• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Budidaya Keramba Jaring Apung Danau Maninjau. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Budidaya Keramba Jaring Apung Danau Maninjau. Oleh:"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

28

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi

Budidaya Keramba Jaring Apung Danau Maninjau

Oleh:

Dwi Marsiska Driptufany1 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Padang E-mail:dwidayana@gmail.com

Abstrak

Peningkatan jumlah keramba jaring apung merupakan salah satu bukti sektor perikanan merupakan sektor yang komersial di Kawasan Danau Maninjau. Sebelum tahun 1992, masyarakat sekitar Danau Maninjau mengandalkan potensi keindahan hamparan danau yang luas dengan air yang tenang, bukit-bukit yang mengelilingi danau, pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang tepian danau yang jadi pembatas antara daratan dan air dan lingkungan yang asri dan hawanya yang sejuk, yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Namun, sejak tahun 1992 masyarakat mulai beralih memanfaatkan danau ke sektor perikanan budidaya keramba jaring apung sampai sekarang. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan sebaran budidaya keramba jaring apung Danau Maninjau dari tahun 1996 sampai tahun 2013. Metode yang digunakan untuk melihat perubahan sebaran keramba jaring apung dilakukan pada tiga hasil klasifikasi independen dengan waktu yang berbeda dengan teknik interpretasi citra dan GIS, serta metode Kernel Density. Hasil analisis menunjukkan bahwa pola perubahan sebaran KJA selama jangka waktu 17 tahun menunjukkan bahwa lokasi KJA dengan density perubahan yang tinggi berada di lokasi yang berdekatan dengan akses jalan, sungai dan permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah KJA berorientasi terhadap keterjangkauan akses untuk kemudahan pengangkutan sarana produksi dan distribusi produksi dari budidaya ikan keramba jaring apung.

Kata Kunci : Keramba jaring apung, Kawasan Danau, GIS, Penginderaan Jauh, Kernel Density.

1. Pendahuluan

Salah satu danau penting di Indonesia yang ada di Sumatera Barat adalah Danau Maninjau terletak 0° 17' – 00 7.04" LS dan 100°16’ – 1000 90’ 58.0" BT dengan ketinggian 461,5 meter di atas permukaan laut yang merupakan danau tipe vulkanis yaitu berasal dari letusan gunung berapi (Asnil, 2012). Danau Maninjau terletak di kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatera Barat. Danau Maninjau merupakan salah satu dari 15 danau yang menjadi prioritas di Indonesia. Luas Danau Maninjau sekitar ±99,5 km² atau 9950 Ha, dengan kedalaman mencapai 157 m (kedalaman rata-rata 105 m dan maksimal 165 m), dan keliling 66 km. Danau Maninjau berbentuk

cekungan yang dikelilingi oleh bukit-bukit yang tersusun seperti dinding (KLH, 2011). Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar danau, danau merupakan sumber kehidupan dan

penghidupan. Selain ikan tangkap yang ada, kegiatan yang dilaksanakan sebagian penduduk sekitar Danau Maninjau adalah pemanfaatan sebagai Keramba Jaring Apung (KJA) yaitu salah satu cara budidaya perikanan air tawar dengan mengurung ikan dalam sebuah keramba. Masyarakat sekitar memanfaatkan Danau Maninjau untuk budidaya Keramba Jaring Apung sejak tahun 1992, dan setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah budidaya Keramba Jaring Apung (Asnil, 2012). Kegiatan budidaya ikan di danau Maninjau dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) dimulai dengan uji coba pada tahun 1992 yang berjumlah 12 unit. Ternyata uji coba tersebut berhasil, sehingga menarik minat masyarakat dan pengusaha untuk berusaha budidaya ikan dengan KJA. Pada mulanya jumlah keramba jaring apung yang diusahakan sebanyak 12 unit. Empat tahun kemudian (1996) terjadi peningkatan jumlah KJA hingga 157 kali lipat atau sebanyak 1886 unit. Tahun berikutnya jumlah keramba mengalami peningkatan lagi yakni mencapai 3.500 unit keramba. Pada tahun 1997 terjadi musibah kematian masal ikan akibat penurunan kualitas air, sehingga jumlahnya KJA mengalami penurunan menjadi 2.856 unit. Semenjak tahun 2000 jumlah

