• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah NEC Keperawatan Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah NEC Keperawatan Anak"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Untuk Memenuhi Tugas Studi Keperawatan Anak Untuk Memenuhi Tugas Studi Keperawatan Anak

Oleh :

Oleh :

KELOMPOK 4

KELOMPOK 4

MUHAMMAD

MUHAMMAD ROZIKHIN

ROZIKHIN

201233040

201233040

LARAS

LARAS ANGGRAENY

ANGGRAENY

201233063

201233063

VALENTINA

VALENTINA DWI

DWI GITA

GITA

201233051

201233051

SEPTYA

SEPTYA REFINDA

REFINDA

201233035

201233035

TEDDY

TEDDY SETIADI

SETIADI

201233032

201233032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

JAKARTA

2013

2013

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT

ENTEROKOLITINS NEKROTIKAN (

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya makalah yang berjudul

rahmat-Nya makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan PenyakitAsuhan Keperawatan Penyakit Enteroko

Enterokolili tins Netins Nekrkr otikan (NEotikan (NE C) PadC) Pada Anaka Anak ini dapat terselesaikan tepat padaini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

waktunya.

Di dalam penyusunan makalah ini, kami merasa bahwa masih banyak Di dalam penyusunan makalah ini, kami merasa bahwa masih banyak hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai  pihak,

 pihak, hambatan-hambatan hambatan-hambatan tersebut tersebut dapat dapat kami kami atasi atasi sedikit sedikit demi demi sedikit. sedikit. UntukUntuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

itu, kami mengucapkan terima kasih kepada : 1.

1. Dr. Ir. Arief Kusuma, selaku Rektor Universitas Unggul;Dr. Ir. Arief Kusuma, selaku Rektor Universitas Unggul; 2.

2. dr. Idrus Jus’at, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmudr. Idrus Jus’at, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan;-ilmu Kesehatan; 3.

3. Mira Asmirajanti, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Program Studi IlmuMira Asmirajanti, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan;

Keperawatan; 4.

4.  Nurlaila, S.Kp., M.Kep., selaku Pembimbin Nurlaila, S.Kp., M.Kep., selaku Pembimbing dan Penguji;g dan Penguji; 5.

5. Keluarga tercinta dan seluruh civitas akademika Keluarga tercinta dan seluruh civitas akademika Universitas Esa Unggul.Universitas Esa Unggul. Di samping itu, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari Di samping itu, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dapat diibaratkan “tidak ada gading yang tidak retak”. Oleh kesempurnaan. Hal ini dapat diibaratkan “tidak ada gading yang tidak retak”. Oleh sebab itu, kami mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan sebab itu, kami mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan makalah ini. Demikian pula halnya kami juga mengharapkan kritik dan saran makalah ini. Demikian pula halnya kami juga mengharapkan kritik dan saran yangyang  bersifat

 bersifat konstruktif konstruktif demi demi penyempurnaan penyempurnaan makalah makalah ini ini untuk untuk selanjutnya selanjutnya dapatdapat menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan.

menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Sebagai akhir kata, dengan selesainya makalah ini, maka seluruh isi Sebagai akhir kata, dengan selesainya makalah ini, maka seluruh isi makalah ini sepenuhnya menjadi tangung jawab kami dan seberapapun makalah ini sepenuhnya menjadi tangung jawab kami dan seberapapun sederhananya makalah ini, kami harapkan mempunyai manfaat bagi semua pihak sederhananya makalah ini, kami harapkan mempunyai manfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini.

yang membaca makalah ini.

Jakarta, Desember 2013 Jakarta, Desember 2013

Penyusun Penyusun

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enterokolitis nekrotikans (EKN) merupakan penyakit saluran cerna pada  bayi baru lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding usus. Penyakit ini menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Pada umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi  prematur daripada bayi cukup bulan. Faktor resiko penyebab terjadinya EKN adalah; kelahiran prematur, pemberian makanan enteral dini, perlukaan mukosa usus, dan adanya bakteri pada usus.

Angka kejadian EKN mencapai 6% pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir dekade ini. Beberapa penulis melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5%  pada bayi yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Angka kejadian EKN berbeda dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan angka kejadian penyakit ini adalah kemampuan dalam mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit ini.

Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta  pada tahun 60-an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini  baru meningkat sesudah tahun 1972. Pada penelusuran catatan medik di sub  bagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun 1982-1985 menunjukkan 1 kasus  pada tahun 1980, 2 kasus tahun 1982, 3 kasus pada tahun 1983, 4 kasus pada tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian ini terlihat  bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakan alat canggih dalam  penanganan neonatus.

Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian EKN di Amerika Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%).

(4)

B. Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan  penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.

D. Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa  bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan  paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah.

