2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan kumpulan pengetahuan yang tidak
menghasilkan produk saja, akan tetapi mencakup pengetahuan seperti
keterampilan dalam hal melaksanakan penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah
yang dimaksud contohnya melalui pengamatan, percobaan dan analisis.
Sedangkan sikap ilmiah contohnya jujur dan objektif dalam mengumpulkan data
yang diperoleh.
IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang alam, maka pembelajaran IPA
berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Permendiknas
No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mengemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan
Alam berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan.
Dalam hal ini, pendidikan IPA diharapkan bisa menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Iskandar (2001: 2-5) IPA adalah fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA, keterampilan proses IPA adalah keterampilan
yang dilakukan oleh para ilmuwan di antaranya adalah mengamati, mengukur,
menarik kesimpulan, mengendalikan variabel, merumuskan hipotesis, membuat
grafik dan tabel data, membuat definisi operasional, dan melakukan eksperimen.
Dari berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada di kehidupan
alam dan lingkungan sekitar untuk dipelajari siswa agar dapat bermanfaat bagi
Tujuan IPA di Sekolah Dasar
Tujuan IPA menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
2.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran yang
memusatkan pada peserta didik. Model ini berusaha menyesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Gallow (2003) yang
mengemukakan bahwa satu hal penting dalam model problem based learning
adalah perpusat pada peserta didik. Model PBL merupakan pembelajaran yang
melibatkan peserta didik secara langsung dalam mata pelajaran.
Menurut Pannen, Mustafa dan Sekarwinahyu (2001: 89), PBL merupakan
salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma
kontruktivisme yang sangat mementingkan peserta didik (student centered
learning). PBL adalah suatu metode intruksional yang mempunyai ciri-ciri
penggunaan masalah nyata sebagai bekal peserta didik.
Anies (2003: 1) mengemukakan bahwa PBL adalah salah satu intruksional
yang mempunyai ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai konteks peserta
didik yang mempelajari cara berpikir kritis serta keterampilan dalam memecahkan
masalah. Gardner (2003:1) mengemukakan bahwa PBL memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk : 1) memeriksa dan menguji coba mengenai apa yang
keterampilan mencapai kinerja yang tinggi dalam tim, 4) memperbaiki
keterampilan komunikasi.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
PBL merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan
peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengan kehidupan nyata
dan memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas yang
mengembangkan cara berpikir kritis serta keterampilan dalam pemecahan
masalah.
Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang melekat pada
konsep dan implementasinya. Karakteristik model pembelajaran PBL sebagai
berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah dimulai
dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan
disekitar prinsip-prinsip tertentu. Pembelajaran berbasis
masalahmengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan atau masalah
yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi
peserta didik. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk
menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai solusi.
2. Berfokus pada keterkaitan antar konsep atau disiplin. Meskipun PBL mungkin
berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata
agar dalam pemecahannya, peserta didik meninjau masalah itu dari banyak
mata pelajaran.
3. Adanya penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengehendaki
peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan,
mengumpulkan, dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat
inferensi dan merumuskan kesimpulan.
4. Melakukan analisis dari penyelidikan sebagai dasar untuk menemukan
5. Menghasilkan produk / karya dan memamerkannya. PBL menuntut peserta
didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan
peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, video maupun
program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada
teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan
suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
6. Kerjasama. Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh peserta didik
yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam
kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi
inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berpikir.
Tahapan Problem Based Learning
Menurut Gardner (2003) tahapan-tahapan dalam pembelajaran PBL antara
lain: 1) menyelidiki kejadian-kejadian, 2) membuat daftar apa yang akan
diketahui, 3) mengembangkan dan menulis pernyataan masalah dengan kata-kata
sendiri, 4) membuat daftar solusi yang mungkin, 5) membuat daftar apa yang
harus dikerjakan, 6) membuat daftar apa saja yang di perlu diketahui, 7) menulis
solusi yang mendukung dokumentasi, 8) meninjau kembali / kinerja, 9)
melaksanakan tugas.
Secara sederhana langkah-langkah PBL meliputi: 1) identifikasi masalah,
2) mengumpulkan data, 3) analisis data, 4) menghasilkan pemecahan masalah, 5)
memilih cara pemecahan masalah, 6) merencanakan penerapan dan pemecahan
masalah, 7) merumuskan alternative pemecahan masalah, dan, 8) menetapkan
pemecahan dan tindak lanjut.
