• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ANGGARAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH ANGGARAN KESEHATAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ANGGARAN KESEHATAN

MAKALAH ANGGARAN KESEHATAN

(http://www.imakalah.com/2012/05/makalah

(http://www.imakalah.com/2012/05/makalah

-

-

anggaran

anggaran

-

-kesehatan.html)

kesehatan.html)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat

Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat

efisiensi fungsional dan / atau metabolisme organisme, sering implisit manusia. Pada saat penciptaan

efisiensi fungsional dan / atau metabolisme organisme, sering implisit manusia. Pada saat penciptaan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1948, kesehatan didefinisikan sebagai "suatu keadaan fisik,

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1948, kesehatan didefinisikan sebagai "suatu keadaan fisik,

mental, dan

mental, dan sosial kesejahteraan dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya bukan hanya ketiadaan penyakit atau ketiadaan penyakit atau kelemahan"kelemahan". . Hanya segelintirHanya segelintir

 publikasi

 publikasi telah telah difokuskan difokuskan secara secara khusus khusus pada pada definisi definisi kesehatan kesehatan dan dan evolusi evolusi dalam dalam 6 6 dekade dekade pertama.pertama.

Beberapa dari mereka menyoroti kurangnya nilai operasional dan masalah yang diciptakan oleh penggunaan

Beberapa dari mereka menyoroti kurangnya nilai operasional dan masalah yang diciptakan oleh penggunaan

kata "lengkap." Lain menyatakan definisi, yang belum dimodifikasi sejak tahun 1948, "hanya yang buruk."

kata "lengkap." Lain menyatakan definisi, yang belum dimodifikasi sejak tahun 1948, "hanya yang buruk."

Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa kesehatan

Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa kesehatan

adalah "sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep positif

adalah "sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep positif

menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.." Klasifikasi sistem seperti WHO

menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.." Klasifikasi sistem seperti WHO

Keluarga Klasifikasi Internasional (WHO-FIC), yang terdiri dari Klasifikasi Internasional Berfungsi, Cacat,

Keluarga Klasifikasi Internasional (WHO-FIC), yang terdiri dari Klasifikasi Internasional Berfungsi, Cacat,

dan Kesehatan (ICF) dan

dan Kesehatan (ICF) dan Klasifikasi Internasional Penyakit (ICD) juga menentukan kesehatan.Klasifikasi Internasional Penyakit (ICD) juga menentukan kesehatan.

BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

A.

A. Definisi Anggaran Kesehatan UU No. 36 Definisi Anggaran Kesehatan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Tahun 2009 Tentang KesehatanKesehatan

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat-Bappenas mengadakan Pertemuan Pembahasan Definisi

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat-Bappenas mengadakan Pertemuan Pembahasan Definisi

Anggaran Kesehatan Sesuai UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada (04/06) di Bappenas. Deputi

Anggaran Kesehatan Sesuai UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada (04/06) di Bappenas. Deputi

Bidang SDM dan Kebudayaan, Bappenas dan Biro Perencanaan dan Anggaran, Staf Ahli Menteri Kesehatan

Bidang SDM dan Kebudayaan, Bappenas dan Biro Perencanaan dan Anggaran, Staf Ahli Menteri Kesehatan

Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (Kementerian

(2)

Kesehatan), Direktur Perimbangan Keuangan, Direktur Anggaran I (Kementerian Keuangan), Biro

Kesehatan), Direktur Perimbangan Keuangan, Direktur Anggaran I (Kementerian Keuangan), Biro

Perencanaan dan Keuangan (Badan POM), Dit. Pengembangan Wilayah, Dit. Otonomi Daerah, Dit. Alokasi

Perencanaan dan Keuangan (Badan POM), Dit. Pengembangan Wilayah, Dit. Otonomi Daerah, Dit. Alokasi

Pendanaan Pembangunan

Pendanaan Pembangunan (Bappenas). (Bappenas). Pertemuan tersebut Pertemuan tersebut diadakan dengan diadakan dengan tujuan tujuan untuk untuk MenyamakMenyamakanan

 persepsi terhadap

 persepsi terhadap definisi alokasi definisi alokasi anggaran kesehatan anggaran kesehatan yang tercantum yang tercantum dalam UU dalam UU No. No. 36 36 Tahun 2009 Tahun 2009 tentangtentang

Kesehatan;

Kesehatan; Mendapatkan masukan terkaiMendapatkan masukan terkait ruang lingkup dan komponen anggaran kesehatan (Pusat dant ruang lingkup dan komponen anggaran kesehatan (Pusat dan

Daerah); dan Mengidentifikasi langkah tindak lanjut implementasi UU No. 36 Tahun 2009. Poin penting

Daerah); dan Mengidentifikasi langkah tindak lanjut implementasi UU No. 36 Tahun 2009. Poin penting

dalam pertemuan tersebut antara lain: (1) Perlu penjelasan lebih jauh tentang pasal 171 ayat (1) dan (2) UU

dalam pertemuan tersebut antara lain: (1) Perlu penjelasan lebih jauh tentang pasal 171 ayat (1) dan (2) UU

 No. 36

 No. 36 Tahun 2009; (2) Tahun 2009; (2) Struktur anggaran saat ini (UU Struktur anggaran saat ini (UU APBN) adalah 26% APBN) adalah 26% untuk daerah, 26% untuk untuk daerah, 26% untuk subsidi,subsidi,

20% untuk pendidikan, apabila untuk kesehatan dialokasikan 5% maka untuk sektor lainnya (infrastruktur,

20% untuk pendidikan, apabila untuk kesehatan dialokasikan 5% maka untuk sektor lainnya (infrastruktur,

 pertanian, hankam,dll) menjadi 23%. Hal ini perlu

 pertanian, hankam,dll) menjadi 23%. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena dalam konstitusi (UUD)mendapat perhatian khusus karena dalam konstitusi (UUD)

tidak menyebut nominal persentase untuk anggaran kesehatan, sehingga jika masuk dalam pembahasan MK,

tidak menyebut nominal persentase untuk anggaran kesehatan, sehingga jika masuk dalam pembahasan MK,

 posisi UU Kesehatan m

 posisi UU Kesehatan menjadi sulit karena seenjadi sulit karena sejajar dengan UU APBN.jajar dengan UU APBN.

