• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH BATANG LEMBANG: DESKRIPSI DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH BATANG LEMBANG: DESKRIPSI DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH BATANG LEMBANG: DESKRIPSI DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

Atman

Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat

Abstract

Pre-Eminent Variety Newly Lowland Rice Batang Lembang: Description and Cultural Practice. West Sumatra represent prop of requirement of national rice, specially for the province of neighbour, like: Riau, Bengkulu, and Jambi marked with rice surplus every year so that sending it become one of the province in Indonesia as national rice mow. Primary factor pushing product increase of paddy in West Sumatra come from wide of improvement of crop (1.63% per year). Meanwhile downhill productivity exactly equal to 0.12% per caused year: (1) lowering of usage of certifiable seed because its costly price relative so that farmer tend to use seed alone or from other farmer; (2) usage of is same variety repeatedly without purification; (3) less precise fertilization; and (4) lowering of organic materials content of land. Till now in West Sumatra of variety pre-eminent of Cisokan and of IR42 free successively year 1980 and 1986 still expand and planted by as long as season in carpet which is wide of to be. Estimated by pre-eminent variety of Cisokan and of IR42 planted successively about/around 30% and 40%, followed by IR66 (10%), specific local variety is Kuriak kusuik (10%), other local (7%), and Anak daro (3%) at period of year 2001-2004. Usage of is same variety during the year without followed by innings pattern of variety can degrade crop productivity effect of pest appearance and previous disease do not represent especial problems. West Sumatra Assessment Institute Agricultural Technology since year 2000 have conducted cooperation with Rice Research Institute Indonesia in order to realizing the level of variation of pre-eminent variety matching with West Sumatra consumer appetite which have produced fruit result of freely of expectation promising line of S4362F-Kn-2-1-2 as specific new variety of West Sumatra consumer appetite by the name of Batang Lembang on 19 October 2003 by Team Release of Pre-Eminent Variety. Hereinafter, Technological Commission of Agriculture of West Sumatra on 29 August 2004 passing Decree of No.074/316.A/SK/VIII/2004 specify new variety Batang Lembang as one of the technological package of specific agriculture of Province West Sumatra location. So That new variety Batang Lembang this can expand better in Province West Sumatra, require to be supported by specific conducting technology, for example: (1) seed age, (2) amount of seed, and (3) way of planting, or executing Management of Crop and of resource integrated (PTT). Age seed the suggested is to gyrate 15-20 hss with amount of seed 7 bar per clump. Meanwhile, way of planting the suggested is “shafter” because can improve result of shell of rice of new variety Batang Lembang around 25.45-28.87% compared to the way of farmer. Applying of technological package of production Model PTT improve result of shell of rice of new variety Batang Lembang successively equal to 44.9% and 18.6% in Sicincin and in Bukik Gombak compared to package of Farmer. In Sicincin, technological package of production Model PTT give advantage of Rp.7,841,520/ha/planting season (R/C=2.99) and in Bukik Gombak, equal to Rp.8,058,328/ha/planting season (R/C=2.95).

Keywords: batang lembang, variety new, lowland rice, cultural technical, component technology, management crop and resource integrated (PTT)

PENDAHULUAN

umatera Barat merupakan penyangga kebutuhan beras nasional, khususnya untuk propinsi tetangga, seperti: Riau, Bengkulu, dan Jambi. Perkembangan produksi padi di Sumatera Barat selama 10 tahun periode 1990-1999 menunjukkan bahwa peningkatannya setiap tahun rata-rata sebesar 1,55%. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 1999 mencapai 1.855.558 ton dan

terendah tahun 1992 sebesar 1.541.763 ton (Deptan, 2003). Kondisi ini telah menghantarkan Sumatera Barat menjadi salah satu propinsi di Indonesia sebagai lumbung beras nasional. Keberhasilan peningkatan produksi padi ini ditandai dengan surplus beras setiap tahun. Pada tahun 2004, surplus beras Sumatera Barat mencapai 316.461 ton (Dipertahorti, 2004).

Menurut Deptan (2003), faktor utama yang mendorong peningkatan produksi padi

(2)

di Sumatera Barat berasal dari peningkatan luas panen (1,63% per tahun), sedangkan produktivitas justru menurun sebesar 0,12% per tahun. Ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produktivitas padi sawah, diantaranya: (1) rendahnya pemakai-an benih bermutu karena hargpemakai-anya relatif mahal sehingga petani cenderung mengguna-kan benih sendiri atau dari petani lain; (2) pemakaian varietas yang sama berulang-ulang tanpa pemurnian; (3) pemupukan yang kurang tepat; dan (4) rendahnya kandungan bahan organik tanah (Chairunas, 2005). Upaya peningkatan produksi yang harus dilakukan terutama melalui peningkatan: (1) perluasan areal tanam; (2) indeks pertanaman; dan (3) kualitas hasil dengan mengembangkan varietas unggul baru.

