• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Penambangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Penambangan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan adalah kegiatan mengekstraksi bahan tambang terencana dengan menggunakan berbagai metode sesuai dengan karakteristik bahan tambang. Kegiatan penambangan pada umumnya dilakukan dengan penambangan terbuka (open pit mining) yang akan menimbulkan dampak pada perubahan lanskap dan kondisi kehidupan masyarakat tempat kegiatan penambangan terjadi. Perubahan lanskap ini meliputi, perubahan topografi dan pola hidrologi, kerusakan tubuh tanah, perubahan vegetasi penutup tanah, yang pada akhirnya merubah ekosistem tempat dilakukannya penambangan terbuka Mulyanto (2008).

Perubahan ekosistem tempat penambangan tersebut akan berdampak pada: a. Proses pelapukan batuan/mineral yang terbongkar (overburden) dan

menghasilkan bahan yang kurang menguntungkan bagi kehidupan, seperti air asam tambang (acid main drainage), yang dapat berdampak luas sampai di luar kawasan tempat penambangan.

b. Tercampur-aduknya tanah dan batuan overburden, sehingga daya dukungnya terhadap kehidupan menjadi sangat terbatas.

c. Jika vegetasi penutup tanah merupakan hutan, kegiatan ini berdampak pada perubahan komposisi flora dan fauna dan bahkan kemungkinan pada kehilangan spesies yang menjadi bagian dari keragaman hayati.

d. Tailing limbah dari pengolahan bijih dapat menutupi lanskap di luar lokasi penambangan, sehingga menimbulkan dampak berikutnya seperti tertimbunnya vegetasi alami, hilangnya ekosistem alami fauna, termasuk lingkungan kehidupan masyarakat yang kehidupannya tergantung pada lanskap tersebut. Perubahan lanskap akibat penambangan perlu dikelola agar pada saat setelah penambangan dan setelah tambang ditutup, bekas kawasan penambangan tersebut tetap berdaya guna bagi kehidupan, termasuk kehidupan masyarakat (Mulyanto, 2008).

(2)

2.2. Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Menurut Kepmen ESDM No. 18 tahun 2008 yang dimaksud reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukannya. Reklamasi adalah usaha memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha penambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan reklamasi tersebut meliputi dua tahapan, yaitu:

1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya.

2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya.

Sasaran akhir dari reklamasi adalah memperbaiki bekas lahan tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali (Darwo, 2003).

Tahap awal dari upaya reklamasi (rehabilitasi) lahan yang telah dilakukan adalah konservasi top soil, pengelolaan sedimen, penataan lahan, penanaman tanaman pioner. Menurut Ambodo (2008), pemilihan jenis tanaman penutup (cover crop) dan jenis tanaman pioner sangat menentukan keberhasilan rehabilitasi pasca tambang. Cover crop yang baik adalah yang memiliki kriteria seperti mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri ataupun fungi yang menguntungkan (Rhizobium, Frankia, Azosprilium, dan Mikoriza), menghasilkan biomassa yang melimpah dan mudah terdekomposisi dengan tanaman pokok dan tidak melilit.

2.3. Morfologi Tanah

Morfologi tanah dapat diartikan sebagai susunan dan sifat-sifat horison yang ditunjukkan oleh warna, tekstur, struktur, konsistensi, dan porositas pada setiap horison serta gejala-gejala lain dalam profil tanah Sifat-sifat morfologi tanah merupakan hasil dari proses genesis yang terjadi dalam tanah, sebagian hasil proses geologik atau proses lainnya.

(3)

Menurut Rachim (1999), warna tanah dengan tanah memiliki hubungan yang ditunjukkan dalam dua hal penting, yaitu: pertama warna secara tidak langsung berhubungan dengan interpretasi sifat-sifat yang tidak dapat diobservasi secara tepat dan mudah, dan kedua merupakan ciri yang sangat berguna untuk identifikasi tanah. Sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan warna tanah antara lain: kandungan bahan organik, keadaan drainase, aerasi, kelembapan tanah, bahan induk, mineralogi tanah, dan lain-lain. Semakin gelap warna tanah maka semakin tinggi kandungan bahan organiknya sedangkan semakin pucat warna tanah maka semakin rendah kandungan bahan organiknya.

