• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014

TENTANG TENAGA KESEHATAN

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PRESIDEN

(VI)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan [Pasal 1 angka 1 dan angka 6, Pasal 11 ayat (1) huruf a dan huruf m, ayat (2), dan ayat (14), Pasal 12, Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 90 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 94] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)

2. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), dkk

ACARA

Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Presiden (VI) Senin, 12 Oktober 2015, Pukul 11.16 – 12.30 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)

2) Anwar Usman (Anggota)

3) Aswanto (Anggota)

4) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

5) Maria Farida Indrati (Anggota)

6) Patrialis Akbar (Anggota)

7) Wahiduddin Adams (Anggota)

8) Suhartoyo (Anggota)

9) Manahan MP Sitompul (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Zaenal Abidin 2. Sukman T. Putra 3. Latief Mooduto 4. Hardi Yusra 5. Bambang Supriyatno

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Muhammad Joni

2. Zulchaina Tanamas

C. Ahli dari Pemohon:

1. Dian Puji Simatupang

D. Saksi dari Pemohon:

1. Sundoyo E. Pemerintah: 1. Budi Irawan 2. Nasrudin 3. Rulita 4. Zamora Bardah

(4)

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 82/PUU-XIII Tahun 2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

Pemohon, hadir lengkap? Pak Dr. Muh. Joni ini. Silakan.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi untuk kita sekalian.

Atas perkenan Yang Mulia, kami ingin melaporkan yang hadir hari ini adalah saya sendiri Muhammad Joni, S.H., M.H., Advokat. Zulchaina Tanamas, S.H., Advokat. Dan pada hari ini juga dihadiri oleh Pemohon Prinsipal, dalam hal ini dihadiri oleh dr. Zaenal Abidin, M.H., selaku Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Kemudian, dihadiri oleh dari Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia, Prof. Dr. drg. Latief Mooduto, MS, SpKG. Dihadiri juga oleh Konsil Kedokteran Indonesia, Ketua Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpAK. Kemudian Dr. dr. Sukman T. Putra, SpA(K). Dan dihadiri juga oleh para mantan Ketua KKI pertama, kedua, dan ketiga. Hadir di sini juga dr. Hardi Yusra, Dr. dr. SpOG, MARS.

Bapak Ketua Sidang yang kami hormati. Hadir juga dari kalangan KKI, PBID, dan PDGI. Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, yang hadir siapa? Saya persilakan.

4. PEMERINTAH: NASRUDIN

Terima kasih, Yang Mulia. Hadir dari Pemerintah mewakili Presiden. Dari sebelah kanan saya, Bapak Zamora Bardah dan Pak Budi Irawan dari Kementerian Kesehatan. Dan saya sendiri Nasrudin dan Ibu Rulita dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.16 WIB

(5)

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Agenda kita pada pagi hari ini adalah mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi dari Presiden. Sudah hadir Pak Dr. Dian Puji, kemudian untuk Saksi Pak Sundoyo. Saya persilakan untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Semuanya beragama Islam, jadi sumpah menurut Agama Islam.

Saya persilakan Yang Mulia Dr. Wahiduddin.

6. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Ini ya untuk Ahli, ikuti lafal yang saya ucapkan.

“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”

7. AHLI BERAGAMA ISLAM:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.

8. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Untuk Saksi. Ikuti lafal yang saya ucapkan.

“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”

9. SAKSI BERAGAMA ISLAM:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.

10. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. Silakan kembali ke tempat terlebih dahulu. Terima kasih, Yang Mulia Pak Dr. Wahiduddin.

Dari Pemerintah, Ahli dulu atau Saksi dulu?

11. PEMERINTAH: NASRUDIN

(6)

12. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ahli dulu. Saya persilakan, Pak Dian.

13. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI SIMATUPANG

Assalamualaikum wr. wb.

14. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam wr. wb.

15. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI SIMATUPANG

Yang Mulia Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang terhormat Pemohon dan Kuasanya, Pemerintah dan DPR, beserta Kuasanya. Bapak, Ibu sekalian.

Izinkan saya menyampaikan keterangan Ahli berkaitan dengan Kelembagaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan perspektif kelembagaan dan sistem hukum administrasi negara, dengan memfokuskan pada ketentuan dalam Bab V Pasal 34 sampai dengan 43. Di samping ketentuan lainnya di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 yang secara keseluruhan dari segi hukum administrasi negara.

Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi. Menurut hukum adminitrasi negara, suatu organisasi yang besar akan berjalan baik perlu dilakukan pembagian wewenang yang rasional, koordinasi yang fungsional, dan tugas yang profesional. Lazimnya pemberian wewenang koordinasi dan tugas yang luas tersebut kemudian dibagi, baik secara horizontal maupun vertikal guna memudahkan pengendalian, pembinaan, pengawasan, dan pertanggungjawabannya.

Jika organisasi yang besar tersebut ditetapkan negara dalam suatu undang-undang sebagai organisasi yang independent, dalam artian wewenang koordinasi dan tugasnya tidak diperngaruhi oleh kekuasaan negara, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, serta masyarakat sekalipun, dan keanggotaannya mewakili unsur keterwakilan unsur organisasi yang independent, maka tindakan hukum tersebut tidak termasuk ke dalam upaya mencampuri dan menurunkan harkat wibawa organisasi independent yang bersangkutan, sepanjang organisasi tersebut tetap melekat independensinya dalam menjalankan wewenang, koordinasi, dan tugasnya berdasarkan undang-undang.

Berkaitan dengan norma dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 dalam perspektif hukum administrasi negara, pembentukan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan politik hukum negara untuk membagi kerja organisasi secara horizontal melalui operative or line

(7)

activities, artinya organisasi tersebut sebagai induk dari semua konsil yang lebih khusus, sekaligus membaginya dengan pola auxiliary or housekeeping activities, artinya organisasi tersebut juga merupakan representasi dari semua kelompok tenaga kesehatan, baik tenaga dokter maupun nondokter.

Perlu dipahami pembagian dalam skema operative or line

activities atau auxiliary or housekeeping activities, organisasi tetap

berdiri sendiri sebagai suatu organisasi yang independent yang memelihara dan membina masing-masing anggotanya. Dengan demikian, pembentukan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan politik hukum negara guna mempolakan sinergitas antara konsil atau antar-organisasi profesi tenaga kesehatan. Sehingga wewenang, koordinasi, dan tugas yang bersifat antar-wewenang antar-koordinasi dan antar-tugas dapat mampu dijembatani secara sinergitas dan harmonis.

Bahwa politik hukum negara melalui organisasi sistem pengelolaan tenaga kesehatan tersebut tidak tepat apabila disebut sebagai merusak tatanan ketatanegaraan karena administrasi negara bersama-sama dengan parlemen dapat mendorong model manajemen baru dalam sistem pengelolaan tenaga kesehatan yang lebih partisipatif, serta lebih menekankan kerja sama kolegial yang bersifat koordinatif, hal demikian menjadi kewajiban hukum administrasi negara untuk menyusun suatu organisasi penyelenggaraan pemerintahan negara yang terstruktur dan efisien.

Yang Mulia Ketua dan Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi. Apabila mencermati Ketentuan Pasal 94 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014, khususnya pasal-pasal berkaitan dengan keberadaan Konsil Kedokteran Indonesia yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku apabila menggunakan penafsiran sistematis terhadap materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014. Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi tetap diakui dan dijamin keberadaannya, serta independensinya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014.

Akan tetapi, Konsil Kedokteran tetap akan ada sampai berdiri, sampai dengan kemudian terbentuknya tenaga … Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014.

Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tetap mengakui dan menjamin keberadaan Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi yang selalu terbaca dalam norma Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 dengan frasa konsil masing-masing.

