• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN

ASURANSI DI INDONESIA

Beni Surya

Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Email: Beni_3an@yahoo.com Abstract

Indonesia, as a developing country, was jealous carry out development in all sectors, both physical and non-physical related to development, particularly in buildings, in order to improve Physical Development, to develop and expand the activities of community life, necessary to control and safeguards against the development because It is therefore a guarantee that the construction carried out can proceed smoothly and in accordance with the procedures prescribed. Surety Bond is an agreement between the partners with surety, in this case the surety / bonding is a third party who bind themselves to guarantee payment in the event of a claim if it incurred losses on projects implemented right by the contractor to the work of the project owner, if the terms of the agreement Other forms of agreements such that it acts as a guarantor of the debtor to the creditor bear (which indebted). Finance Minister as a supervisor and builder insurance business in Indonesia, from the early days has actually been realized that the legal consequences of the issuance of surety bond is not easy. Therefore, permission to issue a surety bond is severely restricted. And even in the beginning, Presidential Decree Number 14A of 1980 only given to PT.Persero Insurance Jasa Raharja

Keywords: surety bond, guarantee agreements, guarantee insurance institution

Abstrak

Indonesia, sebagai salah satu Negara berkembang, sedang giatnya melaksanakan Pembangunan pada bangunan, dalam rangka meningkatkan Pembangunan Fisik, mengembangkan dan terhadap Pembangunan karena itu sangatlah diperlukan suatu penjaminan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Surety Bond merupakan suatu perjanjian antara rekanan dengan surety, dalam hal ini surety/ Bonding adalah Pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran jika terjadi klaim apabila timbul kerugian pada proyek yang dilaksanakan kan oleh pemborong terhadap pekerjaan dari pemilik proyek, apabila ditinjau dari segi perjanjian yang lain bahwa bentuk perjanjian seperti itu bertindak sebagai penjamin terhadap debitur untuk menanggung kreditur ( yang berpiutang). Menteri Keuangan sebagai pengawas dan pembina usaha perasuransian di Indonesia, dari awal-awal sebenarnya telah menyadari bahwa konsekuensi hukum dari penerbitan surety bond tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, ijin untuk menerbitkan surety bond dibatasi secara ketat. Dan malah pada awalnya, Kepres no. 14A tahun 1980 hanya diberikan pada PT Persero Asuransi Jasa Raharja.

(2)

A. Pendahuluan

Indonesia, sebagai salah satu Negara berkembang, sedang giatnya melaksanakan Pembangunan disegala sektor, baik fisik maupun non fisik yang berkaitan dengan Pembangunan, khususnya pada bangunan, dalam rangka meningkatkan Pembangunan Fisik, mengembangkan dan memperluaskan aktifitas kehidupan masyarakat, perlu dilakukan pengendalian dan pengamanan t e r h a d a p P e m b a n g u n a n k a r e n a i t u sangatlah diperlukan suatu penjaminan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Seperti diketahui bahwa setiap perusahaan atau badan hukum yang bergerak dalam bidang ekonomi, sekarang ini sering melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk menjamin kelancaran usaha dari perusahaan itu adalah pihak asuransi. Perusahaan akan mengalihkan sebagian resiko melalui perjanjian-perjanjian asuransi sehingga dapat meningkatkan usahanya dan akan menggalang tujuan yang lebih besar. (M. Suarman Sastrawidjaya:Endang, Hukum Asuransi; Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian, Djambatan, Jakarta, 1983, hal.2 ). Akan tetapi, lebih disebabkan oleh beberapa kasus ketidakpastian penyelesaian klaim surety bond itu sendiri. Dalam banyak kasus, pencairan surety bond tersebut sering sekali sangat bergantung kepada pernyataan bersalah dari pihak yang dijamin (principal). Padahal belum tentu pihak tersebut dapat secara gentlemen mengakui kesalahannya.

Adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pencairan surety bond tersebut membuat pasar tidak begitu baik menyerap inovasi produk penjaminan yang diterbitkan asuransi tersebut. Menteri Keuangan sebagai pengawas dan pembina usaha perasuransian di Indonesia, dari awal-awal sebenarnya telah menyadari bahwa konsekuensi hukum dari penerbitan surety bond tersebut tidaklah

mudah. Oleh karena itu, ijin untuk menerbitkan surety bond dibatasi secara ketat. Kepres no. 14A tahun 1980 hanya diberikan pada PT Persero Asuransi Jasa Raharja. Dalam perkembangannya, ijin penerbitan tersebut melalui Keputusan Menteri Keuangan RI (KMK RI) No:761/KMK..013/1992 diperluas kepada 20 perusahaan asuransi. Kemudian berdasarkan Surat Direktur Asuransi No. s.2272/DK/2001 tanggal 16 Mei 2001 yang ditujukan ke Pertamina, ada 22 perusahaan asuransi yang berhak untuk menerbitkan surety bond. Sementara untuk penerbitan surety bond sebagai penjaminan pembayaran kewajiban importir terhadap bea impor yang terutang pada Negara (custom bond), Menteri Keuangan, berdasarkan KMKNno.108/KMK.01/1995, hanya memberikan ijin pada 15 perusahaan asuransi. Artinya, tidak semua perusahaan asuransi yang diperbolehkan oleh KMK RI No.761/KMK.013/1992 untuk menerbitkan surety bond, dapat menerbitkan surety bond untuk garansi pembayaran bea impor yang terutang (customs bond). Sebenarnya, KMK RI no. 761/KMK.013/1992 sebagai dasar kewenangan dari perusahaan-perusahan yang ditetapkan dapat menerbitkan surety bond dalam pekerjaan-pekerjaan pemborongan ataupun perdagangan yang dibiayai oleh APBN dan KMK RI No. 108/KMK.01/1995 sebagai dasar wewenang penerbitan customs bond, tidak mengatur ataupun memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga penjaminan ataupun tata cara penerbitan penjaminan tersebut secara lengkap. Keputusan Menteri tersebut lebih mengingatkan dalam konsideransnya agar prinsip-prinsip penerbitan penjaminan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip usaha perasuransian berdasarkan UU No. 2 tahun 1992. Prinsip-prinsip penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam KUH Perdata. Jaminan tertulis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut lebih dikenal dengan lembaga

