• Tidak ada hasil yang ditemukan

jumlah. Hal ini senada dengan Al-Ghula>yani (2009: 8-9) yang membedakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "jumlah. Hal ini senada dengan Al-Ghula>yani (2009: 8-9) yang membedakan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

52

Penelitian ini memfokuskan objek kajiannya pada tamyi>z (distinctive). Suatu kata dapat berperan sebagai tamyi>z (distinctive) apabila terangkai dengan kata yang lain dalam suatu kalimat. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai bentuk penerjemahan tamyi>z pada suatu kalimat dengan menguraikan kalimat tersebut berdasarkan pola struktur dan jenis kalimatnya. Dengan menjelaskan mengenai kalimat tersebut, dapat diketahui pula peranan tamyi>z tersebut sebagai salah satu pengisi fungsi dalam sebuah kalimat.

Dalam bahasa Arab, kalimat diistilahkan dengan jumlah dan kalam. Lebih detail Asrori (2004: 95) menyepadankan kalimat dengan kalam dan klausa dengan jumlah. Hal ini senada dengan Al-Ghula>yani (2009: 8-9) yang membedakan antara istilah jumlah dan kalam. Menurutnya jumlah –disebut juga dengan istilah murakkab isnady- adalah konstruksi yang terdiri atas S dan P. Sedangkan kalam adalah konstruksi yang terdiri dari S dan P, mengandung makna yang utuh dan dapat berdiri sendiri. Hamid (2010: 16) juga memberikan definisi kalam, menurutnya kalam adalah suatu lafadz yang tersusun dari dua kata atau lebih, memiliki makna yang sempurna dengan pengucapan sesuai dengan bahasa Arab. Adapun Ni‘mah (2008: 19) membagi jumlah menjadi jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah. Jumlah ismiyyah (kalimat nominal) adalah kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan khabar. Sedangkan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal) adalah kalimat yang tersusun dari fi’l (verba) dan fa>’il (subjek) dan na>ibu fa>’il.

(2)

Adapun pengertian tamyi>z adalah ism naki>rah (nomina indefinit) yang ber-i’ra>b manshu>b (akusatif) yang disebutkan setelah kalimat sempurna dengan tujuan untuk menjelaskan maksud dari kata sebelumnya yang belum jelas (Ghani, 2010: 479; Hamid, 2008: 249; Ni‘mah, 2008: 85). Ketiga ahli tersebut membagi tamyi>z menjadi dua, yaitu tamyi>z malfu>zh dan tamyi>z malchu>zh. Tamyi>z malfu>zh dibagi menjadi tiga, yaitu asma>ul a‘da>d (nomina-nomina penunjuk bilangan), asma>ul maqa>di>r (nomina-nomina penunjuk ukuran), asyba>hul maqa>di>r (hal yang menyerupai ukuran). Adapun tamyi>z malchu>zh juga dibagi menjadi tiga, yaitu muchawwal ’an fa>’il (sebagai pengganti subjek), muchawwal ’an maf’u>l (sebagai pengganti objek), muchawwal ’an mubtada’ (sebagai pengganti mubtada’/ subjek).

Pada penelitian buku At-Tibyān fi> Ādābi Chamalatil-Qur’a>n (TACQ) telah ditemukan 39 data tamyi>z. Adapun dari 39 data tersebut terdiri dari 33 tamyi>z malfu>zh berupa asma>ul a‘da>d (nomina-nomina penunjuk bilangan) dengan prosentase 84,62%, 5 tamyi>z malchu>zh muchawwal ’an mubtada’ (sebagai pengganti subjek) dengan prosentase 12,82%, dan 1 tamyi>z malchu>zh muchawwal ’an maf’u>l (sebagai pengganti objek) dengan prosentase 2,56%.

(3)

Prosentase tiga jenis tamyi>z tersebut dapat dilihat pada diagram 2.1. berikut.

Diagram 2.1. Jenis Tamyi>z dalam buku TACQ

Pada bab ini, peneliti akan membahas mengenai bentuk-bentuk penerjemahan tamyi>z dalam buku TACQ dan terjemahannya, yaitu At-Tibyān Adab Penghafal Al-Qur`an dan menganalisis kedudukan tamyi>z tersebut sebagai pengisi salah satu pengisi fungsi dalam sebuah kalimat berdasarkan teori Burdah (2004: 85-98) tentang persoalan gramatikal mengenai penerjemahan kalimat. Burdah (2004: 85-89) membagi kalimat berdasarkan strukturnya menjadi kalimat sederhana yang terdiri dari S+P, kalimat lengkap yang terdiri dari S+P+O atau S+P+O+K, dan kalimat kompleks meliputi sifat berupa kalimat, jeda/sampiran, kalimat syarat, dan kalimat dengan struktur kalimat berupa kalimat. Adapun sebagai tambahan teori dalam analisis, peneliti juga menggunakan teori Asrori (2004: 83-88) tentang jenis klausa berdasarkan kehadiran dan urutan fungtornya

84,62%

12,82% 2,56%

Jenis Tamyi>z dalam Buku TACQ

Tamyi>z Asma>ul A‘da>d (84,62%)

Tamyi>z Muchawwal ‘An Mubtada' (12,82%) Tamyi>z Muchawwal ‘An Maf‘u>l (2,56%)

(4)

ditambah dengan teori menurut Al-Farisi (226-239) tentang ragam kalimat. Adapun dalam pembahasan bab ini diuraikan berdasarkan jenis tamyi>z yang ada di dalam data kalimat kemudian diuraikan bentuk-bentuk terjemahannya berdasarkan teori tersebut. Berikut tabel 2.1. Bentuk dan jenis kalimat yang mengandung tamyi>z.

No. Jenis Tamyi>z dalam Kalimat Bentuk BSu Bentuk BSa

1. Tamyi>z Asma>ul A‘da>d P+S S+P

S+P S+P S+P+K S+P+O+K P+O S+P+O P+S+K+O K+P+O P+S+K+O FRASA Sifat berupa kalimat Sifat berupa kalimat Kalimat yang memiliki jeda/sampiran (mu‘taridhah) Menghapus jeda/sampiran (mu‘taridhah) Kalimat Syarat Kalimat Syarat Kalimat dengan bagian struktur berupa kalimat Kalimat dengan bagian struktur berupa kalimat

2. Tamyi>z Muchawwal ’an

Mubtada’ Kalimat Interogatif Kalimat Interogatif Kalimat dengan bagian struktur berupa kalimat Kalimat dengan bagian struktur berupa kalimat Kalimat Majemuk Kalimat Majemuk

S+P+K S+P+K

K+P+S+K K+S+P+K

3. Tamyi>z Muchawwal ’an Maf‘u>l P+S+O S+P+O Tabel 2.1. Bentuk dan Jenis Kalimat yang Mengandung Tamyi>z

(5)

Adapun mengenai bentuk penerjemahan tamyi>z (distinctive) dan perannya dalam sebuah kalimat, terlihat pada tabel 2.2. berikut.

NO Tamyi>z (Distinctive) Terjemahan Bentuk Fungsi BSa

Tamyi>z Malchu>zh Muchawwal ‘An Mubtada’ 1.