Mengenai independensi masing-masing konsil Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tetap memberikan kemandirian atau tugasnya secara independent. Sehingga dengan sendirinya memiliki norma, memiliki wewenang, dan koordinasi yang independent juga. Pengaturan norma jaminan independensi dalam Pasal 34 ayat (4)

(8)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 menunjukan pemerintah dan DPR telah mendengarkan pemangku kepentingan agar masing-masing konsil tetap diakui dan dijamin keberadaannya, serta independent dalam menjalankan tugas.

Dalam hal pertanggungjawaban Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan, secara hukum administrasi negara bukanlah suatu bentuk ketidakmandirian atau intervensi. Karena tugas menteri menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara adalah membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Sehingga menteri adalah bagian dari sistem pemerintahan negara yang dipercaya presiden untuk menangani urusan pemerintahan negara tertentu.

Jika suatu pertanggungjawaban organisasi independent disampaikan kepada presiden melalui menteri, bukanlah suatu bentuk lepas tangan presiden, akan tetapi merupakan prosedur atau tata cara administrasi pertanggungjawaban, dimana kemungkinan menimbang begitu luas dan besarnya tugas presiden, maka tata cara penyampaian tanggung jawab disampaikan kepada menteri sebagai suatu prosedur administrasi.

Frasa bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri dalam

Pasal 34 ayat (5) bukanlah suatu bentuk delegasi atau mandat, tapi suatu cara atau prosedur di mana tanggung jawab Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia menggunakan menteri … menggunakan tangan Menteri Kesehatan untuk sampai kepada presiden. Dengan demikian,

pengaturan norma tersebut bukan menunjukan dia tidak

independensinya suatu organisasi atau menjadi tidak sampainya tanggung jawab tersebut kepada presiden.

Dalam hukum administrasi negara, tanggung jawab langsung atau melalui bukanlah menunjukkan independent atau tidak independensinya suatu organisasi atau jabatan. Gubernur misalnya sebagai suatu jabatan pemerintahan yang otonom bertanggung jawab kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Adanya tanggung jawab melalui menteri tersebut tidak menghapuskan otonomi daerah secara serta-merta atau mengurangi sifat keleluasaan kepala daerah dalam pengambilan keputusan dan/atau kebijakan daerah menurut karakter daerah itu sendiri.

Berkaitan dengan Ketentuan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 yang mengatur kewenangan menteri untuk memberikan keputusan atas keberatan tenaga kesehatan, hal itu bukanlah bentuk intervensi atau ketidakmandirian. Akan tetapi, suatu bentuk banding administrasi yang lazim disediakan oleh administrasi negara dalam rangka melakukan pengujian terhadap keberatan administrasi atas keputusan tata usaha negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

(9)

Adanya Ketentuan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 dalam perspektif hukum administrasi negara, sudah sangat tepat karena tenaga kesehatan berhak atas perlindungan hukum dalam bentuk banding administrasi terlebih dahulu, sehingga tidak langsung melakukan upaya hukum gugatan ke pengadilan tata usaha negara.

Mengenai kekhawatiran menteri akan melakukan bias personal dalam memutuskan banding administrasi. Hal tersebut terjawab dalam Pasal 49 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014, dimana Menteri Kesehatan akan mengeluarkan peraturan yang mengatur syarat dan prosedur pengenaan sanksi.

Dengan demikian, jika menteri mengambil keputusan tanpa syarat

dan prosedur yang telah diatur, menteri akan dihadapkan pada sanksi larangan penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 juncto Pasal 80-81, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

Yang Mulia Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi. Independensi

Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia tetap dijamin dan dijaga dalam

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014, dengan memberikan bentuk delegasi pengaturan selanjutnya dalam suatu peraturan presiden yang berkaitan dengan susunan organisasi pengangkatan, pemberhentian, serta keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 43.

Dengan demikian, tanggung jawab kepada presiden melalui menteri dapat diatur syarat dan prosedurnya dengan peraturan presiden tersebut agar tetap menjamin dan menjaga independensi Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

Di sisi lain, diberikannya Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dan sumber keuangan lainnya menurut peraturan perundangan kepada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia menunjukkan jaminan kepastian dan kedudukannya sebagai lembaga (instelling) yang menyelenggarakan aktivitas, yang dijamin undang-undang dan tetap independent sesuai dengan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014.

Mengutip Guy Benveniste dalam bukunya Bereaucracy tahun

1977, Yang Mulia. Perkembangan organisasi modern ke depan adalah organisasi yang kompleks dan diferensiatif, tetapi mengandung adanya integrasi dan artikulasi pertukaran. Maksudnya pertukaran dalam makna sebagai suatu koordinasi dan sinergitas. Organisasi induk yang independent yang secara horizontal memiliki organisasi yang diferensiatif dan tetap diakui secara independensinya.

Dalam bahasa Ermile Durkheim, yang diikuti Guy Benveniste, organisasi induk tersebut hakikatnya akan memusatkan pada fungsi koordinasi strategis, dan solidaritas organis profesi, artinya mungkin saja Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibentuk karena adanya kebutuhan solidaritas perjuangan seluruh tenaga kesehatan yang memiliki

(10)

diferensiatif tugas, tetapi saling berdampingan, saling membutuhkan, dan saling menguatkan satu sama lain, namun tetap mempertahankan eksistensi dan independensinya masing-masing, saling menghormati, dan tetap memiliki kehormatan dalam profesinya masing-masing.

Yang Mulia Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Mahkamah Konstitusi. Dengan mendasarkan uraian keterangan Ahli tadi yang saya sampaikan, dapat dikemukakan dua hal berikut ini.

Pertama. Kelembagaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia menurut hukum administrasi negara merupakan politik hukum negara untuk membagi kerja organisasi secara horizontal melalui operative or line activities, sekaligus auxiliary or housekeeping activities guna mempolakan sinergitas antar-konsil atau antar-organisasi profesi tenaga kesehatan, sehingga wewenang, kordinasi, dan tugas yang bersifat antar-wewenang, antar-koordinasi, dan antar-tugas dapat mampu dijembatani secara sinergitas, dan harmonis. Dan mungkin saja Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibentuk karena adanya kebutuhan solidaritas perjuangan seluruh tenaga kesehatan yang memiliki diferensiatif tugas, tetapi saling berdampingan, saling membutuhkan, dan saling menguatkan satu sama lain, namun tetap mempertahankan eksistensi dan independensinya masing-masing, serta tetap dihormati profesi dan kemuliaanya bagi kemanusiaan.

Kedua. Independensi atau tidak bukanlah ditentukan oleh

mekanisme pertanggung jawaban secara langsung atau melalui karena

dengan cara melalui pun tidak menunjukkan lepas tangannya presiden

atau suatu bentuk mandat atau dan delegasi.

Kata melalui, dalam Pasal 34 ayat (4), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 lebih menunjukkan cara atau mekanisme administrasi dibandingkan sebagai upaya mengurangi atau menghapuskan independensi organisasi.

Demikian keterangan Ahli yang saya sampaikan, Yang Mulia, terima kasih atas perkenaan Yang Mulia Ketua dan Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi. Wassalamualaikum wr. wb.

16. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Pak Dian. Selanjutnya Pak Sundoyo saya persilakan. Di mimbar sebelah kanan bisa.

17. SAKSI DARI PEMOHON: SUNDOYO

Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Para

Pemohon dan juga saya hormati Para Termohon, Para Hadirin, Pengunjung sidang yang saya hormati. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.

(11)

Atas perkenaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, kami ingin menyampaikan beberapa fakta selama proses pembentukan perancangan perundang-undangan Tenaga Kesehatan sampai menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan adalah didahului dengan penyusunan naskah akademik. Setelah naskah akademik selesai, maka disusunlah rancangan peraturan atau Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan di tingkat Kementerian Kesehatan yang juga melibatkan berbagai organisasi tenaga kesehatan, di antaranya adalah dihadiri oleh PB IDI, PB PDGI, dan juga KKI. Beberapa anggota IDI yang hadir pada saat itu adalah ada dr. Zaenal Abidin, ada dr. Rullyanto. Sementara dari PB PDGI adalah Paulus Yanuar dan dari KKI adalah diwakili oleh Sekretaris KKI pada saat itu, yaitu dr. Robeerth J. Pattiselamo.