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat yang terkandung dalam suatu massa tanah. Fraksi pasir mempunyai ukuran yang lebih besar daripada debu dan liat. Pasir berukuran 2-0.05 mm, debu berukuran 0.05-0.002 mm, dan liat berukuran <0.002 mm. Penetapan tekstur di lapang dengan membasahi massa tanah kemudian dipijit dan dipirit antara ibu jari dan telunjuk. Sifat umum dari fraksi pasir dalam penetapan dilapang adalah adanya rasa kasar, tidak plastis atau lekat dalam keadaan lembab. Fraksi debu terasa seperti bedak atau semir, tidak plastis atau lekat dalam keadaan lembab. Sedangkan fraksi liat akan terasa licin, lekat dan plastis dalam keadaan lembab dan membentuk bongkah yang sangat keras dalam keadaan kering.

Struktur tanah merupakan gumpalan-gumapalan kecil dari butir tanah yang terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda (Soil Survey Staff, 1993). Suwardi (2000) mengemukakan bahwa penyipatan struktur tanah dapat dilihat dari bentuk, tingkat perkembangan dan ukurannya. Bentuk struktur berfungsi untuk membedakan kelas struktur. Ada tujuh macam bentuk struktur yaitu lempeng, prismatik, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat dan remah. Sedangkan yang tidak berstruktur disebut lepas dan pejal (masif). Tingkat perkembangan struktur ditentukan berdasarakan kemantapan dan ketahanan struktur tersebut terhadap tekanan, yang dibedakan berdasarkan dari yang mudah hancur sampai yang sulit hancur. Sedangkan ukuran

(4)

struktur menunjukkan ukuran butir-butir struktur yang dibedakan dari sangat halus sampai sangat kasar.

Konsistensi tanah merupakan sifat dari tanah yang ditunjukkan dengan derajat kohesi dan adhesi serta ketahanannya terhadap perubahan bentuk. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya dari luar. Sifat-sifat konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kondisi tanah, yaitu apakah dalam keadaan basah, lembab, dan kering (Soil Survey Staff, 1993). Tanah dalam keadaan basah ditetapkan menggunakan dua paramater, yaitu kelekatan dan plastisitas. Jika keadaan tanah di lapang dalam keadaan kering, sebaiknya konsistensi ditetapkan dalam keadaan kering, lembab dan basah. Jika tanah dalam keadaan lembab, sebaiknya konsistensi ditetapkan dalam keadaan lembab dan basah (Suwardi, 2000).

Pori tanah adalah bagian tanah yang berbentuk ruangan (tidak diisi oleh padatan), dimana bagian ini terisi oleh udara dan air. Pori tanah sangat penting dalam nenentukan pergerakan air dan udara yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Karakteristik pori ditentukan juga oleh tipe dan ukuran struktur. Menurut Hardjowigeno (1993), pori dapat dibagi kedalam pori makro dan pori mikro. Pori makro atau kasar adalah pori-pori yang terisi air dan udara gravitasi (air bebas), sedangkan pori mikro (pori halus) adalah pori yang terisi oleh udara dan air kapiler (air yang tersedia untuk tanaman). Tanah-tanah bertekstur kasar lebih banyak menandung pori kasar daripada bertekstur halus dan sebaliknya untuk pori mikro. Oleh karena itu, air tersedia bagi tanaman pada tanah bertekstur kasar lebih sedikit daripada tanah bertekstur halus. Tanah bertekstur kasar lebih sulit menahan air, sehingga tanaman mudah kekeringan.

Selain sifat-sifat morfologi tanah, proses pedogenesis juga mempengaruhi proses reklamasi. Menurut Simonson (1959), proses pedogenesis tanah terdiri dari 4 proses kejadian, yaitu:

1. Proses penambahan, dimana terjadi penambahan energi dan bahan dalam berbagai bentuk, seperti: energi panas melalui sinar matahari, air melalui hujan, O2 dan CO2 melalui respirasi organisme, dekomposisi bahan organik dan bahan organik melalui organisme mati.

(5)

2. Proses penghilangan, dimana bahan penyusun massa tanah hilang keluar dari sistem tanah, seperti: air melalui evapotranspirasi, C(CO2) melalui dekomposisi bahan organik, dan unsur hara melalui pencucian dan serapan tumbuhan.

3. Proses translokasi, menunjukkan adanya perpindahan tempat dari bahan di dalam profil tanah, seperti: bahan liat dan organik, senyawa oksida dan unsur hara dari lapisan atas ke lapisan bawah, siklus hara oleh vegetasi dan bahan tanah oleh aktivitas biologik.

