• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL BAIK DAN BURUK DI SLB-BC MITRA AMANDA BANYUDONO BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PERAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL BAIK DAN BURUK DI SLB-BC MITRA AMANDA BANYUDONO BOYOLALI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

0

GAMBARAN PERAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL BAIK DAN BURUK

DI SLB-BC MITRA AMANDA BANYUDONO BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana Keperawatan

Di susun oleh :

Ririn Ayu Kusumaningrum J210100013

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

(2)
(3)
(4)
(5)

3

LATAR BELAKANG

Retardasi Mental (RM) merupakan suatu gangguan dimana fungsi intelek-tual dibawah normal (IQ dibawah 70) dimana seseorang mengalami gang-guan perilaku adaptif sosial sehingga membuat penderita memerlukan pengawasan, perawatan, dan kontrol dari orang lain (Kartono, 2009). Menurut Diagnostic and Statistical Manual (DSM IV-TR) Retardasi Mental dikategorikan menjadi 4, yaitu: RM ringan (IQ 50-70), RM sedang (IQ 50-55), RM berat (IQ 20-40), dan RM sangat berat dengan (IQ dibawah 20-25).

Menurut Sondakh (dikutip Rahmanto A, 2010) bahwa didunia RM merupakan masalah dengan implikasi yang besar terutama di negara ber-kembang. Diperkirakan terdapat 3% dari total populasi di dunia yang mengalami RM, tetapi hanya 1-1,5% yang terdata.

World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah anak RM di Indonesia sekitar 7-10% dari total jumlah anak. Pada tahun 2003 jumlah anak RM 679.048 atau 21,42%, dengan perbandingan laki-laki 60% dan perem-puan 40%. Dengan kategori RM sangat berat (Ideot) 25%, kategori berat 2,8%, RM cukup berat (Imbisil debil profound) 2,6%, dan RM ringan 3,5% (Kemenkes RI , 2010).

Data dari Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali angka RM 3 tahun

terakhir ini mengalami pening-katan yang cukup tinggi. Pada tahun 2010 RM mencapai 429 orang, sedang-kan pada tahun 2011 RM mencapai 750 orang dan pada tahun 2012 mencapai 777 orang (http://tkpkjateng.com).

Sekolah Luar Biasa (SLB) Mitra Amanda Banyudono, Boyolali merupa-kan sekolah luar biasa dengan akreditasi BC yang melayani anak-anak dengan kebutuhan khusus (RM). Dari hasil survei pendahuluan yang peneliti laku-kan pada tanggal 29 Oktober 2013 bahwa SLB ini melayani pendidikan mulai dari SD sampai jenjang SMA dengan jumlah siswa 50. Jumlah siswa SD terdiri dari 42 siswa, diantaranya 33 siswa dengan tunagrahita, 6 siswa dengan autis dan 3 siswa tunadaksa. Pada jenjang SMP terdapat 8 siswa dengan tunagrahita dan pada jenjang SMA untuk tahun ini tidak ada siswanya.

Hasil pengamatan peneliti di SLB-BC Mitra Amanda Banyudono, Boyolali dari 50 siswa terlihat 8 anak yang terlihat sering melamun/bengong, 6 anak yang terlihat menyendiri di dalam kelas dan 7 anak yang tidak mampu untuk berkenalan jika tanpa ada guru yang mendampinginya dan juga tidak mau membeli makanan di kantin sekolah tanpa didampingi orang tuanya.

Kepala SLB-BC Mitra Amanda mengatakan bahwa ada 7 siswa yang

(6)

4

sering tidak masuk sekolah, hal ini dikarenakan orang tua tidak memiliki waktu untuk mengantar anak dan juga ada orang tua yang enggan menyekolah-kan anak dikarenakan anak tidak dapat mengikuti pelajaran sekolah. Dari hasil wawancara dengan 5 orang tua siswa, 3 diantaranya mengatakan bahwa beberapa dari orang tua malu dengan keadaan anaknya, sehingga orang tua enggan mengantar anak ke sekolah dan 2 orang tua mengatakan bahwa orang tua dari anak mereka merasa bahwa anak tidak mampu melakukan sesuatu sehingga percuma saja jika anak disekolahkan..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial baik dan buruk di SLB-BC Mitra Amanda Banyudono, Boyolali.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional, dimana variabel pada subyek penelitian diukur dalam waktu yang bersamaan.

