• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RUANG PONEK RSUD KARANGANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RUANG PONEK RSUD KARANGANYAR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI SECTIO

CAESAREA DI RUANG PONEK RSUD KARANGANYAR

Nur Kasana1), Wahyuningsih Safitri2), Rufaida Nur Fitriani2)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2)

Dosen Pembimbing STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK

Kecemasan dapat dialami oleh ibu pre sectio caesarea karena tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat-klien dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di Ruang PONEK RSUD Karanganyar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan desain cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 50 orang yang diambil secara insidental sampling. Hasil uji kendall’s tau didapatkan p value 0,004 < 0,05. Tingkat hubungan diantara kedua variabel sebesar -0,376 yang berarti kekuatan hubungan berada pada tingkat hubungan rendah. Diharapkan lebih ditingkatkan kembali bagi perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien terutama pada persiapan pre operasi agar pasien tidak mengalami kecemasan.

Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Kecemasan, Pre Operasi Sectio Caesarea

ABSTRACT

Anxiety is can be experienced by pre-operative C-section mothers because the surgical intervention a potential or an actual threat to one’s integrity, which can generate a reaction of physiological or psychological stress. Meanwhile, therapeutic communication extends understanding to nurses and clients in an attempt to make clear and to reduce the burden of minds as well as to eradicate anxiety. The objective of this research is to investigate the correlation between therapeutic communication and anxiety level of the pre-operative C-section clients at Comprehensive Emergency Obstetric and Newborn Care Room of Local General Hospital of Karanganyar. This research used the descriptive correlational research method with the cross sectional design. The samples of the research consisted of 50 persons. They were taken by using the incidental sampling technique. The result of Kendall’s tau test shows that the value of p is 0.004, which is smaller than 0.05. The level of correlation between the two variables is -0.376, meaning that the strength of correlation occupies the low level. Therefore, the nurses are expected to improve again their therapeutic communication with the clients particularly in the pre-operative preparation so that they do not experience any anxieties.

(2)

2

PENDAHULUAN

Kehamilan yang dialami oleh setiap wanita pasti akan menimbulkan banyak permasalahan, baik masalah fisik maupun psikologis. Permasalahan fisik pada ibu hamil antara lain ibu merasa letih, lesu, lemas, dan kehilangan nafsu makan. Kondisi psikologis ibu hamil dapat merasa cemas dan takut akan hal-hal yang mungkin akan terjadi, baik pada diri ibu maupun pada bayinya (Koncara 2009). Persiapan psikologis sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan melahirkan. Bantuan dari orang-orang terdekat adalah utama, demikian juga dari tenaga kesehatan yang menanganinya (Dessirajino 2012).

Proses persalinan dapat melalui beberapa cara, yaitu normal, vakum,

forsep, dan sectio caesarea (Kasdu

2003). Ibu hamil menginginkan dapat melahirkan secara normal, tetapi dalam kondisi tertentu dari faktor janin (bayi terlalu besar, kelainan letak, ancaman gawat janin, janin abnormal, kelainan tali pusat, dan bayi kembar), dan dari faktor ibu (keadaan panggul, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, pre eklamsia), harus dilakukan operasi

sectio caesarea (Hutabalian 2011).

Tindakan pembedahan

(operasi) sectio caesarea merupakan tindakan yang dapat menyebabkan ketegangan (stress). Ibu yang akan dilakukan tindakan sectio caesarea umumnya mengalami ansietas (kecemasan) yang bervariasi dari tingkat ringan sampai berat (Ibrahim 2012). Badan Kesehatan Dunia

(WHO) menyatakan bahwa

persalinan dengan operasi sectio

caesarea adalah sekitar 10-15 % dari

semua proses persalinan di negara-negara berkembang. Angka kejadian

sectio caesarea di Indonesia adalah

sekitar 5 % (Yuniar et al. 2010). Penelitian dengan judul faktor risiko tindakan sectio caesarea di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, didapatkan data 1.157 persalinan dengan 319 kasus melalui sectio

caesarea (28%). Faktor risiko

terbanyak adalah berdasarkan indikasi medis, 308 kasus (97%). Indikasi medis paling banyak adalah faktor ibu, yaitu 152 kasus (50%) dan pre eklampsia/eklampsia berat sebanyak 67 kasus (Hidayah 2009). Data dari Rumah Sakit Panti Waluyo pada bulan Januari sampai Maret 2012 menyatakan bahwa tindakan

sectio caesarea karena letak

sungsang sebesar 45% dari 100 pasien (Utami 2012).

