• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN DAUN LAMTORO (L. leucocephala) DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI, KECERNAAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI JANTAN LEPAS SAPIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN DAUN LAMTORO (L. leucocephala) DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI, KECERNAAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI JANTAN LEPAS SAPIH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN DAUN LAMTORO (L. leucocephala) DALAM

RANSUM TERHADAP KONSUMSI, KECERNAAN DAN

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI JANTAN

LEPAS SAPIH

(Use of Leucaena Leaves in Diet on: Intake, Digestibility and Daily Weight

Gain of Male Bali Weaned Calf)

DICKY PAMUNGKAS1,Y.N.ANGGRAENY1,KUSMARTONO2,HARTUTIK2,S.QUIGLEY3danD.P.POPPI3 1Loka Penelitian Sapi Potong, Jl.Pahlawan No.2 Grati, Pasuruan 57184

2Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang 3School of Animal Studies, The University of Queensland, Australia

ABSTRACT

A research was done to asses the use of leucaena leaves in ration on intake, digestibility, and daily weight gain of the weaned Bali calves. As many as 20 heads of Bali calve aged 4-6 month (initial weight of 67.20 ± 2.25 kg) were used and divided into four groups of treatments, namely: A= 100% leucaena leaves (LL), B = 65% LL + 35% commercial feed (CF), C = 35% LL + 65% CF, and D =100% CF. Feed was given 3% of live weight (based on dry matter). Parameters measured were: intake and digestibility of dry matter, organic matter and crude protein, digested feed intake, and daily gain. Data were analyzed using analysis of covariance with initial weight as covariate. Results showed that treatments did not significantly affect dry matter and organic matter intake. However, crude protein intake of treatment A (17.50 g/kg LW0.75/d) was the highest (P<0.01), followed by B (13.49 g/kg LW0.75/d), C (11.20 g/kg BB0.75/hr), and D (5.67 g/kg LW0.75/d). Meanwhile digestibility of dry matter, organic matter and crude protein in treatment D was the lowest (P<0.01) among treatments. Therefore, digested nutrient intake was lower and resulting in lower daily weight gain. It is concluded that use of leucaena leaves as single feed had positive effect on intake, digestibility and daily weight gain of the weaned Bali calf.

Key Words: Leucaena, Intake, Digestibility, Daily Gain Weight, Bali Calf

ABSTRAK

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengkaji penggunaan daun lamtoro dalam ransum terhadap konsumsi, kecernaan, dan pertambahan bobot badan sapi Bali jantan lepas sapih. Sebanyak 20 ekor sapi Bali berumur 4 – 6 bulan (bobot badan awal ± SE, 67,20 ± 2,25 kg) digunakan sebagai materi penelitian dan dikelompokkan ke dalam empat kelompok pemberian pakan, yakni A = 100% daun lamtoro, B = 65% daun lamtoro + 35% pakan komersial, C = 35% daun lamtoro + 65% pakan komersial, dan D = 100% pakan komersial. Pakan diberikan sebanyak 3% bobot badan (berdasarkan bahan kering). Parameter yang diamati: konsumsi dan kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar pakan, konsumsi nutrien tercerna, dan pertambahan bobot badan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis kovarian, dengan bobot badan awal sebagai satu kovariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik. Namun demikian konsumsi protein kasar perlakuan A (17,50 g/kg BB0,75/hr) menunjukkan hasil tertinggi (P < 0,01), diikuti perlakuan B (13,49 g/kg BB0,75/hr), perlakuan C (11,20 g/kg BB0,75/hr), dan perlakuan D (5,67 g/kg BB0,75/hr). Kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar pada perlakuan D tampak lebih rendah (P < 0,01) dibandingkan perlakuan lain. Hal yang demikian berpengaruh terhadap menurunnya konsumsi nutrien tercerna dan mengakibatkan pertambahan bobot badan negatif. Disimpulkan bahwa penggunaan daun lamtoro sebagai pakan tunggal berpengaruh positif terhadap konsumsi, kecernaan dan pertambahan bobot badan sapi Bali lepas sapih.

