• Tidak ada hasil yang ditemukan

Key Words : coconut farmers, poverty, SAM, regional leakage, increased revenue. Contoh Jurnal Penelitian STIE Indragiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Key Words : coconut farmers, poverty, SAM, regional leakage, increased revenue. Contoh Jurnal Penelitian STIE Indragiri"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA

SAWIT RAKYAT TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN

DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

Oleh

Yenny Iskandar

NIM. 99.10.089.530.087

ABSTRACT

Indragiri Hulu Regency is a center of coconut production in Indonesia and most of its people do business in the coconut sector as the main livelihood. However, this region has got the highest percentage of poverty among the regencies / cities in Riau Province in recent years. This study was aimed to analyze: (i) the impact of the coconut sector development on the economy of Indragiri Hulu Regency, (ii) the indications of and potential regional leakage in the development of coconut sector and its impact on the economy of Indragiri Hulu Regency, and (iii) the policy options which can increase revenue and reduce poverty in the Regency of Indragiri Hulu. The data used in this research was of secondary type and processed with the following analyses: (i) Input-Output analysis, (ii) analysis of Social Accounting Matrix (SAM), (iii) analysis of Poverty Index Foster-Greer-Thorbecke, (iv) analysis of Ordinary Least Square (OLS), (v) analysis of Gini Ratio, (vi) analysis of Incremental Capital Output Ratio (ICOR) and (vii) descriptive analysis. The research showed the following results: (i) the coconut sector and coconut processing industries contribute significantly to the formation of output, gross added-value, and the labor absorption in the Regency of Indragiri Hulu, (ii) the coconut sector still has a weak forward linkage and the coconut industrial sector at the household level still has a weak backward linkage, (iii) the simulated investment in the industrial sector at the household level gave the highest increase of average income in the group of households of Indragiri Hulu Regency and the lowest was in the simulated investment in oil palm sector, (iv) the simulated investment in the coconut industrial sector on the household scale and road infrastructure can reduce the value of Gini Ratio index or the income gap among the households in the Regency of Indragiri Hulu, (v) every simulation could only reduce the poverty in the group of farmer households having land of 0.00 to 1.00 Ha and those with land of > 1:00 Ha., (vi) the highest reduction of poverty depth and severity could be obtained from the simulated investment in the coconut industrial sector of the household scale, and the lowest was in the simulated investment in the oil palm sector, (vii) the parameter of the variable of development budget allocation in each district, the number of production institutions in each district, the number of marketing institutions in each district, the percentage of agricultural households in each district and the real location of coconut processing industry on factors affecting poverty in the Regency of Indragiri Hulu.

(2)

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam Proses pengembangan ekonomi wilayah di Indonesia, Khusus Kabupaten Indragiri Hulu peran sektor pertanian masih merupakan sektor dominan terhadap pembentukan PDRB, yaitu sebesar 56,66 persen (BPS, 2011). Sedangkan komoditas unggulan daerah yang paling dominan dikembangkan di daerah serta yang paling dominan berkontribusi terhadap ekspor daerah adalah komoditas kelapa sawit. Komoditas tersebut selain menempatkan Kabupaten Indragiri Hulu sebagai penghasil Minyak kelapa Sawit nomor 3 terbesar di Indonesia, juga berkontribusi dominan menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor Minyak kelapa Sawit terbesar dunia (nomor satu) dewasa ini (Idroes, 2011). Dengan rata-rata pangsa ekspor Indonesia pada tahun 2006-2011 yaitu 27.89 persen terhadap total ekspor dunia, dengan jumlah ekspor pada tahun 2011 yaitu sebesar 899782 metrik ton (MT) atau dengan nilai US$ 747.38 juta (Idroes, 2011).

Provinsi Riau merupakan provinsi yang mempunyai areal pertanaman kelapa Sawit yang paling luas diantara provinsi yang ada di Indonesia, yaitu seluas 647.551 Ha dengan produksi sebanyak 488.698 ton minyak sawit/tahun. Dengan demikian maka luas areal perkebunan kelapa Sawit Provinsi Riau mencapai 17.32 persen dari luasan areal perkebuan kelapa Sawit nasional atau 16.69 persen dari produksi kelapa nasional (Ditjen Perkebunan, 2011).

Peranan komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu cukup besar dimana komoditas kelapa sawit memberikan kontribusi sebanyak 18.74 persen terhadap PDRB Kabupaten Indragiri Hulu dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebanyak 16.84 persen. Jadi secara keseluruhan komoditas kelapa sawit dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebanyak 36.85 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hulu pada Tahun 2011 (Baplitbang Kabupaten Indragiri Hulu, 2011).

Namun komoditas kelapa sawit ini secara umum dikembangkan oleh perkebunan swasta (perusahan), sedangkan masyarakat tempatan secara umum hanya sebagai tenaga kerja harian pada perkebunan kelapa sawit tersebut.

Dengan kondisi tersebut Kabupaten Indragiri Hulu memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu mencapai 6.99 persen pertahun selama kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2011. Kondisi ini menempatkan Kabupaten Indragiri Hulu pada peringkat kedua tertinggi setelah Kota Pekanbaru yang memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6.74 persen pertahun.

Peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian nasional maupun perekonomian daerah cukup besar, namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Kabupaten Indragiri Hulu merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin paling tinggi kedua di antara kabupaten yang ada di Provinsi Riau yaitu mencapai 211 525 jiwa atau setara dengan

(3)

29.10 persen dari jumlah penduduk total Kabupaten Indragiri Hulu yaitu 874 996 jiwa (Balitbang Provinsi Riau, 2011).

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimana Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa sawit serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu?

b. Bagaimanakah peran sektor kelapa sawit terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa sawit?

c. Bagaimanakah posisi keterkaitan sektor kelapa sawit dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.

d. Opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hulu?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu sebagai berikut :

a. Menganalisis peran sektor kelapa sawit terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa sawit, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa sawit dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.

b. Menganalisis Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa sawit serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu.

c. Menganalisis opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hulu.

d. Kegunaan Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan berguna :

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi perencana dan pengambil kebijakan

dalam pengembangan komoditas kelapa sawit di Indonosia secara umum

dan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri

b. Menjadi sumber informasi bagi stakeholders yang membutuhkan

informasi tentang dampak pengembangan kelapa sawit terhadap

kemiskinan dan perekonomian wilayah khususnya Kabupaten Indragiri

Hulu.

(4)

c. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pemerintah daerah

dalam upaya mendorong pembangunan ekonomi wilayah untuk

kepentingan keberlanjutan pembangunan pada masa yang akan datang.

d. Menjadi referensi perbandingan serta simultan bagi penelitian

selanjutnya.

TELAAH PUSTAKA

1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi et al,. 2005).

Selanjutnya Todaro (2000) pembangunan paling tidak harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahaminya. Komponen yang paling hakiki tersebut yaitu kecukupan makanan (sustenance), memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih.

Todaro (1998), juga mendefinisikan pembangunan merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dari struktur sosial sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan, dan kemiskinan absolut.

Dari model pertumbuhan endogen maka dapat diambil intinya yaitu akumulasi kapital dalam bentuk tangible (berwujud, yakni kapital fisik) dan kapital dalam bentuk intangible (yakni pengetahuan dan ide-ide baru) serta bersama-sama dengan teknologi merupakan faktor penting sebagai determinan pertumbuhan ekonomi (Hayami, 2001).

Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya keterkaitan kebelakang (backward linkage) sedang keterkaitan kedepannya (forward linkage) cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya dampak pengganda (multiplier effect), karena nilai tambah (value added) yang semestinya dapat ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah lain. Menurut Anwar (1995) beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah antara lain : Sifat Komoditas, Sifat Kelembagaan.

2. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi

Strategi pembangunan yang menitik beratkan kepada pertumbuhan ekonomi menganggap bahwa kesejahteraan masarakat dapat ditingkatkan dengan cepat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan para ahli (seperti Adelman dan Morris, 1973; Wei, 1983), pada suatu sisi strategi pertumbuhan

(5)

ekonomi memang memberikan dampak pendapatan per kapita, tetapi pada sisi lain ternyata meninggalkan masalah lain, seperti kemiskinan.

Kemiskinan yang terjadi di suatu wilayah juga mempunyai hubungan dengan kondisi wilayah dan pembangunan ekonomi wilayah. Suatu wilayah yang terbentuk dengan sumberdaya alam yang subur, maka penduduk yang tinggal disekitar wilayah tersebut dapat menggunakan sumberdaya alam yang ada untuk memperoleh atau meningkatkan penghasilan atau pendapatan. Sebaliknya, ada suatu wilayah yang merupakan kawasan yang kurang subur sehingga tidak memungkinkan masyarakat di sekitar kawasan untuk dapat menggunakan sumberdaya alam yang ada untuk memperoleh atau meningkatkan pendapatan mereka sehingga mereka menjadi miskin.

Oleh karena itu disuatu sisi, kemiskinan dapat disebabkan kondisi wilayah secara fisik (kondisi alam). Tetapi dapat juga terjadi bahwa di sekitar suatu wilayah yang subur ternyata terdapat penduduk yang miskin. Keadaan ini dapat terjadi karena : (i) sumberdaya alam di sekitar wilayah tersebut belum digunakan oleh penduduk setempat secara optimal, (ii) penduduk disekitar wilayah tersebut tidak mempunyai kemampuan yang cukup (seperti keterampilan, modal dsb) untuk dapat mengelola sumberdaya alam untuk menghasilkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan mereka, dan (iii) sumberdaya alam yang diolah di wilayah tersebut tidak dapat dinikmati oleh penduduk atau masyarakat setempat karena adanya kebocoran regional (regional leakages).

