i
STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR: 157/PID.SUS/2015/PN.SMG
TENTANG SANKSI PIDANA BAGI ILLEGAL LOGGING (PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Jurusan Jinayah Siyasah (JS)
Disusun Oleh: INTAN NI’MATUN NADA
NIM: 132211024
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
iv
Artinya :
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi,
sesudah
(Allah)
memperbaikinya
dan
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.
(QS. Al-A’raaf : 56)
v
PERSEMBAHAN
Dengan rasa bersyukur serta kerendahan hati, penulis persembahkan skripsi ini untuk:
1. Persembahan tertinggi hanyalah kepada Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan dalam perjalanan hidup.
2. Ayahanda Bapak Mundakir dan Ibunda Ibu Sri Partini tercinta
yang selalu mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, memberikan segala bentuk support baik moril maupun materiil, serta kerja keras dan do’a yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis di masa sekarang maupun masa depan. Terimakasih tak terhingga untuk semua yang telah kalian berikan selama ini Bapak dan Ibu.
3. Seluruh keluarga besarku yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang selalu memberi motivasi dan dukungan terhadapku.
4. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 khususnya
sahabat-sahabatku Dila, Farih, Haris, Syukron, Devi, Anis, Fitroh. Sukses selalu untuk kalian.
5. Tim KKN posko 27 Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali
yang selama KKN telah memberikan pengalaman baru dan menjadi teman yang baik.
vi menyusun skripsi ini.
7. Rekanita IPPNU Kabupaten Kendal, khusunya Rekanita
Nirma ketua PC IPPNU, Rekanita Ira Komandan KPP, Rekanita Afida. Terimakasih untuk segala motivasi dan semangatnya selama ini.
8. Rekanita IPPNU desa Laban dan Rekanita IPPNU Kecamatan
Kangkung. Terimakasih untuk segala support dan do’anya.
9. Untuk Almameterku tercinta Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
vii DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah
pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga
skripsi ini tidak berisi pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam refrensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Semarang, 2 Maret 2018
Deklarator,
Intan Ni’matun Nada NIM.132211024
viii
Masalah illegal logging merupakan masalah utama di sektor kehutanan. Kejahatan tersebut dapat memberikan dampak yang luar biasa bagi peradaban dan generasi yang akan datang. Sanksi yang diperoleh oleh para pelaku illegal logging belum mampu memberikan efek jera yang maksimal. Sehingga masih sering timbul tindak pidana illegal logging di Indonesia.
Dari uraian di atas, terdapat dua rumusan masalah, yaitu (1) bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif menganai sanksi pelaku tindak pidana illegal logging? (2) bagaimana sanksi pelaku tindak pidana illegal logging dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor :157/Pid.Sus/2015/PN.Smg menurut hukum pidana Islam dan hukum positif?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Data primer dalam penelitian ini adalah putusan Pengadilan Negeri Semarang perkara Nomor:157/Pid.Sus/2015/PN.Smg. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Hasil pembahasan penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa: Pertama, tindak pidana Illegal logging dalam hukum Islam dipandang sebagai hal yang merusak lingkungan. Dilihat dari hukum pidana Islam tindak pidana illegal logging merupakan suatu jarimah yang harus diberlakukan hukuman terhadap pelaku tindak pidana. Tindak Pidana Illegal Logging merupakan suatu jarimah yang tidak ada dalam nash Al-Qur’an maupun Hadist. Sehingga menurut Hukum Islam Illegal logging masuk dalam kategori jarimah ta’zir. Dalam Hukum positif ketentuan pidana illegal logging diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sanksi yang diterapkan mempunyai tujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku, karena kejahatan iilegal logging bukan hanya merugikan pihak orang lain maupun perhutani, namun juga dapat merusak lingkungan dan menyebabkan bencana alam. Kedua, Sanksi pelaku
ix
tindak pidana illegal logging dalam putusan Nomor : 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg adalah pidana penjara 1 tahun dan denda Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan membayar biaya perkara Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah), sanksi tersebut sudah sesuai dengan tuntutan jaksa. Dan dalam hukum Islam hukuman tersebut termasuk jarimah ta’zir, berupa ta’zir penjara dan denda.
Kata kunci: Illegal Logging, Hukum Pidana Indonesia, Hukum Pidana Islam.
x
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang melimpahkan segala nikmat dan kasih sayang-Nya terkhusus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor :
157/Pid.Sus/2015/PN.Smg tentang sanksi pidana bagi illegal logging
(perspektif hukum pidana Islam)”. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik manakala tidak ada dukungan moral yang telah penulis terima dari berbagai pihak. Oleh sebab itu atas segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dengan tulus kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor yang dengan
amanahnya mengijinkan penulis dapat menempuh
perkuliahan sehingga penulis sedikit demi sedikit dapat memahami ilmu pengetahuan yang takkan didapatkan kecuali dengan bangku perkuliahan di UIN Walisongo Semarang.
2. Dr. H. Akhmad Arief Junaedi, M.Ag selaku Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang yang dengan ijinnya, penulis yang tidak lepas dari segala keterbatasan setidaknya sekarang telah mampu membedakan mana yang haq dan bathil melalui pendidikan dengan kuliah di sini.
xi
3. Dr. Rokhmadi, M.Ag., selaku Ketua jurusan Hukum Pidana
Islam UIN Walisongo Semarang.
4. Dr. H. Mashudi, M.Ag selaku Pembimbing I dan M. Harun,
S.Ag.,MH selaku Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian mengarahkan membimbing penulis hingga tak terasa pelaksanaan skripsi ini selesai. Tanpa adanya peran beliau, mungkinkah skripsi ini akan selesai dengan waktu yang telah ditentukan. Semoga Allah membalas kebaikan jasa-jasa beliau berdua dengan balasan yang sebaik-baiknya.
5. Bapak dan Ibu Dosen seluruh civitas akademik di UIN
Walisongo Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.Terimakasih telah banyak mengajarkan kepada penulis tentang arti penting ilmu dan memotivasi agar tidak puas dengan ilmu yang telah didapat.
6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan UIN Walisongo dan
perpustakaan Fakultas Syari’ah, terima kasih atas pinjaman bukunya.
7. Teman-teman Hukum Pidana Islam angkatan 2013 yang telah
men-support dengan maksimal. Semoga dilancarkan
langkahnya berjihad membahagiakan kedua orang tua melalui skripsi.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini.
xii
Semoga Allah senantiasa membalas segala kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan dan pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisanya, sehungga kritik dn saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaa pada umumnya, Amin Ya Rabbal Alamin.
Semarang, 2 Maret 2018 Penulis,
Intan Ni’matun Nada 132211024
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN DEKLARASI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan dan manfaat Penelitian ... 11
D. Tinjauan Pustaka ... 12
E. Metode Penelitian ... 16
F. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Illegal Logging menurut Hukum Positif xii
xiv
2. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Illegal Logging 27
3. Sanksi Pidana Illegal Logging Menurut
Hukum Positif ... 35 B. Illegal Logging Menurut Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Illegal Logging ... 45
2. Sanksi Illegal Logging Menurut Hukum Pidana
Islam ... 52 BAB III ILLEGAL LOGGING DALAM PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI SEMARANG
NOMOR : 157/PID.SUS/2015/PN.SMG
A. Profil Pengadilan Negeri Semarang ... 61 B. Posisi Kasus ... 73 C. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa ... 76
D. Pertimbangan Hukum dan Vonis Putusan
Perkara Nomor:
157/Pid.Sus/2015/PN.Smg ... 82 BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI SEMARANG NOMOR 157/PID.SUS/2015/PN.SMG TENTANG ILLEGAL LOGGING
A. Analisis Pandangan Hukum Islam dan Hukum
Positif terhadap Sanksi Pelaku Tindak Pidana Illegal Logging ... 90
xiii
xv
B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap
Perkara Tindak Pidana Illegal Logging dalam
Putusan Pengadilan Negeri Seamarang
Nomor. 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg ... 101 BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 112 B. Saran-Saran ... 115 C. Penutup ... 115 Daftar Pustaka
Daftar Riwayat Hidup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lingkungan dan lingkungan hidup manusia sebagai
terjemahan dari bahasa Inggris environment and human
environment, sering kali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama. Arti lingkungan diartikan secara luas tidak hanya lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Manusia mempunyai hubungan timbal-balik dengan lingkungannya, sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Hubungan timbal-balik demikian terdapat antara manusia sebagai individu, kelompok
atau masyarakat dengan lingkungan alamnya.1
Gejala krisis lingkungan hidup sama sekali tidak terpisahkan dari ketidakadilan. kerusakan lingkungan hidup, antara lain ditimbulkan ketidakadilan tindakan manusia dalam mengelola lingkungannya. Mitos tentang pertumbuhan tak terbatas harus ditolak. Sebenarnya alam semesta memiliki sumber kehidupan yang memadai. Akan tetapi, sumber-sumber ini sering kali disalahgunakan dan diperas demi kepentingan pribadi dan kelompok kecil masyarakat. Mereka
1Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Di
2 menitik-beratkan bahwa terlepas dari ketidakadilan sosial krisis
ekologis (lingkungan) tidak dapat dipahami.2
Salah satu kekayaan alam Indonesia yang memberikan kemakmuran adalah kekayaan alam hayati yang berupa hutan. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bagi bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Oleh karena itu hutan harus dikelola, dilindungi, dan dimanfaatkan secara berkesinambungan baik bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, generasi sekarang maupun masa depan. Dalam kedudukannya sebagai salah satu atau penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat besar bagi umat manusia. Dengan demikian, perlindungan hutan sangat diperlukan yakni untuk
menjaga kelestarian hutan agar dapat memenuhi fungsinya.3
Kata “hutan” dalam kamus bahasa Belanda merupakan
terjemahan dari kata bos dan dalam kamus bahasa Inggris forest
artinya rimba atau wana. Didalam hukum Inggris kuno, forrest
(hutan) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan dan dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai sebutan terhadap
2
William Chang, Moral Lingkungan Hidup, (Yogyakarta : Kanisius, 2001), hlm 71
3
Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan dan Segi-segi Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 10
hutan, misalnya belukar, hutan perawan, dan lain-lain. Tetapi pada umumnya persepsi tentang hutan adalah penuh pohon-pohonan yang tumbuh tak beraturan atau suatu areal tertentu yang
ditumbuhi pepohonan dan didiami berbagai jenis binatang.4 Dan
dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan
yang lainnya.5
Manusia sebagai makhluk sosial seharusnya bisa menjaga hutan, namun yang terjadi sebaliknya, manusia menjarah kayu hutan dan merusak hutan tanpa mau menanami kembali, dan apa yang terjadi bencana banjir bandang sering terjadi, tanah longsor dan masih banyak lagi, kerusakan hutan yang ada di Indonesia sangat luas, butuh biaya banyak untuk memperbaiki hutan yang ada di Indonesia. Selain oleh karena alam, kerusakan hutan juga dapat terjadi karena penyerobotan kawasan, penebangan liar,
pencurian hasil hutan dan pembakaran hutan. Illegal logging
merupakan penyumbang terbesar laju kerusakan hutan, yang
4
Sukardi, Illegal Logging dalam perspektif politik hkum pidana (kasus Papua), (yogyakarta: Universitas Atma Jaya. 2005), hlm. 12
5
UU RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
4 melakukan pembalakan liar tidak hanya masyarakat akan tetapi para pengusaha dan para pengusaha di negeri ini juga ikut
melakukan pembalakan liar atau illegal logging.6
Apabila ditinjau dari alasan-alasan dan latar belakang terjadinya perbuatan penyerobotan tanah hutan diidentifikasi yaitu :
a. Dilakukan orang sebagai sumber mata pencaharian untuk
memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga. Misalanya: membuka ladang, empang, beternak, mendirikan rumah dan lain-lain.
b. Dilakukan orang sebagai sumber tambahan mata pencaharian.