Yang Mulia Hakim Konstitusi yang saya hormati. Setelah selesai pembahasan internal, lalu dilanjutkan dengan pembahasan antar-kementerian, di mana di dalam panitia antar-kementerian tersebut adalah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1502/Menkes/SK/X/2010 tentang Panitia Antar

Kementerian Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tenaga

Kesehatan. Setelah selesai dilakukan pembahasan antar-kementerian, Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk dilanjutkan pengharmonisasian.

Dalam Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan memang tidak memuat pengaturan tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Oleh karena Pemerintah mencegah terbentuknya lembaga nonstruktural yang saat itu sudah terlalu banyak. Banyak lembaga nonstruktural dibentuk untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi dari pemerintah. Lalu wakil dari Kementerian PAN-RB pada saat pembahasan harmonisasi dan juga pada saat pembahasan PAK menyatakan bahwa tugas dan fungsi pemerintah seharusnya sudah dibagi habis kepada para menteri anggota kabinet.

Oleh karena itu, KemenPAN dan RB dengan Komisi II DPR telah menyepakati untuk tidak membentuk LNS yang baru atau Lembaga Non-Struktural yang baru.

Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak mengatur keprofesian tenaga medis pada saat itu, namun tetap mengatur tentang perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan tenaga medis sebagai bagian dari tenaga kesehatan.

Yang Mulia Hakim Konstitusi yang kami hormati. Naskah Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang telah selesai diharmonisasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM, selanjutnya disampaikan kepada BPHN melalui Surat Dirjen atau Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Nomor

(12)

Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang dikirim kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional sebagai persyaratan teknis untuk rancangan undang-undang yang akan dimasukkan di dalam Prolegnas Tahun 2015.

Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang telah masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2012 disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR RI melalui Surat Presiden Nomor R-75/Pres/09/2012, tanggal 24 September 2012.

Selanjutnya, melalui Surat Menteri Sekretaris Negara Nomor B-1223/M.Sesneg/D-4/PU.00/09/2012, tanggal 24 September 2012, presiden telah menunjuk wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan bersama DPR RI, yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB, serta Menteri Hukum dan HAM.

Pada tanggal 27 November 2013 telah dilaksanakan rapat kerja untuk pertama kali dengan Komisi IX DPR RI dengan ... bersama-sama dengan Pemerintah dengan agenda pemberian penjelasan keterangan pemerintah, pandangan fraksi-fraksi, dan kesepakatan jadwal rapat pembahasan RUU tentang Tenaga Kesehatan.

Menindaklanjuti rapat tersebut, DPR RI telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah pada bulan Desember tahun 2013. Atas penyampaian DIM tersebut, maka Pemerintah mempersiapkan pembahasan DIM RUU Tenaga Kesehatan yang dibuat oleh DPR RI dan telah dilakukan beberapa kali pembahasan internal Pemerintah yang melibatkan seluruh wakil Pemerintah yang telah ditunjuk dalam Ampres, yaitu dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2013, tanggal 8 Januari 2014, tanggal 5 Januari 2014, tanggal 17 Januari 2014, tanggal 21 Januari 2014, tanggal 12 Januari 2014, dan tanggal 13 Februari 2014.

Pada tanggal 17 Februari 2014 telah dilaksanakan pembahasan RUU tentang Tenaga Kesehatan pada Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Pemerintah. Dalam rapat tersebut, telah disepakati beberapa hal DIM yang sama, langsung disepakati di Komisi IX dengan Pemerintah yang selanjutnya yang masih muncul perbedaan diserahkan atau dilanjutkan rapat di Panitia Kerja atau Panja.

Untuk mempersiapkan pembahasan Panja, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 094/Menkes/SK/III/2014 telah dibentuk Panitia Kerja Pemerintah Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan. Rapat Panja sebanyak 6 kali dilakukan, yaitu pada tanggal 7 Juli 2014, pada tanggal 12 Juni 2014, tanggal 18 Agustus 2014, tanggal 27 Agustus 2014, tanggal 28 Agustus 2014, dan yang terakhir adalah tanggal 29 Agustus 2014. Yang selanjutnya dilaksanakan rapat tim perumus dan tim sinkronisasi

(13)

sebanyak 2 kali, yaitu pada tanggal 3 September 2014 dan tanggal 4 September 2014.

Pada saat yang bersamaan, Yang Mulia, juga dibahas RUU Keperawatan yang merupakan inisatif dari DPR RI. Terkait dengan RUU Keperawatan tersebut, Pemerintah dalam memberikan tanggapan menyampaikan agar digabung dengan RUU Kebidanan, mengingat RUU Kebidanan telah masuk dalam program legislasi nasional penyusunan RUU tahun 2010-2014. Namun usulan Pemerintah tersebut ditolak oleh DPR RI.

Pada rapat berikutnya, Pemerintah menyepakati usul DPR RI agar RUU Keperawatan berdiri sendiri, namun pembahasannya harus dilakukan secara bersamaan dengan RUU Tenaga Kesehatan agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam pengaturan.

Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, secara umum muatan materi Rancangan Undang-Undang Keperawatan dan Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan adalah sama, kecuali dalam RUU Keperawatan diatur tentang konsil, sementara dalam RUU Tenaga Kesehatan tidak diatur tentang konsil.

Adanya Konsil Keperawatan dalam RUU Keperawatan awalnya ditolak oleh Pemerintah, perbedaan antara Pemerintah dengan DPR RI tersebut dibahas oleh Pimpinan DPR RI dengan Menteri PAN dan RB pada bulan Februari tahun 2014 yang akhirnya disepakati RUU Keperawatan diatur tentang Konsil Keperawatan dengan catatan beberapa hal:

1. Tanggung jawab kepada menteri atau tanggung jawab kepada

presiden melalui menteri.

2. Tidak ada fungsi regulasi.

Dengan disetujuinya pengaturan Konsil Keperawatan dalam RUU Keperawatan, maka DPR RI juga mengusulkan agar dalam RUU Tenaga Kesehatan diatur Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia tanpa tenaga medis. Namun pada pembahasan berikutnya, yaitu pada tanggal 28 Agustus muncul gagasan penggabungan konsil masing-masing tenaga kesehatan, termasuk juga konsil kedokteran dan juga konsil kedokteran gigi disatukan dalam KTKI.

Penggabungan tersebut ditujukan untuk efisiensi adminsitrasi, keuangan, dan kemudahan koordinasi antar-konsil masing-masing profesi tanpa menghilangkan independensi masing-masing konsil.

Secara singkat, penggabungan KKI dengan KTKI tersebut telah diberitahukan kepada Ketua KKI pada tanggal 29 Agustus dan pertemuan-pertemuan dengan KKI yang direncanakan tanggal 2 September tidak dihadiri oleh KKI, kemudian diatur pertemuan selanjutnya, yaitu pada tanggal 5 dan 9 September di gedung KKI. Pada pertemuan-pertemuan tersebut ada pula perwakilan dari IDI dan PDGI.

Hasil Rapat Timus dan Timsin disampaikan ke tingkat Panja, diputuskan pada pembahasan Panja, yaitu pada tanggal 9 September

(14)

2014 dan selanjutnya pembahasan di Komisi IX, yaitu pada tanggal 11 September tahun 2014.

Dalam rapat di Komisi IX pada tanggal 11 September, Ketua Komisi IX menyampaikan dan membacakan surat keberatan PB IDI. Surat keberatan PB IDI tersebut dimintakan pendapat kepada seluruh fraksi dan juga kepada Pemerintah yang akhirnya disepakati bahwa secara konsep, rancangan undang-undang yang sudah dibahas melalui Panja, Timus, dan Timsin adalah sudah sesuai dengan dari sisi filosofis, sosiologis, dan yuridis, sehingga tidak ada permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang Nakes yang telah dibahas melalui Panja, Timus, dan Timsin tersebut. Dan kalau digabung, akan terjadi efisien dan efektif.