Dengan demikian, proses untuk memenuhi amanat UU No. 36 Tahun 2009 ini, perlu dibahas di

Dengan demikian, proses untuk memenuhi amanat UU No. 36 Tahun 2009 ini, perlu dibahas di

tingkat Eselon I (DJA, Kepala BKF, Ditjen Perimbangan Keuangan) untuk selanjutnya dibahas di Sidang

tingkat Eselon I (DJA, Kepala BKF, Ditjen Perimbangan Keuangan) untuk selanjutnya dibahas di Sidang

Kabinet; (3) Anggaran kesehatan 5% dihitung berdasarkan anggaran langsung terkait program kesehatan

Kabinet; (3) Anggaran kesehatan 5% dihitung berdasarkan anggaran langsung terkait program kesehatan

karena apabila anggaran di sektor lain juga dihitung, kemungkinan alokasi anggaran kesehatan akan melebihi

karena apabila anggaran di sektor lain juga dihitung, kemungkinan alokasi anggaran kesehatan akan melebihi

5%; (4)

5%; (4) Perhitungan pemanfaatPerhitungan pemanfaatan anggaran kesehatan sebesar 2/3 an anggaran kesehatan sebesar 2/3 untuk pelayanan publik dapat mengacu padauntuk pelayanan publik dapat mengacu pada

 pelaksanaan

 pelaksanaan SPM SPM kesehatan. kesehatan. Namun Namun saat saat ini, ini, SPM SPM kesehatan kesehatan masih masih berada berada pada pada tataran tataran kabupaten, kabupaten, harusharus

dipikirkan untuk diturunkan sampai dengan tingkat pelayanan, yaitu puskesmas dan RS; (5) Tata cara alokasi

dipikirkan untuk diturunkan sampai dengan tingkat pelayanan, yaitu puskesmas dan RS; (5) Tata cara alokasi

anggaran kesehatan perlu diatur dengan PP tentang pembiayaan kesehatan. Dengan ditetapkannya PP, maka

anggaran kesehatan perlu diatur dengan PP tentang pembiayaan kesehatan. Dengan ditetapkannya PP, maka

upaya pemenuhan alokasi anggaran Pemerintah sebesar 5% dapat segera dilakukan. Penyusunan PP sedapat

upaya pemenuhan alokasi anggaran Pemerintah sebesar 5% dapat segera dilakukan. Penyusunan PP sedapat

mungkin melibatkan seluruh stakeholder terkait dalam Tim

mungkin melibatkan seluruh stakeholder terkait dalam Tim Sinkronisasi/HarmSinkronisasi/Harmonisasi lintas sonisasi lintas sektor.ektor.

Sebagai tindak lanjutnya yaitu dibentuk Tim Kecil yang terdiri dari Dir. KGM Bappenas, Dir. Otda

Sebagai tindak lanjutnya yaitu dibentuk Tim Kecil yang terdiri dari Dir. KGM Bappenas, Dir. Otda

Bappenas, Dir. Pengembangan Wilayah Bappenas, Dir. Alokasi Pendanaan Pembangunan Bappenas, Dir.

Bappenas, Dir. Pengembangan Wilayah Bappenas, Dir. Alokasi Pendanaan Pembangunan Bappenas, Dir.

Penyusunan APBN Kemenkeu, Kepala Pusat Kebijakan Belanja Negara Kemenkeu, Dir. Anggaran I

Penyusunan APBN Kemenkeu, Kepala Pusat Kebijakan Belanja Negara Kemenkeu, Dir. Anggaran I

Kemenkeu, Dir. Dana Perimbangan Kemenkeu, Kepala Biro Perencanaan & Anggaran Kemenkes, Kepala

Kemenkeu, Dir. Dana Perimbangan Kemenkeu, Kepala Biro Perencanaan & Anggaran Kemenkes, Kepala

Biro Keuangan Kemenkes, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes, Kepala Pusat Pembiayaan

Biro Keuangan Kemenkes, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes, Kepala Pusat Pembiayaan

Kesehatan Kemenkes, Staf Ahli Menkes Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. Dengan tugas

Kesehatan Kemenkes, Staf Ahli Menkes Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. Dengan tugas

Tim Kecil antara lain untuk Mendefinisikan alokasi anggaran kesehatan Pemerintah dan memberikan masukan

Tim Kecil antara lain untuk Mendefinisikan alokasi anggaran kesehatan Pemerintah dan memberikan masukan

utama dalam penyusunan PP Pembiayaan Kesehatan.

utama dalam penyusunan PP Pembiayaan Kesehatan.

B.

B. Cara Cara Meningkatkan Meningkatkan Anggaran Anggaran KesehatanKesehatan

Saat ini, pelayanan kesehatan belum dinikmati secara merata oleh penduduk Indonesia. Ini terjadi

Saat ini, pelayanan kesehatan belum dinikmati secara merata oleh penduduk Indonesia. Ini terjadi

karena terdapat beberapa perbedan seperti jarak geografis, latar belakang pendidikan, keyakinan, status sosial

karena terdapat beberapa perbedan seperti jarak geografis, latar belakang pendidikan, keyakinan, status sosial

ekonomi, dan kurang cakupan jaminin kesehatan. Para pakar beranggapan bahwa evaluasi ekonomi untuk

ekonomi, dan kurang cakupan jaminin kesehatan. Para pakar beranggapan bahwa evaluasi ekonomi untuk

efisiensi pembiayaan kesehatan dapat lebih mengoptimalkan hasil pengobatan dengan pendanaan yang

efisiensi pembiayaan kesehatan dapat lebih mengoptimalkan hasil pengobatan dengan pendanaan yang

terbatas. Sistem kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh sistem pasar bebas tanpa standar produk dan

terbatas. Sistem kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh sistem pasar bebas tanpa standar produk dan

harga. Pada sistem ini, mekanisme pasar bagus jika syarat tertentu terpenuhi dan ada standar. Dalam kurun

harga. Pada sistem ini, mekanisme pasar bagus jika syarat tertentu terpenuhi dan ada standar. Dalam kurun

waktu tujuh tahun, belanja kesehatan perkapita Indonesia meningkat tiga kali

waktu tujuh tahun, belanja kesehatan perkapita Indonesia meningkat tiga kali lipat.”Belanjalipat.”Belanja  kesehatan  kesehatan

 perkapita Indonesia pada 2009

(3)

Ungkap Prof. Hasbullah. Hal ini terjadi seiring dengan perubahan demografis, epidemiologi, dan meningkatnya usia harapan hidup. Disisi lain, inovasi dan perkembangan di bidang teknologi kedokteran serta obat-obatan juga perkembang pesat sehingga biaya pengobatan yang mahal harus ditanggung pasien.

Pakar kesehatan masyarakat dari Amerika Serikat Prof. Diana I. Brixner, RPh, PhD, juga sependapat dalam penerapan konsep Health Economics. Menurutnya, konsep tersebut dapat membantu menghemat biaya kesehatan secara berkualitas dan tepat guna. Sebelumnya, kebijakan kesehatan acap kali didasarkan pada tingkat efikasi dan khasiat terapi bagi pasien tanpa mempertimbangkan faktor biaya sama sekali. Namun, analisis ini tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini. “Populasi yang semakin meningkat dan alokasi  pembiayaan kesehatan yang minim di negara-negara berkembang mengharuskan adanya sebuah analisis

evektifitas dan efisiensi inovasi kesehatan di dunia nyata,”ungkapnya. Dalam penerapannya, 1. Kerjasama Lintas Sektoral

Sebagian dari masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari  berbagai kebijakan dari sector lain sehingga upaya pemecahan ini harus secara strategis melibatkan sector terkait. Isu utama tersebut adalah bagaimana upaya meningkatkan kerjasama lintas sektoral yang lebih efektif karena kerjasama lintas sektoral dalam pembangunan kesehatan selama ini sering kurang berhasil, banyak  program nasional yang terkait dengan kesehatan, tetapi pada akhirnya tidak atau kurang berwawasan

kesehatan. Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasilnya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektoral. Beberapa program-program sektoral yang tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Sebagian dari masalah kesehatan terutama lingkungan dan prilaku berkaitan erat dengan berbagai kebijaksanaan maupun pelaksanaan program di sektor ini. Untuk itu diperlukan pendekatan lintas sektoral yang sangat baik, agar sektor terkait dapat selalu mempertimbangkan kesehatan masyarakat. Demikian pula peningkatan upaya dan menajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor-sektor yang membidangi pembiayaan pemerintah dan  pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan, perdagangan, dan sosial budaya.

2. Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya serta manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus selalu mengikuti perkembangan ilmu  pengetahuan dan tekhnologi dan berusaha untuk menguasai IPTEK yang tinggi/mutakhir. Disamping itu mutu sumber daya tenaga kesehatan ditentukan pula oleh nilai-nilai moral yang dianut dan diterapkannya dalam menjalankan tugas. Disadari bahwa sumber daya tenaga kesehatan Indonesia yang mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dalam era pasar  bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan meningkatkan mutu dan profesionalisme

sumber daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk membantu meningkatkan daya saing sektor lain. Antara lain meningkatkan komoditi eksport bahan makanan dan makanan jadi. Dalam kaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan  pemerintahan, peningkatan kemampuan dan profesionalisme manajer kesehatan disetiap tingkat administrasi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Pemberdayaan atau kemandirian masyarakat dalam upaya kesehatan sering belum seperti yang diharapkan. Kemitraan yang setara, terbuka, dan saling menguntungkan

(4)

 bagi masing-masing mitra dalam upaya kesehatan menjadi suatu yang sentral untuk upaya pembudayaan  perilaku hidup sehat, penetapan kaidah hidup sehat dan promosi kesehatan.

3. Mutu dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Namun harus diakui bahwa persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainya, proses pemberian  pelayanan dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Dengan demikian maka  peningkatan kulitas fisik serta faktor-faktor tersebut diatas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat pengguna diselaraskan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan kesehatan, komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan dengan masyarakat.

4. Pengutamaan dan Sumber Daya Pembiayaan Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan masih kurang mengutamakan pendekatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit dan kurang didukung oleh sumber daya pembiayaan yang memadai. Disadari bahwa keterbatasan dan pemerintah dan masyarakat merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan program  pemerintah serta ancaman terhadap pencapaian derajat kesehatan yang normal. Dengan demikian maka

diperlukan upaya yang lebih masif untuk meningkatkan sumber daya pembiayaan dari sektor lain yang diutamakan untuk kegiatan pemerataan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Sumber daya  pembiayaan untuk upaya penyembuhan dan pemulihan perlu digali lebih banyak dari sumber-sumber yang ada di masyarakat dan diarahkan agar lebih nasional dan lebih berhasil dan berdaya guna untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran langsung masyarakat digunakan secara kurang efektif dan efisien sebagai akibat dari adanya informasi yang tidak sama antara  pemberi pelayanan dan penerima pelayanan (pasien atau keluarganya). Keadaan ini mendorong perlunya langkah strategis dalam menciptakan sistem pembiayaan yang bersifat baru-upaya yang sering dikenal dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Ketersediaan sumber daya yang terbatas, khususnya disektor ini mengharuskan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar mandiri peningkatan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara sektor publik dan swasta sehingga sumbera daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

C. 10 Cara Meningkatkan Kesehatan

1. Jauhkan diri dari asap rokok. Tak apa untuk menjadi seseorang yang cerewet dan jangan sungkan untuk meminta teman Anda untuk berhenti merokok.

2. Terus bergerak. Departemen Kesehatan dan Pelayanan Umum AS menyarankan agar setiap orang dewasa melakukan setidaknya 150 menit aktivitas gerakan ringan selama seminggu, setidaknya 10 menit.

(5)

3. Makan sesuai. Anda bisa mengikuti pola diet Mediterania dengan memperbanyak makanan nabati, membatasi  protein hewani, dan menggunakan minyak zaitun sebagai lemak utama.

4. Jaga berat badan. Obesitas meningkatkan risiko diabetes 20 kali lebih besar dan secara substansial meningkatkan resiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan batu empedu.

5. Batasi alkohol. Efek minuman beralkohol lebih berbahaya bagi perempuan. Kerusakan akibat minuman keras  pada jaringan otak perempuan lebih cepat ketimbang kerusakan pada otak pria.

6. Cukupi kebutuhan tidur. Bukti medis menunjukkan bahwa kita memerlukan 7-9 jam waktu tidur setiap hari, tetapi faknyanya rata-rata orang tidak mencukupi kebutuhan tersebut.