(2)

PENDAHULUAN

Laju pertumbuhan sapi setelah disapih menentukan performans ternak selanjutnya. Kondisi yang demikian ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah potensi pertumbuhan masing-masing individu ternak serta ketersediaan pakan. Peningkatan laju pertumbuhan dapat diperoleh dengan memperbaiki komposisi pakan, karena pakan yang mengandung nutrien dalam jumlah cukup dan seimbang akan memacu ternak untuk tumbuh dan mencapai ukuran tubuh yang sesuai dengan sifat genetik yang dimilikinya. Oleh karena itu penyediaan pakan dengan kandungan nutrien yang seimbang adalah menjadi hal strategis yang harus dilakukan.

Daun lamtoro yang merupakan tanaman perennial telah banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena mempunyai keunggulan komparatif apabila dibandingkan dengan tanaman leguminosa yang lain. Produksi hijauannya cukup bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas, tingkat kesuburan tanah, jarak tanam, curah hujan, temperatur, dan ketahanan terhadap serangan kutu loncat. Produksi hijauan pada managemen baik menghasilkan sekitar 20 ton BK per ha dengan interval potong 3 bulan dengan populasi 50.000 batang per ha (PURWANTARI et al., 2005). HARTADI (1997) melaporkan bahwa daun lamtoro mempunyai komposisi kimia 29,5% BK, 23,4% PK, 21,3% SK, 4,5% LK, dan 8,2% abu. Berdasarkan komposisi kimia ini, lamtoro masuk dalam kelas proteinaceous roughages atau bahan pakan sumber protein berserat. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran terhadap penggunaan daun lamtoro yang berlebih, yakni timbulnya gejala rontok bulu, nafsu makan turun, esophagus merah dan alopecia yang diakibatkan oleh kandungan antinutrisi pada lamtoro, berupa mimosin. Lamtoro mempunyai kandungan mimosin 2,08 – 5% BK (SOEBARINOTO et al., 1991; SUPRAYITNO, 1995). ANONIMUS (2006), menyarankan bahwa penggunaan lamtoro untuk menggantikan hijauan sebaiknya tidak melebihi dari 50% kebutuhan hijauan pakan.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan evaluasi terhadap penggunaan daun lamtoro sebagai pakan sumber protein dalam ransum terhadap kinerja pertumbuhan sapi

lepas sapih, terkait dengan tingkat konsumsi, kecernaan dan pertambahaan bobot badan sapi Bali lepas sapih.

MATERI DAN METODE

Penelitian berupa feeding trials yang dilaksanakan di kandang percobaan dan di laboratorium nutrisi dan pakan ternak (analisis proksimat) milik Loka Penelitian Sapi Potong, Grati.

Sebanyak 20 ekor sapi Bali jantan lepas sapi (umur 4 – 6 bulan), dengan BB awal 67,20 ± 2,25 kg (rataan ± SE). Masing-masing ternak ditempatkan dalam kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum secara terpisah.

Terdapat empat macam perlakuan pemberian pakan, yakni:

A = 100% daun lamtoro,

B = 65% daun lamtoro + 35% pakan komersial,

C = 35% daun lamtoro + 65% pakan komersial, dan

D = 100% pakan komersial.

Pakan komersial berupa pakan jadi yang terdiri dari: Onggok kering (15%), tumpi jagung fermentasi (20%), kulit kopi (8%), bungkil kelapa (10%), bungkil kelentheng (10%) dan dedak padi kasar (20%), janggel jagung fermentasi (15%), limestone (1%) dan mineral mix (1%).

Pakan diberikan sebanyak 3% bobot badan (berdasarkan bahan kering) dan pemberiannya diatur 2 kali (pukul 08.00 dan 15.00) dalam sehari. Pakan yang diberikan dan pakan sisa diambil sampel untuk dianalisis komposisi bahan kimia secara proksimat (AOAC, 1990).

Parameter Konsumsi pakan.

Konsumsi pakan merupakan selisih antara jumlah pakan yang diberikan dan pakan yang tersisa dalam waktu 24 jam. Berdasarkan analisis proksimat (BK, BO dan PK) terhadap pakan pemberian dan pakan sisa dapat dihitung konsumsi nutrien sebagai berikut:

(3)

a. Konsumsi BK:

[pemberian pakan (g) × (% BK)]  [sisa pakan(g) × (% BK)]

b. Konsumsi BO:

[pemberian pakan (g) × (% BK) × (%BO)]  [sisa pakan(g) × (% BK) × (%BO)] c. Konsumsi PK:

[pemberian pakan (g) × (% BK) × (% PK)]  [sisa pakan(g) × (% BK) × (%PK)] Kecernaan ransum

Penetapan kecernaan dilakukan dengan metode koleksi total (HARRIS, 1970). Koleksi data meliputi konsumsi pakan dan feses yang dikeluarkan selama 7 hari. CULLISON (1979) menyatakan kecernaan (koefisien cerna), total nutrien tercerna suatu bahan pakan dapat ditetapkan sebagai berikut:

(A – B) Kecernaan bahan kering (%) = × 100%

A A: rata-rata bahan kering pakan yang

dikonsumsi (g)

B: rata-rata bahan kering feses yang dikeluarkan (g)

Kecernaan nutrien (KN%) = A × a (%) – B × b (%)

A × a (%)

a: kadar nutrien dalam pakan A (%), b: kadar nutrien dalam feses B (%)

Konsumsi nutrien tercerna (%) = KN% × nutrien dalam pakan (%)

Pertambahan bobot badan

Laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) atau average daily gain (ADG) dari individu atau sekelompok ternak dinyatakan dengan persamaan menurut COLE (1996).

Analisis statistik

Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan analisis peragam (covariance) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan BB awal sebagai peragam (covariate). Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (YITNOSUMARNO, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimia bahan pakan

Hasil analisis komposisi kimia bahan pakan yang digunakan dalam penelitian tercantum dalam Tabel 1. Data dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan PK (23,16%) lamtoro adalah masih cukup tinggi; demikian juga halnya kandungan BO (91,98%). Hasil ini hampir sama dengan laporan HARTADI et al. (1997) bahwa kandungan PK lamtoro sekitar 23,40% dan mempunyai kandungan BO 91,80%. Hal yang demikian menjadikan lamtoro dapat dikategorikan sebagai bahan pakan sumber protein yang berasal dari hijauan tanaman. Kandungan SK lamtoro lebih rendah dibandingkan dengan pakan komersial (21,22% vs 31,84%). Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi pakan komersial yang terdiri dari bahan pakan sumber serat yang cukup tinggi, diantaranya adalah: tumpi jagung, janggel jagung dan kulit kopi. PAMUNGKAS (2011) melaporkan bahwa kandungan NDF pada tumpi jagung dan kulit kopi masing-masing 60,2 dan 24,8%. Oleh karena itu kandungan fraksi dinding sel pada pakan komersial yang digunakan dalam penelitian ini cukup tinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap laju aliran partikel pakan, konsumsi dan kecernaannya. REDDY (1999) menyatakan salah satu hal yang perlu dijadikan patokan

Tabel 1. Komposisi kimia bahan pakan (% BK)1

Nama bahan BK BO PK LK SK Abu

Lamtoro 27,68 91,98 23,16 4,35 21,22 8,02 Pakan komersial 80,59 87,14 10,79 10,59 31,84 12,86

1

Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak; Loka Penelitian Sapi Potong Grati BK: Bahan kering; BO: Bahan organik; PK: Protein kasar; LK: Lemak kasar; SK: Serat kasar

(4)

dalam penyusunan pakan lengkap adalah kandungan PK berkisar antara 9,2 – 16,5% dan TDN berkisar 42,1 – 64,4%.

Hasil analisis komposisi kimia masing-masing perlakuan tercantum dalam Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan BO bervariasi 69,72 – 82,68%, sedangkan kandungan PK bervariasi 7,66 – 15,47%. Kandungan BO dan PK tampak menurun seiring dengan menurunnya rasio lamtoro terhadap pakan komersial. Kandungan komposisi kimia yang bervariasi ini merupakan efek asosiasi dari masing-masing bahan penyusun.

Konsumsi nutrien

Data hasil perhitungan total konsumsi nutrien masing-masing perlakuan tercantum dalam Tabel 3. Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa pemberian daun lamtoro memberikan pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap peningkatan konsumsi BK dan PK dalam ransum. Konsumsi BK pada kelompok ternak yang diberi pakan daun lamtoro tidak menunjukkan perbedaan, yakni berkisar 63,49

– 78,22 g/kgBB0,75/hari, namun terdapat indikasi bahwa semakin meningkatnya proporsi daun lamtoro dalam ransum mampu meningkatkan konsumsi BK. Berdasarkan proporsi terhadap BB ternak, dapat diketahui bahwa rataan konsumsi BK adalah bervariasi antara 1,79 – 2,63% BB. GUNAWAN et al. (1998) menyarankan bahwa guna mencukupi kebutuhan ternak sapi fase pertumbuhan (BB 150 – 250 kg) paling tidak ternak mengkonsumsi BK sebanyak 2,1 – 2,7% dari bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin meningkatnya proporsi daun lamtoro dalam ransum mengakibatkan konsumsi PK yang semakin tinggi. Konsumsi PK tertinggi (P < 0,05) terdapat pada perlakuan A (17,50 g/kgBB0,75/hari) diikuti perlakuan B (13,49 g/kgBB0,75/hari), perlakuan C (11,20 g/kgBB0,75/hari), dan perlakuan D (5,67 g/kgBB0,75/hari). Tingginya konsumsi BK dan PK dalam ransum diduga diakibatkan oleh tingginya tingkat palatabilitas pakan oleh ternak dan semakin meningkatnya kandungan PK ransum.

Tabel 2. Komposisi kimia masing-masing perlakuan (%BK)1

Perlakuan BK BO PK NDF ADF LK A 17,81 82,68 15,47 51,20 47,71 7,88 B 22,30 72,12 14,03 52,49 44,35 5,70 C 23,08 69,83 13,24 49,33 43,93 3,89 D 22,11 69,72 7,66 56,94 38,18 1,20 1

Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Loka Penelitian Sapi Potong Grati

BK: Bahan kering; BO: Bahan organik; PK: Protein kasar; NDF: Neutral detergent fiber; ADF: Acid detergent fiber; LK: Lemak kasar

Tabel 3. Konsumsi nutrien pakan masing-masing perlakuan

Konsumsi (g/kgBB0,75/hari) Perlakuan BK BO PK A 78,22 ± 9,52b 72,43 ± 8,66 17,50 ± 1,10c B 75,77 ± 16,44b 61,45 ± 13,09 13,49 ± 1,73b C 63,49 ± 10,43b 57,15 ± 8,12 11,20 ± 2,23b D 51,11 ± 6,49a 46,91 ± 6,91 5,67 ± 0,30a a,b

superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05) BK: Bahan kering, BO : Bahan organik, PK: Protein kasar

(5)

Kecernaan dan konsumsi nutrien tercerna Kecernaan nutrien merupakan indikator pemanfaatan pakan oleh ternak, yakni penentuan koefisien jumlah nutrien bahan pakan yang dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan. Hasil kecernaan (in vivo) nutrien masing-masing perlakuan tercantum dalam Tabel 4. Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa pakan perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kecernaan BK, BO dan PK.

Data dalam Tabel 3 menunjukkan indikasi bahwa kecernaan BK, BO dan PK pada perlakuan A adalah yang paling tinggi. Tingginya kecernaan pada perlakuan ini berkaitan dengan kandungan PK yang tinggi (23,16%). Tingginya kandungan PK ini menstimulasi mikrobia rumen dalam melakukan aktivitas degradasi bahan pakan dalam rumen. PANJAITAN (2006) melaporkan

bahwa pemberian lamtoro sebagai suplemen terhadap pakan berkualitas rendah ataupun sisa hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan pakan. Menggunakan materi ternak yang sama, AINI (2008) melaporkan bahwa pakan yang terdiri dari 100% daun lamtoro menghasilkan kandungan ammonia (NH3) rumen tertinggi, yakni 21,21 mgN/100

ml. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa daun lamtoro memiliki nilai degradasi BK yang cukup tinggi apabila diberikan dalam bentuk segar, berkisar 66 – 68% (SMITHet al., 1991; NORTON, 2007).

Konsumsi nutrien tercerna merupakan hasil perkalian antara konsumsi nutrien dan kecernaaan nutrien. Berdasarkan data konsumsi dan jumlah nutrien yang diekskresikan maka besarnya kecernaan nutrien dan nutrien yang tercerna pada masing-masing perlakuan dapat diperhitungkan, sebagaimana tertera dalam Gambar 1.

Tabel 4. Kecernaan nutrien masing-masing perlakuan

Kecernaan (%) Perlakuan BK BO PK A 61,83 ± 4,50b 63,71 ± 3,75b 75,45 ± 2,28c B 61,71 ± 6,73b 61,45 ± 13,09b 73,52 ± 6,00bc C 61,29 ± 3,96b 57,15 ± 8,12b 70,35 ± 2,23b D 37,21 ± 13,66a 46,91± 6,91a 52,73 ± 10,30a

a,b superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

BK: Bahan kering; BO : Bahan organik; PK: Protein kasar

Gambar 1. Konsumsi nutrien tercerna masing-masing perlakuan 47,94 46,85 39,18 22,02 19,02 46,14 37,74 37,44 8,23 13,21 9,49 2,99 0 10 20 30 40 50 60 A B C D Perlakuan ( g/ k gB B 0 ,7 5 /hr ) BK BO PK K ons u m si nu tr ie n t er ce rna

(6)

Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan menunjukkan pengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap konsumsi nutrien tercerna. Pakan yang tidak mengandung daun lamtoro (perlakuan D) menunjukkan tingkat konsumsi paling rendah. Sebaliknya pakan yang mengandung 100% daun lamtoro (perlakuan A) menghasilkan konsumsi BK, BO dan PK tertinggi. Keadaan yang demikian disebabkan lamtoro berfungsi melindungi perombakan protein yang berlebihan di dalam rumen, sehingga jumlah protein yang dapat diserap di usus halus menjadi lebih tinggi. Pertambahan bobot badan dan konversi ransum

Pertambahan bobot badan merupakan respon kinerja pertumbuhan ternak terhadap perlakuan pemberian pakan. Data bobot awal dan akhir penelitian, PBB, konsumsi BK dan konversi ransum masing-masing perlakuan tercantum dalam Tabel 5.

Pertambahan bobot badan (PBB) masing-masing perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata. Respon PBB tertinggi dihasilkan pada perlakuan A (0,24 kg/hr), diikuti perlakuan B (0,19 kg/hr), perlakuan C (0,16 kg/hr), dan perlakuan D (0,41 kg/hr).

Tingginya PBB yang dihasilkan pada perlakuan A sejalan dengan tingkat konsumsi, kecernaan dan konsumsi nutrien tercerna yang paling tinggi. Sebaliknya rendahnya PBB perlakuan D diakibatkan oleh rendahnya tingkat konsumsi, kecernaan dan konsumsi nutrien. Salah satu hal yang menyebabkan

rendahnya tingkat konsumsi pakan oleh ternak adalah faktor palatabilitas pakan, ternak memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi, baik terhadap pakan, lingkungan kandang, pekerja maupun lingkungan makro yang lain.

PBB hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan laporan peneliti terdahulu, yakni berkisar 0,05 – 0,4 kg/ekor/hr (BAHAR dan RAHMAT, 2003; SARIUBANG, 2000; MASTIKA, 2002 ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan daun lamtoro mampu menurunkan angka konversi ransum. Perlakuan A menghasilkan konversi ransum yang paling rendah (7,54). Hal ini mencerminkan efisiensi penggunaan ransum yang paling tinggi, apabila dibandingkan dengan perlakuan lain. Penggunaan 100% daun lamtoro secara ad libitum dalam penelitian ini ternyata tidak berdampak negatif terhadap performans ternak. Ada dugaan bahwa mimosin yang terkandung di dalam daun lamtoro yang cukup rendah, yakni 2,08% (SUPRAYITNO, 1995). Selain itu terdapat kemungkinan bahwa di dalam rumen sapi yang digunakan dalam penelitian telah terdapat mikrobia yang mampu mendetoksifikasi mimosin, sehingga tidak membahayakan bagi pertumbuhan ternak.

KESIMPULAN

Penggunaan daun lamtoro sebagai pakan tunggal berpengaruh positif terhadap konsumsi, kecernaan dan pertambahan bobot badan sapi Bali lepas sapih.

Tabel 5. Bobot badan awal dan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi BK dan konversi ransum masing-masing perlakuan

Perlakuan Parameter

A B C D

Bobot badan awal (kg) 71,40 ± 21,28 69,00 ± 9,77 67,20 ± 8,28 67,90 ± 4,46 Bobot badan akhir (kg) 85,00 ± 28,83 79,70 ± 14,59 76,20 ± 12,80 65,60 ± 6,78 Pertambahan bobot badan

(kg/ekor/hr) 0,24 ± 0,14 d 0,19 ± 0,11c 0,16 ± 0,10b 0,41 ± 0,14a Konsumsi BK (kg/hr): 2,05 ± 0,73 1,92 ± 0,55 1,56 ± 0,38 1,19 ± 0,12 Konversi ransum 7,54 ± 0,65a 15,97± 5,13b 13,76 ± 10,14c 65,93 ± 19,63d a-d

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Makalah ini merupakan bagian dari hasil penelitian kerjasama antara Loka Penelitian Sapi Potong (Badan Litbang Pertanian) dengan pemerintah Australia. Ucapan terimakasih disampaikan kepada pihak ACIAR No. LPS 2004/023 yang telah mendanai kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

A.O.A.C. 1990. Official Method of Analysis. 13th Ed. Association of Official Analysis Chemist, Washington D.C.

AINI, Y. 2008. Pengaruh Substitusi Daun Lamtoro pada Pakan Lengkap terhadap Konsentrasi NH3 dan Kandungan Volatile Fatty Acid

(VFA) dalam Cairan Rumen Pedet Sapi Bali Lepas Sapih. Skripsi. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

ANONIMUS. 2006. Legume Pohon Lamtoro. http://manglayangblogsome.com/2006/03/06/ hijauan pakan-ternak. (2 Februari 2007). BAHAR, S. dan RACHMAT. 2003. Kajian

pertumbuhan sapi Bali yang digembalakan dengan pakan hijauan lokal. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pulsitbang Peternakan, Bogor. 28 – 29 September 2003.

COLE, H.H. 1996. Introduction to livestock

production. 2nd Edition. W.H. Foreman and Company, San Fransisco. pp.432 – 449. CULLISON, A.E. 1979. Feeds and Feeding. Second

Edition. Reston Publishing Company Inc., A Prentice Hall Company, Reston, Virginia. GUNAWAN, D. PAMUNGKAS, dan L. AFFANDHY.

1998. Potenis, Produktivitas, dan Nilai Ekonomis Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO, dan A.D.

TILLMAN. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

HARRIS, L.E. 1970. Chemical and Biological

Methods for Feed Analysis. Center for Tropical Agric. Feed Composition Project. Livestock Pavillion University of Florida, Gainesville, Florida.

MASTIKA,I.M. 2002. Feeding strategies to improve the production performance and meat quality of Bali cattle (Bos sondaicus). In: Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Eds. K. ENTWISTLE and D.R.LINDSAY, Proc. of a Workshop 4 – 7 February, 2002, Bali. NORTON, B.W. 2007. Tree legumes as Dietary

Supplements for Ruminants. http://www.fao.org/agP/AGPC/doc/publicat/g utt _shell/x556eoj.htm. (3 Oktober 2007). PAMUNGKAS,D. 2011. Suplementasi Sumber Energi

dan Protein dengan Laju Degradasi Berbeda pada Pakan Basal Tumpi Jagung dan Kulit Kopi Terhadap Kinerja Sapi Potong. Disertasi Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

PANJAITAN, T. 2006. Mengenal Potensi Lamtoro

Hibrida F1 (XX2) sebagai Sumber Hijauan

Pakan Ternak.

http://ntb.litbang.dpetan.go.id.potex/kx_2.htm. (1 Mei 2006).

PURWANTARI, N.D., B.R. PRAWIRADIPUTRA dan SAJIMIN. 2005. Leucaena: taksonomi, adaptasi, agronomi dan pemanfaatan. Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Puslitbang Peternakan. Bogor.

REDDY, M.R. 1999. Complete Rations Based on Fibrous Agricultural Residues for Ruminants.

In: Non-conventional Feed Resources and Fibrous Agricultural Residues, Strategies for Expanded Utilization, Edited by C.DEVENDRA. IDRC and ICARD.

SARIUBANG, M., D. PASAMBE, A. NURHAYU, T.S. NATAL and CHALIDJAH. 2000. The use of probiotic fermentation on rice straw for Bali cattle diet during dry season. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. pp. 219 – 223.

SMITH, O.B., O.A. IDOWO, U.O. OASLU and O. UDUNLAMI. 1991. Comaparative rumen

degradability of forage, browse, crop residues and agricultural by products. Department of Animal Science, Obafemi Owolowo University, Nigeria.

SOEBARINOTO, S. CHUZAEMI dan MASHUDI. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

SUPRAYITNO. 1995. Lamtoro Gung dan Manfaatnya. C.V. Bharata, Jakarta.

YITNOSUMARTO, S. 1993. Percobaan Perancangan,

Analisis dan Interpretasinya. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

(8)

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Apakah tidak ada keterangan perlakuan, oleh sapi berapa banyak yang harus diberikan? Untuk pakan konsentrat bagaimana?

2. Lamtoro mengandung zat anti nutrisi, apa tidak sebaiknya dikeringkan dulu, apa dapat memenuhi kebutuhan?

Jawaban:

1. Daun Lamtoro dalam bentuk segar 100% pada ternak yang sudah diadaptasi sebelumnya. Peternak takut pada pemberian pertama, karena ragu, takut sapi tidak subur jadi hanya suplemen. Pakan komplit lamtoro 100% diberikan.

2. Pada penelitian ini mikroba dapat menetralisir mimosen, sehingga kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia bahan pakan (% BK) 1
Tabel 3. Konsumsi nutrien pakan masing-masing perlakuan
Gambar 1. Konsumsi nutrien tercerna masing-masing perlakuan
Tabel 5. Bobot badan awal dan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi BK dan konversi ransum masing- masing-masing perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BIJI LAMTORO PADA RANSUM AYAM BROILER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN KONVERSI PAKAN.. Oleh: Johan Prasetyo (

Penambahan probiotik starbio pada suplementasi DM berpengaruh sangat nyata (P&lt;0,05) terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan sapi bali jantan, akan tetapi berbeda

Rataan konsumsi dan kecernaan serat kasar pada domba lokal yang telah diberikan perlakuan ransum yang ditambahkan dengan wafer suplemen pakan mengandung daun

Nilai konversi ransum merupakan nilai dari hasil pembagian antara konsumsi bahan kering ransum dengan nilai pertambahan bobot badan harian dalam satuan bobot dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mendapatkan keragaman karakteristik bobot sapih dan PBBH (pertambahan bobot badan harian) lepas sapih pada sapi Simmental,

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas

Suatu percobaan pemberian pakan hijauan telah dilakukan terhadap pedet sapi Bali lepas sapih di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong dengan tujuan untuk mengetahui

Bobot Badan, Lingkar Dada, dan Panjang Badan sapi Bali jantan pra sapih pada ketinggian tempat yang berbeda di Kabupaten Lombok Timur berbeda nyata antaran sapi di dataran rendah dan