Yang Mulia Hakim Konstitusi yang kami hormati. Dalam perjalanan pembahasan rancangan tentang ... Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan juga muncul gagasan agar lulusan kesehatan tradisional dari poltekes maupun dari universitas, juga dimasukkan sebagai tenaga kesehatan.

Pada awalnya, hal ini memang banyak tanggapan. Namun, tanggapan dari masyarakat adalah terkait dengan masalah tukang jamu dan juga tukang urut, padahal yang dimaksud di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan tersebut adalah memang yang mempunyai body of knowledge. Maka dari itu, dilakukan pembahasan dan akhirnya disepakati, di mana dalam Pasal 11 ayat (1) salah satu kelompok dalam tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan tradisional.

Agar tidak bias dalam memaknai tenaga kesehatan tradisional, dalam penjelasan diberikan penjelasan bahwa tenaga kesehatan tradisional yang termasuk ke dalam tenaga kesehatan adalah tenaga yang telah memiliki body of knowledge, pendidikan formal yang setara minimum Diploma III dan bekerja di bidang kesehatan tradisional.

Dalam pembahasan dengan penjelasan tersebut, maka tenaga kesehatan tradisional yang diatur dalam RUU Tenaga Kesehatan adalah mengatur penyehat tradisional yang keilmuannya didapat dari turun-temurun. Hal ini yang membedakan antara tenaga kesehatan dengan penyehat tradisional.

Demikian, Yang Mulia, yang dapat kami sampaikan, beberapa fakta selama proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.

18. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Sundoyo.

Berikutnya sekarang giliran Pemerintah, apakah masih ada yang akan ditanyakan atau dimintakan klarifikasi?

(15)

19. PEMERINTAH: NASRUDIN Cukup, Yang Mulia, cukup.

20. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Cukup, ya?

21. PEMERINTAH: NASRUDIN

Cukup.

22. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Dari Pemohon, ada? Saya persilakan untuk disampaikan seluruhnya, baik pada Ahli maupun Saksi.

23. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Terima kasih, Yang Mulia. Atas perkenan Yang Mulia, kami akan menyampaikan beberapa klarifikasi dan tanggapan kepada Ahli dan Saksi. Tentu hal ini adalah sebagai bagian tidak terpisahkan dari ikhtiar kita untuk menemukan konstitusionalitas dan tegaknya constitutionalism dalam undang-undang yang sedang kita uji.

Kepada Ahli Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., saya teringat dengan seorang pakar, setidaknya dari Universitas Airlangga yang mengatakan bahwa akademisi atau kampus itu harus mengambil peran sebagai pihak yang pembimbing, yang menasihati dunia praktik, yang menasihati dunia pelaksanaan undang-undang. Karena itu, tentu apa yang disampaikan Dr. Dian adalah dalam rangka kita terbimbing untuk menuju kepada konstitusionalitas dalam hal norma sebuah undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi.

Saya ingin memberikan sedikit pandangan bahwa berdasarkan naskah akademis yang barusan disampaikan oleh Pihak Pemerintah dan beberapa bukti yang juga kami ajukan, P-29, P-30, dan P-31. Dalam naskah akademis tersebut, Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan terbukti tidak mencakup materi, arah, dan jangkauan pengaturan tentang tenaga medis dan pengaturan tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Artinya, dalam desain akademis, di mana kampus punya kompetensi dan komitmen untuk menjaga itu, tidak ada arah dan materi, jangkauan pengaturan tentang tenaga medis dan tentang KTKI, termasuk yang lebih ekstrem adalah tentang pembubaran Konsil Kedokteran Indonesia. Saya ingin mendapatkan pandangan akademis dari Ahli tentang hal itu.

(16)

Yang kedua, terkait tentang tenaga medis yang di dalam Undang-Undang Kesehatan, Pasal 21 ayat (3) sebagai sebuah norma hukum dan tentu sebagai politik hukum pemerintah atau pembuat undang-undang yang dijelaskan lebih … lebih autentik di dalam penjelasannya, Pasal 21 ayat (3) bahwa tenaga … “Silakan diatur tenaga kesehatan, tapi di luar tenaga medis.”

Nah, oleh karena itu, dikaitkan dengan naskah akademis, sebenarnya pada tahap awal penyusunan, pemerintah punya politik hukum untuk tidak mengatur tenaga medis dan tidak melakukan pembubaran terhadap KTKI … KKI dan tidak membuat yang namanya KTKI. Itu yang pertama dan kedua.

Yang ketiga. Saya menarik dengan apa yang disampaikan oleh Ahli perihal banding administratif. Agaknya Ahli lupa bahwa ada putusan Mahkamah Konstitusi perihal Undang-Undang Praktik Kedokteran, seingat saya Mahkamah Konstitusi men … berpendapat bahwa bagi tenaga medis, dokter, dan dokter gigi, itu terikat dengan tiga norma. Pertama, norma etika. Yang kedua, norma disipilin. Dan yang ketiga adalah norma hukum.

Perihal dalam fakta kasus konkret terjadi pelanggaran disiplin, maka mekanisme penegakkan disiplinnya diatur dengan lembaga otonom dan permanen yang disebut dengan MKDKI. Jadi, MKDKI adalah mekanisme yang dibentuk oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran untuk menegakkan atau melaksanakan kepatuhan terhadap norma disiplin. Dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan norma administratif ataupun norma yang berkaitan dengan etika maupun hukum.

Jadi, MKDKI adalah sebagai mekanisme penegakan disiplin yang merupakan kewajiban daripada tenaga medis untuk patuh dan tunduk kepada norma disiplin.

Saya mungkin ingin mencoba apakah Ahli ingin menjelaskan atau justru ingin menyitir kembali Putusan MK ini untuk menganulir pendapatnya yang mengatakan bahwa mekanisme peradilan disiplin itu dengan adanya intervensi atau keberatan dari Pemerintah atau eksekutif, dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan sebagai bentuk daripada banding administratif. Padahal, itu adalah domain daripada norma disiplin. Adalah janggal ketika norma administratif menguji norma disiplin.

Yang ketiga, berkaitan dengan politik hukum di halaman 2 dari paparan Ahli. Yang mengatakan bahwa Pemerintah dan DPR telah mendengarkan (suara tidak terdengar jelas) kepentingan agar masing-masing konsil tetap diakui dan dijamin keberadaannya. Saya ingin menggarisbawahi Pemerintah dan DPR telah mendengarkan (suara tidak terdengar jelas) kepentingan.

Yang Mulia, ini saya ingin menyampaikan kepada Ahli bahwa sesuai dengan bukti P-29, P-30, dan P-31, terbukti bahwa KKI, PB IDI, maupun PB PDGI sama sekali tidak dimintakan pendapatnya dan tidak dimintakan aspirasinya berkaitan dengan tenaga medis maupun KTKI,

(17)

apalagi tentang pembubaran KKI. Hemat kami, ini adalah sebuah arbitrage of power, kesewenang-wenangan terhadap kekuasaan pembuatan undang-undang.

Saya ingin bertanya kepada Ahli. Apakah kalau ada stakeholder utama tidak dilibatkan, itu sebuah arbitrage of power atau bukan? Kalau itu terjadi, apakah itu tidak mungkin menjadi alasan bahwa norma itu adalah inkonstitusional.