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi RM yang bersekolah di SLB-BC Mitra Amanda Banyudono Boyolali dengan jumlah 50 siswa beserta orang tuanya. Sampel dalam penelitian

ini diperoleh 30 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling.

HASIL PENELITIAN

1. Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental dengan Perkembang-an Sosial Baik

Berdasarkan data hasil observasi terhadap peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial baik di SLB-BC Mitra Amanda Banyudono Boyolali, maka berikut dapat disajikan pada tabel 1. secara lebih terperinci dari tiap-tiap item pertanyaan yang mayoritas orang tua dengan jawaban selalu (SS) dan sering (SR) sebagai berikut:

Tabel 1 Hasil Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental dengan Perkembangan Sosial Baik yang Mayoritas Orang Tua dengan Jawaban Selalu (SS) dan Sering (SR) No Item pertanyaan SS N %

1. Memberian waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak

SS 13 72,2

2. Memberikan perhatian yang sama dengan anak

SS 12 66,6 3. Mengajak anak

berkomunikasi

SR 13 72,2 4. Mengajarkan anak cara

berkenalan

SR 9 50,0 5. Tidak membeda-bedakan

saat mengajak anak berkomunikasi

SR 13 72,2

6. Mengajak anak bermain keluar rumah

(7)

5

Berdasarkan penilaian tentang gambaran peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial baik di

SLB-BC Mitra Amanda

Banyudono, Boyolali secara dapat diketahui tampak pada tabel 2. berikut:

Tabel 2. Gambaran Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental dengan Perkembangan Sosial Baik

Penilaian N % Buruk Cukup Baik 7 8 3 38,9 44,4 16,7 Jumlah 18 100.0 Sumber: Data yang diolah, 2014

Berdasarkan tabel 2. di atas diketahui bahwa mayoritas respon-den mempunyai peran yang cukup terhadap anaknya retardasi mental dengan perkembangan sosial baik yaitu 44,4%.

2. Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental dengan Perkembangan Sosial Buruk

Berdasarkan data hasil observasi terhadap peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial buruk

di SLB-BC Mitra Amanda

Banyudono Boyolali, maka berikut dapat disajikan pada tabel 3. secara

lebih terperinci dari tiap-tiap item pertanyaan yang mayoritas orang tua dengan jawaban tidak pernah (TP) dan Kadang-kadang (KK) sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental dengan Perkembangan Sosial Baik yang Mayoritas Orang Tua dengan Jawaban Tidak Pernah (TP) & Kadang-kadang (KK) No. Item pertanyaan TP N %

1. Membuatkan jadwal untuk kegiatan anak setiap harinya TP 8 66,7 2. Ibu dalam membimbing anak untuk mampu berbelanja diwarung sendiri TP 8 66,7 3. Ibu dalam menemani anak saat belajar, mengerjakan PR, makan dll KK 7 58,3 4. Ibu menghampiri ketika melihat anak menyendiri dirumah KK 6 50,0

5. Ibu marah saat anak mengabaikan jadwal yang telah dibuat KK 9 75,0 6. Ibu mengajak anak berbelanja keluar rumah KK 6 50,0 Sumber; Data yang diolah, 2014

Berdasarkan penilaian tentang gambaran peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial buruk

di SLB-BC Mitra Amanda

Banyudono, Boyolali secara dapat diketahui tampak pada tabel 4. berikut:

(8)

6

Tabel 4. Gambaran Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental dengan Perkembangan Sosial Buruk Penilaian N % Buruk Cukup Baik 8 3 1 66,7 25,0 8,3 Jumlah 12 100.0 Sumber: Data yang diolah, 2014

Berdasarkan tabel 4. di atas diketahui bahwa mayoritas respon-den mempunyai peran yang buruk terhadap anaknya retardasi mental dengan perkembangan sosial buruk yaitu 66,7%.

PEMBAHASAN

A. Peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial baik

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas orang tua (ibu) mempunyai peranan yang cukup terhadap anak dengan perkembangan sosial baik yaitu 44,4%. Dikatakan cukup karena ibu belum sepenuhnya melakukan perananya untuk membantu anak dalam perkembangan sosial. Berikut ini beberapa peran yang mayoritas ibu sudah lakukan/terapkan terhadap anak RM dengan perkembangan sosial baik:

a. Ibu memiliki waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan

anak, ibu sering mengajak anak berkomunikasi dan ibu tidak memembeda-bedakan anak saat berkomunikasi sebanyak 72,2%.

