• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA. Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA. Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA

A. Keterampilan Sosial

1. Pengertian Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup individu. Dalam lingkungan pendidikan, keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki oleh siswa sebagai bekal bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya. Dengan demikian, setiap siswa dituntut untuk memiliki keterampilan sosial yang dapat dijadikan sarana beradaptasi dengan masyarakat yang tidak hanya digunakan demi masa depan namun berlaku sepanjang hidupnya. Karena tanpa memiliki keterampilan sosial individu tidak memiliki kelancaran dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga hidupnya kurang harmonis.

Pengertian keterampilan sosial dipaparkan oleh para ahli seperti Cartledge & Milburn (1992: 7) sebagai “Socially acceptable learned behaviors that enable the person to interact with others in way that elicit positive responses and assist in avoiding negative responses from them”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa penerimaan sosial merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan bagi individu dalam menjalin dan meningkatkan kualitas hubungan sosial, yang salah satunya dapat dilihat ketika individu sedang berinteraksi dengan orang lain.

(2)

Libert & Lewinsohn (Cartledge & Milburn, 1992: 7) mengemukakan bahwa keterampilan sosial sebagai kemampuan kompleks untuk melakukan perilaku yang mendapat penguatan positif dan tidak melakukan perilaku yang mendapat penguatan negatif.

Combs & Slaby (Cartledge & Milburn, 1992: 7) mengartikan keterampilan sosial sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial dengan cara-cara spesifik yang secara sosial diterima atau bernilai dan dalam waktu yang sama memiliki keuntungan untuk pribadi dan orang lain.

Berdasarkan keseluruhan paparan mengenai pengertian keterampilan sosial, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam membuat dan mengimplementasikan serangkaian pilihan serta sikap sosial yang sesuai dengan lingkungan hidupnya, baik terhadap lingkungan sekolah, antar pribadi, pribadi dan tugas-tugas akademis dengan tujuan agar dapat diterima secara positif oleh lingkungan tersebut.

Istilah keterampilan sosial seringkali disamakan dengan kompetensi sosial. Cartledge & Milburn (1992: 8) menjelaskan istilah kompetensi lebih mengacu pada refleksi penilaian sosial secara umum tentang kualitas perilaku individu dalam situasi tertentu sedangkan istilah keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan dengan lancar disertai dengan ketepatan. Keterampilan sosial merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain.

(3)

Mclntyre (2003, www.1donline.org.com) menyebutkan bahwa keterampilan sosial siswa diantaranya meliputi hal-hal berikut: (1) tingkah laku dan interaksi positif dengan teman lainnya; (2) perilaku yang sesuai di dalam kelas; (3) cara-cara mengatasi frustasi dan kemarahan dan (4) cara-cara mengatasi konflik dengan orang lain.

Melalui serangkaian interaksi sosial, siswa mampu mengembangkan berbagai keterampilan sosial di antaranya menjalin pertemanan, persahabatan, mengembangkan pengetahuan, serta menyelesaikan konflik antar individu. Dengan membina dan mempertahankan berbagai jenis hubungan teman sebaya dan pengalaman sosial, terutama konflik teman sebaya (peer conflict), anak memperoleh pengetahuan tentang dirinya sendiri dengan orang lain, serta belajar berbagai keterampilan sosial.

2. Aspek-Aspek Keterampilan Sosial

Stephen (Cartledge and Millbern, 1992: 15) memaparkan bahwa keterampilan sosial mempunyai empat sub aspek dalam pengembangan perilaku sosial individu. Dalam hal ini keempat aspek perilaku menjadi indikator tinggi rendahnya keterampilan sosial yang dimiliki siswa usia remaja. Perilaku tersebut antara lain :

1. Enviromental Behavior, yaitu perilaku dalam lingkungan. Bentuk perilaku yang didasarkan lingkungan antara lain: a) peduli terhadap lingkungan dengan menjaga kelestarian lingkungan dan b) menerima dan menghadapi keadaan di luar perkiraan (darurat atau di luar kebiasaan sehari-hari).