4. Proses transformasi, didalam tubuh tanah terjadi perubahan-perubahan bentuk termasuk sintesis senyawa atau bahan baru, seperti: ukuran butir, senyawa organik, srukturisasai dan horisonisasi.

Melalui proses-proses ini, tubuh tanah akan berkembang dari tingkat muda hingga tua, yang pada setiap tingkat memiliki sifat morfologi tertentu yang khas. Sehingga pada setiap tingkat perkembangan dicerminkan oleh sifat tersebut termasuk fisik, kimia dan mineralogi (Djunaedi dan Suwardi, 2002).

2.4. Sifat Kimia Tanah

Sifat-sifat kimia tanah yang diamati pada penelitian ini adalah pH tanah, bahan organik dan nitogen total. Bahan organik tanah adalah semua fraksi bukan mineral sebagai komponen penyusun tanah, biasanya merupakan timbunan dari setiap sisa tumbuhan, binatang dan jasad mikro baik sebagian atau seluruhnya mengalami perombakan (Soepardi, 1983).

Bahan organik secara morfologi dapat dibedakan sebagai bahan kasar (segar) yang masih memperlihatkan adanya serat-serat tanaman, dan bahan organik halus (terdekomposisi) dimana struktur tanaman sudah tidak dapat dikenali lagi. Bahan organik kasar erat hubungannya dengan sifat fisik tanah, seperti bobot isi, struktur dan ruang pori tanah, dan sifat biologi tanah terutama dalam kaitannya dengan kegiatan mikroorganisme tanah. Sebaliknya bahan organik halus, terutama yang telah memiliki sifat-sifat koloidal, dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologi tanah (Anwar dan Sudadi, 2004). Bahan organik tanah merupakan sumber energi bagi kehidupan dalam tanah, dan bagian dari sifat biologi tanah. Bahan organik tanah disusun oleh biomassa tanah

(6)

yang terdiri atas berbagai makhluk hidup penghuni tanah terutama mikroorganisme tanah yang menjadi komponen utama bagi jiwa tanah, humus aktif atau sisa massa mikroba (Jorgensen, 1994 dalam Djajakirana, 2001)

Kegiatan penambangan bahan-bahan yang mengandung mineral sulfida seperti batubara dapat memicu pembentukan asam. Penggalian menyebabkan terangkatnya bahan-bahan sulfidik seperti pirit ke permukaan yang kemudian teroksidasi terhadap mineral sulfida, melepaskan asam-asam sulfat yang berdampak pada penurunan pH tanah secara drastis. Menurunnya pH akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat yang berbahaya bagi kehidupan (Rochani dan Damayanti, 1997)

Pada profil tanah yang normal, lapisan tanah atas merupakan sumber unsur-unsur hara makro dan mikro esensial bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, juga berfungsi sebagai sumber bahan organik untuk menyokong kehidupan mikroba. Hilangnya lapisan tanah atas (top soil) yang proses pembentukannya memerlukan waktu ratusan tahun dianggap sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada lahan-lahan bekas pertambangan (Setiadi, 1996).

Menurut Bradshaw dan Chadwick (1980), keseimbangan hara tanaman menjadi terganggu akibat penambangan, sementara kelarutan unsur-unsur yang meracuni tanaman meningkat dan ketersediaan hara N pada tanah galian tambang pada umumnya sangat rendah, walaupun pada beberapa tempat memiliki jumlah N total yang tinggi. Namun demikian, N tetap tidak cukup tersedia untuk usaha revegetasi.

2.5. Sifat Biologi Tanah 2.5.1. Mikrob Tanah

Menurut Lindsay (1979), bahan organik dan mikrob dapat mempengaruhi hubungan keseimbangan dalam tanah, organisme hidup dapat memindahkan unsur-unsur dari larutan tanah dan menggunakannya untuk membangun jaringan tubuhnya. Kemudian unsur hara dalam tanah dapat diuraikan kembali dengan dekomposisi bahan organik atau dekomposisi dari organisme yang telah mati. Perombakan bahan organik oleh mikrob pengurai dapat membebaskan N dan bentuk NH4+(amonifikasi) yang dapat berlanjut diubah menjadi NO3-(nitrifikasi),

(7)

P dibebaskan menjadi fosfat, S menjadi sulfat dan unsur-unsur basa K, Ca, Mg dan Na.

Hilangnya lapisan top soil yang mengandung serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kehidupan mikrob potensial merupakan penyebab utama buruknya kondisi populasi mikrob tanah. Hal ini secara langsung akan sangat mempengaruhi kehidupan tanaman yang tumbuh di permukaan tanah. Keberadaan mikrob tanah potensial dapat memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kelangsungan hidup tanaman. Aktivitasnya tidak saja terbatas pada penyediaan unsur hara, tetapi juga aktif dalam dekomposisi serasah dan bahkan dapat memperbaiki struktur tanah (Setiadi, 1996).

Ma’shum (2003) mengemukakan bahwa faktor lingkungan seperti pH

tanah, pupuk anorganik, kandungan bahan organik dan kelembaban tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fungi. Fungi banyak terdapat pada tanah masam. Meski demikian, ada juga fungi yang terdapat dalam tanah netral atau tanah alkalis. Penambahan bahan organik ke dalam tanah berpengaruh terhadap jumlah populasi fungi, karena fungi bersifat heterotrof. Peran utama fungi dalam kaitan dengan kesuburan tanah adalah merombak bahan organik dan membantu membentuk agregat tanah.

Kondisi tanah yang tidak tergenang dapat mempengaruhi peningkatan populasi total mikrob dan total fungi, dimana mikrob tanah dan fungi tersebut sangat bermanfaat bagi tanah dan tanaman. Berbagai jenis mikrob ini bermanfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman seperti mikrob penambat N2, pelarut P, dan penghasil hormon pertumbuhan. Di dalam tanah, keadaan mikrob sangat beragam baik jumlah, jenis, kepadatan populasi, maupun aktifitas fungsionalnya. Keragaman ini berkaitan dengan perbedaan kandungan dan jenis bahan organik, kadar air, jenis penggunaan tanah, tingkat pengelolaan tanah dan kandungan senyawa pencemar (Anas, 1990).

2.5.2. Respirasi Tanah

Pengukuran respirasi mikrob tanah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikrob tanah. Tingkat respirasi yang diukur dari besarnya CO2yang dikeluarkan merupakan indikator yang baik

(8)

bagi aktifitas mikrob tanah. Menurut Ma’shum (2003), peranan mikrob dalam

kesuburan tanah ditunjukkan dalam aktifitasnya dalam memperbaiki struktur tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman. Berkaitan dengan pembentukan struktur remah, mikrob berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Dalam kaitannya dengan peningkatan ketersediaan hara, mikrob berfungsi untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sebagai pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia.

2.6. Karakteristik Sifat Tanah di Lokasi Penelitian Sebelum Pertambangan

2.6.1. Jenis Tanah

Kondisi tanah secara umum menunjukkan perkembangan sedang hingga lanjut, terdapat pada tipe lahan dataran berombak dan perbukitan. Bahan induk tanah umumnya berasal dari endapan Alluvium-Colluvium, batu pasir dan batu liat. Jenis tanah utama di tambang Sangata adalah Inceptisol, Ultisol dan Alfisol (Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, 2000). Jenis tanah Inceptisol menunjukkan perkembangan tanah sedang, dimana diferensiasi horizon belum tegas umumnya berasosiasi dengan jenis tanah Ultisol. Tanah ini sebagian besar terdapat di daerah dataran berbukit (hummocky dan hillocky). Terdapat 2 great grup tanah untuk Inceptisol, yaitu Dystropepts (Soil Survey Staff, 1995) atau setara dengan Dystric Cambisols (FAO, 1994) atau Kambisol Distrik (PPT, 1983), dan Eutropepts (Soil Survey Staff, 1995) atau setara dengan Eutric Cambisols (FAO, 1994) atau Kambisol Eutrik (PPT, 1983). Kondisi lahan dimana tanah Inceptisol dijumpai, beberapa diantaranya menunjukkan adanya bahaya erosi (lokal) dengan bentuk erosi berupa erosi parit (gully erosion).

Jenis tanah Ultisol merupakan tanah dominan yang berkembang pada wilayah studi. Jenis ini menunjukkan reaksi tanah yang sangat masam hingga masam, dengan kejenuhan alumunium yang rendah hingga sangat tinggi. Solum tanah cukup dalam sampai dalam, drainase tanah sedikit lancar hingga lancar. Jenis Ultisol dapat diklasifikasikan dalam 2 great grup yaitu; Hapludults (Soil Survey Staff, 1995) atau setara dengan Haplic Alisols dan Haplic Acrisols (FAO, 1994) atau Podsolik Haplik (PPT, 1983) dan Kandiudults (Soil Survey Staff, 1995) atau setara dengan Haplic Ferralsols (FAO, 1994) atau Podsolik Kandik

(9)

(PPT, 1983). Kondisi lahan dimana tanah Ultisol dijumpai, diantaranya menunjukkan erosi lokal dengan tingkat bahaya erosi sedang hingga berat dengan kenampakan erosi parit (gully erosion).

Jenis Alfisol yang ada di Tambang Sangata luasnya sangat terbatas. Secara khusus jenis tanah ini terdapat di Pit Harapan/C-North/eks-Surya, Pit AB, dan dumping AB. Jenis Alfisols yang terdapat di lokasi tersebut diklasifikasikan ke dalam great grup Kandiudalfs (Soil Survey Staff, 1995) atau setara dengan Haplic Ferrasols atau Orthic Luvisols (FAO, 1994) atau Podsolik Kandik (PPT, 1983). 2.6.2. Karakteristik Fisik Tanah

Tekstur Tanah. Dalam wilayah studi diketahui kelas tekstur tanah lapisan atas (0-20 cm) umumnya menunjukkan variasi dari lempung berpasir (sandy loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam), lempung berliat (clay loam) hingga liat (clay), sedang pada lapisan bawah (20-60 cm) menunjukkan ukuran fraksi tanah yang lebih halus, seperti lempung liat berpasir (sandy clay loam), lempung berliat (clay loam) dan liat (clay). Penelitian yang dilakukan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman (2000) menunjukkan tekstur tanah yang berkembang dalam Tambang Sangata meliputi pasir berlempung, lempung berdebu, lempung berpasir dan lempung berliat pada tanah horizon A serta lempung berpasir, lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung berliat dan liat pada horizon B. Rata-rata kandungan liat sebesar 33,27% (berkisar 15,2-55,4%), dengan koefisien variasi/keragaman sebesar 0,34. Fraksi tanah pada lapisan bawah secara relatif lebih halus dibandingkan hal yang sama pada lapisan tanah atas. Hal ini menunjukkan perkembangan tanah bersifat kontinu.

Struktur Tanah. Perkembangan tipe dan ukuran struktur tanah pada wilayah studi terutama dipengaruhi oleh konsistensi dan kandungan bahan organik. Kondisi struktur tanah merupakan satu indikator penting bagi kemudahan pengolahan tanah. Dikaitkan dengan laju infiltrasi dan permeabilitas tanah, struktur tanah juga menjadi penentu dalam prediksi tingkat erodibilitas dan erosi tanah. Struktur tanah pada lapisan atas (0-20 cm) umumnya bervariasi dari tipe remah hingga gumpal setengah bersudut dengan ukuran kecil sampai besar.

(10)

Bobot Isi. Kerapatan bongkah mempunyai hubungan yang erat dengan kelas tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik tanah. Kerapatan bongkah pada wilayah studi yang dihitung berdasarkan pendekatan sifat-sifat hidrolik dengan nilai 1,21-1,51 g/cm3. Nilai kerapatan bongkah terbesar 1,51 g/cm3 terdapat pada tanah Tropudults.

Permeabilitas Tanah. Permeabilitas tanah pada lokasi studi bervariasi antara 0,2 cm/jam hingga 1,28 cm/jam. Permeabilitas tanah di wilayah studi menunjukkan semakin besar dengan semakin besarnya ukuran fraksi tanah. Tanah yang menunjukkan fraksi pasir paling besar menunjukkan laju permeabilitas yang lebih besar dibanding lokasi lainnya.

2.6.3. Karakteristik Kimia Tanah

Reaksi Tanah (pH), Kation Basa dan Kejenuhan Alumunium. Di Tambang Sangata pH tercatat sangat masam (pH H2O = < 4,5) sampai agak masam (pH H2O = 6,0-6,5). Kejenuhan alumunium bervariasi sangat rendah (0%) hingga sangat tinggi (100%) dengan kandungan alumunium lapisan atas bervariasi antara 1-5 me/100 gram tanah (Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, 2000). Rata-rata kandungan kation H+ dan Al3+ pada lapisan tanah atas 0-20 cm masing-masing sebesar 2,01 dan 1,23 me/100gram tanah dan pada tanah lapisan bawah 20-60 cm masing-masing sebesar 2,81 dan 2,35 me/100 gram tanah. Kejenuhan alumunium pada tanah lapisan 20-60 cm mempunyai nilai yang cukup tinggi 31-60%. Di wilayah studi semakin meningkat kedalaman tanah, maka kandungan Al-dd juga semakin tinggi. Kandungan Al-dd pada tanah lapisan bawah yang lebih tinggi dibandingkan tanah lapisan atas memberi indikasi bahwa mineral liat mengandung unsur alumunium.

Karbon Organik dan Total Nitrogen. Kandungan karbon organik lapisan atas (0-20 cm) tergolong rendah sampai sangat tinggi (1.29-6.93%) dengan rata-rata sedang (2,85%). Sedang pada tanah lapisan bawah (20-60 cm) dikelompokkan sangat rendah sampai rendah (0.58-1.98 %) dengan rata-rata rendah (1,22%). Kandungan total Nitrogen pada tanah lapisan 0-20 cm bervariasi sangat rendah sampai sedang (0.08-0.36%) sedang pada tanah lapisan 20-60 cm

(11)

umumnya sangat rendah sampai rendah (0.06-0.15 %). Rata-rata C/N ratio pda tanah lapisan 20-60 cm adalah 12.31.

Kandungan P dan K tersedia. Kandungan P tersedia (P-Bray I) tanah lapisan atas 0-20 cm bervariasi sangat rendah sampai sangat tinggi (12.6-36.18 ppm P2O5) dan sangat rendah sampai sangat tinggi untuk tanah lapisan bawah (20-60 cm) yaitu 5.95-32.75 ppm P2O5, dimana rata-rata kandungan P tersedia bagian bawah relatif lebih rendah dibandingkan tanah lapisan atas. Kandungan K tersedia (Bray I) di wilayah studi tergolong sedang sampai tinggi, baik pada tanah lapisan atas maupun pada tanah lapisan bawah. Kandungan K tersedia rata-rata pada tanah lapisan atas (0-20 cm) dan lapisan tanah bawah (20-60 cm) masing-masing sebesar 42.33 ppm K dan 39.37 ppm K yang keduanya tergolong tinggi.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB). Di Tambang Sangata tercatat KTK tanah sangat rendah (4.21 me/100 gram tanah) sampai sangat tinggi (25 me/100 gram tanah), dengan rata-rata bervariasi 10-16 me/100 gram tanah (Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, 2000). Variasi KTK tanah lapisan atas (0-20 cm) tergolong rendah (5.2-12.9 me/100 gram) dan pada tanah lapisan bawah (20-60 cm) juga tergolong rendah (6.2-15.3 me/100 gram tanah). KTK paling rendah pada lapisan tanah atas terdapat pada tekstur lempung liat berpasir, yaitu sebesar 5.2 me/100 gram tanah. Kejenuhan Basa (KB) pada lokasi studi rata-rata sangat rendah (9%) sampai sangat tinggi (100%), dengan KB rata-rata sebesar 5 %.

Kesuburan Tanah. Peringkat kesuburan tanah setiap lokasi ditetapkan berdasarkan rating KTK, KB, P tersedia, K tersedia, dan karbon organik (PPT Bogor, 1983). Kesuburan tanah rata-rata di wilayah studi tergolong rendah (R) hingga sedang (S) dikarenakan:

- KTK yang rendah sampai sedang - KB tanah yang rendah sampai sedang

- Kandungan karbon organik yang rendah sampai sedang - Kandungan P tersedia yang rendah sampai sedang

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk pada pandangan di atas, terhadap penempatan pecandu narkotika di lembaga pemasyarakat umum bersama para pelaku kejahatan lainya menurut hemat penulis kurang tepat dan

- GDP nominal adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut, GDP nominal bisa berubah setiap

Berdasarkan hasil ana- lisis ini, dapat dikatakan bahwa efektivitas teknik irigasi manual dalam membersihkan seper- tiga apikal permukaan saluran akar dari debris maupun

Cara menggiring bola yang dibenarkan adalah dengan satu tangan (kiri

Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, misalnya dalam meneliti sejauh mana tingkatan penjualan maka sumber data yang diambil,

Uji kualitas susu sapi segar ini dengan menggunakan metode Methylen Blue Reduktase Time (MBRT) yaitu untuk melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk

Metode Naive Bayes memanfaatkan data training untuk menghasilkan probabilitas setiap kriteria untuk class yang berbeda, sehingga nilai-nilai probabilitas dari

Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UUPB) yang direvisi menekankan pada integrasi perencanaan manajemen bencana dengan kebijakan-kebijakan pembangunan untuk memastikan