3. Pengertian dan Penyebab Kemiskinan

Secara umum kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompoknya dan tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, dan pikirannya dalam kelompok tersebut (TKPK, 2006 dan Syahyuti, 2006).

Selanjutnya pada RPJM Nasional kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Menurut Sumodiningrat (2005), masyarakat miskin secara umum ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut:

a. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar

seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need

deprivation).

b. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan melakukan kegiatan usaha produktif

(unproductiveness).

c. Ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi (inaccesibility). d. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan menentukan nasib dirinya sendiri serta

senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis; dan

e. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor).

(6)

Namun demikian, secara umum penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain (Makmun, 2003) :

a. Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat. b. Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk; dan

c. Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian.

4. Ukuran Kemiskinan

Di Indonesia, pengertian kemiskinan didasarkan pada pengertian yang ditetapkan berdasarkan kriteria dari tiga institusi (BPS, 2008) yaitu:

1. Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makannya kurang dari 2 100 kalori per kapita per hari.

2. Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera, apabila memenuhi kriteria berikut (BPS, 2008) :

a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya.

b. Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari.

c. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

d. Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.

e. Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.

3. Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US$ 1.00 per kapita per hari (BPS, 2008).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif serta di analisis dari aspek makro dan mikro.

Analisis kualitatif dilakukan untuk memberikan penjelasan hasil penelitian seperti berbentuk tabel, gambar dan grafik serta berbentuk penjelasan atau narasi yang secara deskriptif kualitatif, terutama dalam menjelaskan masalah kebocoran wilayah dan sistem produksi komoditas kelapa sawit serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Indragiri Hulu.

Kelapa merupakan sumber perekonomian utama masyarakat Pengembangan Perkebunan Kelapa sawit Rakyat di Kabupaten Indragiri Hulu Keterkaitan ekonomi sektor kelapa sawit dengan sektor lainnya dan Multiplier Y, NTB, Income, dan TK Kebocoran wilayah sektor kelapa Analisis Keterkaitan Sektor, Analisis Multiplier Analisis Kebocoran Wilayah.

(7)

Hipotesis Penelitian

1. Sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa sawit memiliki peran yang besar terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu baik ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya

2. Sektor kelapa sawit dan sektor industri pengolahan kelapa sawit masih memiliki keterkaitan yang lemah terhadap perekonomian wilayah dan memiliki multiplier effect yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan tenaga kerja, nilai tambah bruto, dan output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu.

3. Investasi di sektor kelapa Sawit dan sektor industri kelapa sawit diduga memiliki dampak terhadap penurunan kemiskinan, penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan, penurunan nilai indeks Gini Ratio. Serta meningkatan pertumbuhan faktor produksi, petumbuhan pendapatan rumah tangga dan pertumbuhan sektor produksi.

4. Diduga kebijakan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga akan memberikan dampak yang lebih baik terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan pendapatan bila dibandingkan dengan kebijakan investasi disektor kelapa, sektor industri pengolahan kelapa skala besar dan sektor kelapa sawit.

Lokasi Penelitian

Penelitian mengambil lokasi di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, dengan pertimbangan: (i) Kabupaten Indragiri Hulu memiliki aktivitas perekonomian yang didominasi oleh sektor perkebunan terutama komoditi kelapa Sawit baik dalam penggunaan lahan, produksi dan serapan tenaga kerja, (ii) Indragiri Hulu merupakan wilayah pengembang kelapa terluas di Indonesia, dan juga teridentifikasi sebagai wilayah yang terbesar kontribusinya dalam memasok kelapa nasional, sekaligus sebagai penyumbang ekspor kelapa terbesar dari Indonesia, (iii) kegiatan masyarakat dalam pengembangan kelapa di wilayah tersebut diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian wilayah dan masyarakat.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data-data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada berbagai instansi/lembaga yang berkompeten seperti Bappeda, BPS, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, Bagian Pembanguan Setda Inhu, Bagian Keuangan Setda Inhu, Dinas PU, Dinas Pertanian, BPMD, Balitbang, Mappi Kabupaten Indragiri Hulu, APCC, PT yang ada di Kabupaten Inhu.

Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan penelitian, maka analisis yang akan dilakukan terdiri dari analisis daya penyebaran dan kepekaan, analisis dampak pengganda (multiplier effect) dan termasuk di dalamnya dampak suatu kebijakan terhadap kinerja perekonomian dalam suatu wilayah, analisis gini ratio, analisis kemiskinan, analisis kebocoran wilayah dan analisis simulasi kebijakan dalam rangka menumbuhkan sektor kelapa secara berkualitas di Kabupaten Indragiri Hulu.

(8)

Analisis Kemiskinan

Untuk mengkaji dampak pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat terhadap insiden kemiskinan (poverty incidence) digunakan indeks kemiskinan FGT (Foster-Greer-Thorbecke). Perubahan pendapatan masing-masing golongan rumah tangga dari analisis simulasi kebijakan digunakan untuk menganalisis kemiskinan indeks FGT dengan menggunakan data SUSENAS tahun 2011. Meskipun menggunakan analisis di luar model SNSE, pada dasarnya analisis kemiskinan dalam penelitian ini tetap mengacu pada kerangka SNSE, karena pengelompokan rumah tangga pada SNSE disusun berdasarkan data pengelompokan rumah tangga yang ada pada SUSENAS.

Untuk menghitung indeks kemiskinan, data pendapatan rumah tangga berdasarkan golongan rumah tangga (yang didekati dari data pengeluaran), diubah ke dalam pendapatan masing-masing individu. Hal ini dilakukan karena per-hitungan FGT poverty index didasarkan pada pengeluaran masing-masing individu atau per kapita penduduk miskin.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kinerja Ekonomi Kabupaten Indragiri Hulu

Indikator-indikator kinerja ekonomi yang diturunkan dari kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2011 diantaranya adalah struktur dan pertumbuhan PDRB dan nilai tambah faktor produksi.

Dari segi struktur perekonomian, Kabupaten Indragiri Hulu dicirikan oleh tiga sektor utama sebagai motor penggerak (engine power) roda perekonomian yakni masing-masing sektor pertanian, sektor industri dan sektor pedagangan. Dari ke tiga sektor tersebut, tercatat hingga tahun 2011, sektor pertanian memberi kontribusi sekitar 49.57 persen, kemudian disusul oleh sektor industri 16.56 persen dan sektor perdagangan dengan kontribusi sekitar 15.01 persen. Dari total nilai tambah pertanian, subsektor perkebunan memberi kontribusi sekitar 44.43 persen, sub sektor kehutanan berkontribusi sebesar 23.60 persen, sedangkan tanaman pangan hanya memberi kontribusi sekitar 14.68 persen. Selanjutnya dari total nilai tambah sektor industri tercatat subsektor industri kelapa memberi kontribusi sekitar 95.14 persen, kemudian subsektor industri kayu memberi kontribusi sekitar 4.78 persen.

Secara total PDRB harga berlaku daerah ini mengalami pertumbuhan sebesar 19.11 persen per tahun. Meskipun indikator pertumbuhan PDRB harga berlaku, tidak dapat mencerminkan secara langsung tentang peningkatan kapasitas produksi di masing-masing sektor, karena bisa jadi pertumbuhan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga dan bukan dari peningkatan produksi. Akan tetapi tentunya indikator tetap menjadi penting untuk melihat sektor-sektor mana yang memiliki peningkatan daya saing.

(9)

Dari kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2011, juga diperlihatkan nilai tambah faktor produksi yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, pendapatan kapital (masih termasuk penyusutan), surplus usaha dan pajak tak langsung netto. Hasil nilai tambah faktor produksi dari kerangka SNSE adalah imbalan jasa faktor produksi tenaga kerja berjumlah Rp. 1 508 750.79 juta atau sekitar 32.42 persen dari total nilai semua faktor produksi. Dari total nilai tambah faktor produksi tenaga kerja ini, tercatat subsektor perkebunan yang memberi kontribusi paling tinggi yakni sekitar 24.45 persen, disusul sub sektor pemerintahan umum.

Berbagai kinerja sosial yang dapat digambarkan dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2011, diantaranya adalah distribusi pendapatan tenaga kerja, pendapatan kapital, penerimaan transfer berdasarkan kelompok rumah tangga, distribusi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) dan pendapatan per kapita, pola pengeluaran menurut kelompok rumah tangga, distribusi upah dan gaji menurut sektor usaha dan beberapa indikator kinerja sosial lainnya.

Berdasarkan kerangka analisis SNSE Kabupaten Indragilir Inhu Tahun 2011, maka distribusi upah dan gaji tenaga kerja menurut sektor usaha menunjukkan bahwa distribusi upah dan gaji paling besar di sektor pertanian, kemudian diikuti sektor jasa-jasa dan sektor industry.

Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (disposible income)

Disposible Income rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga setelah dikurang pajak. Disposible income ini berasal dari berbagai sumber seperti, dari pendapatan tenaga kerja, pendapatan modal, dan transfer dari berbagai institusi. Pendapatan ini merupakan penerimaan rumah tangga yang bisa dibelanjakan.

