• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP MADRASAH DENGAN PENDEKATAN FILOSOFIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP MADRASAH DENGAN PENDEKATAN FILOSOFIS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015 Yulia Pramusinta

Program Stui Pendidikan Guru MI Universitas Islam Lamongan Email : yuliapramusinta@gmail.com

Abstract: Islamic Education has both character and style having always developed from time to time dynamically. It has been proved throughout the history of madrassa (Islamic schools) ranging from the classical to modern era. In the early days before the so-called madrassa there had been several terms that serve as a process of education such as Darul Arqam, mosque and kuttab. Darul Arqam is referred to as the first educational institution in Islam. The first place of the holding of education and Prophet Muhammad (PBUH) became a teacher at this educational institution. While the lessons delivered by Prophet Muhammad are about the Islamic law and principles. Madrassa is derived from the word "darasa", and is the so-called isim makan that means the place of learning. Madrassa was established as a place of learning Islamic sciences.

Keywords: Madrassa; darul arqam; place of learning.

Pendahuluan

Madrasah adalah salah satu bentuk kelembagaan pendidikan Islam yang memiliki sejarah sangat panjang. Pendidikan Islam itu sendiri dalam pengertian umum dapat dikatakan muncul dan berkembang seiring dengan munculnya Islam itu sendiri. Melihat pentingnya lembaga pendidikan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sejak awal Rasulullah telah memberikan perhatian khusus kepada pengembangan pendidikan. Ketika pertama kali mengembangkan ajaran Islam di kota Mekah, beliau telah menggunakan beberapa lembaga sebagai sentra pendidikan untuk mengajarkan agama Islam. Meskipun lembaga-lembaga pendidikan tersebut belum seperti lembaga-lembaga formal di Yunani, lembaga-lembaga pendidikan itu telah ikut berpartisipasi dalam memajukan pendidikan masyarakat muslim pada waktu itu.

Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung lama, yaitu sepanjang sejarah manusia itu sendiri, dan seiring pula dengan perkembangan sosial budayanya. Secara umum memang

aktifitas pendidikan sudah ada sejak manusia diciptakan.1 Dalam ajaran Islam pendidikan

mendapat posisi yang sangat urgen dan tinggi, karena pendidikan salah satu perhatian sentral masyarakat. Pendidikan merupakan suatu upaya mewariskan nilai positif yang sesuai dengan tuntutan global, yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani kehidupan,

sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban manusia.2

Tanpa pendidikan, manusia sekarang tidak akan berbeda dengan manusia masa lampau, bahkan malah lebih rendah atau jelak kualitasnya. Masyarakat modern dalam suatu bangsa dapat diwujudkan melalui peningkatan pendidikannya, hal ini berlaku juga bagi bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam hal ini, permasalahan

1

Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 111

2

(2)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

tersebut akan diuraikan dan dibahas konsep madrasah dalam pendekatan filosofis: kajian ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Sejarah Madrasah

Dalam perkembangannya mengenai berdirinya lembaga madrasah pertama mengalami perdebatan. Richard Bulliet mengungkapkan bahwa eksistensi madrasah- madrasah yang lebih tua ada di wilayah persia (Iran) yang berkembang 165 tahun sebelum madrasah Nizhamiyah. Madrasah yang tertua tersebut adalah Madrasah Miyan Dahiya yang didirikan oleh Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad di Naisabur. Terjadinya perbedaan pendapat mengenai sejarah pertama berdirinya madrasah menurut penulis tidak lepas dari nuansa politik pada saat itu. Madrasah Miyan Dahiya mengajarkan dan mengembangkan fiqih Maliki, sedangkan madrasah Al-Baehaqiyah mengembangkan mazhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah.

Madrasah terus mengalami perkembangan hingga ke Indonesia. Di Indonesia madrasah juga mengalami perkembangan dalam kurun waktu sejarah yang cukup panjang. Dimulai dari masuknya kolonialisme Fortugis ke Malaka, yang kemudian pada masa kolonialisme Belanda, dan Jepang. Seterusnya pada masa kemerdekaan.

Ali Aljumbulati dalam dalam Perbandingan Pendidikan Islam menyatakan bahwa madrasah pertama kali didirikan di Naisabur yaitu madrasah Al-Baehaqiyah. Madrasah ini berdiri karena di masjid-masjid telah dipenuhi oleh kegiatan shalat dan halaqah-halaqah. Karena khawatir mengganggu kegiatan ibadah shalat dan yang lainnya , maka oleh Abu

Hasan Al-Baehaqi mendirikan sebuah madrasah.3 Islam pada awal perkembangannya sudah

mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Institusi pertama yang digunakan sebagai tempat kegiatan belajar membaca, menulis, dan menghafal Al-qur’an yaitu Darul Arqam (sebuah rumah sahabat). Pada saat itu, Rasulullah SAW sendiri bertindak sebagai guru dalam mengajar, dan membimbing mereka dalam memahami Al-qur’an. Selanjutnya setelah hijrah ke Madinah (Yasrib), maka kegiatan pendidikan belajar dipusatkan di Mesjid Nabawi. Selain masjid, ada beberapa istilah institusi pendidikan yang digunakan pada periode pertama dan kedua.

