• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN LEGUMINOSA TANAMAN PENUTUP PADA SISTEM PERTANAMAN JAGUNG UNTUK PENYEDIAAN HIJAUAN PAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN LEGUMINOSA TANAMAN PENUTUP PADA SISTEM PERTANAMAN JAGUNG UNTUK PENYEDIAAN HIJAUAN PAKAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN LEGUMINOSA TANAMAN PENUTUP PADA

SISTEM PERTANAMAN JAGUNG UNTUK PENYEDIAAN

HIJAUAN PAKAN

(The Role of Leguminosa Cover Crops at Cropping System of Sweet Maize

for Forage Availability)

MANSYUR,NYIMAS POPI INDRANI danIIN SUSILAWATI

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Jl Raya Bandung–Sumedang km 21, Jatinangor, Sumedang

ABSTRACT

The aims of research were to know the role of leguminosa as cover crops at cropping system of sweet maize for forage availability. Planting Maize and Leguminosa were conducted at field of Forage Crops Laboratory, whereas chemical composition and digestible of herbage were conducted at Laboratory of Ruminants Nutrition and Feed Chemistry, Faculty of Animals Science of Padjadjaran University. Randomized Complete Block Design were used with 4 treatments and 4 replications. The objective observe were yield of sweet maize, yield of herbage, crude protein and crude fiber contents. Data were analyzed varians, followed by Duncan Multiple Range Test. The Research result showed that cropping system of maize with leguminosa increaced production and quakity of forage. The cropping system maize with Calopogonium mucuniodes gave the optimum result of forage.

Key Words: Cropping System, Leguminose, Maize, Forage

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peranan leguminosa sebagai tanaman penutup pada sistem pertanaman jagung untuk penyediaan hijauan pakan. Penanaman Jagung dan Leguminosa dilakukan di kebun percobaan Laboratorium Tanaman Makanan Ternak, sedangkan analisis kimia hijauan dilakukan di Laboratotium Nutrisi Ternak Ruminansia, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Peubah yang diamati meliputi hasil jagung, produksi hijauan, kandungan protein kasar, dan kandungan serat kasar hijauan. Data yang diperoleh dianalisis varian, dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pertanaman jagung dengan leguminosa meningkatkan produksi hijauan untuk pakan ternak, sistem pertanaman yang optimal dengan memperhatikan kualitas dan produksi hijauan sebaiknya menggunakan sistem pertanaman Jagung dengan menggunakan leguminosa Calopogonium mucuniodes (Kalopo).

Kata Kunci: Sistem Pertanaman, Leguminosa, Jagung, Hijauan

PENDAHULUAN

Tantangan terbesar dalam semua sistem produksi ternak di negara-negara berkembang adalah pakan, sedangkan salah satu faktor yang menentukan produktivitas ternak ruminansia adalah terjaminnya ketersediaan hijauan pakan yang bermutu. Padang rumput sebagai penghasil hijauan pakan telah banyak tergusur dan beralih fungsi menjadi pemukiman, tanaman pangan, dan industri akibat laju

pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan, berbagai usaha telah banyak dilakukan seperti integrasi usaha ternak pada sistem perkebunan, kehutanan, dan tanaman pangan. Integrasi pada sistem tersebut dengan memanfaatkan vegetasi alami yang tumbuh di bawah naungan sebagai sumber hijauan dan memanfaatkan hasil ikutan dari sistem tersebut.

Pada sistem tanaman pangan biasanya yang digunakan untuk sumber pakan berupa

(2)

sisa-sisa panen yang mempunyai nilai ekonomi rendah, biasanya berupa jerami. Hasil sampingan tanaman tersebut mempunyai kontribusi yang cukup besar sebagai sumber hijauan pakan. Sistem tanaman pangan yang hasil sampingannya telah banyak digunakan salah satunya jagung.

Berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung telah banyak dilakukan mulai dari pemuliaan tanaman sampai dengan manajemen budidaya. Pemupukan merupakan salah satu cara yang dilakukan. Pemberian hara pada tanaman merupakan suatu yang mutlak diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Hal ini dilakukan agar tanaman dapat tumbuh secara optimal. Penggunaan pupuk inorganik yang berlebihan secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menyebabkan kondisi fisik tanah semakin buruk dimana bahan organik tanah menjadi rendah. Pada akhirnya tanah kurang responsif terhadap pemupukan inorganik sehingga lahan tersebut akan sakit (DIWYANTO et al., 2002). Peningkatan produktivitas lahan-lahan pertanian dan perbaikan kesehatan lahan dapat dilakukan melalui pengelolaan tanah secara terpadu yang mencakup aspek kimia, fisik, dan biologi tanah, dimana pengelolaan bahan organik tanah salah satu yang utama (SRIADININGSIH, 2000).

