• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keunggulan Ekonomi Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keunggulan Ekonomi Syariah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Keunggulan Ekonomi Syariah

Khamami

Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang

Abstract. There are many verses in the holy Qur’an that give us a guidance how to manage our financial based on Islamic financial system. They are not allowed to practice usury and must be back to the Shari’ah Economic System or Islamic Financial System (a financial system which are based on the real economy not on the speculation), be away from squander “Give the kinsman his due/right, and the needy, and the way-farer, and squander not (the wealth) in wantonness. In fact, the squanderers were ever brother of devils, and devil was ever an ingrate to his Lord.” (Q.S. al-Isra: 26-27), to leave a wrong way to earn our living, “O you who believe! Squander not your wealth among yourselves in vanity, except it be a trade by mutual consent, and kill not one another. In fact, Allah is ever Merciful on you.” (QS. an-Nisa: 29), to leave any kinds of speculation effort (gambling), “O you who believe! Strong drink and games of chance and idols and divining arrows are only an infamy of Satan’s handiwork. Leave it aside in order that you may succeed and get a fortune.” (QS. al-Maidah: 90), and increasing a charity as well as leaving stingy nature in wealth.

Key-words: shari’ah economy

PENDAHULUAN

Pada masa sekarang ini manusia kurang sadar atau tidak mau sadar kalau sekarang manusia pada umumnya sudah terjebak dalam perekonomian kapitalis, dan sangat sulit untuk melepaskan diri. Mereka ini terdiri dari golongan manusia yang memberikan hak kekuasaan (imperialisme) kepada modal (kapitalisme), dalam arti yang tidak terbatas. Banyak sekali yang membenci dan menentang imperialisme dan kapitalis-me tetapi dalam soal ekonomi ini tidak kapitalis-menolak atau pura-pura tidak kapitalis-menolak.

Kita tentu masih ingat waktu krisis moneter tahun 1997-1998 yang berimbas kepada krisis perbankan melanda tanah air, suku bunga perbankan mencapai 70%. Walaupun suku bunga sudah mencapai setinggi itu, tetap saja waktu itu para nasabah bank konvensional banyak yang ingin melakukan penarikan dana tabungan besar-besaran dari perbankan. Kalau pemerintah waktu itu tidak turun tangan memulihkan kepercayaan terhadap perbankan nasional dengan memberikan bantuan finansial seperti program BLBI dan program Rekapitalisasi, niscaya semua nasabah perbankan konvensional tersebut tidak akan bisa menarik dananya kembali dari perbankan karena perbankan nasional waktu itu banyak yang mengalami kondisi negative spread yaitu suatu kondisi di mana pendapatan bunga dari peminjam lebih kecil daripada beban bunga yang harus dibayar-kan kepada nasabah penabung.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

                 

“… Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguh-nya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Luqman: 34).

(2)

Firman Allah SWT dalam ayat lain:                   

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18)

Bila melihat kenyataan dan memperhatikan firman Allah SWT di atas, kita tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi esok, apakah krisis jilid kedua bisa terjadi lagi atau tidak, yang jelas kita diperintahkan Allah SWT untuk berusaha semaksimal mungkin agar tidak mengalami kerugian di dunia maupun di akhirat kelak.

Oleh karena itu sudah saatnya mulai sekarang kita semua bila tidak ingin rugi dunia dan akhirat, dalam me-manage keuangan pribadi maupun perusahaan lebih baik tidak hanya melihat tingginya tingkat suku bunga perbankan jika kita menginvestasikan dana ke perbankan, ataupun tingginya tingkat return hasil apabila dana diinvestasikan bukan di perbankan. Tetapi lebih melihat kepada tingkat amannya yakni apakah dana yang diinvestasikan bisa ditarik kembali jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Dan tingkat aman yang ideal hanya bisa dicapai apabila kita dalam me-manage keuangan memakai manajemen keuangan Islami yakni me-manage keuangan yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah. Banyak ayat al-Qur’an yang mengajarkan kita bagaimana me-manage keuangan secara islami itu, di antaranya:

a. Meninggalkan riba (sistem bunga) dan kembali kepada sistem ekonomi syariah. (al-Baqarah: 275-278).                                                                                                  

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdiri-nya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) peberdiri-nyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang

(3)

mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. al-Baqarah: 275-278)

b. Meninggalkan segala bentuk pemborosan harta (al-Isra: 26-27)

                     

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (harta-mu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isra: 26-27)

c. Meninggalkan segala bentuk usaha yang batil dalam mencari penghasilan

                        

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa: 29)

d. Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif (perjudian)

              

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. al-Maidah: 90)

e. Memperbanyak amal dan meninggalkan sifat kikir terhadap harta

             

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. al-Isra: 29)

(4)

SEJARAH EKONOMI DUNIA

Ada tiga sistem ekonomi yang ada di muka bumi ini yaitu Kapitalis, sosialis dan Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan sistem ekonomi yang berkembang berdasarkan pemikiran Barat. Selain itu, tidak ada di antara sistem ekonomi yang ada secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian di banyak negara. Sistem ekonomi sosialis atau komando hancur dengan bubarnya Uni Soviet. Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.

Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.

Karena kelemahan atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama di kalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Jazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.

Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketenteraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.

Menurut Islam, kegiatan ekonomi harus sesuai dengan hukum syara’. Artinya, ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan atau dengan kata lain harus ada etika. Kegiatan ekonomi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat adalah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Semua kegiatan dan apapun yang dilakukan di muka bumi, kesemuannya merupakan perwujudan ibadah kepada Allah SWT. Dalam Islam, tidak dibenarkan manusia bersifat sekuler yaitu memisahkan kegiatan ibadah/uhrowi’ dan kegiatan duniawi.

Dalam Islam, harta pada hakikatnya adalah milik Allah, dan harta yang dimiliki oleh manusia sesungguhnya merupakan pemberian Allah, oleh karenanya harus dimanfaatkan sesuai dengan perintah Allah. Menurut Islam, orientasi kehidupan manusia menyangkut hakikat manusia, makna hidup, hak milik, tujuan penggunaan sumber daya, hubungan antara manusia dan lingkungan, harus didasarkan pada Al-Quran dan Hadist.

(5)

landasan utama bagi setiap umat Muslim dalam menjalankan aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT. Prinsip Tawhid ini pula yang mendasari pemikiran kehidupan Islam yaitu Khilafah (Khalifah) dan ‘Adalah (keadilan).

Khilafah mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumber daya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya. Ini berarti bahwa, dengan potensi yang dimiliki, manusia diminta untuk menggunakan sumber daya yang ada dalam rangka mengaktualisasikan kepentingan dirinya dan masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka dalam rangka mengabdi kepada Sang Pencipta, Allah SWT.

Prinsip ‘Adalah (keadilan) menurut Chapra merupakan konsep yang tidak terpisahkan dengan Tawhid dan Khilafah, karena prinsip ‘Adalah adalah merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumber daya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (respectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).

Dalam hal pemilikan sumber daya atau faktor produksi, Sistem Ekonomi Syariah memberikan kebebasan yang tinggi untuk berusaha dan memiliki sumber daya yang ada yang berorientasi sosial dengan memberikan self interest yang lebih panjang dan luas. Namun perlu diingat bahwa, segala sesuatu yang diperoleh merupakan pemberian Allah, karenanya harus digunakan sesuai dengan petunjuk Allah dan dikeluarkan zakat-nya dan sadaqah yang ditujukan bagi Muslim yang belum berhasil sebagai implementasi dari rasa sosial yang tinggi. Selain itu, negara dan juga pemerintah berperan untuk menjaga keseimbangan yang dinamis untuk merealisasikan kesejahteraan masyarakat. Jadi, dalam Sistem Ekonomi Syariah, ada landasan etika dan moral dalam melaksanakan semua kegiatan termasuk kegiatan ekonomi, selain harus adanya keseimbangan antara peran pemerintah, swasta, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan.

PENGERTIAN SISTEM EKONOMI SYARIAH

Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.

PRINSIP EKONOMI SYARIAH

Prinsip syariah pada aspek keuangan meliputi:

a. Setiap perbuatan akan dimintakan pertanggungjawabannya.

                      

(6)

“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga)”. (QS. as-Saba: 37)

b. Setiap harta yang diperoleh terdapat hak orang lain.

    

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. adz-Dzariyat: 19).

                      “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Baqarah: 254)                          

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-Baqarah: 261)

c. Uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan.

                                                 

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguh-nya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

(7)

(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS. al-Baqarah: 275)                        “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Qs. ar-Rum: 39)

Berdasarkan prinsip tersebut di atas maka dalam perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan pengawasan yang berhubungan dengan keuangan secara syariah adalah: a. Setiap upaya dalam memperoleh harta semestinya memperhatikan cara-cara yang

sesuai dengan syariah seperti perniagaan/jual beli, pertanian, industri, jasa. b. Objek yang diusahakan bukan sesuatu yang diharamkan

c. Harta yang diperoleh digunakan untuk hal-hal yang tidak dilarang/mubah seperti membeli barang konsumtif, rekreasi dan sebagainya. Namun digunakan untuk hal-hal yang dianjurkan/sunnah seperti infaq, waqaf, shadaqah. Digunakan pula untuk hal-hal yang diwajibkan seperti zakat.

d. Dalam hal ingin menginvestasikan uang juga harus memperhatikan prinsip “uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan”, dapat dilakukan secara langsung atau melalui lembaga intermediasi seperti bank syariah dan reksadana syariah.

KEUNGGULAN EKONOMI SYARIAH

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi Kapitalis, Sosialis maupun Komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhid-matan yang boleh dan tidak boleh ditransaksikan.

Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Tidak banyak yang dikemukakan dalam al-Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, al-Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi.

Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan di atas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:

a. Kesatuan (unity)

b. Keseimbangan (equilibrium) c. Kebebasan (free will)

(8)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individu-alistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah SWT, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Di dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam al- Qur'an surat al-Baqarah: 275 disebutkan bahwa "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

PENERAPAN EKONOMI SYARIAH UNTUK PERBAIKAN EKONOMI

INDO-NESIA

Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15 persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.

Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.

Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut di atas, sebagian besarnya tergolong aktivitas-aktivitas non riil. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkina munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya, memperoleh manfaat yang riil dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat riil. Transaksinya bersifat jelas, transparan dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non riil dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor riil memper-oleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-instrumen ekonomi berikut:

a. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara riil dengan zat uang tersebut. b. Islam telah mengharamkan aktifitas riba apapun jenisnya, melaknat / mencela para

pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman” QS. al-Baqarah: 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivatif yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.

c. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr,

(9)

d. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.

e. Islam melarang Al-Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.

f. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.

Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong dalam transaksi-transaksi non-riil atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengsaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi Negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.

KESIMPULAN

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam Islam pemenuhan kebutuhan material dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun ada, tidak akan bersifat otoriter.

Karena etika dijadikan pedoman dalam kegiatan ekonomi, maka dalam berbisnis juga menggunakan etika Islam. Etika bisnis menurut ajaran Islam juga dapat digali langsung dari al-Qur’an dan Hadist Nabi. Misalnya karena adanya larangan riba, maka pemilik modal selalu terlibat langsung dan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan miliknya, bahkan terhadap buruh yang dipekerjakannya. Perusahaan dalam sistem ekonomi syariah adalah perusahaan keluarga bukan Perseroan Terbatas yang pemegang sahamnya dapat menyerahkan pengelolaan perusahaan begitu saja pada Direktur atau Manager yang digaji. Memang dalam sistem yang demikian tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di dunia kapitalis Barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang tiba-tiba bangkrut atau dibangkrutkan.

Etika Bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran, dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembang semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang Islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibanding rekan-rekannya yang muda.

DAFTAR PUSTAKA

---, 2001 Kepemimpinan dalam Manajemen, Suatu Pendekatan Perilaku, PT. Graindo Persada Jakarta.

Alma, Buchori, 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ketiga, BPFI: Yogyakarta. Daud Ali, Muhammad. 1988. Sistem ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Yogyakarta: UI

Press.

Hasan. 1994. “Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan Agama”. Dalam Abdul Hamid Abu Sulaiman. Permasalahan Metodologis Dalam Pemikiran Islam. Jakarta: Media Dakwah.

(10)

Mac Donald, V.N. and P.J. Lawton., 1977. Improving Manajemen Perform: The Contribusi of Productivity and Performance Measuremant. Local Government Project. Series Publications Technical papers.

Winarno, Budi. 2004. Globalisasi Wujud Imperialisme Baru. Yogyakarta: Tajidu Press. Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Quran. 2004. Al Quran dan Terjemah. Depag:

Referensi

Dokumen terkait

Upaya perkembangan Islam tergantung pada integritas dakwah yang sistematis, sehingga akan tercipta bila didukung oleh perangkat sarana dan prasarana yang memadai, seperti

Herbisida metil metsulfuron yang dikombinasikan ametrin, diuron serta herbisida ametrin dan diuron tunggal juga mampu menekan pertumbuhan gulma golongan lebar lebih dari 90

Komunikasi hasil penelitian mempunyai arti tersendiri, karena bagaimanapun baiknya suatu penelitian yang telah dilakukan, tapi tanpa dilakukan komunikasi kepada orang

Perencanaan adalah proses pemilihan dan penetapan tujuan, strategi, metode, anggaran, dan standar (tolak ukur) keberhasilan suatu kegiatan. Kemudian memilih strategi

- Untuk indikator ini belum dapat direalisasikan sehingga capaian kinerjanya 0%, karena proses rekomendasi untuk menjadi kebijakan harus menjalani beberapa tahapan yakni :

Berdasarkan uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi terbesar adalah bibit seleksi yang dihasilkan dari provenans Sungai Runtin, sedangkan pertumbuhan

Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Vietnam maupun Indonesia dan Malaysia terjadi di kawasan Laut Tiongkok Selatan yang terletak di utara wilayah

Visi :Mendokumentasikan kebudayaan jawa dalam hal ini adalah jajan tradisional dan upacara adat yang menjadi tradisi orang jawa, serta filosofi dibaliknya, dalam bentuk buku