Menurut Zen, et al. (2000), sampai saat ini di Sumatera Barat varietas unggul Cisokan dan IR42 yang dilepas berturut-turut tahun 1980 dan 1986 masih berkembang dan ditanam sepanjang musim dalam hamparan yang luas. Dalam skala kecil, petani masih menanam varietas lokal spefisik sepanjang tahun, seperti Caredek, Anak Daro, Kuriak Kusuik, Irkasuma, Silih Baganti, Mundam, Sijunjung, Irpayung, Saribu Gantang, dan lain-lain. Biasanya benih diperoleh dari pertanaman sebelumnya atau sumber benih dari petani lain (tetangga), tanpa diikuti pola pergiliran varietas. Pada periode tahun 2001-2004, keragaman varietas unggul yang sesuai dengan preferensi konsumen Sumatera Barat masih sempit. Diperkirakan varietas Cisokan dan IR42 ditanam berturut-turut sekitar 30% dan 40%, diikuti IR66 (10%), varietas lokal spesifik Kuriak kusuik (10%), lokal lainnya (7%) dan Anak daro (3%) (Zen, 2007).

Pemakaian varietas yang sama sepanjang tahun tanpa diikuti pola pergiliran varietas dapat menurunkan produktivitas tanaman akibat munculnya hama dan penyakit yang sebelumnya tidak merupakan permasalahan utama (Harahap dan Silitonga, 1993). Di Sumatera Utara, penanaman varietas unggul IR42 selama enam musim secara terus menerus menyebabkan terjadinya serangan wereng coklat yang

cukup berat yang dikenal dengan wereng coklat biotipe Sumatera Utara (Bahagiawati dan Oka, 1987). Sementara itu, varietas unggul IR42 dan Cisokan yang berkembang di Sumatera Barat telah terserang penyakit blas dan hama wereng coklat dengan intensitas ringan sampai berat (Zen 2007).

Meskipun sejak tahun 1995-2003, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPTP) telah melepas 54 varietas unggul baru (VUB) (Las,

at al., 2004). Namun, VUB ini kurang

berkembang di Sumatera Barat karena rasa nasi yang tidak sesuai dengan selera (preferensi) konsumen Sumatera Barat. Konsumen Sumatera Barat menyukai rasa nasi pera dengan kadar amylosa >24%. Varietas IR42 dan Cisokan merupakan varietas yang paling dominan berkembang di Sumatera Barat dikarenakan memiliki rasa nasi pera dengan kadar amylosa >25% (Puslitbangtan, 1993). Sementara itu, pada umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai rasa nasi agak lunak (pulen) dengan kadar amylosa 20-24% (IRRI, 1979; Yulianto, 1972).

BPTP Sumatera Barat sejak tahun 2000 telah melakukan kerjasama dengan BBPTP dalam rangka mewujudkan besarnya keragaman varietas unggul yang sesuai dengan selera (preferensi) konsumen Sumatera Barat. BBPTP mensuplai genotipa yang mempunyai amylosa tinggi dan BPTP Sumatera Barat mengevaluasi genotipa tersebut sampai terbentuk galur harapan (Zen, et al., 2004). Diharapkan VUB yang ditemukan dapat menjadi bagian dari pergiliran varietas di Sumatera Barat dan petani memiliki banyak pilihan dalam berusahatani padi sawah. Kerjasama kedua institusi ini telah membuahkan hasil dengan dilepasnya galur harapan S4362f-Kn-2-1-2 sebagai VUB spesifik selera konsumen Sumatera Barat dengan nama Batang Lembang pada tanggal 19 Oktober 2003 oleh Tim Pelepasan Varietas Unggul. Selanjutnya, Komisi Teknologi Pertanian Sumatera Barat pada tanggal 29 Agustus 2004 melalui Surat Keputusan No.074/316.a/SK/VIII/2004

(3)

menetapkan VUB Batang Lembang sebagai salah satu paket teknologi pertanian spesifik lokasi Propinsi Sumatera Barat (BPTP Sumbar, 2004).

Agar VUB Batang Lembang ini dapat berkembang dengan baik di Propinsi Sumatera Barat, perlu didukung oleh teknologi budidaya yang spesifik. Untuk itu, di bawah ini disajikan deskripsi varietas dan beberapa teknologi budidaya VUB padi sawah Batang Lembang yang merupakan hasil penelitian/pengkajian yang telah dilakukan oleh BPTP Sumatera Barat.

DESKRIPSI VUB BATANG LEMBANG

VUB Batang Lembang sangat cocok ditanam pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut (dpl) serta sesuai dengan

selera konsumen Sumatera Barat dengan tekstur nasi pera dan kadar amylosa 27% serta rasa nasi sama dengan IR42. Dibanding varietas unggul Cisokan dan varietas lokal spesifik Anak Daro, hasilnya lebih tinggi, berturut-turut 15,3% dan 36%. Selain itu, umurnya lebih genjah 12 hari dari varietas unggul IR42 serta tahan terhadap penyakit blas daun dan blas leher malai (Tabel 1). VUB Batang Lembang ini sangat berpeluang sebagai bagian dari pola pergiliran varietas padi sawah di Sumatera Barat mengingat varietas IR42 dan Cisokan telah mulai rentan terhadap penyakit blas. Selain itu, dapat memperbesar keragaman varietas di lapangan sehingga peluang munculnya hama dan penyakit secara eksplosif dapat ditekan dari bawaan varietas tersebut.