Ada berbagai cara untuk mempertahankan bahan organik yang tinggi pada tanah, yaitu dengan cara menanami lahan dengan tanaman penghasil bahan organik yang tinggi dan dibenamkan lagi kedalam tanah, atau dengan cara menambahkan pupuk organik berupa kompos, pupuk hijau atau kotoran ternak.

Leguminosa merupakan tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bahan organik tinggi dan dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. Kemampuan memfiksasi nitrogen dari udara oleh leguminosa dapat membantu meningkatkan suplai hara terutama nitrogen bagi tanaman yang disampingnya. Leguminosa dapat ditanam sebagai tanaman penutup lahan mempunyai fungsi untuk konservasi tanah dan air. Percampuran leguminosa dan tanaman pangan mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan kering yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih tinggi. Selain itu, pertananam campuran dengan tanaman leguminosa dapat menekan gulma dan

meningkatkan kesuburan tanah (HORNE dan

STUR, 1999).

Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui peranan leguminosa sebagai tanaman penutup dalam sistem pertanaman jagung bakar untuk mereduksi penggunaan pupuk inorganik dan menyediakan hijauan pakan baik secara kualitas maupun kuantitasnya.

MATERI DAN METODE

Tempat penelitian adalah kebun percobaan Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran di Jatinangor yang terletak pada ketinggian ± 750 m diatas permukaan laut. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanaman Makanan Ternak dan Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. Benih jagung yang digunakan adalah Hawaian Super Sweet yang telah banyak di pasaran, dan jenis-jenis leguminosa yang digunakan diperoleh dari Bagian Agrostologi Institut Pertanian Bogor.

Luas lahan keseluruhan yang digunakan untuk penelitian seluas 247 m2. Luas satu petak

unit percobaan yang digunakan untuk penelitian 6 m2,dengan berukuran 3 x 2 meter.

Lahan yang telah diolah selanjutnya ditanami oleh leguminosa dengan cara larikan, banyaknya biji yang disebar untuk setiap leguminosa sebanyak 3 kg/ha dengan jarak antar larikan 50 cm. Setelah berumur 2 bulan leguminosa tersebut dipotong dengan ketinggian 7,5 cm diatas permukaan tanah. Selanjutnya jagung ditanam diantara larikan, jarak tanam jagung 50 x 70 cm.

Penelitian dilakukan secara eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuan dan ulangan sebanyak 4 kali. Adapun masing-masing perlakuan sebagai berikut: Monokultur jagung dan diberikan pupuk nitrogen sesuai dengan anjuran (P1); Pertanaman campuran jagung dengan Centrocema pubescans (P2); Pertanaman campuran jagung dengan Pureraria javanica (P3); Pertanaman campuran jagung dengan Calopogonium mucoides (P4). Untuk selanjutnya data secara statistik. Untuk membandingkan rata-rata perlakuan digunakan Uji Jarak Bercampuran Duncan (GASPERZ, 1991). Parameter yang di ukur meliputi hasil

(3)

panen jagung manis; produksi segar dan kering hijauan, kandungan dan produksi protein kasar hijauan, dan kandungan serat kasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi jagung manis

Pengaruh perlakuan terhadap produksi jagung manis dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil penelitian penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara P1 dengan P4. Produksi Jagung manis tertinggi diperoleh oleh P1, P2, P3 dan P4, berturut-turut. Berdasarkan data tersebut, nampaknya bahwa tanaman leguminosa terutama Centrosema pubescans, Calopogonium mucoides dapat mensubsitusi kebutuhan pupuk nitrogen pada tanaman Jagung baik melalui kemampuan menfiksasi nitrogen di udara secara langsung ataupun dari dekomposisi residu bahan organik tanaman tersebut.

Tabel 1. Pengaruh perlakuan terhadap produksi jagung manis

Perlakuan Produksi jagung manis (g per petak)

P1 4.700 a

P2 3.512 ab

P3 3.500 ab

P4 3.212 b

Huruf yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan (P<0,05)

Kontribusi tanaman leguminosa dalam mensuplai hara (terutama nitrogen) telah lama diketahui. Dari ketiga jenis leguminosa yang

digunakan yang memberikan hasil yang cukup baik terhadap produksi jagung manis adalah tanaman leguminosa Centrosema pubescans (Sentro) dan Calopogonium mucunoides (Kalopo). Beberapa penelitian melaporkan bahwa tanamanan Sentro dapat memfiksasi nitrogen sekitar 80−280 kg N per ha dalam setahun (CLEMENT et al., 1983), sedangkan

Kalopo diperkirakan dapat menfiksasi nitrogen sebesar 136−182 kg N per ha dalam setahun (REYNOLDS, 1982).

Sisa-sisa tanaman leguminosa yang jatuh merupakan sumber nitrogen yang mudah tersedia bagi tanaman Jagung. Pelepasan nitrogen dari dekomposisi bahan organik sebagai hasil aktivitas mikroorganisme menghancurkan material tersebut. Leguminosa merupakan tanaman yang akan cepat didekomposisi, hal disebabkan tanaman legum mempunyai perbandingan C/N yang kecil (<30 : 1) (GILLER dan WILSON, 1991). Oleh karena

itu, sisa tanaman leguminosa cenderung melepaskan nitrogen dan dekomposisi lebih cepat.

Produksi segar dan kering hijauan

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata dari perlakuan terhadap produksi segar jerami jagung, leguminosa, dan total produksi hijauan. Data produksi segar dapat dilihat pada Tabel 2. Produksi jerami jagung tertinggi diperoleh pada perlakuan penanaman jagung secara monokultur dengan pemupukan sesuai anjuran, sedangkan Pueraria javanica (Kudzu) merupakan leguminosa yang menghasilkan hijauan segar terbanyak, dan produksi total hijauan segar tertinggi diperoleh pada Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap produksi segar dan bahan kering hijauan

Jerami jagung Leguminosa Produksi hijauan total

Perlakuan

Segar kering segar kering Segar kering

--- g per petak ---

P1 4.537 a 1.362 a 4.537 c 1.362 b

P2 2.650 b 691 b 3.962 b 944 b 6.612 b 1.636 b

P3 2.175 b 532 b 7.437 a 1.602 a 9.612 a 2.135 a

P4 2.387 b 592 b 7.362 a 1.684 a 9.750 a 2.280 a

(4)

perlakuan sistem pertanaman jagung dengan Kudzu. Kecenderungan yang sama ditunjukkan oleh produksi kering hijauan dari hasil penelitian.

Perbedaan yang besar pada produksi jerami antara sistem sistem jagung monokultur (P1) dengan sistem pertanaman campuran dengan leguminosa (P2, P3 dan P4) dimungkinkan oleh beberapa hal. Pertama, pengaruh ketersediaan hara pada sistem pertanaman tersebut. Walaupun tanaman leguminosa dapat mensuplai nitrogen pada tanah tetapi suplainya masih sedikit, karena masih sedikitnya hara hasil dekomposisi sisa tanaman dan fikasi nitrogen Rhizobium. HAVLIN et al., (1999) menyatakan bahwa kemampuan dalam memfiksasi nitrogen yang tersedia tergantung kepada jumlah nitrogen yang difiksasi dan sejumlah residu tanaman yang dikembalikan ke tanah. Padahal pada masa pertumbuhan vegetatif unsur nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar. Hal selanjutnya yang menyebabkan produksi sistem percampuran lebih rendah dalam produksi jerami jagung adalah kemampuan merambat dan melilit dari jenis leguminosa yang digunakan sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Menurut HARDJOWIGENO (2003) bahwa salah satu syarat untuk tanaman legum yang akan dijadikan tanaman sela jangan tanaman yang merambat.

Perbedaan yang sangat nyata dalam produksi hijauan dari jenis leguminosa disebabkan oleh kemampuan dan potensi genetik dari leguminosa tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh Kalopo dan Kudzu, dimana tanaman ini mempunyai produksi bahan kering dan segar yang relatif tinggi dibandingkan dengan Sentro. Bahkan bila dibandingkan dengan jerami Jagung yang dihasilkan kedua jenis leguminosa tersebut relatif masih mempunyai produksi hijauan yang lebih tinggi. Produksi hijauan keseluruhan (jerami dan leguminosa) tampak terlihat perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan jumlah ini sebagai kontribusi penambahan hijauan yang dihasilkan oleh tanaman leguminosa. Kalopo dan Kudzu mempunyai meningkatkan suplai hijauan menjadi lebih besar, masing menpunyai kontribusi produksi hijauan sebanyak 75% dan 73,7% dari produksi total hijauan. Sistem pertanaman jagung secara monokultur dengan

pemberian pupuk nitrogen sesuai anjuran menberikan hasil total hijauan yang paling rendah. Melalui sistem pertanaman campuran produktivitas lahan dapat ditingkatkan, walaupun secara individu produksi tanaman masing-masing lebih rendah.

Ternak yang dapat ditampung dari satu hektar masing-masing sistem pertanaman selama satu siklus penanaman jagung (90 hari) sebagai berikut 2,40 Satuan Ternak (ST) (P1), 2,88 ST (P2), 3,76 ST (P3) dan 4,02 ST (P4), tentunya dengan melalui teknologi konservasi hijauan yang baik, dengan asumsi seekor ternak ruminansia dewasa dengan bobot hidup 350 kg, dapat konsumsi 3% bahan kering dari bobot tubuh.

Kandungan dan produksi protein kasar hijauan

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang sangat nyata kandungan protein kasar jerami jagung, tetapi tidak terlihat adanya pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein kasar hijauan total. Kandungan protein hijauan hasil penelitian tersaji pada Tabel 3. Tingginya kandungan protein kasar pada jerami Jagung sebagai respon penggunaan pupuk inorganik nitrogen, dimana pupuk inorganik lebih mudah dan cepat tersedia. Seperti diketahui bahwa kandungan protein kasar dari suatu hijauan dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen dalam larutan tanah (MINSON, 1990). Pemberian dan peningkatan pupuk nitrogen meningkatkan produksi hijauan dan juga kandungan nitrogen hijauan (WHITEHEAD, 2000).

Kandungan protein kasar masing-masing leguminosa berkisar antara 11,22−18,60%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara spesies leguminosa. Sentro mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kalopa dan Kudzu. Sentro mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi dikarenakan diantara ketiga jenis leguminosa yang digunakan, Sentro mempunyai kemampuan memfiksasi nitrogen paling tinggi. SKERMAN (1977) melaporkan

kandungan protein kasar Sentro berkisar antara 10,5% bagi yang tidak diinokulasi dan 16,70% bagi yang diinokulasi.

(5)

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan dan produksi protein kasar hijauan

Jerami jagung Leguminosa Hijauan total

Perlakuan Kandungan Produksi Kandungan Produksi Kandungan Produksi

% g/petak % g/petak % g /petak

P1 11,91 a 161,92 a - - 11,91 161,92 b

P2 5,27 b 37,63 b 15,24 142,36 b 10,94 180,00 b

P3 5,71 b 30,42 b 13,64 219,30 a 11,62 249,73 a

P4 5,56 b 31,84 b 13,70 230,80 a 11,63 262,65 a

Huruf yang sama kearah kolom menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P<0,01)

Kandungan protein hijauan total menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata. Hal ini merupakan kontibusi leguminosa dalam meningkatkan kandungan protein hijauan total. Pada kondisi lingkungan yang sama, biasanya kandungan protein leguminosa biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan golongan rerumputan (COWLING dan LOCKYER, 1967;

METSON dan SAUNDERS, 1978; WHITEHEAD et

al., 1985; WILMAN dan HOLINGTON, 1985),

dan hasil yang sama terlihat pada penelitian ini, kandungan protein kasar hijauan leguminosa lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang nyata produksi protein kasar jerami jagung, produksi protein kasar masing-masing leguminosa, dan produksi protein kasar hijauan total. Produksi protein hijauan hasil penelitian tersaji pada Tabel 4. Adanya perbedaan yang nyata diantara produksi protein kasar jerami jagung, produksi protein kasar masing-masing leguminosa, dan produksi protein kasar hijauan total tersebut sebagai akibat terdapat perbedaan dari produksi bahan kering dan kandungan protein kasar dari masing-masing perubah tersebut.