B. Epidemiologi

Angka kejadian EKN sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat, berkisar antara 3 – 28% dengan rata-rata 6 -10% terjadi pada bayi dengan  berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden EKN, artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko terjadinya EKN.

Enterokolitis Nekrotikans lebih sering terjadi pada bayi laki – laki, dan  beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita EKN adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan preterm, namun 5-10% dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade terakhir angka mortalitas yang disebabkan oleh EKN berkisar antara 10-30% dengan tren menurun seiring dengan semakin berkembangnya advances neonatal car .

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi EKN hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan  pada invasi bakteri. EKN jarang terjadi sebelum ti ndakan pemberian makanan dan

sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun, sekali pemberian makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen. Gas

(6)

tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis) atau memasuki vena portal.

Enterokolitis nekrotikans sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik, antara lain : pemberian susu formula, asfiksia,  Intrauterine Growth  Restriction (IUGR), polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal,

gastroskisis, penyakit jantung bawaan, dan mielomeningokel.

Enterokolitis nekrotikan bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau  penyakit dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya  Klebsiella,  Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif ), tetapi sering kuman patogen

spesifik tidak diketahui.

D. Patogenesis

Walaupun etiologi EKN masih kontroversi, analisis epidemiologi penyakit ini telah mengidentifikasi beberapa faktor resiko utama, yaitu prematuritas, makanan enteral, iskemik ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir menunjukkan hubungan faktor resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus. Studi ini menggambarkan bagaimana kerusakan mukosa juga berhubungan dengan terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik.

1. Prematuritas

Lebih dari 90 % kasus EKN terjadi pada bayi prematur, berat  badan lahir rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun  banyak perbedaan antara bayi prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang bertanggung jawab terhadap predileksi EKN pada kondisi EKN masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan dalam komponen – komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi  bakteri, regulasi aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam

(7)

2. Iskemik intestinal atau asfiksia

Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan sirkulasi saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN. Resistensi pembuluh darah basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan menurun dengan signifikan segera setelah lahir, menimbulkan peningkatan kecepatan aliran darah saluran cerna yang dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada resistensi vaskular tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida) dan konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan  bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres

sirkulasi, yang menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resiste nsi vaskuler.

Dalam respon terhadap hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan defek tekanan-autoregulasi aliran darah, menyebabkan penurunan  penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan. Sebagai tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, hipoksemia berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida. Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin, substansi P, norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor, regulasi abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan.

 Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh lapisan dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang  berikutnya menyebabkan peritonitis dan udara bebas intra-abdomen.

Perforasi umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan kematian dapat terjadi.

(8)

3. Pemberian makanan secara enteral

Kebanyakan kasus EKN terjadi setelah pemberian makanan secara enteral yang diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang  pernah dilaporkan pada beberapa dekade yang lalu, EKN terjadi beberapa

hari setelah pemberian makanan yang pertama, tapi pada laporan kasus yang terjadi pada 1990-an EKN yang terjadi pada BBLSR, terdiagnosis setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas telah memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus, seperti pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan ditingkatkan secara perlahan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya EKN. Walaupun hubungan antara makanan enteral dan EKN masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi membuktikan  pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan

susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.

Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan penurunan 50% angka kejadian EKN dengan pemberian ASI, terutama pada bayi BBLR. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin, lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak  jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu formula. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI, seperti faktor pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda,  platelet activating factor-acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif dalam menurunkan penyakit ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya terbukti efektif pada percobaan manusia.

4. Kolonisasi Bakteri

 In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril, diperkaya dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi

(9)

akan membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu  pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti  Bifidobacteria dan  Lactobacill.  Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit,

saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit, dan bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.

Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri komensal mampu meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus, memperkuat  Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang melawan  bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.

Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis yang dilakukan oleh bakteri patogen. Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan kolonisasi bakteri  pada pemberian makanan formula melalui  Nasogastric tube  (NGT) pada  bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya EKN. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian EKN belum sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa komponen aktif menyerupai reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi mediator inflamasi yang memicu kerusakan usus.

(10)

Gambar 1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing enterocolitis

E. Diagnosis

1. Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada EKN meliputi : a. Distensi perut atau adanya nyeri tekan.

 b. Toleransi minum yang buruk.

c. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui  pipa lambung.

d. Darah pada feses.

e. Tanda-tanda umum gangguan sistemik : 1) Apneu

2) Terus mengantuk atau tidak sadar 3) Demam atau hipotermi

(11)

2. Kriteria Bell’s menurut Gomella: a. Stadium 1 (suspek EKN)

1) Kelainan sistemik : Tandanya tidak spesifik,

termasuk apneu, bradikardia, letargi dan suhu tidak stabil.

2) Kelainan abdominal : Termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan distensi abdominal.

3) Kelainan radiologik : Gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.

 b. Stadium 2 (terbukti EKN)

1) Kelainan sistemik : Seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan trombositopenia. 2) Kelainan abdominal : Distensi abdominal yang

menetap, nyeri tekan, edema dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.

3) Kelainan radiologik : Gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.

c. Stadium 3 (EKN lanjut)

1) Kelainan sistemik : Termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal nafas, hipotensi,  penurunan jumlah urin, neutropenia dan

disseminated intravascular coagulation (DIC). 2) Kelainan abdominal : Distensi abdomen dengan

edema, indurasi dan diskolorasi.

3) Kelainan radiologic : Gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum.

(12)

Tabel 1. Kriteria Bell

Stadium Kelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik IA. Tersangka EKN

-

Suhu tidak stabil

-

Apnu

-

Bradikardia

-

Residu lambung meningkat

-

Distensi abdomen ringan

-

Darah samar di dalam feses

-

 Normal

-

Ileus ringan IB. Tersangka EKN SDA SDA

+ Darah segar per rektal SDA IIA. EKN definitif ringan SDA SDA + Peristaltik (-) + Nyeri tekan

-

Ileus

-

Pneumatosis intestinal IIB. EKN definitif sedang SDA + Asidosis metabolik ringan + Trombositopenia ringan SDA + Peristaltik (-) + Nyeri tekan + Selulitis + Benjolan kuadran kanan bawah SDA

+ Udara vena porta ± Asites

IIIA. EKN lanjut, sakit berat, usus utuh SDA + Hipotensi + Bradikardia + Asidosis respirasi + Asidosis metabolik + DIC + Neutropenia SDA + Peritonitis generalisata + Nyeri tekan + Distensi abdomen SDA + Asites

(13)

IIIB. EKN lanjut, sakit berat,

 perforasi

SDA SDA SDA

+

Pneumoperitoneum Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine Ed 4.

F. Intervensi Keperawatan

Prinsip dasar intervensi keperawatan EKN yaitu merencanakan asuhan keperawatan pada akut abdomen dengan ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan syok. Jika EKN terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu dipertimbangkan untuk isolasi.

1. Pengelolaan Dasar

a. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7 -14 hari (pada EKN stadium 1 waktunya lebih singkat). Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar melalui parenteral total.

 b. Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube atau lakukan suction berkelanjutan.

c. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen. d. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua

cairan aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan.

e. Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara parameter gas darah yang dapat diterima.

f. Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin dibutuhkan pada keadaan yang mengarah kepada syok. Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah dalam batas normal.

g. Lakukan monitoring ketat terhadap intake  dan output   cairan. Usahakan untuk mempertahankan produksi urin 1-3 mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada infus jika pasien dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.

(14)

h. Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan ganti dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada keparahan penyakit.

i. Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa hitung sel darah lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga stabil. Lakukan kultur darah dan urin sebelum memulai pemberian antibiotik.

 j. Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari. Mulai dengan pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian Vancomycin (sebagai  pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau curiga

infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin untuk meng-cover   kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis atau perforasi usus. Penelitian terbaru tidak menganjurkan ataupun menolak penggunaan laktoferin sebagai adjuvant   terapi antibiotik.

k. Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada EKN stadium II dan III dapat mengalami DIC dan membutuhkan  fresh-frozen plasma dan cryoprecipitate. Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga dibutuhkan.

l. Pemeriksaan radiografik.  Abdominal flat plate  dengan posisi lateral dekubitus pada pemeriksaan cross-table lateral   tiap 6-8  jam pada stadium akut untuk medeteksi perforasi usus.

m. Konsul bedah pada EKN ( stadium II dan III)

2. Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis a. Stadium I

Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan. Antibotik spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil kultur.

(15)

 b. Stadium IIA dan IIB Puasa selama 2 minggu.

Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada  pemeriksaan radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral

90-110 kal/kgBB/hari.

Pemberian oksigen.

Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.

 Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.

Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.

c. Stadium IIIA dan IIIB Pengobatan stadium II

Ventilasi mekanik jika dibutuhkan. Jika terdapat syok, segera atasi dengan pemberian cairan.

Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan darah.

3. Tatalaksana Bedah

Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi  bedah. Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding

abdomen, dilatasi segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiografi ( sentinel loop), massa abdomen yang nyeri dan perubahan kondisi klinis yang refrakter terhadap tatalaksana medis.

4. Tindakan Pencegahan

Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah EKN. Hal ini termasuk penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara  bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal,

(16)

 penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian ASI dan penggunaan probiotik.

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah lengkap dan hitung jenis

Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan shift to the left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50 % kasus terbukti EKN, jumlah  platelet  < 50.000 uL.

 b. Kultur

Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.

c. Elektrolit

Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia sering terjadi.

d. Analisa gas darah

Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik mungkin terlihat.

e. Sistem koagulasi

Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan  screening koagulopati lebih lanjut harus dilakukan.  Prothrombin Time memanjang,  Partial Thromboplastin time  memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah  fibrin, merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).