Hasil penelitian ini bahwa mayoritas ibu dari anak dengan perkembangan sosial baik memiliki waktu yang lebih untuk anak, dimana orang tua

sering mengajak anak

berkomunikasi dengan anak dan juga ibu tidak membeda-bedakan saat mengajak anak berkomunikasi. Hal itu ibu dapat memancing anak untuk dapat berkomunikasi dua arah yang mana akan membiasakan anak untuk dapat berkomunikasi dengan sesama anggota keluarga ataupun dengan orang lain.

Hal ini sesuai dari penelitian dari Ramadhan (2010) mengatakan bahwa orang

tua dalam membantu

perkembangan sosial anak RM sudah mampu menerapkan berbagai fungsi seperti pengasuh fungsi edukasi, protektif, sosialisasi, ekonomis dan religious. Peran orang tua dalam menerapkan fungsi sosialisasi pada anak yaitu mayoritas orang tua telah menunjukkan sikap

(9)

7

dan perilaku seperti sering mengajak anak berkomunikasi dan mengajak anak berinteraksi dengan orang lain

b. Ibu berusaha memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama dengan anak-anaknya sebanyak 66,6%.

Hasil penelitian ini dimana peran orang tua (ibu) yang mayoritas ibu dari anak dengan perkembangan sosial baik sudah mampu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama terhadap anak, dari hal ini orang tua dapat membuat anak merasa nyaman saat dirumah, merasa dihargai saat dirumah yang pada nantinya akan membuat anak bebas dalam melakukan suatu kegiatan dirumah tanpa ada perasaan takut, sehingga anak akan terbiasa dengan

kegiatan-kegiatan yang mampu

membantu anak dalam perkem-bangan sosialnya (Hadis, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian dari Hapsari (2008) mengatakan bahwa mayoritas orang tua memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama terhadap anaknya baik yang

anak normal maupun anak yang mengalami keterbelakangan mental. Hal ini akan menum-buhkan pada diri anak sebuah kenyamanan dalam hidupnya, dimana anak yang mengalami kekurangan ini akan merasa dihargai dan merasa disayangi di lingkungan keluarga.

c. Ibu sudah mengajarkan anak cara berkenalan dengan orang lain sebanyak 50,0% dan 55,5% ibu mengajak anak keluar rumah untuk bermain dengan teman ataupun tetangga.

Dari hasil penelitian mayoritas ibu dengan anak yang perkembangan sosial baik, dimana ibu sudah mengajarkan fungsi edukasi dan sosialisasi. Untuk fungsi edukasi dimana orang tua telah mengajarkan kepada anak cara berkenalan dengan orang lain. Dalam fungsi sosialisasi disini terlihat dari peran ibu yang mayoritas sudah mengajak anak keluar rumah untuk bermain dengan teman ataupun tetangga. Hal ini merupakan suatu peran yang baik yang dilakukan seorang ibu terhadap anak dengan keterbela-kangan mental yang mana

(10)

8

dengan peran tersebut dapat membantu anak untuk terbiasa dalam bertemu dengan orang lain yang akan membuat anak tidak takut saat bertemu dengan orang lain, sehingga anak perkembangan sosial anak mampu berkembang dengan baik (Efendi, 2008).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Ramadhan (2010) yang mengatakan bahwa orang tua dalam membantu perkembangan sosial anak RM sudah mampu menerapkan berbagai fungsi seperti pengasuh fungsi edukasi, protektif, sosialisasi,ekonomis dan religious.