7. Lebih perhatikan masalah kesehatan umum. Dengan mewaspadai isu kesehatan yang tenagh berkembang di masyarakat, kita akan lebih tersadar melakukan pencegahan sedari dini.

8. Tetap bersosialisasi. Perempuan lansia yang tetap aktif secara sosial diketaui hidup lebih lama dan lebih sehat daripada rekan-rekan mereka yang penyendiri.

9. Hindari stres. Temukan teknik Anda sendiri untuk mengurangi stres dan dampaknya.

10. Selektif gunakan suplemen. Para ahli sepakat cara terbaik untuk mendapatkan nutrisi adalah melalui makanan. Hanya kalsium dan vitamin D, yang berperan penting dalam memelihara kepadatan tulang yang disarankan dikonsumsi dalam bentuk suplemen.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat efisiensi fungsional dan / atau metabolisme organisme, sering implisit manusia. Pada saat penciptaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1948, kesehatan didefinisikan sebagai "suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan". Hanya segelintir  publikasi telah difokuskan secara khusus pada definisi kesehatan dan evolusi dalam 6 dekade pertama.

Beberapa dari mereka menyoroti kurangnya nilai operasional dan masalah yang diciptakan oleh penggunaan kata "lengkap." Lain menyatakan definisi, yang belum dimodifikasi sejak tahun 1948, "hanya yang  buruk." Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa

kesehatan adalah "sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep  positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.." Klasifikasi sistem seperti WHO

Keluarga Klasifikasi Internasional (WHO-FIC), yang terdiri dari Klasifikasi Internasional Berfungsi, Cacat, dan Kesehatan (ICF) dan Klasifikasi Internasional Penyakit (ICD) juga menentukan kesehatan.

(6)

http://www.astaqauliyah.com/blog/read/225/masalah-pembiayaan-kesehatan-di-indonesia.html

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti biasa.

Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa “siap pakai” dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang menyepelekan hal ini. Negara, pada  beberapa kasus, juga demikian.

Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan  bergulir mengikuti pola rezim  penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya memandang sebelah mata kepada  pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan derajat kesehatan rakyat kita juga sangat

memprihatinkan.

JANGAN LEWATKAN:

 REFLEKSI : Indonesia, Kemiskinan dan Potret Buram Kesehatan  Menggagas Agenda Reformasi Kesehatan

 Kerangka Acuan Puskesmas Perkotaan di Sulawesi Selatan  Analisis Biaya Pelayanan Rumah Sakit

 Industrialisasi Kedokteran

Angka Indeks Pembangunan Manusia ( Human Development Index) negara kita selalu stagnan pada kisaran 117-115 dari sekitar 175 negara Sebagai catatan, HDI adalah ukuran keberhasilan  pembangunan nasional suatu bangsa yang dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan

dan pendidikan.

Ironisnya, rentetan pergantian tampuk kekuasaan selama beberapa dekade terakhir, pun tak kunjung membawa angin perubahan. Apa pasal?

Belum terbitnya kesadaran betapa tercapainya derajat kesehatan optimal sebagai syarat mutlak terwujudnya tatanan masyarakat bangsa yang berkeadaban, serta di pihak lain masih lekatnya anggapan bahwa pembangunan bidang kesehatan semata terkait dengan penanganan sejumlah  penyakit tertentu dan penyediaan obat-obatan.

Sudut pandang yang teramat sempit memang, ditambah dengan kecenderungan untuk mendahulukan hal lain yang sesungguhnya masih bisa ditunda.

Variabel tadi menemukan titik singgung dengan belum adanya keinginan politik dari pemerintah, rezim boleh berganti namun modus operandi dan motifnya masih serupa; bahwa isu-isu kesehatan hanya didendangkan sekedar menyemarakkan janji dan program-program politik tertentu dalam tujuan jangka pendek.

Untuk kasus Indonesia, belum ada grand strategy yang terarah dalam peningkatan kualitas kesehatan individu dan masyarakat, yang dengan tegas tercermin dari minimnya pos anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD.

(7)

Belum lagi jika kita ingin bertutur tentang program pengembangan kesehatan maritim yang semestinya menjadi keunggulan komparatif negeri kita yang wilayah perairannya dominan. Pelayanan kesehatan di tiap sentra pelayanan selalu jauh dari memuaskan.

Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang sebagai rendahnya apresiasi kita akan pentingnya bidang ini sebagai elemen penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul karena kesalahan kita sendiri.

Kabar menarik sesungguhnya mulai terangkat ketika Departemen Kesehatan pada beberapa waktu lalu, mengelurkan konsep pembangunan kesehatan berkelanjutan, dikenal sebagai Visi Indonesia Sehat 2010.

Berbagai langkah telah ditempuh untuk mensosialisasikan keberadaan VIS 2010 tersebut, tetapi kemudian menjadi lemah akibat kebijakan desentralisasi dan akhirnya “terpental” dengan diberlakukannya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

KonsepsiVisi Indonesia Sehat 2010,  pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam  penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh dari pusat.

Sistem Kesehatan Nasional

Kebijakan desentralisasi, pada beberapa sisi, telah ikut menggerus pola lama pembangunan, termasuk di bidang kesehatan. Relatif “berkuasanya” kembali daerah -daerah dalam menentukan kebijakan  pembangunannya, membuat konsepsi Visi Indonesia Sehat seakan tidak menemukan relung untuk

dapat diwujudkan.

Impian untuk mewujudkan tangga-tangga pencapaian “sehat”, mulai dari Indonesia sehat 2010, Propinsi Sehat 2008, Kabupaten Sehat 2006 dan Kecamatan Sehat 2004, menjadi miskin makna.

Pada kenyataannya, masih sangat banyak wilayah-wilayah di negeri ini yang sangat jauh dari  jangkauan pelayanan kesehatan berkualitas. Padahal pada saat yang sama, kecenderungan epidemiologi penyakit tak kunjung berubah yang diperparah lemahnya infrastruktur promotif dan  preventif di bidang kesehatan.

Kali terakhir, ini juga dapat dipandang sebagai sebuah “terobosan”  baru, pemerintah menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang dikenal sebagai “Sistem Kesehatan Nasional”.

Dokumen ini antara lain disusun berdasarkan pada asumnsi bahwa pembangunan kesehatan merupakan pembangunan manusia seutuhnya untuk mencapai derajat kesehatan yang tertinggi, sehingga dalam penyelenggaraannya tidak bisa menafikkan peran dan kontribusi sektor lainnya. Singkatnya, pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan bangsa.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :

 Upaya Kesehatan  Pembiayaan Kesehatan

(8)

 Sumber Daya Manusia Kesehatan

 Sumber Daya Obat dan Perbekalan Kesehatan  Pemberdayaan Masyarakat

 Manajemen Kesehatan

Jika kita runut, maka subsistem yang cukup fundamental adalah pembiayaan kesehatan. Ketiadaan atau tidak optimalnya pembiayaan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan program lainnya, merupakan salah satu penyebab utama tidak tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang kita inginkan. Betapa tidak, hamper semua aktivitas dalam pembangunan tak dapat dipungkiri, membutuhkan dana dan biaya.

Pembiayaan Kesehatan

Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan, terdapat beberapa faktor  penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran  pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua,

tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.

Di Negara kita, proporsi anggaran pembangunan kesehatan tidak pernah mencapai angka dua digit dibanding dengan total APBN/APBD.

Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan anggaran  pembangunan kesehatan suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari GDP (Gross Domestic  Product /Pendapatan Domestik Bruto).

Pada tahun 2003, pertemuan para Bupati/Walikota se-Indonesia di Blitar telah juga menyepakati komitmen besarnya anggaran pembangunan kesehatan di daerah-daerah sebesar 15% dari APBD. Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan sebesar 2,4% dari GDP, atau sekitar 2,2-2,5% dari APBN.

Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal  bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector prioritas, juga karena kesehatan belum menjadikomoditas politik  yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini. Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang efektif dan efisien. Beberapa tahun yang lalu, lembaga transparansi internasional mengumumkan tiga besar intansi  pemerintah Indonesia yang paling korup. Nomor satu adalah departemen agama, selanjutnya

departemen kesehatan dan terakhir adalah departemen pendidikan.

Temuan ini semakin menguatkan dugaan adanya tindak “mafia” anggaran pembangunan kesehatan  pada berbagai instansi kesehatahn di seantero negeri ini. Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme  – 

seperti juga dialami di intansi lainnya –  tetap berurat akar dengan subur di departemen kesehatan.

Akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program kesehatan yang hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi.

Relatif ketatnya birokrasi di lingkungan departemen kesehatan dan instansi turunannya, dapat disangka sebagai biang sulitnya mengejar transparansi dan akuntabilitas anggaran di wilayah ini. Peran serta masyarakat dalam pembahasan fungsionalisasi anggaran kesehatan menjadi sangat minim, jika tak mau disebut tidak ada sama sekali.

(9)

Pada sisi lain, untuk skala Negara sedang berkembang, Indonesia yang masih berkutat memerangi  penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya pengelolaan lingkungan, seharusnya

menempatkan prioritas pembangunan kesehatan pada aspek promotif dan preventif, bukan semata di  bidang kuratif dan rehabilitatif saja.

Sebagai catatan, rasio anggaran antara promotif dan preventif dengan kuratif-rehabilitatif selama ini  berkisar pada 1:3, suatu perbandingan yang tidak cukup investatif untuk bangsa sedang berkembang

seperti Indonesia.

Akibatnya, sejumlah program kesehatan di negeri ini masih berputar-putar pada upaya bagaimana mengobati orang yang sakit saja, bukannya mencari akar permasalahan yang menjadi penyebab mereka jatuh sakit kemudian meneyelesaikannya.

Beberapa Pemikiran

Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa yang layak diterapkan di negeri kita, sistem pembiayaan yang bagaimana yang cocok dengan kehidupan masyarakat kita. Depkes sebagai pengemban pertama tanggung jawab konstitusi kita ternyata dalam banyak kasus terbukti tak dapat/ tak mau berbuat banyak.

Anggaran kesehatan yang teramat minim, terlepas basis argumentasinya seperti apa; setidaknya menjadi isyarat akan kenyataan teguh, bahwa memang hal-hal yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak selalu dianggap sepele.

Hal ini didukung pula oleh sifat apatis sebagian besar rakyat kita, dalam mengkritisi kebijakan kesehatan. Pun itu diperparah dengan belum transparannya penggunaan anggaran, dan dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos yang bukan menjadi kebutuhan mendesak masyarakat.

Sebagai contoh; beberapa puskesmas di Indonesia memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun di puskesmas tersebut, tenaga medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa tenaga dokter, sarjana kesehatan masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi proses pemenuhan dan penyediaan kebutuhan masyarakat akan kesehatan tidak berbasis pada analisa kebutuhan tetapi lebih sebagai resultan dari tarik-menarik kepentingan politik nasional maupun lokal.

Dalam lokus kajian spesifik, membengkaknya biaya kesehatan ternyata secara langsung atau tidak  juga disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan perguruan tinggi atau sekolah-sekolah yang berlatar  belakang kesehatan.

Indonesia menjadi contoh dari mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh para peserta didik dari fakultas kedokteran, akademi maupun sekolah tenaga kesehatan lainnya. Hal ini sangat kontras jika kita bandingkan dengan kasus negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia; dimana negara  bertanggung jawab mengucurkan dana besar bagi institusi pendidikan.

Dominasi Negara berlebih-lebihan dalam banyak hal termasuk mewajibkan pegawai negeri sipil,  polisi atau militer untuk masuk hanya pada perusahaan asuransi tertentu yang dikelola oleh negara

(10)

Reformasi Kesehatan

Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa yang baru. Hanya saja agendanya perlu dipertegas kembali sebagai landasan pembangunan selanjutnya. Jika disederhanakan, agenda reformasi kesehatan akan lebih mengedepankan partisipasi masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek kesehatannya dengan sesedikit mungkin intervensi pemerintah.

Pemberdayaan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum miskin menjadi syarat penerimaan universalitasnya.

Gunawan Setiadi, seorang dokter dan master bidang kesehatan, mengungkapkan beberapa alasan mengapa masyarakat dapat menyelenggarakan kesehatannya, dan lebih baik dari pemerintah, antara lain:

(a) komitmen masyarakat lebih besar dibandingkan pegawai yang digaji; (b) masyarakat lebih paham masalahnya sendiri; (c) masyarakat dapat memecahkan masalah, sedangkan kalangan profesional/pemerintah sekadar

memberikan pelayanan;

(d) masyarakat lebih fleksibel dan kreatif; (e) masyarakat mampu memberikan pelayanan yang lebih murah; dan (f) standar perilaku ditegakkan lebih efektif oleh masyarakat dibandingkan birokrat atau profesional kesehatan.

Pandangan-pandangan di atas menjadi cukup beralasan muncul dengan melihat kecenderungan rendahnya etos kerja birokrat dan profesional kesehatan selama ini.

Sudah saatnya penyelenggaraan kesehatan diprakarsai oleh masyarakat sendiri, sehingga pema knaan atas hidup sehat menjadi sebuah budaya baru, di mana di dalamnya terbangun kepercayaan,  penghargaan atas hak hidup dan menyuburnya norma-norma kemanusiaan lainnya.

Modelpenyelenggaraan kesehatan berbasis pemberdayaan (empowerment) harus disusun secara rasional dengan sedapat mungkin melibatkan semua stakeholder terkait.

Jadi,prioritas pembangunan kesehatan sedapat mungkin lebih diarahkan untuk masyarakat miskin  –  mereka yang jumlahnya mayoritas dan telah banyak terampas haknya selama ini. Untuk itu, sasaran

dari subsidi pemerintah di bidang kesehatan perlu dipertajam dengan jalan antara lain :

  Pertama, meningkatkan anggaran bagi program-program kesehatan yang banyak berkaitan dengan penduduk miskin. Misalnya program pemberantasan penyakit menular, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan gizi masyarakat.

  Kedua, meningkatkan subsidi bagi sarana pelayanan kesehatan yang banyak melayani penduduk miskin, yaitu Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, ruang rawat inap kelas III di rumah sakit. Untuk itu, subsidi bantuan biaya operasional rumah sakit perlu ditingkatkan untuk menghindari  praktik eksploitasi dan ‘pemalakan’ pasien miskin atas nama biaya perawatan.

  Ketiga, mengurangi anggaran bagi program yang secara tidak langsung membantu masyarakat miskin mengatasi masalah kesehatannya. Contohnya adalah pengadaan alat kedokteran canggih,  program kesehatan olahraga dan lain sebagainya.

  Keempat , mengurangi subsidi pemerintah kepada sarana pelayanan kesehatan yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat miskin, misalnya pembangunan rumah sakit-rumah sakit stroke.

(11)

Jumat, 04 Juli 2014

PEMBIAYAAN KESEHATAN

(http://dr-

suparyanto.blogspot.co.id/2014/07/pembiayaan-kesehatan.html)

Dr. Suparyanto, M.Kes BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia masih mengalami keterlambatan dalam proses realisasi pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (TMP)/ Millenium Development Goals (MDG's). Terlihat pada masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, masih rendahnya kualitas sanitasi & air bersih, laju penularan HIV/AIDS yang kian sulit dikendalikan, serta meningkatnya beban utang luar negeri yang kian menumpuk. Permasalahan tersebut jelas memberikan pengaruh pada kualitas hidup manusia Indonesia yang termanifestasi pada posisi peringkat Indonesia yang kian menurun pada Human Development Growth Index. Pada tahun 2006 Indonesia menyentuh peringkat 107 dunia, 2008 di 109, hingga tahun 2009 sampai dengan 2010 masih di posisi 111. Posisi Indonesia ternyata selisih 9 peringkat dengan Palestina yang berada di posisi 101. Sulit dipungkiri, dan sungguh ironis (Progres Report in Asia & The Pacific yang diterbitkan UNESCAP).

Khusus masalah pembiayaan kesehatan per kapita. Indonesia juga dikenal paling rendah di negara-negara ASEAN. Pada tahun 2000, pembiayaan kesehatan di Indonesia sebesar Rp. 171.511, sementara Malaysia mencapai $ 374. Dari segi capital expenditure (modal yang dikeluarkan untuk penyediaan jasa kesehatan) untuk sektor kesehatan, pemerintah hanya mampu mencapai 2,2 persen dari GNP sementara Malaysia sebesar 3,8

(12)

persen dari GNP. Kondisi ini masih jauh dibanding Amerika Serikat yang mampu mencapai 15,2 persen dari GNP pada 2003 (Adisasmito, 2008:78).

Untuk mencapai Millenium Development Goals (MDG's) tahun 2015, perlu upaya kerja keras dalam pembangunan kesehatan, termasuk mengatur system pembiayaan kesehatan yang baik.

1.2. Rumusan Masalah

1. Definisi Biaya Kesehatan 2. Sumber Biaya Kesehatan

3. Macam-macam Biaya Kesehatan 4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan

5. Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak macamnya, yang umumnya berkisar pada:

6. Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara 7. Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia

1.3. Tujuan Pembahasan  Umum

Mengetahui masalah sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Indonesia dan penyebab serta penyelesaian masalah tersebut.

 Khusus

 Definisi Biaya Kesehatan

 Sumber Biaya Kesehatan

 Macam-macam Biaya Kesehatan

(13)

 Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak macamnya, yang umumnya berkisar pada:

 Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara

 Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia 1.4. Manfaat

1. Dapat dipergunakan untuk melihat equity distribusi pembagian keuangan pemerintah. 2. Menjadikan mahasiswa agar lebih memahami masalah system pembiayaan di Indonesia.

3. Dapat dijadikan sebagai data dasar pengambilan keputusan untuk menyusun suatu rumusan alokasi anggaran di Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Biaya Kesehatan

Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans).

Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari pengertian diatas maka b iaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni:

1. Penyedia pelayanan kesehatan

Biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.

(14)

Biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

2.2. Sumber Biaya Kesehatan

Secara umum sumber biaya kesehatan ini dapat dibedakan atas dua macam: 1. Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah

Tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut, ditemukan di negara yang bersumber biaya kesehatannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

2. Sebagian di tanggung oleh masyarakat

Pada beberapa negara sumber biaya kesehatan juga berasal dari masyarakat. Pada negara seperti ini masyarakat diajak berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya kesehatan maupun dalam pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan.

2.3. Macam-macam Biaya Kesehatan

Biaya kesehatan banyak ragamnya, tergantung pada kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Secara umum biaya kesehatan dibedakan atas dua macam:

1. Biaya pelayanan kedokteran

Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.

2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat

Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yakn dengan tujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.

2.4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan

(15)

 Jumlah

Tersedianya dana dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat membiayai penyelenggaraan seluruh upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang memanfaatkannya.

 Penyebaran

Mobilisasi dana kesehatan yang ada sesuai dengan kebutuhan.

 Pemanfaatan

 Alokasi dana pelayanan disesuaikan dengan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

2.5. Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak macamnya,

yang umumnya berkisar pada:

 Peningkatan efektivitas

Peningkatan efektivitas dilakukan dengan mengubah penyebaran atau alokasi pengg unaari sumber dana. Berdasarkan pengalarnan yang dimiliki, maka alokasi tersebut lebih diutamakan pada upaya kesehatan yang menghasilkan dampak vang lebih besar, misalnya mengutamakan upaya pencegahan, bukan pengobatan penvakit.

 Peningkatan efisiensi

Peningkatan efisiensi dikaitkan dengan memperkenalkan berbagai mekanisme pengawasan dan pengendalian. Mekanisme yang dimaksud antara lain:

a. Standar minimal pelayanan

Dengan disusunnya standar minimal pelayanan (minimum stein clard) akan dapat dihindari pemborosan. Pada dasarnya ada dua macam standar minimal yang sering dipergunakan yakni:

 Standar minimal sarana

Contoh standar minimal sarana ialah standar minimal rumah sakit dan standar minimal laboratorium.

(16)

 Standar minimal tindakan

Contoh standar minimal tindakan ialah tata cara pengobatan dan perawatan penderita, dan daftar obat-obat esensial.

Dengan adanya standard minimal pelayanan ini, bukan saja pemborosan dapat dihindari dan dengan demikian akan dapat ditingkatkan efisiensinya, tetapi juga sekaligus dapat pula dipakai sebagai pedoman dalam menilai mutu pelayanan.

b. Kerjasama

Bentuk lain yang diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi ialah memperkenalkan konsep kerjasama antar berbagai sarana pelayanan kesehatan. Sebagaimana telah disebutkan, ada dua benttjk kerjasama yang dapat dilakukan yakni:

 Kerjasama institusi: Misalnya sepakat secara bersama-sama membeli peralatan kedokteran yang mahal (cost sharing) dan jarang dipergunakan. Dengan pembelian dan pemakaian bersama ini dapat dihematkan dana yang tersedia serta dapat pula dihindari penggunaan Peralatan yang rendah (under utilization). Dengan demikian. Efisiensi juga akan meningkat.

 Kerjasama sistem: Bentuk kerjasama sistem Yang Paling Populer ialah sistem rujukan, Yakni adanya hubungan kerja sama timbal balik antara satu sarana kesehatan dengan sarana kesehatan lainnya.

2.6. Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara

Dari berbagai pengalaman diberbagai negara, ada tiga model sistem pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya yang diberlakukan secara nasional yakni model asuransi kesehatan sosial(Social Health Insurance), model asuransi kesehatan komersial(Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS (National Health Services). Model Social Health Insurance berkembang di beberapa Negara Eropa sejak Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882 kemudian ke Negara-negara Asia lainnya yakni Philipina, Korea, Taiwan. Kelebihan sistem ini memungkinkan cakupan 100 persen penduduk dan relatif rendahnya peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

(17)

Sedangkan model Commercial/Private Health Insurance berkembang di AS. Sistem ini gagal mencapai cakupan 100% penduduk sehingga Bank Dunia merekomendasikan pengembangan model Regulated Health Insurance. Amerika Serikat adalah negara dengan pengeluaran untuk kesehatannya paling tinggi (13,7% GNP) pada tahun 1997 sementara Jepang hanya 7% GNP tetapi derajat kesehatan lebih tinggi Jepang. Indikator umur harapan hidup didapatkan untuk laki-laki 73,8 tahun dan wanita 79,7 tahun di Amerika Serikat sedang di Jepang umur harapan hidup laki-laki 77,6 tahun dan wanita 84,3 tahun. Terakhir model National Health Services dirintis pemerintah Inggris sejak usai perang dunia kedua. Model ini juga membuka peluang cakupan 100% penduduk, namun pembiayaan kesehatan yang dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi beban yang berat.

2.7. Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia

Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku saat ini adalahJaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014 yang secara bertahap menuju ke Universal Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional secara umum yaitu mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Perubahan pembiayaan menuju ke Universal Coverage merupakan hal yang baik namun mempunyai dampak dan risiko sampingan.

BAB III

PEMBAHASAN

Masalah-masalah yang terjadi pada JKN dan penyebabnya.

 Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis, menimbulkan masalah baru berupa ketidakadilan antara kelompok masyarakat.

Penyebab:

Kurangnya fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan karena kondisi geografis.

(18)

Sebagai gambaran di Indonesia timur: Di daerah kawasan timur yang jumlah providernya terbatas dan aksesnya kurang menyebabkan kurangnya supply (penyediaan layanan oleh pemerintah dan pihak lain), sehingga akan muncul kesulitan terhadap akses ke fasilitas kesehatan. Hal ini berimbas pada masyarakat di wilayah Indonesia bagian timur yang tidak memiliki banyak pilihan untuk berobat di fasilitas kesehatan. Sementara di wilayah Indonesia bagian barat dimana ketersediaan providernya banyak, diperkirakaan pemanfaatan provider akan lebih banyak dan benefit package  yang tidak terbatas. Hal yang mengkhawatirkan adalah tanpa adanya peningkatan supply di Indonesia bagian timur, dana BPJS Kesehatan akan banyak dimanfaatkan di daerah-daerah perkotaan dan di wilayah Indonesia Barat. Situasi inilah yang membutuhkan kegiatan monitoring dengan seksama.

 Buruknya pelayanan yang diberikan Penyebab:

Salah satu hal utama yang menyebabkan buruknya pelayanan itu adalah mekanisme pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan yaitu INA-CBGs. Mekanisme kendali mutu dan biaya yang diatur lewat Permenkes Tarif JKN itu mengelompokan tarif pelayanan kesehatan untuk suatu diagnosa penyakit tertentu dengan paket. Sayangnya, mekanisme pembiayaan yang dikelola Kementerian Kesehatan itu dinilai tidak mampu memberikan pelayanan terbaik bagi peserta BPJS Kesehatan. Sehingga fasilitas kesehatan yang selama ini melayani peserta JPK Jamsostek dan Askes enggan memberikan pelayanan. Serta adanya permenkes tentang Tarif JKN yang intinya mengatur paket biaya dalam INA-CBGs. Lewat sistem itu Kemenkes membatasi biaya pelayanan kesehatan peserta.

Mengatasi masalah system pembiayaan kesehatan diatas:

 Ketidakmerataan BPJS

Jaminan Kesehatan Nasional/JKN adalah amanah UUD 1945. Ketidakmerataan BPJS ke pelosok negeri terutama daerah Indonesia timur dapat diatasi dengan cara:

Pertama, pemerintah harus segera merealisasikan anggaran minimal 10% dari APBN 2014 untuk pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan diprioritaskan untuk peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, SDK, dan pemerataan tenaga kesehatan ke seluruh pelosok negeri. Sehingga dengan begitu BPJS dapat berjalan dengan baik dan dapat

(19)

dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia secara adil dan merata tanpa menguntungkan salah satu kelompok masyarakat.

Kedua, pemerintah bisa melibatkan organisasi profesi seperti IDI, PPNI, dan organisasi sosial masyarakat jika JKN ingin sukses. Organisasi profesi mempunyai sumber daya dan perangkat organisasi yang memadai serta keterlibatan organisasi profesi juga bisa memberikan pemahaman tentang besarnya kapitasi dan jasa medis yang layak bagi tenaga kesehatan.

 Mengatasi buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan

Mengganti mekanisme pembiayaan dari INA-CBGs menjadi Fee For Service seperti yang digunakan sebelumnya oleh PT Jamsostek agar jaringan fasilitas kesehatan yang selama ini bekerjasama mau melayani peserta BPJS Kesehatan. Serta Menkes harus mengubah regulasi Permenkes tentang Tarif JKN tersebut karena menghambat p elayanan peserta.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat

2. Sumber Biaya Kesehatan

Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah

Sebagian di tanggung oleh masyarakat 3. Macam-macam Biaya Kesehatan

 Biaya pelayanan kedokteran

(20)

4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan

 Jumlah

 Penyebaran

5. Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak macamnya, yang umumnya berkisar pada:

 Peningkatan efektivitas

 Peningkatan efisiensi

6. Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa Negara yakni model asuransi kesehatan sosial(Social Health Insurance), model asuransi kesehatan komersial(Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS (National Health Services).

7. Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku saat ini adalah Jaminan Kesehatan Nasional.

8. Masalah-masalah yang terjadi pada JKN dan penyebabnya:

Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi g eografis, menimbulkan masalah baru berupa ketidakadilan antara kelompok masyarakat

 Masalah lain adalah besarnya re-imbustment dari BPJS untuk rumah sakit yang menyangkut besaran jasa medik. Perubahan sistem pembiayaan yang kurang menghargai tenaga

kesehatan dan pengelola rumah sakit dapat menurunkan mutu pelayanan.

 Buruknya pelayanan yang diberikan 4.2. Saran

Sebagai calon seorang tenaga kesehatan, kita sudah seharusnya memahami tentang JKN dan masalah apa saja yang ada didalamnya, karena kita selalu terlibat dengan pasien dan terlebih lagi jika dapat mengusulkan penyelesaian terhadap masalah yang terjadi. Dengan memahami yang terjadi kita akan tetap dapat memberikan pelayanan secara professional tanpa menguntungkan salah satu pihak.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Sumijatun, et all. 2006. Konsep dasar keperawatan komunitas. Jakarta: EGC.

Kompasiana.2011.kesehatan .(http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/10/16/kebijakan-pembiayaan-kesehatan-403770.html). diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.30 WIB.

Pdgri.2014.Penyelenggaraan SJSN

Kesehatan.(http://www.pdgi.or.id/news/detail/penyelenggaraan-sjsn-kesehatan-2014). diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.45 WIB.

 jamsosindonesia. Tanpa tahun. Program Jaminan Kesehatan. (http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_kesehatan)diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.50 WIB.

Hukum online.2014.Bpjs kesehatan harus mengantisipasi potensi masalah .(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt529da399cb129/bpjs-kesehatan-harus-mengantisipasi-potensi-masalah). akses tanggal 27 Maret 2014 pukul 09.05 WIB.

 Academia. 2013. Jaminan kesehatan dalam sistem jaminan social di Indonesia. (http://www.academia.edu/4377519/JAMINAN_KESEHATAN_DALAM_SISTEM_JAMINAN_SO SIAL_NASIONAL_DI_INDONESIA). akses tanggal 27 Maret 2014 pukul 08.00 WIB.

(22)

nuansabuletin.2013.Perhatian terhadap Kesehatan.(http://nuansabuletin.blogspot.com/2013/01/perhatian-terhadap-kesehatan-di.html). Diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.55 WIB.

Hukumonline.Januari 2014.Cabut

Regulasi   .(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52e4051a62d3c/cabut-regulasi-penghambat-bpjs). Diakses tanggal 27 Maret 2014 pukul 10.40 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Penyaluran data melalui serat optik dapat digambarkan sebagai  berikut: data berupa sinyal listrik diubah menjadi cahaya yang sesuai oleh LED sebagai sumber

Maka dari itu setidaknya walaupun anda memulai untuk membangun website anda dengan cara lama, anda harus pikirkan cara-cara lama yang menurut anda masih efektif, namun poles

Sedangkan Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik atau atau semua zat bila dilarutkan dalam air tidak mengalami ionisasi

46 alinea 4 yang menyatakan “ Menimbang bahwa bukti T – 15 yaitu Surat Pernyataan yang ditanda tangani oleh Pemohon, tidak dapat diterima sebagai alat

Hasil test kompetensi dari serangkai simulasi yang dilakukan, maka dapat diketahui kemampuan siswa terhadap pemahaman materi IJSO yang telah dibina, hasil tes kompetensi

Seberapa besar nilai usaha produk agroindustri olahan kerupuk kulit sapi yang dihasilkan dalam sekali proses produksi ditinjau dari biaya, produksi, pendapatan.. Apakah

Jika wajah pasien tidak termasuk, hampir dipastikan bahwa lesi pada traktus terdapat di bagian bawah dari batang otak atau medula spinalis.. Karena medula spinalis merupakan

Untuk biaya konstruksi fisik pekerjaan-pekerjaan yang belum ada pedoman harga satuannya (non-standar), dihitung dengan rincian kebutuhan nyata dan dikonsultasikan dengan