(17)

f. C-Reaktif protein

Mungkin tidak meningkat atau pada kasus EKN yang lanjut karena  bayi tidak bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.

g. Biomarker

Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab EKN seperti gas hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses dan  genetic marker , tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang  genomic dan  proteomic marker terus diteliti.

Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk mendeteksi adanya kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun dengan media kontras. Pada anak dengan EKN yang umumnya menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut kembung, muntah –  muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan kontras, foto polos dan tanpa persiapan.

Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior, erek atau semierek dengan diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD). Beberapa klinisi menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak tangga pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus.

G. Gambaran Radiografik Dini

Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya batas dinding usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi, dan atonik. Pengenalan gambaran tersebut sangat penting sehingga dapat dilakukan  pengobatan dini dan komplikasi EKN dapat dihindari.

(18)

H. Gambaran Radiografik Klasik 

Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam diagnosis EKN. Gas dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa akan memberikan gambaran seperti garis (rel kereta api) pada penampang bujur atau sebagai cincin kembar pada penampang lintang. Meskipun tanda ini sangat penting, kadang –  kadang sukar mengenalinya.

Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena porta. Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang  –   cabang sesuai dengan  percabangan vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul  pada post kateterisasi vena umbilikalis.

I. Gambaran Radiografik Perforasi

Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh karena itu penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan menemukan tanda dini perforasi.

Gambaran radiografik perforasi yaitu:

1. Gas bebas intraperitoneal 2. Cairan bebas intraperitoneal

3. Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik, 4. Lingkar usus melebar persisten

(19)

Gambar Pneumoperitonium

Gambar Gas portal J. Prognosis

Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis intestinal saat didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post operatif antara lain infeksi luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps, nekrosis). Komplikasi lanjut antara lain striktur intestinal yang dapat muncul pada lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada sekitar 10% pasien yang di tatalaksana secara bedah maupun medis.

Reseksi dari striktur yang mengalami obstruksi merupakan tindakan kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi EKN post operatif antara lain  short-bowel syndrome  (malabsorbsi, gagal tumbuh, malnutrisi), komplikasi yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis, trombosis), dan cholestatic  jaundice. Bayi prematur dengan EKN yang membutuhkan intervensi bedah atau

yang mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan dan outcome neuro developmental.

(20)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Enterokolitis Nekrotikan merupakan penyakit yang memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada  bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul

sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu iskemia intestinal, kolonisasi  bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur berbeda dibandingkan  bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara lain  pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi  bakteri, autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi.

Bayi prematur menjadi lebih rentan diakibatkan sistem imun yang imatur yang mana tidak memadai dalam melindungi terhadap organisme patogen. Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan cairan  parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI,  pemberian ASI dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling  baik dalam mencegah EKN.

B. Saran

1. Perlu penanganan yang efektif pada bayi yang menderita EKN karena  prognosis berhubungan dengan pengobatan.

2. Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai EKN agar diagnosis dan  penatalaksaan bayi dengan EKN dapat dilakukan dengan tepat dan

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC Herdman, T. Heather. 2012.  Diagnosis Keperawatam: Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC

Kitterman, J. 2006. Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1. Ed 20. Jakarta: EGC

Sukadi, A. 2002.  Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir . Bandung: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.

Suraatmaja, Sudaryat. 2007.  Kapita Selekta Gastroentrologi Anak . Jakarta: Sagung seto

Gambar

Gambar 1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing enterocolitis
Tabel 1. Kriteria Bell
Gambar Pneumatosis Intestinal
Gambar Pneumoperitonium

Referensi

Dokumen terkait

Hanya alasan medis tertentu (seperti bayi dengan galaktosemia klasik, bayi dengan penyakit kemih, berat lahir bayi sangat rendah, bayi prematur, bayi beresiko

Penyakit jantung congenital atau penyakit jantung bawaan (pjb) terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.Insiden lebih tinggi pada yang lahir mati (2%), abortus (10-25%),

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB &lt; 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram)..

Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi seperti bayi dengan kondisi prematur, berat lahir rendah, riwayat mendapat perawatan lama di unit neonatologi,

Tetanus neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena trauma Tetanus neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena

Pada anak dan neonatus, angka mortalitas dan morbiditas bervariasi, dihubungkan dengan gagal napas pasca operasi penyakit jantung bawaan, syok septik, luka bakar berat,

Kategori Definisi Neonatal/bayi baru lahir Masa bayi Bayi cukup bulan Bayi prematur Bayi dengan berat badan lahir rendah 4 minggu pertama setelah kelahiran sepanjang tahun pertama

Periode neonatal adalah periode bayi dari lahir sampai umur 28 hari.5 Asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa beberapa dampak