(2)

29

KJA di perairan Danau Maninjau terus mengalami peningkatan, yakni dari 3.856 unit menjadi 8.251 unit pada tahun 2005 dengan jumlah petani ikan sebanyak 677 kepala keluarga. Pada bulan Maret 2006 jumlah keramba di perairan Danau Maninjau sudah mencapai 8.955 unit dengan jumlah petani ikan sebanyak 1.264 kepala keluarga (Marganof, 2007). Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola perubahan sebaran perikanan budidaya keramba jaring apung di Danau Maninjau.

2. Tinjauan Teoritis

2.1 PCA (Principal Component Analysis)

Menurut Hartoko (2002), pemetaan lokasi budidaya karamba jaring apung dapat dilakukan dengan beberapa algoritma seperti PCA (Principal Component Analysis), kombinasi analisis citra RGB dan geostatik dan lain-lain. Untuk keperluan yang lebih spesifik, seperti mengetahui luasan lahan (data kuantitatif) dapat dilakukan dengan teknik atau proses Supervised Classification berdasarkan kalibrasi data lapangan. Umumnya analisis spasial SIG ditunjang dengan penggunaan software seperti ArcGIS. Analisis spasial ArcGIS mampu menciptakan, query, memetakan dan menganalisis data berbasis raster, mengintegrasikan analisis raster dan vektor sehingga meghasilkan informasi baru serta menampilkan informasi multiple layer. Dalam hal ini, analisis spasial yang digunakan untuk memodelkan keadaan di alam adalah cell based modeling. Model ini merupakan analisis data spasial bertipe raster yang menggambarkan wilayah atau mengidentifikasikan fenomena berdasarkan sel atau piksel.

Pemodelan sel raster pada cell based modeling dibagi dalam lima kelompok, di antaranya: (ESRI, 2002):

1. Operasi piksel yang melibatkan satu sel (Local Functions).

2. Operasi piksel yang melibatkan beberapa sel terdekat (Focal Functions). 3. Operasi piksel pada suatu kelompok sel (Zonal Functions).

4. Operasi piksel yang melibatkan gabungan dari keseluruhan sel dalam raster (Global Functions).

5.

Kombinasi dari keempat operasi yang menampilkan aplikasi secara khusus (Application Functions).

1) Local Functions 2) Focal Functions

3) Zonal Functions 4) Global Functions Sumber: ESRI, 2002

Gambar 1. Operasi Piksel Kombinasi dari keempat operasi yang menampilkan aplikasi secara

(3)

30

Selanjutnya, Meaden et al., (1991) dalam Yolanda (2011) menjelaskan tentang penggunaan SIG dibidang perikanan antara lain: 1) Perencanaan zonasi sumberdaya air; 2) Pemetaan zonasi spesies biota air; 3) Pengaruh lingkungan terhadap produksi ikan secara intensif; 4) Identifikasi daerah pusat dimana inovasi kegiatan perikanan kemungkinan menyebar.

2.2 Metode Kernel Density

Kernel density adalah model perhitungan untuk mengukur kepadatan secara non-parametrik. Dalam statistik istilah non-parametrik pada umumnya digunakan untuk menjelaskan metode perhitungan yang bersifat free distribution. Bentuk persebaran data tidak dijadikan sebagai permasalahan yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut.

Pada ArcGIS 10.1, kalkulasi kernel density menghasilkan gambaran persebaran kepadatan di sekitar fitur point (titik) ataupun line (garis), dengan demikian bidang (poligon) yang diketahui sebagai daerah dengan volume tertentu perlu di transformasi ke dalam bentuk point dan berbasis raster.