اًذْخَأ ُرَ ثْكَأ

lebih banyak

hafalan

Frasa Nominal Subjek 2.

ًة َر ْه ُش ل َق َأ َو ا ن س ُه ْن م َر َغ ْص َأ

ًح َل َص َو ا ًب َس َن َو

lebih muda umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya

Frasa Nominal Pelengkap Predikat

3.

ا ًت ل َف َ ت د َش َأ

Lebih cepat lepas Frasa Verbal Predikat 4.

ا ًر ْ ي ث ْأ َت د َش َأ َو

Lebih

memengaruhi

Frasa Verbal Keterangan 5.

ا ًن َذ َأ دَشَأ

Sangat senang

mendengarkan

Frasa Verbal Pelengkap Predikat Tamyi>z Malchu>zh Muchawwal ‘An Maf‘u>l

6.

ا ًت ْو َص َنَسْحَأ

Lebih bagus suaranya

Frasa Nominal Pelengkap Objek Tamyi>z Malfu>zh Asma>ul A‘da>d (mumayyaz+tamyi>z)

7.

لا َي َل ر ْش َع

Sepuluh hari Frasa Numeralia Keterangan 8.

تا َم َت َخ نا ََث

Delapan kali Frasa Numeralia Subjek 9.

تا َم َت َخ َث َل َث

Tiga kali Frasa Numeralia Subjek 10.

تا َم َت َخ َث َل َث

Tiga kali Frasa Numeralia Pelengkap

Objek 11.

تا َم َت َخ َع َب ْر َأ

Empat kali Frasa Numeralia Pelengkap

Objek 12.

تا َم َت َخ َع َب ْر َأ

Empat kali Frasa Numeralia Keterangan 13.

تيآ ر ْش َع

Sepuluh ayat Frasa Numeralia Keterangan 14.

ة َيآ ة َئا م

Seratus ayat Frasa Numeralia Katerangan 15.

ة يآ ف ْل َأ

Seribu ayat Frasa Numeralia Keterangan 16.

ه ُج ْو َأ ُة َث َل َث

Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 17.

َع ضا َو َم ة َث َل َث

Tiga tempat Frasa Numeralia Keterangan 18.

تا ر َم َث َلَث

Tiga kali Frasa Numeralia Keterangan 19.

ًة َر ْو ُس َنْي رْش ع

Dua puluh surat Frasa Numeralia Objek

(6)

20.

تا َت َك َس َعَبْرَأ

Empat tempat Frasa Numeralia Frasa 21.

ًة َد ْج َس َة َر ْش َع َعَبْرَأ

Empat belas ayat Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 22.

ًة َد ْج َس َةَرْشَع َعَبْرَأ

dihapus dihapus

23.

ًة َد ْج َس َةَرْشَع َسَْخَ

Lima belas ayat sajdah

Frasa Numeralia Pelengkap Predikat 24.

ه ُج ْو َأ ُةَث َلَث

Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 25.

ه ُج ْو َأ ُةَث َلَث

Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 26.

تا ر َم َث َلَث

dihapus dihapus

27.

ه ُج ْو َأ ُةَث َلَث

Tiga pandangan Frasa Numeralia Objek 28.

ك َل َم ف َلَآ ُةَعَ بْرَأ

Empat ribu

malaikat

Frasa Numeralia Pelengkap Predikat 29.

تا ر َم َث َلَث

Tiga kali Frasa Numeralia Keterangan 30.

تا َع َكر ث َلَث

Tiga rakaat Frasa Numeralia Keterangan 31.

تا ر َم َث َلَث

Tiga kali Frasa Numeralia Keterangan 32.

خ َس ُن َعَبْرَأ

Empat mushaf Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 33.

َف حا َص َم َةَعْ بَس

Tujuh mushaf Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 34.

تا َغ ُل ُث َلَث

Tiga cara

pelafalannya

Frasa Numeralia Pelengkap Predikat 35.

ه ُج ْو َأ ُةَث َلَث

Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 36.

ه ُج ْو َأ ُةَث َلَث

Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap

Predikat 37.

تا َغ ُل ُعَبْرَأ

Empat variasi

bahasa

Frasa Numeralia Pelengkap Predikat 38

ه ُج ْو َأ ُةَث َلَث

Tiga variasi

pengucapan

Frasa Numeralia Pelengkap Predikat 39.

ًلَ ْو َ ق َْيْ ث َلَث

Tiga puluh

pendapat

Frasa Numeralia Subjek

Tabel 2.2. Bentuk Penerjemahan Tamyi>z (distinctive)

Pada tabel 2.2. di atas terlihat bahwa tamyi>z malfu>zh asma>ul a‘da>d (mumayyaz + tamyi>z) memiliki data sebanyak 33 data. Dari 33 data tersebut, 31 data diterjemahkan dalam bentuk frasa numeralia dan 2 data tidak diterjemahkan. Adapun kedudukannya dalam kalimat; 3 tamyi>z sebagai pengisi fungsi objek, 13

(7)

tamyi>z sebagai pengisi fungsi pelengkap predikat, 2 tamyi>z sebagai pengisi fungsi objek, 2 tamyi>z sebagai pengisi fungsi pelengkap objek, 10 tamyi>z sebagai pengisi fungsi keterangan, dan 1 tamyi>z sebagai frasa.

Adapun tamyi>z malchu>zh muchawwal ‘an mubtada’ terdapat 5 data. Dari 5 data tersebut, 2 data diterjemahkan dalam bentuk frasa nominal, dan 3 data diterjemahkan dalam bentuk frasa verbal. Adapun kedudukannya dalam kalimat; 1 tamyi>z sebagai pengisi fungsi subjek, 1 tamyi>z sebagai pengisi fungsi predikat, 1 tamyi>z sebagai pengisi fungsi keterangan, dan 2 tamyi>z sebagai pengisi fungsi pelengkap predikat.

Kemudian tamyi>z malchu>zh muchawwal ‘an maf‘u>l terdapat 1 data. Tamyi>z tersebut diterjemahkan dalam bentuk frasa nominal dan berkedudukan sebagai pengisi fungsi pelengkap objek dalam kalimat.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tamyi>z (distinctive) dalam buku TACQ diterjemahkan dalam bentuk frasa nominal, frasa verbal, dan frasa numeralia. Adapun peran tamyi>z ini dalam sebuah kalimat adalah sebagai pengisi fungsi subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap predikat, pelengkap objek, dan frasa.

Adapun penjelasan mengenai bentuk penerjemahan tamyi>z dan perannya sebagai pengisi fungsi dalam sebuah kalimat dapat dilihat pada analisis berikut ini.

A. Kalimat yang Mengandung Tamyi>z Asma>ul A‘da>d (Nomina-nomina

Penunjuk Bilangan)

Dalam data penelitian, terdapat 33 data kalimat yang mengandung tamyi>z asma>ul a‘da>d. Adapun bentuk-bentuk penerjemahannya adalah sebagai berikut.

(8)

1. Pola Kalimat P+S dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

َةَفْ ي نَح وُبَأ َلاَقَو

:

َةَرْشَع َعَبْرَأ َي ه

َس

ْج

َد ًة

اًضْيَأ

Wa qa>la abu> chani>fata: hiya arba‘a ‘asyrata sajdatan aidhan (An-Nawawi, 2014: 167).