B. Peran orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial buruk

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 12 orang tua yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial buruk terdapat 66,7% responden mem-punyai peranan yang buruk. Dikatakan buruk karena ibu belum banyak melakukan perananya untuk membantu anak dalam

perkem-bangan sosial. Berikut beberapa peran yang mayoritas ibu belum melakukan/menerapkan terhadap anak RM dengan perkembangan sosial buruk:

a. Ibu tidak membuatkan jadwal untuk kegiatan anak setiap harinya sebanyak 75,0%

Hasil dari penelitian ini bahwa mayoritas peran orang tua (ibu) terhadap anak dengan perkembangan sosial buruk yaitu ibu tidak pernah membuat-kan jadwal untuk kegiatan anak setiap harinya, hal ini akan berdampak negatif pada anak dimana anak tidak mampu mengerti akan kegiatan-kegiatan selama dirumah dan anak tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena anak terbiasa tidak melakukan apapun, bengong ataupun melamun. Sehingga hal itu tentu akan membuat anak mengalami hambatan dalam perkembangan sosialnya.

Hasil penelitian ini sesuai dari penelitian Ardyanto (2010) yang hasil penelitiannya mengatakan bahwa mayoritas responden dalam memberikan dukungan kepada anak RM kurang maksimal dan belum

(11)

9

sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anak RM. Dikatakan belum maksimal karena ada beberapa aspek yang belum terpenuhi oleh orang tua, aspek-aspek tersebut adalah dukungan pada harga diri dan dukungan dari kelompok sosial. Dengan dukungan harga diri yang diberikan responden maka akan meningkatkan rasa percaya diri anak sehingga anak tidak merasa rendah diri ketika melakukan interaksi sosial saat berada diluar rumah.

b. Ibu tidak pernah mengajarkan anak untuk dapat berbelanja ke warung sebanyak 75,0% dan ibu terkadang mengajak anak berbelanja ke warung sebanyak 50,0%.

Hasil penelitian ini bahwa mayoritas orang tua (ibu) tidak pernah mengajarkan anak untuk berbelanja ke warung dan ibu hanya terkadang mengajak anak berbelanja ke warung. Dari peran ibu tersebut dapat diketahui bahwa ibu belum sepenuhnya dapat menerima anak dengan keadaan tersebut. Hal ini terbukti dari studi pendahuluan hasil wawancara

dari 5 orang tua, 3 diantaranya mengatakan Ibu tidak mau

mengantarkan sekolah

dikarenakan Ibu malu dengan keadaan anak. Hal ini tentu akan membuat anak semakin merasa rendah diri dari lingkungan seperti selalu diliputi dengan rasa takut ketika berhadapan dengan orang lain atau melakukan sesuatu (Hastuti & Zamralita, 2004).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Ranundhata dalam Sari Ana et,

al (2011) yang hasil

penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak ada berbedaan antara harga diri tinggi dan harga diri rendah pada orang tua yang memiliki anak penyandang autisme, sebagian orang tua memiliki perasaan malu yang membuat para orang tua memilih untuk bersembunyi dan menutup-nutupi keadaan buah hatinya dari lingkungan sekitar walaupun anak mereka sudah mereka sekolahkan ditempat terapi khusus untuk penanganan autisme.

c. Ibu terkadang menemani anak saat belajar, mengerjakan PR,

(12)

10

makan sebanyak 58,3% dan

50,0% ibu terkadang

menghampiri anak ketika anak menyendiri dirumah.

Pada indikator tentang pendampingan yang intensif didapatkan hasil bahwa 58,3% orang tua (ibu) belum mengop-timalkan dalam menemani anak belajar, mengerjakan PR ataupun makan dan 50,0% orang tua lebih sering membiarkan ketika melihat anak menyendiri dirumah. Hal ini tentu dapat

mempengaruhi pemahaman

pada diri anak, diantaranya pada kemampuan berfikir anak ataupun tingkat sosialisasi anak dengan lingkungan (Osman, 2005). Dengan terbiasanya orang tua tidak membimbing anak belajar maka disitulah anak akan mengalami keterlambatan terlebih untuk anak keterbela-kangan mental. Mohsin et, al (2010) yang mengatakan bahwa orang tua kini merupakan mentor terkemuka untuk kehidupan anak sekarang dan nanti. Partisipasi orang tua terhadap anak kini sangat dibutuhkan untuk anak retardasi

mental dalam membantu

pekembangan sosialnya. Seperti halnya dalam menemani anak belajar, mengerjakan PR hal-hal seperti itulah kecil namun mampu membantu meningkat-kan pemahaman anak.

d. Ibu tekadang marah ketika anak mengabaikan jadwal yang telah dibuatkannya sebanyak 75,0%.

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa peran orang tua yang mayoritas terkadang memarahi anak jika mengabai-kan jadwal yang telah ibu buat hal ini merupakan suatu sikap kompensasi yang berlebihan dimana sikap ini yang sering diperlihatkan orang tua dalam mendidik anak dengan gang-guan intelektual, seperti halnya orang tua sering memperlihat-kan semangat yang berlebihan atau suatu tuntutan agar anak dapat mengejar keterlambatan-nya seperti anak normal lainketerlambatan-nya. Hal ini dilakukan orang tua karena orang tua malu dengan keadaan anak yang tidak mampu seperti anak normal lainnya. Namun hal ini justru akan membuat anak merasa terbebani karena hal yang diinginkan orang tuanya tidak bisa ia

(13)

11

lakukan karena keterbatasaanya (Efendi, 2006).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hendriyani dalam Sari Ana et, al (2011) yang hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa mayoritas keluarga me-nunjukkan sikap dan perilaku-nya tidak menerima kondisi individu yang mengalami keterbelakangan mental dan minoritas yang menunjukkan sikap dan perilaku menerima dengan kondisi anak. Mereka belum siap menerima keadaan anak mereka sehingga orang tua berusaha untuk menyembuhkan anaknya walaupun disertai dengan rasa malu. Penolakan tersebut akan mempengaruhi cara orang tua dalam merawat anak, mengahambat komunikasi anak diamana anak merasa takut dan merasa tidak nyaman dirumah, sehingga hal itu juga dapat membuat anak merasa terasingkan dan takut untuk berkomunikasi dengan orang lain.

SIMPULAN

1. Gambaran peran orang tua yang

memiliki anak RM dengan

perkembangan sosial baik dan buruk mayoritas peran ibu adalah buruk sebanyak 16 orang, 10 orang dengan peran cukup dan 4 orang ibu dengan peran baik.

2. Gambaran peran orang tua (ibu) yang memiliki anan retardasi mental dengan perkembangan sosial baik mayoritas peran ibu adalah cukup sebanyak 44,4%. Hal ini dapat dilihat dari peran ibu yang mayoritas sudah memiliki waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak, ibu sering mengajak anak berkomunikasi dan ibu tidak memembeda-bedakan anak saat berkomunikasi sebanyak 72,2%, Ibu berusaha memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama dengan anak-anaknya sebanyak 66,6%, Ibu sudah mengajarkan anak cara berkenalan dengan orang lain sebanyak 50,0% dan 55,5% ibu mengajak anak keluar rumah untuk bermain dengan teman ataupun tetangga.

3. Gambaran peran orang tua (ibu) yang memiliki anak retardasi mental dengan perkembangan sosial buruk mayoritas peran ibu adalah buruk sebanyak 66,7%. Hal ini dapat dilihat

(14)

12

dari peran ibu seperti berikut: tidak membuatkan jadwal untuk kegiatan anak setiap harinya sebanyak 75,0%, Ibu tidak pernah mengajarkan anak untuk dapat berbelanja ke warung sebanyak 75,0%, ibu terkadang mengajak anak berbelanja ke warung sebanyak 50,0%, Ibu terkadang menemani anak saat belajar, mengerjakan PR, makan sebanyak 58,3%, ibu terkadang menghampiri anak ketika anak menyendiri dirumah sebanyak 50,0% dan ibu tekadang marah ketika anak mengabaikan jadwal yang telah dibuatkannya sebanyak 75,0%.

SARAN

1. Bagi Ibu/Orang Tua. Peneliti menyarankan bagi ibu atau orang tua agar lebih sering menstimulasi perkembangan sosial anak dengan cara yang telah diajarkan petugas kesehatan atau informasi dari buku panduan menstimulasi perkembang-an perkembang-anak, khususnya perkembang-anak yperkembang-ang mengalami retardasi mental (RM). 2. Institusi Pendidikan atau Bagi

Pendidik. Diharapkan agar memberi pengetahuan yang lebih lanjut terhadap stimulasi perkembangn sosial anak dan praktek cara

menstimulasi perkembangan sosial anak RM baik stimulasi kasar maupun halus. Selain itu juga harus memberikan konseling tentang kesehatan ibu dan anak khususnya tentang pengetahuan menstimulasi perkembangan sosial anak agar ibu paham tentang fungsi dan manfaat-nya, serta pihak sekolah agar dapat menyediakan peralatan maupun media yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan sosial anak.

3. Bagi orang tua. Diharapkan dapat menjalankan tugas untuk membim-bing, mendampingi dan menstimu-lasi terhadap perkembangan sosial anaknya agar tidak tertinggal dengan cara memberikan perhatian dan waktu yang lebih, mendampingi secara intensif serta menetapkan rutinitas, bersikap adil dan memberikan kesempatan anak untuk bersosialisasi.

4. Bagi Peneliti Berikutnya. Diharap-kan bagi peneliti berikutnya dapat mengadakan observasi langsung kepada responden dan subjek penelitain serta dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang peningkatan pengetahuan dan sikap

(15)

13

terhadap peran orang tua dalam perkembangan sosial anak yang mengalami retardasi mental.

Daftar pustaka

Barati, H., Tajrishi, M, P., & Sajedi, F. (2012). The Effect of Social Skills Training on Socialization Skills in Children with Down Syndrome. Irinian Rehabilitation Journal, Vol. 10, No. 15. iri.uswr.ac.ir/…/hbarati-A-10-216-1-fbd1118.pdf

Eggen, P., & Don Kauchak. (2007).

Educational Psichology windows on classrooms. Edisi 7. American: Pearson Pretice Hall Ellis, J. Ormrod. (2009). Psikologi

Pendidikan membantu siswa tumbuh dan berkembang edisi keenam. Jakarta: Erlangga

Gunarsa, S. D. (2004). Psikologi Perkemangan Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung mulia.

Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik.

Bandung: Alfabeta.

Hapsari, R. S. (2008). Penerimaan Ibu terhadap Anak yang Mengalami Down Sindrom. Skripsi.

Semarang. Universitas Katolik Hastuti, R., & Zamralita. (2004)

Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental Ringan. Jurnal Psikologi. Jakarta : Arkhe.

Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. (2005).

Psikologi Abnormal Edisi 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga

Nelson, R. W & Israel, C. Allen. (2009).

Abnormal Child and Adolescent Psychology. Amerika: Pearson Education.

Notoadmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan Teori dan Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Ramadhan, N. H. (2010). Peran Orang Tua dalam Membantu Perkembangan Sosial Anak Retardasi Mental di SDLB Negeri Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro

Ranudhanta, M. (2011). Gambaran harga diri orang tua yang memiliki anak penyandang autisme. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Tidak dipublikasikan Sari, A. P., Jumaini., Hasanah, O. (2010)

Hubungan Konsep Diri Orang Tua dengan Motivasi dalam Merawat Anak Retardasi Mental. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Wong L. Donna, Hockenberry., M,

Winkeistein., M, Wilson., D & Schwartz., P. (2008). Buku Ajar keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC

Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya

Gambar

Tabel 2.  Gambaran  Peran  Orang  Tua  yang  Memiliki  Anak  Retardasi  Mental  dengan  Perkembangan Sosial Baik

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu dibutuhkan sebuah aplikasi yang dapat mempermudah proses pembelian ikan lele dan permintaan pelanggan dapat dilayani dengan mudah dan cepat tanpa

b) Kulit tengah (sclerotesta), suatu lapisan yang kuat dan keras, berkayu, menyerupai kulit dalam (endocarpium) pada buah batu... c) Kulit dalam (endotesta), biasanya tipis

Tanaman kacang tanah tumbuh baik pada keadaan pH tanah sekitar 6-6,5 (Adisarwanto, 2007). Adapun syarat-syarat benih atau bibit kacang tanah yang baik yaitu ; a) Berasal dari

Walaupun kegiatan investasi secara tidak langsung yakni dengan jalan membeli sejumlah saham bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kurang mendapatkan

Data rata-rata waktu pertama jatuh mencit, jumlah kumulatif jatuh mencit selama (3x60) menit, dan persen proteksi pada penentuan dosis kafein.

Six sigma merupakan suatu metode pengendalian kualitas yang terdiri dari DMAIC ( define, measure, analyze, improve, control ) yang diharapkan melalui tahap tersebut

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba dan arus kas memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi keuangan yang terjadi pada seluruh

the process of returning SAS transport files to their original form (SAS library, SAS catalog, or SAS data set) in the format that is appropriate to the target operating