Tabel 1. Deskripsi VUB Batang Lembang.

Deskripsi Uraian

Varietas Batang Lembang

Nomor Pedigree S4362f-Kn-2-1-2

Asal Sintha/IR64//IR64

Golongan Cere

Umur Tanaman 97-120 hari

Bentuk Tanaman Tegak

Tinggi Tanaman 93-115 cm Anakan Produktif 13-19 malai

Posisi Daun Tegak

Daun Bendera Tegak

 Bentuk Gabah  Ukuran Gabah  Warna Gabah  Kerontokan Gabah  Ramping  Panjang  Kuning Bersih  Sedang Kerebahan Sedang

Tekstur Nasi Pera

Bobot 1000 Butir 27-28 gram

Kadar Amylosa 27%

Rasa Nasi Sama dengan IR42 (sesuai dengan preferensi konsumen Sumatera Barat)

 Kisaran Hasil  Rata-rata Hasil

 3,74-7,83 t/ha  6,25 t/ha

Ketahanan Hama dan Penyakit Tahan terhadap penyakit blas daun dan blas leher malai Anjuran Dapat ditanam pada lahan sawah sampai 700 m dpl

Pengusul Syahrul Zen, Aan Daradjat, Helmidar Bahar, Farida Artati, Ardimar, dan Aswardi

(4)

TEKNOLOGI BUDIDAYA a. Umur Bibit

Menurut Atman (2007), penanaman dengan menggunakan umur bibit yang tepat merupakan salah satu komponen teknologi yang dapat meningkatkan produksi padi sawah. Pada VUB Batang Piaman, ternyata penanaman dengan umur bibit yang tidak tepat dapat menurunkan hasil 5,97-13,50%. Petani Sumatera Barat umumnya melakukan penanaman bibit padi sawah pada umur yang relatif tua (28-35 hari setelah semai, hss). Menurut Abdullah, et al. (2000), pemakaian bibit padi yang berumur lebih dari 30 hss akan memberikan hasil yang kurang baik karena bibit yang digunakan relatif tua sehingga beradaptasi lambat (stagnasi pertumbuhan setelah tanam relatif lama), tidak seragam (mempunyai anakan yang tidak seragam), perakaran dangkal dan rusak menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak berkembang dengan baik setelah tanaman dipindah. Sementara itu, pemindahan bibit pada umur yang lebih muda dapat

mengurangi kerusakan bibit, tanaman tidak mengalami stagnasi, dan pertumbuhan tanaman lebih cepat (De Datta, 1981). Selanjutnya Kartaatmadja dan Fagi (2000) serta Gani (2003) menyatakan bahwa pemakaian bibit padi sawah dengan umur yang relatif muda (umur 12-15 hss) akan membentuk anakan baru yang lebih seragam dan aktif serta berkembang lebih baik karena bibit yang lebih muda mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru setelah tanaman dipindah.

Secara teknis, BPTP Sumbar (2004) menyarankan pemakaian bibit padi varietas Batang Lembang pada umur 18-21 hss. Namun, hasil penelitian Asyiardi dan Atman (2006) mendapatkan bahwa perlakuan umur bibit VUB Batang Lembang tidak mempengaruhi secara nyata komponen hasil dan hasil gabah, kecuali jumlah anakan produktif (Tabel 2). Tetapi secara angka-angka terlihat bahwa umur bibit 15-20 hss memberikan hasil gabah tertinggi (4,27-4,46 t/ha).

Tabel 2. Pengaruh umur bibit terhadap berat 1000 biji, persentase gabah bernas, jumlah gabah

per malai, jumlah anakan produktif, dan hasil gabah kering giling (GKG) pada padi sawah varietas Batang Lembang. Gunung Talang, Kab. Solok, 2006.

Umur bibit (hss) Berat 1000 biji (g) Persentase gabah bernas Jumlah gabah per malai (butir) Jumlah anakan produktif (btg/rpn) Hasil gabah (t GKG/ha) 10 15 20 25 30 35 26,48 a 26,71 a 28,18 a 26,76 a 27,05 a 26,76 a 80,65 a 81,36 a 83,35 a 77,68 a 79,78 a 74,84 a 80,5 a 80,2 a 80,3 a 81,6 a 82,1 a 83,2 a 21,7 b 22,2 ab 23,7 a 22,2 ab 20,9 b 22,8 b 4,04 a 4,46 a 4,27 a 3,81 a 4,04 a 3,96 a KK (%) 5,27 6,63 2,65 5,07 9,82

Angka-angka pada kolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 UBD. Sumber: Asyiardi dan Atman (2006).

b. Jumlah Bibit

Menurut Atman (2007), efisiensi penggunaan input pada padi sawah dapat dilakukan, salah satunya melalui pemakaian jumlah bibit yang tepat. Di Sumatera Barat, petani masih dominan menggunakan bibit dengan jumlah yang relatif banyak (7-10

batang per rumpun, bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Padahal rekomendasi yang umum adalah 1-3 batang per rumpun. Bahkan pada teknologi SRI (The System of Rice Intensification), jumlah bibit yang diterapkan adalah 1 batang per rumpun (Kasim, 2004). Sementara itu, hasil penelitian Atman (2007) pada VUB Batang

(5)

Piaman mendapatkan hasil gabah tertinggi pada perlakuan pemakaian jumlah bibit 1 batang per rumpun (bibit tunggal) dan hasil gabah cenderung menurun dengan bertambahnya jumlah bibit yang ditanam.