(3)

penjaminan/penanggungan perorangan (borgtocht) yang diatur dari mulai Pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUH Perdata. Dari Pasal 1820 ditekankan bahwa penjaminan merupakan persetujuan yang bersifat accesoir yang pelaksanaannya akan sangat bergantung kepada perjanjian pokok yang mendasari terbitnya perjanjian jaminan tersebut. Artinya, bila perjanjian pokok yang melatar belakangi terbitnya surety bond tersebut batal, maka akan mengakibatkan pula perjanjian surety bond sebagai perjanjian accesoir nya batal (1821 KUH.Perdata) Sifat accesoir tersebut sangat penting dipahami oleh perusahaan asuransi sebagai alasan penerbitan surety bond. Artinya, surety bond tidak bisa diterbitkan begitu saja atau berdiri sendiri sesuai dengan kebutuhan dari pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi, harus didasarkan oleh adanya perjanjian pokok yang sah dari kedua belah pihak berkontrak (misalnya antara pemberi kerja (boheer) dengan kontraktor dalam perjanjian pemborongan) yang membutuhkan diterbitkannya komitmen penanggungan resiko atas kemungkinan tidak dilaksanakannya prestasi kontraktor seperti yang diperjanjikan para pihak yang berkontrak dalam kontrak pemborongan tersebut. Pada dasarnya, pihak pemberi kerja (obligee/kreditur) sangat menginginkan kepastian hukum dari produk surety bond dalam hal kewajiban penanggungan kerugian harus direalisasikan sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan oleh kontraktor (principal/debitur). Sebagai contoh, adanya hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penanggung, seperti yang diatur dalam KUH Perdata. Misalnya, tentang hak agar pihak penerima jaminan (obligee) ataupun kreditur terlebih dahulu melakukan penagihan terhadap debitur utama (principal) sebelum melakukan penagihan terhadap penanggung dalam hal debitur tersebut wanprestasi. Selain itu, hak-hak istimewa penanggung lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 1430, 1831,1833,

1834,1837,1838 dan 1850 KUH Perdata adalah pasal-pasal yang tidak diinginkan oleh penerima jaminan untuk terus melekat pada perusahaan asuransi sebagai penanggung dalam memenuhi kewajiban (contigency obligation) terhadap obligee/kreditur tersebut, Dengan pengertian lain, pada saat prestasi kontraktor/principal yang dipertanggungkan kepada obligee tersebut tidak terlaksana sesuai dengan apa yang disepakati dalam perjanjian pokok, maka hanya dengan pembuktian bahwa principal tersebut telah wanprestasi, perusahaan asuransi yang menerbitkan surety bond tersebut harus telah mencairkan ganti rugi yang dijamin pembayarannya tersebut dengan segera. Hal ini tanpa terlebih dahulu mengharuskan obligee mengejar pelunasan dari principal sebagai akibat telah dikesampingkannya pasal-pasal yang mengatur hak istimewa penanggung tersebut. Kemampuan ataupun kelayakan dari si penanggung juga akan memegang peranan dari kualitas perjanjian penanggungan itu sendiri. Pasal 1827 dengan tegas mensyaratkan kelayakan dari penanggung sebagai berikut: “Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung, harus memajukan seorang yang mempunyai kecakapan untuk mengikatkan dirinya yang cukup mampu untuk memenuhi perikatannya, dan yang berdiam di wilayah Indonesia.” Dalam hal si penanggung adalah perorangan pribadi ataupun perusahaan biasa, maka performance dari calon penanggung tersebut akan sangat sulit untuk dipastikan. Seorang kreditur ataupun penerima perjanjian penjaminan tersebut akan sangat bergantung pada reputasi si penjamin ataupun bila adanya jaminan pihak lain terhadap penjamin tersebut. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 1823 (2) KUH Perdata. Dalam prakteknya, si penerima penjaminan tersebut dapat saja meminta jaminan kebendaan dari si penanggung atas kesediaannya menjadi penjamin pelaksanaan prestasi dari pihak debitur tersebut. Dalam

(4)

hal penerbitan surety bond, kecakapan dan kemampuan dari perusahaan asuransi yang menerbitkan produk jasa penjaminan tersebut akan sangat menentukan kualitas ataupun kepercayaan dari pihak penerima surety bond. Oleh karena itu, Menteri Keuangan sebagai pengawas dan pembina dari industri perasuransian berdasarkan UU. No.2 tahun 1992, tidak memberikan ke we na ng an pa da s e mua pe rus a ha an asuransi untuk dapat menerbitkan surety bond. Tampaknya, pemerintah hanya masih akan memberikan wewenang untuk dua puluh perusahaan asuransi sampai saat ini. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/ hol4016/isurety-bondi-dan kepastian-hukum penjaminan-di-indonesia(23 Agustus 2015 pukul 16.00)

