali ke keadaan awal disebut waktu pemulihan.
Gambar 18 menunjukan bahwa respon dinamik sensor FET terhadap konsentrasi gas amonia dengan konsentrasi 0,104 % pada tegangan gate 0 V memiliki waktu respon selama 16.8 detik dan waktu pemulihan selama 15,4 detik. Gambar 19 menunjukan bahwa respon dinamik sensor FET terhadap konsentrasi gas amonia dengan konsentrasi 0,104 % pada tegangan gate -5 V memiliki waktu respon selama 21,3 detik dan waktu pemulihan selama 51,6 detik. Untuk variasi tegangan gate dapat dilihat bahwa waktu respon hampir sama dalam mendeteksi gas amonia dengan konsentrasi 0,104%. Namun untuk waktu pemulihan memiliki waktu yang berbeda, ini disebabkan pembuangan gasnya tidak tepat sama satu sama lain.
Gambar 18 Waktu respond dan waktu
pemulihan Sensor FET pada Vg = 0 V
Gambar 19 Waktu respon dan waktu
pemulihan Sensor FET pada Vg = -5 V
V = 3.4215x + 2.334 V = 3.9018x + 2.6965 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 VD -S ( V ) Konsentrasi (%) Vg = 0 V Vg = -5 V 3.5 4 4.5 5 5.5 6 0 50 100 150 200 250 VD -S ( V ) Waktu (s) 0 1 2 3 0 10 20 30 40 VD -S ( V ) waktu (s) 0 1 2 3 4 0 20 40 60 80 VD -S ( V ) waktu (s)
11
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KesimpulanLapisan SiO2 terbentuk dari hasil
pemanasan dengan suhu 10000 C yang
diberikan gas oksigen. Hal ini terlihat dari kasat mata terdapat perbedaan warna yang signifikan antara warna silikon dan warna SiO2. Data kuantitatif dari hasil EDX juga
didapatkan bahwa berat Silikon sebesar 76.58 % dan berat oksigen sebesar 23.42 % sedangkan banyaknya atom Silikon 65.06 % dan atom oksigen sebanyak 34.94 %. Nilai kesalahan dari hasil pengukuran adalah 4 %.
Sintesis polianilin dihasilkan dari hasil polimerisasi antarmuka. Data hasil citra SEM memperlihatkan struktur nano polianilin berbentuk serat. Dimana ukuran dari diameter serat sekitar 50 nm sedangkan panjang 200 nm.
Sensor FET dibuat dengan cara membuat lapisan polianilin diatas SiO2.
Untuk mengkarakterisasi sensor FET diperlukan sifat arus-tegangan yang ohmik, maka dilakukan metalisasi pada lapisan polianilin.
Pada karakterisasi I-V sensor FET, arus drain-source dipengaruhi perubahan tegangan gate yang diberikan. Semakin negatif tegangan gate diberikan semakin besar arus drain-source dihasilkan. Respon sensor FET terhadap gas amonia memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi gas amonia diberikan semakin kecil arus drian-source yang terbaca.
Respon dinamik sensor FET memperlihatkan adanya perubahan sensitivitas ketika diberikan tegangan gate
yang berbeda. Sensitivitas sensor FET pada Vg = 0 V mendapatkan 3.4215V/%
dan Vg = -5 V mendapatkan sensitivitas
3.9018 V/%. Semakin negatif gate yang diberikan semakin besar sensitivitasnya.
5.2 Saran
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan alat-alat yang lebih baik, seperti chamber yang digunakan, alat untuk memasukan gas ke dalam chamber, ruang vakum untuk membentuk lapisan tipis, dan pengadaan alat metalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1 Nurhidayah, E. (2011). Bahan Kimia Beracun. Makalah, Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara. Banjarnegara
2 Helmi, F., Rahmat, K., Debora, N., Aulia, S., & Wulandari. (2009). Penggunaan Urine Sebagai Bahan Bakar Hidrogen. Makalah, Analisis Kimia Diploma IPB. Bogor.
3 Christopel, D. P. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Sensor Gas Amonia Berbasis Polianilin. Skripsi, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
4 Virji, S., Huang, J., Kaner, R.B., and Weiller, B.H., 2004, Polyaniline Nanofiber Gas Sensors: Examination of Response Mechanisms, Nano Letters, 4(3), 491-496.
5 Tooley, M. (2002). Prinsip dan Aplikasi Rangkaian Elektronik. Bandung: Erlangga.
6 [Anonim]. “Silikon Tipe-P”. 2012. Web. 12 Januari 2012. <http://teknik-elektro.net/>
7 Huang, J., Virji, S., Weiller, B.H., and Kaner, R.B. (2004). Nanostructured Polyaniline Sensors,
Chem. Eur., 10, 1314-1319.
8 Morrin, A., Ngamna, O., Killard, A.J., Moulton, S.E., Smyth, M.R., and Wallace, G.G. (2005). An AmperometricEnzym Biosensor Fabricated from Polyaniline Nanoparticles, Electroanalysis, 17 (5-6), 423-430.
9 Stejskal, J., Gilbert, R. G. (2002). Polyaniline Preparation Of A Conducting Polymer. Pure Appl. Chem 74(5), 857–867.
12
10 Maddu. A, Wahyudi, S. T., Kurniati, M. (2008). Sintesis dan Karakterisasi Nanoserat Polianilin. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi 1(2), 74-78.
11 Janata, J & Josowicz, M. (2003).
Conducting Polymer in Electronic Chemical Sensor. Nature Materials
Vol 2.
12 Torsi, L. & Dodabalapur, A. (2005). Organic Thin Film Transistor.
American Chemical Society. 381 A - 387 A.
13 Paasch, G., Scheinert, S., & Tecklenburg, R. (1997). Theory and Modeling of Organic Field Effect Transistor. Technical University Ilmenau & Institut of Solid and Materials Reasearch.
14 Chen, D., Lei, S., & Chen, Y. (2011). A Single Polyaniline Nanofiber Field Effect Transistor and Its Gas Sensing Mechanisms.Sensors, 11, 6509-6516