Ada beberapa lembaga-lembaga pendidikan Islam terdiri dari Masjid, Al-Kuttab, Madrasah, Zawiyyah, Al-Maristan.

a) Masjid

Rumah Dar al-Arqam bin Al-Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah SAW untuk belajar hukum-hukum dasar agama Islam. Sebenarnya rumah itu merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam Islam. Guru yang bertindak sebagai pengajar di lembaga tersebut adalah Rasulullah sendiri. Masjid dapat dikatakan madrasah yang berukuran besar yang menghimpun kekuatan umat Islam baik dari segi fisik dan mentalnya. Masjid pertama yang dibangun Nabi adalah mesjid At-Taqwa di Quba. Rasulullah membangun ruangan disebelah utara mesjid Madinah dan masjid Al-Haram yang disebut Al-Suffah untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun mempelajari ilmu. Kemudian mereka dikenal sebagai ahli Suffah.

3

(3)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

Masjid disamping tempat sembahyang juga dipergunakan pula untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah Islamiah, yaitu seperti penyuluhan yang menyangkut siasat perang dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Oleh karena itu kaum muslimin berkumpul di dalam mesjid hendaknya senantiasa memusyawarahkan dan bertukar pendapat tentang segala masalah atau urusan yang berkaitan dengan kehidupan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan.

b) Lembaga Pendidikan Maktab atau Kuttab

Mayoritas ahli sejarah sepakat bahwa Maktab/kuttab adalah lembaga pendidikan

dasar. Maktab/kuttab dalam sejarahnya dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan

tertutup sekaligus terbuka terhadap ilmu umum. Pada mulanya guru-guru kuttab tersebut

adalah orang-orang non-muslim, terutama orang-orang Kristen dan Yahudi. Pada abad

pertama Islam Klasik di kuttab hanya diajarkan membaca dan menulis, lalu meningkat

dengan diajarkan pendidikan keagamaan. Sejak abad ke 8M, kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum di samping ilmu agama.

c) Lembaga Pendidikan Madrasah

Sejarah pertama kalinya timbul istilah “Madrasah” adalah berkenaan dengan upaya khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid guna menyediakan fasilitas belajar ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu penopang lainnya di lingkungan klinik (Bimaristain) yang dibangunya di

Baghdad. Komplek ini dikenal dengan sebutan “Madrasah Baghdad”. Namun

kelihatannya pemakaian istilah tersebut cenderung anatema, terutamakalau diperhatikan tidak adanya kelanjutan dari madrasah Baghdad,kecuali munculnya Bait al-Hikmah dimasa Makmun.

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang munculnya madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang kita kenal seperti sekarang ini. Hasan Ibrahim Hasan berpendapat bahwa, madrasah belum muncul sebelum abad IV Hijriyah (sebelum 10 Masehi), menurutnya madrasah pertama adalah “Madrasah al-Baihaqiyah” di Naisapur. Madrasah al-Baihaqiyah yang didirikan di Naisapur oleh Abu Hasan ali al-Baihaqi (w. 414 H). Hasil penelitian seseorang peneliti Richard Bulliet pada tahun 1972, mengungkapkan bahwa selama dua abad sebelum madrasah Nizhamiyah di Baghdad sudah berdiri madrasah di Naisapur sebanyak 39 madrasah dengan madrasahnya yang tertua yaitu “Miyan Dahiya” yang mengajarkan fiqh Maliki.Demikian juga Naji Ma’ruf mengatakan, bahwa 165 tahun sebelum madrasah Nizhamiyah sudah ada madrasah di Maa waraa al-Nahri dan khurrasan. Sebagai bukti ia mengungkapkan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail bin Ahmad (w. 295 H) mempunyai madarasah yang dikunjungi oleh para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah Naisapur pada masa awal ini didirikan oleh seorang ulama fiqh dengan tujuan utama untuk mengembangkan ajaran mazhabnya. Pada umumnya madrasah tersebut mengajarkan satu mazhab fiqh saja dan sebagian besar bermazhab Syafi’i. Dari 39 madrasah yang dikemukakan oleh Bulliet, hanya satu madrasah yang mengajarkan fiqh Maliki, empat madrasah yang mengajarkan fiqh mazhab Hanafi, dan yang lainnya mengajarkan fiqh mazhab Syafi’i.

Pendapat lain mengatakan bahwa madrasah muncul pertama kali di dunia Islam adalah madrasah al-Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham al-Mulk, seorang penguasa dari Bani Saljuk (w. 485 H.) Ibnu Atsir menyebutkan bahwa Nizham al-Mulk seorang wazir sultan Maliksyah Bani Saljuk (465-485) mendirikan dua madrasah yang terkenal

(4)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

dengan nama madrasah al-Nizhamiyah di Baghdad dan di Naisapur, kemudian diberbagai wilayah yang dikuasainya.