Namun pada keyataannya surety bond mempunyai permasalahan, hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang menyimpang dalam ketentuan surety bond yang pada dasarnya harus mengacu pada ketentuan yang terdapat pada asuransi, karena surety bond ini merupakan produk asuransi. Adapun ketentuan yang menyimpang yaitu jika dilihat dari pihak pada surety bond itu sendiri melibatkan tiga pihak yaitu : Obligee, Principal dan Surety Company, namun surety bond ini berbeda dengan asuransi yang hanya memiliki dua pihak yaitu: tertanggung dan penanggung, padahal surety bond termasuk dalan suatu produk dari asuransi yang berarti surety bond itu sendiri harus mengikuti prinsip dasar yang berlaku pada asuransi.

Dari salah satu pemasalahan diatas, mengenai perbedaan pihak dalam asuransi dan pihak dalam surety bond, adalah dibidang asas subrogasi asuransi pada surety bond, subrogasi asuransi menurut Pasal 284 KUHD menyebutkan “seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dengan segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan

dengan penerbitan kerugian tersebut, dan tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang-orang ketiga itu”, menurut pasal tersebut subrogasi pada dasarnya adalah pihak penanggung menggantikan kedudukan pihak penanggung untuk menagih pihak ketiga yang menerbitkan kerugian tersebut. Dalam perjanjian surety bond pihak surety harus mengganti kerugian berdasarkan surety bond kepada pihak obligee maka kemudian ia dapat menuntut principal sebagai penanggung jawab yang utama dalam perjanjian. Hal ini bertentangan dengan sifat pertanggungan (asuransi), yang mewajibkan penanggung untuk membayar ganti rugi sesuai dengan persyaratan-persyaratan polis tanpa hak menuntut kembali kepada pihak-pihak lain di dalam kontrak.

B. Perjanjian Jaminan

Surety bond merupakan suatu perjanjian antara rekanan dengan surety, dalam hal ini surety/bonding adalah Pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran jika terjadi klaim apabila timbul kerugian pada proyek yang dilaksanakan oleh pemborong terhadap pekerjaan dari pemilik proyek, apabila ditinjau dari segi perjanjian yang lain bahwa bentuk perjanjian seperti itu bertindak sebagai penjamin terhadap debitur untuk menanggung kreditur ( yang berpiutang), Sesuai dengan ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata mengatakan ; “ Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan siberpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya siberhutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”,Maksudnya Bahwa pihak penjamin tidak ada batasan biasanya melalui badan hukum maupun perseroan lain. (Fernando.J.N.H : Peranan dan kedudukan surety bond Sebagai Lembaga jaminan dalam Pemborong Bangunan 2002,USU e- Repository2008).

(5)

Oleh karena itu yang menjadi subjek dalam perjanjian adalah pihak ketiga sebagai penjamin/borgtocht yang diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata dan di dalam Jasa Raharja tidak dibatasi secara limita, sehinga subjek dari pada surety bond yaitu :

1. Badan hukum (Rechtspersoon) 2. Perorangan

Bentuk Perjanjian surety bond itu sendiri tidak ada keterbatasan menjadi subjek dari surety bond, akan tetapi perjanjian itu adalah suatu sarana kepercayaan yang pada mulanya dipergunakan untuk menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban usaha berdasarkan suatu perjanjian pemberian jaminan seseorang menjadi bertanggung jawab melindungi pihak ketiga untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan kelalaian pihak kedua di dalam memenuhi perikatannya.

Menurut Keputusan Presiden No.18 Tahun 2000 dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa Pengadaan Barang/jasa adalah usaha atau kegiatan pengadaan barang/jasa yang diperlukan oleh Instansi Pemerintah yang meliputi ; Pengadaan barang, Jasa Pemborongan, Jasa Konsultasi dan Jasa lainnya.(Keppres RI No18 tahun 2000, Warta Perundang-undangan, LKBN Antara, Jakarta,2000,hlm2), perjanjian pemberi jaminan/surety bond bersifat suatu perjanjian tambahan ( accessoir) terhadap suatu perjanjian pokok pihak ketiga (oblige) dan pihak yang lain (principal).

Dasar hukum Penerbitan surety bond terda pat di da lam KM K R I n o. 76 1/ KMK.013/1992 sebagai dasar kewenangan dari perusahaan-perusahan yang ditetapkan dapat menerbitkan surety bond dalam pekerjaan-pekerjaan pemborongan ataupun perdagangan yang dibiayai oleh APBN dan KMK RI No. 108/KMK.01/1995 sebagai dasar wewenang penerbitan customs bond, tid ak me nga tur a ta upu n me mbe rika n penjelasan tentang prinsip-prinsip yang