Menurut Gani (2003) dan Abdullah (2004), penanaman bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak (5-10 batang per rumpun, bahkan >10 batang per rumpun) menyebabkan terjadinya persaingan sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang sangat keras untuk mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya, dan ruang untuk tumbuh sehingga pertumbuhan akan menjadi tidak normal. Akibatnya, tanaman padi menjadi lemah, mudah rebah, mudah terserang hama dan penyakit, dan lebih lanjut keadaan tersebut dapat mengurangi hasil gabah. Sedangkan penggunaan jumlah bibit yang lebih sedikit (1-3 batang per rumpun) menyebabkan: (1) lebih ringannya kompetisi

inter spesies; dan (2) lebih sedikitnya jumlah benih yang digunakan sehingga mengurangi biaya produksi.

Kondisi yang berbeda ditemukan pada penelitian Asyiardi dan Atman (2005a) dimana hasil gabah tertinggi didapatkan pada perlakuan jumlah bibit 7 batang per rumpun (5,42 t/ha) dan terendah 1 batang per rumpun (3,96 t/ha) (Tabel 3). Sementara itu, Balitpa (2003), Abdullah (2004) pada varietas Cisokan, Atman (2007) pada VUB Batang Piaman mendapatkan jumlah bibit terbaik sebanyak 1 batang per rumpun. Sedangkan Ridwan dan Munir (2004) mendapatkan jumlah bibit terbaik sebanyak 5 batang per rumpun pada varietas Cisokan. Hal ini membuktikan bahwa jumlah bibit terbaik dalam memberikan hasil gabah dipengaruhi oleh varietas yang ditanam dan daearah/lokasi penanaman.

Tabel 3. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai,

jumlah gabah per malai, berat 1000 biji, persentase gabah bernas, dan hasil gabah padi sawah varietas Batang Lembang. Gunung Talang, Kab. Solok, 2005.

Jumlah bibit/ rumpun (batang) Jumlah anakan produktif (btg/rpn) Panjang malai (cm) Jumlah gabah per malai (butir) Berat 1000 biji (g) Persentase gabah bernas (%) Hasil gabah (t GKG/ ha) 1 3 5 7 9 12,5 a 13,2 a 15,1 a 14,2 a 14,8 a 22,01 a 21,48 a 21,54 a 20,47 a 20,73 a 120,14 a 112,61 a 113,03 a 111,18 a 102,57 a 26,22 a 25,75 a 25,14 a 26,18 a 26,02 a 53,55 a 51,11 a 56,12 a 54,03 a 52,28 a 3,96 b 4,90 a 5,22 a 5,42 a 4,88 a KK (%) 14,05 3,30 8,06 3,32 10,31 8,88

Angka-angka setiap kolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 UBD. Sumber: Asyiardi dan Atman (2005a).

c. Cara Tanam

Ada beberapa cara tanam yang umum dipakai oleh petani padi sawah, antara lain: (1) tanam benih langsung (tabela); (2) cara tegel (biasa) dengan jarak tanam 20x20 cm, 20x25 cm, dll.; dan (3) legowo (di Sumatera Barat dikenal dengan istilah “bershaf”). Teknologi bershaf adalah penataan populasi tanaman dalam satuan luas tertentu dalam bentuk pertanaman yang memberi ruang (barisan yang tidak ditanami) pada setiap

beberapa barisan tanaman tetapi jarak tanam pada barisan luar lebih rapat (1/2 dari jarak tanam barisan lainnya). Cara ini dapat meningkatkan populasi tanaman per hektar, seperti: bershaf 2:1 populasi tanaman menjadi 333.250 rumpun/ha; bershaf 4:1 menjadi 300.000 rumpun/ha; bershaf 6:1 menjadi 285.700 rumpun/ha, dan bershaf 8:1 menjadi 277.750 rumpun/ha. Sedangkan cara petani (cara tegel) populasi tanaman hanya 250.000 rumpun/ha.

(6)

Teknologi bershaf akan memberikan hasil yang lebih baik bila dipadukan dengan teknologi P-starter (di Sumatera Barat dikenal dengan teknologi “shafter”, singkatan bershaf dan P-starter). Teknologi P-starter merupakan salah satu upaya untuk mengefisienkan penggunaan pupuk P dan sekaligus memanfaatkan hara P yang terakumulasi dalam tanah. Caranya dengan mencelupkan akar bibit padi sebelum tanam ke dalam larutan bunga lumpur yang mengandung 2% pupuk SP36 atau setara 20 kg/ha SP36. Menurut Abdullah (2000), peluang pelaksanaan teknologi ini cukup

besar karena teknologi P-starter sinergis dengan teknologi sistem tanam bershaf.