Secara konseptual, suatu bentuk kurva akan menjelaskan persebaran kepadatan dari suatu volume di titik atau garis tertentu. Nilai kepadatan akan tinggi di sekitar titik atau garis. Semakin jauh dari titik atau garis referensi, nilai kepadatan ini akan berkurang dan pada jarak tertentu akan mencapai titik 0. Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana persebaran titik dimana setiap titik memiliki ‘volume‘tertentu akan membetuk pola persebaran sesuai dengan persebaran titik-titik referensi. Karena perhitungan kernel density dalam ArcGiS ini adalah berbasis raster, maka ukuran grid akan sangat mempengaruhi tingkat kedetailan estimasi hasil perhitungan. Tidak ada kriteria umum yang dapat dijadikan acuan. Tidak selalu berarti grid dengan ukuran terkecil akan memberikan hasil terbaik karena akan memberikan keluaran yang lebih detail. Luasan wilayah studi, kualitas data, jarak antar point referensi dan kombinasi volume setiap titik referensi sangat mempengaruhi keakuratan dan kedalaman hasil perhitungan.

Gambar 2.Ilustrasi pola persebaran titik-titik (points) referensi (Kloog, 2009)

Terdapat dua hal mendasar yang perlu diperhatikan untuk memahami pola persebaran kepadatan berdasarkan perhitungan kernel density. Pertama adalah ukuran grid cell (raster). Seperti telah diungkapkan sebelumnya. tidak ada kriteria khusus untuk menentukan ukuran yang teroptimal karena sangat tergantung dengan kualiats/kuantitas data dan jenis persebaran kepadatan yang ingin di cari. Dalam hal ini, try and error melalui pencatatan dalam log book merupakan metode yang paling umum digunakan. Kedua adalah radius. Prinsipnya sama dengan ukuran raster, perlu dilakukan beberapa ujj coba dengan radius yang bervariasi untuk menemukan pola persebaran yang paling baik. Baik dalam arti terlihat polanya dan ada dukungan faktor penjelasnya. Gambar 3 mengilustrasikan pola persebaran dalam prinsip radius dan ukuran grid cell.

(4)

31

Gambar 3. Ilustrasi pola persebaran dalam radius dan grid cell Source: ArcGIS 9.3 desktop help topic (Kloog, 2009)

3. Metode Analisis

1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Danau Maninjau yang terletak pada zone UTM 47 Selatan, pada posisi koordinat 0° 17' – 00 7.04" LS dan 100°16’ – 1000 90’ 58.0" BT. Waktu pelaksanaan penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 3 bulan.

2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan berupa hardware dan software. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Penelitian

Hardware dan Software Fungsi

Hardware

1.Laptop 2.GPS

3.Kuesioner dan Alat Tulis

Software

1.ArcGis 10.1 (trial)

2. Software Envi 4.8 (trial)

3.Software Microsoft Office 2010

Pengolahan data dan seluruh proses laporan Penentuan lokasi sampel

Pengambilan data lapangan Pengolahan peta tematik Pengolahan Citra Satelit Pengolahan Laporan Sumber: Peneliti, 2014

3. Data Penelitian dan Kerangka Pikir Penelitian

Data penelitianpada studi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa data survey lapangan yang bertujuan memvalidasi dan memperkaya data sekunder yang ada.Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan dari sebaran KJA sekitar Danau Maninjau. 4. Teknikpengumpulan data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu: a. Koleksi Data Sekunder

Koleksi data sekunder dimaksudkan untuk memperoleh data spasial dan data atribut pendukung penelitian. Koleksi data sekunder diupayakan dapat diperoleh pada instansi pemilik data seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, BPN, BAPPEDA, BPS, dan yang ada di Kabupaten Agam, Kecamatan Tanjung Raya serta instansi terkait lainnya.

b. Ekstraksi Data Citra Penginderaan Jauh

Pada penelitian ini digunakan data utama berupa data hasil ekstraksi dari citra Landsat 5 TM, Landsat 7 ETM dan Landsat 8 OLI. Melalui data citra ini diupayakan secara optimal penyadapan data perubahan lokasi keramba jaring apung.