Yang terakhir, saya ingin menyampaikan bahwa dalam kaitannya dengan … dalam kaitannya dengan lembaga peradilan disiplin tadi yang ini akan menjadi bagian yang inheren, tidak terpisahkan dari profesi yang independent. Kalau demikian, maka akan sangat memungkinkan terjadinya pembiasan terhadap tugas dan tanggung jawab profesi tenaga medis. Saya membayangkan ketika ada seorang pakar, katakanlah dari kampus ternama, ingin menjadi sebuah komisi nasional. Kemudian minta pendapat keterangan dokter bahwasanya dia adalah sehat.

Saya ingin bertanya kepada Ahli. Apakah Anda tidak keberatan kalau surat keterangan sehat itu dikeluarkan dari perawat? Terima kasih.

Untuk Saksi Fakta. Saya ingin menggabungkan fakta-fakta yang ada. Pertama, dari naskah akademis yang disampaikan bahwa terbukti memang tenaga medis dan pembubaran KKI tidak menjadi naskah akademis dari Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan tersebut dan itu sesuai dengan apa yang disampaikan.

Mengenai masuknya dan disebutnya IDI dan KKI dalam pembahasan, itu adalah dalam rangka memang naskah akademis yang pertama yang asli, yang sama sekali tidak mengatur tentang tenaga medis dan tidak mengatur tentang KTKI, apalagi mengatur tentang pembubaran KTKI.

Saya ingin menegaskan, apakah memang telah terjadi perubahan dalam materi naskah akademis, sehingga yang disampaikan bahwa KKI dan PB IDI, maupun PB PDGI terlibat, sebenarnya bertentangan dengan bukti P-29, P-30, dan P-31 yang sudah kami sampaikan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari naskah permohonan kami.

Oleh karena itu, kami mohon keterangan. Apakah memang ada tekanan tertentu, sehingga memasukkan tenaga medis, kemudian mengatur tentang KTKI, dan lebih ironis lagi adalah mengatur tentang pembubaran Konsil Kedokteran Indonesia.

Terakhir, yang ingin kami sampaikan bahwa kalaulah nanti di dalam pelaksanaan undang-undang ini nanti akan terbentuk lagi apa yang disebut dengan konsil-konsil yang lain, termasuk konsil tukang urut, bersama-sama dengan tukang jamu, apakah dengan persyaratan dalam undang-undang ini yang menyatakan mereka wajib diploma 3, itu

sudah dipikirkan tiga oleh Pemerintah bahwa mereka akan menjadi

kehilangan kesempatan untuk bekerja. Dan tentu sudah menjadi kewenangan Mahkamah untuk mengingatkan agar Pemerintah pembuat

(18)

undang-undang tidak menghilangkan hak konstitusional orang untuk bekerja.

Terakhir sekali untuk doctor … Ahli, saya ingin sampaikan sedikit komparasi. KKI itu mempunyai kewenangan untuk pengaturan, kemudian menerbitkan STR dan melakukan pembinaan. Kalau dibandingan dengan KTKI bahwa kewenangan untuk pengaturan atau sebagai regulator dan melakukan penetapan dan perizinan membuat STR, itu tidak ada pada KTKI karena itu semua diserahkan kepada konsil masing-masing, termasuk konsil tukang urut, yang sebagaimana tertera dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Tenaga Kesehatan.

Jadi, ada yang tidak konkuren membandingkan antara KKI dengan KTKI. Ada yang tidak apple to apple, membandingkan KKI dengan KTKI. Mohon tanggapan dari Ahli.

Terima kasih, Yang Mulia.

24. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Dari meja Hakim, Yang Mulia Pak Wahiduddin. Kemudian, nanti Yang Mulia Pak Patrialis Akbar. Silakan.

25. HAKIM ANGGOTA: WAHIDDUDIN ADAMS

Baik. Terima kasih, Yang Mulia Ketua.

Saya ingin keterangan dari Saksi Pak Sundoyo, ya. Bahwa dalam proses penyiapan pembahasan Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Pertama, memang ini inisiatif Pemerintah, ya. Yang kedua, dalam lingkup RUU, itu disebutkan ini tidak memuat pengaturan mengenai konsil tenaga kesehatan karena terkait bahwa (suara tidak terdengar jelas) itu tidak cukup banyak. Dan kemudian, juga lingkupnya tidak akan mengatur lingkup yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran.

Pada akhir pembahasan, tadi disampaikan juga dan menjadi undang-undang. Ternyata, undang-undang ini memang tidak memuat pengaturan mengenai yang sudah diatur oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran. Yang tadinya tidak mengurangi, tapi justru mencabut Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang-Undang Praktik Kedokteran. Dan kemudian, Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia itu kemudian menjadi Sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Ya, artinya, ketentuan di Undang-Undang Praktik Kedokteran itu dicabut dari naskah akademik semula tidak akan mengatur mengenai hal-hal yang sudah diatur oleh Undang-Undang Tenaga Kesehatan atau ketentuan yang sudah ada di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran.

Saya hanya ingin info saja bahwa karena ini usul dari Pemerintah. Lazimnya, surat Presiden kepada DPR ketika mengantarkan sebuah rancangan undang-undang memuat tiga hal, ya? Pertama,

(19)

menyampaikan rancangan undang-undang beserta pokok-pokok isinya, ya.

Yang kedua, menugaskan menteri yang akan mewakili Presiden di DPR. Tadi disebutkan di sini.

Nah, yang ketiga, biasanya disebutkan. Dalam hal ada hal-hal yang krusial, yang akan mengubah apa yang ada di dalam rancangan yang diusulkan Presiden, harus dilaporkan kepada Presiden dan mendapat persetujuan.

Nah, terkait hal-hal yang disebutkan tadi itu bahwa ada ketentuan di Undang-Undang Praktik Kedokteran yang dicabut dan berubahnya Konsil Kedokteran Indonesia menjadi Konsil Tenaga Kesehatan itu, apakah juga sudah dilaporkan kepada Presiden? Dan sehingga, pada waktu itu, ya Pemerintah setuju dengan adanya perubahan itu. Karena ini terkait. Lalu, sekarang juga adanya pengajuan permohonan ini, termasuk juga sebetulnya yang sudah diatur di Undang-Undang Praktik Kedokteran itu. Jadi, apakah ini pada waktu akan diubah ketentuan atau adanya pencabutan ini, juga di kalangan Pemerintah sudah sepakat dan dilaporkan ke Presiden untuk infonya?

Terima kasih.

26. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Berikutnya, saya persilakan, Yang Mulia Pak Patrialis Akbar.

27. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Terima kasih, Pak Ketua.

Saya sebetulnya ke Pemohon, Pak Ketua, sama Pemerintah. Tolong, kami ingin mengetahui versi masing-masing dari Pemohon dan Pemerintah. Struktur organisasi kedokteran itu, bagaimana menurut Pemohon secara lengkap? Kemudian, menurut Pemerintah juga bagaimana?

Itu saja, Pak Ketua. Karena ini kalau menurut Ahli, ini ada reorganisasi. Terima kasih.

28. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Jadi, nanti yang permintaan dari Yang Mulia Pak Patrialis Akbar, dari Pemohon dan Pemerintah bisa ditambahkan secara tertulis, ya.

Baik. Saya persilakan, Pak Dian dan Pak Sundoyo, untuk menjawab apa yang dipersoalkan oleh Pemohon dan Hakim Dr. Wahiduddin. Saya persilakan.

(20)

29. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI SIMATUPANG Terima kasih, Yang Mulia Ketua.

Berkaitan dengan tanggapan dari Kuasa … Yang Terhormat Kuasa Pemohon. Pertama, saya akan menjawab (suara tidak terdengar jelas) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 juga 4 … 2005 pada hakikatnya tetap independent, khususnya dia memberikan keterangan ahli.

Kemudian, Yang Mulia dan Bapak sekalian, saya akan menjawab dari segi hukum administrasi negara karena berkaitan dengan hal yang ditanyakan oleh Pemohon sebagian besar mungkin ada yang spesifik berkaitan dengan ilmu perundang-undangan.