Hasil penelitian Atman (2007) pada VUB Batang Piaman mendapatkan bahwa teknologi shafter mampu meningkatkan hasil gabah sekitar 17,12-38,18% dibanding cara petani. Sementara itu, Asyiardi dan Atman (2005b) mendapatkan bahwa teknologi shafter mampu meningkatkan hasil gabah VUB Batang Lembang sekitar 25,45-28,87% dibanding cara petani. Peningkatan hasil gabah ini antara lain disebabkan oleh peningkatan nilai komponen hasil dan populasi tanaman (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh teknologi shafter terhadap komponen hasil, hasil gabah kering panen (GKP), dan peningkatan hasil padi sawah varietas Batang Lembang. Kotogaek Guguak Kab. Solok, 2005. Perlakuan Jumlah anakan produktif (btg/rpn) Panjang malai (cm) Jumlah gabah (butir/ malai) Jumlah gabah bernas (butir/ malai) Berat 1000 biji (g) Hasil (t GKP/ ha) Pening katan hasil (%) Shafter 2:1 (333.250 rumpun/ha) 13,7 b 30,8 a 147,0 b 105,5 a 24,63 a 8,62 a 28,27 Shafter 4:1 (300.000 rumpun/ha) 13,8 b 24,3 b 159,3 a 108,5 a 23,18 a 8,50 a 26,48 Shafter 6:1 (285.700 rumpun/ha) 15,5 a 22,7 bc 136,0 c 102,7 a 25,71 a 8,43 a 25,45 Shafter 8:1 (277.750 rumpun/ha) 15,8 a 23,2 bc 137,0 c 102,1 a 24,60 a 8,66 a 28,87 Cara petani 15,8 a 21,8 c 136,3 c 106,8 a 23,18 a 6,72 b - KK (%) 5,60 4,10 2,51 3,44 6,18 5,43

Angka-angka pada masing-masing kolom diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% UBD.

Sumber: Asyiardi dan Atman (2005b). d. Pengelolaan Tanaman dan

Sumberdaya Terpadu (PTT)

PTT merupakan suatu pendekatan atau model yang mengandung prinsip-prinsip dasar yang dapat membantu petani untuk mengerti dan menciptakan kondisi yang optimal untuk pertanaman padinya yang sesuai dengan tanah, air, iklim, topografi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan sistem produksi padi (Uphoff, 1999; Kartaatmadja,

et al., 2000). Selanjutnya Balitpa (2000)

menyatakan bahwa PTT adalah suatu pendekatan usahatani dengan mempertimbangkan keserasian penerapan

komponen teknologi berdasarkan kesesuaian dengan kondisi lingkungan setempat serta mempunyai keterkaitan yang sinergis antar komponen teknologi yang digunakan. Berdasarkan pendekatan ini, pengelolaan sumberdaya varietas padi yang digunakan, pengelolaan lahan/tanah, pengelolaan air dan hara untuk tanaman, pengendalian hama/penyakit, pengendalian gulma, dan pengelolaan panen serta hasil panen menjadi bagian integral dari PTT tersebut.

Untuk VUB Batang Lembang telah dilakukan pengkajian PTT di Sicincin Kabupaten Padang Pariaman dan Bukik Gombak Kabupaten Tanah Datar (Abdullah,

(7)

et al., 2005). Paket teknologi yang diterapkan adalah: (1) Teknologi Model PTT

(penggunaan benih Batang Lembang, umur bibit 15 hari, jumlah bibit 2-3 batang per rumpun, pemupukan N berdasarkan Bagan warna Daun (BWD), pemupukan P dan K berdasarkan analisis tanah, pemberian bahan organik, sistem tanam legowo 4:1, pengairan terputus (intermittent irigation), pengendalian hama terpadu (PHT)); (2) Teknologi

Perbaikan (penggunaan benih berkualitas,

pemupukan N-P-K spesifik lokasi (rekomen-dasi anjuran di lokasi), dan sistem tanam legowo 4:1); dan (3) Paket petani di lokasi

pengkajian (penggunaan benih petani, umur

bibit >21 hari, penanaman bibit 7-10 batang per rumpun, pemupukan N-P-K cara petani, tanam biasa, dan PHT cara petani).

Hasil pengkajian mendapatkan bahwa penerapan paket teknologi produksi Model PTT meningkatkan hasil gabah VUB Batang Lembang berturut-turut sebesar 44,9% dan 18,6% di Sicincin dan di Bukik Gombak dibanding paket/cara Petani. Sedangkan paket teknologi Perbaikan juga meningkatkan hasil gabah VUB Batang lembang berurut-turut 36,0% dan 19,9% di Sicincin dan Bukik Gombak (Tabel 5). Di Sicincin, paket teknologi produksi Model PTT memberikan keuntungan Rp.7.841.520/ha/MT (R/C=2,99), paket teknologi Perbaikan sebesar Rp.7.134.340/ha/MT (R/C=2,82), dan paket/cara Petani (varietas Cisokan) hanya sebesar Rp.4.144.384/ha/MT (R/C=2,26). Sementara itu di Bukik Gombak, paket teknologi produksi Model PTT memberikan keuntungan Rp.8.058.328/ha/MT (R/C=2,95), paket teknologi Perbaikan sebesar Rp.8.241.512/ha/MT (R/C=3,02), dan paket/cara Petani (varietas IR42) hanya sebesar Rp.6.197.768/ha/MT (R/C=2,78).