Kandungan serat kasar hijauan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak terdapat berpengaruh nyata terhadap kandungan serat kasar jerami jagung, tetapi nyata berpengaruh terhadap kandungan serat kasar hijuaan total. Kandungan serat kasar pada hijauan hasil penelitian terlihat pada Tabel 5. Perbedaan kandungan serat kasar yang nyata pada hijauan total merupakanpengaruh atau kontribusi dari leguminosa, baik pengaruh

produksi bahan kering yang tinggi maupun pengaruh dari kandungan serat kasar yang dipunyainya. Kandungan serat kasar diantara leguminosa nampak berpengaruh nyata, dimana kandungan serat kasar Sentro berbeda dengan kandungan serat kasar Kalopo dan Kudzu. Leguminosa Kudzu mempunyai kandungan serat kasat yang paling tinggi diantara ketiga jenis leguminosa yang digunakan, tetapi secara statistik kandungan serat kasar Kudzu tidak berbeda nyata dengan kandungan serat kasar Kalopo.

Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan serat kasar jerami jagung, leguminosa, dan total hijauan Perlakuan Kandungan serat kasar jerami Jagung Kandungan serat kasar leguminosa Kandungan serat kasar hijauan total (%) ---P1 24,79 - 24,79 c P2 23,51 28,92 b 26,69 bc P3 27,42 28,50 b 28,29 ab P4 24,03 32,85 a 30,00 a

Huruf yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan (P<0,05)

Tingginya kandungan serat kasar pada Kalopo dan Kudzu dikarenakan karakteristik dari masing-masing leguminosa tersebut, dimana kedua jenis leguminosa tersebut mempunyai banyak bulu pada bagian batang dan daun. Komposisi dari bulu-bulu tersebut biasanya merupakan lignin dan silica, yang mana merupakan komponen dari serat kasar. Batang Kalopo lunak ditutupi dengan

(6)

bulu-bulu panjang berwarna coklat, bagian bawah batang menjalar sedang bagian atas memanjat, berdaun tiga pada satu tangkai (trifoliates), helai daun berbentuk oval ditutupi bulu halus coklat keemasan di dua permukaannya (KISMONO, 1978; ALLEN dan ALLEN, 1981).

Legum Kudzu memiliki helai daun yang lebar, oval, agak berbentuk segitiga, daunnya lebat, daun muda ditutupi bulu berwarna coklat. Bulu yang lembut mengandung lignin yang lebih rendah dibandingkan Kalopo dan kudzu yang memiliki bulu lebih kasar, sehingga kandungan ligninnya lebih tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Sistem pertanaman Jagung dengan menggunakan Centosema pubescans (Sentro) dan Calopogonium mucunoides (Kalopo) memberikan hasil yang sama dengan pemberian pupuk nitrogen sesuai dengan anjuran pada sistem pertanaman jagung manis

Penghasil hijauan segar dan kering yang tinggi dihasilkan pada sistem pertanaman Jagung dengan menggunakan Pueraria javanica (Kudzu) dan Calopogonium mucunoides (Kalopo).

Kandungan protein kasar dari hijauan total (jerami jagung dan leguminosa) tidak ada perbedaan, produksi protein kasar dari hijauan total tertinggi dihasilkan pada sistem pertanaman Jagung dengan menggunakan Pueraria javanica (Kudzu) dan Calopogonium mucunoides (Kalopo).

Kandungan serat kasar tertinggi dihasilkan pada sistem pertanaman jagung dengan Pueraria javanica (Kudzu) dan yang terrendah pada sistem pertanaman jagung dengan dosis pemupukan nitrogen sesuai anjuran.

Sistem pertanaman jagung dengan leguminosa meningkatkan produksi hijauan untuk pakan ternak, sistem pertanaman yang optimal dengan memperhatikan kualitas dan produksi hijauan sebaiknya menggunakan sistem pertanaman Jagung dengan menggunakan leguminosa Calopogonium mucuniodes (Kalopo).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapkan terima kasih kepada Rektor Univeritas Padjadjaran, Ketua Lembaga

Penelitian Universitas Padjadjaran, Pengelola Dana DIK Univertias Padjadjaran telah memberikan kepercayaan dan bantuan dana kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

ALLEN,O.N.and E.K.ALLEN. 1982. Leguminosa. The Wisconsin Univ. Press. Wisconsin. 127. CLEMENTS, R.J.,R.J.WILLIAM,B.GROF and J.B.

HACKER. 1983. Centrosema. In: BURT et al. (eds.) The Role of Centrocema, Desmodium, and Sytloshanthes in Improving Tropical Pastures. Westview Press, Boulder, Colarado. 69−96.

COWLING, D.W. and D.R. LOCKYER. 1967. A comparison of the reaction of different grass species to fertilizer nitrogen and to growth in association with white clover. 2. Yield of nitrogen. J. of the British Grassland Society 22: 53–61.