Berkaitan dengan beberapa enam pertanyaan (suara tidak terdengar jelas) tanggapan yang disampaikan oleh Pemohon, Yang Mulia.

Pertama adalah berkaitan dengan naskah akademik yang tidak mengatur ruang lingkup tersebut. Pada hakikatnya secara umum (suara tidak terdengar jelas) negara. Bahwa segala sesuatu tindakan administrasi maupun berkaitan dengan pembentukan peraturan perundangan sesuai dengan syarat dan prosedur ditetapkan oleh pejabat-pejabat berwenang. Juga istilah lain juga memiliki motivasi di dalam melakukan atau menetapkan suatu pengaturan.

Motivasi adalah dasar hukum untuk ... dasar untuk mengambil atau menentukan norma. Karena pada hakikatnya menurut hukum administrasi negara, motivasi tidak boleh mengandung kekurangan yuridis berkaitan dengan kemungkinan salah kira, baik salah kira terhadap maksud pembentuk undang-undang, salah kira terhadap maksud dari politik hukum negara, maupun salah kira terhadap hakikat hak dan kewenangan masing-masing pihak yang terkait di dalam undang-undang tersebut.

Oleh sebab itu, berkaitan dengan beberapa hal tadi, khususnya berkaitan dengan ... kemudian tanggapan yang ketiga berkaitan dengan adanya banding administratif, perlu saya sampaikan bahwa maksud dari itu bukanlah mengidentifikasi putusan Mahkamah Konstitusi, tapi saya melihat bahwa politik hukum negara pada hakikatnya pada undang-undang ini adalah untuk mengantisipasi risiko yang kemungkinan nanti keputusan MKDKI langsung dilakukan gugatan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Menurut Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014,

keputusan Tata Usaha Negara tidak lagi hanya individual konkret dan final, tapi keseluruhan keputusan apa pun, baik yang bersifat faktual maupun yang bersifat langsung, mengakibatkan untuk kepentingan umum. Jadi diketentuan di Pasal 87 memungkinkan terjadinya risiko keputusan MKDKI juga digugat di Peradilan Tata Usaha Negara. Sehingga daripada kemudian nanti ada risiko hukum gugatan ke

(21)

Pengadilan Tata Usaha Negara, maka dilakukan banding terlebih dahulu sebagai proses yang lebih leluasa bagi administrasi untuk menilai keputusan tersebut.

Kemudian berkaitan dengan politik hukum yang tadi disampaikan. Bahwa kemungkinan adanya (suara tidak terdengar jelas) atau pelampauan di dalam pengaturan, tentu kembali diserahkan kepada pembentuk Undang-Undang sesuai dengan motivasinya.

Apabila memang motivasi mengandung adanya paksaan atau mengandung adanya tipuan, maka menurut hukum administrasi negara merupakan batal demi hukum.

Kewenangan berkaitan dengan beberapa hal terkait dengan KKI dan KTKI, hakikatnya memang undang-undang tersebut menyatakan bahwa secara di dalam peraturan peralihan, KTKI memang tidak sama dengan KKI karena KKI tetap diberikan (suara tidak terdengar jelas) dan jaminan pengakuan keberadaanya, sehingga di dalam Undang-Undang

tersebut digunakan frasa konsil masing-masing. Itulah yang

menunjukkan bahwa sebenarnya KTKI seakan-akan seperti konfederasi di dalam konsil-konsil yang ada.

Mungkin jawaban secara umum demikian, Yang Mulia. Apabila memang Pemohon belum ada beberapa yang terjawab, akan saya sampaikan secara tertulis juga. Terima kasih, Yang Mulia Ketua.

30. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, nanti jawaban tambahannya secara tertulisnya ya. Karena sangat diperlukan oleh Majelis.

Saya silakan, Pak Sundoyo.

31. SAKSI DARI PEMOHON: SUNDOYO

Baik, terima kasih, Yang Mulia.

Dari beberapa pertanyaan Pemohon yang pertama adalah terkait dengan masalah naskah akademik. Saya pikir, betul memang apa yang disampaikan Pemohon bahwa di dalam naskah akademik itu di samping memuat hal-hal yang terkait dengan latar belakang, lalu bagaimana hubungan dengan peraturan perundang-undangan yang lain, juga diatur tentang arah jangkauan pengaturan.

Seperti yang kami sampaikan tadi bahwa di dalam rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan memang tidak diatur tentang tenaga medis dan juga tidak diatur tentang KTKI. Hal itu juga ditegaskan di dalam berbagai pertemuan.

Dan yang kedua, terkait dengan masalah kehadiran IDI, KKI, dan PBPDGI, itu adalah rapat awal pada saat penyusunan peraturan perundang-undangan ... pada saat penyusunan Rancangan Undang-Undang, di situ.

(22)

Dalam prosesnya, memang banyak hal yang didiskusikan pada saat itu adalah terkait masalah bagaimana penjaminan mutu terhadap tenaga kesehatan. Di dalam naskah akademik pada saat itu adalah memang penjaminan mutu itu akan diselesaikan di tingkat pendidikan. Maka di sana ada uji kompetensi di akhir masa perkuliahan. Lalu di dalam diskusi berkembang, pada saat membahas Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan, kelihatannya memang pendapat DPR adalah tidak cukup penjaminan mutu itu hanya dilakukan di pendidikan, tetapi harus ada satu lembaga nonstruktural yang terus juga membina pada saat proses pelayanan. Lalu akhirnya, itulah yang konsep yang dituangkan di dalam Rancangan Undang-Undang Keperawatan tentang Konsil Keperawatan.

Hal inilah yang akhirnya karena memang terjadi perbedaan pendapat, Menpan RB lalu dipanggil oleh pimpinan DPR untuk berdiskusi tentang bagaimana di satu sisi memang ada penjaminan mutu yang lepas di sini, di sisi lain memang ada LNS yang terlalu banyak, lalu disepakati konsil tetap ada, tetapi dia harus bertanggung jawab ke menteri atau presiden melalui menteri tadi.

Terkait dengan masalah itu, lalu berkembang tadi. Kami sudah sampaikan di dalam proses, memang pada akhirnya muncul gagasan bahwa di dalam Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan juga akan dibentuk KTKI tadi. Lalu awalnya, pemerintah setuju KTKI itu tidak memasukkan dokter. Maksudnya konsil kedokteran dan kedokteran gigi, tetapi lagi-lagi dalam merangkai efisiensi administrasi, efisiensi keuangan, dan juga mudahnya koordinasi, maka akhirnya digabung menjadi satu di situ.

Ada beberapa memang di dalam proses terkait dengan kekhawatiran, bagaimana tukang urut, bagaimana tukang jamu itu ketika nanti akan masuk ke dalam tenaga kesehatan? Maka di dalam Pasal 11 di sana ayat (1), itu ada satu jenis kelompok tenaga kesehatan yang di situ adalah tenaga kesehatan tradisional. Agar tidak bias, bagaimana tukang urut, tukang jamu yang dia … keilmuannya adalah didapat dari turun-temurun atau empiris, maka di dalam penjelasannya itu dikatakan bahwa tenaga kesehatan tradisional di sini adalah memang tenaga kesehatan yang memiliki body of knowledge, sehingga nanti gagasannya pada saat itu, yang langsung juga dituangkan di dalam Pasal 34 dan pasal-pasal berikutnya adalah memang konsil tenaga kesehatan tradisional yang punya body of knowledge dan dia adalah lulusan dari pendidikan formal, bukan tukang jamu yang dia tidak itu. Itu yang membedakan apa yang ada di dalam Pasal 11 tadi.

Yang selanjutnya adalah pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Wahiduddin Adams. Dapat kami jelaskan bahwa pada awalnya, memang betul tidak ada KTKI seperti yang tadi kami jelaskan. Lalu dalam proses berlanjut, memang akhirnya muncul di dalam Pasal 34 bahwa untuk

(23)

meningkatkan mutu tenaga kesehatan dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan.