dianut oleh lembaga penjaminan ataupun tata cara penerbitan penjaminan tersebut secara lengkap. Keputusan Menteri tersebut lebih mengingatkan dalam konsideransnya agar prinsip-prinsip penerbitan penjaminan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip usaha perasuransian berdasarkan UU No. 2 tahun 1992. Prinsip-prinsip penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam KUH Perdata. Jaminan tertulis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut lebih dikenal dengan lembaga penjaminan/penanggungan perorangan (borgtocht) yang diatur dari mulai Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 yang diterangkan oleh Pasal 1820 ditekankan bahwa penjaminan merupakan persetujuan yang bersifat accesoir yang pelaksanaannya akan sangat bergantung kepada perjanjian pokok yang mendasari terbitnya perjanjian jaminan tersebut. Artinya, bila perjanjian pokok yang melatar belakangi terbitnya surety bond tersebut batal, maka akan mengakibatkan pula perjanjian surety bond sebagai perjanjian accesoir nya batal (1821 KUH.Perdata). (http://www.hukumonline.com) .surety bond ini dikeluarkan oleh Perusahaan asuransi sebagai Jaminan untuk Pembangunan Khusus nya di sektor bangunan. surety bond adalah suatu bentuk penjaminan yang biasanya pihak obligee (pemilik pekerjaan/proyek) meminta Surat Jaminan atau surety bond dari principal (kontraktor/pemborong) dengan maksud untuk menyatakan kesungguhan principal dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai kontrak/perjanjian yang telah disepakati. Jaminan itu diberikan oleh Penjamin (surety) yang diterbitkan oleh Lembaga Keuangan Non Bank yaitu Perusahaan Asuransi yang memiliki program surety bond. Surety bond merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok (kontrak/perjanjian) antara principal dan obligee, yang menyebutkan apabila principal gagal atau tidak dapat

(6)

memenuhi kewajibannya terhadap obligee maka surety akan membayar kepada obligee kerugian yang diderita dengan maksimal sebesar nilai surety bond.( http://suretybond10. blogspot.com/)

Di sinilah Lembaga jaminan dibutuhkan untuk menerbitkan surety bond dimana Jaminan tersebut akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak asuransi selaku penjamin (surety) terhadap pihak penerima jaminan (obligee/kreditur) sebagai konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin (principal/debitur) tersebut. Kesuksesan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk penjaminan atau penanggungan tersebut akan sangat ditentukan oleh kepastian pembayaran oleh pihak asuransi itu sendiri sebagai guarantor atau yang lebih dikenal dengan surety, sebagai contoh, proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah, penawaran pengerjaannya kepada para kontraktor selalu dilakukan melalui tender umumnya, selalu mensyaratkan adanya jaminan dari kontraktor yang memenangkan tender tersebut terhadap kepastian dan kualitas dari pelaksanaan proyek yang dimenangkannya tersebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati, Begitu pula bila pihak pemberi kerja menyepakati untuk terlebih dahulu memberikan uang muka kepada kontraktor dalam memulai pekerjaaannya, Pada dasarnya pemberi kerja akan berupaya semaksimal mungkin untuk memproteksi dirinya terhadap resiko kerugian bila kontraktor yang telah menerima uang muka tersebut ternyata tidak melaksanakan pengerjaan proyek tersebut seperti yang telah disepakati, contoh seperti ini tidak saja melulu dilakukan dalam pekerjaan pemborongan yang sering menggunakan bentuk-bentuk jaminan seperti tender bond, advance payment bond, performance bond, maintenance bond, tapi juga sebagai jaminan kewajiban importir atas pembayaran pungutan negara atas impor yang terutang (customs bond). Jika di bandingkan

dengan bank guarantee, penjaminan atapun garansi yang dikeluarkan oleh lembaga p er ba n k an , pe n gg u na a n su re ty bo n d tampaknya kalah populer dalam masyarakat dunia usaha. Banyak pihak, terutama investor asing, yang belum menunjukkan keyakinan terhadap kepastian penjaminan dengan menggunakan produk asuransi tersebut. Bila dikaji lebih dalam, respons positif yang belum begitu kuat muncul dari kalangan pelaku usaha terhadap penggunaan surety bond tidak selalu disebabkan karena belum gencarnya sosialisasi ataupun pengiklanan produk penjaminan tersebut oleh kalangan asuransi di masyarakat.( http://www.hukumonline.com)

C. Lembaga Asuransi sebagai Lembaga

Jaminan

Surety Bond

Dalam dunia asuransi di indonesia, diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 ayat 22 yaitu Pemegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain. Ayat 23 yaitu Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi atau perjanjian reasuransi. Jadi dalam asuransi ada dua pihak yaitu penjamin dan penanggung, Surety bond merupakan suatu produk inovatif perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi resiko kerugian yang mungkin dapat dialami oleh salah satu pihak atas kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati oleh mereka. Jaminan tertulis tersebut akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak asuransi selaku penjamin (surety) terhadap pihak penerima jaminan (obligee/kreditur)

(7)

sebagai konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin (principal/debitur) tersebut. Kesuksesan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk penjaminan atau penanggungan tersebut akan sangat ditentukan oleh kepastian pembayaran oleh pihak asuransi itu sendiri sebagai guarantor atau yang lebih dikenal dengan surety.

Sebagai contoh, proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah, penawaran pengerjaannya kepada para kontraktor selalu dilakukan melalui tender. Umumnya, selalu mensyaratkan adanya jaminan dari kontraktor yang memenangkan tender tersebut terhadap kepastian dan kualitas dari pelaksanaan proyek yang dimenangkannya tersebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Begitu pula bila pihak pemberi kerja menyepakati untuk terlebih dahulu memberikan uang muka kepada kontraktor dalam memulai pekerjaaannya. Umumnya, pemberi kerja akan berupaya semaksimal mungkin untuk memproteksi dirinya terhadap resiko kerugian bila kontraktor yang telah menerima uang muka tersebut ternyata tidak melaksanakan pengerjaan proyek tersebut seperti yang telah disepakati. Contoh di atas, tidak saja dilakukan dalam pekerjaan pemborongan yang sering menggunakan bentuk-bentuk jaminan seperti tender bond, advance payment bond, performance bond, maintenance bond, tapi juga sebagai jaminan kewajiban importir atas pembayaran pungutan negara atas impor yang terutang (customs bond).