PERAN

SEKTOR

KELAPA

SAWIT

TERHADAP

PEREKONOMIAN

KABUPATEN INDRAGIRI HULU

1. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita

Produk domestik regional bruto perkapita merupakan salah satu indikator penting untuk memetakan tingkat kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah. Selanjutnya memperhatikan jumlah penduduk Kabupaten Indragiri Inhu tahun 2011 yaitu sebesar 647 512 jiwa dengan PDRB menurut harga berlaku sebesar 11 823.31 milyar rupiah, maka terlihat bahwa pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Indragiri Inhu pada tahun 2011 yaitu sebesar 18.26 juta rupiah. Sedangkan dilihat dari perkembangannya periode tahun 2002-2006, menunjukkan bahwa pada tahun 2006 pendapatan perkapita mencapai 8.19 juta rupiah, pada tahun 2007 sebesar 9.58 juta rupiah, tahun 2004 sebesar 12.76 juta rupiah, dan pada tahun 2011 sebesar 15.12 juta rupiah.

(10)

2. Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha

Dari jumlah tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Inhu berdasarkan lapangan usaha pada tahun 2011 yaitu sebesar 647 512 jiwa, terlihat sektor pertanian merupakan sektor yang dominan menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 481 684 (74.39 persen). Dominannya serapan tenaga kerja dalam sektor pertanian mampu mendorong sektor pertanian sehingga dapat menekan angka pengangguran di Kabupaten Indragiri Inhu, dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berikut disajikan data distribusi tenaga kerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Indragiri Inhu Tahun 2011.

3. Peran Sektor Kelapa Sawit terhadap Perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu

Peran sektor kelapa Sawit terhadap pembentukan komponen perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2011, secara khusus ditinjau dari peran dalam kelompok sektor pertanian. Kontribusi sektor kelapa sawit terhadap sektor pertanian yaitu sebesar 960 milyar rupiah (34.68 persen). Pentingnya peran kelapa sawit dalam pembentukan output sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hulu, sehingga perhatian terhadap pengembangan sektor tersebut dalam mendorong pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hulu perlu diperhatikan

4. Peran Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Wilayah

Kabupaten Indragiri Hulu

Peran sektor kelapa sangat berarti terutama dalam peyebaran tenaga kerja yaitu mencapai 49.49 persen. Dominannya sektor kelapa dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Hulu perlu menjadi perhatian untuk dipertahankan dan ditingkatkan peranannya dalam pengembangan sektor tersebut. Sedangkan dari sisi nilai tambah bruto terlihat bahwa kontribusi sektor kelapa yaitu sebesar 831 milyar rupiah (17.86 persen). Demikian juga dari sisi pembentukan output perekonomian terlihat sektor kelapa memiliki kontribusi sebesar 960 milyar rupiah (13.44 persen) dan sektor kelapa juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam kegiatan ekspor yang mencapai 402 milyar rupiah atau mencapai 19.85 persen dari seluruh ekspor wilayah Kabupaten Indragiri Hulu

5. Keterkaitan Sektor Kelapa Sawit terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten

Indragiri Hulu

Keterkaitan sektor dalam perekonomian wilayah dapat ditinjau dari sisi keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang.

(11)

Beberapa sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang kuat dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu adalah sektor perdagangan dan sektor bangunan. Hasil analisis keterkaitan ke depan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu dengan menggunakan pendekatan analisis model Input-Output tahun 2011, menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit memiliki keterkaitan langsung ke depan yang masih relatif rendah, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien keterkaitannya sebesar 0.72 atau berada di bawah nilai rata-rata 1 (satu).

Sektor yang memiliki indeks daya penyebaran yang kuat dalam perekonomian Kabupaten Indragiri Inhu yaitu terdiri dari sektor kelapa sawit, kayu, ikan laut, industri alat-alat pertanian, industri kayu, industri kelapa sawit skala besar, listrik dan air bersih, bangunan, perdangan, angkutan jalan raya dan angkutan laut.

b. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages)

Semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Indragiri Inhu memiliki koefisien keterkaitan ke belakang lemah, hal ini tercermin dari memiliki koefisien keterkaitan kebelakang yang nilainya di bawah rata-rata 1 (satu).

Hasil analisis keterkaitan ke belakang menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki keterkaitan langsung ke belakang yang masih lemah. Artinya sektor kelapa sawit memiliki ketergantungan yang kecil terhadap sektor lainnya dalam kegiatan produksi terutama terhadap penggunaan input antara.

Beberapa sektor yang memiliki indeks derajat kepekaan yang kuat dalam perekonomian Kabupaten Indragiri Inhu terdiri dari sektor bahan makanan lainnya, karet, kopi, hasil hutan lainnya, industri makanan, industri pakaian jadi, industri alat-alat pertanian, industri kayu, industri lainnya industri kelapa sekala besar (swasta) industri kelapa skala rumah tangga, listrik, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan jalan raya, angkutan laut, komunikasi, pemerintahan umum, dan jasa sosial kemasyarakatan, karena masing-masing sektor memiliki indeks derajat kepekaan di atas nilai rata-rata 1 (satu).