Lalu berikutnya adalah bahwa Konsil Tenaga Kesehatan itu adalah terdiri dari masing-masing Konsil Tenaga Kesehatan, termasuk di antaranya adalah dokter dan dokter gigi. Pada saat proses pembahasan, memang banyak diskusi yang berkembang. Salah satunya adalah bagaimana untuk menjamin independensi ketika ini adalah bertanggung jawabnya melalui menteri. Maka di dalam Pasal 34 ayat (4), itu akhirnya disepakati bahwa masing-masing tenaga kesehatan … masing-masing Konsil Tenaga Kesehatan itu dalam menjalankan tugasnya adalah bersifat independent. Itu salah satu dulu kenapa muncul Pasal 34 ayat (4) di dalam perkembangan diskusi pembahasan terkait dengan masalah independensi ketika Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi itu adalah masuk ke dalam Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

Setelah disepakati Pasal 34, pada akhirnya memang dicoba untuk bagaimana mensinkronisasi antara Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Lalu dirumuskanlah di Pasal 94. Pasal 94 itu adalah mencabut 4 pasal.

Yang pertama adalah Pasal 4 ayat (2), itu terkait dengan KKI yang di situ adalah bertanggung jawab kepada presiden karena rumusan Pasal 34 ayat (5) tadi adalah kepada presiden melalui menteri, maka agar terjadi sinkronisasi Pasal 4 ayat (2) itu dicabut.

Yang kedua adalah terkait dengan masalah … dengan pencabutan Pasal 17. Pasal 17 di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, itu adalah anggota KKI mengucapkan sumpah di hadapan presiden. Ketika ini adalah bertanggung jawab pada presiden melalui menteri, skenarionya pada saat itu pembahasan adalah nanti yang melantik anggota konsil itu adalah oleh menteri, maka sumpah itu tidak di hadapan presiden, tetapi sumpah itu (suara tidak terdengar jelas) itu dicabut.

Yang selanjutnya, (suara tidak terdengar jelas) pencabutan Pasal 20 dan Pasal 21. Karena memang skenarionya pada saat itu dalam pembahasan disepakati bahwa Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi ini adalah digabungkan menjadi satu di KTKI itu, maka Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia tentu tidak ada. Inilah yang bertransformasi masuk menjadi Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia menjadi Sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

Untuk itulah, maka Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Praktik Kedokteran itu dicabut oleh Pasal 94 tadi.

Yang selanjutnya, terkait dengan masalah bagaimana proses pada awalnya jangkauan pengaturan itu tidak ada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, lalu di … akhirnya disepakati dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan itu ada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang terdiri dari masing-masing Konsil Tenaga Kesehatan tadi, memang ini melalui proses yang panjang.

(24)

Yang pertama memang ini adalah diawali dari pertemuan antara Menpan RB dengan Pimpinan Tinggi DPR. Dalam proses yang tadinya hanya disepakati KTKI di luar dokter dan dokter gigi, lalu muncul gagasan itu digabungkan juga masuk ke situ.

Dalam setiap kali pembahasan dengan DPR, selesai pembahasan, tim pemerintah selalu melakukan evaluasi. Dari beberapa evaluasi, itu dilaporkan kepada menteri kesehatan dan menteri kesehatan pada saat memberikan laporan terkait dengan perkembangan, bagaimana dinamika pembahasan yang menggabungkan antara Konsil Kedokteran, Konsil Kedokteran Gigi masuk ke KTKI, itu oleh Menteri Kesehatan pada saat itu adalah selalu disampaikan kami akan melaporkan hal ini kepada presiden. Itu dalam evaluasi rapat yang disampaikan oleh tim Panja yang dibentuk oleh Pemerintah.

Demikian. Terima kasih, Yang Mulia. Wassalamualaikum wr. wb.

32. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waaalaikumsalam.

33. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Satu pertanyaan pendek barangkali, Yang Mulia, pada Saksi.

34. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, Yang Mulia.

35. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua.

Satu pertanyaan pendek saja kepada Saksi ya, ini supaya untuk lebih memperjelas saja kepada kami Mahkamah ini.

Itu kalau … kalau undang-undang sebelumnya, khususnya Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran. Kalau kita melihat logika pembentukan konsil, itu kan dasar pemikirannya atas dasar disiplin ilmu ya, ya kan? Nah, itu bagaimana diskusinya sampai … kalau kita sekarang logikanya menjadi paling tidak menjadi masih belum jelas, berputarnya menjadi logika Konsil Tenaga Kesehatan bagaimana yang tidak lagi dilandasi oleh disiplin ilmu, tapi dia menjadi konsil sendiri? Kalaupun misalnya ada seperti yang disampaikan misalnya oleh Ahli tadi. Kalau itu dimaksudkan sebagai semacam federasi, mestinya ya yang namanya konsil tenaga kesehatan itu tidak konsil namanya kan. Karena konsil itu melekat pada disiplin ilmu. Apakah … saya tidak ingin menambahkan pendapat, yang saya ingin tanyakan, apakah ada diskusi enggak mengenai soal itu pada waktu pembahasan itu?

(25)

Itu ya, Yang Mulia. Terima kasih.

36. SAKSI DARI PEMOHON: SUNDOYO

Baik, Yang Mulia. Terima kasih.

Diskusi itu yang justru alat, Yang Mulia. Yang pertama memang pada awalnya adalah ada beberapa … beberapa diskusi misalnya pada saat itu begini. Ketika ini akan digabung, ini nanti kira-kira seperti apa rumahnya, sehingga banyak benchmark pada saat itu yang disampaikan. Salah satu misalnya yang disampaikan oleh baik DPR maupun oleh Pemerintah adalah di Australia pada saat itu.

Lalu istilah teman-teman DPR pada saat itu adalah KTKI itu adalah kompartemennya … eh, mohon maaf. Itu adalah dia semacam … semacam board-nya gitu, besar, lalu konsil-konsil ini adalah kompartemen-kompartemen. Itu yang disampaikan oleh beberapa anggota DPR. Ketika waktu itu berkembang muncul, ini kan persoalan bagaimana disiplin keilmuan antara dokter, dokter gigi, terus tenaga kesehatan lain, ini kan berbeda.

Ada satu pendapat waktu itu dari … dari pihak pemerintah mengatakan begini. Sebenarnya kalau kita bicara masalah persoalan bagaimana perbedaan disiplin ilmu antara dokter dengan dokter gigi, itu juga berbeda juga. Sehingga tidak ada persoalan ketika … ketika itu akan digabungkan antara konsil kedokteran, konsil kedokteran gigi, konsil tenaga kesehatan lain, itu akan ada ada konsil-konsil. Itu enggak ada … enggak ada persoalan juga.

Bahkan waktu itu juga misalnya muncul contoh, dicontohkan misalnya di negara-negara luar sana, itu adalah bukan dokter gigi sebutannya, tapi dia adalah dental gitu misalnya. Ini tentu keilmuannya adalah … adalah berbeda, tetapi dia disatukan dalam Konsil Kedokteran Indonesia pun juga tidak ada persoalan. Sehingga dilihat dari sisi keilmuan, waktu itu agaknya muncul. Ketika ini akan disatukan dalam bentuk board besar, lalu di dalamnya itu adalah konsil-konsil masing-masing tenaga kesehatan tadi, justru bagaimana berkoordinasi di dalam membuat standar dan segala macam, itu malah lebih efisien. Karena tenaga kesehatan yang lain ini dengan tenaga kesehatan yang lainnya pula, misalnya dengan dokter dan dokter gigi, dalam sebuah fasilitas itu mereka akan bekerja sama. Mereka akan memberikan pelayanan secara bersama-sama.