PENUTUP

Sumatera Barat merupakan penyangga kebutuhan beras nasional, khususnya untuk propinsi tetangga, seperti: Riau, Bengkulu, dan Jambi yang ditandai dengan surplus beras setiap tahunnya

sehingga menghantarkannya menjadi salah satu propinsi di Indonesia sebagai lumbung beras nasional.

Faktor utama yang mendorong peningkatan produksi padi di Sumatera Barat berasal dari peningkatan luas panen (1,63% per tahun). Sementara itu produktivitas justru menurun sebesar 0,12% per tahun yang disebabkan: (1) rendahnya pemakaian benih bermutu karena harganya relatif mahal sehingga petani cenderung menggunakan benih sendiri atau dari petani lain; (2) pemakaian varietas yang sama berulang-ulang tanpa pemurnian; (3) pemupukan yang kurang tepat; dan (4) rendahnya kandungan bahan organik tanah.

Sampai saat ini di Sumatera Barat varietas unggul Cisokan dan IR42 yang dilepas berturut-turut tahun 1980 dan 1986 masih berkembang dan ditanam sepanjang musim dalam hamparan yang luas. Diperkirakan varietas unggul Cisokan dan IR42 ditanam berturut-turut sekitar 30% dan 40%, diikuti IR66 (10%), varietas lokal spesifik Kuriak kusuik (10%), lokal lainnya (7%) dan Anak daro (3%) pada periode tahun 2001-2004. Pemakaian varietas yang sama sepanjang tahun tanpa diikuti pola pergiliran varietas dapat menurunkan produktivitas tanaman akibat munculnya hama dan penyakit yang sebelumnya tidak merupakan permasalahan utama.

BPTP Sumatera Barat sejak tahun 2000 telah melakukan kerjasama dengan BBPTP dalam rangka mewujudkan besarnya keragaman varietas unggul yang sesuai dengan selera konsumen Sumatera Barat yang telah membuahkan hasil dengan dilepasnya galur harapan S4362f-Kn-2-1-2 sebagai VUB spesifik selera konsumen Sumatera Barat dengan nama Batang Lembang pada tanggal 19 Oktober 2003 oleh Tim Pelepasan Varietas Unggul. Selanjutnya, Komisi Teknologi Pertanian Sumatera Barat pada tanggal 29 Agustus 2004 melalui Surat Keputusan No.074/316.a/SK/VIII/2004 menetapkan VUB Batang Lembang sebagai salah satu paket teknologi pertanian spesifik lokasi Propinsi Sumatera Barat.

(8)

Tabel 5. Komponen hasil dan hasil gabah padi sawah dengan beberapa paket teknologi

produksi di Sicincin (Kabupaten Padang Pariaman) dan Bukik Gombak (Kabupaten Tanah Datar). MT 2004.

Komponen teknologi Paket Model PTT Paket Perbaikan Paket/Cara Petani

Sicincin (Kabupaten Padang Pariaman)

Varietas Btg. Lembang Btg. Lembang Cisokan

Pengolahan tanah 2xbajak, 1xgaru 2xbajak, 1xgaru 2xbajak, 1xgaru

Umur bibit 15 hari 21 hari 21 hari

Jumlah bibit 2-3 btg/rumpun 4-6 btg/rumpun 6-10 btg/rumpun

Sistem tanam Legowo 4:1 Legowo 4:1 Biasa

Pemupukan (kg/ha)  N (Urea)  P (SP36  K (KCl)  BWD (150 kg)  50 kg  50 kg  Rekom (200 kg)  100 kg  75 kg  Petani (200 kg)  Petani (100 kg)  Petabi (25 kg) Pupuk organik Jerami

dikembalikan

- -

Pengairan Cara petani Cara petani Cara petani

PHT PHT Cara petani Cara petani

Komponen hasil

Jumlah malai/m2 408 a 388 a 314 b

Jumlah gabah/malai 125,1 a 116,8 a 102,0 b

Persentase bernas 91,2 a 92,6 a 87,4 b

Bobot 1000 biji (g) 26,32 ab 27,08 a 25,20 b

Hasil gabah (kg/ha) 6.738 a 6.321 a 4.648 b

Bukik Gombak (Kabupaten Tanah Datar)

Varietas Btg. Lembang Btg. Lembang IR42

Pengolahan tanah 2xbajak, 1xgaru 2xbajak, 1xgaru 2xbajak, 1xgaru

Umur bibit 15 hari 21 hari 21 hari

Jumlah bibit 2-3 btg/rumpun 4-6 btg/rumpun 6-10 btg/rumpun

Sistem tanam Legowo 4:1 Legowo 4:1 Biasa

Pemupukan  N (Urea)  P (SP36  K (KCl)  BWD (150 kg)  75 kg  50 kg  Rekom (200 kg)  100 kg  75 kg  Petani (200 kg)  Petani (100 kg)  Petabi (25 kg) Pupuk organik Jerami

dikembalikan

- -

Pengairan Cara petani Cara petani Cara petani

PHT PHT Cara petani Cara petani

Komponen hasil

Jumlah malai/m2 416 a 430 a 349 b

Jumlah gabah/malai 116,2 ab 123,8 a 101,5 b

Persentase bernas 89,4 a 91,5 a 88,9 a

Bobot 1000 biji (g) 27,20 a 27,38 a 24,92 b

Hasil gabah (kg/ha) 7.168 a 7.247 a 6.064 b

Angka-angka pada masing-masing baris pengamatan diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 UBD.