BSa :

Abu Hanifah [S] juga berpendapat [P] ada empat belas [Pel] (Hauro’, 2014: 139).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah (kalimat nomina) memiliki pola P+S. Penerjemah mengubah bentuk kalimat BSu dengan pola P+S menjadi pola S+P dalam BSa. Klausa

“ َةَفْ ي نَح وُبَأ َلاَق”

qa>la abu> chani>fata merupakan susunan fi’l+fa>’il/ P+S yang diterjemahkan ke dalam BSa dengan mendahulukan subjeknya yaitu “Abu Hanifah” kemudian predikatnya yaitu “berkata”. Pengubahan bentuk ini merupakan keharusan agar terjemahan sesuai dengan kaidah dalam BSa. Kemudian kata

“ةَدْجَس”

sajdatun merupakan tamyi>z ber-i’rab manshu>b dengan harakat fathah untuk menjelaskan frasa

“ َةَرْشَع َعَبْرَأ”

arba‘a ‘asyrata ‘empat belas’, namun kata tersebut tidak diterjemahkan dalam BSa.

2. Pola Kalimat S+P dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

ُرْ ي هاَمَْلْاَو ي ع فا شلا ُهَلاَق ي ذ لا ُراَتْخُمْلاَف

:

َعَبْرَأ اَه نَأ

َع

ْش َر

َة

َس

ْج

َد ًة

Fal-mukhta>rul-ladzi> qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru: annaha> arba‘a ‘asyrata sajdatan (An-Nawawi, 2014: 167).

BSa :

Pendapat yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama [S]: ada [P] empat belas ayat [Pel] (Hauro’, 2014: 138).

(9)

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah (kalimat nominal) memiliki pola S+P. Subjek pada BSu adalah klausa

“ اَتْخُمْلاَف

ُر

ُرْ ي هاَمَْلْاَو ي ع فا شلا ُهَلاَق ي ذ لا”

Fal-mukhta>rul-ladzi> qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru berkedudukan sebagai mubtada’ dengan terjemahan “Pendapat yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama”. Sedangkan predikat kalimat di atas adalah klausa

“ ًةَدْجَس َةَرْشَع َعَبْرَأ اَه نَأ”

annaha> arba‘a ‘asyrata sajdatan berkedudukan sebagai khabar dengan terjemahan “ada empat belas ayat”. Tamyi>z dalam kalimat tersusun bersama mumayyaz-nya sehingga membentuk frasa numeralia yaitu

“ ًةَدْجَس َةَرْشَع َعَبْرَأ”

arba‘a ‘asyrata sajdatan ‘empat belas ayat’. Frasa numeralia ini menduduki posisi khabar inna pada salah satu klausa kalimat tersebut atau pelengkap predikat kalimat di atas.

Peneliti juga menemukan perubahan bentuk penerjemahan pada salah satu klausa yang ada dalam kalimat tersebut. Klausa “

ُرْ ي هاَمَْلْاَو ي ع فا شلا ُهَلاَق”

qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru merupakan klausa dengan pola P+O+S yang diterjemahkan menjadi klausa pasif yaitu “dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama”. Klausa ini mengisi fungsi pelengkap subjek dalam kalimat di atas.

3. Pola Kalimat S+P+K dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P+O+K dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

ب تاَكْلا ُنْب ا َناَك

ُهْنَع ُللها َي ضَر

-

راَه نلا ب ُم تَْيَ

َأ ْر

َب َع

َخ َت

َم

تا

,

لْي للا بَو

َأ ْر

َب َع

َخ َت

َم

تا

Ka>na Ibnul-Ka>tib –radhiyalla>hu <<<<<<<< ‘anhu – yakhtimu bin-naha>ri arba‘a khatama>tin wa bil-laili arba‘a khatama>tin (An-Nawawi, 2014: 100).

(10)

BSa :

Ibnul-Ka>tib -radhiyalla>hu ‘anhu- [S] mengkhatamkan [P] al-Qur’an [O] empat kali pada waktu siang [K1] dan empat kali pada waktu malam [K2] (Hauro’, 2014: 54 ).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah (kalimat nominal) memiliki pola S+P+K, terlihat nama

-

ُهْنَع ُللها َي ضَر

ب تاَكْلا ُنْب ا

Ibnul-Ka>tib -radhiyalla>hu ‘anhu- berkedudukan sebagai ism inna/ subjek dan

“ َْيَ

ُم ت ”

yakhtimu ‘mengkhatamkan’ berkedudukan sebagai khabar inna/ predikat. Kemudian kata

“ َتَخ

تاَم ”

khatama>tun ‘kali’ beri’rab majru>r karena mudha>f ilaih merupakan tamyi>z untuk menjelaskan kata

“ َبْرَأ

ع ”

arba‘u ‘empat’. Dalam kalimat tersebut, tamyi>z dan mumayyaz-nya membentuk frasa numeralia

تاَمَتَخ ”

عَبْرَأ

arba‘u khatama>tin ‘empat kali’ berkedudukan sebagai maf”u>l muthlaq/keterangan. Dalam penerjemahannya ke dalam BSa, penerjemah menambahkan objek yaitu kata “al-Qur’an” sehingga bentuk penerjemahan kalimat tersebut menjadi berpola S+P+O+K.

4. Pola Kalimat P+O dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P+O dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

َنْي رْش ع َرَكَذَف

ُس ْو

َر ًة

ل صَفُمْلا َن م

Fadzakara ‘isyri>na su>ratan minal-mufashshali (An-Nawawi, 2014: 160).

BSa :

Kemudian ia [S] menyebutkan [P] dua puluh surat mufashal [O] (Hauro’, 2014: 131 ).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal) memiliki pola P+O. Kalimat dengan pola P+O pada dasarnya memiliki pola S+P+O yang mengalami pelesapan S (Asrori, 2004: 87). Dalam bahasa Arab, subjek yang mengalami pelesapan tersebut dikenal dengan istilah

(11)

dhamir mustatir. Pada BSu terdapat verba

“ َرَكَذ”

dzakara ‘menyebutkan’. Verba tersebut sekaligus mengandung dhamir

“وه”

huwa ‘ia’ (pronomina III tunggal) sehingga penerjemahan menambahkan dalam BSa sebuah pronomina “ia” yang berkedudukan sebagai subjek. Dengan demikian, pola kalimat dalam BSa menjadi S+P+O. Pada kalimat tersebut, tamyi>z dan mumayyaz-nya membentuk frasa numeralia

ًةَرْوُس َن ”

ْوُرْش ع

‘isyru>na su>ratan ‘dua puluh ayat’ berperan sebagai pengisi fungsi maf’u>l bih/ objek.

5. Pola Kalimat P+S+K+O dalam BSu Menjadi Pola Kalimat K+P+O dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

ث َلَث ب َرَ تْوَأ ْنَم ُأَرْقَ يَو

َكر

َع

تا

َلَْوُْلْا ةَعْك رلا فِ

(

ىَلْعَْلْا َكِّبَر َمْسا حِّبَس

)

Wa yaqra’u man autara bitsala>tsi raka‘a>tin fi’r-rak‘atil-u>la (sabbichisma rabbikal-‘a‘la>) (An-Nawawi, 2014: 204). BSa :

Ketika melaksanakan shalat witir tiga rakaat, rakaat pertama [K] membaca [P] surah Al-A‘la> [O] (Hauro’, 2014: 182 ).