Dibandingkan dengan bank guarantee, penjaminan atapun garansi yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan, penggunaan surety bond tampaknya kalah populer dalam masyarakat dunia usaha. Banyak pihak, terutama inve stor as ing, yang belum menunjukkan keyakinan terhadap kepastian penjaminan dengan menggunakan produk asuransi tersebut. Bila dikaji lebih dalam, respons positif yang belum begitu kuat muncul dari kalangan pelaku usaha

terhadap penggunaan surety bond tidak selalu disebabkan karena belum gencarnya sosialisasi ataupun pengiklanan produk penjaminan tersebut oleh kalangan asuransi di masyarakat. Akan tetapi, lebih disebabkan oleh beberapa kasus ketidakpastian penyelesaian klaim surety bond itu sendiri. menurut pendapat Mochtar Kusumaadmadja dan Djojo muljadi yang dikuti Sri Soedewi “ Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa. Sehinga terhadap bidang hukum yang demikian tidak ada keberatannya untuk diatur dengan segera. Hukum jaminan tergolong bidang hukum yang akhir-akhir ini secara popular disebut The Economic Law ( Hukum Ekonomi), Wiertschaftrecht atau Droid Economique yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya. Sehinga bidang hukum demikian pengaturannya dalam Undang-undang perlu diprioritaskan(Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, Cetakan IV, 1975, hlm. 56). Dengan adanya surat jaminan tersebut maka kontrak atau perjanjian yang akan diadakan tersebut antara surety sebagai pihak penjamin dengan pihak kontraktor akan berkekuatan hukum dan sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya, sehingga bila terjadi wanprestasi salah satu pihak dapat melakukan penuntutan.

Dalam banyak kasus, pencairan surety bond tersebut sering sekali sangat bergantung kepada pernyataan bersalah dari pihak yang dijamin (principal). Padahal belum tentu pihak tersebut dapat secara gentlemen mengakui kesalahannya. Adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pencairan surety bond tersebut membuat pasar tidak begitu baik menyerap inovasi produk penjaminan yang diterbitkan asuransi tersebut.

Menteri Keuangan sebagai pengawas dan pembina usaha perasuransian di Indonesia,

(8)

dari awal-awal sebenarnya telah menyadari bahwa konsekuensi hukum dari penerbitan surety bond tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, ijin untuk menerbitkan surety bond dibatasi secara ketat. Dan malah pada awalnya, Kepres No. 14A Tahun 1980 hanya diberikan pada PT Persero Asuransi Jasa Raharja.

Dalam perkembangannya, ijin penerbitan tersebut melalui Keputusan Menteri Keuangan RI (KMK RI) No:761/KMK..013/1992 diperluas kepada 20 perusahaan asuransi. Kemudian berdasarkan Surat Direktur Asuransi No. s.2272/DK/2001 tanggal 16 Mei 2001 yang ditujukan ke Pertamina, ada 22 perusahaan asuransi yang berhak untuk menerbitkan surety bond. Sementara untuk penerbitan surety bond sebagai penjaminan pembayaran kewajiban importir terhadap bea impor yang terutang pada negara (custom bond), Menteri Keuangan, berdasarkan KMKNno.108/ KMK.01/1995, hanya memberikan ijin pada 15 perusahaan asuransi. Artinya, tidak semua perusahaan asuransi yang diperbolehkan oleh KMK RI No.761/KMK.013/1992 untuk menerbitkan surety bond, dapat menerbitkan surety bond untuk garansi pembayaran bea impor yang terutang (customs bond). (http:// www.hukumonline.com/isurety-bondi-dan-kepastian-hukum-penjaminan-di-indonesia-)

D. Pengertian dan dasar hukum

surety

bond

Terdapat berbagai permasalahan yang sedemikian kompleks dalam bisnis surety bond di Indonesia, namun dari sedemikian banyak permasalahan yang sering muncul ke permukaan adalah masalah bentuk penjaminan conditional dan unconditional yang sangat berdampak kepada proses penyelesaian klaim penjaminan oleh Perusahaan Asuransi. Sebelumnya di pasar ada kesan yang cukup kuat bahwa produk penjaminan surety bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi lebih cenderung mengacu kepada bentuk conditional sedangkan bentuk penjaminan

dari Perusahaan Perbankan lebih mengacu kepada bentuk unconditional. Namun hal ini tidak bertahan lama sejak pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah yang mewajibkan penjaminan dalam bentuk unconditional. Sehingga saat ini hampir semua surety bond yang dijual oleh perusahaan as urans i tela h banyak yang mengacu kepada perinsip unconditional seperti yang diperlakukan oleh pihak perbankan, bahkan beberapa perusahaan asuransi sudah mulai mengeluarkan produk yang terkait dengan bank garansi yaitu produk kontra garansi bank yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi. 1. Pengertian surety bond

Surety bond adalah suatu bentuk penjaminan yang biasanya pihak obligee (pemilik pekerjaan/proyek) meminta Surat Jaminan atau surety bond dari principal (kontraktor/pemborong) dengan maksud untuk menyatakan kesungguhan principal dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai kontrak/perjanjian yang telah disepakati. Jaminan itu diberikan oleh Penjamin (surety) yang diterbitkan oleh Lembaga Keuangan Non Bank yaitu Perusahaan Asuransi yang memiliki program surety bond.

Surety bond merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok (kontrak/perjanjian) antara principal dan obligee, yang menyebutkan apabila principal gagal atau tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap obligee maka surety akan membayar kepada obligee kerugian yang diderita dengan maksimal sebesar nilai surety bond.

P e r i k a t a n d a l a m s u re t y b o n d adalah tanggung renteng atau tanggung menanggung dimana pihak penjamin (surety) akan membayar kerugian

(9)

dengan uang tunai apabila telah jelas adanya kerugian dan untuk itu telah ada tuntutan klaim. Disisi lain principal dengan adanya Persetujuan Ganti Rugi kepada Surety (Indemnity Agreement) akan membayar kembali kepada Surety yaitu jumlah kerugian ya ng telah dibayarkan oleh surety kepada obligee. J a m i n a n h a n y a a k a n d i c a i r k a n setelah diketahui sebab-sebab dari p en c ai ra n t e rs e bu t d a n P en ja m in h a n y a w a j i b m e n g g a n t i s e b e s a r kerugian yang diderita oleh obligee. Surety Bond bersifat Conditional Bond (Jaminan Bersyarat) karena penerbitan yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi berbeda dengan Bank Garansi yang memiliki hak istimewa tanpa meminta agunan. Hal ini dimungkinkan karena Perusahaan Asuransi sebagai Penjamin dapat melakukan perjanjian ganti rugi kepada principal. Perjanjian ganti rugi tersebut ditandatangani oleh principal bersama Indemnitornya sebelum atau pada saat diterbitkan jaminan. Hal tersebut dimaksudkan bahwa setiap pencairan jaminan yang dibayarkan kepada obligee harus dipertanggung jawabkan kepada semua pihak dan atas dasar itulah maka pincipal dan Indemnitornya bersedia membayar kembali pencairan yang telah dilaksanakan.

Hal-hal yang perlu diteliti sebagai dasar penentuan pencairan jaminan adalah:

dilaksanakannya perjanjian. pihak

dilaksanakan. pihak obligee.

Sedangkan Unconditional Bond (Jaminan Tanpa Syarat), Jaminan akan

dicairkan apabila ketentuan dalam kontrak tidak dipenuhi tanpa harus membuktikan kegagalan (Loss Situation). Jaminan ini biasanya diberikan oleh pihak Perbankan kepada nasabahnya (Bank Garansi). Dalam pemberian jaminan, Bank pada umumnya meminta agunan yang cukup sebagai pendukung jaminan. Selain itu juga masih diminta setoran jaminan uang tunai (kolateral) dalam jumlah tertentu yang harus disimpan di Bank tersebut tanpa bunga dan baru dapat dicairkan setelah Bank Garansi berakhir.

Jaminan yang digolongkan dalam Surety Bond adalah sebagai berikut: a. Jaminan Penawaran (bid bond) Jaminan yang diterbitkan oleh Surety

company untuk menjamin obligee bahwa principal pemegang bid bond telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh obligee untuk mengikuti pelelangan tersebut dan apabila Principal memenangkan pelelangan maka akan sanggup untuk menutup Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan dengan obligee. Apabila tidak maka Surety company akan membayar kerugian kepada obligee sebesar selisih antara penawaran Principal yang terendah dengan prin cip al t ere nda h b erik utny a maksimum sebesar nilai jaminan. b. Jaminan Pelaksanaan (performance

bond)

Jaminan yang telah diterbitkan oleh Surety company untuk menjamin oblige e bahw a principa l aka n dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh obligee sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak pekerjaan. c. Jaminan Pembayaran Uang Muka

(advance payment bond)

Jaminan yang diterbitkan oleh Surety company untuk menjamin obligee

(10)

bahwa principal akan sanggup mengembalikan uang muka yang telah diterimanya dari obligee sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak, dengan maksud untuk mempelancar pembiayaan proyek.

Apabila pada saat jatuh tempo, pembayaran uang muka tersebut belum dikembalikan oleh principal, maka Jaminan Uang Muka dapat d i p e r p a n j a n g s e s u a i d e n g a n kesepakatan antara obligee dan Principal.

d. Jaminan Pemeliharaan (maintenance bond)

Jaminan yang diterbitkan oleh Surety company untuk menjamin obligee bahwa principal akan sanggup untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan pekerjaan setelah pelaksa-naan pekerjaan selesai sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak.

A p a b i l a p r i n c i p a l g a g a l memperbaiki kerusakan-kerusakan dan/atau kekurangan maka Surety company akan mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan maksimum sebesar nilai jaminan. (http://s ure tybond10. blogspot.com/)

2. Dasar hukum penerbitan surety bond Sebenarnya, KMK RI no. 761/ KMK.013/1992 sebagai dasar kewenangan dari perusahaan-perusahan yang ditetapkan dapat menerbitkan surety bond dalam pekerjaan-pekerjaan pemborongan ataupun perdagangan yang dibiayai oleh APBN dan KMK RI No. 108/KMK.01/1995 sebagai dasar wewenang penerbitan customs bond, tidak mengatur ataupun memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga penjaminan ataupun tata cara penerbitan penjaminan tersebut

secara lengkap. Keputusan Menteri tersebut lebih mengingatkan dalam konsideransnya agar prinsip-prinsip penerbitan penjaminan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip usaha perasuransian berdasarkan UU No. 2 tahun 1992. Prinsip-prinsip penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam KUH Perdata. Jaminan tertulis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut lebih dikenal dengan lembaga penjaminan/ penanggungan perorangan (borgtocht) yang diatur dari mulai Pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUH Perdata.

Dari definisi penanggungan yang diterangkan oleh Pasal 1820 ditekankan b a h w a p e n j a m i n a n m e r u p a k a n persetujuan yang bersifat accesoir yang pelaksanaannya akan sangat bergantung kepada perjanjian pokok yang mendasari terbitnya perjanjian jaminan tersebut. Artinya, bila perjanjian pokok yang melatarbelakangi terbitnya surety bond tersebut batal, maka akan mengakibatkan pula perjanjian surety bond sebagai perjanjian accesoir nya batal (1821 KUH.Perdata) Sifat accesoir tersebut sangat penting dipahami oleh perusahaan asuransi sebagai alasan penerbitan surety bond. Artinya, surety bond tidak bisa diterbitkan begitu saja atau berdiri sendiri sesuai dengan kebutuhan dari pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi, harus didasarkan oleh adanya perjanjian pokok yang sah dari kedua belah pihak berkontrak (misalnya antara pemberi kerja (boheer) dengan kontraktor dalam perjanjian pemborongan) yang membutuhkan diterbitkannya komitmen penanggungan resiko atas kemungkinan tidak dilaksanakannya prestasi kontraktor seperti yang diperjanjikan para pihak yang berkontrak dalam kontrak pemborongan tersebut.

(11)

Pada dasarnya, pihak pemberi kerja (obligee/kreditur) sangat menginginkan kepastian hukum dari produk surety bond dalam hal kewajiban penanggungan kerugian harus direalisasikan sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan oleh kontraktor (principal/debitur). Sebagai contoh, adanya hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penanggung, seperti yang diatur dalam KUH Perdata. Misalnya, tentang hak agar pihak penerima jaminan (obligee) ataupun kreditur terlebih dahulu melakukan penagihan terhadap debitur utama (principal) sebelum melakukan penagihan terhadap penanggung dalam hal debitur tersebut wanprestasi. Selain itu, hak-hak istimewa penanggung lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 1430, 1831,1833, 1834,1837,1838 dan 1850 KUH Perdata adalah pasal-pasal yang tidak diinginkan oleh penerima jaminan untuk terus melekat pada perusahaan asuransi sebagai penanggung dalam me menu hi k ewa jiba n (co ntige nc y obligation) terhadap obligee/kreditur tersebut.

Dengan pengertian lain, pada saat prestasi kontraktor/principal yang dipertanggungkan kepada obligee tersebut tidak terlaksana sesuai dengan apa yang disepakati dalam perjanjian pokok, maka hanya dengan pembuktian bahwa principal tersebut telah wanprestasi, perusahaan asuransi yang menerbitkan surety bond tersebut harus telah mencairkan ganti rugi yang dijamin pembayarannya tersebut dengan segera. Hal ini tanpa terlebih dahulu mengharuskan obligee mengejar pelunasan dari principal sebagai akibat telah dikesampingkannya pasal-pasal yang mengatur hak istimewa penanggung tersebut. Kemampuan ataupun kelayakan dari si penanggung juga akan memegang p e r a n a n d a r i k ua l it a s p e r j a n j i a n penanggungan itu sendiri. Pasal 1827

dengan tegas mensyaratkan kelayakan dari penanggung sebagai berikut: “Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung, harus memajukan seorang yang mempunyai kecakapan untuk mengikatkan dirinya yang cukup mampu untuk memenuhi perikatannya, dan yang berdiam diwilayah Indonesia.” Dalam hal si penanggung adalah perorangan pribadi ataupun perusahaan biasa, maka performance dari calon penanggung tersebut akan sangat sulit untuk dipastikan. Seorang kreditur ataupun penerima perjanjian penjaminan tersebut akan sangat bergantung pada reputasi si penjamin ataupun bila adanya jaminan pihak lain terhadap penjamin tersebut. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 1823 (2) KUH Perdata. Dan dalam prakteknya, si penerima penjaminan tersebut dapat saja meminta jaminan kebendaan dari si penanggung atas kesediaannya menjadi penjamin pelaksanaan prestasi dari pihak debitur tersebut.

Tampaknya, pemerintah hanya masih akan memberikan wewenang untuk dua puluh perusahaan asuransi sampai saat ini. Dalam menerbitkan costoms bond masih hanya dapat dilakukan oleh lima belas perusahaan asuransi. Itu pun dengan tegas diatur dalam Pasal 2 KMK RI no. 108/ KMK.01/1995 tgl. 13 Maret 1995 bahwa wewenang untuk menerbitkan customs bond yang diberikan kepada kelima belas perusahaan masih dapat diubah atau ditinjau kembali berdasarkan penilaian batas tingkat solvabilitas dan kemampuan pengelolaan teknis dalam penerbitan customs bond. Akan tetapi, tidak berarti diberikannya hak untuk menerbitkan surety bond hanya pada perusahaan asuransi yang telah terseleksi seperti yang ditegaskan oleh KMK tersebut membuat permasalahaan surety bond telah habis. Terbukti keengganan banyak kontraktor,

(12)

kreditur ataupun investor, khususnya investor asing, terhadap kepastian penjaminan yang ditawarkan oleh surety bond tersebut mengharuskan pihak perasuransian melihat ada permasalahaan perusahaan asuransi tersebut. (http:// www.hukumonline.com/berita/baca/ hol4016/isurety-bondi-dan-kepastian-hukum-penjaminan-di-indonesia-)

E. Peranan Notaris

Tentang notaris Indonesia diatur didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 2 Tahun 2014, di jelaskan bahwa notaris adalah: “ Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya’’. Apabila kita lihat dari ketentuan tersebut diatas, dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum, artinya orang yang diangkat untuk bertugas menjalankan jabatan-jabatannya untuk melayani kepen-tingan umum (publik) dan tidak di bayar oleh negara. Notaris merupakan pejabat yang mempunyai spesialisasi tersendiri, karena ia merupakan pejabat negara yang melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dalam bidang hukum perdata.

Tugas pokok dari notaris adalah membuat akta-akta otentik yang menurut Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berfungsi sebagai alat pembuktian yang mutlak. Dalam arti bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting bagi siapa saja yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan usaha.

Peran Notaris membuat akta menyangkut perjanjian jaminan surety bond, agar masing-masing pihak mengerti hak dan kewajibannya. U ntu k te rc ap a i ke s ei mba n ga n da la m pelaksanaannya. Pihak perusahaan penjamin diharapkan juga meningkatkan sumber daya manusianya terutama kemampuan tehnik, untuk menghadapi kemungkinan terburuk jika terjadi wanprestasi. Pihak perusahaan penjamin dan principal, dalam merealisasikan kesepakatannya dalam suatu bentuk perjanjian tertulis, dimasa yang akan datang diharapkan lebih mengoptimalkan peranan notaris, sebagai pejabat yang ditunjuk oleh negara, untuk lebih memberikan kekuatan hukum yang tegas apabila terjadi wanprestasi nantinya. Yang harus diperhatikan Notaris dalam pembuatan akta yaitu menjaga keotentikan akta tersebut sehinga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dikemudian hari, sebelum membuat akta Notaris harus melakukan pengecekan keaslian-keaslian dokumen dari suatu lembaga yang menerbitkan surety bond tersebut agar didalam membuat perjanjian tertulis dapat dipertanggung jawabkan dikemudian hari.

N o ta r is m e ru p a ka n p e ja b a t y a n g mempunyai spesialisasi tersendiri, karena ia merupakan pejabat Negara yang melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dalam bidang hukum perdata. Definisi dari akta otentik yang diberikan oleh Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris menyebutkan: “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”.

F. Penutup

Perkembangan surety bond di Indonesia sebagai sebuah produk yang memberikan penjaminan atas gagalnya suatu transaksi / proyek memang masih lekat dengan

(13)

kendala-kendala keberadaan surety bond itu sendiri. Berbeda dengan negara barat yang telah memiliki sarana kelembagaan dan kekuatan ekonomi serta politik yang kuat. Namun demikian Perusahaan Asuransi di Indonesia bukan tidak memiliki kekurangan, penerapan surety bond bagi lembaga asuransi memiliki permasalahan yang tidak singkron dengan asas surety bond, dimana para pihak didalam asuransi ada dua yaitu penanggung dan tertanggung, sedangkan dalam surety bond ada 3 pihak yaitu penanggung, tertanggung dan pihak ketiga. Akan tetapi, lembaga asuransi harus selalu optimis mengingat potensi pasar produk surety bond adalah sangat luas mengingat secara konsep penjaminan, produk surety bond akan selalu dibutuhkan oleh para principal dan obligee dalam memberikan rasa aman dalam melaksanakan proyeknya.

Daftar Pustaka

Buku-buku:

M. Suarman Sastrawidjaya Endang. 1983. h u k u m A su r a n s i, Pe rl i n d u n g a n Tertanggung Asuransi Deposito, Usaha Perasuransia. Jakarta : Djambatan. Fernando.J.N.H. 2008. Peranan dan kedudukan

surety bond Sebagai Lembaga jaminan dalam Pemborong Bangunan 2002,USU e- Repository.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. 1975. Hukum Benda. Yogyakarta : Liberty.

Keppres RI No18 tahun 2000, tentang Ketentuan pedoman pelaksanaan peng adaan barang/jasa in stansi pemerintah.

Undang-Undang

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.

Referensi Internet:

http://www.stacoinsurance.com/product/ surety-bond.html ( 23 agustus 2015 pukul 15.00) http://www.hukumonline.com/berita/baca/ hol4016/isurety-bondi-dan kepastian-hukum penjaminan-di-indonesia(23 Agustus 2015 pukul 16.00) http://suretybond10.blogspot.com (20 Agustus 2015 pukul 10.00)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Pengembangan Kawasan Wisata Colo ini dimaksudkan sebagai usaha menata kembali unsur-unsur yang sudah ada dan mengembangkannya dengan fasilitas-fasilitas pendukung, sehingga

Menimbang, bahwa terhadap Permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah menyampaikan jawaban lisan yang pada pokoknya benar mengakui dan membenarkan telah

Berdasarkan data hasil belajar peserta didik baik yang ada di kelas kontrol maupun kelas ekspeerimen, dapat disimpulkan bahwa: (1)Terdapat pengaruh dari penggunaan metode permainan

dilakukan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh variabel yang lain.” alasan pemilihan metode eksperimen dalam

Terbukti dari hasil FGD dan wawancara terhadap 14 (empat belas) orang pemustaka, menyatakan yaitu 10 (sepuluh) orang pengguna perpustakaan mengatakan pustakawan/ petugas

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran menytusun keterampilan menyusun teks eksplanasi adalah dengan menggunakan modelCooperative