(9)

Agar VUB Batang Lembang ini dapat berkembang dengan baik di Propinsi Sumatera Barat, perlu didukung oleh teknologi budidaya yang spesifik, antara lain: (1) umur bibit, (2) jumlah bibit, dan (3) cara tanam, atau melaksanakan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Umur bibit yang disarankan adalah berkisar 15-20 hss dengan jumlah bibit maksimum 7 batang per rumpun. Sementara itu, cara tanam yang dianjurkan adalah shafter karena mampu meningkatkan hasil gabah VUB Batang Lembang sekitar 25,45-28,87% dibanding cara petani.

Penerapan paket teknologi produksi Model PTT meningkatkan hasil gabah VUB Batang Lembang berturut-turut sebesar 44,9% dan 18,6% di Sicincin dan di Bukik Gombak dibanding paket/cara Petani. Di Sicincin, paket teknologi produksi Model PTT memberikan keuntungan Rp.7.841.520/ha/MT (R/C=2,99) dan di Bukik Gombak, sebesar Rp.8.058.328/ha/MT (R/C=2,95).

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, S., R. Munir, Z. Hamzah, S. Zen, dan A. Kanufi. 2000. Laporan Tahunan Hasil Pengkajian Intensifikasi Padi Sawah Dalam Pola Labor Lapang. BPTP Sukarami; 116 hlm.

2. Abdullah, S. 2000. Teknologi P-starter dengan system tanam legowo (shaf) pada budidaya padi sawah. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Buku I. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Bogor; 76-81 hlm.

3. Abdullah, S. 2004. Pengaruh perbedaan jumlah dan umur bibit terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Dalam Lamid, Z., et al. (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Penerapan Agroinovasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Sukarami, 10-11 Agustus 2004; 154-161 hlm.

4. Abdullah, S., Atman, dan M. Nasri. 2005. Kajian paket teknologi padi sawah dengan varietas unggul baru (VUB) Batang Lembang. Dalam Lamid, et al.

(penyunting). Prosiding Seminar Nasional

Akselerasi Pembangunan Pertanian Melalui penguatan Sistem Perbenihan dan teknologi Pendukung. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor; 324-335 hlm.

5. Asyiardi dan Atman. 2005a. Pengaruh jumlah bibit terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah varietas Batang Lembang. Laporan Akhir BPTP Sumatera Barat (unpublished); 9 hlm.

6. Asyiardi dan Atman. 2005b. Pengaruh teknologi shafter terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah varietas Batang Lembang. Dalam Lamid, et al. (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian Melalui penguatan Sistem Perbenihan dan teknologi Pendukung. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor; 309-314 hlm.

7. Asyiardi dan Atman. 2006. Pengaruh umur bibit pada varietas padi sawah Batang Lembang. Laporan Akhir BPTP Sumatera Barat (unpublished); 8 hlm.

8. Atman. 2007. Teknologi budidaya padi sawah varietas unggul baru Batang Piaman. Jurnal Ilmiah Tambua Universitas Mahaputra Muhammad Yamin, Solok Sumatera Barat. Vol. VI. No. 1. Januari-April 2007;58-64 hlm.

9. Bahagiawati dan I.N. Oka. 1987. Perkembangan biotipe wereng coklat (Nilaparvata lugens Stall) di Indonesia. Dalam Sujitno, et al. (penyunting). Wereng coklat. Edisi Khusus I Balittan Bogor. 10. Balitpa. 2000. Kinerja Penelitian Balai

Penelitian Tanaman Padi. Bahan Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian, 22-24 Mei 2000 di Cisarua Bogor.

11. Balitpa. 2003. Laporan Tahunan 2003. Balai Penelitian Padi Sukamandi Jawa Barat; 90 hlm.

12. BPTP Sumbar. 2004. Paket Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Propinsi Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat; 31 hlm.

13. Chairunas. 2005. pengaruh pupuk fosfat alam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Jurnal Ilmiah Tambua Universitas Mahaputra Muhammad Yamin, Solok Sumatera Barat. Vol. IV. No. 2. Agustus 2005;81-85 hlm.

(10)

14. De Datta, S.K. 1981. Pronciples and Practices of Rice Production. Jhon Willey and Sons, New York. 618 p.

15. Deptan. 2003. Laporan Akhir Pemetaan Produktivitas dan Stabilitas Komoditas Pertanian Propinsi Sumatera Barat. Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat jendral Departemen Pertanian Jakarta. 80 hlm.

16. Dipertahorti. 2004. Bahan diskusi Dinas pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat dengan peneliti BPTP Sumatera Barat di BPTP Sumatera Barat, 2 Februari 2005.