Pada data di atas, kalimat BSu merupakan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal) memiliki pola P+S+K+O. Verba

“ ْقَ ي

ُأَر ”

yaqra’u berkedudukan sebagai predikat, frasa

“ َرَ تْوَأ ْنَم”

man autara berkedudukan sebagai subjek, jar majru>r

َلَْوُْلْا

ةَعْك رلا

فِ تاَعَكر ث َلَث ب

bitsala>tsi raka‘a>tin fi’r-rak‘atil-u>la berkedudukan sebagai keterangan, dan potongan ayat

)

ىَلْعَْلْا َكِّبَر َمْسا حِّبَس

(

berkedudukan sebagai objek. Adapun dalam terjemahannya, penerjemah menghilangkan subjek kalimat tersebut dan meletakkan keterangan di awal kalimat, sehingga bentuk penerjemahan kalimat BSu tersebut menjadi berpola K+P+O sebagaimana terlihat pada rincian terjemahan di atas, yaitu “Ketika

(12)

melaksanakan shalat witir tiga rakaat, rakaat pertama [K] membaca [P] surah Al-A‘la> [O]”.

Pada kalimat tersebut, bentuk penerjemahan tamyi>z berupa frasa numeralia

تاَعَكر ”

ث َلَث

tsala>tsu raka‘a>tin ‘tiga rakaat’ terangkai dengan harf jar

“ب”

bi sehingga berkedudukan sebagai jar majru>r atau keterangan.

6. Pola Kalimat P+S+K+O dalam BSu Menjadi Frasa dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

َعَبْرَأ َتُكْسَي ْنَأ ة ي رْهَْلْا ة َل صلا فِ ماَم ْلْ ل بَحَتْسُي

َس

َك َت

تا

ماَي قْلا لاَح فِ

Yustachabbu lil’ima>mi fi’sh-shala>til-jahriyyati an yaskuta arba‘a sakata>tin fi> cha>lil-qiya>mi (An-Nawawi, 2014: 162).

BSa :

Empat tempat imam diam sejenak (Hauro’, 2014: 133).

Pada data di atas, kalimat BSu merupakan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal) memiliki pola P+S+K+O. Verba

“ بَحَتْسُي”

Yustachabbu merupakan fi’l majhu>l (verba pasif) yang berposisi sebagai predikat dengan mengikuti wazan

لعفتس

ي

لعفتسا

ustuf‘ila - yustaf‘alu yang berarti ‘diutamakan’ (Munawwir, 1997: 229). Kemudian frasa

“ ماَم ْلْ ل”

lil’ima>mi merupakan jar majru>r yang menduduki posisi na>ibul fa>‘l atau subjek. Adapun frasa

“ ة َل صلا فِ

ة ي رْهَْلْا”

fi’sh-shala>til-jahriyyati merupakan jar majru>r yang berkedudukan sebagai keterangan dan frasa

“ َتُكْسَي ْنَأ”

an yaskuta merupakan mashdar muawwal yang berkedudukan sebagai objek. Adapun tamyi>z terdapat pada frasa numeralia yaitu

تاَتَكَس ”

ُعَبْرَأ

arba‘u sakata>tin menduduki posisi pelengkap bagi objek. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa kalimat dalam BSu merupakan kalimat lengkap karena telah memiliki semua unsur

(13)

pengisi fungsi dalam sebuah kalimat. Adapun penerjemah menerjemahkan kalimat lengkap tersebut menjadi sebuah frasa dalam BSa. Frasa adalah satuan gramatikal/ sintaksis yang berupa gabungan beberapa kata yang bersifat nonpredikatif (Chaer, 2007: 222; Alwi, 2003: 312). Hal ini terlihat pada hasil terjemahannya yaitu “Empat tempat imam diam sejenak” tidak memiliki unsur predikasi. Frasa pada BSa tersebut merupakan frasa numeralia yang mengalami perluasan. Dengan demikian, bentuk penerjemahan tamyi>z dalam BSa adalah berupa frasa numeralia yang berkedudukan sebagai frasa inti.

7. Penerjemahan Sifat Berupa Kalimat

Sifat berupa kalimat adalah apabila dalam suatu kalimat terdapat satu bagian yang memiliiki sifat berupa kalimat, bukan berupa kata atau frasa. Penanda bahwa kalimat tersebut merupakan sifat adalah dengan didahului ism maushu>l pada untuk mensifati kata ma‘rifat dan tidak didahului ism maushu>l untuk mensifati kata nakirah (Burdah, 2004: 91). Adapun bentuk penerjemahan sifat berupa kalimat terdapat pada data berikut.

BSu :

ُرْ ي هاَمَْلْاَو ي ع فا شلا ُهَلاَق ي ذ لا ُراَتْخُمْلاَف

:

َعَبْرَأ اَه نَأ

َع

ْش َر

َة

َس

ْج

َد ًة

Fal-mukhta>rul-ladzi> qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru: annaha> arba‘a ‘asyrata sajdatan (An-Nawawi, 2014: 167).

BSa :

Pendapat yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama [S]: ada [P] empat belas ayat [Pel] (Hauro’, 2014: 138). Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah (kalimat nomina) memiliki pola S+P. Subjek pada kalimat tersebut adalah kata

“ ُمْلا

ُراَتْخ ”

al-mukhta>ru ‘pendapat yang dipilih’. Kata tersebut merupakan kata ma‘rifat yang memiliki sifat berupa kalimat dengan didahului ism maushu>l

(14)

“ ذ لا

ي ”

al-ladzi> ‘yang’ untuk menghubungkan dengan sifatnya berupa kalimat

ُرْ ي هاَمَْلْاَو ي ع فا شلا ُهَلاَق”

qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru ‘dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama’. Tamyi>z dalam kalimat tersusun bersama mumayyaz-nya sehingga membentuk frasa numeralia yaitu

“ ًةَدْجَس َةَرْشَع َعَبْرَأ”

arba‘a ‘asyrata sajdatan ‘empat belas ayat’. Frasa numeralia ini menduduki posisi khabar inna pada salah satu klausa kalimat tersebut atau pelengkap predikat kalimat di atas.

Penerjemah menerjemahkan kalimat BSu dengan pola S+P juga dengan menyertakan sifat yang melekat pada subjek. Subjek pada kalimat BSa adalah “pendapat” dan sifatnya adalah “yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama”. Sifat yang melekat pada subjek ini juga merupakan kalimat karena sudah mengandung unsur predikasi berupa P+Pelengkap.