(4)

2. Interpersonal behavior, yaitu perilaku antar pribadi. Bentuk perilaku interpersonal antara lain: a) menjaga privasi orang lain, b) mengatasi konflik, c) membantu orang lain, d) mengawali sapaan kepada orang lain, dan e) sikap positif kepada orang lain.

3. Self-related behavior, yaitu perilaku pribadi atau berhubungan dengan diri sendiri. Beberapa bentuk perilaku ini antara lain: a) perilaku etis, b) ekspresi perasaan, c) sikap positif terhadap diri, d) menjaga dan merawat kondisi fisik, dan e) menyadari dan menerima konsekuensi atas perbuatan sendiri.

4. Task-related behavior, yaitu perilaku yang berhubungan dengan tugas (tugas akademik). Bentuk perilaku interpersonal antara lain: a) mengerjakan tugas, b) aktif dalam diskusi, c) memiliki kualitas belajar yang baik, d) bertanya/menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dan e) memperhatikan selama pelajaran berlangsung.

3. Dimensi Keterampilan Sosial

Stephen (Cartledge & Milburn, 1992: 14) menjelaskan bahwa keterampilan sosial terkait dengan dua dimensi, yaitu kognitif dan afektif. Karena proses kognitif dan afektif merupakan faktor yang determinan mempengaruhi fungsi sosial. Aspek kognitif dan afektif menjadi elemen penting dalam perkembangan dan manfaat dari keterampilan sosial.

(5)

a. Dimensi kognitif

Dimensi ini mempunyai fungsi dalam membantu individu untuk mengontrol emosi dan perilakunya agar selaras dengan lingkungan. Aspek keterampilan sosial yang berkenaan pada dimensi kognitif adalah:

1) persepsi sosial, yaitu kemampuan individu untuk menerima dan mengukur situasi yang sedang terjadi disertai penentuan perilaku yang sesuai dengan respon terhadap perilaku orang lain;

2) pemecahan masalah;

3) pengajaran diri atau yang lebih memfokuskan dalam keteramilan mengendalikan diri;

4) restruksi kognitif, yaitu dengan membangun kembali sistem keyakinan diri yang tidak rasional menjadi lebih rasional melalui pemahaman perasaan-perasaan negatif yang muncul, mengenali sistem-sistem keyakinan diri yang tidak rasional, menghadapi perasaan tidak berdaya dengan cara memunculkan pemahaman yang lebih positif tentang diri sendiri, dan lebih realistis dalam memandang diri.

b. Dimensi afektif

Pada dimensi ini, perasaan atau emosi siswa cenderung sulit untuk diukur, tetapi pola perilaku yang tampak sebagai bentuk pengekspresian perasaan cenderung menggambarkan bagaimana perasaan atau kondisi emosi siswa. Sejumlah kemampuan yang harus dicapai dalam pelatihan keterampilan sosial berkaitan dengan perkembangan afektif individu, yaitu:

(6)

1) rasa memiliki terhadap diri sendiri, identitas diri, dan perkembangan harga diri yang ditandai dengan kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif, memahami karakteristik pribadi, dan mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri;

2) pengekspresian dan kepedulian terhadap perasaan sendiri, yang ditandai dengan kemampuan untuk mengenali perasaannya terhadap peristiwa-peristiwa hidup yang berbeda, menggunakan bahasa atau simbol-simbol yang tepat untuk menggambarkan perasaannya yang positif atau negatif, mengekspresikan perasaan melalui bahasa tubuh dengan tepat, dan memahami fungsi pengekspresian emosi termasuk pengekspresian terhadap perasaannya dengan pengalaman-pengalaman antar pribadinya;

3) kepedulian individu terhadap perasaan orang lain, yang ditunjukkan baik secara verbal, non-verbal, maupun sensitif terhadap perasaan orang lain; 4) kepedulian individu terhadap keragaman dalam megekspresikan perasaan,

yang ditandai dengan kemampuan individu untuk memahami bahwa perasaan-perasaan yang muncul senantiasa akan berubah-ubah, tergantung pada situasi dan waktu yang sedang terjadi.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial a. Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Pada tahun-tahun awal kehidupan yang memberikan pengaruh terpenting terhadap keterampilan sosial dan sikap anak adalah pola asuh atau cara orang tua