17. Fagi, A.M. 2004. Penelitian padi menuju revolusi hijau lestari. Dalam Makarim, A.K., et al. (Penyunting). Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor; 63-65 hlm.

18. Gani, A. 2003. Sistem intensifikasi padi (System of Rice Intensification). Pedoman Praktis Bercocok Tanam Padi Sawah dengan Sistem SRI; 6 hlm.

19. Harahap, Z dan T.S. Silitonga. 1993. Perbaikan varietas padi. Hal 335-361.

Dalam : Ismunadji et al (eds). Padi Buku 2.

Pusat Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 20. IRRI. 1979. Annual report for 1978.

International Rice Research Institute. Los Banos, Phillippines; 478 p.

21. Kartaatmadja, S. dan A.M. Fagi. 2000. Pengelolaan tanaman terpadu, Konsep dan Penerapan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV; 75-79 hlm.

22. Kartaatmadja, S., A.K. Makarim, dan A.M. Fagi. 2000. Integrated crop management an approach for sustainable rice production. AARD Jakarta. 14 p (unpublished).

23. Kasim, M. 2004. Manajemen penggunaan air. Meminimalkan penggunaan air untuk meningkatkan produksi padi sawah melalui Sistem Intensifikasi padi (The System of Rice Intensification, SRI). Makalah Pengukuhan Guru Besar pada Universitas Andalas Padang.

24. Las, I., I.N. Widiarta, dan B. Suprihatno. 2004. Perkembangan varietas dalam

perpadian nasional. Dalam Makarim, et al. (penyunting). Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor: 1-26 hlm.

25. Puslitbangtan. 1993. Deskripsi varietas unggul padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. 26. Ridwan dan R. Munir. 2004. Pengaruh

umur dan jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah sistem tanam pindah. Jurnal Ilmiah Tambua Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Vol. III, No. 3, Desember 2004;137-140 hlm.

27. Yulianto, B.O. 1972. The chemical basis of rice grain quality. In Proc. Workshop Chemical Aspects of Grain Quality. International Rice Research Institute. Los Banos, Phillippines; p. 69-90.

28. Zen, S., H. Bahar, Dasmal, Taufik, dan Maizir. 2000. Pengkajian varietas/galur padi sawah spesifik selera konsumen Sumatera Barat. Laporan Akhir Kegiatan pengkajian BPTP Sukarami tahun 2000. 34 hlm.

29. Zen, S., H. Bahar, Dasmal, F. Artati, Atman, Ardimar, Aswardi, Adrizal, dan Aan Daradjat. 2004. Batang Piaman dan Batang Lembang padi sawah potensial preferensi Konsumen Sumatera Barat. Dalam Bamualim, et al. (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Kontribusi Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan pertanian Sumatera Barat. Sukarami, 26-27 Januari 2004. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Bogor; 95-107 hlm.

30. Zen, S. 2007. Penyebaran varietas unggul dan produktivitas padi sawah di Propinsi Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah Tambua Universitas Mahaputra Muhammad Yamin, Solok Sumatera Barat. Vol. VI. No. 1. Januari-April 2007;72-78 hlm.

31. Uphoff, N. 1999. What can be learned from the system of rice intensification in Madagascar, About meeting future food needs. Cornell University, USA. 29 p. (unpublished).

Gambar

Tabel 1. Deskripsi VUB Batang Lembang.
Tabel 2.  Pengaruh umur bibit terhadap berat 1000 biji, persentase gabah bernas, jumlah gabah  per malai, jumlah anakan produktif, dan hasil gabah kering giling (GKG) pada padi  sawah varietas Batang Lembang
Tabel 3.   Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai,  jumlah  gabah  per  malai,  berat  1000  biji,  persentase  gabah  bernas,  dan  hasil  gabah  padi sawah varietas Batang Lembang
Tabel 4.   Pengaruh  teknologi  shafter  terhadap  komponen  hasil,  hasil  gabah  kering  panen  (GKP),  dan  peningkatan hasil  padi sawah varietas Batang Lembang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Reduktor adalah 6at (an' mereduksi 6al lain dalam suatu reaksi redoks+ dan 6at itu sendiri men'alami oksidasi. ksidator adalah 6at (an' men'oksidasi 6at lain dalam suatu

Gambar 6. Use Case Diagram Sistem Apotek Farmasi.. Gambar 6 menjelaskan tentang gambaran sistem dalam bentuk use case. Terdapat beberapa aktor yang terlibat didalam use

Hal inilah yang mendorong Penulis untuk mengangkat “Pertanggungjawaban Pidana Pengatur Lalu Lintas Udara Sipil Atas Kecelakaan Pesawat Terbang Dalam Perspektif Undang-Undang RI

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Melalui tangan guru akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, keahlian,

Model yang diusulkan pada penelitian ini berdasarkan state of the art tentang prediksi hasil pemilihan umum adalah dengan menerapkan neural network untuk

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cuevas, Aura et al ((2010) yang menemukan bahwa mencuci tangan sebelum dan setelah defekasi dan mencuci

(UJI NORMALITAS AKHIR) Perpustakaan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap tanggung jawab dan prestasi belajar materi peristiwa sekitar proklamasi melalui teknik Quiz Team. Jenis penelitian