(5)

32 c. Pengecekan Lapangan dan Wawancara

Survei lapangan dilaksanakan dengan dua cara yaitu groundchecking dan wawancara. Cek lapangan pada daerah sampel untuk mengidentifikasi, mengecek kebenaran dan melengkapi data lain yang diperoleh dari kegiatan ekstraksi citra.

4. Analisis Data

4.1 Pola Perubahan Sebaran Keramba Jaring Apung

Posisi Keramba Jaring Apung (KJA) yang diperoleh dari plotingdata lapangan berupa pengambilan titik koordinat menggunakan GPS kemudian diolah menjadi data digital dan di plot ke dalam peta menggunakan software ArcGis 10.1.Untuk menghitung kepadatan KJA digunakan metode Kernel Density (Kloog, 2009).

Formula dasar estimasi kepadatan non-parametrik (Kloog, 2009) adalah :

Keterangan: V = volume di sekitar x N = total titik (sampel)

k = total sampel dalam radius V

4.2 Hasil Penelitian

Perkembangan Perikanan Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau Kecamatan Tanjung Raya Tahun 1996-2013

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 1996, 2004 dan 2013,

jumlah Keramba Jaring Apung di sekitar Danau Maninjau terus mengalami peningkatan.

Pada grafik Gambar 5 dapat dilihat bahwa jumlah KJA terus meningkat dari tahun 1996

sampai tahun 2013.

Sumber: Hasil Olahan Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Agam (2013)

Gambar 5. Grafik Perkembangan Jumlah Keramba Jaring Apung Keramba Jaring Apung Tahun

1996-2013 Kawasan Danau Maninjau

Pada tahun dari tahun 1996 yaitu berjumlah 1.886 unit dengan luas 47.150 m2 atau 4,715 ha. Pada tahun 2004, jumlah keramba jaring apung berjumlah 7.946 unit dengan luas 198.650 m2 atau 19,86 ha. Pada tahun 2013, jumlah keramba jaring apung mengalami peningkatan yang signifikan mencapai jumlah 21.608 unit, dengan luas 540.200 m2 atau 5,402 ha.

Nagari Tanjung Sani, Koto Malintang dan Nagari Sungai Batang merupakan nagari dimana peningkatan jumlah keramba jaring apung yang sangat signifikan dari tahun 1996 sampai tahun

(6)

33

2013. Berdasarkan data profil nagari dan wawancara di lapangan, menjelaskan bahwa sebelumnya masyarakat masih berprofesi sebagai nelayan tradisional dan petani, akan tetapi setelah dimulainya budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung di Danau Maninjau, perekonomian masyarakat mulai berkembang, hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang beralih profesi dari petani sawah dan nelayan tradisional ke petani (pembudidaya) perikanan dengan sistem keramba jaring apung (KJA).

Dilihat dari peta sebaran lokasi KJA tahun 2013 menunjukkan bahwa sebaran KJA dengan konsentrasi tinggi tersebar di sebelah Barat yaitu di Nagari Tanjung Sani dan Utara Danau Maninjau yaitu di Nagari Koto Gadang IV Koto, Koto Kaciak, Duo Koto dan Nagari Bayua.