Untuk itulah, maka di dalam rumah sakit misalnya atau di puskesmas misalnya, tidak mungkin di situ waktu itu yang berkembang dicontohkan adalah di situ tidak mungkin akan dokter bekerja sendiri, tetapi di situ juga akan ada perawat, di situ juga ada bidan, dan segala macam. Ketika ini disatukan, maka mulai dari tingkat … tingkat konsil tadi di dalam pemberian (suara tidak terdengar jelas) penyusunan standar dan segala macam, ini akan … akan ada koordinasi dan akan

(26)

memudahkan pelayanan di lapangan yang ujungnya adalah ke pasien (suara tidak terdengar jelas).

Itu mungkin barangkali, Yang Mulia. Terima kasih.

37. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Dari Pemerintah sudah cukup untuk

mengajukan Saksi atau Ahli?

38. PEMERINTAH: NASRUDIN

Izin, Yang Mulia. Dari Pemerintah masih ingin menghadirkan satu

orang ahli dan satu orang saksi.

39. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, baik. Kalau begitu, diajukan pada persidangan berikutnya ya.

Dari Pemohon?

40. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Yang Mulia, ada satu pertanyaan untuk Saksi dan Ahli untuk

melengkapi Beliau-Beliau dalam rangka menyampaikan (…)

41. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, pendek saja. Dan waktunya kita masih ada sidang lagi.

42. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Ya, terima kasih, Yang Mulia.

Saudara Ahli, saya ingin meminta pendapat, di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini Pasal 37 ayat (1) bahwa fungsi melakukan pengaturan dan penetapan, itu ada pada konsil masing-masing. Saya ingin mengkaitkannya dengan pembuatan perundang-undangan bahwa selama ini per konsil itu setara atau equivalen dengan peraturan menteri. Andai kata nanti masing-masing konsil membuat semacam peraturan sendiri-sendiri, bagaimana implikansinya dengan tata urutan perundang-undangan kita?

Yang kedua, untuk Saksi. Saya ingin bertanya, pertemuan antara Menpan dengan Pimpinan DPR, itu apakah membahas ya di dalam proses pembahasan DPR atau di luar proses legislasi itu?

Dan yang kedua, mengapa tidak memanggil dan melibatkan atau bertanya minta pendapat Konsil Kedokteran Indonesia karena yang dibicarakan adalah berkaitan dengan medical council yang mempunyai

(27)

sejarah dan mekanisme dan norma yang sangat panjang. Mulai dari (suara tidak terdengar jelas) tahun 1970 sampai kepada terbentuknya KKI yang diakui di kalangan ASEAN dan di dunia, gitu ya. Saya ingin bertanya mengapa KKI, tidak dimintakan pendapat? Terima kasih.

43. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, Pak Sundoyo dulu atau Pak Dian dulu, saya persilakan.

Pak Dian, silakan.

44. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI SIMATUPANG

Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Jadi, sbenarnya pertanyaan Yang

Mulia Pemohon, tetap dalam koridor ilmu perundang-undangan, Yang Mulia. Tapi saya intinya, hukum administrasi negara menyatakan bahwa adanya karakteristik semua itu sebenarnya menjadi bagian penting ketika diatur bahwa KTKI, menjadi fungsi koordinatif. Jadi banyaknya ketentuan-ketentuan tadi, hakikatnya akan menjadi tugas dari KTKI untuk melakukan koordinasi setiap antar ... terjadinya antar-wewenang antar-norma atau antar-tugas di dalam pelaksanaan tugasnya.

Mungkin demikian, Yang Mulia.

45. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Ini Hakim kebetulan ada yang ahli peraturan perundangan.

Jadi nanti ada perspektif itu. Pak Sundoyo saya persilakan.

46. SAKSI DARI PEMOHON: SUNDOYO

Baik, terima kasih, Yang Mulia.

Pertemuan DPR RI dengan Menpan adalah berawal dari perbedaan pendapat yang tidak selesai-selesai juga pada saat itu, terkait dengan pembahasan RUU tentang Keperawatan yang memasukkan Konsil Perawatan menjadi salah satu muatan materi di dalam RUU itu, lalu akhirnya ada pertemuan tadi disepakati dengan dua catatan. Yang pertama adalah dia bertanggung jawab sama menteri atau bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri, itu.

Lalu atas kesepakatan itu, dibahas RUU Keperawatan, dari RUU Keperawatan tadi akhirnya muncullah gagasan bahwa di dalam Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan juga harus ada Konsil Tenaga Kesehatan yang di dalamnya terdiri dari konsil-konsil masing-masing tenaga kesehatan tadi.

Itu sebenarnya awalnya. Yang kedua, terkait dengan masalah

bagaimana ketika muncul gagasan pembentukan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia tidak memanggil KKI atau dokter terkait dengan

(28)

pemanggilan ke pembahasan memang ini adalah kewenangan DPR, bahkan pemerintah pun pada saat ... pada saat membahas, itu juga sesuai dengan syarat dari DPR. Kapan akan melakukan rapat Panja, kapan akan Timsin, kapan akan Timus, itu adalah (suara tidak terdengar jelas) surat dari sana. Tetapi, seperti tadi yang akan kami sampaikan bahwa ketika ada rencana gagasan pembentukan KTKI yang di dalamnya adalah termasuk Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi, sebetulnya dari pihak Pemerintah sudah menyampaikan secara singkat kepada KKI. Dan juga kepada yang dihadiri oleh IDI dan PDGI, di kantor KKI.

Itu barangkali, Yang Mulia. Terima kasih, wassalamualaikum wr.

47. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, sudah selesai persidangan pada hari ini.

Pemerintah ini kesempatan yang terakhir ya. Karena persidangan rangkaiannya sudah panjang. Yang terakhir sidang masih akan kita lanjutkan pada hari Rabu, 21 Oktober 2015, pada pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan ahli satu orang dan saksi satu orang dari presiden ya. Baik.

48. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Izin, Yang Mulia?

49. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, bagaimana?

50. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Mohon berkenan kiranya kami mengusulkan untuk mengajukan

satu saksi bersamaan dengan saksi pemerintah, saksi ahli, Yang Mulia. Terima kasih.

51. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, mestinya sudah lewat kesempatan dari Pemohon ya. Tapi ya, untuk anulah, untuk memberikan kesempatan bisa saja ya, nanti hadirkan satu orang, tapi nanti waktunya akan kita atur, supaya tiga orang ini bisa kita dengar seluruhnya ya.

52. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

(29)

53. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Jadi masih kita akomodasikan satu orang ahli juga dari Pemohon

yang terakhir ya. Baik, jadi tanggal … Rabu, 21 Oktober tahun 2015, pukul 11.00 WIB, satu ahli dari presiden, satu saksi dari presiden, dan satu ahli dari Pemohon.

Baik, terima kasih sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 12 Oktober 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004 SIDANG DITUTUP PUKUL 12.30 WIB

KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

4) Banyaknya kunyahan makanan per menit pada masing-masing kelompok umur  Sedangkan untuk menentukan perbedaan lamanya waktu yang diperlukan untuk merumput dan lamanya

Meyakinkan keandalan informasi, fungsi audit internal yang ketiga ini juga telah sesuai dengan standar perusahaan bahwa fungsi audit internal yaitu Memberikan

Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra'yu; dan dalam asumsi kedua, ijtihad sama dengan qiyas. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dominan mengunakan ra'yu dengan

Kedua, penelitian dengan judul “Coping Strategy pada Mahasiswa Salah Jurusan” yang dilakukan oleh Intani dan Surjaningrum (2010). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus kas operasional perusahaan maka semakin tinggi kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga

Jika sudah ketemu dengan file popojicms yang akan anda upload, silakan klik kanan pada nama file popojicms.v.1.2.5 lalu klik upload.. biarkan kosong saja, lalu klik

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

a) Pusat Teknologi Tepat Guna (PT2G) mempunyai tugas melaksanakan promosi dan publikasi teknologi tepat guna baik berupa perangkat atau peralatan maupun sistem operasi (software)