(7)

mendidik anak. Hal tersebut menggambarkan bahwa kegagalan yang dialami anak dalam hidupnya terutama dalam hubungan sosial dengan orang lain adalah sebagai akibat dari sikap atau pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

Salah satu contoh pola asuh orang tua yang mempengaruhi keterampilan sosial anak, yaitu overprotection (terlalu melindungi). Perilaku orang tua yang overprotection (terlalu melindungi) kepada anak contohnya dengan memberikan perawatan/pemberian bantuan yang terus-menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri, kontak yang berlebihan dengan anak, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan dan memecahkan masalah anak. Dengan penerapan pola asuh tersebut, maka perilaku anak akan menjadi kurang percaya diri, sulit dalam bergaul, pembuat onar dan suka bertengkar dalam lingkungan sosial misalnya di lingkungan sekolah. Hal tersebut menunjukkan anak sulit dalam mengembangkan keterampilan sosialnya. Dan sebaliknya anak yang dibesarkan dengan pola asuh demokratis, anak akan dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik, mereka aktif secara sosial dan mudah bergaul.

b. Sekolah

Sekolah tidak hanya berperan dalam memberikan pengetahuan saja melainkan sebagai penyelenggara pendidikan yang mencakup pengajaran, latihan dan bimbingan. Oleh karena itu guru tidak hanya berperan sebagai pendidik untuk mengembangkan kemampuan akademik, namun berperan dalam mendidik, melatih dan membimbing siswa agar memiliki keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan cara siswa dalam melakukan interaksi, baik dalam hal

(8)

berkomunikasi maupun bertingkah laku dengan orang lain, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya baik di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat luas.

c. Teman Sebaya

Teman sebaya (peers) adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama (Santrock, 1995: 268). Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi apa yang mereka lakukan dalam arti apakah ini baik daripada apa yang dilakukan oleh anak-anak lain. Hal ini sulit dilakukan di rumah, karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda. d. Media Massa

Media massa sekarang menjadi sangat berpengaruh bagi anak, dapat dikatakan media massa kini menjadi salah satu lingkungan sosial yang juga memberikan banyak informasi. Televisi sebagai salah satu media yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, juga selain itu seiring perkembangan zaman kini internet pun masuk dalam dunia anak. Hal tersebut sudah menjadi sebuah fenomena, dalam hal ini ada dua dampak yang muncul yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positifnya media tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi anak, menyajikan program-program yang memotivasi dan memberi model-model perilaku prososial. Dan dampak negatifnya, terkadang dapat menjauhkan mereka

(9)

dengan lingkungan di dunia nyata, seperti menjauhkan mereka dari pekerjaan rumah, mereka cenderung menjadi pasif, mengajarkan mereka berbagai stereotif, memberi mereka model-model agresi (kekerasan) dan dapat menjadikan mereka terobsesi dengan pandangan yang tidak realitis tentang dunia.

5. Perilaku yang Timbul Akibat Rendahnya Keterampilan Sosial

Quay dan Peterson (Asriyanti, 2011: 22) menjelaskan bahwa beberapa perilaku yang seringkali timbul sebagai gejala masalah rendahnya keterampilan sosial siswa remaja yaitu antara lain:

a. Agresi

Perilaku ini tampil secara verbal maupun non-verbal yang pada dasarnya berkaitan dengan rendahnya hubungan antar pribadi dengan orang dewasa atau teman sebaya. Perilaku agresi ini direfleksikan ke dalam bentuk berkelahi, mengacau, mengganggu atau merusak, mengatakan kata-kata yang kotor, cepat marah, suka bertengkar, menentang otoritas, tidak bertanggung jawab, memiliki perhatian yang tinggi terhadap hal-hal yang bertentangan dengan norma agama atau susila dan rendahnya perasaan bersalah.

b. Menarik Diri (Withdrawal)