Penelitian lain dengan judul tingkat kecemasan pasien dalam menghadapi rencana pembedahan di tinjau dari tingkat pendidikan, umur, dan jenis kelamin di Ruang B2 (Seruni) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan hasil pasien yang mengalami tingkat kecemasan ringan 7,5%, sedang 60%, berat 60% dan panik 12,5% (Sandra 2004). Penelitian dengan judul gambaran tingkat kecemasan pasien pre operasi

sectio caesarea sebelum dan setelah

dilakukan informed consent di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, didapatkan data sebelum dilakukan informed consent dari tenaga kesehatan, sebagian besar mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 80% dan setelah dilakukan informed consent

(3)

3 mengalami penurunan menjadi

cemas ringan sebesar 71,4% (Jubaidi 2012).

Kecemasan dapat dialami oleh ibu pre sectio caesarea karena tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis (Asmadi 2008). Faktor pendukung untuk mengurangi cemas adalah dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan. Dukungan keluarga diperlukan karena keluarga sebagai pemberi nasehat dan saran (Jahriah et al. 2012).

Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat-klien dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Mulyani et al. 2008). Perawat sebagai komponen penting dalam proses keperawatan dan orang yang terdekat dengan klien diharapkan mampu berkomunikasi terapeutik, melalui perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi penyembuhan klien (Wahyu 2006).

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di RSUD Karanganyar menunjukkan angka operasi sectio caesarea sebanyak 291 pasien pada bulan Januari-Juni 2013. Rata-rata setiap bulannya sebanyak 48 persalinan sectio caesarea. Dari hasil wawancara yang

telah peneliti lakukan dengan 5 pasien pre operasi sectio caesarea, 3 pasien mengatakan cemas. Peran perawat yang dapat dilakukan untuk mengintervensikan kecemasan antara lain membina hubungan yang efektif,

mendengarkan keluhan pasien secara aktif dan penyuluhan pre operasi.

Adapun rumusan masalah dalam masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di Ruang PONEK RSUD Karanganyar.

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi komunikasi terapeutik pada pasien pre operasi

sectio caesarea di Ruang PONEK

RSUD Karanganyar,

mendeskripsikan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio

caesarea di Ruang PONEK RSUD

Karanganyar dan menganalisis hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio

caesarea di Ruang PONEK RSUD

Karanganyar.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan desain cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 50 orang yang diambil secara insidental sampling dengan kriteria inklusi ibu

tidak mengalami kegawatdaruratan obstetri.

Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner komunikasi terapeutik dan kuesioner tingkat kecemasan. Kuesioner komunikasi terapeutik terdiri dari 28 item pertanyaan. Sedangkan kuesioner tingkat kecemasan menggunakan kuesioner Hamillton Ratting Scale

for Anxiety (HRS-A) terdiri dari 14

item pertanyaan. Kuesioner

Hamillton Ratting Scale for Anxiety

(4)

4

sudah digunakan banyak peneliti dan sudah teruji validitasnya.

Data yang dikumpulkan dari kuesioner berupa data karakteristik responden, data mengenai komunikasi terapeutik, dan data mengenai tingkat kecemasan ibu pre operasi sectio caesarea. Data yang telah terkumpul akan dicek dan ditabulasi. Hasil dari tabulasi sesuai dengan uji statistik. Uji hipotesis menggunakan uji Kendall’s Tau( ) yang digunakan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea. Nilai signifikansi dianggap bermakna apabila p value ≤ 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Distribusi Karakteristik

Responden Berdasarkan Usia (n=50) Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%) 20-25 23 46 26-30 22 44 31-35 5 10 Jumlah 50 100

Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-25 tahun yaitu 23 orang (46%). Menurut Depkes ibu yang berumur < 20 tahun rahim dan panggul belum berkembang dengan baik, begitu sebaliknya yang berumur > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti saat ibu berusia 20-35 tahun. Sehingga umur tersebut termasuk dalam resiko tinggi kehamilan (Depkes 2010).

Ibu berusia 31-40 tahun memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi dari pada ibu yang berusia 20-30 tahun (Sustiaty 2012). Usia diatas

30 tahun dianggap sebagai fase untuk menghentikan kehamilan, karena usia diatas 30 tahun merupakan usia rawan hamil dan termasuk kategori kehamilan berisiko tinggi.

Hal tersebut dikarenakan tingkat resiko mordibitas dan mortalitas pada ibu dan janin akan meningkat daripada kehamilan pada usia aman 20-30 tahun (Pawatte et al. 2013).

Tabel 2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan (n=50) Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%) SMP 7 14 SMA 27 54 D3 16 32 Jumlah 50 100

Tabel 2 diketahui bahwa

mayoritas berpendidikan

SMA/sederajat sebanyak 27 orang

(54%). Responden yang

berpendidikan dasar dan menengah cenderung lebih banyak mengalami kecemasan dari pada ibu yang berpendidikan tinggi (Astria et al. 2009). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo 2005).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori lain yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka mereka dapat berfikir secara rasional dan mampu menahan emosi mereka dengan baik sehingga dapat menurunkan kecemasan mereka sendiri (Inggriet et al. 2013).

(5)

5 Tabel 3 Distribusi Karakteristik

Responden Berdasarkan Pekerjaan (n=50) Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) Ibu Rumah Tangga 25 50 Wiraswasta 7 14 PNS 10 20 Swasta 8 16 Jumlah 50 100

Tabel 3 diketahui sebagian besar pekerjaan ibu paling banyak sebagai ibu rumah tangga sejumlah 25 orang (50%). Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan latar belakang pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi proses persalinan. Pekerjaan sebagai PNS maupun swasta dengan intensitas

waktu yang padat dapat

menyebabkan ibu hamil mengalami kelelahan dan stress sehingga berpengaruh pada saat proses persalinan (Sumelung, Kundre, Karundeng 2014).

Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Obstetri (n=50) Riwayat Obstetri Jumlah (n) Persentase (%) G1P0A0 17 34 G2P1A0 19 38 G3P2A0 10 20 G4P3A0 4 8 Jumlah 50 100

Tabel 4 didapatkan hasil persentase riwayat obstetri paling banyak adalah G2P1A0 sejumlah 19

orang (38%). Keadaan yang pernah mengalami persalinan atau baru akan terjadi dapat menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Karena kekhawatiran

dan kecemasan mengalami rasa sakit tersebut memilih persalinan sectio

caesarea untuk mengeluarkan

bayinya (Kasdu 2003).

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea (n=50) Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Kurang 5 10 Cukup 40 80 Baik 5 10 Jumlah 50 100

Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa komunikasi terapeutik perawat yang cukup yaitu sebanyak 40 orang (80%). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori lain yang menyatakan bahwa komunikasi terapeutik secara efektif yang dilakukan oleh perawat kepada pasien pre operasi sectio caesarea dapat menumbuhkan kekuatan psikis ibu (Utomo 2008).

Komunikasi terapeutik perawat dapat menumbuhkan motivasi pasien agar dapat menghadapi resiko yang mungkin terjadi. Ibu yang mengetahui tentang operasi sectio

caesarea, maka ibu akan menyadari

segala sesuatu yang mungkin hendak ditemuinya nanti. Dengan memberikan komunikasi terapeutik secara efektif dan cukup maka tingkat kecemasan pasien akan berkurang (Shintana dan Siregar 2012).

(6)

6

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea (n=50) Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Tidak ada kecemasan 10 20 Kecemasan Ringan 21 42 Kecemasan Sedang 17 34 Kecemasan Berat 2 4 Jumlah 50 100

Tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan pasien paling banyak adalah tingkat kecemasan ringan sebanyak 21 orang (42%). Respon cemas seseorang tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi tantangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakan dan juga mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi kecemasannya antara lain dengan menekan konflik, impuls-impuls yang tidak dapat diterima secara sadar, tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya (Stuart 2007). Tingkat kecemasan orang berbeda-beda meskipun permasalahan yang dihadapi sama (Suryabrata 2008).

Tabel 7 Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik

dengan Tingkat

Kecemasan Pre Operasi Sectio Caesarea Variabel Nilai Korelasi p value Komunikasi Terapeutik - Kecemasan -0,376 0,004

Tabel 7 diketahui nilai korelasi

Kendall’s Tau (τ) sebesar -0,376

dengan p value 0,004 < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak artinya ada

hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio

caesarea di Ruang PONEK RSUD

Karanganyar.

Tingkat hubungan diantara kedua variabel sebesar -0,376, yang berarti kekuatan hubungan berada pada tingkat hubungan rendah. Hubungan yang negatif ini berarti jika semakin baik komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh para perawat maka tingkat kecemasan pasien akan menurun bahkan tidak ada kecemasan.

Dari hasil penelitian terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di ruang PONEK RSUD Karanganyar. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Potter (2005) bahwa komunikasi terapeutik dapat menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan, dan informasi dalam rangka mencapai tujuan keperawatan yang optimal, sehingga proses pelaksanaan operasi dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya kendala.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Agustin (2009) dengan hasil nilai ρ hitung (0,560) dari besarnya ρ tabel (0,5), bahwa komunikasi dan hubungan terapeutik yang terbina antara perawat dan pasien dapat membantu menurunkan kecemasan pasien dalam menghadapi tindakan pembedahan karena pasien dapat

(7)

7 mengekplorasikan perasaannya,

menceritakan ketakutan dan kekhawatirannya menghadapi situasi tersebut dan mendapatkan solusi serta pengetahuan yang diperlukan. Melalui komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien terjalin dengan baik dan pasien bisa memahami dan menerima kondisinya sehingga kecemasan pasien menurun. Dengan komunikasi terapeutik yang baik maka dapat mengurangi beban perasaan dan pikiran pasien sebelum tindakan sehingga kecemasan akan menurun atau dalam rentang sedang.

Penelitian Jubaidi (2012) bahwa dengan pemberian informed

consent kepada para ibu hamil yang

akan menghadapi operasi sectio

caesarea mampu menurunkan

tingkat kecemasannya yang semula berada pada tingkat kecemasan sedang namun setelah diberikan

informed consent menurun menjadi

tingkat kecemasan ringan. Perawat dan bidan agar selalu melaksanakan

informed consent sesuai standar

karena sangat berguna bagi ibu hamil untuk mengurangi kecemasan yang timbul dalam menghadapi persalinan beresiko dengan pembedahan di rumah sakit.

SIMPULAN

1. Gambaran komunikasi terapeutik perawat pada pasien pre operasi

sectio caesarea di Ruang PONEK

RSUD Karanganyar termasuk dalam kategori cukup sebanyak 80%.

2. Gambaran tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio

caesarea di Ruang PONEK

RSUD Karanganyar termasuk

dalam kategori tingkat kecemasan ringan sebanyak 21%.

3. Ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi

sectio caesarea di Ruang PONEK

RSUD Karanganyar dengan p

value 0,004.

SARAN

1. Bagi Pasien dengan Pre Operasi

Sectio Caesarea

Diharapkan pasien lebih percaya diri/yakin bahwa operasi dilakukan secara profesional dan dilakukan dengan prosedur yang baik atau dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), sehingga segala kemungkinan resiko dapat ditekan dan dihindari.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan manager

keperawatan berkoordinasi dengan rumah sakit untuk mengadakan pelatihan atau sosialisasi tentang komunikasi terapeutik terutama pada saat

mempersiapkan pasien

menghadapi operasi. 3. Bagi Profesi Keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien pre operasi lebih ditingkatkan terutama pada persiapan psikologis, membantu pasien mengarahkan mekanisme koping yang adaptif, dan membantu keluarga untuk menjalankan fungsinya dalam memberi dukungan agar tingkat kecemasan pasien menjadi berkurang.

(8)

8

4. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi bahwa komunikasi terapeutik dapat menurunkan tingkat kecemasan. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian dengan metode lain atau metode kualitatif agar lebih dapat diketahui penyebab kecemasan yang dialami pasien pre operasi sectio caesarea. DAFTAR PUSTAKA

Agustin, IM. 2009. Hubungan

Pelaksanan Komunikasi

Terapeutik dengan Tingkat

Kecemasan Pasien Rawat Inap di BP RSUD Kebumen. Jurnal

Ilmiah Kesehatan

Keperawatan. Volume 5. No 3. Asmadi. 2008. Kebutuhan Dasar

Manusia. Jakarta: Salemba

Medika.

Depkes. 2010. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta:

Depkes RI.

Hidayah, CD. 2009. Faktor Risiko

Tindakan Sectio Caesarea di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Diakses 04 Desember 2013. <http://alumni.unair.ac.id/kum pulanfile/44392815412_abs.pd f>.

Hutabalian, D. 2011. Pengaruh

Umur Terhadap Persalinan Sectio Caesarea. Diakses 04

Desember 2013.

<http://repository.usu.ac.id/>. Ibrahim, AS. 2012. Panik Neurosis

dan Gangguan Cemas.

Tangerang: Jelajah Nusa. Jubaidi. 2012. Gambaran Tingkat

Kecemasan Pasien Pre

Operasi Sectio Caesarea

Sebelum dan Setelah dilakukan Informed Consent di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010. 22

Maret 2012. Hal 3.

Kasdu, D. 2003. Operasi Caesar

Masalah dan Solusinya.

Jakarta: Puspa Swara.

Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Edisi

Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Pawatte, Pali, Opod. 2013.

Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Ibu Pre Sectio Caesarea di RSIA Kasih Ibu dan RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Jurnal Kedokteran

Komunitas dan Tropik. Volume 1. No 3.

Potter, PA., & Perry, AG. 2005.

Buku Ajar Fundamental

Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Shintana, D & Siregar, CT. 2012.

Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik dengan Perilaku Perawat. Diakses 14

Juni 2014.

<jurnal.usu.ac.id/index.php/jkk /article/download/1323/194>. Stuart, WG. 2007. Buku Saku

Keperawatan Jiwa. Jakarta:

EGC.

Sumelung, Kundre, Karundeng. 2014. Faktor-faktor yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea di RSUD Liun Kendage Tahuna.

Volume 2. No 1. Hal 4.

Suryabrata, S. 2008. Psikologi Kepribadian. Edisi 1. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Sustiaty. 2012. Hubungan antara

kualitas pelayanan dan

kecemasan menghadapi proses persalinan pada pasien RS

(9)

9

Bersalin. Jakarta: Universitas

Gunadarma.

Utami, ET. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri pada Ny. H : Post Operasi Sectio Caesarea

Atas Indikasi Presentasi

Bokong di RS Panti Waluyo Surakarta. D3 Keperawatan,

STIKes Kusuma Husada,

Surakarta.

Utomo. 2008. Pengaruh Konseling

Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Sectio Caesarea di RSU

PKU Muhammadiyah

Delanggu Klaten. Tesis.

Surakarta: Program

Pascasarjana Program Studi

Kedokteran Keluarga

Universitas Sebelas Maret.

Wahyu. 2006. Hubungan

Pengetahuan Komunikasi

Terapeutik Terhadap

Kemampuan Komunikasi

Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di RS Elisabeth Purwokerto. Jurnal

Keperawatan Soedirman. Volume 1. No 2. November 2006. Hal 53-60.

Yuniar, Al Ummah, Handayani. 2010. Evaluasi Proses Pre

Operasi pada Pasien Sectio Caesarea (SC) di RS PKU

Muhammadiyah Gombong.

Gambar

Tabel  3  diketahui  sebagian  besar  pekerjaan  ibu  paling  banyak  sebagai  ibu  rumah  tangga  sejumlah  25  orang  (50%)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas audit, biaya audit, konsentrasi kepemilikan, kepemilikan asing dan ukuran perusahaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan suami tentang Ayah ASI di Desa Kleco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan.. Desaian penelitian ini

Namun dari semua penelitian tersebut belum ada yang melakukan proses enkripsi dan dekripsi data dengan menggunakan dua algoritma pada bilangan prima, yang

Melihat begitu pentingnya sebuah penelitian untuk mengetahui perilaku konsumen dalam keputusan pembelian suatu produk/jasa, maka atas dasar latar belakang tersebut

Semua faktor itu adalah peran strategis tenaga kependidikan, apakah itu staf TU, pustakawan, laboran, pesuruh/penjaga madrasah, pengawas madrasah dan kepala

Menurut Tjiptono (1997) bahwa harapan konsumen terhadap kualitas suatu jasa terbentuk dari beberapa faktor sebagai berikut: 1) Pening- katan layanan yang sudah ada, harapan yang

Dilakukan wawancara terstruktur tentang data pribadi yaitu nama, umur, jenis kelamin.Status kognitif pasien dinilai dengan MMSE yang terdiri dari 30 pertanyaan yang akan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “ ANALISIS