DIWYANTO,K.,B.R.PRAWIRADIPUTRA dan D.LUBIS. 2002. Integrasi tanaman-ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkekerakyatan, Wartazoa 12(1): 1-8.

GASPERZ,V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Tarsito, Bandung

GILLER, K.E. and K.J. WILSON. 1991. Nitrogen fixation in Tropical Cropping Systems. CAB International. Wallingford.

HADJOWIGENO, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta.

HAVLIN,J.L.,J.B.BEATON,S.D.TISDALE and W.N. NELSON. 1999. Soil Fertility and Fertilizers: An Introduction Nutrient Management. 6th Ed. Prentice Hall. New Jersey.

HORNE,P.M.dan W.STUR. 1999. Mengembangakan teknologi hijauan makanan ternak (HMT) bersama petani kecil-cara memilih varietas terbaik untuk ditawarkan kepada petani di Asia Tenggara. ACIAR Monograph no. 65. KISMONO,I. 1978. Pengenalan Jenis Hijauan Tropik

Penting. BPLPP. Dirjen Peternakan. Departemen Pertanian. 1–7.

METSON, A.J. and W.M.H. SAUNDER. 1978. Seasonal variations in chemical composition of pasture II. Nitrogen, sulphur, and soluble carbohydrate. New Zealand J. of Agric. Res. 21: 355–364.

(7)

MINSON,D.J. 1990. Forage in Ruminant Nutrition. Academic Press. Inc. San Diego.

REYNOLDS. S.G. 1982. Contributions to yield, nitrogen fixation and transfer by local and exotic legumes in tropical grass-legume mixtures in Wetern Samoa. Tropical Grassland 17: 76−83.

SKERMAN, P.J. 1977. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

SRI ADININGSIH, J. 2000. Peranan baha organik tanah dalam sistem usaha tani konservasi. Materi Pelatihan revitalisasi Keterpaduan Usaha ternak dan sistem Usahatani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

WHITEHEAD, D.C. 2000. Nutrient Element in Grassland: Soil-Plant-Animal Relationships. CAB International Publishing. Wallingford. WHITEHEAD,D.C.,R.J.BARNES and L.H.P.JONES.

1983. Nitrogen, sulphur and other mineral elements in white clover and perennial ryegrass grown in mixed swards, with and without fertilizer N, at a range of sites in the UK. J. of the Sci. of Food and Agric. 34: 901– 909.

WILMAN,D.and P.A.HOLLINGTON. 1985. Effects of white clover and fertilizer nitrogen on herbage production and chemical composition and soil water. J. of Agric. Sci. Cambridge 104: 453– 467.

DISKUSI Pertanyaan:

Bagaimana produksi jagung pipilannya, berkurang ataukah bertambah? Faktor apa yang menyebabkan legum perlu ditanam tumpang sari?

Jawaban:

Produksi jagung manis lebih rendah dan hal ini dikarenakan ketersediaan nitrogen dalam tanah belum tersedia dan memerlukan waktu yang lebih lama atau penanaman legumnya harus lebih awal. Legume akan mensuplai N yang cukup setelah ditanam 12 tahun untuk sentro.

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh perlakuan terhadap produksi  jagung manis
Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan dan produksi protein kasar hijauan

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan terbalik surplus yang hilang dengan efisiensi menunjukkan bahwa derajat eksploitasi yang tinggi pada petani plasma di strata produksi rendah mengakibatkan usahanya

Dengan menggunakan monitoring berbasis notifikasi E-mail administrator tidak perlu selalu mengecek secara berkala untuk mengetahui terjadi perubahan aktifitas

Ketika pada kondisi dominan unbalance , maka getaran radial (horizontal dan vertikal) akan secara normal jauh lebih tinggi dibandingkan axial. Pada motor normal,

1.4 Batasan Masalah Dalam pembahasan skripsi ini penulis membatasi masalah bilangan dominasi dan sisi tak sensitif pada dominasi graf lintasan kabur yang dimulai dari graf

Pengaruh Perspektif Pemberdayaan Perempuan dalam Kebangkitan Ekonomi Lokal: Industri Tempe Sagu di Dusun Mrisi-Yogyakarta.. Membangun ekonomi yang kuat, 2) Membentuk masyarakat

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang menyerang

Qui audet adipiscitur. “Siapa berani, menang.” Tampaknya, sebagai seorang yang ahli bahasa Latin, Mark Zuckerberg hidup dengan motto ini setiap hari. Visi Mark Zuckenberg yang