Misalnya: berkebun, berladang, membuka tambak,
beternak.mata pencaharian pokok mereka adalah bertani.
c. Dilakukan orang atau atas nama badan hukum sebagai sumber
investasi modal untuk memperoleh keuntungan. Misalnya: menanami tanah hutan dengan tanaman jenis komoditi ekspor.
Kelompok ini dikenal sebagai “Petani Berdasi” di pedesaan.7
Illegal logging menurut bahasa berarti menebang kayu kemudian membawa ke tempat gergajian yang bertentangan dengan hukum atau tidak sah menurut hukum. Dalam Inpres RI
No. 5 tahun 2001 tentang pemberantasan penebangan kayu illegal
(illegal logging) dan peredaran hasil hutan illegal dikawasan
6
Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan dan Segi-segi Pidana. (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 44
7
Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan dan Segi-segi Pidana. (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 45
ekosistem leuser dan taman nasional tanjung putting, istilah illegal logging diidentikkan dengan istilah penebangan kayu illegal (tidak sah) ,istilah illegal logging disinonimkan dengan penebang kayu illegal. 8
Proses illegal logging ini, dalam perkembangannya
semakin nyata terjadi dan sering kali kayu-kayu illegal dari hasil illegal logging itu dicuci terlebih dahulu sebelum memasuki pasar yang legal, artinya bahwa kayu-kayu yang pada hakikatnya adalah illegal, dilegalkan oleh pihak-pihak tertentu yang bekerja sama dengan oknum aparat, sehingga ketika kayu tersebut memasuki pasar, maka akan sulit lagi diidentifikasi mana yang
merupakan kayu illegal dan mana yang merupakan kayu legal. 9
Firman Allah SWT dalam surat Al-A’raaf ayat 56 sebagai berikut :
Artinya: 56 dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
8
Sukardi, Illegal Logging dalam perspektif politik hukum pidana (kasus Papua), (yogyakarta: Universitas Atma Jaya. 2005), hlm. 71
9
Joni, Model Penegakan Hukum Pembalakan Liar Menuju
6
Ayat ini melarang pengrusakan di muka bumi. Pengrusakan adalah salah satu bentuk pelanggran atau bentuk pelampauan batas.Karena itu. Ayat ini melanjutkan tutunan ayat
yang lalu dengan menyatakan :dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah perbaikannya yang dilakukan kamu oleh Allah SWT dan atau siapapun dan berdoalah serta beribadah kepada-Nya dalam keadaan takut sehingga kamu lebih mentataati-Nya dalam keadaan penuh harapan dan anugrah-Nya,
termasuk pengabulan do‟a kamu. Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada al-muhsinin, yakni orang-orang yang berbuat baik.10
Aktifitas illegal logging saat ini berjalan dengan lebih terbuka, transparan dan banyak pihak yang terlibat dan memperoleh keuntungan dari aktifitas pencurian kayu, modus yang biasanya dilakukan adalah dengan melibatkan banyak pihak dilakukan secara sistematis dan terorganisir.Pada umumnya, mereka yang berperan adalah buruh/penebang, pemodal (cukong), penyedia angkutan dan pengaman usaha (seringkali sebagai pengaman usaha adalah dari kalangan birokasi, aparat
pemerintah, polisi, TNI). Terhadap tindak pidana illegal logging
yang dilakukan selama ini (the manual investigation for illegal
logging), dirasa masih belum mampu memberikan efek jera bagi
10
Quraish Sihab, M, Tafsir Al-Misbah, jilid 5 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 123
pelaku maupun masyaraktnya Indonesia pada umunya. Misalnya, penanganan hukum terhadap 205 kasus tindak pidana illegal logging selama tahun 2005 – 2008 yang hanya 17,24% berhasil menghadirkan pelaku utamanya lewat proses peradilan. Hasil putusan 66,83% atau 137 kasus perkara dinyatakan “bebas murni”, 21,46% atas 44 kasus, perkara dijatuhi hukuman “kurang dari 1 tahun, 6,83% atau 14 kasus perkara divonis hukuman antara 1 – 2 tahun, dan hanya 4,88% atau 10 perkara saja
dikenakan hukuman lebih dari 2 tahun. 11
Perkembangan kehidupan masyarakat yang modern dalam menghadapi globalisasi serta adanya proses industrialisasi dan modernisasi akan menumbuhkan perubahan proses sosial dalam tata kehidupan masyarakat. Proses industrialisasi dan modernisasi dan terutama industrialisasi kehutanan telah berdampak besar pada kelangsungan hutan sebagai penyangga hidup dan kehidupan makhluk didunia. Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting tidak hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan hidup.12
Indonesia mempunyai luas hutan yang menempati urutan ketiga dunia setelah Brazil dan Zaire. Luas hutan Indonesia kini
11
Teguh Soedarsono, Penegakan Hukum dan Putusan Pengadilan Kasus-Kasus Illegal Logging, Jurnal Hukum, 2010, hlm. 61
12
Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 6
8 diperkirakan mencapai 120,35 juta ha, atau 63 persen luas daratan. Hutan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu merupakan salah satu sumber daya alam yang paling penting bagi Indonesia, dengan sumbangan yang cukup tinggi bagi pendapatan ekspor, lapangan kerja, serta sumber pendapatan masyarakat lokal. Kekayaan alam yang berupa hutan yang dimiliki oleh Indonesia, saat ini semakin terancam dengan adanya berbagai kejahatan dibidang kehutanan terutama kejahatan
penebangan liar (illegal logging). Dampak kejahatan penebangan
liar (illegal logging) ini menimbulkan permasalahan yang
multidimensional menyangkut aspek ekologis, ekonomi, sosial
budaya dan politik.13
Penebangan liar (illegal logging) hingga saat ini masih
menjadi suatu permasalahan yang sulit untuk diberantas dan masih terjadi hampir di seluruh dunia. Yang paling parah justru banyak dilakukan dikawasan Asia Pasifik, khususnya di negara-negara Amerika Latin, Benua Afrika dan negara-negara-negara-negara dalam Association of South eist Asian Nation (ASEAN), Indonesia termasuk salah satu sasaran operasi penebangan liar yang merupakan suatu kejahatan yang mempunyai jaringan sedikit
dalam skala internasional.14
13
Sukardi, Illegal Logging dalam perspektif politik hkum pidana (kasus Papua), (yogyakarta: Universitas Atma Jaya. 2005), hlm. 76
14
Sukardi, Illegal Logging dalam perspektif politik hkum pidana (kasus Papua), (yogyakarta: Universitas Atma Jaya. 2005), hlm. 80
Masih banyak terjadi penebangan liar (illegal logging) di
Indonesia. Salah satunya yaitu kasus penebangan liar (illegal
logging) di Semarang. Kasus tersebut telah memperoleh putusan hakim Pengadilan Negeri Semarang pada perkara Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg, dengan terdakwa Edi Mugiarno bin Sakroni dengan duduk perkara sebagai berikut.