Sedangkan menurut Arend (2007) langkah-langkah pembelajaran PBL
yaitu: 1) memberikan orientasi suatu masalah pada peserta didik, 2)
mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti, 3) mendampingi dalam
mempresentasikan hasil, dan, 5) analisis dan evaluasi dari proses pemecahan
masalah.
Pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari dari lima tahapan
utama yang dimulai dari pendidik memperkenalkan peserta didik dengan suatu
situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja peserta
didik. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran PBL seperti pada tabel 1
berikut:
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tingkah Laku Pendidik
Tahap 1
memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya. Pendidik
mendiskusikan rubricasesmen yang akan
digunakan dalam menilai kegiatan / hasil karya
peserta didik.
belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
Tahap 3
Pengumpulan data dan
analisis data
Pendidik mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,
Pendidik membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan, video, dan model dan
temannya.
Tahap 5
Merumuskan dan
menetapkan pemecahan
masalah serta tindak lanjut
Pendidik membantu peserta didik untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan, sehingga menetapkan
alternatif pemecahan masalah.
Kelebihan Problem Based Learning
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan keterbatasan.
Kelebihan PBL antara lain:
1. Fokus kebermaknaan, bukan fakta
Dalam PBL tidak hanya menyajikan informasi untuk diingat peserta didik.
Jika PBL menyajikan informasi, maka informasi tersebut harus digunakan
dalam pemecahan masalah sehingga terjadi proses kebermaknaan terhadap
informasi.
2. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berinisiatif
Peserta didik harus berpastisipasi aktif dalam mencari informasi untuk
mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah, inisiatif peserta didik
sangat diperlukan. Penerapan PBL membiasakan peserta didik untuk
berinisitif dalam prosesnya sehingga pada akhirnya kemampuan meningkat.
3. Pengembangan keterampilan dan pengetahuan
PBL memberikan makna yang lebih, contoh nyata penerapan dan manfaat
yang jelas dari materi pembelajaran. Semakin tinggi tingkat kompleksitas
permasalahan maka semakin tinggi keterampilan dan pengetahuan peserta
didik yang dituntut untuk mampu memecahkan masalah. Semakin nyata
permasalahan maka semakin tinggi tingkat transferability dari keterampilan
dan pengetahuan peserta didik ke dalam kehidupan sehari-hari.
Keterampilan interaksi sosial merupakan keterampilan yang sangat
diperlukan peserta didik dalam proses pembelajaran maupun dalam
kehidupan sehari-hari dan terfokus pada kemampuan bidang ilmu.
5. Pengembangan sikap self motivated
Dalam PBL yang memberikan kebebasan peserta didik berkolaboratif
bersama peserta didik lain dalam bimbingan pendidik. Dengan situasi
belajar yang menyenangkan, peserta didik akan termotivasi untuk belajar
lebih giat.
6. Tumbuhnya hubungan peserta didik dan fasilitator
Dalam PBL, atmosfir akademik dan suasana belajar terasa lebih aktif,
dinamis dan berkualitas. Dalam proses pembelajaran, pendidik berperan
sebagai pembimbing, pendidik dapat menjadi lebih bermanfaat, daripada
sekedar penyaji informasi. Hubungan peserta didik fasilitator terjadi dan
pada akhirnya dapat menjadi lebih menyenangkan bagi pendidik maupun
peserta didik.
7. Jenjang pencapaian pembelajaran dapat ditingkatkan
Proses pembelajaran menggunakan PBL dapat menghasilkan pencapaian
peserta didik dalam penguasaan materi yang sama luas dan dalam serta
keragaman keterampilan dan kebermaknaan dengn pembelajaran tradisional.
Kelemahan Problem Based Learning
1. Pencapaian akademik dari individu peserta didik
PBL berfokus pada salah satu masalah yang spesifik, sering kali PBL tidak
memiliki ruang lingkup yang memadai. Hal ini menyebabkan pencapaian
akademik peserta didik akan lebih tinggi pada PBL karena fokus yang
spesifik, dalam hl ketermpilan peserta didik memecahkan permasalahan
dalma kehidupan nyata. Jika ruang lingkup bidang ilmu yang lebih
dipentingkan daripada keterampilan belajar dan berpikir, maka model ini
masih diragukan perannya.
2. Waktu yang diperlukan untuk implementasi
Waktu yang diperlukan oleh pendidik maupun peserta didik untuk
dalam pembelajaran tradisional, bahkan cenderung lebih banyak. Waktu
yang banyak, diperlukan pada saat awal peserta didik terlibat didalamnya,
sebagai suatu proses pembelajaran yang kebanyakan belum pernah mereka
alami.
3. Perubahan peran peserta didik dalam proses
Selama ini peserta didik berasumsi bahwa mereka hanya mendengarkan dan
bersikap pasif terhadap informasi yng disampaikan pendidik. Asumsi ini
tumbuh berdasarkan pengalaman belajar yang dialami dalam jenjang
pendidikan sebelumnya. Dalam PBL, peran peserta didik dituntut aktif dan
mandiri. Dengan perubahan ini seringkali hal ini menjadi kendala bagi
peserta didik pemula dan juga bagi peserta didik yang terlalu berharap pada
peserta didik
4. Perumusan masalah yang baik
Dalam pembelajaran ini perumusan masalah yang baik merupakan faktor
yang paling penting, padahal merupakan hal yang tidak mudah untuk
dilakukan, baik bagi pendidik maupun peserta didik. Jika dipermasalahkan
tidak bersifat holistik tetapi bersifat makro (mendalam), maka akan banyak
hal yang terlewatkan oleh peserta didik sehingga pengetahuan peserta didik
menjadi parsial atau sempit.
Penerapan Model PBL dalam Mata Pelajaran IPA Tabel 2.2
Penerapan Model PBL dalam Mapel IPA
No Kegiatan Indikator
1. Kegiatan Awal 1. Menyiapkan siswa untuk mengikuti
pelajaran.
2. Menyampaikan apersepsi dan motivasi.
3. Menyampaikan yujuan pembelajaran.
2. Kegiatan inti 1. Bertanya jawab untuk menggali
pengetahuan awal siswa.
3. Membagi siswa dalam kelompok
4. Setiap kelompok memecahkan masalah
yang disiapkan guru.
5. Siswa mencatat hasil diskusi.
6. Setiap kelompok mempresentasikan hasil
diskusi ke depan kelas.
7. Guru membenarkan jawaban yang belum
tepat.
3. Kegiatan penutup 1. Guru dan siswa membuat kesimpulan.
2. Memberikan refleksi.
3. Evaluasi.
2.1.3 Hasil belajar
Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dengan istilah prestasi belajar, dimana
mempunyai fungsi yang penting sebagai indikator keberhasilan belajar dengan
mata pelajaran tertentu dan dapat berguna sebagai evaluasi dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 40-41), hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan. Menurut Sardiman
(2007:51) hasil belajar adalah hasil langsung berupa tingkah laku siswa setelah
melalui proses belajar-mengajar yang sesuai dengan materi yang dipelajarinya,
sedangkan menurut Howard Kingsley, hasil belajar dibedakan dalam 3 kelompok
yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian serta sikap dan
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tidak
hanya berupa sesuatu yang diukur secara kuantitatif saja melainkan juga secara
kualitatif terkait perubahan peserta didik dari yang belum bisa menjadi bisa.
Dalam mengevaluasi suatu pelajaran pasti ada sesuatu yang harus di capai
terutama ialah tujuan dan fungsi evaluasi pembelajaran.Tujuan utama penggunaan
evaluasi dalam pembelajaran (classroom evaluation) disekolah adalah membantu
guru dan peserta didik untuk mengambil keputusan professional dalam
memperbaiki pelajaran. Dalam buku panduan penilaian berbasis kelas
(Depdiknas, 2006) menjelaskan fungsi evaluasi pembelajaran adalah untuk:
(a) Menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik,
(b) Membantu peserta didik memilih program atau jurusan, atau untuk
mengembangkan kepribadian,
(c) Menemukan kesulitan belajar dan mengembangkan prestasi peserta didik
serta sebagi alat diagnosis bagi guru,
(d) Sebagai upaya guru untuk menemukan kelemahan proses pembelajaran
yang dilakukan ataupun yang sedang berlangsung,
(e) Sebagai control bagi guru dan semua stake holder pendidikan tentang
gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.
Sesuai Permendikbud No. 23 tahun 2016 terdapat teknik dan instrumen
yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan
sebagai berikut:
a. Penilaian Kompetensi Sikap, mencatat perilaku peserta didik dengan
observasi, pengamatan. Instrumen yang digunakan untuk observasi adalah
daftar cek atau skala penilaian yang disertai rubrik.
b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan, melalui tes tulis instrumen yang
digunakan berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian yang dilengkapi pedoman penskoran. Instrumen tes
lisan berupa daftar pertanyaan. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah
c. Penilaian Kompetensi keterampilan, melalui penilaian kinerja, instrumen yang
digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
dilengkapi rubrik.
Teknik penilaian (hasil belajar). Istilah teknik dapat diartikan sebagai alat.
Jadi teknik penilaian berarti alat yang digunakan dalam rangka melakukan
kegiatan penilaian. Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah
dikennal ada dua macam teknik, yaitu teknik tes dan teknik non tes.
1. Teknik tes
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka
pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan yang berbentuk pemberian tugas
atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah.
Tes pada umumnya digunakan untuk mengukur hasil belajar sisw, terutama hasil
belajar kognitif. Ada 2 jenis tes sebagai alat pengukur perkembangan belajar
peserta didik, yaitu :
a. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar.
Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup
dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Soal-soal bentuk
objektif ini dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan.
b. Tes Uraian
Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai tuntutan
pertanyaan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dengan demikian, dalam tes
ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekresikan gagasannya melalui
bahasa tulisan. Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, tergantung pada
pandanagn siswa itu sendiri. Pada uraian terbatas pertanyaan telah diarahkan
kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Sedangkan bentuk uraian
2. Teknik Nontes.
Teknik nontes adalah sebuah tes yang berisi pertanyaan atau pernyataan
yang tidak memiliki jawaban benar atau salah dengan instrument yang berbentuk
kuesioner atau inventori. Hasil pengukuran melalui instrument non tes berupa
angka yang disebut kuantitatif dan bukan berupa angka seperti pernyataan sangat
baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan sebagainya atau disebut kualitatif.
Ada beberapa macam teknik nontes, beberapa diantaranya seperti unjuk kerja
(performance), penugasan (proyek), tugas individual, tugas kelompok, laporan,
ujian praktek dan portopolio. Dari berbagai macam teknik dalam nontes dapat di
jelaskan sebagai berikut:
a. Unjuk kerja
Merupakan suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui
pengamatan aktifitas siswa dalam melakukan sesuatu yang berupa
tingkah laku atau interaksi. Contoh: berbicara, berpidato, membaca
puisi, dan berdiskusi.
b. Penugasan
Merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam
waktu tertentu.
c. Tugas individu
Merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa
yang dilakukan secara individual.
d. Tugas kelompok
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa yang
dilakukan secara berkelompok.
e. Laporan
Merupakan penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan
yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan
pratikum dan pemantapan praktik lapangan (PPL).
Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang
ada kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL.
g. Portopolio
Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan siswa dalam
suatu periode tertentu.
2.1.4 Hubungan Antara Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Hasil Belajar
PBL merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada
keterlibatan peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengn
kehidupan nyata dan memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas
yang mengembangkan cara berpikir kritis serta keterampilan dalam pemecahan
masalah.
Terdapat hubungan penerapan PBL terhadap hasil belajar. Model
pembelajaran PBL dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan siswa.
Semakin tinggi cakupan masalah maka semakin tinggi pula pengetahuan dan
keterampilan siswa yang dituntut untuk mampu memecahkan suatu masalah.
Jika pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dilibatkan dan siswa
aktif dalam pembelajaran, maka siswa akan lebih paham dan lebih mengerti
terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga dengan model
pembelajaran PBL siswa dapat meningkatkan hasil belajar, karena model ini
mengajak siswa berpikir aktif.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian tindakan kelas ini juga merujuk kepada penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti lain.
Adapun penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang sudah dilakukan
oleh Riana Rahmasari (2016) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV
SD.”Riana Rahmasari (2016) menyimpulkan bahwa melalui penerapan model
Model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar dari kondisi awal
(41,67%) meningkat hasil belajarnya pada siklus 1 (95,83%).
Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh
Anik Rohchimah (2015) yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA
melalui Model Problem Based Learning.” menyimpulkan bahwa melalui model
Problem Based Learning dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA dari (1)
keterampilan guru siklus I memperoleh skor 27 kategori baik, siklus II
memperoleh skor 29 kategori baik dan siklus III skor meningkat menjadi 33
kategori sangat baik; (2) Aktivitas siswa siklus I memperoleh skor 22,4 kategori
baik, siklus II memperoleh skor 26,7 kategori baik dan siklus III skor meningkat
menjadi 31,3 kategori sangat baik; (3) hasil belajar siswa siklus I mendapat nilai
rata-rata 75,3 ketuntasan klasikal 76,92%, siklus II mendapat nilai rata-rata 78
ketuntasan klasikal 82,05% dan meningkat pada siklus III nilai rata-rata 84,48
ketuntasan klasikal 87,17%.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama menggunakan model pembelajaran PBL untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas 5 dan melakukan observasi aktivitas guru serta observasi
aktivitas siswa. Perbedaannya yaitu terletak pada subjek penelitian, lokasi dan
mata pelajaran dalam penelitian.
2.3 Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema dan
masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teorirtis. Kerangka berpikir
dimulai dengan adanya kondisi awal dilapangan yang menjadi permasalaha
sehingga perlu adanya perbaikan dengan memberikan suatu tindakan dan diakhiri
dengan kondisi akhir yang diperoleh dari hasil tindakan yang dilakukan.
Kondisi awal sebelum tindakan, perhatian anak terhadap guru kurang,
siswa tidak sepenuhnya aktif dalam pembelajaran, pemahaman siswa tentang
materi yang disampaikan kurang. Mengginakan pendekatan konvesional yang
dalam penyampaian materinya masih didominasi dengan metode ceramah dan
Berdasarkan kondisi awal, perlu diadakan tindakan dalam pembelajaran
agar nilai belajar peserta didik dapat meningkat. Tindakan yang diberikan adalah
dengan model PBL.
Kondisi akhir setelah tindakan, anak mau memperhatikan guru dan
merasa senang, siswa aktif dalam proses pembelajaran, siswa paham pada
materi yang disampaikan oleh guru.
Tujuan pembelajaran pada prinsipnya dapat dicapai secara maksimal
jika guru memahami dengan baik komponen-komponen pembelajaran terutama
penggunaan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik
siswa. Oleh karena itu, guru sebaiknya dapat menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan agar hasil belajar siswa meningkat. Pembelajaran yang baik adalah
terlibatnya siswa selama proses belajar mengajar. Hal ini dapat dibangkitkan
melalui model pembelajaran PBL. Berdasarkan latar belakang dan kajian
langkah-langkah model pembeljaran PBL sebagai berikut: (1) memberikan masalah pada
peserta didik, (2) mengorganisasi peserta didik untuk meneliti, (3) peserta didik
mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah, (4) mengembangkan dan
mempresentasikan hasil dan (5) analisis dan evaluasi dari proses pemecahan
masalah, maka dapat digambarkan kerangka berpikir pada halaman berikut
Model Problem Based Learning
FASE 1
FASE 4 FASE 3 FASE 2
FASE 5
Indikator Hasil Belajar
Memberikan masalah pada peserta didik
Mengorganisasi peserta didik untuk meneliti
Peserta didik mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah
Mengembangkan dan mempresentasikan hasil
Analisis dan evaluasi dari proses pemecahan masalah
Hasil belajar meningkat
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kerangka teoritis di atas maka dapat diturunkan
hipotesis tindakan antara lain sebagai berikut:
1. Penerapan langkah model pembelajaran PBL sesuai
langkah-langkah (1) memberikan masalah pada peserta didik, (2) mengorganisasi
peserta didik untuk meneliti, (3) peserta didik mengumpulkan informasi
yang sesuai dengan masalah, (4) mengembangkan dan mempresentasikan
hasil dan (5) analisis dan evaluasi dari proses pemecahan masalah diduga
dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5 SDN Ngampon Semester II
tahun pelajaran 2016/2017.
2. Penerapan model pembelajaran PBL diduga dapat meningkatkan hasil
belajar IPA Kelas 5 SDN Ngampon Semester II tahun pelajaran