Dari berbagai keterangan di atas kirannya jelas bahwa istilah madrasah pernah muncul pada masa Khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid yang disebut dengan “Madrasah Baghdad”, akan tetapi belum populer dan mengalami stagnasi. Madrasah di kawasan Naisapur pada abad ketiga. Para peneliti kebanyakan menyebutkan wilayah yang sama yaitu di Naisapur, namun berbeda madrasah mana yang dimaksud. Sebagian peneliti menyebutkan madrasah “al-Baihaqiyah”, tetapi ternyata jika dilihat dari masa hidup pendirinya yaitu Abu Hasan Ali al-Baihaqi yang wafat 414 H, pendapat ini kurang tepat. Sebagian lagi berpendapat madrasah “Miyan Dahiya”, mungkin pendapat inilah yang lebih kuat. Sedang madrasah Nizhamiyah di Baghdad adalah madrasah terbesar pertama di dunia

Islam yaitu pada abad kelima Hijriyah.4

d) Zawiyah

Kata zawiyah berarti sudut mesjid, yang digunakan untuk i’tikaf (diam) dan beribadah. Pengertian zawiyah sering dikatakan sebagai asrama atau pondok dimana beberapa tarikat tasawuf dikembangkan seperti tarikat al-Qadariyah, al-Tijaniyah dll. Diwilayah Maghribi “zawiyah” dikenal sebagai madrasah diniyah dan sebagai tempat tinggal untuk menjamu tamu-tamu asing. Pada abad ke 8 Hijriyah zawiyah ini berkembang menjadi madrasah untuk mengajarkan Al-Quran, dan Al-hadis serta dasar-dasar ilmu pengetahuan.

e) Maristan

Maristan dikenal sebagai lembaga ilmiah yang paling penting dan sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan Islam di dalamnya para dokter mengajar ilmu kedokteran dan mereka secara tekun mengadakan studi penelitian secara menyeluruh. Metode studi ilmu kedokteran yang demikian itu adalah metode yang paling modern, masa itu yang menggungguli lain. Maka dari itu sistem Maristan ini merupakan standar kedokteran yang progresif dan original Islami, di mana antara madrasah dan rumah sakit menjadi satu kesatuan, karena di dalam Maristan ini dipelajari ilmu kedokteran secara ilmiah dan praktik amaliah yang kemudian tersebar ke seluruh dunia Islam di Timur dan di belahan Barat. Sebagai bukti bahwa kemajuan masyarakat yang hebat dan telah modern saat itu telah terjadi di dalam negara Islam.

Madrasah di Indonesia

Madrasah sebagaimana yang kita kenal dewasa ini, bukan institusi atau lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi berasal dari dunia Islam Timur Tengah yang muncul sebagai simbol kebangkitan golongan Sunni, dan madrasah didirikan sebagai sarana transmisi ajaran-ajaran golongan Sunni. Pada perkembangan berikutnya, madrasah merupakan lembaga

pendidikan Islam formal, berbeda dengan dengan kuttab dan mesjid. Seluruh dunia Islam

telah mengadopsi sistem madrasah di samping kuttab dan masjid, untuk mentransfer

nilai-nilai Islam. Pada awal perkembangannya, madrasah tergolong lembaga pendidikan setingkat college (jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan Islam saat ini). Namun, selanjutnya

4

(5)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

madrasah tidak lagi berkonotasi sebagai akademik, tetapi sekolah tingkat dasar sampai

menengah.5

Menengok sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak bisa lepas dengan masuknya Islam di Indonesia. Fase Madrasah di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama, sejak mulai tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam

ke Indonesia sampai munculnya zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Fase

kedua, sejak masuknya ide-ide pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, gerakan pembaruan Islam yaitu (1) faktor keinginan untuk kembali kepada al-quran dan hadis, (2) faktor semangat nasionalisme dalam melawan penjajah; (3) faktor memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan politik; dan (4) faktor pembaharuan spendidikan Islam di

Indonesia.6 Fase ketiga, sejak bentuknya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

No.2 Tahun 1989 dan dilanjutkan dengan UU No. 20 Tahun 2003).7

Lebih jelasnya dilihat skema sebagai berikut:

Fase Madrasah di Indonesia

Fase pertama, yaitu awal munculnya pendidikan informal, yang ditekankan pada fase ini yaitu pengenalan nilai-nilai Islami, selanjutnya baru muncul lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diawali dengan munculnya masjid-masjid dan pesantren-pesantren. Ciri yang paling menonjol pada fase ini adalah: a) materi pelajaran terkonsentrasi pada pendalaman ilmu-ilmu agama, seperti: tauhid, fiqh, tasawuf, akhlak, tafsir, hadits. Pembelajaran terkonsentrasi pada pembahasan kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab; b) metodenya sorogan, wetonan, dan mudzakarah, dan; c) sistemnya non-klasikal yakni dengan memakai sistem halaqah. Outputnya akan menjadi ulama, kiyai, ustadz, guru agama dan juga

5

Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 193.

6

Karel A. Steenbrink. Pesantren, Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Cet. ke-2 (Jakarta:

LP3ES, 1994). 26-29

7

Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia (Jakarta: Inter Pratama

Ofset, 2004).5

Awal masuknya Islam Pendidikan Informal (Masjid & Pesantren)

Pembaharuan Pendidikan Islam (Formal & Klasik)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

(6)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

menduduki pada tingkat pengurusan soal-soal yang berkenan dengan fardu kifayah ketika seorang meninggal dunia, di masyarakat Jawa dikenal dengan istilah modin.

Fase kedua, fase ketika masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia. Sejak abad ke 19 M telah muncul ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke seluruh dunia Islam seperti di Mesir, Turki, Saudi Arabia dan juga Indonesia. Inti dari gerakan pembaharuan ini adalah untuk mengadopsi pemikiran pendidikan modern yang telah berkembang di dunia Timur Tengah untuk dikembangkan di Indonesia berupa madrasah.

Pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dalam bentuk madrasah dilatarbelakangi oleh dua faktor yaitu : a) faktor intern, yakni dulu ketika di amsa penjajah kondisi masyarakat muslim Indonesia terjajah dan terbelakang dalam masalah pendidikan dan mendorong semangat beberapa pemuka-pemuka Indonesia untuk memulai gerakan pembaharuan pendidikan Islam; b) faktor ekstern, yani kembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu agama ke Timur Tengah, dan setelah itu mereka memulai pembaharuan dalam

bidang pendidikan.8

Dengan demikian kehadiran pendidikan Barat yang berbentuk sekolah sekuler yang dikembangkan oleh penjajah mengakibatkan muncul gerakan pembaharuan akhir abad 19 M. Waktu itu madrasah hanya mengkhususkan kepada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan hampir tidak mengajarkan sama sekali mata pelajaran umum. Kehadiran madrasah pada awal abad 20 dapat dikatakan sebagai perkembangan baru di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non-keagamaan. Hal ini karena semangat yang sangat progresif seperti halnya di negara-negara Timur Tengah di bawah pengaruh al-Afgani dan Abduh. Madrasah di Indonesia demikian tidak sepenuhnya mencontoh sekolah-sekolah Belanda, tetapi pembaharuan yang dilancarkan umat Islam sendiri.

Husni Rahim mengatakan, bahwa pertumbuhan madrasah tidak hanya atas dasar semangat pembaharuan di kalangan umat Islam,tetapi ada dua faktor yang mempengaruhinya: a) pendidikan Islam (mesjid dan pesantren) dianggap kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang memadai; b) perkembangan sekolah-sekolah Belanda di kalangan masyarakat cenderung meluas dan membawa watak sekularisme, sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan Islam madrasah yang memiliki model

8

Maksum. Madrasah, Sejarah dan perkembangannya (Jakarta: Logos, 1999), 82

Latar belakang madrasah di Indonesia

Pendidikan Sekuler

Politik pendidikan

Belanda Gerakan pembaharuan Islam

Kondisi masyarakat terjajah dan terbelakang

Kembalinya pelajar dan mahasiswa dari

(7)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

dan organisasi yang lebih teratur dan terencana. Jadi, pertumbuhan madrasah sekaligus menunjukkan adanya dua pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata-mata

pasif terhadap politik pendidikan Belanda.9

Fase ketiga, adalah fase masuknya madrasah dalam sistem pendidikan nasional, di mana madrasah menjadi begian pendidikan nasional, sehingga pemerintah ikut memperhatikan tumbuh kembangnya madrasah di Indonesia.

Kemunculan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak lepas dari adanya gerakan pembaharuan Islam yang kemudian dikembangkan oleh organisasi-organisasi sosial

keagamaan Islam baik di Jawa, Sumatera, maupun Kalimantan.10 Organisasi sosial

keagamaan yang menerima sistem pendidikan modern di Indonesia kemudian berlomba-lomba mendirikan madrasah yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, sulit sekali memastikan kapan tepatnya istilah madrasah itu dipakai di Indonesia dan madrasah mana yang pertama kali didirikan. Tim penyusun Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia dari Dirjen Binbaga Depag RI menetapkan bahwa madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Adabiyah di Padang (Sumatera Barat) yang didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M. Walaupun telah ditetapkan Tim dari Depag RI tersebut, terdapat data bahwa sebelum tahun 1909 itu telah didirikan madrasah oleh organisasi Jam’iyyatul Khoir pada tahun 1905 M, kemudian di Surakarta pada tahun 1905 M didirikan Madrasah Manba’ul ‘Ulum oleh R. Hadipati Sosrodiningrat. Di Surabaya berdiri Madrasah Nahdatul Wathan, Madrasah Hizbul Wathan dan Madrasah Tasywirul Afkar.

Madrasah di Indonesia berkembang setelah berdirinya organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan, seperti Jam’iyyatul Khair (1905), Muhammadiyah (1912) oleh K.H Ahmad Dahlan (1869-1923), Al-Irsyad (1913) oleh Ahmad Ibn Muhammad Surkati al-Anshari (1943), Mathla’ul Anwar (1916) di Banten, Persis (1923) di Bandung oleh Haji Zamzam (1894-1952) dan Haji Muhammad Junus serta Ahmad Hassan (1887-1958), Nahdatul ‘Ulama (1926) oleh K.H Hasyim, Persatuan Tarbiyaj Islamiyah (1928), al-Jami’atul Washliyyah (1930).

Ketika Indonesia telah mengumumkan kemerdekaannya pada tahun (1945) dan Departemen Agama berdiri (3 Januari 1946), pembinaan madrasah menjadi tanggung jawab departemen ini. Sesuai dengan tuntutan zaman dan masyarakat, Departemen Agama menyeragamkan nama, jenis, dan tingkatan madrasahyang beragam tersebut, sebagaimana yang ada sekarang. Berdasarkan komposisi mata pelajaran, madrasah terbagi menjadi dua

bagian. Pertama, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama 30% sebagai mata

pelajaran dasar dan pelajaran umum 70%. Statusnya ada yang negeri dan dikelola oleh Depag, dan ada juga swasta dan dikelola oleh masyarakat. Jenjang pendidikannya adalah: 1) raudatul athfal atau bustanul athfal (tingkat taman kanak-kanak); 2) madrasah ibtidaiyah (tingkat dasar); 3) madrasah tsanawiyah (tingkat menengah pertama), dan 4) madrasah aliyah (tingkat menengah atas). Kedua, madrasah yang menyelenggarakan pendidikan agama dengan model seluruh mata pelajarannya adalah materi agama, yang sering dikenal dengan madrasah diniyah. Jenjang pendidikannya; madrasah diniyah awwaliyah (tingkat dasar), madrasah diniyah wusta (tingkat menengah pertama), dan madrasah diniyah ‘ulya (tingkat menengah

9

Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Logos, 2005), 15-16

10

(8)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

atas). Madrasah diniyah ini pada umumnya berada dimesjid dan pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dan dikelola oleh masyarakat. Tujuan didirikan madrasah diniyah ini selain untuk memberikan kesempatan kepada siswa sekolah umum yang ingin memperdalam ilmu agama.

Konsep Madrasah

Kata “madrasah” terambil dari akar kata “darasa-yadrusu-darsan = belajar”. Kata

madrasah sebagai isim makan, menunjuk arti yaitu “tempat belajar”.11

Padanan kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah. Diamati dari makna Arab di atas, madrasah menunjuk pengertian “tempat belajar” secara umum, tidak menunjuk suatu tempat tertentu, dan bisa dilaksanakan di mana saja, di rumah, di surau/langgar, di mesjid atau di tempat lain sesuai situasi dan kondisi.

Tempat-tempat ini dalam sejarah lembaga-lembaga pendidikan Islam memegang peranan sebagai tempat transformasi ilmu bagi umat Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, secara teknis, kata madrasah dikonotasikan secara sempit, yaitu suatu gedung atau bangunan tertentu yang dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang proses

belajar ilmu agama.12 Perkataan madrasah di tanah Arab ditunjukkan untuk semua sekolah

secara umum, tetapi di Indonesia ditujukan buat sekolah-sekolah yang mata pelajaran

dasarnya adalah mata pelajaran agama.13 Dalam literatur Islam klasik, istilah madrasah dalam

pengertian “aliran” atau “madzhab”. Para penulis Barat menerjemahkannya dengan school

atau aliran, seperti Madrasah Hanafi, Madrasah Maliki, Madrasah Syafi’i, dan Madrasah

Hambali.14

Di sini, kata madrasah menjadi sebutan bagi sekelompok ahli yang mempunyai pandangan atau paham yang sama dalam ilmu-ilmu keislaman, seperti dalam bidang ilmu fiqih. Timbulnya madrasah-madrasah (aliran-aliran) tersebut ditandai dengan kebebasan intelektual pada masa puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, yakni pada masa Abbasiyah. Kebebasan intelektual ini mendorong setiap orang (ulama) untuk mengembangkan metode dan cara berfikir masing-masing sehingga memunculkan perbedaan cara pandang dan metode dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di masa itu. Perbedaan metode dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di masa itu. Perbedaan metode dan cara pandang terhadap suatu masalah hukum inilah yang kemudian mereka

membentuk halaqah/kelompok belajar masing-masing. Hal ini berarti masing-masing ulama

memiliki murid dan tempat belajar. Mereka berbeda kelompok belajar, namun secara santun

mereka saling menghargai adanya pebedaan tersebut.15

Kontribusi Madrasah

1.Sistem pendidikan Islam madrasah sudah tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama

dengan sistem pendidikan Islam pesantren. Karena di lembaga pendidikan madrasah ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-pelajaran umum seperti sejarah ilmu bumi, dan

11

A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), 429.

12

Supani, Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan (Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto),

INSANIA|Vol.14|No.3|Sep-Des 2009|560-579

13

Haidar Putra Daulay, Historis dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 59.

14

Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), Jilid 3, 105

15

(9)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

pelajaran umum lainnya. Sedangkan metode pengajarannya pun sudah tidak lagi menggunakan sistem halaqah, melainkan sudah mengikuti metode pendidikan moderen barat, yaitu dengan menggunakan ruang kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk proses belajar mengajar

2. Pendirian madrasah oleh para pemuka muslim di berbagai pelosok negeri memainkan peranan yang sangat penting dalam membuka akses bagi masyarakat miskin dan terpencil untuk memperoleh layanan pendidikan. Komitmen moral ini dalam kenyataan tidak pernah surut, sehingga secara kelembagaan madrasah terus mengalami perkembangan yang sangat pesat hingga sekarang. Berdasarkan statisik pendidikan Islam tahun 2007, laju pertumbuhan madrasah dalam lima tahun terakhir mencapai rata-rata kisaran 3% per tahun dan lebih dari 50% madrasah berada di luar Jawa yang terdistribusi di daerah pedesaan.Sumbangan madrasah dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan tergambar secara jelas dalam jumlah penduduk usia sekolah yang menjadi peserta didik madrasah. Pada tahun 2007, jumlah seluruh peserta madrasah pada semua jenjang pendidikan sebesar 6.075.210 peserta didik. Adapun Angka Partisipasi Kasar (APK) madrasah terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada masing-masing tingkatan adalah 10,8% MI, 16,4% MTs, dan 6,0% MA. Kontribusi APK tersebut tersebar berasal dari

madrasah swasta pada masing-masing tingkatan.16

3. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada pendidikan madrasah dikembangkan melalui Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jumlah MI sebanyak 22.610 buah dengan 3.050.555 peserta didik. Jumlah MTs sebanyak 12.498 buah dengan 2.531.656 peserta didik. Jumlah peserta didik dalam program wajib belajar pendidikan sembilan tahun terdiri dari 47,2% peserta didik MI dan 31,8 peserta didik MTs. Sisanya 21,0% peserta didik/santri pondok pesantren salafiah. Kontribusi madrasah terhadap penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun cukup lumayan besar mencapai 17%. Meskipun belum tercapai, namun diharapkan sampai tahun 2009 dapat dituntaskan. Kriteria tuntas adalah angka partisipasi kasar (APK) mengikuti pendidikan SMP atau Madrasah Tsanawiyah mencapai 95%. Sampai tahun 2008 baru mencapai sekitar 92,3%. Angka sisanya yaitu sekitar 2,7 % diharapkan pada tahun 2009 dapat dicapai angka partisipasi kasar pendidikan dasar sembilan tahun hingga 95%. Artinya wajib belajar pendidikan dasar pendidikan dasar sembilan tahun itu dianggap tuntas, meskipun 95% masih ada sisanya 5%. Angka 5% dari 50 juta anak usia sekolah bisa dikatakan lumayan banyak yang tercecer, tetapi bisa dianggap selesai. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan termasuk Madrasah Aliyah, kontribusi madrasah dari mulai MI sampai MA terhadap angka partisipasi mengikuti pendidikan di berbagai jenjang pendidikan secara agregat atau secara keseluruhan itu bisa mencapai 21%. Bukan angka sedikit 21% dari sekitar 60 juta penduduk. Artinya masyarakat terutama madrasah telah memberikan andil pada upaya-upaya pemerintah menyediakan lembaga-lembaga pendidikan yang cukup besar. Di samping kenaikan APK, indikator lain dari percepatan penuntasan program wajib belajar sembilan tahun adalah semakin menurunnya angka drop out pada tahun 2006

16

Depag, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia (Jakarta: Ditjen Penais Departemen Agama 2008), 39

(10)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

sebesar 0,6 % menjadi 0,4 % pada tahun 2007 untuk MI dan untuk MTs sebesar 1,06 % pada tahun 2006 menjadi 1,02 % pada tahun 2007. Pada tahun 2008 angka drop out pada MI dan MTs diperkirakan turun 1,04 % sedangkan APK pada MI dan MTs masing-masing

mencapai 14,75 % dan 20,70 %.17

4. Berdasarkan Statistik Pendidikan Islam Tahun 2007, lebih dari 92,7% orang tua peserta didik madrasah berpendidikan sederajat atau kurang dari SLTA dengan pekerjaan utama sebagai petani, nelayan, dan buruh (58,0%). Sejalan dengan kondisi ini, 85% berpenghasilan kurang dari Rp. 1 juta per bulan.Gambaran kondisi orang tua peserta didik tersebut menunjukkan bahwa madrasah memiliki aksessibilitas yang tinggi terhadap peserta didik dengan latar belakang keluarga masyarakat yang miskin secara ekonomi. 5. Usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat

Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu sendiri. Perkembangan serta kemajuan pendidikan Islam terus meningkat secara signifikan. Hal itu dapat dilihat misalnya pada pertengahan dekade 60-an, madrasah sudah tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh propinsi Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah madrasah tingkat rendah pada masa itu sudah mencapai 13.057. dengan jumlah ini, sedikitnya 1.927.777 telah terserap untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan yang sama juga menyebutkan jumlah madrasah tingkat pertama (tsanawiyah) yang mencapai 776 buah dengan jumlah murid 87.932. Adapun jumlah madrasah tingkat Aliyah diperkirakan mencapai 16 madrasah dengan jumlah murid 1.881. Dengan demikian, berdasarkan laporan ini, jumlah madrasah secara keseluruhan sudah mencapai 13.849 dengan jumlah murid sebanyak 2.017.590. Perkembangan ini menunjukkan bahwa sudah sejak awal, pendidikan madrasah memberikan sumbangan yang

signifikan bagi proses pencerdasan dan pembinaan akhlak bangsa.18

6. Pemerintah melalui departemen agama sudah banyak melakukan perubahan dan perumusan kebijakan di sana-sini untuk memajukan madrasah, namun itu belum terlalu berhasil jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang dalam hal ini dikelola oleh departemen pendidikan. Karena realitasnya, masyarakat hingga periode 90-an masih mempunyai sense of interest yang tinggi untuk masuk ke sekolah-sekolah umum yang dinilainya mempunyai prestige yang lebih baik daripada madrasah / sekolah Islam (Islamic School). Lebih dari itu, dengan masuk ke sekolah-sekolah umum, masa depan siswa akan lebih terjamin ketimbang masuk ke madrasah atau sekolah Islam. Namun image madrasah atau sekolah Islam dalam konteks kekinian telah berubah. Madrasah sekarang tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya diminati oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Melainkan sudah diminati oleh siswa-siswa yang berasal dari masyarakat golongan kelas menengah ke atas. Hal itu disebabkan sekolah-sekolah Islam atau madrasah elit yang sejajar dengan sekolah-sekolah umum sudah banyak bermunculan. Diantara madrasah atau sekolah Islam itu adalah; Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah Islam al-Azhar, Sekolah Islam al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, Madania School, dan lain sebagainya.

17

Depag, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia (Jakarta: Ditjen Penais Departemen Agama 2008),41

18

(11)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

7. Sebelum mengalami perkembangan seperti sekarang ini, madrasah hanya diperuntukkan bagi kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun sejak mulai mengadopsi sistem pendidikan moderen yang berasal dari Barat sambil tetap mempertahankan yang sudah ada dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung iklim pembelajaran siswa dan pengajaran siswa, madrasah (atau sekolah Islam) sekarang sudah sangat diminati oleh kalangan masyarakat kelas menengah ke atas. Apalagi madrasah sekarang ini sudah banyak yang menjalankan dengan apa yang disebut sebagai English Daily. Semua guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus berbicara dalam bahasa Inggris. Seperti Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah Islam Al-Azhar, sekolah Islam Al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, dan lain sebagainya adalah beberapa contoh diantaranya. 8. Pendidikan madrasah dibekali dengan pendidikan keterampilan. Pendidikan keterampilan

ini bisa berbentuk kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan intra kurikuler yang berupa pelatihan atau kursus komputer, tari, menulis, musik, teknik, montir, lukis, jurnalistik atau mungkin juga kegiatan olahraga seperti sepak bola, basket, bulu tangkis, catur dan lain sebagainya. Dari pendidikan keterampilan nantinya diharapkan akan berguna ketika para siswa lulus dari madrasah. Karena jika sudah dibekali dengan pendidikan keterampilan, ketika ada siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi seperti universitas misalnya, maka siswa dengan bekal keterampilan yang sudah pernah didapatnya ketika di madrasah tidak akan kesulitan lagi dalam upaya mencari pekerjaan. Jadi, kiranya penting bagi madrasah untuk mengembangkan pendidikan keterampilan tersebut. Sebab, dengan begitu siswa akan langsung dapat mengamalkan ilmunya setelah lulus dari madrasah atau sekolah Islam. Namun semua itu tentunya harus dilakukan secara profesional. Dengan adanya pendidikan keterampilan di sekolah-sekolah Islam atau madrasah, lulusan madrasah diharapkan mampu merespon tantangan dunia global yang semakin kompetitif. Dan nama serta citra madrasah juga tetap akan terjaga. Karena ternyata alumni-alumni madrasah mempunyai kompetensi yang tidak kalah kualitasnya

dengan alumni sekolah-sekolah umum.19

Penutup

1. Islam pada awal perkembangannya sudah mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran.

Institusi pertama yang digunakan sebagai tempat kegiatan belajar membaca, menulis, dan menghafal Al-qur’an yaitu Darul Arqam. Pada perkembangan selanjutnya lembaga-lembaga pendidikan Islam mulai bermunculan atas dasar semangat akan pentingnya pendidikan, misalnya masjid, al-Kuttab, Madrasah, zawiyyah, al-Maristan. Perkembangan madrasah di Indonesia tidak bisa lepas dengan masuknya Islam di Indonesia. Fase

Madrasah di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama, sejak mulai

tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam ke Indonesia sampai munculnya

zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Fase kedua, sejak masuknya ide-ide

pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, gerakan pembaruan Islam Fase ketiga, sejak bentuknya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.2 Tahun 1989 dan dilanjutkan dengan UU No. 20 Tahun 2003).

19

http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/10/28/sejarah-berdirinya-madrasah/. Diakses pukul 01.00 WIB, Tanggal 10 Oktober 2015

(12)

AKADEMIKA, Volume 9, Nomor 2, Desember 2015

2. Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah. Diamati dari makna Arab di atas,

madrasah menunjuk pengertian “tempat belajar” secara umum, tidak menunjuk suatu tempat tertentu, dan bisa dilaksanakan di mana saja, di rumah, di surau/langgar, di mesjid atau di tempat lain sesuai situasi dan kondisi. Tempat-tempat ini dalam sejarah lembaga-lembaga pendidikan Islam memegang peranan sebagai tempat transformasi ilmu bagi umat Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, secara teknis, kata madrasah dikonotasikan secara sempit, yaitu suatu gedung atau bangunan tertentu yang dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang proses belajar ilmu agama. Perkataan madrasah di tanah Arab ditunjukkan untuk semua sekolah secara umum, tetapi di Indonesia ditujukan buat sekolah-sekolah yang mata pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama.

3. Sumbangan madrasah dalam pembangunan pendidikan nasional seperti yang dipaparkan di

atas, madrasah sebagai institusi pendidikan Islam tidak lantas cukup merasa puas atas keberhasilan yang telah dicapainya yang telah berpartisipasi dalam pendidikan seperti penuntaskan wajib belajar dan lain sebagainya, masih banyak pembenahan dalam madrasah yang harus ditingkatkan lagi. Kita tahu duluimage yang ada tentang madrasah cenderung mengarah ke sesuatu yang bersifat agamis saja, berbeda dengan Sekolah Umum yang masyhur dengan sainsnya. Semua itu bisa kita rubah dengan tetep mempertahankan dasar madrasah sebagai wadah pendidikan yang bersifat agamis, tanpa mengenyampingkan ilmu pengetahuan umum atau dalam hal ini adalah sains dan keterampilan.

Daftar Rujukan

Aljumbulati, Ali, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2012

Depag, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia.

Jakarta:Ditjen Penais Departemen Agama, 2008

Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern,

Cet. ke-2 Jakarta: LP3ES, 1994

Daulay, Haidar Putra, Historis dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah,

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001

...,Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, Jakarta: Inter Pratama Ofset, 2004.

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Mansur, Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka Umum, 2001.

Abdullah, Mustofa.A, aly,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung: CV. Pustaka Setia. 1999.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942 Jakarta: LP3ES, 1995. Maksum. Madrasah, Sejarah dan perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999.

Rahim, Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Logos, 2005. Munawir, A.W., Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997). http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/10/28/sejarah-berdirinya-madrasah/.

Diakses pukul 01.00 WIB, Tanggal 10 Oktober 2015

(13)

Referensi

Dokumen terkait

1. Penegakan hukum, yaitu usaha mengakkan suatu peraturan demi terciptanya keteraturan di tengah masyarakat. Dalam hal ini difokuskan pada penegakan hukum terhadap kasus

Thamrin 2007 Analisis Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat- Malaysia Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Analisis Multi Dimension al Scalling Kondisi

Metoda kurva kalibrasi memiliki kelebihan keakuratan data yang diperoleh karena dilakukan pengukuran terhadap beberapa keakuratan data yang diperoleh karena dilakukan

Metode penyajian laporan arus kas yang digunakan oleh perusahaan berdasarkan metode tidak langsung dimana laporan arus kas dalam metode ini menyajikan laba rugi yang

2. Tidak ada %ang retak .. Permukaan dinding keda air  #. Tidak ber#ubang &. Jum#ah wastafe# sesuai dengan jum#ah kar%awan.. Tidak menjadi temat erkembang biakan *ekt)r 

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa berkepribadian sanguinis dalam memahami masalah membaca soal sebanyak dua kali dan mampu menjelaskan serta menuliskan

Begitu juga, Pengarang majalah Qalam mahukan Islam itu dilaksanakan dalam semua aspek penghidupan sejajar dengan kedudukan Islam sebagai agama rasmi. Sekiranya