6. Multiplier Effect Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah

Kabupaten Indragiri Hulu

Analisis multiplier effect sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Inhu, berdasarkan data SNSE tahun 2011, akan dijelaskan dari aspek output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.

a. Multiplier Effect Output

Dari hasil analisis multiplier effect terlihat bahwa sektor Kelapa sawit memiliki multiplier effect sebesar 4.93. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa setiap peningkatan permintaan akhir sektor kelapa sawit sebesar satu satuan, maka

(12)

output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu akan meningkat sebesar equivalen 4.93. Dengan kata lain, apabila permintaan akhir (final demand) sektor kelapa meningkat sebesar 1 milyar rupiah, maka dampaknya terhadap output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hulu adalah sebesar 4.93 milyar rupiah.

b. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto

Hasil analisis multiplier effect NTB menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit memiliki multiplier effect sebesar equivalen dengan 6.74. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa setiap peningkatan permintaan akhir sektor kelapa sebesar satu, maka nilai tambah bruto perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Inhu akan meningkat sebesar 6.74. Dengan kata lain apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar 1 milyar rupiah, maka nilai tambah bruto perekonomian wilayah akan meningkat sebesar 6.74 milyar rupiah

c. Multiplier Effect Pendapatan

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa dampak pengganda pendapatan sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu yaitu sebesar 8.28. Nilai tersebut mengandung makna bahwa apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar satu, maka pendapatan akan meningkat sebesar equivalen 8.28. Dengan perkataan lain apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar 1 milyar rupiah, maka dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu sebesar 8.28 milyar rupiah.

d. Multiplier Effect Tenaga Kerja

Hasil analisis dampak pengganda tenaga kerja menunjukkan sektor kelapa memiliki dampak multiplier effect tenaga kerja yaitu sebesar equivalen 7.03. Nilai koefisien tersebut mengandung makna, bahwa apabila final demand sektor kelapa sawit meningkat sebesar satu, maka serapan tenaga kerja akan meningkat sebesar equivalen 7.03. Dengan kata lain bahwa setiap peningkatan final demand sebesar 1 milyar rupiah, maka akan berdampak pada serapan tenaga kerja sebanyak 70 orang

Hasil analisis menunjukkan bahwa kontribusi sektor kelapa sawit terhadap pembentukan output total wilayah adalah sebesar 13.44 persen, terhadap pembentukan output sektor pertanian sebesar 34.68 persen, dan terhadap pembentukan output subsektor perkebunan 79.45 persen. Kemudian kontribusinya terhadap pembentukan nilai tambah bruto (NTB) total wilayah yaitu sebesar 17.86 persen, terhadap pembentukan NTB sektor pertanian 36.03 persen, dan terhadap pembentukan NTB subsektor perkebunan 68.77 persen. Selanjutnya dari sisi serapan tenaga kerja menunjukkan sektor kelapa berkontribusi sebesar 27.92 persen terhadap serapan tenaga kerja total Kabupaten Indragiri Hulu, kemudian serapan tenaga kerja dalam sektor pertanian sebesar 37.57 persen, dan terhadap serapan tenaga kerja subsektor perkebunan sebesar 81.55 persen

(13)

Dari hasil analisis keterkaitan sektor terbukti sektor kelapa masih memiliki keterkaitan yang lemah terhadap perekonomian wilayah, sehingga keberadaan kelapa di Kabupaten Indragiri Inhu terlihat belum mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Indragiri Hulu. Sedangkan dari hasil analisis multiplier effect, terbukti sektor kelapa memiliki dampak lebih besar terutama pada serapan tenaga kerja, pendapatan, NTB, dan output. Karena keterkaitan sektor kelapa masih berada pada posisi yang lemah sehingga sektor kelapa, walaupun dominan dikembangkan di Kabupaten Indragiri Hulu ternyata belum mampu menjadi leading sector dalam menggerakkan perekonomian wilayah.

Selanjutnya bila dilihat dari sisi industri pengolahan kelapa sawit, menunjukkan sektor ini telah memiliki keterkaitan yang relatif kuat terhadap perekonomian wilayah sehingga keberadaan industri kelapa di Kabupaten Indragiri Inhu, sesungguhnya mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Indragiri Inhu, namun karena adanya indikasi kebocoran wilayah yang cukup tinggi pada industri kelapa ini dari sisi aliran finansial atau modal ke luar wilayah (capital outflow) yang jumlahnya diperkirakan sebesar 300.20 milyar rupiah pada tahun 2005.

Sedangkan dari hasil analisis multiplier effect, terbukti sektor industri kelapa juga memiliki dampak lebih besar terutama pada NTB, dan output. Karena keterkaitan sektor industri kelapa berada pada posisi yang relatif kuat sehingga sektor industri kelapa seyogyanya mampu mejadi leading sector dalam menggerakkan perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Inhu, namun karena adanya kebocoran wilayah disektor industri kelapa ini sehingga menjadikan sektor ini belum mampu memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Inhu.

DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

1. Dampak Investasi di Sektor Kelapa terhadap Distribusi Pendapatan

Untuk melihat dampak investasi di sektor kelapa terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Indragiri Inhu dilakukan dengan melihat perbandingan pendapatan pada setiap kelompok rumah tangga sebelum dan sesudah adanya kebijakan investasi masing-masing simulasi kebijakan sebesar 100 milyar

Sebelum adanya kebijakan atau pada kondisi awal distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Inhu, berada pada tingkat distribusi pendapatan yang merata atau tingkat ketimpangan pendapatan rendah dengan nilai indeks Gini Ratio sebesar 0.21, dan setelah dilakukannya investasi di sektor kelapa sawit sebesar 100 milyar rupiah, menunjukkan nilai indeks Gini Ratio tetap pada angka 0.21. Hal ini

(14)

menunjukkan bahwa distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga tetap memiliki ketimpangan yang rendah atau merata.

Selanjutnya bila dilihat dari pergeseran perubahan pendapatan sebelum dan setelah adanya kebijakan, terlihat kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan > 1.00 Ha yang paling tinggi mengalami pertumbuhan pendapatan yaitu dari 897.12 milyar menjadi 931.69 milyar atau sebesar 3.85 persen. Sedangkan kelompok rumah tangga yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang paling rendah adalah rumah tangga kota golongan bawah yaitu 3.72 persen, kemudian disusul rumah tangga desa golongan bawah dan rumah tangga buruh tani dengan peningkatan pendapatan masing-masing sebesar 3.73 persen

kebijakan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga mampu menurunkan ketimpangan pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Inhu, dimana nilai indeks Gini Ratio sebelum adanya kebijakan investasi sebesar 0.21 dan turun menjadi 0.20 setelah adanya investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 100 milyar

2. Dampak Investasi di Sektor Kelapa sawit terhadap Kemiskinan

Variasi rata-rata pendapatan rumah tangga tertinggi adalah antara Rp. 205 172,- sampai Rp. 2 350 178,-. Dimana pendapatan terkecil dimiliki oleh kelompok rumah tangga golongan buruh tani dan pendapatan tertinggi dimiliki oleh kelompok rumah tangga kota golongan atas. Sedangkan pendapatan minimum terendah terdapat pada rumah tangga buruh tani yaitu Rp. 34 627,- dan tertinggi pada rumah tangga kota golongan atas yaitu Rp. 98 409,-.

3. Dampak Investasi Sektor Kelapa Terhadap Penurunan Kemiskinan

Untuk melihat dampak investasi di sektor kelapa terhadap tingkat kemiskinan digunakan metode pengukuran Foster, Greer and Thorbecke (F-G-T) Indeks. Metode ini relatif banyak dan populer digunakan dalam kajian-kajian kemiskinan.

Dari tujuh simulasi kebijakan yang ada, semuanya memberikan dampak yang sama terhadap penurunan kemiskinan di Kabuapaten Indragiri Hulu. Dimana masing-masing simulasi kebijakan memberikan dampak yang sama terhadap penurunan kemiskinan yaitu pada kelompok rumah tangga petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 2.78 persen dan kelompok rumah tangga petani memiliki lahan > 1.00 Ha sebesar 5.66 persen.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

Hasil pendugaan parameter model regresi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hulu diperoleh koefisien determinasi (Rdi 2) sebesar 0.97, artinya keragaman faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hulu

(15)

dapat dijelaskan oleh keragaman perubah penjelas sebesar 97 persen, sedangkan sisanya sebesar 3 persen tidak dapat dijelaskan oleh persamaan tersebut. Nilai F hitung 115.81 dan nyata pada taraf 1%, mengindikasikan bahwa model yang digunakan cukup baik, karena dapat menerangkan peubah penjelas terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hulu sampai pada tingkat kepercayaan 99 persen

.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya, maka dapat dijelaskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Sektor kelapa sawit dan industri pengolahan kelapa sawit memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu bila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya

2. Sektor kelapa dan industri industri kelapa memiliki indikasi kebocoran wilayah. Kebocoran wilayah terbesar pada sektor industri kelapa sawit skala besar akibat adanya aliran pendapatan modal dan tenaga kerja (capital outflow) yang keluar wilayah Kabuapaten Indragiri Hulu. Dengan melakukan pengembangan sektor industri kepala sawit rakyat melalui investasi sebesar 100 milyar, maka kemiskinan dapat diturunkan sebesar 2.36 persen dan meningkatkan pertumbuhan pendapatan rumah tangga sebesar 4.81 persen, meningkatkan pendapatan faktor produksi 4.82 persen dan meningkatan pertumbuhan PDRB sebesar 6.56 persen. serta memiliki multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan tenaga kerja, nilai tambah bruto, dan output perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu. Namun sektor kelapa memiliki indeks keterkaitan ke belakang yang masih lemah dan sektor industri kelapa skala rumah tangga memiliki indeks keterkaitan ke depan yang lemah.

3. Pilihan kebijakan yang paling mungkin diambil adalah pengembangan industri kelapa sawit skala rumah tangga karena dapat meningkatkan pendapatan dan menurunkan derajat kemiskinan yang paling besar. Di samping itu, alokasi anggaran pembangunan, jumlah kelembagaan produksi, jumlah kelembagaan pemasaran dan kegiatan di luar pertanian dapat menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hulu.

2. Saran-Saran

Sebagai saran lanjutan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis kebocoran wilayah perlu dikaitkan dengan kinerja perekonomian

masyarakat, seperti kemiskinan.

b. Perlu dikaji lebih dalam tentang aspek kelembagaan, biaya transaksi dan

tata kelola usaha kaitannya dengan penurunan kemiskinan di Kabupaten

Indragiri Hulu.

c. Perlu adanya model yang dinamis yang dapat memasukkan aspek risiko

dan ketidakpastian.

(16)

d. Dalam penelitian ini sektor kelapa sawit dan industri pengolahannya

diagregasi dalam satu sektor tersendiri, maka dalam penelitian ke depan

keduanya disarankan untuk dipisahkan.

e. Mengkaji berbagai produk kelapa sawit rakyat yang layak untuk

dikembangkan dengan pola-pola pengembangan yang melibatkan investor

dan pemerintah

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, I. 1984. Beyond Export-Led Growth. In Adelman, I. 1995. Institution and Development Strategies. The Selected Essay of Irma Adelman. University of California, Berkeley, US.

Adelman and C. T. Morris. 1973. Economic Growth and Social Equity in Developing Countries. Stanford University Press, Oxford.

Antara, M. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap Kinerja Perekonomian Bali : Pendekatan Social Accounting Matrix. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Anwar, A. 1992.

Beberapa Konsepsi Sumber daya Alam Bagi Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi Kearah Pembanguan Berkelanjutan. Bahan Kuliah Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Anwar, A. 1995. Kajian Kelembagaan untuk Menunjang Pengembangan Agribisnis.

Laporan Penelitian. Bogor

Anwar, A. 2004. Organisasi Ekonomi: Konsep Pilihan Aktivitas Ekonomi melalui Kelembagaan Pasar atau Organisasi; Bahan Kuliah Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Tinjauan Kritis. P4W Press, Bogor.

Anwar, A. dan Rustiadi. 2000. Bahan Pelatihan Permodelan Wilayah Tingkat Pemusatan Aktivitas Suatu Wilayah. Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ardeni, P. G. 1989. Does the Law of One Price Really Hold for Commodity Price. American Journal of Agriculture Economics. 71 (2) : 661-669 Arief. 1993.

(17)

Analisis Pengembangan Agribisnis Kelapa Rakyat di Kabupaten Indragiri Hulu. Thesis Program Pascasarjana Institut Petanian Bogor. Bogor.

Armstrong H, and Taylor J. 2001. Regional Economics and Policy. Third Edition: Oxford: Blackwell Published, Ltd.

Arsyad, L 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. BPFE Jakarta. Jakarta

Asra, A. 2000. Proverty and Inequality in Indonesia: Estimates, Decomposition, and Key Issues. Journal of the Asia Facific Economy. 5 (2) : 91-111

Referensi

Dokumen terkait

Kreativitas sangat penting untuk dikembangkan sejak anak usia dini, seperti yang di kemukakan oleh Ahmad Susanto bahwa: kreativitas yang memungkinkan manusia meningkatkan

Pada awal pertumbuhan vegetatif tanaman, pemberian kompos TKKS yang diiringi dengan peningkatan dosis pupuk NPK hingga 300 kg ha -1 mampu meningkatkan pertumbuhan

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Seram Bagian Barat mengalami

Dengan demikian, hipotesis pertama berhasil ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan rasio keuangan CAMEL secara simultan bermanfaat dalam memprediksi perubahan

peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengan kehidupan nyata.. dan memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas

Configure router Site 2 to route between VLANs using information in the Addressing Table and VLAN Switch Port Assignment Table.. The VLANs will be configured on the switches later

To reach the purpose of this study, the treatment was conducted to investigate how critical reading strategies were implemented which made the significant

Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997