8. Penerjemahan Kalimat yang Memiliki Jeda/Sampiran (mu‘taridhah)

Jeda/ sampiran dalam sebuah kalimat ini bisa berupa frasa atau kalimat namun tidak berfungsi sebagai sifat dan tidak memiliki status gramatikal lain dalam kalimat utama sehingga disebut sebagai mu‘taridhah yang berarti penghalang (Burdah, 2004: 92). Adapun bentuk penerjemahan kalimat yang memiliki jeda terdapat pada contoh data berikut:

BSu :

َرَ ثْكَأ ُهُرْ يَغ َناَك ْن إَو

ُب لاَغْلا َوُه اَمَك

-

ُةَث َلَث هْي فَف

َأ ْو

ُج ه

Wa in ka>na ghairuhu aktsara –kama> huwal-gha>libu- fafi>hi tsala>tsatu aujuhin (An-Nawawi, 2014: 216).

BSa :

Namun apabila sedikit ada tiga pendapat (Hauro’, 2014: 198).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu memiliki mu‘taridhah berupa frasa yang terdapat pada tanda (-) yaitu

“ ُب لاَغْلا َوُه اَمَك”

kama> huwal-gha>libu .

(15)

Frasa tersebut tidak diterjemahkan oleh penerjemah dalam BSa karena tidak terlalu memengaruhi makna kalimat secara keseluruhan sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk penerjemahan kalimat yang memiliki jeda/sampiran adalah dengan cara melakukan penghapusan jeda/sampiran tersebut.

Adapun tamyi>z pada kalimat di atas adalah kata

“ ُجْوَأ

ه

” aujuhun

membentuk frasa numeralia dengan mumayyaz-nya, yaitu

“ ُةَث َلَث

هُجْوَأ ”

tsala>tsatu aujuhin ‘tiga pendapat’ berposisi sebagai mubtada’ muakhkhar.

9. Penerjemahan Kalimat Syarat

Kalimat syarat adalah dua kalimat/klausa atau lebih yang dihubungkan oleh kata sarana tertentu sebagai kata syarat atau yang semakna dengannya. Klausa pertama disebut sebagai syarat dan klausa kedua disebut sebagai jawab syarat (Burdah, 2004: 94; Al-Farisi, 2011: 236). Kalimat syarat mengandung kata-kata syarat, di antaranya adalah kata

امثيح

,

تىم

,

اذإ

,

نم

,

نإ

(in, idza>, mata>, man, chaitsuma>) dan terdapat kata jawab sebelum kalimat jawab yang berupa partikel

“ف”

fa yang diterjemahkan dengan “maka” atau “niscaya”. Adapun bentuk penerjemahan kalimat syarat terdapat pada contoh data berikut.

BSu :

َماَق ْنَم

ب َع

ْش

ر

تيآ

َْيْ ل فاَغْلا َن م ْبَتْكُي َْلَ

Man qa>ma bi‘asyri a>ya>tin lam yuktab minal-gha>fili>na (An-Nawawi, 2014: 107).

BSa :

Barang siapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat maka ia tidak dicatat sebagai orang lalai (Hauro’, 2014: 61).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jenis kalimat syarat karena terdapat kata syarat berupa

“ َم ْن”

man ‘barang siapa’ berkedudukan sebagai mubtada’/subjek. Penerjemah menambahkan kata “maka” dalam BSa

(16)

sehingga kalimat tersebut menjadi bentuk kalimat syarat pula dalam BSa. Tamyi>z dalam kalimat tersebut membentuk frasa numeralia yang terangkai dengan harf jar sehingga membentuk susunan jar majru>r sekaligus berfungsi sebagai keterangan dalam klausa syarat. Bentuk penerjemahan kalimat syarat ini terdiri dari klausa syarat dan jawab syarat. Klausa syarat adalah “Barang siapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat” dan klausa jawab dalam BSa adalah “maka ia tidak dicatat sebagai orang lalai”.

Pada data penelitian tamyi>z asma>ul a‘da>d ini terdapat 7 kalimat syarat dengan kata syarat berupa kata man ‘barang siapa’ dan in ‘jika’. Contoh penggunaan kata in ‘jika’ terdapat pada data berikut.

BSu :

ُةَث َلَث هْي فَف َلَْوُْلْ ل َدَجَس ْن إَو

َأ ْو

ُج ه

Wa in sajada lil’u>la fafi>hi tsala>tsatu aujuhin (An-Nawawi, 2014: 175).

BSa :

Jika ia sujud pada kali pertama maka ada tiga pendapat (Hauro’, 2014: 145).

Pada data kalimat di atas, bentuk kalimat syarat BSu sedikit berbeda dengan kalimat syarat sebelumnya. Selain pada kalimat tersebut terdapat kata syarat yaitu

“ ْن إ”

in ‘jika’ , terdapat pula kata jawab yang mengawali klausa syarat yaitu partikel

“ف”

fa yang diterjemahkan dengan “maka”. Kata “maka” yang terdapat dalam kalimat BSa bukan merupakan tambahan, tetapi merupakan hasil terjemahan dari BSu. Klausa syarat pada kalimat di atas adalah “Jika ia sujud pada kali pertama” sedangkan klausa jawabnya adalah “maka ada tiga pendapat”. Tamyi>z pada kalimat di atas membentuk frasa numeralia dengan mumayyaz-nya, yaitu

“ هُجْوَأ ُةَث َلَث”

tsala>tsatu aujuhin ‘tiga

(17)

pendapat’ berposisi sebagai mubtada’ muakhkhar klausa jawab atau sebagai predikat.

10. Penerjemahan Kalimat dengan Bagian Struktur Berupa Kalimat

Struktur kalimat yang dimaksud adalah fungsi dalam suatu kalimat antara lain: subjek, predikat, objek, dan keterangan. Bagian struktur berupa kalimat berarti salah satu pengisi fungsi kalimat tersebut berupa kalimat. Kalimat pengisi salah satu struktur yang dimaksud di sini adalah minimal berupa kalimat sederhana yang terdiri dari subjek dan predikat (Burdah, 2004: 97). Pada data penelitian, ditemukan kalimat yang mengisi fungsi objek. Objek yang berupa kalimat ini didahului oleh kata

“نأ

dan

نأ”

an dan anna. Adapun kalimat yang objeknya berupa kalimat terdapat pada contoh data berikut ini.

BSu :

ةَلْ ي للا فِ ُم تَْيَ َناَك ُه نَأ دوُواَد بَِأ نْب رْكَب وُبَأ ىَوَرَ ف

َث

َل

َث

َخ َت

َم

تا

Farawa> Abu> Bakribni Abi> Da>wu>d annahu ka>na yakhtimu fil-lailati tsala>tsa khatama>tin (An-Nawawi, 2014: 100).

BSa :

Abu Bakar bin Abu Daud [S] meriwayatkan [P] bahwa [O] ia mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali setiap malamnya [Pel] (Hauro’, 2014: 53).

Pada data data di atas, kalimat BSu merupakan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal) memiliki pola P+S+O. Predikat kalimat di atas adalah verba

“ىَوَر”

rawa> ‘meriwayatkan’ dan subjeknya adalah nama orang

“ بَِأ نْب رْكَب وُبَأ

دوُواَد”

Abu> Bakribni Abi> Da>wu>d ‘Abu Bakar bin Abu Daud’. Adapun objek kalimat di atas adalah berupa kalimat yaitu

“ تاَمَتَخ َث َلَث ةَلْ ي للا فِ ُم تَْيَ َناَك ُه نَأ”

annahu ka>na yakhtimu fil-lailati tsala>tsa khatama>tin ‘bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali setiap malamnya’. Objek kalimat ini dalam

(18)

BSu tersusun atas pola S+P+K dan diterjemahkan menjadi pola S+P+O+K dengan menambahkan kata al-Qur’an sebagai objek tambahan.

Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat di atas berupa frasa numeralia yaitu frasa

تاَمَتَخ

ُث َلَث

tsala>tsu khatama>tin ‘tiga kali’ dan menduduki posisi maf”u>l muthlaq/keterangan bagi kalimat objek atau sebagai pelengkap objek bagi kalimat di atas. Hasil terjemahan kalimat di atas dapat digolongkan ke dalam kalimat yang salah satu strukturnya berupa kalimat dengan perincian: Abu Bakar bin Abu Daud [S] meriwayatkan [P] bahwa [O] ia mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali setiap malamnya [Pel].

B. Kalimat yang Mengandung Tamyi>z Muchawwal ’an Mubtada’ (Sebagai

Pengganti Mubtada’)

Dalam data penelitian, terdapat 5 data kalimat yang mengandung tamyi>z muchawwal ’an mubtada’ (sebagai pengganti mubtada’). Adapun bentuk-bentuk penerjemahannya adalah sebagai berikut:

1. Penerjemahan Kalimat Interogatif

Pada data kalimat yang mengandung tamyi>z muchawwal ’an mubtada’ (sebagai pengganti mubtada’), peneliti menemukan satu kalimat interogatif. Kalimat interogatif adalah kalimat yang berfungsi untuk meminta keterangan tentang sesuatu yang belum diketahui oleh penutur dengan diawali kata tanya seperti

أ

,

له

,

ام

,

فيك

,

نم

,

تىم

,

نيا

,

مك

,

يأ

(a, hal, ma>, kaifa, man, mata>, aina, ayyu) (Al-Farisi, 2011: 231). Adapun kalimat interogatif yang terdapat pada data penelitian, menggunakan kata tanya ayyu, sebagaimana terlihat pada kalimat berikut.

(19)

BSu :

ُرَ ثْكَأ اَمُه يَأ

اًذْخَأ

نآْرُقْل ل

Ayyuhuma> aktsaru akhdzan lil-qur’a>ni (An-Nawawi, 2014: 74).

BSa :

Manakah di antara keduanya [P] yang lebih banyak hafalan [P] al-Qur’annya (Hauro’, 2014: 21).

Pada data di atas, kalimat BSu merupakan kalimat interogatif dengan kategori jumlah ismiyyah (kalimat nominal) karena tersusun atas mubtada’/ subjek dan khabar/ predikat. Pada kalimat di atas, khabar berbentuk ism al-istifha>m (kata tanya) yaitu

“ يَأ”

ayyu sehingga khabar tersebut mendahului mubtada’ (Salsabila, 2010: 77). Mubtada’ dalam kalimat tersebut adalah frasa

“ َمُه يَأ

ا ”

ayyuhuma>, khabar kalimat tersebut adalah ism tafdhi>l

“ َ ثْكَأ

ُر ”

aktsaru, dan tamyi>z pada kalimat tersebut adalah kata “

ذْخَأ”

akhdzun. Kata

“ ْخَأ

ذ ”

akhdzun merupakan tamyi>z yang berperan sebagai pengganti mubtada’ apabila kalimat tersebut diubah menjadi

“رثكأ نآرقلل اهمذخأ”

akhdzuhuma> lil-qur’a>n aktsaru. Frasa

“ همذخأ

ا

akhdzuhuma> adalah mubtada’/subjek dan kata

“ ُرَ ثْكَأ”

aktsaru adalah khabar/ predikat. Kebanyakan tamyi>z yang berperan sebagai pengganti mubtada’ adalah diawali dengan ism tafdhi>l. Tamyi>z membentuk frasa nominal dengan ism tafdhi>l menjadi

“ ًذْخَأ ُرَ ثْكَأ

ا

aktsaru akhdzan ‘lebih banyak hafalan’ dan berperan sebagai pengisi fungsi subjek pada kalimat BSa.

Penerjemah menerjemahkan kalimat dalam BSu tersebut menjadi kalimat interogatif dalam BSa. Secara formal, kalimat interogatif ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas (Alwi, 2003: 357). Kata

“ يَأ”

ayyu merupakan kata tanya dalam bahasa Arab yang diterjemahkan dengan “yang mana?” (Baalbaki, 2006: 126). Hadirnya kata tanya dalam bahasa Arab

(20)

tersebut menunjukkan bahawa kalimat tersebut adalah kalimat interogatif sehingga mengharuskan penerjemah untuk menerjemahkannya dalam bentuk kalimat interogatif pula dalam bahasa Indonesia atau BSa. Penerjemah mengungkapkan kata tanya tersebut dengan menggunakan tambahan partikel – kah sehingga kata tanya “yang mana” diganti dengan “manakah” namun tetap menunjukkan makna yang sama dalam kalimat tersebut.

2. Penerjemahan Kalimat dengan Bagian Struktur Berupa Kalimat

Berikut ini adalah bentuk penerjemahan kalimat dengan pelengkap predikat berupa kalimat dan keterangan pembandingan berupa kalimat.

BSu :

دَشَأ ُللها

َأ َذ

ًنا

ه تَنْ يَ ق َلَ إ ةَنْ يَقْلا ب حاَص ْن م نآْرُقْلا ب تْو صلا نَسَْلْا لُج رلا َلَ إ

Alla>hu asyaddu adzanan ila’r-rajulil-chasani’sh-shauti bil-qur’a>ni min sha>chibil-qainati ila> qainatihi (An-Nawawi, 2014: 127).

BSa :

Allah [S] sangat senang [P] mendengarkan seseorang yang membaca al-Qur’an dengan suara merdu [Pel] daripada seseorang yang mendengarkan biduanitanya menyanyi [K] (Hauro’, 2014: 86).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah (kalimat nominal) yang terdiri S+P+Pel. Kata

“ ُللها”

Alla>hu ‘Allah’ merupakan mubtada’/ subjek, kata “

ُدَشَأ”

asyaddu merupakan khabar/ predikat, dan kata

“ َأ

نَذ ”

adzanun merupakan tamyi>z. Kedudukan tamyi>z ini sebagai muchawwal ’an mubtada’ (pengganti mubtada’) dengan bentuk aslinya

“ دشأ للها نذأ”

adzanullahi asyaddu. Frasa

“للها نذأ”

adzanullahi adalah mubtada’ dan kata

“ شأ

د ”

asyaddu adalah khabar. Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat tersebut adalah frasa verbal yang terlihat pada frasa

“اًنَذَأ دَشَأ”

yang

(21)

diterjemahkan dengan “sangat senang mendengarkan”. Frasa ini berperan sebagai pengisi fungsi pelengkap predikat.