Individu lebih senang menyatakan atau menunjukkan dirinya dengan cara menarik diri dari lingkungan sosial dibandingkan dengan menyerang (agresi). Karakteristik individu yang menarik diri diantaranya: merasa takut, cemas, mempermasalahkan fisik, menunjukkan ketidakbahagiaan, depresi, merasa rendah diri, pemalu dan mengasingkan diri dari lingkungan

(10)

c. Tidak Dewasa (Immaturity)

Tidak tercapainya kematangan tugas perkembangan pada tahap siswa-siswa atau remaja, memungkinkan individu mengalami kesulitan dalam berperilaku sosial sesuai dengan harapan lingkungan. Gejala masalah yang muncul dari ketidakmatangan atau ketidakdewasaan individu dalam berperilaku tampak dari munculnya kecanggungan-kecanggungan dalam menjalin hubungan sosial, memilih teman dari kelompok usia yang lebih muda dan cenderung pasif.

B. Program Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan merupakan terjemahan dari istilah guidance dalam bahasa Inggris. Secara harfiah istilah guidance berasal kata guide, yang berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to steer). Bimbingan pada dasarnya merupakan proses bantuan yang diberikan kepada individu agar mampu mencapai perkembangan diri yang optimal. Pengertian bimbingan banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya sebagai berikut.

Yusuf (2006: 30) mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada siswa agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya, menerima diri, mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupam yang bermakna (berbahagia), baik secara personal maupun sosial.

(11)

Sedangkan menurut Prayitno (2004: 99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang/beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Dan menurut Winkel (1997: 17) mendefinisikan bimbingan sebagai pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup.

Dari beberapa definisi bimbingan diatas, dapat disimpulkan bahwa: (a) bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan sistematis, (b) yang bertujuan untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan serta bagaimana individu tersebut memiliki keterampilan dalam melaksanakan sosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Merujuk kepada rumusan bimbingan di atas, selanjutnya dapat dirumuskan definisi bimbingan pribadi-sosial. Surya (1988: 47) mengemukakan bahwa Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan yang membantu para siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial pribadi seperti masalah pergaulan, penyelesaian konflik, penyesuaian diri dan sebagainya.

(12)

Yusuf dan Nurihsan (2005: 11) merumuskan bimbingan pribadi-sosial sebagai suatu upaya membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaaan psikologis dan sosial konseli, sehingga individu memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya.

Winkel (1997: 45) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pengumulan-pengumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusian dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan upaya pengembangan kemampuan siswa untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah pribadi atau sosial dengan cara menciptakan lingkungan interaktif pendidikan yang kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap positif, serta dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial.

2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial

Tujuan pemberian layanan bimbingan secara umum ialah agar individu dapat (a) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, serta kehidupannya pada masa yang akan datang; (b) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (c) menyesuaikan diri dengan

(13)

lingungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; dan (d) mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja (Nurihsan, 2006: 8).

Yusuf dan Nurihsan (2005: 14) merumuskan beberapa tujuan secara khusus dari bimbingan yang terkait dengan aspek pribadi-sosial, yaitu:

1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, baik dalam kehidupan pribadi, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya;

2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing;

3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat flukmatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah) serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agaman yang dianut;

4. Memiliki penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun dengan kelemahan, fisik maupun psikis;

5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain; 6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat;

7. Bersikap respect terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecahkan martabat atau harga dirinya;

(14)

8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya;

9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, sikap empati, dan toleran yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, tolong menolong atau silahturahmi sesama manusia;

10. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik yang bersifat internal (diri sendiri) maupun yang bersifat eksternal (orang lain). 11. Memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan secara efektif.

3. Posisi Bimbingan Pribadi-Sosial dalam Bimbingan dan Konseling

Dilihat dari masalah siswa, ada empat ragam bimbingan, yaitu: (1) bimbingan akademik (belajar), (2) bimbingan pribadi-sosial, (3) bimbingan karir, dan (4) bimbingan keluarga (Yusuf, 2006: 37).

1. Bimbingan Akademik (Belajar)

Bimbingan akademik yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik. Yang tergolong dalam aspek akademik diantaranya: cara belajar yang efektif, penyelesaian tugas-tugas dan latihan, pemilihan jurusan/konsentrasi, dan perencanaan pendidikan lanjutan. Bimbingan akademik dilakukan dengan cara mengembangkan suasana belajar-mengajar yang kondusif agar siswa terhindar dari kesulitan belajar. Dalam bimbingan akademik, para pembimbing berupaya memfasilitasi siswa dalam mencapai tujuan akademik yang diharapkan.

(15)

2. Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Yang tergolong dalam aspek pribadi-sosial ini, seperti hubungan dengan sesama teman, guru, seta staf sekolah, pengembangan bakat dan minat, dan penyelesaian konflik (pribadi atau sosial). Bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang mantap, dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh siswa. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial yang tepat.

3. Bimbingan Karir

Bimbingan karir yaitu bimbingan untuk membantu siswa dalam perencanaan, pengembangan dan pemecahan masalah-masalah karir, seperti: pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas kerja, perencanaan dan pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan, dan pemecahan masalah-masalah karir yang dihadapi. Bimbingan karir juga merupakan layanan pemenuhan kebutuhan perkembangan siswa sebagai bagian integral dari program pendidikan. Bimbingan karir terkait dengan perkembangan kognitif, afektif, maupun keterampilan siswa dalam mewujudkan konsep diri yang positif, memahami

(16)

proses pengambilan keputusan, maupun perolehan pengetahuan dalam keterampilan yang akan membantu dirinya memasuki sistem kehidupan sosial budaya yang terus menerus berubah.

4. Bimbingan Keluarga

Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan /berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.

Adapun empat ragam bimbingan tersebut dapat dilihat pada bagan 2.1 sebagai berikut.

Bagan 2.1

Ragam Bimbingan di tinjau dari Masalah Siswa Ragam Bimbingan di Tinjau dari Masalah Siswa Bimbingan Akademik Bimbingan Pribadi-Sosial Bimbingan Karir Bimbingan Keluarga

(17)

Bimbingan pribadi-sosial merupakan salah satu bidang layanan bimbingan dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial. Tujuan dari bimbingan pribadi-sosial ini adalah siswa mampu menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial yang tepat.

4. Bidang Layanan Bimbingan Pribadi dan Sosial

Layanan bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yag kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi-sosial yang tepat (Nurihsan dan Yusuf, 2005: 11). Adapun layanan bimbingan pribadi-sosial yang dapat diberikan kepada siswa antara lain:

1. Layanan bimbingan klasikal, layanan ini diperuntukan bagi semua siswa dan dilakukan oleh konselor dengan melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas, layanan ini merupakan pemberian layanan orientasi dan informasi yang dapat disampaikan melalui metode ceramah dan diskusi.

(18)

2. Layanan bimbingan kelompok, layanan ini diberikan kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d 10 orang), metode yang digunakan adalah diskusi, topik yang didiskusikan adalah masalah yang bersifat umum dan tidak rahasia.

3. Layanan konseling individual, layanan yang diberikan kepada para siswa yang

mengalami kesulitan atau hambatan dalam mencapai tuas-tugas

perkembanganya. Melalui konseling, siswa dibantu untuk mengidentifikasi masalah, peneyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat.

4. Layanan konseling kelompok, konseling kelompok dilaksanakan untuk membantu siswa memecahkan masalahnya melalui kelompok, dilakukan dengan metode diskusi. Dalam konseling kelompok, masing-masing siswa mengemukakan masalah yang dialaminya, kemudian satu sama lain saling memberikan masukan atau pendapat untuk memecahkan permasalahan tersebut.

