• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

Dalam kajian teori ini membahas tentang kajian teoretis menurut para ahli dan teori yang disusun sendiri oleh peneliti. Kajian teori ini disusun sesuai dengan penelitian ini. Pada bab II akan membahas tentang kajian teori diantaranya hakikat IPA, hasil belajar, model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media audio visual, kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan. Untuk pembahasan lebih jelasnya mengenai bab kajian pustaka akan diuraikan di bawah ini.

2.1.1 Hakikat IPA

(2)

berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

2.1.1.1 Karakteristik IPA

Menurut Jacobson dan Bergman (Susanto, 2013:170), mengatakan: a) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hokum, dan teori.

b) Proses ilmiah dapat beruapa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

c) Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyikap rahasia alam.

d) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.

e) Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

Dari urian mengenai hakikat IPA, dapat dipahami bahwa pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap imiah peserta didik terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik yang diindikasikan dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA

Menurut BNSP 2006 (Susanto, 2013:171), Mata Pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

(3)

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat;

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.1.3 Ruang Lingkup IPA

Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI menurut BSNP meliputi aspek-aspek berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana;

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan uraia di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD adalah makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi, dan perubahannya, serta bumi, dan alam semesta.

2.1.1.4 Pembelajaran IPA di SD

Menurut Samatowa (2010:6), mengatakan bahwa aplikasi teori perkembangan kognitif pada pendidikan IPA di SD sebagai berikut:

(4)

1) Konsep IPA dapat berkembang biak, hanya bila pengalaman langsung mendahului pengenalan generalisasi-generalisasi abstrak. Metode seperti ini berlawanan dengan metode tradisional, dimana konsep IPA diperkenalkan secara verbal saja

2) Daur belajar yang mendorong perkembangan konsep IPA sebagai berikut:

a) Eksplorasi, yaitu kegiatan dimana anak mengalami atau mengindra objek secara langsung. Pada langkah ini anak memperoleh informasi baru yang adakalanya bertentangan dengan konsep yang telah dimiliki.

b) Generalisasi , yaitu menarik kesimpulan dari beberapa informasi (pengalaman) yang tampaknya bertentangan dengan yang telah dimiliki anak.

c) Deduksi, yaitu mengaplikasikan konsep baru (generalisasi) itu pada situasi dan kondisi baru.

Dalam penelitian ini akan mencoba mengaplikasikan teori perkembangan di atas dengan kompentensi dasar yang sudah dipilih oleh peneliti. Kompetensi dasar dalam penelitian siklus I adalah 7.2 mengidentifikasi jenis-jenis tanah, sedangkan kompetensi dasar dalam siklus II adalah 7.3 mendeskripsikan struktur bumi. Supaya peserta didik lebih memahami materi pada setiap kompetensi dasarnya dan nilai peserta didik dapat mencapai KKM, penulis berinisiatif untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media audio visual. Dengan model ini diharapkan mampu meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik khususnya kelas 5 SDN Cukil 01. Model kooperatif tipe NHT ini tidak akan bekerja sendiri melainkan akan dibantu oleh media audio visual. Menurut peneliti media yang digunakan dirasa cukup membantu dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.

2.1.2 Hasil Belajar

(5)

Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu benuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran (Susanto, 2013: 5).

Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Suprijono (2012: 7) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.

Ahli lain yaitu Bloom (Suprijono, 2012: 6-7), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan, intelektual. Sementara, menurut Lindgren (Suprijono, 2012: 7) hasil belajar meliputi kecakapan informasi, pengertian, dan sikap.

(6)

Hasil belajar adalah keseluruhan kemampuan yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Keseluruhan kemampuan tersebut meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, pada penelitian ini domain yang akan diteliti adalah domain kognitif. Apabila dalam pembelajaran IPA peserta didik mampu memperoleh nilai di atas KKM maka dari itu peserta didik bisa dikatakan berhasil. Keberhasilan peserta didik itu berasal dari cara pembelajaran guru, karena guru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan, cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil belajar.

Penentuan pendekatan kaitannya juga dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Model yang digunakan guru sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Sehingga guru perlu menciptakan model pembelajaran yang semenarik mungkin supaya peserta didik merasa tertarik pada pelajarannya.

2.1.3 Model Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan peserta didik. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku peserta didik adalah belajar (Rusman, 2011:131). Dimana, perilaku mengajar dan belajar tersebut berhubungan dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, dan ketrampilan. Banyak kegiatan guru dan peserta didik dalam kaitannya dengan bahan pembelajaran adalah model pembelajaran.

Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil belajar. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda-beda.

(7)

Menurut Hasan (Isjoni, 2011:50) mengatakan bahwa model pembelajaran dapat dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip yaitu (1) semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar peserta didik, maka hal itu semakin baik. (2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan peserta didik belajar juga semakin baik. (3) Sesuai dengan cara belajar peserta didik yang dilakukan. (4) Dapat dilakukan dengan baik oleh guru. (5) Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas (Suprijono, 2011:46). Fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan ide. Sehinga model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mangatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2010:51).

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif

(8)

Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam model pembelajaran kooperatif (Lie, 2008:41). Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akademis. Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2011:14). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Dalam sistem belajar yang kooperatif, peserta didik belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini peserta didik memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Peserta didik belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

Menurut Slavin (2010: 4), pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai berbagai macam model pembelajaran di mana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.dalam kelas kooperatif, para peserta didik diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengajaran yang diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara mengajar individual, dan dorongan yang individual. Apabila diatur dengan baik, peserta didik-peserta didik dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep yang telah dipikirkan.

(9)

(Tampubolon, 2014:89), mengemukakan bahwa setidaknya terdapat tiga tujuan utama dari pembelajaran kooperatif, yaitu peningkatan prestasi akademis, hubungan sosial, dan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan permasalahan.

Menurut Suprijono (2012:54), mengatakan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.

Berdasarkan pendapat para ahli pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur pada kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih. Keberhasilan kerja sama sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh kagan dan slavin (Tampubolon, 2014:89), hakikat pembelajaran kooperatif adalah adanya keterlibatan seluruh peserta didik dalam suatu kelompok yang terstruktur. Struktur kelompok tersebut meliputi struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (reward). Karakteristik model pembelajaran kooperatif anatar lain: akuntabilitas, keterampilan sosial, kesalingtergantungan secara positif, dan proses bekerja sama dalam kelompok. Menurut Arends (Tampubolon, 2014:89), mengatakan tujuan pembelajaran kooperatif ada tiga yang dapat dicapai dari pembelajaran kooperatif yaitu peningkatan kinerja prestasi akademik, penerimaan terhadap keberagaman (suku, sosial, budaya, kemampuan, dsb), dan keterampilan bekerja sama atau berkolaborasi dalam pemecahan masalah.

(10)

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah Indikator Tingkah Laku Guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik.

Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada peserta didik.

Langkah 4 Membimbing kelompok belajar.

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja peserta didik dalam kelompo-kelompok belajar. Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah 6 Memberikan penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Karakteristik khusus pembelajaran kooperatif adalah peserta didik bekerja kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis (kognitif), anggota kelompok terdiri dari peserta didik berkemampuan rendah, sedang, serta tinggi, dan sistem penghargaan berorientasi pada kelompok ketimbang individu.

(11)

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran dengan teman sebaya dengan cara peserta didik belajar dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur kelompok-kelompok yang bersifat heterogen. Dimana para peserta didik diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, untuk mencapai satu tujuan bersama dalam belajar.

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

Menurut Lie (2008: 59), NHT atau banyak disebut pula dengan penomoran, berfikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif. NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun 1992, model ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, model ini juga mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.

NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang peserta didik yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk peserta didik tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua peserta didik dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

2.1.4.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

Menurut Suprijono (2012: 92) langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan model NHT adalah:

a. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

(12)

orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka kelompok terdiri dari 8 orang.

c. Tiap-tiap orang dlam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8.

d. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok.

e. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. f. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

g. Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok.

h. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru.

i. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

j. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Menurut Warsono dan Hariyanto (2014:216), langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan model NHT adalah:

a. Peserta didik dikelompokkn dalam kelompok masing-masing terdiri dari 4 orang , diberi nomor 1-4.

b. Guru mengajukan sebuah pertanyaan.

c. Kelompok saling mendekat dan mencoba menjawab bersama. d. Guru memanggil salah satu nomor.

e. Peserta didik dengan nomor yang dipanggil berdiri untuk menjawab pertanyaan.

(13)

NHT diperkenalkan oleh Spencer Kagan (Tampubolon, 2014:94), dengan langkah-langkah kegiatan pembelajaran (sintaks) adalah sebagai berikut:

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapatkan nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui jawabannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

e. Tanggapan dari teman lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

f. Kesimpulan dan memberikan penghargaan.

Dari langkah-langkah pembelajaran yang sudah di jelaskan di atas, maka model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran. Oleh karena itu peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dikolaborasikan dengan media audio visual dalam mata pelajaran IPA.

Adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media audio visual untuk meningkatkan hasil belajar IPA peserta didik adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan

1) Guru melakukan apersepsi

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 3) Guru memberikan motivasi

b. Kegiatan inti

(14)

2) Guru menyajikan video yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. 3) Guru membagi peseta didik dalam kelompok yang beranggota 5-6 orang 4) Peserta didik diminta untuk bergabung dengan kelompoknya

masing-masing.

5) Setiap anggota kelompok diberi nomor 1-6.

6) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Numbered Head Together)

7) Setiap kelompok diberi tugas berupa soal-soal.

8) Peserta didik berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.

9) Guru memanggil peserta didik dengan nomor tertentu, kemudian peserta didik yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas.

10) Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

11) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing- masing kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. 12) Guru bersama peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang telah

dilakukan.

13) Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pekerjaan mereka.

14) Guru memberikan penghargaan kepada peserta didik. c. Penutup

1) Guru memberikan tugas rumah

2) Guru mengingatkan peserta didik untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan materi selanjutnya.

(15)

2.1.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT Adapun kelebihan NHT menurut Hamdani (2011: 89-90) adalah:

1) Setiap peserta didik menjadi siap semua,

2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,

3) Peserta didik yang pandai dapat mengajari peserta didik yang kurang pandai.

4) Peserta didik diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam pembelajaran, yang berperan aktif adalah peserta didik dan guru sebagai motivator. Peserta didik dituntut berperan aktif untuk menggunakan pendapatnya.

5) Dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik.

Adapun kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah: 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

3) Jika guru tidak mengarahkan peserta didik dalam kegiatan kelompok dengan baik, akan ada peserta didik yang tidak aktif dalam kerja kelompok.

4) Jika penerapan model pembelajaran NHT ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.

Kelemahan-kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat diatasi dengan memberi pengertian bahwa nomor tersebut sudah maju, kemudian digantikan dengan nomor lain yang belum maju. Guru harus bisa membagi waktu dengan baik supaya semua peserta didik maju semua. Guru harus lebih memperhatikan peserta didik supaya aktif dalam pembelajaran. Guru harus pandai-pandai dalam mengelola kelas supaya tidak menimbulkan kebosanan.

(16)

2.1.5 Media Pembelajaran

Media pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Penjelasan tentang media pembelajaran akan diuraikan di bawah ini.

2.1.5.1 Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara sumber pesan menurut Heinich (Susilana dan Riyana, 2011: 3). Hamidjojo dan Latuheru (Arsyad, 2011: 4) mengemukakan bahwa media sebagai bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai pada penerima yang dituju. Menurut Gerlach dan Ely (Hamdani, 2011: 243), mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus , pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

(17)

tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh peserta didik, apalagi oleh peserta didik yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan. Terdapat banyaknya media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga ke kompleks, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang harganya murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras.

Seiring berkembangnya teknologi, muncullah berbagai macam bahan ajar baru yang semakin canggih, mulai dari berkembangnya bentuk bahan ajar cetak, lalu merambah ke bahan ajar audio, hingga bahan ajar audio video. Ini semua menunjukkan bahwa bentuk bahan ajar selalu mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Webster (Arsyad, 2011: 5) teknologi merupakan suatu perluasan konsep media, dimana teknologi bukan sekedar benda, alat, bahan, atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan, organisasi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu. Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. Pengajaran dengan menggunakan audio-visual bercirikan adanya pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual lebar. Jadi, pengajaran melalui audio-visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran. Teknologi audio visual yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah film, slide, dan video.

2.1.5.2 Pengertian Media Audio Visual

(18)

menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio visual. Pengajaran melalui audio visual jelas dan bercirikan pemakaian perangkat keras salama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Jadi pengajaran melalui audio visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa. Alat-alat yang termasuk dalam kategori media audio-visual adalah: video, televisi, sound slide, film, dll.

1) Video

Sanaky (2009; 108-109) mengatakan, video adalah gambar bergerak yang disertai dengan unsur suaradan dapat ditayangkan melalui medium video. Sama seperti medium audio, program video yang disiarkan (broadcasted) sering digunakan oleh lembaga pendidikan jarak jauh sebagai sarana penyampaian materi pembelajaran. Video dan televisi mampu menayangkan pesan pembelajaran secara realistik. Video memiliki beberapa features yang sangat bermanfaat untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Karakteristik media video gambar bergerak yang disertai dengan unsur suara, dapat digunakan untuk sekolah jarak jauh, memiliki perangkat slow motion untuk memperlambat proses atau peristiwa yang berlangsung.

Kelebihan media video sebagai berikut:

a) Menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik, sehingga sangat baik untuk menambah pengalaman belajar.

b) Sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajaran untuk belajar.

c) Sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik.

d) Dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan. e) Mengubah daya tahan ingatan atau retensi tentang obyek belajar yang

dipelajari pembelajar.

(19)

Kelemahan media video adalah:

a) Pengadaannya memerlukan biaya mahal.

b) Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk terjadinya umpan balik.

c) Mudah tergoda untuk menayangkan video yang bersifat hiburan, sehingga suasana belajar akan terganggu.

2). Televisi

Televisi sebagai lembaga penyiaran, telah banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran. Makin banyak siaran televisi yang khusus menginformasikan atau menyiarkan pesan-pesan materi pendidikan dan pengajaran, yang disebut televisi pendidikan (educational television). Televisi sebagai media pendidikan dan pengajaran tentu tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kelemahan media televisi sebagai berikut:

Kelebihan media televisi sebagai berikut:

a) Memilki daya jangkauan yang cukup luas.

b) Memiliki daya tarik yang besar, karena memiliki sifat audio visual. c) Dapat mengatasi batas ruang dan waktu.

d) Dapat menginformasikan pesan-pesan yang aktual.

e) Dapat menampilkan obyek belajar seperti benda atau kejadian aslinya. f) Membantu pengajar memperluas referensi dan pengalaman.

g) Sebutan televisi sebagai jendela dunia, membawa khalayak untuk dapat melihat secara langsung peristiwa, suasana, dan situasi tempat, kota, daerah-daerah yang dibelahan dunia.

Kelemahan media televisi sebagai berikut: a) Pengadaannya memerlukan biaya mahal.

(20)

c) Sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk terjadinya umpan balik. Tetapi kelemahan ini, sudah mulai teratasi dengan beberapa program acara siaran yang dilakukan dialog langsung (dialog interaktif) dengan bantuan telepon.

d) Sulit dikontrol, terutama jika terkait dengan soal jadwal belajar di sekolah. e) Mudah tergoda pada penyajian acara yang bersifat hiburan, sehingga

suasana belajar kurang serius dan kurang efektif.

Tujuan pemakaian media audio visual, dalam hal ini yang dimaksud secara umum dalam proses pembelajaran adalah:

a. Untuk Tujuan Kognitif

Dengan menggunakan video, mitra kognitif dapat dikembangkan, yakni yang menyangkut kemampuan mengenal kemampuan memberikan rangsangan berupa gerak yang serasi. Dengan video dapat pula dipertunjukkan serangkaian gambar diam dapat pula digunakan untuk menunjukkan contoh-contoh bersikap atau berbuat dalam suatu penampilan, khususnya yang menyangkut interaksi manusiawi, sehingga dapat dimungkinkan mengoreksi langsung terhadao penampilan yang tidak memenuhi syarat.

b. Untuk Tujuan Psikomotor

Video merupakan media yang paling tepat untuk memperlihatkan contoh keterampilan yang menyangkut gerak, karena dapat diperjelas dengan cara diperlambat atau dipercepat.

c. Untuk Tujuan Afektif

Dengan menggunakan teknik dan efek, video dapat menjadi media yang sangat ampuh untuk mempengaruhi sikap dan emosi.

Dalam tujuan pemakaian media audio visual, peneliti lebih mengutama tujuan kognitifnya.

2.1.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(21)

kooperatif tipe NHT mata pelajaran IPA pokok bahasan perubahan lingkungan kelas IV SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2010/ 2011”. Hasil belajar meningkat yakni dari 65,5% sebelum siklus meningkatkan menjadi 71,8% pada siklus 1 dan 100% pada siklus 2. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 66,25 sebelum tindakan meningkat menjadi 70, 31 pada siklus 1 dan menjadi 82,18 pada siklus 2.

Hasil penelitian lain yang relevan yaitu dilakukan oleh Pebrianti Hesti Lestari guna mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN Sraten 01 melalui penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPA semester II tahun ajaran 2012/2013 menunjukkan adanya peningkatan 52,4% sebelum siklus, meningkat menjadi 81% pada siklus I dan 100% pada siklus II. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 63 sebelum tindakan, meningkat menjadi 72,85 pada siklus I dan menjadi 82,1 pada siklus II. Peningkatan skor maksimal dari 85 pada sebelum tindakan, 90 pada siklus I dan menjadi 96 pada siklus II.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Christina Sumarti dengan judul “Upaya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa tentang materi menaksir dan membulatkan operasi hitung melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi kelas IV SD Kepohkencono 01 semester 1 tahun ajaran 2011/2012. Hasil penelitian tindakan kelas ini adalah pada siklus I nilai rata-rata hasil tes 71,1 dengan ketuntasan belajar 63%, pada siklus II nilai rata-rata hasil tes 82,1 dengan ketuntasan belajar 89%. Untuk aktivitas siswa pada siklus I 79%, siklus II 91%. Hal ini sudah di atas indikator keberhasilan yang diharapkan, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.

Persamanaan antara ketiga penelitian yang sudah diuraikan di atas dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

(22)

penelitian tersebut tidak ada bantuan pada model yang mereka gunakan. Perbedaan lainnya yaitu tidak hanya untuk meningkatkan hasil belajar saja tetapi juga untuk meningkatkan keaktifan peserta didik.

2.2 Kerangka Pikir

Proses belajar mengajar yang terlaksana di dalam kelas pada umumnya dapat menimbulkan rasa bosan peserta didik ketika pembelajaran yang dilaksanakan berkesan terlalu prosedural. Artinya, guru melaksanakan pembelajaran secara sistematis sementara keadaan seperti ini umumnya tidak diinginkan peserta didik. Disamping itu materi yang terlalu padat dan meluas, menyebabkan pendidik memilih model yang praktis (konvensional) untuk mengejar tuntutan materi yang harus disampaikan.

Jika kondisi pembelajaran sesuai dengan urian di atas, maka pendidik sebaiknya melakukan upaya untuk mengubah model pembelajaran yang digunakan. Menurut peneliti model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media audio visual sangat efisien karena pembelajaran ini akan menuntut peserta didik untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan pemecahan masalah latihan soal-soal sehingga peserta didik dapat memahami meteri dengan mudah. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT peserta didik terlibat untuk lebih aktif dan cermat mengikuti langkah-langkah selama kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berlangsung dan dengan berbantuan audio visual peserta didik akan lebih memahami materi yang disampaikan. Ketika peserta didik mengerti dan memahami materi yang telah disampaikan maka hasil belajar pun menjadi baik.

(23)

Bagan 2.1

(24)

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir sebagaimana yang telah diuraikan, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media audio visual dapat meningkatkan proses pembelajaran dengan cara mengorganisasikan peserta didik untuk berkelompok, memberikan tugas untuk didiskusikan secara bersama-sama, memanggil salah satu nomor, melaporkan hasil diskusi kelompok, memberikan tanggapan, dan kesimpulan dengan kriteria signifikan aktivitas guru dan peserta didik pada kelas 5 semester 2 SDN Cukil 01 dengan skor minimal 10.

Gambar

Tabel 2.1
gambar diam dapat pula digunakan untuk menunjukkan contoh-contoh bersikap

Referensi

Dokumen terkait

LQSXW HNVWULP NHULQJ GL VLQL DNDQ WHUMDGL GHILVLW DLU SDGD EXODQ - EXODQ 0HL VDPSDL 1RYHPEHU GL PDQD T WXUELQ EHUQLODL QHJDWLI %HJLWX SXOD GDODP SHQJJXQDDQ WUD\HN YROXPH ZDGXN

Pada saat catu daya dihidupkan maka keypad akan melakukan proses scan kemudian keypad akan mengirimkan sinyal ke mikrokontroler untuk diproses, bila sesuai

Hasil penelitianmuatan keilmuan integrasi interkoneksi terhadap ma- ta pelajaran PAI dan Budi Pekerti jenjang SMA kurikulum 2013 dapat dideskripsikan sebagai

Dikatakan sakral karena dalam adat perkawinan Batak , ada makna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa

Perencanaan Pembelajaran Matematika menggunakan Teori Bruner di Kelas III; Berdasarkan hasil penelitian bahwa perencanaan dalam pembelajaran matematika menggunakan

Sebanyak 126 pulau (sesuai dengan hasil sinkronisasi luas Kabupaten Sumenep Tahun 2002), tersebar membentuk gugusan pulau-pulau baik berpenghuni maupun tidak

Sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang pengertian terapi psikoreligius sebanyak 32 orang (54,2%), sebagian besar responden mempunyai

Ukur meja merupakan satu cara pengukuran di mana pelotan dilakukan serentak di lapangan dengan skala yang sesuai. Kaedah ini tidak memerlukan pengambilan nota, pembukuan, pelarasan