Hasil terjemahan kalimat tersebut dalam BSa disusun dengan pola S+P+Pel+K. Predikat dalam kalimat BSa yaitu “sangat senang” merupakan frasa adjektiva yang dirangkai dengan pelengkapnya berupa kalimat yaitu “mendengarkan seseorang yang membaca al-Qur’an dengan suara merdu”. Alwi (2003: 329) menjelaskan bahwa pelengkap dapat berupa kalimat/klausa yang terletak di belakang predikat apabila tidak memiliki objek. Kemudian pengisi fungsi keterangan dalam BSa tersebut merupakan jenis keterangan pembandingan. Masih menurut Alwi (2003: 408) bahwa hubungan pembandingan dalam keterangan biasanya ditandai dengan kata “daripada” sehingga kalimat setelah kata “daripada” yaitu kalimat “daripada seseorang yang mendengarkan biduanitanya menyanyi” merupakan keterangan.

3. Penerjemahan Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas yang biasa diistilahkan dengan induk kalimat dan anak kalimat (Tarigan, 2009: 7; Alwi, 2003: 313). Kalimat majemuk yang memiliki hubungan subordinasi disebut dengan kalimat majemuk subordinatif/ bertingkat karena hubungan antar klausa-klausannya bersifat hierarkis (Alwi, 2003: 388). Adapun kalimat majemuk bertingkat ini tersusun atas klausa utama atau induk kalimat dan klausa subordinatif atau anak kalimat. Pada data penelitian, ditemukan bentuk penerjemahan kalimat majemuk subordinatif sebagaimana terlihat pada data berikut.

(22)

BSu :

ُهَعَم َب دَأَتَ يَو ه مِّلَعُم ل َعَضاَوَ تَ ي ْنَأ ْي غَبْنَ يَو

َو إ

ْن

َك

َنا

َأ

ْص

َغ َر

م ْن ُه

س ن

ا

َو َأ َق

ل

ُش

ْه َر ًة

َو َن

َس ًب

ا

َو َص

َل

ًحا

َو َغ

ْ ي َر

َذ ل

َك

Wa yanbaghi> an yatawa>dha‘a limu‘allimihi wa yata’addaba ma‘ahu wa in ka>na ashghara minhu sinnan wa aqalla syuhratan wa nasaban wa shala>chan wa ghaira dza>lika (An-Nawawi, 2014: 88).

BSa :

Hendaknya ia rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap gurunya, walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta lainnya [Ket=klausa adverbial] (Hauro’, 2014: 40).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi‘liyyah (kalimat verbal) yang terdiri P+O. Verba

“ ْي غَبْنَ ي”

yanbaghi> adalah predikat sedangkan subjeknya adalah dhamir mustatir ‘huwa’ dan frasa

َعَضاَوَ تَ ي ”

ْنَأ

an yatawa>dha‘a adalah objek. Adapun tamyi>z pada kalimat di atas adalah kata

“ س

ن ”

sinnun

, “ ُش

ْه َرة ”

syuhratun

, “ َن َس

ب ”

nasabun

,

dan

“ َص

ح ”

َل

shala>chun

.

Keempat kata tersebut berkedudukan sebagai pengganti posisi mubtada’ sehingga disebut sebagai tamyi>z malchu>zh muchawwal ‘an mubtada’. Kalimat di atas dapat diubah dalam bentuk lain yaitu

ه نس نم ر

غ

صأ م لعلما

نس

sinnul-mu‘allimi ashgharu min sinnihi. Frasa

م لعلما نس”

sinnul-mu‘allimi menempati posisi mubtada’ dan kata

غر ”

صأ

ashgharu menempati posisi khabar

.

Bentuk penerjemahan tamyi>z dalam kalimat ini adalah berupa frasa nominal yang terlihat pada kata

“ ن س”

sinnun diterjemahkan dengan “umurnya” dan berperan sebagai pengisi fungi pelengkap predikat.

Kalimat pada BSa di atas terdiri dari dua klausa yang dihubungkan dengan konjungtor konsesif yaitu kata “walaupun”. Konjungtor konsesif ini menghubungkan antara klausa utama dengan klausa subordinatif yang berupa klausa adverbial. Dalam kalimat tersebut klausa adverbial berfungsi sebagai

(23)

keterangan. Dengan demikian, klausa utama kalimat tersebut adalah “Hendaknya ia rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap gurunya” dan klausa adverbialnya adalah “walaupun [Konj] sang guru [S] lebih muda [P] umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta lainnya”.

4. Pola Kalimat S+P+K dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P+K dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

َوَُلَ

َأ

َش

د

َ ت َف ل

ًتا

اَه لُقُع فِ ل ب ْلْا َن م

Lahuwa asyaddu tafallutan minal-ibili fi> ‘uquliha> (An-Nawawi, 2014: 107).

BSa :

Ia [S] lebih cepat lepas [P] daripada unta dalam ikatan [K=pembandingan] (Hauro’, 2014: 62).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah (kalimat nominal) yang terdiri dari S+P+K. Dhami>r/ pronomina

َوُه”

huwa merupakan mubtada’/ subjek, ism tafdhi>l

“ َشَأ

د ”

merupakan khabar/ predikat, dan kata

“ ت لَفَ ت”

tafallutun merupakan tamyi>z muchawwal ‘an mubtada’ (pengganti posisi mubtada’/subjek). Tamyi>z ini terlihat menempati posisi mubtada’ apabila susunan kalimat tersebut diubah menjadi

ت لفت نم دشأ هت لفت

اهلقع فِ لبلْا”

tafallutuhu asyaddu min tafallutil-ibili fi> ‘uquliha>. Adapun keterangan pada kalimat ini adalah susunan jar majru>r

اَه لُقُع فِ ل ب ْلْا ”

َن م

minal-ibili fi> ‘uquliha>. Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat di atas adalah frasa verbal yang terlihat pada frasa

“اًت لَفَ ت دَشَأ”

diterjemahkan dengan “lebih cepat lepas”.

(24)

Penerjemah menerjemahkan kalimat dalam BSu ke dalam BSa dengan pola yang sama yaitu S+P+K. Pronomina “ia” sebagai subjek, frasa verbal “lebih cepat lepas” sebagai predikat, dan keterangan pembandingan yaitu “daripada unta dalam ikatan”.

5. Kalimat K+P+S+K dalam BSu Menjadi Pola Kalimat K+S+P+K dalam BSa

Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.

BSu :

َك لَذ نَ لْ ُهاَنْعَم ُمَهْفَ ي َلَ ْي ذ لا ِّي مَجَعْل ل ُلْي تْر تلا بَحَتْسُي اَذ لََو

ماَ تِْح لَاَو ْيْ قْو تلا َلَ إ ُبَرْ قَأ

َو َأ

َش

د

َت ْأ ث

ْ ي ًرا

بْلَقْلا فِ

Wa li ha>dza> yustachabbu’t-tarti>lu lil‘ajamiyyil-ladzi> la> yafhamu ma‘na>hu li’anna dza>lika aqrabu 'ila’t-tauqi>ri wal-‘ichtira>mi wa asyaddu ta'tsi>ran fil-qalbi (An-Nawawi, 2014: 127).

BSa :

Oleh karena itu [K], bacaan tartil [S] dianjurkan [P] bagi non-Arab [Pel] karena hal itu lebih menghormati dan memuliakan al-Qur’an serta lebih memengaruhi hati [K] (Hauro’, 2014: 86).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi‘liyyah (kalimat verbal) yang terdiri dari K+P+S+K. Verba

“ َحَتْسُي

ب ”

Yustachabbu merupakan fi’l majhu>l (verba pasif) yang berposisi sebagai predikat dengan mengikuti wazan

لعفتسي

لعفتسا

ustuf‘ila - yustaf‘alu yang berarti ‘diutamakan’ (Munawwir, 1997: 229), tetapi dalam kalimat ini diterjemahkan dengan “dianjurkan”. Kemudian kata

“ ُلْي تْر تلا”

merupakan na>ibul fa>‘il atau subjek. Adapun tamyi>z pada kalimat ini adalah kata

رْ ي ثْأَت”

ta'tsi>run sebagai pengganti mubtada’ yang terlihat pada pengubahan kalimat menjadi

“ ليتتِلا يْثأت

دشأ”

ta’tsi>ru’t-tarti>li asyaddu. Frasa ta’tsi>ru’t-tarti>li sebagai mubtada’ dan ism tafdhi>l asyaddu sebagai khabar. Kemudian pengisi fungsi keterangan terletak

(25)

di awal kalimat sebelum subjek berupa susunan jar majru>r

“اَذ لَ”

li ha>dza> dan kalimat sebab yang diawali oleh

“ نَ لْ”

li’anna sampai akhir kalimat.

Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat di atas terangkai pada frasa

“اًرْ ي ثْأَت دَشَأ”

asyaddu ta'tsi>ran ‘sangat memengaruhi’ merupakan frasa verbal yang berperan sebagai pengisi fungsi keterangan pada kalimat di atas.

Penerjemah menerjemahkan kalimat dalam BSu ke dalam BSa dengan pola K+S+P+K. Kalimat tersebut masih diapit oleh keterangan sebab di awal dan di akhir kalimat, hanya saja penerjemah mengubah posisi subjek dan predikatnya, yaitu pola P+S diubah menjadi pola S+P. Hal ini terlihat pada kalimat

“ ُلْي تْر تلا بَحَتْسُي”

yustachabbu’t-tarti>lu diterjemahkan menjadi “bacaan tartil dianjurkan”.

Pada kalimat di atas juga terdapat sifat yang berupa kalimat. Kalimat tersebut menjadi sifat bagi pelengkap dalam hal ini adalah kata

ِّي مَجَعْلا”

al-‘ajamiy ‘non-Arab’ tetapi tidak diterjemahkan oleh penerjemah, yaitu kalimat

ُهاَن

ْعَم ُمَهْفَ ي َلَ ْي ذ لا

al-ladzi> la> yafhamu ma‘na>hu. Seharusnya kalimat ini diterjemahkan oleh penerjemah sehingga menambah kejelasan makna dalam kalimat tersebut dan hasil terjemahnnya menjadi “Oleh karena itu, bacaan tartil dianjurkan bagi non-Arab yang tidak faham maknanya karena hal itu lebih menghormati dan memuliakan al-Qur’an serta lebih memengaruhi hati”.

(26)

C. Kalimat yang Mengandung Tamyi>z Muchawwal ’an Maf‘u>l (Sebagai Pengganti Objek)

Dalam data penelitian, hanya terdapat satu data kalimat yang mengandung tamyi>z muchawwal ’an maf‘u>l. Adapun bentuk penerjemahan tamyi>z tersebut dan perannya dalam kalimat terdapat pada data berikut.

BSu :

َنَسْحَأ اًدَحَأ ُتْع َسَ اَمَف

َص

ْو ًتا

ُهْن م

Fama> sami‘tu achadan achsana shautan minhu (An-Nawawi, 2014: 143).

BSa :

Dan [Konj] aku [S] tidak pernah mendengar [P] seseorang [O] yang lebih bagus suaranya daripada beliau [Pel] (Hauro’, 2014: 112).

Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi‘liyyah (kalimat verbal) dengan pola P+S+O diterjemahkan dalam BSa dengan pola S+P+O. Kalimat di atas juga tergolong jumlah manfiyyah (kalimat negatif) karena terdapat salah satu kata negasi yaitu

“اَم”

ma>. Kalimat negatif menafikan hubungan antara mubtada’/subjek dan khabar predikat. Dalam terjemahannya, penerjemah tetap mempertahankan bentuk kalimat tersebut sebagaimana bentuk aslinya dalam BSu. Hal ini terlihat dalam terjemahannya menggunakan kata “tidak” yang terletak antara subjek dan predikat, hanya saja penerjemah melakukan pengubahan secara struktural karena memang BSa menghendaki demikian. Struktur BSu dengan pola P+S+O diubah menjadi pola S+P+O.

Tamyi>z pada kalimat di atas adalah kata

“ تْوَص”

shautun. Dalam BSu kata tersebut berfungsi sebagai pengganti maf‘u>l bih/ objek apabila kalimat

(27)

tersebut dikembalikan kepada bentuk aslinya yaitu

هنم نسحأ

دحأ َتوص ُتعسَ امف

Fama> sami‘tu shauta achadin achsana minhu. Verba

“ عسَ

ُت ”

sami‘tu adalah fi‘il+fa>‘il dan frasa

“ ُتوص

دحأ

shautu achadin adalah maf‘u>l bih/objek.

Bentuk penerjemahan tamyi>z pada data di atas adalah berupa frasa nominal yang terangkai dalam frasa

“اًتْوَص َنَسْحَأ”

achsana shautan ‘paling bagus suaranya’. Frasa ini berperan sebagai pengisi fungsi pelengkap objek dalam kalimat di atas.

Gambar

Diagram 2.1. Jenis Tamyi&gt;z dalam buku TACQ
Tabel 2.2. Bentuk Penerjemahan Tamyi&gt;z (distinctive)

Referensi

Dokumen terkait

Pertama partai politik tetap merupakan “saringan” yang menghalangi persentase perempuan yang berhasil dipilih, misalnya karena ditempatkan dalam daftar calon di bawah posisi layak

Pelajar yang pasif dan kurang respon menyebabkan proses pengajaran dan pembelajaran menjadi hambar.Tengku Zawawi et al (2009) menyatakan bahawa pelajar didedahkan

Sistem PSB yang berjalan pada SMP Negeri 53 Palembang pada saat ini, Di awal tahun pelajaran sekolah menerima surat petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa baru

Perjalanan dari ”Dufan” menuju perbatasan juga diwarnai oleh suara burung Alap-alap (Falco sp.) yang terbang di sekitar jalur ini, sehingga dapat disampaikan mengenai

Sebagai contoh untuk kawasan yang secara geologis rawan longsor lahan, bagi daerah yang mempunyai intensitas hujan yang tinggi dan lereng yang terjal, justru

Mata sering terbuka dengan sendirinya bila bayi didudukkan dan dengan hati-hati dimiringkan sedikit ke depan dank e belakang atau dengan melakukan reflex moro. Hal ini terjadi

Teknologi Informasi yang digunakan dalam membangun Aplikasi SMS Gateway untuk Sistem Pencatatan Laporan Tanam dan Hasil Panen di Dinas Pertanian berbasis PHP dan

[r]