Gambar 6.Sebaran Lokasi Keramba Jaring Apung Aktual (2013) Kawasan Danau Maninjau

5. Pembahasan

Dilihat dari pola perubahan sebaran KJA tahun 1996-2013 terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi persebarannya (Gambar 5.4), lokasi KJA dengan kerapatan jumlah KJA tinggi berada di lokasi yang berdekatan dengan akses jalan, sungai dan permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah KJA berorientasi terhadap keterjangkauan akses untuk kemudahan pengangkutan sarana produksi dan distribusi produksi dari budidaya ikan keramba jaring apung.Hal ini juga diperjelas dari hasil observasi lapanganbahwa banyak muncul jalan-jalan kolektor akses menuju tepi danau sejalan dengan pertumbuhan lokasi KJA dari tahun 1996-2013. Selain pertimbangan aksesibilitas, pertimbangan pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan lokasi yang tidak berbenturan dengan kepentingan lain seperti keberadaan PLTA di Danau Maninjau yang memiliki fungsi vital. Dilihat dari pola perubahan sebaran keramba jaring apung, pertumbuhan KJA telah meluas mendekati zona 200 meter dari lokasi PLTA dimana lokasi keramba jaring apung telah mencapai jarak 162 meter dari PLTA. Dari hasil analsisi terdapat Hal ini dapat berdampak pada operasional PLTA sebagai sumber energi di Kecamatan Tanjung Raya khususnya dan Sumatera Barat umunya,menunjukkan bahwa pembudidaya KJA di danau Maninjau kurang mempertimbangkan aspek kesesuaian lokasi KJA dan lingkungan. Dari hasil analisis data

(7)

34

dan observasi lapangan bahwa pola sebaran KJA juga mengelompok di dalam zona 100 meter dari tepi danau yang merupakan kawasan yang dilindungi sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau Maninjau. Berdasarkan analisis dan wawancara di lapangan dapat disimpulkan bahwa pembudidaya KJA di Danau Maninjau lebih berorietasi kepada nilai komersil KJA dan kurang mempertimbangkan syarat-syarat lokasi potensi KJA.

Gambar 7. Pola Perubahan Sebaran Lokasi Keramba Jaring Apung Tahun 1996-2013di Danau Maninjau Jika dilihat dari prosesnya, perubahan penggunaan tanah yang sangat signifikan menjadi kolam pembibitan adalah sawah karena biasanya lahan yang digunakan untuk proses pembibitan adalah lahan basah. Selain itu juga disebabkan oleh fungsi sawah yang kurang optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan.Berdasarkan observasi lapangan tujuan dari petani sawah melakukan alih fungsi penggunaan tanah sawah manjadi kolam pembibitan adalah keuntungan yang lebih besar memanen ikan dibanding padi.Ketika tanah masih ditanami padi, petani hanya bisa panen 3-4 bulan sekali, sedangkan pembibitan ikan petani bisa panen setiap bulan.Hal ini yang menyebabkan terjadi alih fungsi penggunaan tanah menjadi kolam pembibitan ikan yang semakin banyak di sekitar Danau Maninjau. Kolam pembibitan sebagian besar beradadi pinggir jalan primer dan dekat dengan danau.Hal ini disebabkan agar mudah terjangkau akses menuju danau dimana lokasi KJA berada.Selain itu sebaran kolam pembibitan sebagian besar berada di wilayah dengan topografi yang relatif landai dan berdekatan dengan sungai atau aliran air dari wilayah hulu, karena lahan pembibitan memerlukan air yang cukup agar bibit dapat berkembang dengan baik. Proses perubahan penggunaan tanah penopang KJA disebabkan oleh faktor tidak langsung dan faktor langsung. Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. Sedangkan faktor langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi,

(8)

35

pertumbuhan sarana pemukiman dan faktor petani atau pemilik lahan sebagaimana dikemukakan oleh Rustiadi et.al., (2009) adalah sebagai pilihan alokasi sumber daya melalui transaksi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi petani seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan ekonomi secara keseluruhan serta pajak tanah, harga tanah dan lokasi tanah.

(a) (b)

Gambar 9.Perubahan Penggunaan Tanah Kolam Pembibitan (9.a) dan Permukiman (9.b) Tahun

1996-2013 di Sekitar Danau Maninjau

6. Kesimpulan

Pola perubahan sebaran KJA selama jangka waktu 17 tahun menunjukkan bahwa lokasi KJA dengan density perubahan yang tinggi berada di lokasi yang berdekatan dengan akses jalan, sungai dan permukiman. Berdasarkan nilai koefisien faktor-faktor pendorong pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa faktor jarak dari danau merupakan faktor yang memiliki probabilitas yang paling tinggi dalam perubahan penggunaan tanah non kolam menjadi penggunaan tanah kolam di sekitar Danau Maninjau.Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas di Danau Maninjau berdampak pada penggunaan tanahpenopang KJA di sekitar Danau Maninjau.

7. Daftar Referensi

Asnil. 2012. Analisis Penilaian Ekonomi dan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Danau yang Berkelanjutan (Studi Kasus Danau Maninjau Sumatera Barat). Bogor : Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

BPS Kecamatan Tanjung Raya. 2014. Kecamatan Tanjung Raya Dalam Angka 2014. BPS Kabupaten Agam. 2013. Kabupaten Agam Dalam Angka 2013.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam. 2013. Data Keramba Jaring Apung (KJA) Tahun 2013

ESRI. 2002. Understanding GIS: The Arc/ Info Method Envoronmental System Research Institute. Redlands, CA. United State.

(9)

36

Hartoko, A. 2002. Aplikasi Teknologi Inderaja Untuk Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut Tropis Indonesia. Buku III: Pengembangan Pemetaan Sumberdaya dan Ekosistem Pesisir. Semarang: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP.

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta. 143 hlm.

Kloog. 2009. Using kernel density function as an urban analysis tool: Investigating the association between nightlight exposure and the incidenceof breast cancer in Haifa, Israel. Computers, Environment and Urban Systems, 33, 55–63

Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau Maninjau Sumatera Barat. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau Maninjau

Purwadhi FSH, Sanjoto TB. 2010. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Jakarta : LAPAN-UNES.

Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Dasar jilid 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yolanda, K. 2011. Analisi Spasial Citra Satelit Landsat untuk Penentuan Lokasi Keramba Jaring

Apung Ikan Kerapu di Perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah. Departemen ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Gambar

Gambar 1. Operasi Piksel Kombinasi dari keempat operasi yang menampilkan aplikasi secara  khusus (Application Functions)
Gambar 2.Ilustrasi pola persebaran titik-titik (points) referensi (Kloog, 2009)
Gambar 3. Ilustrasi pola persebaran dalam radius dan grid cell  Source: ArcGIS 9.3 desktop help topic (Kloog, 2009)  3
Gambar 5. Grafik Perkembangan Jumlah Keramba Jaring Apung Keramba Jaring Apung Tahun  1996-2013 Kawasan Danau Maninjau
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Delapan bulan Juni tahun Dua Ribu Enam Belas kami Pokja Pada BLUD RSUD Kabupaten Manggarai telah melaksanakan download dan pembukaan

 Setiap kolompok diminta untuk menggelompokan gambar-gambar yang berhubungan dengan materi energi dan penggunaannya sesuai dengan tugas yang ada di lembar kerja

Mengingat pembangunan ruang kuliah yang baru dan rehab ruang laboratorium, maka kami bermaksud untuk memesan barang sarana prasarana penunjang yg sesuai dengan penawaran harga

Pengembangan Paket Pendidikan Karakter dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada Tingkat Madrasah Ibtidaiyah di Kota Mataram.

Rasional penggunaan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan keaktidan dan hasil belajar siswa karena model ini dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat beinteraksi di

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Hasil pengujian dengan teknik Wilcoxon Match Pairs menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku personal hygiene anak pra sekolah TK ABA

It is recommended that teachers of Sports, Physical Education and Health be always creative in implementing the curriculum, analyzing the materials and the values contained in any