5. Aspek-Aspek Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial

Nurihsan dan Yusuf (2005: 28-29) memaparkan aspek-aspek yang perlu mendapatkan layanan bimbingan pribadi-sosial adalah sebagai berikut:

a. Bidang Pribadi

1) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mencakup: a) kurang motivasi untuk mempelajari agama;

(19)

c) kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi tuhan;

d) masih merasa malas untuk melaksanakan shalat;

e) kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur. 2) Perolehan sistem nilai, meliputi:

a) masih memiliki kebiasaan berbohong; b) masih memiliki kebiasaan mencontek;

c) kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan). 3) Kemandirian emosional, meliputi:

a) belum mampu membebaskan diri dari perasaan atau perilaku kekanak-kanakan;

b) belum mampu menghormati orangtua atau orang lain secara ikhlas; c) masih kurang mampu menghadapi atau mengatasi situasi frustasi (stres)

secara positif.

4) Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi:

a) masih kurang mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang;

b) masih suka melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan baik-buruknya, rugi-untungnya;

5) Menerima diri dan mengembangkannya secara efektif, meliputi: a) kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri;

b) merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang yang memiliki kelebihan.

(20)

b. Bidang Sosial

1) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputu: a) kurang menyenangi kritikan orang lain;

b) kurang memahami tatakrama (etika) pergaulan;

c) kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah maupun di masyarakat.

2) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, meliputi: a) merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis;

b) merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik. 3) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga, meliputi:

a) sikap yang kurang positif terhadap pernikahan;

b) sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga.

6. Program Bimbingan Pribadi-Sosial

Tugas pokok seorang konselor diatur dalam SK Menpan No. 84.1993 pasal 4, yaitu “menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya” (Nurihsan, 2005: 43).

Menurut Winkel (1997: 119) program bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan merupakan pedoman bagi tenaga pembimbing sehingga pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat terlaksana dengan

(21)

lancar, efektif, efisien, serta dapat dilakukan evaluasi baik terhadap program, proses, maupun hasil. Penyusunan program bimbingan dan konseling perlu didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan nyata di lapangan. Untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diadakan pengumpulan data, baik data primer yang diperoleh langsung dari siswa, orang tua dan guru, maupun data sekunder dari dokumen-dokumen yang ada di sekolah. Program bimbingan yang disusun secara baik dan matang memberikan banyak keuntungan, baik bagi siswa yang mendapatkan layanan maupun bagi guru pembimbing atau staf bimbingan yang melaksanakannya.

Adapun ciri-ciri program bimbingan yang baik adalah seperti yang dikemukakan oleh Miller (Suherman dan Sudrajat, 1998 : 23), sebagai berikut. 1. Disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata siswa.

2. Diatur menurut skala prioritas berdasarkan kebutuhan siswa.

3. Dikembangkan secara berangsur-angsur dengan melibatkan semua unsur petugas.

4. Mempunyai tujuan yang ideal tetapi realistis.

5. Mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di antara semua staf pelaksana.

6. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

7. Penyusunannya disesuaikan dengan program pendidikan dan pengajaran di sekolah yang bersangkutan.

(22)

9. Memperlihatkan peran yang penting dalam menghubungkan sekolah dengan masyarakat.

10. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian baik mengenai program itu sendiri, kemajuan siswa yang dibimbing, dan kemajuan pengetahuan, keterampilan serta sikap para petugas pelaksananya.

11. Menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan dalam hal:

a) Pelayanan kelompok dan individual.

b)Pelayanan yang diberikan oleh berbagai guru pembimbing. c) Penggunaan alat ukur yang objektif dan subjektif.

d)Penelaahan tentang siswa dan pemberian konseling.

e) Pelayanan yang diberikan dalam berbagai jenis bimbingan. f) Pemberian konseling umum dan khusus.

Schmidt (1999: 40) mengemukakan empat fase dalam pengembangan program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.

a. Perencanaan

Dalam proses perencanaan, penyeleksian dan penetapan tujuan umum maupun prioritas merupakan hal yang paling esensial, di samping melakukan identifikasi kebutuhan terhadap siswa, orang tua siswa, serta guru terhadap layanan bimbingan dan konseling. Pada prinsipnya, tujuan dielaborasi dan ditetapkan berdasarkan hasil analisis kebutuhan di lapangan. Selain itu, dalam proses perencanaan program, guru pembimbing harus memulai menentukan

(23)

dengan tepat arah pendekatan layanan yang akan diberikan, apakah berprinsip pada langkah preventif, pengembangan atau kuratif.

b. Pengorganisasian

Pada tahap ini guru pembimbing mulai menetapkan pembagian tugas dan tanggung jawab serta wewenang, sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai kesatuan untuk mencapai tujuan bersama. Pada tahap pengorganisasian, kesepahaman dan komitmen yang tinggi menjadi sebuah keharusan untuk dimiliki tiap personil sekolah. Mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru bidang studi, tenaga administrasi, dan lembaga kependidikan lainnya. Sosialisasi program bimbingan dilaksanakan dalam rangka mencapai keselarasan misi yang diemban oleh pihak penyelenggara bimbingan dengan misi yang telah ditetapkan oleh sekolah. Koordinasi dan konsultasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pengorganisasian bimbingan sebagai bagian dari langkah pengoptimalisasian fungsi dukungan sistem yang ada.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan proram yang telah disusun dan ditetapkan, serta didukung oleh personil sekolah lain turut ditunjang dengan kesiapan guru pembimbing sendiri untuk melaksanakan semua program tersebut, baik kesiapan dalam hal keilmuan, tenaga, maupun dana.

d. Evaluasi

Tahap ini merupakan bagian yang sama pentingnya dengan tahapan lainnya, yaitu sebagai umpan balik terhadap program yang terlaksana. Efektif tidaknya program yang telah ditetapkan dan diimplementasikan, tercapai tidaknya

(24)

tujuan yang telah ditetapkan disetiap rumusan kegiatan, serta sesuai tidaknya pelaksanaan program dengan kebutuhan siswa akan layanan bimbingan itu sendiri. Selain itu, kegiatan evaluasi juga menghasilkan serangkaian data yang dipersiapkan oleh personil guru pembimbing dalam menghadapi permasalahan atau hambatan yang biasanya muncul dalam proses pelaksanaan program bimbingan di lapangan.

Menurut Muro dan Kottman (Yusuf, 2006: 69-74) struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu:

1. Layanan Dasar

Layanan dasar bimbingan ini ditujukan untuk seluruh siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Strategi layanan dasar bimbingan, yaitu: bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, berkolaborasi dengan guru mata pelajaran/wali kelas dan bekerjasama dengan orang tua.

2. Layanan Responsif

Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin kuratif. Strategi layanan responsif, yaitu: konsultasi, konseling individual/kelompok, referal (rujukan atau alih tangan) dan bimbingan teman sebaya.

(25)

3. Layanan Perencanaan Individual

Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang memberikan bantuan kepada semua siswa agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Strategi layanan perencanaan individual, yaitu: penilaian individual atau kelompok dan individual or small-group advicement.

4. Dukungan Sistem

Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional (hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat), masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan. Strategi dukungan sistem, yaitu: pengembangan professional, pemberian konsultasi dan manajemen program.

Ketiga komponen diatas (layanan dasar bimbingan, layanan responsif dan layanan perencanaan individual), merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada para siswa secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen program yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa, atau memfasilitasi kelancaraan perkembangan siswa. Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam rangka memperlancar penyelenggaaraan ketiga program layanan di atas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah (Yusuf, 2006: 74).

(26)

C. Peranan Program Bimbingan Pribadi-Sosial dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa

Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan kemampuan memecahkan masalah, sehingga memperoleh adaptasi yang harmonis di masyarakat. Karena tanpa memiliki keterampilan sosial individu tidak memiliki kelancaran dalam berinteraksi dengan orang lain sehingga dapat menimbulkan konflik atau hidupnya kurang harmonis.

Siswa yang memiliki keterampilan sosial adalah siswa yang mampu menunjukkan perilaku yang disetujui secara sosial oleh kelompoknya. Pada umumnya di setiap sekolah khususnya tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), banyak ditemui siswa yang menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengembangkan keterampilan sosial, sehingga menampilkan berbagai sikap negatif dan menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku yang ditampilkan siswa di sekolah, seperti: melanggar tata tertib sekolah, tidak mengerjakan tugas, mengisolir diri, tidak bisa bergaul, tidak bisa bekerja sama, mengganggu teman, berkelahi, dan membuat onar di sekolah.

Rendahnya keterampilan sosial siswa di sekolah merupakan salah satu perilaku yang negatif dan juga merupakan masalah sosial yang menjadi hambatan dalam mengembangkan keterampilan sosial secara optimal. Melihat kondisi tersebut, maka diupayakan pemberian bantuan melalui program bimbingan pribadi-sosial karena melalui program bimbingan pribadi-sosial siswa diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah pribadi dan sosial, sehingga siswa dapat menyesuaikan

(27)

diri secara baik dalam lingkungan sosialnya (Yusuf, 2006: 38). Secara umum tujuan dari program bimbingan pribadi-sosial adalah membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosialnya dalam 4 (empat) aspek perilaku, yaitu: perilaku dengan lingkungan (sekolah), perilaku antar pribadi, perilaku pribadi dan perilaku dalam tugas-tugas akademik.

Program bimbingan pribadi-sosial disusun berdasarkan profil keterampilan sosial siswa kelas X SMA Negeri 6 Cimahi. Dalam program ini memuat komponen-komponen yang terdiri atas rasional, deskripsi kebutuhan, tujuan layanan, komponen program, sasaran layanan, rencana operasional, pengembangan tema dan tahapan atau langkah implementasi program.

D. Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai program bimbingan pribadi-sosial dan keterampilan sosial siswa antara lain :

1. Hasil Penelitian Hasan Abdurokhman di SMA Pasundan 2 siswa kelas RSBI mengenai program bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Abdurokhman, 2009: 89) menunjukkan bahwa siswa kelas RSBI memiliki tingkat pencapaian keterampilan sosial yang belum optimal. Maka penyusunan program bimbingan pribadi-sosial diarahkan pada pendekatan preventif dan perkembangan. Artinya, program bimbingan pribadi sosial disusun untuk dapat memelihara dan mengembangkan keterampilan sosial siswa kelas RSBI.

(28)

2. Hasil Penelitian Dina Meta Eliza di SMA Pasundan 3 Bandung (Eliza, 2008: 62) menunjukkan siswa terisolir yang mempunyai keterampilan sosial tinggi sebanyak 5 orang (18,5%), siswa terisolir yang mempunyai keterampilan sosial sedang sebanyak 18 orang (66,7%) dan siswa terisolir yang mempunyai keterampilan sosial rendah sebanyak 4 orang (14,8%).

3. Hasil penelitian Lawrence E. Shapiro bahwa sekitar 50% siswa yang dirujuk ke guru BK (Bimbingan dan Konseling) di sekolah, diidentifikasi memiliki keterampilan sosial yang buruk dan cenderung di tolak oleh teman sebayanya. Data tersebut menggambarkan bahwa masalah sosial yang muncul pada masa remaja menjadi lebih menonjol dibanding kesulitan belajar di sekolah (Khairiah, 2008: 4).

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah potensial penghasil lobster di Indonesia, khususnya di wilayah Teluk Palabuhanratu, lobster yang banyak tertangkap di daerah ini

Apabila Dp sudah lunas maka pihak ahsana property akan membuat akad bay‟ istishna untuk mengikat perjanjian jual beli antara pembeli dan ahsana properti.”53 Selanjutnya dari

Presentasi ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan tawaran untuk menjual atau menerbitkan, atau undangan untuk membeli atau ajakan untuk membeli, memperoleh

Memberikan bantuan peralatan mesin pemecah sampah dan mesin composter yang lebih baik dan kapasitas lebih besar kepada kelompok pupuk kompos “Pemuda Mandiri” dan

Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit demi sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada peternak ayam broiler di Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pendapatan yang diperoleh

 Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (kartu soal dengan kartu jawaban).. (percaya

Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada evaluasi pembel- ajaran siklus I adalah 60, siklus II adalah 80, dan siklus III adalah 100, sehingga metode kontekstual