Pada hari Minggu tanggal 25 Februari 2015 sekira pukul 15.00 Wib terdakwa Edi Mugiarno bin Sakroni dihubungi oleh Ngateman yang mengajak terdakwa untuk kerja (menebang pohon jati tanpa ijin dari pihak perhutani) didaerah silayur Ngaliyan. Kemudian sekira pukul 22.00 Wib terdakwa dijemput oleh Muji dengan menggunakan mobil Escudo warha hijau menuju hutan silayur, sesampainya di daerah Ngaliyan. Setelah itu terdakwa diturunkan oleh Muji di depan pintu masuk hutan silayur, dan Muji langsung pergi, terdakwa kemudian
memposisikan diri di pintu masuk hutan silayur sebagai cenguk
atau mata-mata dan bersembunyi di pos. Terdakwa dalam perkara pencurian kayu jati di hutan silayur Ngaliyan bekerja sama dengan 19 orang. Peran dari 19 orang ini berbeda-beda.Terdakwa
Edi Mugiarno berperan sebagai “cenguk” di pintu masuk hutan
untuk mengawasi jika ada petugas perhutani atau polisi datang.15
15
Lihat Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg tentang tindak pidana illegal logging
10
Secara eksplisit dan terperinci masalah illegal logging
memang tidak ditemukan dalam literatur hukum Islam, sehingga menuntut ahli hukum untuk melakukan ijtihad dengan bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadis, ditambah dengan ijma’ dan qiyas. Berdasarkan latar belakang diatas dan belum adanya konsep hukum Islam yang menjelaskan secara terperinci mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana illegal logging, penulis tertarik untuk membahas kasus ini karena yang pertama adalah belum adanya
penelitian kasus illegal logging dari segi hukum Islam dalam
studi kasus putusan Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg. Yang
kedua adalah penegakan hukum kasus illegal logging dirasa
masih belum mampu memberikan efek jera bagi pelaku maupun masyarakatnya Indonesia pada umummya.
Berdasarkan putusan perkara pidana Nomor:
157/Pid.Sus/2015/PN.Smg . Dalam kasus tersebut terjadi tindak
pidana illegal logging yang dilakukan oleh terdakwa Edi
Mugiarno, dengan demikian peneliti akan mengkaji ulang kasus
didalam putusan tersebut dengan judul skripsi :“STUDI
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI SEMARANG NOMOR:
157/PID.SUS/2015/PN.SMG TENTANG SANKSI PIDANA BAGI ILLEGAL LOGGING (PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM).”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif
mengenai sanksi pelaku tindak pidana illegal logging?
2. Bagaimana sanksi pelaku tindak pidana illegal logging dalam
putusan Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg menurut hukum positif dan hukum Islam?
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Mengacu pada pokok persoalan tersebut diatas tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam dan
hukum positif mengenai sanksi pelaku tindak pidana illegal
logging.
2. Untuk mengetahui bagaimana sanksi pelaku tindak pidana
illegal logging dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg menurut pandangan hukum positif dan hukum Islam.
Adapun manfaat penelitian ini yang dapat berguna antara lain sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan teori ilmu hukum pidana terutama mengenai
12
tindak pidana illegal logging menurut hukum positif dan
hukum Islam.
b. Manfaat praktis
Karya tulis ini bermaksud untuk menyadarkan dan mengubah pola pikir masyarakat untuk tidak melakukan
pembalakan liar (illegal logging).
D. Tinjauan Pustaka
Untuk mengetahui validitas penelitian, maka dalam telaah pustaka ini penulis akan menguraikan beberapa skripsi yang mempunyai tema sama tapi perspektif pembahasannya berbeda. Karena menurut penulis, karya ilmiah yang ditulis oleh penulis tidak memiliki kesamaan judul, Adapun beberapa skripsi sebagai berikut adalah:
Skripsi Sokhefa yang berjudul “Peran Dinas Kehutanan
dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Kasus Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri)”. Skripsi ini menguraikan tentang hambatan Dinas Kehutanan Kabupaten Wonogiri dalam menganggulangi tindak
pidana illegal logging seperti personil yang belum memadai,
masyarakat tidak paham pentingnya hutan, kurangnya sarana dan prasarana pemeliharaan hutan. Upaya Dinas Kehutanan
Kabupaten Wonogiri dalam menanggulangi tindak pidana illegal
sebagai saksi ahli, pemantapan kawasan hutan, pemberdayaan
masyarakat sekitar hutan.16
Skripsi Masykuri, “Efektivitas Hukum Terhadap
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Terhadap Penebangan Liar (Illegal Logging) di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi”. Penelitian ini menguraikan tentang bagaimana Efektivitas Hukum Penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, terhadap
tindak pidana penebangan liar (illegal logging) dan faktor-faktor
yang menjadi kendala aparat penegak hukum dalam mencegah
dan menanggulangi tindak pidana penebangan liar (illegal
logging) di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Temuan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain : adalah (1) Efektivitas Hukum Penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, terhadap penebangan liar (illegal logging) di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara belum berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan karena ringannya sanksi yang diberikan kepada pelaku yang tidak memberikan efek jera sehingga tindak pidana illegal logging di Kabupaten Kolaka Utara masih sering terjadi dan banyaknya kendala aparat penegak hukum dalam hal ini
polisi kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana illegal
logging. (2) Faktor-faktor yang menjadi kendala aparat penegak
16
Skripsi Sokhefa, Peran Dinas Kehutanan dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging, Unversitas Muhammadiyah Surakarta, 2010.
14 hukum khususnya polisi kehutanan dalam menanggulangi tindak
pidana illegal logging di Kabupaten Kolaka Utara yaitu
mentalitas aparat penegak hukum, tingkat kualitas dan kuantitas polisi kehutanan yang masih terbatas dibanding luas wilayah hutan yang harus dilindungi, penyidik pegawai negeri sipil dari Dinas Kehutanan itu sendiri belum ada, sehingga semua kasus tindak pidana dibidang kehutanan diserahkan kepada Polres
Kolaka Utara, minimnya sarana atau fasilitas operasional. 17
Skripsi Santosa Hari Wibowo, “Tinjauan Hukum
Pidana Islam Terhadap Putusan Mahkamah Agung Tentang Illegal Logging (Perkara Nomor 761 K/Pid.Sus/2007)”. Penelitian ini menguraikan tentang bagaimana deskripsi umum
putusan kasasi mahkamah agung tentang illegal logging dalam
Perkara Nomor 761 K/Pid.Sus/2007 dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan kasasi dalam Perkara Nomor 761 K/Pid.Sus/2007. Hasil dari penelitian tersebut bahwa
hukum pidana Islam maupun hukum positif meninjau illegal
logging sebagai suatu tindak pidana.Hukum pidana Islam dan hukum positif sama-sama mengancam pelaku tindak pidana illegal logging dengan dengan hukuman pidana. Dalam hal ini hukum positif mengancam pelakunya dengan 3 alternatif
17
Skripsi Masykuri, Efektivitas Hukum Terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Terhadap Penebangan Liar (Illegal Logging) di Kabupaten Kolaka Utara Propinsi Sulawesi, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013.
hukuman yaitu penjara, denda dan perampasan benda. Sedangkan dalam hukum pidana Islam diserahkan kepada hakim sebab dalam hukum pidana Islam tidak terdapat ketentuan secara bersifat eksplisit yang diatur dalam nash Al-Qur’an maupun hadist.18
Skripsi Wikan Tomas Christyan, “Penerapan Sanksi
Tindak Pidana Illegal Logging Menurut Undang –Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Di Pengadilan Negeri Rembang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari tindak pidana illegal logging dengan menerapkan tindak pidan illegal logging menurut UU. NO. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Penelitian ini berisi tentang akibat hukum yang diberikan kepada pelaku tindak pidana illegal logging, serta efek jera yang akan diterima oleh pelakunya ketika pelaku melanggar Undang –Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.19
Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, penulis berfokus terhadap penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, yang menjadi perbedaan adalah peneliti
18
Skripsi Santosa Hari Wibowo, Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Mahkamah Agung Tentang Illegal Logging (Perkara Nomor 761 K/Pid.Sus/2007, Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009.
19
Skripsi Wikan Tomas Christyan, Penerapan Sanksi Tindak Pidana Illegal Logging Menurut Undang –Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Di Pengadilan Negeri Rembang, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, 2014.
16 lebih menitik beratkan pada analisis Hukum Formil terhadap Putusan Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg dan analisis terhadap Putusan Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg perspektif hukum pidana Islam. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian lebih jauh terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor:
157/Pid.Sus/2015/PN.Smg tentang tindak pidana illegal logging.
E. Metode Penelitian
Setiap penelitian selalu dihadapkan pada suatu
penyelesaian yang paling akurat, yang menjadi tujuan dari penelitian itu. Untuk mencapai tujuan penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data
yang diperlukan.20
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian
dokumen (library research). Sudut pandang yang digunakan
bersifat kualitatif dengan pola deskriptif, Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji berbagai sumber pustaka yang berkenaan dengan rumusan masalah diatas, yang lebih jelasnya
membahas tentang sanksi pelaku tindak pidana illegal logging
perspektif hukum pidana Islam. Dalam hal ini yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg tentang tindak
20
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Cet ke-4 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 9.
pidana illegal logging.21Penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Normatif Doktrinal yaitu penelitian yang berbasis kepustakaan, yang fokusnya analisis bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder.22
2. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh atau sesuatu yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.23Berdasarkan sumbernya, sumber data
dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Dalam Penelitian ini data primer yang dimaksud yaitu data yang diambil dari Putusan Pengadilan Negeri Semarang yaitu Putusan Hakim Pengadilan Negeri Semarang Nomor:
157/Pid.Sus/2015/PN.Smg tentang tindak pidana illegal
logging.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang penulis peroleh dari beberapa peraturan perundang – undangan yang berlaku di indonesia, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia
21 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 65.
22
Dyah Ochtorina, Penelitian HukumCet 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 11.
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian( Suatu Pendekatan Ilmiah), (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1989), hlm. 10.
18 Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan dan yang terkait dengan
permasalahan illegal logging, buku Hukum Pidana Islam,
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ensiklopedi Hukum
Pidana Islam.24
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sesuai dengan penelitian ilmiah menggunakan teknik tertentu. Teknik pengumpulan data dalam kajian ini penulis lakukan dengan cara memahami isi dan arsip dokumen putusan berkaitan dengan masalah yang
dibahas.25Sebagai bahan tambahan informasi mengenai analisis
terhadap sanksi pelaku tindak pidana illegal logging perspektif
hukum pidana Islam yang diperoleh dari bacaan buku-buku
yang berkaitan dengan tindak pidana illegal logging, Al-Qur’an,
Hadits, pendapat sarjana, artikel, juga berita penulis peroleh dari internet.26
4. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengambil beberapa aturan atau
ketentuan yang ada mengenai tindak pidana illegal logging
24Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 91
25
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet 5, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 7.
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta ,2010), hlm. 236.
perspektif hukum pidana Islam yang bersumber dari hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.Kemudian menjelaskan teks-teks yang memerlukan penjelasan, terutama dalam hukum pidana Islam.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya pencarian dan menata secara sistematis catatan hasil penelitian dan meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi orang.27
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif, maksudnya adalah proses analisis yang didasarkan pada kaidah deskriptif dan kaidah kualitatif. Kaidah deskriptif adalah proses analisis dilakukan terhadap seluruh data yang telah didapatkan dan diolah yang kemudian hasil analisis disajikan secara keseluruhan. Sedangkan kaidah kualitatif adalah proses analisis tersebut ditujukan untuk mengembangkan teori dengan membandingkan teori bandingan, dalam penelitian ini adalah antara hukum positif dengan hukum Islam dengan tujuan untuk menemukan teori baru yang dapat berupa penguatan terhadap
27
Noeng Muhadjir, Metedologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, Cet. VII. 1996), hlm. 104.
20 teori lama maupun teori yang telah ada tanpa menggunakan rumus statistik.28
Metode ini digunakan sebagai upaya untuk
mendeskripsikan dan menganalisis secara sistematis terhadap
putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor:
157/Pid.Sus/2015/PN.Smg. Analisis data merupakan upaya pencarian dan menata secara sistematis catatan hasil penelitian untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang
diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang.29
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membahas tema yang berjudul “Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg Tentang
Sanksi Pidana Bagi Illegal Logging (Perspektif Hukum Pidana
Islam).”
Bab I : Pendahuluan, didalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
28
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia 2002), hlm. 41.
29
Noeng Muhadjir, Metedologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, Cet. VII. 1996), hlm, 105.
Bab II : Tentang ketentuan tindak pidana illegal logging. Bab ini merupakan landasan teori, maka pembahasan pada
bab ini terpusat pada pengertian tindak pidana illegal
logging, bentuk-bentuk tindak pidana illegal logging
dan sanksi tindak pidana illegal logging dalam hukum
Islam dan hukum positif.
Bab III : Berisi tentang Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg tentang tindak
pidana illegal logging meliputi: Profil Pengadilan
Negeri Semarang, Posisi Kasus dalam Putusan Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg, dakwaan dan tuntutan dalam Putusan Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg, Pertimbangan Hukum dan Vonis Putusan Perkara Nomor: 157/Pid.Sus/2015/PN.Smg.
Bab IV : Berisi tentang analisis terhadap sanksi pelaku tindak
pidana illegal logging dalam putusan Nomor:
157/pid.sus/2015/PN.Smg menurut hukum pidana Islam.
Bab V : Merupakan penutup yang meliputi simpulan dari berbagai permasalahan yang telah dibahas sebelumnya disertai saran-saran yang berkaitan dengan masalah tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang penulis dapatkan dari hasil analisis terhadap
sanksi pelaku tindak pidana illegal logging perspektif
22 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING
DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Illegal Logging Menurut Hukum Positif
1. Pengertian Illegal Logging
Penebangan liar (illegal logging) adalah suatu rangkaian
kegiatan yang merupakan suatu rantai yang saling terkait, mulai dari sumber atau produser kayu ilegal atau yang melakukan penebangan kayu secara ilegal hingga ke konsumen atau pengguna bahan baku kayu. Kayu tersebut melalui proses penyaringan yang illegal, pengangkutan illegal dan proses
ekspor atau penjualan yang illegal.1
Dalam Inpres RI No.5 tahun 2001 tentang pemberantasan
penebangan kayu hasil illegal (illegal logging) dan peredaran
hasil hutan illegal di kawasan ekosistem Leuser dan taman
nasional Tanjung Putting, istilah illegal logging diidentikkan
adengan istilah penebangan kayu illegal (tidak sah), istilah
illegal logging disinonimkan dengan penebangan kayu illegal.2 Istilah pembalkan liar sering digunakan untuk merujuk
pada berbagai kegiatan illegal yang berpengaruh terhadap hutan
1
Joni, Model Penegakan Hukum Pembalakan Liar Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), hlm. 58
2Sukardi, Illegal Logging dalam perspektif politik hukum pidana
(kasus papua), (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2005). Hlm. 71
dan masyarakat yang tergantung padanya. Kegiatan hutan illegal meliputi semua tindakan illegal yang berhubungan dengan ekosistem hutan, demikian juga industri yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan kayu serta non kayu. Kegiatan itu meliputi tindakan yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi untuk mendapatkan konsesi hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap pengelolaan hutan dan rantai produksi barang dari hutan, dari tahap penanaman hingga penebangan dan pengangkutan bahan baku serta bahan jadi hingga pengelolaan keuangan.
Pembalakan liar dalam istilah bahasa Inggris disebut illegal
logging, berdasrkan terminoogiberasal dari dua suku kata, yaitu illegal yang berarti praktik tidak sah dan logging yang berarti
pembalakan atau permanen kayu.dengan demikian illegal
logging dapat diartikan sebagai praktek permanen kayu tidak sah.3
Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pembalakan liar (illegal logging) memiliki definisi yang jelas yaitu semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi. Yang dimaksud terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara
3
Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 299
24 bersama-sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional dan atau melakukan penebangan kayu
untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan yang komersial.4
Unsur-unsur yang terdapat dalam kejahatan illegal logging antara lain: adanya suatu kegiatan, menebang kayu, mengangkut kayu, pengolahan kayu, penjualan kayu, pembelian kayu, dapat merusak hutan, ada aturan hukum yang berlaku. Illegal logging adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan kayu yang bertentangan dengan aturan hukum yang
berlaku dan atau berpotensi merusak hutan.5
Illegal logging atau penebangan liar sebagai tindakan permanen kayu secara melawan hukum dan peraturan dalam hal dimana, bagaimana dan berapa banyak pohon yang ditebang, pengujian dan klasifikasi kayu, pengangkutan dan pemanfaatan, serta pembayaran iuran (pungutan, pajak, fee dan lain-lain) serta langkah-langkah untuk menjamin pengelolaan hutan lestari. Menurut Suarga pengertian pemabalakan liar yaitu : “serangkaian kegiatan mulai dari penebangan kayu dan
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 1 ayat 4
5
Joni, Model Penegakan Hukum Pembalakan Liar Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), hlm. 59
mengangkut ke pengolahan dan ekspor tanpa izin dari pemerintah,dan oleh karena itu tidak sah, melanggar hukum dan
dianggap tindakan yang merusak hutan.”6
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa penebangan liar (illegal logging) adalah
kegiatan di bidang kehutanan atau merupakan kegiatan yang mencakup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli (ekspor-impor) kayu yang tidak sah atau bertentang dengan aturan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan. Unsur-unsur yang
terdapat dalam kejahatan penebangan liar (illegal logging)
tersebut antara lain : adanya suatu kegiatan, penebangan kayu, pengangkutan kayu, penjualan kayu dan / atau pembelian kayu, dapat merusak hutan, ada aturan hukum yang melarang dan
bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.7
Prasetyo mengungkapkan ada 7 (tujuh) dimensi dari illegal logging, meliputi:
a. Perizinan;
Artinya kegiatan logging dikatakan illegal apabila kegiatan
tersebut tidak ada izinnya, atau belum ada kegiatan izinnya atau izin yang telah kadaluarsa.
6
Riza Suarga, Pemberantasan Illegal Logging Optimisme di tengah praktek premanisme global, (Banten: Wana aksara,tt), hlm. 15
7Sukardi, Illegal Logging dalam perspektif politik hukum pidana
(kasus papua), (Ypgyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2005). Hlm. 73
26
b. Praktek (tekhnik operasi)
Artinya kegitan logging dikatakan illegal apabila pada
prakteknya tidak menerapkan praktek logging yang benar
atausesuai peraturan. Contohnya, menebang tidak sesuai dengan sistem silvikultur, menebang sembarang jenis, menebang sembarang diameter dan sebagainya.
peraturan. Contohnya, menebang tidak sesuai dengan sistem silvikultur, menebang sembarang jenis, menebang sembarang diameter dan sebagainya.
c. Lokasi;
Artinya kegiatan logging dikatakan illegal apabila
dilakukan pada lokasi di luar izin, menebang di kawasan konservasi/lindung, atau asal usul lokasi tidak dapat ditujukan.
d. Produksi Kayu;
Artinya kegiatan logging dikatakan illegal apabila kayunya
sembarang jenis (terutama jenis dilindungi), tidak ada batas diameter, tidak ada identitas asal usul kayu (LHC/LHP), tidak ada tanda pengenal perusahaan.
e. Dokumen;
Artinya kegiatan logging dikatakan illegal apabila tidak ada
dokumen sahnya kayu.
f. Pelaku;
Artinya kegiatan logging dikatakan illegal apabila orang
logging atau melakukan kegiatan pelanggar hukum bidang kehutanan.
g. Penjualan;
Artinya kegiatan logging dikatakan illegal apabila pada saat
penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau
kayu diselundupkan.8
2. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Illegal Logging
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, ketentuan tindak pidana perusakan hutan masuk dalam bab X dari pasal
82 sampai dengan pasal 106, yaitu:9
1. Pasal 82 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan.
b. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah.
8
Faroek, I. S dalam Suryanto, Cagur, Budi Wiati, dan Sulistyo, A. Siram, Illegal Logging : Sebuah Misteri dalam sistem Pengrusakan Hutan Indonesia, (Kalimantan Timur: Balai Litbang Kehutanan Kalimantan), hlm. 10
9
UU No. 18 tahun 20013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
28
2. Pasal 83 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan / atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin.
b. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan.
c. Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar.
3. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,
memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang (Pasal 84 UU No. 18 tahun 2013).
4. Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang
lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang (Pasal 85 UU No. 18 tahun 2013).
5. Pasal 86 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara.
b. Menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara.
6. Pasal 87 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Menerima, membeli, menjual, menerima tukar,
menerima titipan, dan / atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar.
b. Membeli, memasarkan, dan / atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
c. Menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan / atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
7. Pasal 88 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa
memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
b. Memasulkan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu
dan / atau menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu.
c. Melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil
hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
8. Pasal 89 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.
30 b. Membawa alat-alat berat dan / atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
melakukan kegiatan penambangan dan / atau
mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.
9. Mengangkut dan / atau menerima titipan hasil tambang
yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin (Pasal 90 UU No. 18 tahun 2013).
10. Pasal 91 UU N0. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Menjual, menguasai, memiliki, dan / atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
b. Membeli, memasarkan dan / atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
11. Pasal 92 UU No. 18 tahun 2013
a. Melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri di dalam kawasan hutan.
b. Membawa alat-alat berat dan / atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
melakukan kegiatan perkebunan dan / atau
mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri.
12. Pasal 93 UU No. 18 tahun 2013
a. Mengangkut dan / atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
b. Menjual, menguasai, memiliki, dan / atau menyimpan
hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
c. Membeli, memasarkan, dan / atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
13. Pasal 94 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan
pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
b. Melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
c. Mendanai pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung.
d. Mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan / atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual
32 kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri.
14. Pasal 95 UU No.18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan
mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya.
b. Menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri dan / atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan / atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
c. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan / atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
15. Pasal 96 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari:
a. Memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau penggunaan kawasan hutan.
b. Menggunakan surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau penggunaan kawasan hutan.
c. Memindahtangankan atau menjual izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang kecuali dengan persetujuan menteri.
16. Pasal 97 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan. b. Meusak, memindahkan, atau menghilangkan pal batas
luar kawasan hutan, batas fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan yang berimpit dengan batas negara yang mengakibatkan perubahan bentuk dan / atau luasan kawasan hutan.
17. Turut serta melakukan atau membantu terjadinya
pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah (Pasal 98 UU No. 18 tahun 2013).
18. Menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah (Pasal 99 UU No. 18 tahun 2013).
19. Mencegah, merintangi, dan / atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah (Pasal 100 UU No. 18 tahun 2013).
20. Memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi (Pasal 101 UU No. 18 tahun 2013).
21. Menghalang-halangi dan / atau menggagalkan
34 sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah (Pasal 102 UU No. 18 tahun 2013).
22. Melakukan intimidasi dan / atau ancaman terhadap keselamatan petugas yang melakukan pencegahan dan pemberantasan pembalkan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah (Pasal 103 UU No. 18 tahun 2013). 23. Melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan
liar, tetapi tidak menjalankan tindakan (Pasal 104 UU No. 18 tahun 2013).
24. Pasal 105 UU No. 18 tahun 2013 terdiri dari :
a. Menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya.
b. Menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Melindungi pelaku pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
d. Ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. e. Melakukan permufakatan untuk terjadinya pembalakan
liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
f. Menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak.
g. Melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas sehingga terjadi tindak pidana pembalakan liar dan / atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
25. Setiap pejabat yang melakukan kelalaian dalam
melaksanakan tugas (Pasal 106 UU No. 18 tahun 2013) 3. Sanksi Pidana Illegal Logging Menurut Hukum Positif
Sanksi pidana dalam hukum pidana positif dibagi menjadi dua bagian yaitu berupa hukuman pokok dan hukuman tambahan. Sebagaimana yang tercantum dalam
KUHP Pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut :10
a. Pidana pokok 1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukuman kurungan 4. Hukuman denda 5. Hukuman tutupan b. Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
10
Andi Hamzah, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
36
a. Hukuman pokok
Hukuman tersebut merupakan hukuman yang pokok dari suatu tindak pidana atau kejahatan. Jadi hukuman tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dan dapat dikatakan bahwa pengertian hukuman pokok antara hukum pidana Islam dan hukum
positif tidak jauh berbeda karena sama-sama
mentikberatkan kepada aturan yang berlaku.11
b. Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan di dalam hukum positif sebenarnya mengandung pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian dalam hukum pidana Islam. Hukuman tambahan merupakan hukuman yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana bersamaan dengan hukuman pokok dan hakim tidak mempunyai kewajiban untuk menjatuhkannya. Misalnya seseorang dicabut haknya dalam hal-hal tertentu sehingga ia tidak bisa melakukan hal tersebut seperti hal nya masyarakat pada umumnya dan hal tersebut dijelaskan di dalam Pasal 35 KUHP. Dan perampasan harta dari pelaku kejahatan baik harta dari hasil kejahatan maupun yang digunakan untuk melakukan kejahatan yang dijelaskan di dalam Pasal 39
11Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi
bentuk-bentuk pidana dalam tradisi hukum fiqh dan relevansinya bagi usaha pembaharuan KUHP nasional, (Bandung : Angkasa, 1996), hlm. 44
KUHP. Dan pengumuman putusan hakim, hal ini hampir sama dengan penerapan hukum pidana Islam di Aceh yang mengumumkan seseorang melakukan suatu tindak pidana di depan umum, akan tetapi di dalam hukum positif pengumumannya dilakukan melalui media
elektronik maupun media cetak.12
Adapun ketentuan pidana yang diatur dalam Bab
X Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan diantaranya :
1. Pasal 82
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. melakukan penebangan pohon dalam
kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a;
b. melakukan penebangan pohon dalam
kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b; dan/atau
c. melakukan penebangan pohon dalam
kawasan hutan secara tidak sah
12
Sianturi, S.R, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, ( Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1989), hlm. 469
38 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 13
13
Liihat pasal 82 UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
2. Pasal 83
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. memuat, membongkar, mengeluarkan,
mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;
b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil
hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
a. memuat, membongkar, mengeluarkan,
mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;
40
b. mengangkut, menguasai atau memiliki hasil
hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau dipidana dengan pidana penjara paling singka8 (delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana dendab paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).14
3. Pasal 87
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. menerima, membeli, menjual, menerima tukar,
menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf k;
b. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil
hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang
diambil atau dipungut secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf l; dan/atau
14Lihat pasal 83 UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
c. menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang
diambil atau dipungut secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf m dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
a. menerima, membeli, menjual, menerima tukar,
menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf k;
b. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil
hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yangdiambil atau dipungut secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf l; dan/atau
c. menerima, menjual, menerima tukar, menerima
titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang