Ekstrak buah legundi (
Vitex trifolia
Linn.) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri
Staphylococcus
aureus
Dewi Fatmawati, Nurul Mahmudati, Sri Wahyuni, Abdulkadir
Rahardjanto, Diani Fatmawati
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang
Penulis koresponden
Dewi Fatmawati
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang Email:
dewifatmawati213@gmail.com
ABSTRAK
Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.) sebagai antibakteri adalah konsentrasi ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.) dan jenis pelarut. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah The posttest-only control group design dengan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan konsentrasi dan jenis pelarut terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus serta interaksi keduanya terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil uji two – way ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan metanol buah legundi (Vitex trifolia Linn.) dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% telah menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Uji Duncan menunjukkan bahwa interaksi terbaik antara perbedaan konsentrasi ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.) dan jenis pelarut adalah pada ekstrak etanol buah legundi (Vitex trifolia Linn.) dengan konsentrasi 50%.
Kata kunci:
Antibakteri, Staphylococcus aureus, Vitex trifolia Linn.
Copyright © 2020 Universitas Muhammadiyah Malang
PENDAHULUAN
Staphylococcuss aureus merupakan
salah satu bakteri jenis gram positif yang diperkirakan sebanyak 20-75% dapat ditemukan pada tangan, muka, rambut, vagina dan saluran permukaan atas. Yuliani, Indrayudha, dan Rahmi (2011)
menyebutkan bahwa Staphylococcuss
aureus adalah penyebab utama penyakit
pada kulit, persendian, tulang, saluran pernafasan, endovaskuler, dan penyakit infeksi.
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab kematian di dunia terutama di daerah tropis, seperti Indonesia (Salni, Marisa, dan Mukti, 2011). Menurut Triana (2014), penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang termasuk di Indonesia. Sebesar 13 juta orang
diseluruh dunia setiap tahunnya mati karena penyakit infeksi ini (Salni et al., 2011). Santosaningsih et al (2011),
menyebutkan bahwa kasus infeksi
nosokomial di Amerika Serikat yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah sebanyak 13% (260.000 dari 2 juta kasus). Selain itu di Perancis kasus infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan
oleh Staphylococcus aureus adalah
sebanyak 77%.
Resistensi antimikroba telah menjadi suatu tantangan global bagi kesehatan masyarakat. Perkembangan resistensi mikroba semakin meningkat karena
penggunaan dan penyalahgunaan
antimikroba pada manusia dan hewan sehingga beberapa cara pencegahan dan pengobatan berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur
menjadi tidak efektif lagi (WHO, 2014). Organisme resisten seperti bakteri, virus dan beberapa parasit dapat hidup meski dengan adanya obat antimikroba seperti antibiotik, antivirus, dan antimalaria sehingga pengobatan standar tidak lagi menjadi begitu efektif lagi sehingga membutuhkan alternatif obat baru (Alamsyah, Widowati, dan Sabdono, 2014; Ghannadi et al., 1994; Siregar, Sabdono, dan Pringgenies, 2012). Salah satu sumber alternatif antibakteri baru dapat diproleh dengan memanfaatkan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri adalah buah Legundi
(Vitex trifolia Linn.).
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas antibakteri buah legundi (Vitex
trifolia Linn.). adalah konsentrasi ekstrak
dan jenis pelarut. Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, konsentrasi yang digunakan adalah 40 mg/ml, 50 mg/ml, 60 mg/ml, 70 mg/ml dan 80 mg/ml. Namun karena kecilnya diameter zona hambat yang terbentuk sehingga konsentrasi ekstrak dinaikkan menjadi 25%, 50%, 75% dan 100%.
Jenis pelarut pengekstraksi juga mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, sesuai konsep
like dissolve like, dimana senyawa yang
bersifat polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar (Arifianti et al., 2014).
Penelitian yang dilakukan Phani dan Kumar (2014) menyebutkan bahwa ekstrak etanol buah legundi (Vitex trifolia Linn) sebesar 75 mg/ml menghasilkan diameter zona hambat sebesar 7 mm pada bakteri Bacilus subtilis. Penelitian tentang
jenis pelarut yang mempengaruhi
efektivitas ekstrak buah legundi (Vitex
trifolia Linn.) masih minim, sehingga
penting untuk melakukan penelitian ini.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah eksperimen murni dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Malang yang terletak di Jl. Raya Tlogomas No. 246
Malang No. 246 pada bulan Agustus 2019. Rancangan penelitian yang digunakan dalam adalah The Posttest-only control
group design dengan rancangan
percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial.
Sterilisasi Alat
Mencuci semua peralatan yang
dibutuhkan dengan sabun hingga bersih dengan air mengalir. Alat-alat yang akan disterilisasikan dengan menggunakan autoklaf dibungkus menggunakan kertas dan dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121oC selama selama 15 menit dengan
tekanan 1 atm. Sedangkan alat-alat yang
tidak dapat disterilisasi dengan
menggunakan autoklaf, disterilisasi dengan cara menyemprotkan alkohol 70%.
Ekstraksi Buah Legundi (Vitex trifolia Linn.)
Pembuatan ekstrak buah Legundi
(Vitex trifolia Linn.) dilakukan degan
metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% dan metanol 70%. Buah legundi (Vitex trifolia Linn.) sebanyak 1000 gram yang telah diambil
kemudian dicuci bersih dengan
menggunakan air yang mengalir lalu di keringkan hingga tidak mengandung air atau di oven pada suhu 37 – 400 C. Buah
legundi (Vitex trifolia Linn.) yang telah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender hingga halus. Setelah itu memasukkan serbuk buah legundi yang telah halus (Vitex trifolia
Linn.) ke dalam dua erlenmeyer yang
berbeda dan menuangkan larutan etanol 70% dan metanol 705 pada masing-masing erlenmeyer sampai semua simplisia terendam penuh. Menutup erlenmeyer yang telah berisi rendaman simplisia dengan menggunakan alumunium foil dan menyimpannya selama 3 x 24 jam di ruang tertutup dan gelap untuk kemudian dilakukan proses maserasi. Setelah 3 x 24 jam, saring rendaman simplisia dengan menggunakan kain saring untuk diambil filtratnya. Filtrat atau hasil penyaringan kemudian dievaporasi pada suhu 45 – 500C
dengan menggunakan rotary evaporator.
adalah 30 menit dan untuk pelarut metanol membutuhkan waktu satu jam.
Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Kontrol positif dibuat dengan
menggunakan obat ampicilin. Ampicilin sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 1 ml aquades.
Metode Pengujian
Metode pengujian yang digunakan
adalah metod Kirby-Bauer dengan
menggunakan cakram disk. Paper disk
diambil dengan menggunakan pinset steril dan diteteskan ekstrak etanol dan metanol buah legundi (Vitex trifolia Linn.) yang
telah diencerkan dengan berbagai
konsentrasi dengan menggunakan
mikropipet sebanyak 40 µl. Cawan petri yang telah berisi media NA dipanaskan dengan cara memutar-mutar pada api bunsen. Paper disk yang telah ditetesi dengan ekstrak etanol dan metanol buah legundi (Vitex trifolia Linn.) diletakkan pada media NA. Kemudian menutup cawan petri dan memanaskan dengan cara memutar mutar pada api bunsen serta
melapisi cawan petri dengan
menggunakan plastic wrap dan memberi label. Setelah semua perlakuan selesai kemudian semua cawan petri hasil perlakuan diletakkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.
Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Zona bening yang terbentuk di sekitar paper disk merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap bahan antibakteri yang diujikan. Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur diameter vertikal dan diameter horizontal dengan satuan mm menggunakan jangka sorong dengan rumus: (𝐃𝐕 − 𝐃𝐂) + (𝐃𝐇 − 𝐃𝐂) 𝟐 Keterangan: DV: Diameter vertikal DH: Diameter Horizontal
DC: Diameter paper disk
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis varian dua jalan (two-way ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi dan jenis pelarut ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.)
terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus diperoleh data
sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat
Staphylococcus aureus (E= etanol, M = methanol, A = ampicillin) Konsentrasi (%) E M Ekstrak (mm) A Aquades 25% 5,39 6,02 50% 8,33 13,23 75% 9,26 18,57 100% 13,73 15,34 Ampicilin 4,2 4 Aquades 3,51
Data hasil penelitian pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa rerata diameter
zona hambat bakteri Staphylococcus
aureus yang paling besar adalah pada
perlakuan ekstrak metanol 75% yang menghasilkan rerata diameter zona hambat sebesar 18,57 mm, sedangkan hasil rerata diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus yang paling kecil
terdapat pada perlakuan kontrol (aquades) dengan rerata diameter zona hambat sebesar 3,51 mm.
Rerata diameter zona hambat yang dihasilkan kemudian di uji normalitas dan homogenitas dengan menggunakan SPSS. Nilai signifikansi uji normalitas adalah 0,20 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa data berdistribusi normal.
Kemudian uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,951 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data memiliki varian yang sama (homogen).
Setelah uji normalitas dan uji
homogenitas, kemudian dilanjutkan
dengan uji two - way ANOVA. Hasilnya adalah disajikan di Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 hasil uji two – way ANOVA didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi 0,00 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
rerata pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus berdasarkan jenis
pelarut ekstrak buah legundi (Vitex trifolia
Linn.). Begitu pula dengan hasil
signifikansi konsentrasi (0,00 < 0,05).
Sedangkan untuk jenis
pelarut*konsentrasi memiliki nilai
signifikansi 0,00 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.)
Tabel 2. Hasil uji two- way ANOVA
Nama Sig
Jenis pelarut 0,00 Konsentrasi 0,00 Jenis pelarut *
konsentrasi 0,00
Setelah dilakukan uji two – way ANOVA kemudian dilanjtkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan signifikan antar setiap perlakuan dalam setiap kelompok. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 3 .
Tabel 3. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi perlakuan
Perlakuan Rerata terkoreksi 25% 5,70a
50% 10,81b
75% 14,30c
100% 14,54c
Keterangan:
- Perlakuan dengan notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
- Perlakuan dengan notasi yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa perlakuan yang memiliki notasi berbeda (a, b, c) adalah pada konsentrasi 25%, 50% dan 75%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan konsentrasi terbaik untuk menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus adalah konsentrasi
ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn) sebanyak 75%.
Pengaruh konsentrasi terbaik terdapat pada perlakuan ekstrak metanol buah legundi (Vitex trifolia Linn.) dengan konsentrasi 75% yang menghasilkan rerata diameter zona hambat paling besar yaitu 18,57 mm. Namun pada konsentrasi 100% ekstrak metanol rerata diameter yang dihasilkan menurun menjadi 15,34 mm. Hal tersebut mungkin disebabkan karena pemberian antibakteri dalam jumlah yang berlebihan akan menyebabkan sel bakteri menjadi kebal dan resisten sehingga diameter zona hambat yang dihasilkan menurun (Salni et al., 2011).
Terbentuknya diameter zona hambat
disekitar paper disk karena adanya
senyawa metabolit sekunder yang
terkandungalam ekstrak buah legundi
(Vitex trifolia Linn.). Senyawa metabolit
sekunder tersebut adalah flavonoid, terpenoid dan alkaloid (Geetha et al., 2004; Lubis dan Hariaji, 2017).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai
antibakteri adalah dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap
protein ekstra seluler sehingga
menyebabkan terdenaturasinya protein sel bakteri dan membuat membran sel mengalami kerusakan (Arlofa, 2015). Selain itu juga dengan menghambat metabolisme energi pada bakteri (Cushnie dan Lamb, 2005). Selain flavonoid, kandungan lainnya yang berperan sebagai antibakteri adalah terpenoid yang mampu merusak membran sel bakteri (Yuharmen, 2002 dalam Sitepu et al., 2012). Senyawa
selanjutnya yang berperan sebagai
antibakteri adalah alkoloid yang memiliki mekanisme kerja dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri dan merubah struktur dan susunan asam amino pada bakteri (Arlofa, 2015; González-lamothe et al., 2009).
Pada perlakuan kontrol negatif berupa aquades diketahui bahwa rerata diameter zona hambat yang dihasilkan adalah 3,51 mm. Seharusnya pada perlakuan tersebut tidak ditemukan adanya zona hambat. Namun zona hambat yang terbentuk bisa saja kemungkinan disebabkan karena adanya kontaminasi antara aquades dengan zat lainnya.
Perbandingan perlakuan dengan ekstrak etanol dan ekstrak metanol buah legundi (Vitex trifolia Linn.) ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Diagram garis perbandingan rerata diameter zona hambat Staphylococcus aureus
dengan ekstrak etanol dan metanol buah legundi
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa rerata diameter zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus pada
perlakuan ekstrak metanol lebih besar dibandingkan pada perlakuan ekstrak etanol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan paling baik untuk menghambat
bakteri Staphylococcus aureus adalah
dengan menggunakan ekstrak metanol. Pelarut metanol memiliki tingkat polaritas yang tinggi sehingga bisa melarutkan komponen polar dan non polar (Natheer, Sekar, Amutharaj, Rahman, & Khan, 2012). Pelarut metanol merupakan
jenis pelarut yang sifatnya dapat
mengisolasi lebih banyak metabolit sekunder dari tanaman seperti tanin, polifenol, terpenoid, saponin, lakton,
flavon dan fenon (Kannathasan,
Senthilkumar, & Venkatesalu, 2011). Selain itu pelarut metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid dari tanaman (Thompson, 1985 dalam Astarina et al., 2013). Dibandingkan dengan pelarut etanol, metanol memiliki tingkat polaritas yang lebih tinggi karena konstanta dielektrik pelarut metanol
adalah 33,60 sedangkan konstanta
dielektrik etanol adalah 24,3 (Ariyani et al., 2008; Septiana dan Asnani, 2012). Semakin besar konstanta dielektrik yang dimiliki suatu pelarut, maka pelarut
tersebut bersifat semakin polar. Daya larut yang tinggi berkaitan erat dengan kepolaran yang dimiliki oleh suatu pelarut dan kepolaran senyawa yang akan diekstraksi. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar (Ariyani et al., 2008).
Adapun interaksi terbaik antara perbedaan konsentrasi dan jenis pelarut ditentukan dengan menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji Duncan interaksi terbaik antara pengaruh perbedaan konsentrasi dan jenis pelarut ekstrak Vitex trifolia Linn. terhadap pertumbuhan
Staphylococcus aureus
Perlakuan Rerata terkoreksi
Aquades 3,51a Ampicilin 4,24b Ekstrak etanol 25% 7,83c Ekstrak etanol 50% 9,39d Ekstrak etanol 75% 9,63d Ekstrak etanol 100% 10,59d Ekstrak metanol 25% 11,54d Ekstrak metanol 50% 12,39d Ekstrak metanol 75% 12,80d Ekstrak metanol 100% 16,47d Keterangan:
- Perlakuan dengan notasi yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata
- Perlakuan dengan notasi yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa interaksi terbaik yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus adalah ekstrak
etanol dengan konsentrasi 50%. Pada konsentrasi tersebut rerata diameter zona
hambat bakteri Staphylococcus aureus
yang dihasilkan adalah sebesar 8,33 mm. Meskipun rerata tertinggi diameter zona
hambat bakteri Staphylococcus aureus
terdapat pada perlakuan ekstrak metanol 75% yang menghasilkan rerata luas 18,57 mm tapi dengan konsentrasi ekstrak etanol 50% rerata diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus sudah berbeda
secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. 0 5 10 15 20 25% 50% 75% 100% Re ra ta d ia me te r zo n a h amb at ( mm)
Konsentrasi ekstrak buah legundi
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Perbedaan konsentrasi ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. (2) Perbedaan
jenis pelarut ekstrak buah legundi (Vitex
trifolia Linn.) memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. (3) Terdapat pengaruh interaksi
perbedaan konsentrasi dan jenis pelarut ekstrak buah legundi (Vitex trifolia Linn.)
terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, H. K., Widowati, I., & Sabdono, A. (2014). Aktivitas antibakteri
ekstrak rumput laut Sargassum
cinereum (J. G Agardh) dari perairan
Pulau Panjang Jepara terhadap
bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus epidermidis.Journal
of Marine Research, 3(2), 69–78.
Arifianti, L., Oktarina, R. D., & Kusumawati, I. (2014). Pengaruh jenis pelarut pengektraksi terhadap kadar sinensetin dalam ekstrak daun
Ortosiphon stamineus Benth.
E-Journal Planta Husada, 2(1), 3–6.
Retrieved from
http://www.journal.unair.ac.id/down
load-fullpapers-ph44bbad3916full.pdf
Ariyani, F., Setiawan, L. E., & Soetaredjo, F. E. (2008). Ekstraksi minyak atsiri
dari tanaman sereh dengan
menggunakan pelarut metanol,
aseton, dan N-Heksan. Widya Teknik,
7(2), 124–133. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publ ications/231949-ekstraksi-minyak-
atsiri-dari-tanaman-ser-029adfb0.pdf
Arlofa, N. (2015). Uji kandungan senyawa fitokimia kulit durian sebagai bahan
aktif pembuatan sabun. Jurnal
Chemtech, 1(1), 18–22. Retrieved
from
https://journal.uii.ac.id/JKKI/article /view/543/467
Astarina, N. W. G., Astuti, K. W., & Warditiani, N. K. (2013). Skrining
fitokimia ekstrak metanol rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb).
Jurnal Frmasi Udayana, 2(4), 2–7.
Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jfu /article/view/7399/5649
Cushnie, T., & Lamb, A. J. (2005). Antimicrobial activity of flavonoids.
International Journal of
Antimicrobial Agents, (26), 343–356.
https://doi.org/10.1016/j.ijantimicag .2005.09.002
Geetha, G., Doss, A., & Doss, P. A. (2004). Antimicrobial potential of Vitex trifolia Linn. Ancient Science of Life,
23(4), 30–32. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC3330983/pdf/ASL-23-30.pdf
Ghannadi, A., Bagherinejad, M. R., Abedi, D., Jalali, M., Absalan, B., & Sadeghi, N. (1994). Antibacterial activity and composition of essential oils from
Pelargonium graveolens L’Her and
Vitex agnus-castus L Ghannadi.
Iranian Journal of Microbiology,
4(4), 171–176. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC3507305/pdf/IJM-4-171.pdf
González-lamothe, R., Mitchell, G.,
Gattuso, M., Diarra, M. S., Malaouin, F., & Bouarab, K. (2009). Plant antimicrobial agents and their effects on plant and human pathogens. International Journal of Molecular
Sciences, 10(8), 3400–3419.
https://doi.org/10.3390/ijms100834 00
Kannathasan, K., Senthilkumar, A., & Venkatesalu, V. (2011). In vitro antibacterial potential of some Vitex species against human pathogenic bacteria. Asian Pacific Journal of
Tropical Medicine, 4(8), 645–648.
https://doi.org/10.1016/S1995-7645(11)60164-8
Lubis, H. M. L., & Hariaji, I. (2017). Ekstrak buah legundi (Vitex trifolia) mampu menghambat pembelahan dan pertumbuhan sel tumor kulit tikus, 17(1), 1–6. Retrieved from http://journal.umy.ac.id/index.php/ mm/article/view/3676/pdf_17
Natheer, S. E., Sekar, C., Amutharaj, P., Rahman, M. S. A., & Khan, K. F. (2012). Evaluation of antibacterial activity of Morinda citrifolia, Vitex
trifolia and Chromolaena odorata.
African Journal of Pharmacy and
Pharmacology, 6(11), 783–788.
https://doi.org/10.5897/AJPP11.435 Phani, K., & Kumar, A. R. (2014).
Antimicrobial activity of Vitex
leucoxylon, Vitex negundo and Vitex
trifolia. Indian Journal of Research
in Pharmacy and Biotechnology,
5674(April), 2320–2321. Retrieved from
https://www.ijrpb.com/issues/Volu me 2_Issue 2/ijrpb 2(2) 5 phani2 1104-1105.pdf
Pranoto, E. N., Ma’ruf, W. F., &
Pringgenies, D. (2012). Kajian
aktivitas bioaktif ekstrak teripang pasir (Holothuria scabra) terhadap
jamur Candida albicans. Jurnal
Perikanan, 1(2), 1–8. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index. php/jpbhp/article/view/651/651 Salni, S., Marisa, H., & Mukti, R. W. (2011).
Isolasi senyawa antibakteri dari daun
jengkol (Pithecolobium lobatum
Benth) dan penentuan nilai KHM-nya. Jurnal Penelitian Sains, 14(D),
38–41. Retrieved from
http://ejurnal.mipa.unsri.ac.id/index .php/jps/article/view/125/119
Santosaningsih, D., Zuhriyah, L., & Nurani,
M. (2011). Staphylococcus aureus
pada komunitas lebih resisten
terhadap ampisilin dibandingkan
isolat rumah sakit. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 26(4), 204–
207. Retrieved from
https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/a rticle/view/385/360
Septiana, A. T., & Asnani, A. (2012). Kajian sifat fisikokimia ekstrak rumput laut
coklat (Sargassum duplicatum)
menggunakan berbagai pelarut dan metode ekstraksi. Agrointek, 6(1),
22–28.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10. 21107/agrointek.v6i1.1950
Siregar, A. F., Sabdono, A., & Pringgenies, D. (2012). Potensi antibakteri ekstrak
rumput laut terhadap bakteri
penyakit kulit Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus
epidermidis, dan Micrococcus luteus.
Journal of Marine Research, 1(2),
152–160. Retrieved from
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr
Sitepu, I. S., Suada, I. K., & Susrama, I. G. K. (2012). Uji aktivitas antimikroba beberapa ekstrak bumbu dapur
terhadap pertumbuhan jamur
Curvularia lunata (Wakk.) Boed. dan
Aspergillus flavus L. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 1(2), 107–
114. Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JA T/article/view/2179/1378
Triana, D. (2014). Frekuensi β -Lactamase hasil Staphylococcus aureus secara
iodometri di laboratorium
mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Gradien,
10(2), 992–995. Retrieved from
https://ejournal.unib.ac.id/index.ph p/gradien/article/view/298/258 WHO. (2014). Antimicrobial resistance:
global report on surveillance. France:
WHO Library.
Yuliani, R., Indrayudha, P., & Rahmi, S. S. (2011). Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun jeruk purut (Citrus
hystrix) terhadap Staphyococcus
aureus dan Escherichia coli. Jurnal
Farmasi Indonesia, 12(2), 50–54. Retrieved from https://publikasiilmiah.ums.ac.id/x mlui/bitstream/handle/11617/3380/ 2011-12-2-50.pdf?sequence=1&isAllowed=y