ABSTRAK
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR
MELALUI MODEL
PROBLEM BASED LEARNING
DENGAN MEDIA
GRAFIS PADA KELAS IVA SDN 6 METRO PUSAT
Oleh
Devy Larasati Sukoco
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan berpikir kritis
dan hasil belajar siswa pada mata pembelajaran tematik siswa kelas IVA SD
Negeri 6 Metro Pusat Kota Metro yang diketahui dari hasil observasi.
Tujuan
penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar
siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat Kota Metro pada mata pelajaran
tematik melalui penerapan model
problem based learning
dengan media grafis.
Metode penelitian yang digunakan adalah Tindakan Kelas yang
dilaksanakan dalam 2 siklus. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis
kualitatif, sedangkan data tes dianalisis dengan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
problem based
learning
dengan media grafis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat. Hal ini dapat dilihat dari
nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa pada siklus I sebesar 54,24
dengan kategori cukup (C-) kemudian meningkat sebesar 22,85 menjadi 77,09
dengan kategori Baik (B+) pada siklus II. Rata-rata hasil belajar kognitif siswa
pada siklus I yaitu 64,48 dengan kategori cukup (C+) meningkat sebesar 10,83
menjadi 75,31 dengan kategori baik (B) pada siklus II. Persentase ketuntasan
belajar kognitif pada siklus I yaitu 55,17%, meningkat sebesar 27,59% menjadi
82,76% di siklus II. Rata-rata hasil belajar afektif siswa pada siklus I 57,53
dengan kategori cukup (C) meningkat sebesar 19,91 menjadi 77,44 dengan
kategori baik (B+) pada siklus II. Dengan demikian proses pembelajaran
menggunakan model
problem based learning
dengan media grafis dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA
GRAFIS PADA KELAS IVA SDN 6 METRO PUSAT
(Skripsi)
Oleh
DEVY LARASATI SUKOCO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Kerangka Pikir Penelitian ... 37
2.
Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 39
3.
Grafik Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 82
4.
Grafik Peningkatan Kinerja Guru ... 84
5.
Grafik Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa ... 86
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...
1
B.. Identifikasi Masalah ...
8
C. Rumusan Masalah ...
9
D. Tujuan Penelitian...
9
E. Manfaat Penelitian ...
9
F. Batasan Masalah ...
10
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Hasil Belajar...
11
1. Pengertian Belajar ...
11
2. Hasil Belajar...
12
B. Keterampilan Berpikir Kritis ...
14
1. Pengertian Berpikir ...
14
2. Keterampilan Berpikir Kritis ...
15
C. Model Pembelajaran ...
19
1. Pengertian Model Pembelajaran ...
19
2. Macam-macam Model Pembelajaran ...
20
3. Model
Problem Based Learning
...
21
1) Pengertian Model
Problem Based Learning
...
21
2) Kelebihan dan Kekurangan
Problem Based Learning
...
22
3) Langkah Pembelajaran
Problem Based Learning
...
24
D. Media Pembelajaran ...
31
1. Pengertian Media ...
31
2. Manfaat Media ...
32
3. Jenis-jenis Media ...
33
E. Media Grafis ...
34
1. Pengertian Media Grafis ...
34
2. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis ...
34
E. Kerangka Berpikir ...
35
1.
Setting
Penelitian ...
40
2. Subjek Penelitian ...
40
B. Teknik dan Alat Pengumpul Data ...
40
1. Teknik Pengumpul Data ...
40
2. Alat Pengumpul Data ...
41
C. Teknik Analisis Data ...
47
D. Urutan Penelitian Tindakan Kelas...
51
E. Indikator Keberhasilan...
58
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil SD Negeri 6 Metro Pusat ...
59
B. Hasil Penelitian ...
59
1. Siklus 1...
60
2. Siklus 2...
70
C. Pembahasan ...
81
1. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ...
81
2. Kinerja Guru ...
83
3. Hasil Belajar Afektif Siswa ...
85
4. Hasil Belajar Kognitif Siswa ...
87
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...
90
B. Saran ...
91
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Surat Keterangan Penelitian dari Universitas ...
96
2.
Surat Pendahuluan dari Universitas ...
97
3.
Surat Izin Penelitian dari Universitas ...
98
4.
Surat Izin Penelitian dari Sekolah ...
99
5.
Surat Keterangan Melakukan Penelitian dari Sekolah ... 100
6.
Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 101
7.
Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 102
8.
Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 103
9.
Rencana Perbaikan Pembelajaran(RPP) ... 104
10.
Keterampilan Berpikir Kritis ... 122
11.
Kinerja Guru ... 132
12.
Hasil Belajar Afektif ... 145
13.
Hasil Belajar Kognitif ... 154
14.
Nilai Tes Tinggi Rendah ... 157
15.
Lembar Kerja Siswa ... 175
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.
Presentase Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas IV ...
5
2.
Pedoman Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 17
3.
Langkah-langkah Model
Problem Based Learning
... 25
4.
Lembar Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 41
5.
Lembar Observasi Hasil Belajar Afektif Siswa ... 42
6.
Rubrik Penilaian Hasil Belajar Afektif ... 42
7.
Kisi-kisi Soal Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 43
8.
Kisi-kisi Soal Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 45
9.
Kategori Keberhasilan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 47
10.
Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 48
11.
Penentuan Kategori Hasil Belajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 50
12.
Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus 1... 66
13.
Nilai Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus I ... 67
14.
Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I ... 68
15.
Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 69
16.
Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus II ... 75
17.
Nilai Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus II ... 77
18.
Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus II ... 78
19.
Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 79
20.
Rekapitulasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus I dan II ... 81
21.
Rekapitulasi Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus I dan II ... 83
22.
Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I dan II. ... 85
MOTO
“Siapa yang kalah dengan senyum, dialah pemenangnya”
(A.Hubard)
“
Sebesar apa
sebuah perjuangan sebesar itu pula hasil yang akan diperoleh”
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Bismillahirohmanirohim..
Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan
ucapan terima kasih serta rasa banggaku kepada:
Ayahandaku Bambang Sukoco, SE dan Ibundaku Samira Sagita
Yang sejak aku dilahirkan selalu memberikan yang terbaik kepadaku walau
dalam keadaan apapun. Yang telah mendidik dan mengajarkanku arti
kehidupan.
Kakak dan Adikku
Pandu Adiguno Sukoco
Diah Sulistio Sukoco
Gilang Ramadhan Sukoco
Reni Komariyah
Yang selalu memberikan motivasi dan semangat yang luar biasa kepadaku.
Penulis dilahirkan di Desa Tulus Rejo, Kecamatan
Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 27
Oktober 1992, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak
Bambang Sukoco, SE dan Ibu Samira Sagita.
Pendidikan penulis dimulai dari TK Bina Putra Siraman, Kabupaten Lampung
Timur pada tahun 1997. Melanjutkan pendidikan di SD Negeri 01 Siraman,
Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2004. Penulis
melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 4 Kota Metro
dan selesai pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 4 Kota Metro dan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2010
penulis melanjutkan ke Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu
SANWACANA
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar melalui
Model
Problem Based Learning
dengan Media pada Kelas IV A SDN 6 Metro
Pusat tahun 2013/2014 sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dorongan,
petunjuk, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung
dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di
lingkup nasional;
2.
Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk
memajukan program studi PGSD dan membantu peneliti dalam
menyelesaikan surat guna syarat skripsi;
3.
Bapak Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
4.
Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi S1 PGSD
Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis
dan ide-ide kreatif untuk memajukan kampus tercinta PGSD;
5.
Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku ketua UPP PGSD Metro yang telah
memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa kuliah dan
memberikan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini;
6.
Bapak Dr. Darsono, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, membantu, serta memberikan saran guna kelancaran skripsi
ini;
7.
Ibu Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan banyak sekali masukan dan saran-saran yang membangun pada
saat seminar;
8.
Bapak Dr. Darsono, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah
bersedia memberi bimbingan, saran, kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
9.
Ibu Dra. Siti Rachmah., selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah
bersedia memberi bimbingan, saran, kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
10.
Ibu Siti Rohana, S. Pd. SD., selaku Kepala SD Negeri 6 Metro Pusat, yang
telah memberikan kesempatan peneliti untuk melaksanakan penelitian di SD
pelaksanaan penelitian;
12.
Seluruh Staf pengajar PGSD FKIP Universitas Lampung, yang telah memberi
ilmu pengetahuan kepada penulis selama kuliah;
13.
Nio Wicak Kuncoro, Indah Fitriani, Diah Nuraini, Suhardi, Andi Prasetya,
Dian Antika, Saras Rohmawati, Ayu Pakarti Dewi yang telah bersama-sama
berjuang dan selalu meluangkan waktunya untuk berdiskusi agar skripsi ini
tersusun indah;
14.
Seluruh rekan-rekan mahasiswa PGSD angkatan 2010 UPP Metro dan UPP
Kampus, yang telah sama-sama berusaha dari awal sampai akhir;
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi calon guru khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya.
Metro, Juni 2014
Penulis,
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas
bangsa karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah
suatu determinasi. Kemajuan beberapa negara di dunia ini merupakan akibat
perhatian mereka yang besar dalam mengelola sektor pendidikan. Pernyataan
tersebut juga diyakini oleh bangsa ini. Itulah sebabnya begitu Indonesia
berdaulat dan membentuk sebuah negara
modern
, prioritas utama yang harus
dilakukan adalah melakukan investasi
human skill
dengan cara membentuk
silabus pendidikan secara sistematis. Begitu seterusnya hingga sekarang ini.
Pendidikan sebagai proses manusia memperoleh ilmu pengetahuan sangat
penting dalam membentuk kemampuan berpikir. Pemahaman manusia
terhadap kehidupan menimbulkan berbagai pertanyaan, ide dan makna yang
terkandung didalamnya. Pembiasaan berpikir secara sistematis, logis, melatih
imajinasi dan membentuk ide akan mengembangkan kemampuan manusia
dalam memecahkan masalah kehidupan.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal I menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan
dilaksanakan untuk mengembangkan potensi siswa dengan mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran. Tahapan pendidikan mulai dari
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
diberikan kepada siswa sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, tujuan
yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Terkait
pelaksanaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, Suharjo (2006: 1)
mengungkapkan bahwa pada pendidikan di Sekolah dasar dimaksudkan
sebagai upaya pembekalan kemampuan dasar siswa berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai tingkat
perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan kurikulum. Pada tahun
2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
melakukan inovasi dalam kurikulum, yaitu penerapan kurikulum 2013
sebagai penyempurnaan kurikulum KTSP. Pengembangan kurikulum 2013
diharapkan dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia seiring perkembangan dunia. Basis perubahan kurikulum 2013
terdiri dari dua komponen besar, yaitu pendidikan dan kebudayaan. Kedua
elemen tersebut harus menjadi landasan agar generasi muda dapat menjadi
generasi yang cerdas tetapi berpengetahuan dan berbudaya serta mampu
kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap,
keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang
holistic dan menyenangkan. Pembelajaran akan berbasis science dan tidak
bersifat hafalan.
Pembelajaran merupakan usaha membangun kehidupan masa kini dan
masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan
intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan
berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang
lebih baik. Dengan filosofi ini, kurikulum 2013 bermaksud untuk
mengembangkan kemampuan dalam berpikir dan mengembangkan
pengalaman belajar siswa. Menurut Kemendikbud (2013: 42), penilaian
dalam kurikulum 2013 menekankan pada tingkat berpikir siswa mulai dari
rendah sampai tinggi.
Sesuai dengan konsep kurikulum 2013 yang menuntut siswa aktif
berpikir, peneliti akan berfokus mengamati keterampilan berpikir kritis siswa
dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis menuntut siswa
melakukan penalaran dan mengolah informasi yang didapat. Siswa bukan
hanya sekedar menerima pengetahuan dari guru melainkan melakukan proses
pengalaman berpikir. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik
modern dalam pembelajaran yaitu pendekatan ilmiah
(Scientific Approach).
Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran,
penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan
demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu
berdasarkan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang standar proses
disebutkan bahwa karakteristik pembelajaran kurikulum 2013 adalah
menggunakan pendekatan tematik. Pembelajaran tematik menggunakan tema
sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata
pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan
pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Penilaian dalam kurikulum 2013 lebih menekankan pada penilaian
proses baik pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian
seperti inilah yang disebut penilaian otentik/asesmen autentik. Menurut
Komalasari (2010: 148) penilaian otentik adalah suatu penilaian belajar yang
merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata, yang memerlukan berbagai
macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan
kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam
pemecahan.
SDN 6 Metro Pusat merupakan salah satu sekolah dasar yang telah
menerapkan kurikulum 2013 dalam pengajarannya. Berdasarkan observasi
yang dilakukan di kelas IVA SD Negeri 6 Metro Pusat, diperoleh informasi
bahwa hasil belajar tematik masih rendah. Hal ini dikarenakan pembelajaran
masih menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman materi. Guru
selama ini lebih banyak memberikan latihan mengerjakan soal-soal pada
buku paket. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan
keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan
konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata. Dalam pembelajaran
saja yang menjawab pertanyaan dari guru. Peran serta siswa dalam proses
pembelajaran masih kurang, yakni hanya sedikit siswa yang menunjukkan
keaktifan berpendapat dan bertanya. Pertanyaan yang dibuat siswa juga
belum menunjukkan pertanyaan-pertanyaan kritis berkaitan dengan materi
yang dipelajari. Kemudian jawaban dari pertanyaan masih sebatas ingatan
dan pemahaman saja, belum terdapat sikap siswa yang menunjukkan
jawaban analisis terhadap pertanyaan guru. Dari hasil ulangan pada semester
genap di peroleh informasi bahwa 15 siswa dari jumlah siswa keseluruhan 29
siswa belum mencapai nilai KKM yaitu ≥6
6. Peneliti dalam penelitian ini
lebih memilih kelas IVA daripada IVB dan IVC dikarenakan hasil belajar
kelas IVA lebih rendah. Hal ini dapat diketahui melalui hasil belajar siswa
kelas IVA Tema Indahnya Negeriku.
Tabel 1. Presentase Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas IV.
Kelas Nilai Skala 0-100 Kategori Jumlah
Siswa Presentase
IVA
81-100 SB (Sangat Baik) 3 10,34%
66-80 B (Baik) 7 24,14%
51-65 C (Cukup Baik) 10 34,48%
0-50 K (Kurang) 9 31,04%
Jumlah 29 100%
∑siswa dengan kategori baik (≥66) 10 34,48%
IV B
81-100 SB (Sangat Baik) 5 16,13%
66-80 B (Baik) 10 32,26%
51-65 C (Cukup Baik) 9 29,03%
0-50 K (Kurang) 7 22,58%
Jumlah 31 100%
∑siswa dengan kategori baik (≥66) 15 48,39%
IVC
81-100 SB (Sangat Baik) 4 13,33%
66-80 B (Baik) 12 40%
51-65 C (Cukup Baik) 8 26,67%
0-50 K (Kurang) 6 20%
Jumlah 30 100%
∑siswa dengan kategori baik (≥66) 16 53,33%
Berdasarkan tabel hasil belajar kognitif di atas diketahui presentase
siswa yang mendapat nilai ≥66 berjumlah
10 siswa dengan presentase
ketuntasan 34,48%
, pada siswa kelas IVB siswa yang mendapat nilai ≥66
berjumlah 15 siswa dengan presentase ketuntasan 48,39% , sedangkan pada
kelas IVC siswa yang mendapat nilai ≥66 berjuml
ah 16 siswa dengan
presentase ketuntasan 53,33%. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
kognitif siswa kelas IVA pada tema indahnya negeriku lebih rendah dari
kelas IVB dan IVC.
Selain rendahnya hasil belajar kognitif siswa, menurut Sanjaya (2006:
1) dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan
yang dimiliki dalam kehidupan sehari- hari. Siswa juga belum biasa
menyelesaikan suatu permasalahan yang didahului dengan kegiatan
penyelidikan. Selain itu guru belum memaksimalkan penggunaan media
pembelajaran untuk mendorong siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Jika prinsip penyelesaian masalah ini diterapkan dalam pembelajaran, maka
siswa dapat terlatih dan membiasakan diri berpikir kritis secara mandiri.
Untuk
menciptakan
suasana
pembelajaran
kondusif
dan
menyenangkan perlu adanya pengemasan model pembelajaran dan media
yang menarik yang membuat siswa mampu mengoptimalkan
keterampilan-keterampilan dan konsep belajar. Guru sebagai fasilitator memiliki
kemampuan dalam memilih model pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan suasana belajar aktif, mempermudah penguasaan materi, siswa
memiliki keterampilan sosial dan mencapai hasil pembelajaran yang lebih
optimal.
Agar upaya tersebut berhasil maka harus dipilih model pembelajaran
dan media yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa serta lingkungan
belajar, supaya siswa dapat aktif, interaktif dan kreatif dalam proses
pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat juga akan
memperjelas konsep-konsep yang diberikan sehingga siswa senantiasa
antusias berpikir dan berperan aktif. Tujuan pembelajaran akan memperjelas
proses belajar mengajar dalam arti situasi dan kondisi yang harus diperbuat
dalam proses belajar mengajar. Salah satu model tersebut adalah model
problem based learning
dengan dibantu media grafis. Keefektifan model
problem based learning
adalah siswa lebih aktif dalam berpikir dan
memahami materi secara berkelompok dengan melakukan investigasi dan
inkuiri terhadap permasalahan yang nyata di sekitarnya sehingga mereka
mendapatkan kesan yang mendalam dan lebih bermakna tentang apa yang
mereka pelajari serta penggunaan media dapat menimbulkan semangat
belajar siswa. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan media berupa
media grafis.
Menurut Arends (2008: 41)
problem based learning
merupakan model
pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik
dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu
loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Menurut Asyhar (2011: 57)
media grafis adalah media berupa simbol-simbol visual yang berfungsi
suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan apabila menggunakan media
verbal.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa perlu untuk
mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
dengan jud
ul “
Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar
melalui Model
Problem Based Learning
dengan Media Grafis pada Siswa
Kelas IVA SDN 6 Metro Pusat
.”
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi
permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.
Pembelajaran lebih sering dianggap sebagai suatu produk yang diperoleh
dengan cara menghafalkan suatu konsep dan bukan memahami konsep.
2.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa belum biasa dilibatkan dalam
kegiatan analisis mengolah masalah, mengevaluasi, dan menciptakan
sehingga siswa kurang aktif berpikir kritis dalam kegiatan proses
pembelajaran di kelas.
3.
Guru masih belum maksimal menggunakan media pembelajaran dalam
kegiatan pembelajaran.
4.
Rendahnya hasil belajar siswa.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, diperoleh rumusan masalah
1.
Bagaimanakah penerapan model
problem based learning
dengan media
grafis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas
IVA SD Negeri 6 Metro Pusat ?
2.
Bagaimanakah penerapan model
problem based learning
dengan media
grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas IVA SD Negeri 6
Metro Pusat ?
D.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan
penelitian adalah untuk:
1.
Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melalui model
problem
based learning
dengan media grafis pada kelas IVA SD Negeri 6 Metro
Pusat.
2.
Meningkatkan hasil belajar siswa melalui model
problem based learning
dengan media grafis pada kelas IVA SD negeri 6 Metro Pusat.
E.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Siswa
Dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar
siswa melalui melalui model
problem based learning
dengan media
2.
Guru
a.
Penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas pengetahuan
dan wawasan bagi guru tentang model pembelajaran, terutama dalam
rangka meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
b.
Penerapan model
problem based learning
akan memberikan suatu
alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mengajar.
c.
Penggunaan media akan mendorong guru dalam memotivasi siswa
dalam pembelajaran.
3.
Sekolah
Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan melalui inovasi model dan media pembelajaran.
4.
Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengembangan
wawasan tentang penelitian tindakan kelas agar kelak menjadi guru yang
profesional.
F.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah perlu adanya
pembatasan masalah penelitian yaitu:
1.
Penerapan model
problem based learning
2.
Jenis media yang digunakan adalah media grafis
3.
Keterampilan berpikir kritis siswa pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang bertujuan
untuk merubah tingkah laku seseorang. Menurut Hakim dalam
Fathurrohman (2010: 6) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,
daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.
Hamalik (2001: 27) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil
belajar bukan merupakan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
pengubahan kelakuan.
Terdapat berbagai jenis teori belajar untuk mendukung proses
pembelajaran. Teori belajar digunakan untuk membimbing seseorang
behaviorisme, teori belajar kognitif, teori belajar humanistik dan teori
belajar kontruktivisme.
Belajar menurut teori kontruktivisme merupakan hasil kontruksi
kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan
bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Menurut Slavin
dalam Trianto (2010: 110) dalam teori belajar kontruktivisme siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks agar
siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Warsono (2012:
149) menyatakan bahwa problem based learning merupakan model
pembelajaran yang mendukung pendekatan kontruktivisme dalam
pengajaran dan belajar.
Berdasarkan pengertian dari para ahli diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa belajar adalah proses pengubahan tingkah laku
manusia yang dilakukan secara sadar dan disengaja melalui pengalaman
dan latihan.
2. Hasil Belajar
Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses
pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh
siswa. Menurut Gagne & Briggs dalam Suprihatiningrum (2013: 37) hasil
belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa sebagai
akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa
belajar merupakan hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami
proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses
belajar yang dilakukan.
Menurut Bloom dalam Suprihatiningrum (2013: 38) membagi hasil
belajar menjadi tiga aspek, yaitu :
1) Aspek Kognitif
Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif berkaitan dengan daya pikir, pengetahuan dan penalaran. Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan siswa dalam berpikir dan bernalar yang mencakup kemampuan siswa dalam mengingat sampai dengan memecahkan masalah, yang menuntut siswa untuk menggabungkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
2) Aspek Afektif
Dimensi afektif lebih berorientasi pada pembentukan sikap melalui proses pembelajaran. Ranah afektif terdiri dari lima aspek, yaitu: (a) penerimaan (ingin menerima, sadar akan sesuatu), (b) pemberian respon (aktif berpartsipasi), penilaian (menerima nilai-nilai), (c) pengorganisasian (menghubungkan nilai yang dipercaya), (d) internalisasi (menjadikan nilai-nilai sebagai pola hidup). Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. 3) Aspek Psikomotorik
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya.
B. Keterampilan Berpikir Kritis
1. Pengertian Berpikir
Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. Berpikir
mendasari hampir semua tindakan manusia dan interaksinya. Valentine
dalam Kuswana (2011: 2) menyatakan berpikir dalam kajian psikologis
secara tegas menelaah proses dan pemeliharaan untuk suatu aktivitas
yang berisi mengenai “bagaimana” yang dihubungkan dengan
gagasan-gagasan yang diarahkan untuk beberapa tujuan yang diharapkan.
Kuswana (2011: 3) menyatakan bahwa proses berpikir merupakan urutan
kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis
pada konteks, ruang, waktu, dan media yang digunakan serta
menghasilkan suatu perubahan objek yang mempengaruhinya.
Menurut Trianto (2010: 95) berpikir adalah kemampuan untuk
menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada
inferensi atau pertimbangan yang saksama.
Pembelajaran adalah dampak dari berpikir. Pemahaman dan
penggunaan aktif pengetahuan bisa tercipta hanya dengan pengalaman
mereka pelajari. De Bono (1990: 36) dalam bukunya yang berjudul
mengajar berpikir menjelaskan bahwa berpikir adalah eksploitasi
pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan.
Tujuan itu mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan kepuitusan,
perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan dan sebagainya.
Dari pengertian para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
berpikir adalah proses sistematis yang melibatkan struktur kognitif untuk
memecahkan suatu masalah, pengambilan keputusan dan tindakan.
2. Keterampilan Berpikir Kritis
Menurut Eggen (2012: 115) berpikir kritis adalah kemampuan dan
kecenderungan seseorang untuk membuat dan melakukan asesmen
terhadap kesimpulan berdasarkan bukti. Menurut Arends dalam Sari
(2012: 22) problem based learning membantu peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi
masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa, dan menjadi pelajar
yang mandiri.
Hasil pengembangan kemampuan berpikir kritis akan meningkatkan
peserta didik untuk mampu mengakses informasi dan definisi masalah
berdasarkan fakta dan data akurat. Selain itu, siswa juga akan mampu
menyusun dan merumuskan pertanyaan secara tepat, berani
mengungkapkan ide, gagasan serta menghargai perbedaan pendapat.
Melalui berpikir kritis siswa akan memiliki kesadaran kognitif sosial dan
Menurut Rosyada (2004: 170) kemampuan berpikir kritis (critical
thinking) adalah menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah
kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut. Inti dari
keterampilan berpikir kritis adalah aktif mencari berbagai informasi dan
sumber, kemudian informasi tersebut dianalisis dengan pengetahuan
dasar yang telah dimiliki siswa untuk membuat kesimpulan.
Begitu pula menurut Murti (2009: 1) berpikir kritis meliputi
penggunaan alasan yang logis, mencakup keterampilan membandingkan,
mengklasifikasi, melakukan pengurutan, menghubungkan sebab dan
akibat, mendeskripsikan pola, membuat analogi, menyusun rangkaian,
peramalan, perencanaan, perumusan hipotesis, dan penyampaian kritik.
Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir yang melibatkan proses
kognitif dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif terhadap
permasalahan.
Berpikir kritis merupakan kegiatan manusia yang bisa
dilihat/diamati (eksternal) maupun tidak dapat dilihat (internal). Dalam
makalah yang berjudul Student-Centered Learning Berbasis ICT
(Universitas Gajah Mada, 2004: 8) menyatakan bahwa perilaku berpikir
kritis dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain.
a. Importance : penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan
b. Novelty : kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru siswa lain
c. Outside material : menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya di sekolah/reference
e. Thingking Ideas : senantiasa menghubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan
f. Justification : memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
g. Critical assessment : melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi yang dating dari dalam dirinya maupun dari siswa lain, serta memberikan “prompts” untuk terjadi evaluasi yang kritis h. Practical utility : ide-ide yang dikemukakannya selalu dilihat pula
dari sudut kepraktisannya (practicality) dalam penerapan
i. Width of understanding : diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi/materi diskusi.
Berdasarkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis tersebut, maka
dalam penelitian ini disusun pedoman penilaian keterampilan berpikir
[image:34.612.178.503.387.638.2]kritis yang disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.Pedoman Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
No Aspek Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Deskripsi Pencapaian
1. Melakukan Pengamatan 1. Siswa tidak melakukan pengamatan. 2. Siswa melakukan pengamatan tetapi tidak
tepat dan tidak teliti.
3. Siswa melakukan pengamatan dengan teliti tetapi kurang tepat.
4. Siswa melakukan pengamatan dengan tepat dan teliti.
2. Merumuskan Hipotesis
1. Siswa tidak dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala. 2. Siswa dapat meramalkan dan menjelaskan
suatu gejala tetapi kurang tepat. 3. Siswa dapat meramalkan apa yang
mungkin terjadi dari suatu gejala tetapi penjelasannya kurang tepat.
3. Melakukan Diskusi 1. Siswa tidak melakukan diskusi. 2. Siswa melakukan diskusi tetapi tidak
mengemukakan ide-ide atau informasi baru 3. Siswa melakukan diskusi dengan aktif dan
berpartisipatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi
4. Siswa melakukan dengan aktif dan senantiasa menguhubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan
4. Keterampilan Siswa Bertanya
1. Siswa tidak bertanya sama sekali. 2. Siswa bertanya tetapi tidak dapat
merumuskan pertanyaannya dengan baik. 3. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang
kreatif.
4. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang memerlukan tingkat intelektual yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi).
5. Keterampilan siswa menjawab pertanyaan
1. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan. 2. Siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi
tidak dapat memberikan alasannya. 3. Siswa dapat menjawab pertanyaan serta
dapat memberikan alasannya tetapi kurang tepat.
4. Siswa dapat menjawab pertanyaan dan dapat memberikan alasannya dengan tepat. 6. Membuat Kesimpulan 1. Siswa tidak bisa membuat kesimpulan.
2. Siswa bisa membuat kesimpulan tetapi tidak jelas dan tidak sesuai dengan tujuan percobaan.
3. Siswa bisa membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan tetapi tidak jelas. 4. Siswa dapat membuat kesimpulan sesuai
dengan tujuan percobaan dengan jelas. 7. Menerapkan Konsep 1. Siswa tidak dapat menerapkan konsep atau
menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Siswa dapat menerapkan konsep atau menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat.
3. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain tetapi masih kurang tepat.
4. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain dengan tepat.
(Lelana 2010: 41)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
masalah, analisis sumber atau informasi dan membuat kesimpulan yang
dilakukan secara terstruktur dalam mencapai suatu tujuan.
C. Model Pembelajaran
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu pola pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. Menurut
Soekamto dalam Trianto (2009: 74) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
Joyce dalam Trianto (2009: 74) menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,
kurikulum, dan lain-lain.
Model pembelajaran, menurut Isjoni dan Arif (2008: 146)
merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi
belajar, sikap belajar di kalangan peserta didik, mampu berpikir kritis,
memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah strategi perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas yang digunakan guru untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang
telah direncanakan sebelumnya.
2. Macam-macam Model Pembelajaran
Terdapat beberapa macam model pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam proses penyampaian materi belajar. Menurut Sugiyanto
(2008: 7) jenis-jenis model pembelajaran diantaranya (1) model
pembelajaran kontekstual, (2) model pembelajaran kooperatif, (3) model
pembelajaran kuantum, (4) model pembelajaran terpadu, (5) model
pembelajaran berbasis masalah.
Mulyatiningsih (2012: 12) membagi macam-macam model
pembelajaran (1) model pembelajaran kontekstual, (2) model
pembelajaran kooperatif (Coorperative learning),(3) model pembelajaran
quantum, (4) model pembelajaran terpadu, (5) model pembelajaran
berbasis masalah (PBL), (6) model pembelajaran langsung (Direct
Instruction, (7) model pembelajaran diskusi
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa terdapat berbagai macam model pembelajaran. Dalam penelitian
3. Model Problem Based Learning
1) Pengertian Model Problem Based Learning
Problem based learning, yang dikembangkan oleh Barrows,
semula berkembang dalam pendidikan medis. Namun dalam
perkembangannya model ini diterapkan dalam berbagai disiplin yang
lain termasuk pendidikan. Model ini erat kaitannya dengan
pendekatan kontekstual. Semuanya berfokus pada penyajian suatu
permasalahan nyata kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari
pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi
berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya. Dalam
pendekatan berbasis masalah, masalah yang nyata dan kompleks
memotivasi siswa untuk mengidentifikasi dan meneliti konsep dan
prinsip yang mereka perlu ketahui untuk berkembang melalui
masalah tersebut. Siswa bekerja dalam tim kecil, dan memperoleh,
mengomunikasikan, serta memadukan informasi dalam proses yang
menyerupai atau mirip dengan menemukan (inquiry).
Menurut Arends dalam Warsono (2012: 147) problem based
learning adalah model pembelajaran yang berlandaskan
kontruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam
belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah. Eggen (2012: 307)
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai
fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah,
Nurhadi, dkk (2004: 56) mengemukakan bahwa pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa model problem based learning adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata atau masalah
simulasi yang kompleks sebagai titik awal pembelajaran untuk
meningkatkan keterampilan memecahkan masalah dan berpikir kritis
siswa.
2) Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
Sebagaimana model pembelajaran yang lain, model problem
based learning juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Suyadi
(2013: 142) mengemukakan kelebihan dan kekurangan dari model
problem based learning yaitu sebagai berikut:
Kelebihan model problem based learning
1) Membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
2) Teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
3) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru.
terus menerus, karena dalam praksisnya masalah tidak akan pernah selesai.
5) Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif-menyenangkan.
Kekurangan model problem based learning
1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. 2) Tanpa pemahaman untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
3) Proses pelaksanaan membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang.
Menurut Pannen, dkk (2001: 99-102) mengemukakan
kelebihan dan kekurangan problem based learning sebagai berikut :
Kelebihan model pembelajaran problem based learning
1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan masalah tersebut.
2) Guru dapat melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4) Pembelajaran menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa.
5) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari.
6) Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok akan mempermudah pencapaian ketuntasan belajar yang diharapkan.
Kekurangan model pembelajaran problem based learning
1) Waktu yang diperlukan untuk implementasi lebih lama. 2) Tidak semua materi bisa diajarkan dengan metode
pembelajaran berbasis masalah.
4) Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.
5) Menuntut siswa lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa kelebihan model problem based learning adalah
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir siswa
secara kritis dan aktif untuk dikaitkan dengan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, sedangkan kekurangannya adalah
membutuhkan membutuhkan waktu yang relatif lama dalam
pelaksanaannya.
3) Langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning
Problem based learning memiliki prosedur yang jelas dalam
melibatkan peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan.
Dewey dalam Sanjaya (2006: 217) menjelaskan 6 langkah strategi
pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu:
1) Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2) Menganalisis masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3) Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
4) Mengumpulkan data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan masalah. 5) Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk
merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
Menurut Arends (2008: 57) sintaks untuk model problem based
[image:42.612.189.500.158.449.2]learning dapat disajikan seperti pada tabel.
Tabel 3. Langkah-langkah Model Problem Based Learning
Fase Perilaku Guru
Langkah 1: Memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada peserta didik
Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Langkah 2:
Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
Langkah 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat. Langkah 4:
Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan memamerkan
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain. Langkah 5: Menganalisis
dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikannya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Arends (2008: 57)
Menurut Riyanto (2009: 288) langkah-langkah model problem
based learning adalah sebagai berikut :
1) Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik. 2) Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian
masing-masing kelompok tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. 3) Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta
hipotesisnya.
4) Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan. 5) Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pendapat dari Arends
untuk melakukan langkah pembelajaran menggunakan model
problem based learning. Sintaks pembelajaran yang dikemukakan
Arends sudah jelas dan terinci. Secara umum langkah pembelajaran
diawali dengan pengenalan masalah kepada siswa. Selanjutnya siswa
diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi
penyelesaian masalah. Hasil dari analisis kemudian dipresentasikan
kepada kelompok lain. Akhir pembelajaran guru melakukan
klarifikasi mengenai hasil penyelidikan siswa.
Problem based learning merupakan salah satu model
pembelajaran dalam kurikulum 2013 pada pembelajaran tematik.
Menurut Trianto (2010: 78) menyatakan bahwa pembelajaran tematik
dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan
tema-tema tertentu. Pembelajaran tema-tematik adalah model pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa (Depdiknas 2006: 5).
Pengajaran tematik perlu memilih materi beberapa mata
pelajaran yang mungkin dan saling terkait. Dengan demikian
materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna.
Secara umum prinsip pembelajaran tematik menurut Trianto (2010:
85): 1) prinsip penggalian tema, 2) prinsip pengelolaan pembelajaran,
Depdiknas (2006: 6) pembelajaran tematik memiliki beberapa
ciri khas antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar.
2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga belajar dapat bertahan lebih lama.
4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa. 5) Mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Menurut Trianto (2010: 86) pembelajaran tematik sebagai
model pembelajaran memiliki arti penting dalam membangun
kompetensi siswa, antara lain:
1) Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. 2) Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna
kepada siswa.
Dalam pengajaran tematik pada kurikulum 2013, digunakan
buku guru sebagai panduan dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran sesuai tema yang disampaikan. Selain itu, untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional sesuai kurikulum 2013 tersebut
telah ditetapkan Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk mencapai kompetensi
lulusan tersebut perlu ditetapkan Standar Isi yang merupakan kriteria
mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu yang disusun berdasarkan Permendikbud No 64
tahun 2013 tentang standar isi dan Permendikbud No 65 tentang
standar proses.
Kemudian, menurut Kemendikbud (2013) pembelajaran
tematik pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah dan
penilaian otentik.
a) Pendekatan Ilmiah ( Scientific Approach )
Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai pendekatan
pembelajaran berbeda-beda, demikian pula pada kurikulum 2013.
Scientific Approach adalah pendekatan pembelajaran yang
diterapkan pada aplikasi pembelajaran kurikulum 2013. Pada
pendekatan ini guru akan melakukan langkah-langkah
pembelajaran sesuai pendekatan ilmiah. Pendekatan
saintik/scientific approach merupakan pembelajaran yang
mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun
pengetahuan melalui metode ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific
approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
Menurut Suyitno (2013) pendekatan ilmiah mempunyai kriteria
sebagai berikut:
a. Pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.
b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengapalikasikan materi pembelajaran.
d. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa pendekatan ilmiah adalah suatu pendekatan berdasarkan
langkah-langkah ilmiah untuk mendorong siswa berpikir secara
kritis dan analisis.
b) Penilaian Otentik
Penilaian merupakan proses sistematis yang sangat penting
dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 menggunakan penilaian
otentik sebagai penilaian pembelajaran. Menurut Nurgiyantoro
(2011: 23) penilaian otentik merupakan penilaian yang
menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan
pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Menurut
Stiggins dalam Nurgiyantoro (2011: 23) penilaian otentik
merupakan penilaian kinerja (performance) yang meminta
tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang
dikuasainya.
Tujuan penilaian ini adalah untuk mengukur berbagai
keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi
di dunia nyata dimana keterampilan-keterampilan tersebut
digunakan. Cara penilaian dalam penilaian otentik bermacam
macam, dapat menggunakan model nontes dan tes. Misalnya
dengan memberikan tes, latihan-latihan dikelas, wawancara,
pengamatan, angket, catatan lapangan, portofolio dan lain-lain.
Menurut Kunandar (2013: 38) terdapat beberapa prinsip
dari penilaian otentik, diantaranya sebagai berikut:
a. Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu kinerja dan hasil atau produk.
b. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
c. Tes hanya salah satu alat pengumpul hasil penelitian.
d. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa setiap hari.
e. Penilaian harus menekankan kedalam pengetahuan dan keahlian siswa.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa penilaian otentik adalah penilaian yang
dilakukan ketika proses pembelajaran dan hasil sekaligus.
Penilaian ini mengukur keterampilan-keterampilan siswa dengan
cara mendemonstrasikan pengetahuan. Dalam penelitian ini,
penilaian otentik dinilai melalui kegiatan yang dilakukan siswa
D. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media
Media mempunyai pengertian segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan informasi dan segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan untuk memperjelas materi atau mencapai tujuan
pembelajaran. Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah
artinya perantara atau pengantar. The Association for Educational
Communication and Technology (AECT) dalam Asyhar (2011: 4)
menyatakan bahwa media adalah apa saja yang digunakan untuk
menyalurkan informasi. Sementara menurut Sadiman (2006: 7) media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar terjadi.
Hanafiah (2009: 59) menyatakan bahwa media pembelajaran
merupakan segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru
untuk mendorong siswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar dan
tidak terjadinya verbalisme.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa media pembelajaran adalah segala bentuk alat yang digunakan
2. Manfaat Media
Susilana (2009: 7) menyatakan bahwa penggunaan media secara
kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih
banyak, mencamkan apa yang dipelajari dengan baik, dan meningkatkan
penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi
tujuan pembelajaran. Menurut Susilana (2009: 9) manfaat media
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera. 3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara
murid dengan sumber belajar.
4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.
5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp & Dayton
dalam Susilana (2009: 9):
1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar. 2) Pembelajaran dapat lebih menarik
3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.
4) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek. 5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan.
7) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
8) Peran guru berubah kearah yang positif.
Dari berbagai pendapat ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa
manfaat media pembelajaran adalah mempermudah pembelajaran dan
3. Jenis-jenis Media
Media pembelajaran mempunyai banyak jenisnya yang dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhan guru dalam proses pembelajaran.
Rudi dan Bretz dalam Trianto (2010: 10) mengklasifikasikan media
kedalam tujuh kelompok media, yaitu: a) media audio visual gerak, b)
media audio visual diam, c) media audio semi gerak, d) media visual
gerak, e) media visual diam, f) media audio, g) media cetak.
Sementara itu, menurut Asyhar (2012: 44) media dikelompokkan
menjadi empat jenis, yaitu:
a) Media visual, yaitu media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik. Beberapa media visual misalnya media visual non proyeksi (benda realita, model dan protetipe, media grafis), dan media proyeksi (power point, gambar digital).
b) Media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya mengandalkan indera pendengaran siswa, misalnya radio, pita kaset hitam, dan piringan hitam. c) Media audio visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan, misalnya video kaset dan film bingkai.
d) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran, misalnya TV dan power point.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa terdapat berbagai macam jenis media yang dapat digunakan dalam
menunjang pembelajaran. Dalam hal ini, peneliti menggunakan media
E. Media Grafis
1. Pengertian Media Grafis
Penggunaan media grafis dalam pembelajaran dewasa ini bukan
lagi hal yang baru dalam dunia pendidikan, karena dengan adanya
media grafis akan lebih meningkatkan daya serap siswa dalam
memahami pesan-pesan pembelajaran. Menurut Asyhar (2011: 57)
media grafis merupakan sarana untuk menyalurkan pesan dan
informasi melalui simbol-simbol visual.
Selanjutnya Sudjana dalam Safei (2014: 118) menyatakan
bahwa media grafis adalah media pembelajaran yang terdiri atas
lambang-lambang, titik-titik dan simbol serta garis-garis yang
menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa media grafis adalah media yang menampilkan seni
menggambar berupa lambang-lambang yang bertujuan untuk
menyampaikan informasi.
1. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis
Menurut Latuhe dalam Safei (2014: 121) kelebihan media grafis
yaitu sebagai berikut:
1) Dapat menerjemahkan ide-ide yang abstrak ke dalam bentuk yang lebih realistik.
2) Menghemat waktu dan tenaga juga menarik perhatian siswa. 3) Dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan. 4) Mudah menggunakannya.
Hamalik dalam Safei (2014: 121) menyatakan kelebihan media
grafis yaitu:
1) Dapat mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.
2) Dapat mengatasi kekuatan daya maupun panca indera manusia
3) Sifatnya konkrit dan lebih realistis.
4) Dapat memperjelas suatu masalah sehingga dapat membetulkan
kesalahpahaman.
Kekurangan media grafis menurut Sadiman (2005: 31):
1) Terkadang ukurannya terlalu kecil untuk digunakan pada kelompok siswa yang cukup besar.
2) Pada umumnya hanya dua dimensi yang tampak, sedangkan dimensi yang lainnya tidak jelas.
3) Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh. 4) Tanggapan bisa berbeda-beda terhadap gambar yang sama. 5) Sulit dipahami oleh siswa yang tingkat usia dan pendidikannya
masih rendah.
6) Membutuhkan pengetahuan yang cukup dan keterampilan khusus dari guru.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas,