Nomor ID UGM/ / /2006
Cluster AGRO
LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2006
PENGUKURAN INDEKS TAPAK (SITE INDEX) TEGAKAN MANGIUM (Acacia mangium)
PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. MUSI HUTAN PERSADA
Tim Peneliti: Ari Susanti, S.Hut, M.Sc.
Heru Budi Santoso
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian Pengukuran indeks tapak (site index) tegakan mangium (Acacia mangium) pada hutan tanaman industri PT. Musi Hutan Persada.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada PT. Musi Hutan Persada yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian di area hutannya dan mendukung dengan data-data yang luar biasa, LPPM yang telah memberikan bantuan pendanaan, dan semua pihak yang telah berpartisipasi sampai terselesaikannya penelitian ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat seperti yang diharapkan.
Yogyakarta, November 2006
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... iv LEMBAR PENGESAHAN ... v I. JUDUL PENELITIAN ... 1 II. INTISARI ... 1 III. ABSTRACT ... 1
IV. LATAR BELAKANG PENELITIAN ... 2
V. TUJUAN PENELITIAN ... 2
VI. TINJAUAN PUSTAKA ... 2
6.1 Tanaman Acacia mangium ... 2
6.2 Acacia mangium di PT. Musi Hutan Persada ... 3
6.3 Kurva Tinggi ... 4
6.4 Index Tapak (Site Index) ... 5
6.5 Pengukuran site index ... 5
6.6 Site index dalam pengelolaan sumberdaya hutan ... 5
VII. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ... 6
VIII. CARA PENELITIAN ... 7
8.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 7
8.2 Alat ... 8
8.3 Variabel ... 8
8.4 Prosedur Pelaksanaan ... 8
IX. HASIL PENELITIAN ... 12
9.1 Kurva Tinggi ... 13 9.2 Site Index ... 15 X. PEMBAHASAN ... 20 10.1 Kurva Tinggi ... 20 10.2 Site Index ... 21 XI. KESIMPULAN ... 25
XII. DAFTAR PUSTAKA ... 25
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data sampel pohon tertinggi berdasarkan kelas diameter ... 13
Tabel 2 Pemilihan persamaan kurva tinggi ... 15
Tabel 3 Prediksi peninggi pada umur tegakan ... 17
Tabel 4 Hasil analisis persamaan Schumacher dengan percobaan terhadap nilai k ... 18
Tabel 5 Intensitas gulma pada petak pengamatan ... 22
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Alur penomoran pohon dalam PU ... 11
Gambar 2 Diagram pencar antara diameter dengan tinggi ... 14
Gambar 3 Kondisi gulma (anakan alami) A. mangium ... 16
Gambar 4 Diagram pencar taksiran peninggi terhadap umur tegakan ... 17
Gambar 5 Grafik jumlah kuadrat error (JKE) berdasarkan nilai k ... 18
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Perhitungan dengan SPSS ... 27
Lampiran 2 Data taksiran peninggi dengan kurva S ... 35
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Penelitian :
Pengukuran indeks tapak (site index) tegakan mangium (Acacia mangium) pada hutan tanaman industri PT. Musi Hutan Persada
2. Peneliti Utama
a. Nama lengkap dan gelar : Ari Susanti S.Hut, M.Sc
b. NIP : 132 302 595
c. Pangkat/Jabatan : Asisten Ahli
d. Golongan : III/a
e. Bidang Spesialisasi Keahlian : Biometrika Hutan
f. Fakultas : Kehutanan
g. Alamat dan No. Telepon
- Unit Kerja : 548815 (51403)
- Rumah : 0815 7938 796
3. Lokasi Penelitian : PT. Musi Hutan Persada (Sumatera Selatan) 4. Anggota Peneliti
No. Nama lengkap dan gelar Bidang Spesialisasi Keahlian
1 Heru Budi Santoso Manajemen Hutan
5. Jangka waktu penelitian : 7(tujuh) bulan
Mengetahui: Dekan Fakultas
Prof. Dr. Moch. Naiem NIP.
Yogyakarta, 16 November 2006 Peneliti Utama
Ari Susanti S.Hut, M.Sc NIP: 132 302 595
I. JUDUL PENELITIAN
Pengukuran indeks tapak (site index) tegakan mangium (Acacia mangium) pada hutan tanaman industri PT. Musi Hutan Persada
II. INTISARI
Site index merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan perlakukan
silvikutur dan pengaturan hasil. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran kualitas tapak. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model kelas tapak (site index) tegakan Acacia mangium tanpa penjarangan pada hutan tanaman
industri PT. Musi Hutan Persada (MHP) di Sumatera Selatan dengan menggunakan pendekatan peninggi melalui variabel diameter.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap yakni pembuatan kurva tinggi dan pembangunan model kelas tapak. Pembuatan kurva tinggi menggunakan pendekatan pengukuran diameter setinggi dada dan analisis regresi dengan metode kuadrat terkecil. Persamaan regresi terbaik digunakan untuk menaksir peninggi pada setiap petak ukur. Pembangunan model kelas tapak menggunakan pendekatan peninggi. Pembangunan site index dilakukan dengan menggunakan metode anamophic matematis. Data dikumpulkan dari pengukuran petak sementara serta petak ukur permanen yang ada di PT.MHP serta data pendukung lainnya.
Site index pada tegakan Acacia mangium di PT. MHP di Sumatera Selatan
adalah 22 meter, 26 meter, dan 28 meter dengan site index rata-rata sebesar 23 meter, 25 meter, dan 27 meter.
III. ABSTRACT
Site index is one of important factors in determining the silviculture treatments. This research aims to develop a site index for Acacia mangium stand without thinning in PT. Musi Hutan Persada (MHP), South Sumatera by top height approach.
This research comprises two-phases of analysis, namely height curve development and site index development. The diameter breast height and regression analysis were employed to approach the height curve. The best regression equation was selected to estimate top height from diameter breast height in each plot. These estimates of top heights became the inputs for modeling the site index using anamorphic method. Data were collected from semipermanent and permanent plots in PT. MHP.
Site index of Acacia mangiun stand in PT. MHP, South Sumatera are 22 meters, 26 meters, and 28 meters with average site index 23 meters, 25 meters, and 26 meters.
IV. LATAR BELAKANG PENELITIAN
PT. Musi Hutan Persada (PT.MHP) merupakan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan luasan sekitar 200.000 ha dengan jenis Acacia mangium
dan rotasi delapan tahun. Acacia mangium yang ditanam berasal dari
provenance yang seragam yang dihasilkan dari kebun benih perusahaan. Tegakan A. mangium memiliki pertumbuhan yang cepat dan cenderung bertajuk
rapat. Pengaturan hasil yang dilakukan selama ini didasarkan pada area control
dengan dukungan dari model pertumbuhan yang sudah dibangun.
Dengan luasan seperti tersebut diatas, terdapat variasi yang cukup besar dalam kualitas tempat tumbuh. Variasi dalam kualitas tempat tumbuh ini diduga memberikan variasi yang cukup besar juga dalam produktivitas (Van Laar dan Akca, 1997). Model pertumbuhan yang sudah ada saat ini belum mampu mengakomodasi variabilitas tapak.
Variasi tapak ini akan menjadi faktor yang penting dalam pengelolaan sumberadaya hutan dan menjadi dasar dalam penentuan perlakuan silvikultur dan pengaturan hasil (Husch et.al. 1982). Dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pengelolaan dan pengaturan hasil tersbut, maka perlu dilakukan pengukuran kualitas tapak.
V. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model kelas tapak (site index) tegakan Acacia mangium tanpa penjarangan pada HTI PT. Musi Hutan Persada di
Sumatera Selatan dengan memanfaatkan formula Schumacher.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
Secara dendrologis, klasifikasi Acacia mangium adalah sebagai berikut
(Benson dalam Hadiyan, 1997): Divisio : Spermatophyta Sub devisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae Ordo : Rosales
Familia : Leguminosae Genus : Acacia
Species : Acacia mangium WILLD.
Acacia mangium merupakan species yang paling banyak ditanaman pada
HTI di Indonesia sejak tahun 1980-an karena kemampuan adaptasinya tinggi, pertumbuhannya cepat, tahan terhadap hama penyakit, kayunya cukup baik untuk bahan baku pulp, kayu pertukangan, konstruksi ringan, dan arang, serta teknik silvikulturnya mudah. Acacia mangium dapat
tumbuh hampir di semua kondisi tanah dengan drainase baik dan bereaksi masam, dan tidak dapat tumbuh pada daerah yang tergenang (Hardiyanto, 2004).
Acacia mangium dapat tumbuh pada iklim yang lembab atau basah.
Temperatur relatif tinggi sepanjang tahun. Rerata suhu bulan terpanas 31-34oC rerata suhu bulan terdingin 15-22oC. Sebaran alaminya pada elevasi mulai dari permukaan air laut sampai dengan 300 m. Di beberapa tempat
Acacia mangium dijumpai sampai dengan elevasi 800 m dari permukaan
air laut, rerata curah hujan tahunan 1503000 mm dengan bulan kering 0-6 bulan. Namun demikian, Acacia mangium tumbuh optimal dengan curah
hujan terdistribusi merata sepanjang tahun (Hardiyanto dan Arisman, 2004).
6.2 Acacia mangium di PT. Musi Hutan Persada
Penanaman Acacia mangium di kawasan PT. MHP dilaksanakan pertama kali pada tahun 1990 seluas 50.000 ha di Subanjeriji. Tujuan pembangunan HTI PT. MHP ini adalah untuk bahan baku pulp. Pada prakteknya, pembangunan HTI PT. MHP ini juga memberikan outcome yang cukup signifikan pada pembangunan regional di Propinsi Sumatera Selatan khususnya dan pembangunan nasional (Simon & Arisman, 2004).
A. mangium dikembangkan pada tapak yang sebagian besar berupa
padang alang-alang (Imperata cylindrica) dan sebagian bervegetasi semak
bahwa lahan yang ditumbuhinya telah terdegradasi menjadi lahan yang tidak produktif. Jenis tanah di PT. MHP pada umumnya podsolik merah kuning dan sebagian kecil Oxisol.
Benih yang ditanam di PT. MHP berasal dari kebun benih perusahaan. Pembibitan dilakukan di persemaian permanen yang cukup modern dengan kapasitas produksi bibit 3 juta/tahun. Persiapan lahan dilakukan secara mekanis dan khemis bergantung pada kondisi lahannya. Namun demikian, pada daur kedua persiapan lahan secara mekanis sama sekali tidak dilakukan untuk menjaga sifat fisik tanah. Jarak tanam yang digunakan adalah 3x3m karena memberikan produksi kayu komersial yang paling tinggi. Disamping itu juga untuk memberi kemudahan dalam menentukan arah penyaradan kayu. Pemeliharaan tanaman terdiri atas penunggalan dan pemangkasan cabang, penjarangan dan pemangkasan cabang untuk kayu pertukangan, pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit, dan pengendalian api. Dalam rangka memelihara kandungan bahan organik tanah, dilakukan manajemen sisa panenan yakni dengan meninggalkan semua sisa panenan di dalam petak tebangan (Hardiyanto, 2004).
Sisa panenan yang di tinggal di dalam petak tebangan ini mempengaruhi produktivitas tegakan. Pada umur 8 tahun Acacia mangium yang ditanam
di blok Merbau (PT. MHP) dengan jarak tanam 4 x 2 m memiliki rata-rata diameter setinggi dada sebesar 19,7 cm, dengan riap 31,9 m3/ha/tahun (Anshori et al., 2005).
6.3 Kurva Tinggi
Untuk beberapa jenis pohon tertentu, diameter setinggi dada mempunyai hubungan yang kuat dengan tingginya. Hubungan tersebut sebagaimana diperoleh dari analisis batang (stem analysis), dapat memberi indikasi
karakter ”kurva umur tinggi” untuk individu pohon. Pohon yang tumbuh diatas tanah yang tidak subur akan mempunyai kurva tinggi lebih datar dibanding dengan pohon yang tumbuh di atas tanah yang subur. Demikian pula kurva tinggi tegakan seumur juga akan lebih datar dibanding dengan kurva tinggi tegakan tak seumur. Variasi hubungan diameter-tinggi terjadi karena perbedaan jenis, dan untuk jenis yang sama karena perbedaan kesuburan tanah.
Dalam inventore hutan, hubungan diameter-tinggi dapat dipakai untuk memperoleh taksiran tinggi pohon dari sampel yang terbatas jumlahnya. Untuk menyusun kedua macam kurva tersebut biasanya digunakan analisis regresi. Kurva tinggi melukiskan hubungan antara kelas diameter
dan tinggi rata-rata pohon untuk kelas tersebut. Tinggi rata-rata ini dapat digunakan untuk menyusun tabel volume (Simon, 1996).
Hubungan antara diameter dengan tinggi pada tegakan seumur adalah kurvilinier, akan tetapi ketidaklinearan tersebut sulit untuk terdeteksi yang dapat disebabkab oleh jumlah data yang terlalu sedikit ataupun disebabkan oleh pengukuran tinggi yang tidak akurat (Van Laar dan Akça, 1997).
6.4 Index Tapak (Site Index)
Site index didefinisikan sebagai tinggi yang dicapai oleh pohon dominan dan kodominan pada umur tertentu (Husch, Miller & Bees, 1982). Site index menggambarkan potensial produktivitas hutan dan bervariasi bergantung pada lokasi dan jenis tanaman (Hanson, Azuma & Hiserote, 2002). Pada umumnya, produktivitas site untuk pertumbuhan pohon diukur pada level tegakan bukan pada individu pohon(Husch et al., 1982).
Produktivitas kayu dari suatu lahan hutan dan kualitas tempat tumbuh didefinisikan oleh Davis dan Johnson (1987) sebagai jumlah volume maksimum yang dapat dihasilkan dari suatu lahan hutan dalam daur tertentu, sehingga dapat dijelaskan seberapa baik suatu lahan dan berapa banyak kayu yang dapat dihasilkan dari pertumbuhannya. Kualitas tempat tumbuh merupakan nilai penunjuk (indeks) yang berhubungan dengan produktivitas kayu.
Menurut Davis dan Johnson (1987) pendekatan ini lebih baik daripada metode penaksiran tidak langsung yang lain, seperti pembandingan karakteristik tanah maupun komposisi tumbuhan bawah, karena tinggi pohon merupakan parameter yang paling praktis, bersifat konsisten dan indikator yang berguna untuk menaksir produktivitas kayu dari suatu tempat tumbuh (tapak).
6.5 Pengukuran site index
Pengukuran site index dapat dilakukan dengan metode grafis dan dengan menggunakan metode matematis. Metode grafis merupakan metode yang pertama kali diaplikasikan ketika fasilitas computer belum ditemukan. Metode persamaan berkembang seiring dengan berkembangnya alat bantu hitung (van Van Laar & Akca, 1997). Site index merupakan fungsi
dari peninggi dan umur dan formulanya berbeda-beda bergantung pada lokasi dan jenis (Hanson et al., 2002). Karakteristik tanah seperti kelembaban relative, kandungan pasir, kedalaman horizon, suhu, nutrisi tanah, dan factor tanah lainnya secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan pohon (Husch et al., 1982).
k A b b h 1 ln 0 1
Site index pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kualitas lahan hutan dan untuk memprediksi riap dan volume kayu yang dihasilkan. (Hanson et al., 2002). Prediksi mengenai riap dan volume kayu yang dihasilkan merupakan salah satu input yang penting dalam analisis biaya dan perencanaan pengelolaan sumberdaya hutan (Louw & Scholes, 2002) serta dalam pengambilan keputusan pengelolaan dan tindakan silvikultur seperti pengaturan hasil (Onyekwelu, 2003).
VII. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Tegakan Acacia mangium memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat dan
cenderung bertajuk rapat (Hardiyanto, 2004), kondisi tersebut mengakibatkan pengukuran tinggi secara langsung sulit untuk dilakukan. Menurut Simon (1996) terdapat hubungan yang kuat antara diameter dan tinggi pohon. Hal tersebut yang mendasari dibuatnya kurva tinggi sebagai pendekatan terhadap peninggi melalui variabel diameter. Salah satu model regresi antara diameter dengan tinggi (Van Laar dan Akça, 1997) adalah:
d b b h 0 1.ln (1) Keterangan : H : tinggi pohon (m) d : dbh 1.3 m (cm) bo : intersep (intercept) b1 : kemiringan (slope)
Site index dianalisis dengan menggunakan formula pertumbuhan Schumacher. Formula ini dipilih karena kesederhanaannya yang tercermin dari asumsi yang melekat padanya. Asumsi yang dimaksud yakni bahwa tinggi pohon bertambah dengan laju pertumbuhan yang sama pada semua umur. Asumsi ini memberikan konsekuensi bahwa variasi dalam riap pertumbuhan pada berbagai tingkat umur tidak terakomodasi dalam model ini. Namun demikian model ini merupakan model yang banyak digunakan pada beberapa hutan tanaman sejenis (Van Laar dan Akca, 1997).
Terkait dengan obyek penelitian yakni hutan tanaman dengan jenis Acacia mangium dengan rotasi delapan tahun, maka akan sangat relevan untuk
menguji kesesuaian formula ini dalam pengukuran site index.
Formula Schumacher dibangun dari persamaan regresi linear antara peninggi (tinggi pohon dominan) dan umur tegakan sebagai berikut (Van Laar & Akca, 1997):
(2)
A= umur (thn)
k = konstanta pertumbuhan b0 = intercept
b1 = slope
Berdasarkan definisi site index, maka pada formula (2), apabila umur merupakan indeks umur AI, maka h akan sama dengan site index. Dengan demikian: k I o A b b SI 1 ln 1 (3)
Dengan menggunakan model kurva dengan kemiringan yang sama (common slope model) maka dari formula (3) dapat diketahui bo (intersep) sebagai berikut: k I A b SI b0 ln 1 1 (4)
Dengan mensubtitusikan formula (4) ke formula (2), maka site index dapat dihitung sebagai berikut:
k k I A b A b SI h ln 1 1 ln 1 1 (5) k k I i A A b h SI exp ln 1 1 (6)
Berdasarkan formula (4), peninggi yang merupakan salah satu indikator produktivitas tegakan hutan dipengaruhi oleh site index. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji hipotesis site index memberikan kontribusi terhadap
variasi produktivitas tegakan hutan.
VIII. CARA PENELITIAN
8.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – November 2006 di areal hutan tanaman Acacia mangium di PT. Musi Hutan Pesada, Sumatera Selatan
yang secara geografis terlatak pada 103o10”-104o25”BB dan 03o 05”-04o28”LS. Kawasan hutan tanaman ini meliputi luasan kurang lebih 200.000 ha dan terbagi dalam tiga wilayah pengelolaan yakni Wolayah I Subanjeriji, Wilayah II Benakat, dan Wlayah III Lematang (Siregar, Hardiyanto & Gales, 1998). Hutan tanaman ini dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk industri pulp and
paper. Selama ini PT. Musi Hutan Persada merupakan penyedia bahan baku utama untuk PT. Tanjung Enim Lestari.
Pada daur pertama, hutan tanaman Acacia mangium ini dikelola dengan
rotasi delapan tahun dengan rata-rata riap per tahun 33 m3/ha/th (Siregar et al., 1998).
8.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data adalah peralatan inventarisasi hutan, yang terdiri atas:
1. Alat bantu menentukan arah dan posisi (kompas, GPS) 2. Hagameter
3. Meteran sepanjang 50 meter untuk mengukur jarak dan membuat petak ukur dilapangan serta mengukur diameter setinggi dada.
4. Peta areal pengelolaan hutan digunakan dalam penentuan pembuatan lokasi petak ukur.
5. Cat kuning sebagai penanda nomor pohon dan cat biru sebagai penanda sabuk dbh 1.3 m.
6. Patok sebagai penanda batas atau ujung dari petak ukur.
7. Parang atau golok untuk memudahkan dalam pembuatan petak ukur. 8. Informasi data dan sebaran petak ukur permanen tegakan Acacia
mangium di PT. Musi Hutan Persada
9. Alat pencatat data di lapangan (alat tulis)
10. Alat bantu hitung dan pengolahan data (kalkulator, computer)
8.3 Variabel
a. Umur tegakan
b. Diameter setinggi dada (dbh 1.3m)
8.4 Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan penelitian dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:
Tegakan Acacia mangium di PT. Musi Hutan Persada pada daur
kedua dikelola dengan daur 6 tahun (daur pendek). Pada umur tersebut tegakan akasia memiliki struktur yang rapat dan padat, oleh karena itu dalam penelitian ini pengukuran tinggi pohon sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu digunakan pendekatan dengan pengukuran diameter setinggi dada (dbh = 1.3 m).
Penelitian diawali dengan menebang pohon sampel pada setiap umur tegakan dan tersebar merata. Langkah pengukuran untuk pembuatan kurva tinggi dilapangan adalah sebagai berikut:
Mengukur dbh 1.3 meter pohon berdiri yang akan digunakan sebagai sampel kurva tinggi.
Menebang pohon sampel.
Mengukur tinggi tonggak pohon yang tersisa dilapangan.
Mengukur panjang batang utama yang telah ditebang.
Analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan metode kuadrat terkecil (least square method). Dalam analisis ini, diameter
setinggi dada sebagai peubah tak bergantung (independent variable) dan tinggi sebagai peubah bergantung (dependent variable). Penghitungan tinggi pohon total yang sudah direbahkan
adalah:
Tinggi pohon total = tinggi tonggak + panjang batang utama
Salah satu model regresi antara diameter dengan tinggi (Van Laar dan Akça, 1997) adalah:
d b bo h 1.ln Keterangan :
h : tinggi pohon total (m) d : dbh 1.3 m (cm) bo : intersep (intercept) b1 : kemiringan (slope)
Pemilihan model didasarkan pada nilai koefesien determinasi (R2), dan parameter keragamannya. Parameter tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan model korelasi terbaik. Semakin besar R2, maka semakin tinggi proporsi tinggi yang dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada. Persamaan yang terpilih digunakan untuk menentukan besarnya peninggi melalui pendekatan dbh maks. Analisis data dilakukan dengan menggunakan alat bantu software SPSS.
8.4.2.1 Inventarisasi
Data yang digunakan dalam pembuatan site index adalah data dari petak ukur sementara (semipermanent sample plot) serta data PSP (permanent sample plot) yang telah ada di PT. MHP. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling berlapis (stratified sampling). Data sebaran tegakan A. mangium disusun berdasarkan
luasan pada tiap umur dan sebaran tempat tumbuh. Penentuan sampel didasarkan pada register tanaman dan peta kelas umur. Petak dikelompokkan berdasarkan pada tahun tanam serta unit pengelolaan dengan menggunakan data register tanaman. Dari data yang sudah dikelompokkan tersebut kemudian dilakukan stratifikasi berdasarkan luas tegakan. Tahun tanam yang memiliki luasan terbesar mendapatkan proporsi jumlah sampel yang lebih besar daripada tahun tanam yang lain. Dalam penelitian ini, penentuan jumlah dan letak sampel didasarkan pada prinsip menyebar pada berbagai kualitas tempat tumbuh dan merata pada setiap umur tegakan. Pembuatan petak ukur untuk mengetahui pertumbuhan tegakan harus menyebar merata pada semua umur dan berbagai kualitas tempat tumbuh (Cailliez, 1980). Letak petak ukur dilapangan ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan peta kelas umur dan hasil stratifikasi tegakan. Luas petak ukur adalah 0.05 ha dengan bentuk diamond. Petak ukur diamond adalah petak ukur berbentuk bujur sangkar dimana diagonalnya biasanya ditempatkan berhimpit dengan salah satu larik pohon-pohon yang ditanam. Bentuk petak ukur ini sangat membantu pada kawasan dengan tumbuhan bawah lebat atau topografi yang berat.
8.4.2.2 Pengukuran
Dalam pembuatan petak ukur dilapangan disesuaikan dengan posisi yang telah ditetapkan di peta. Apabila ternyata keadaan dilapangan tidak sesuai dengan yang ada di peta, maka letak PU bisa digeser. Beberapa aturan untuk menempatkan petak ukur pertumbuhan dilapangan (Anonim, 2000) :
Perimeter petak ukur atau petak buffer diluar perimeter paling tidak berada pada jarak 15 meter dari unstocked area.
Lahan bekas penyaradan dan truk logging internal harus dihindari.
Punggung bukit dan tempat-tempat dimana pengukuran sulit dilakukan seharusnya dihindari.
Kondisi plot dilapangan disesuaikan dengan kondisi aktual tegakan. Petak ukur harus mewakili karakteristik tempat tumbuh tegakan.
Bentuk petak ukur yang digunakan adalah diamond dengan luas 0.05 ha. Panjang setiap sisi 22.4 m dan panjang diagonal adalah 31.6 m. Prosedur pembuatan petak ukur diamond (Anonim, 2004) :
Tarik garis diagonal sejajar barisan tanaman sepanjang 31.6 dan tentukan titik tengahnya.
Tarik garis tegak lurus terhadap garis pertama dan berpotongan tepat pada titik tengahnya. Pada setiap ujung garis dan titik tengah diberi patok.
Ujung-ujung garis dihubungkan sehingga membentuk diamond sebagai batas luar PU
Pohon pada batas luar masuk dalam PU apabila > 50% diamater batangnya masuk dalam plot.
Semua pohon dalam PU dinomori dengan cat kuning, sedangkan sabuk diameter setinggi 1.3 m dicat dengan warna biru.
• • • • •
• • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • •
• • • • •
Gambar 1 Alur penomoran pohon dalam PU Keterangan :
1-2 : Arah penomoran pohon • • • • : Baris tanaman 8.4.2.3 Administrasi Plot
Administrasi plot (petak ukur) dilakukan secara detail sesuai dengan keadaan yang ada dilapangan. Informasi yang perlu dicatat pada tiap petak ukur adalah :
No dan lokasi petak ukur (petak, blok, unit).
Jenis dan intensitas pengelolaan tegakan
Keadaan tumbuhan bawah
Kondisi fisik/lapangan
Keliling setinggi dada (1.3 meter) pohon dalam PU (hasil pengukuran dikonversi menjadi diameter)
8.4.2.4 Analisis Data untuk Site Index
Pohon sampel yang digunakan sebagai pendekatan terhadap peninggi adalah lima pohon dengan diameter terbesar dan tersebar merata. Pemilihan pohon sampel dilakukan dengan membagi petak ukur menjadi empat kuadran, kemudian dari masing-masing kuadran diambil satu sampel diameter terbesar. Diameter tersebut kemudian dikonversi ke dalam tinggi melalui persamaan korelasi yang telah ditetapkan. Rata-rata tinggi dari 5 pohon sampel tersebut adalah nilai peninggi dalam petak ukur.
Analisis data yang digunakan dalam pembuatan site index adalah dengan menggunakan metode Anamorphic matematis dengan
kurva proporsional. Untuk kurva proporsional, data yang digunakan adalah data plot sementara, dengan mengasumsikan bahwa semua kualitas tempat tumbuh telah tersebar secara merata pada tiap umur dan memiliki peluang yang sama untuk ditampilkan dalam kurva. Model pertumbuhan meninggi yang digunakan yaitu persamaan Schumacher (Cailliez, 1980) :
k A b maks dom H e H .
Dari persamaan tersebut, nilai site index dapat diketahui, yaitu : k k I i A A b h SI exp ln 1 1 Keterangan : SI : site index (m)
h : tinggi pohon dominan pada umur tertentu (m) exp : 2.71828 (bilangan natural logaritma)
A : umur tegakan (thn) Ai : umur indeks (thn) b, k : konstanta
9.1 Kurva Tinggi
Data yang digunakan dalam pembuatan kurva tinggi ini merupakan data sekunder yang berasal dari kegiatan profil batang. Kegiatan tersebut dilakukan oleh PT. Musi Hutan Persada dengan menebang 700 pohon A. mangium yang tersebar merata pada setiap unit pengelolaan dengan
rentang umur 1 sampai 12 tahun. Pengukuran tinggi dilakukan dengan mengukur panjang batang utama pohon rebah serta tinggi tonggak yang ada dilapangan. Tinggi pohon merupakan hasil dari penambahan antara tinggi tonggak dengan panjang batang utama. Pengukuran tinggi pada metode ini, diasumsikan bahwa pohon sampel lurus dan berada pada topografi yang datar. A. mangium memiliki pertumbuhan yang cepat dan bentuk pohon yang bagus (berdiameter besar dan lurus) (Hardiyanto dan Arisman, 2004). Pengukuran diameter setinggi dada dilakukan pada saat tegakan masih berdiri dengan ketinggian 1,3 m. Hasil pengukuran tinggi dan diameter kemudian dianalisis dengan metode regresi.
Hubungan fungsional yang kuat antara tinggi dan diameter, memberikan hipotesis bahwa semakin besar diameter maka semakin tinggi pula pohon tersebut. Pembuatan kurva tinggi diawali dengan mengelompokkan tinggi pohon berdasarkan kelas diameter. Pengelompokkan diameter dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan variasi pada masing-masing pohon yang disebabkan oleh faktor luar. Simon (1996) menyebutkan bahwa langkah awal dalam pembuatan kurva tinggi adalah mengelompokkan diameter dan tinggi kedalam kelas-kelas diameter. Interval kelas diameter yang digunakan adalah 2 cm dengan pertimbangan semakin besar interval kelas yang digunakan maka kemungkinan untuk menghasilkan bias juga semakin besar. Dari masing-masing kelas kemudian diambil 3 pohon tertinggi, hal ini sebagai representasi pendekatan peninggi tegakan melalui diameter sebagai variabel tak bergantung. Diameter yang digunakan untuk membuat kurva tinggi adalah titik tengah pada masing-masing kelas diameter.
Tabel 1 Data sampel pohon tertinggi berdasarkan kelas diameter
No. Kelas diam (cm) Titik tengah (cm) Sampel Jumlah data Pohon tertinggi (m) 1 5,0 - 6,9 6 3 29 9,43 9,43 11,53 2 7,0 - 8,9 8 3 76 15,93 15,98 16,83 3 9,0 - 10,9 10 3 100 18,03 18,13 20,93 4 11,0 - 12,9 12 3 114 21,23 21,33 21,53 5 13,0 - 14,9 14 3 109 22,53 23,95 25,98 6 15,0 - 16,9 16 3 82 23,16 23,85 25,39 7 17,0 - 18,9 18 3 63 24,43 24,83 25,53 8 19,0 - 20,9 20 3 47 24,79 25,38 26,03 9 21,0 - 22,9 22 3 30 25,69 26,43 27,34
10 15 20 25 Diameter (cm) 10,00 15,00 20,00 25,00 T in g g i (m ) 10 23,0 - 24,9 24 3 22 24,53 25,23 28,13 11 25,0 - 26,9 26 3 11 23,83 23,98 24,27 33 683
Gambar 2 Diagram pencar antara diameter dengan tinggi
Hubungan antara diameter dengan pohon tertinggi berdasarkan Gambar 2, cenderung menujukkan hubungan non linier, dengan pertumbuhan meninggi yang cepat pada diameter < 15 cm, selanjutnya pada diameter > 15 cm cenderung memiliki pertumbuhan meninggi yang relatif konstan. Pemilihan model persamaan kurva tinggi didasarkan pada nilai R2 tertinggi serta jumlah kuadrat error (residual sum of square) yang terkecil. Selain itu
juga dilakukan pengujian model regresi dengan menggunakan uji varian. Uji varian dilakukan untuk mengetahui taraf signifikan dari masing-masing model dalam menaksir besarnya tinggi pohon. Hasil analisis regresi untuk pembuatan kurva tinggi dengan menggunakan software SPSS :
d h 3,588 6,955
ln
Tabel 2 Pemilihan persamaan kurva tinggi
No. Persamaan Model Regresi Parameter
R2 JKE F sig 1. Linier h = 11,837 + 0,634.d 0,68 253,92 Signifikan 2. Power ln h = 4,916 + 0,547.ln (d) 0,78 0,57 Signifikan 3. Sigmoid (S) ln h = 3,588 – 6,955. (1/d) 0,91 0,24 Signifikan 4. Growth ln h = 0,034 + 2,505.d 0,61 1,00 Signifikan 5. Inverse h = 31,352 – 122,616.( 1/d) 0,92 60,46 Signifikan 6. Logarithm h = – 4,429 + 9,856.ln (d) 0,83 133,74 Signifikan 7. Exponential ln h = 12,249 + 0,034 .d 0,61 1,00 Signifikan Persamaan kurva tinggi terbaik adalah persamaan sigmoid (S) dengan model regresi :
Koefesien determinasi (R2) dari persamaan tersebut sebesar 0,91 dengan jumlah kuadrat error (JKE) 0,24. Hasil uji varian untuk model persamaan bersifat signifikan. Berdasarkan Tabel 2, persamaan inverse memiliki R2 yang sedikit lebih besar dari persamaan sigmoid yaitu 0,92, akan tetapi mempunyai JKE yang lebih besar pula yaitu 60,46. Menurut Sulaiman (2004) dalam metode kuadrat terkecil (least square), jika dalam beberapa
kasus dijumpai beberapa model mempunyai koefesien determinasi yang kurang lebih sama, maka model yang dipilih adalah model yang memberikan harga jumlah kuadrat residual (error) yang minimum.
Pertumbuhan tanaman mengikuti kurva sigmoid, artinya pada awal pertumbuhan tumbuh dengan cepat kemudian pada saat tertentu bersifat asimtot dengan pertambahan tumbuh semakin kecil (Anonim, 1999). Persamaan sigmoid diatas merupakan persamaan yang khusus digunakan untuk menaksir peninggi dengan menggunakan diameter maksimal pada tiap plot pertumbuhan.
9.2 Site Index
Jumlah petak ukur yang dgunakan untuk pembuatan site index berjumlah
80 PU, dengan jumlah pengukuran sebanyak 135 pengamatan. Jumlah tersebut merupakan gabungan data dari pengukuran pada petak ukur sementara dan permanen. Pembuatan PU dilakukan secara merata dan menyebar pada tiga wilayah pengelolaan, dimana pada masing-masing wilayah diambil sampel tegakan berdasarkan luasan dan sebaran umur yang ada. Ketiga wilayah tersebut adalah Wilayah 1 Subanjeriji, Wilayah 2 Benakat, serta Wilayah 3 Lematang. Karena adanya keterbatasan waktu dan tenaga maka jumlah sampel yang dikumpulkan belum dapat mewakili luasan secara keseluruhan di PT. MHP. Untuk monitoring pertumbuhan, pengalaman di hutan tanaman (Eropa) 1 petak ukur permanen digunakan
untuk mewakili kawasan hutan seluas 160 ha, sehingga mampu menghasilkan model pertumbuhan yang robus (Anonim, 2000).
Tahun tanam sampel adalah 1 sampai 7 tahun. Hal ini didasarkan pada lama daur pengelolaan pada periode kedua yaitu selama ± 6 tahun. Pada umumnya jarak tanam tegakan A. mangium pada daur kedua adalah 3x3 m, dengan menggunakan luas PU 0.05 ha bentuk diamond maka jumlah pohon yang masuk PU rata-rata berjumlah 61 pohon. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran diameter pohon 1,3 m, serta pencatatan keadaan areal. Kondisi gulma pada umumya memiliki intensitas sedang dengan tinggi 0.2 sampai 1 meter (Gambar 3). Pengolahan lahan pada daur kedua kebanyakan dilakukan secara manual atau kombinasi dengan cara khemis, tetapi dibeberapa petak masih ditemui pengolahan secara mekanis. Jenis provenans umumya berasal dari Papua New Guinea serta porvenans lokal Subanjeriji.
Gambar 3 Kondisi gulma (anakan alami) A. mangium
Pendekatan nilai peninggi tiap petak ukur dilakukan dengan menggunakan lima pohon dengan diameter terbesar (d maks) yang tersebar merata pada setiap kuadran. Data Pohon sampel sebagai pendekatan peninggi kemudian dikonversi dengan menggunakan persamaan sigmoid, yaitu dengan memasukkan variabel diameter maks sebagai variabel tak bergantung. Data penaksiran peninggi pada masing-masing petak ukur dapat dilihat pada Lampiran 2.
1 2 3 4 5 6 7 Umur ( th ) 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 P e n in g g i (m )
Tabel 3 Prediksi peninggi pada umur tegakan
No.
Umur Jumlah
plot Pohon Dominan /plot
Peninggi (m)
(th) min mean Max Std
1 1 13 5 5,17 11,06 17,25 4,091 2 2 32 5 8,26 17,20 23,43 4,593 3 3 35 5 18,06 22,96 25,82 1,849 4 4 26 5 19,16 23,98 26,09 1,721 5 5 16 5 24,47 25,65 26,88 0,728 6 6 11 5 22,02 25,66 27,44 1,034 7 7 2 5 27,21 27,42 27,62 0,290
Berdasarkan tabel diatas, taksiran peninggi terendah adalah 5,17 m yaitu pada umur 1 tahun, sedangkan taksiran peninggi tertinggi 27,62 m yang terjadi pada umur 7 tahun. Rentang peninggi pada umur 1-7 tahun adalah 22,45 m, dengan standar deviasi rata-rata sebesar 2,04 m. Jumlah petak ukur total adalah 135, dengan jumlah petak ukur terbanyak pada umur 3 tahun dan paling sedikit pada umur 7 tahun. Berikut ini diagram pencar antara taksiran peninggi dengan umur tegakan :
Gambar 4 Diagram pencar taksiran peninggi terhadap umur tegakan
Pada umur muda yaitu pada umur 1 dan 2 tahun, tegakan Acacia mangium memiliki nilai taksiran peninggi yang beragam, seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 4, sedangkan pada umur 3 sampai 7 tahun relatif mempunyai nilai keragaman yang rendah. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh nilai standar deviasi rata-rata pada umur 3 sampai 7 tahun sebesar 1,12 m.
Umur tegakan dihitung mulai dari tahun penanaman sampai dengan tahun pelaksanaan penelitian. Hasil taksiran peninggi, kemudian dianalisis dengan menggunakan persamaan Schumacher yang telah ditramsformasikan dalam bentuk linier, yaitu :
k dom A b a H ln 5,6 5,62 5,64 5,66 5,68 5,7 5,72 5,74 5,76 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 k JK E error Keterangan : a : ln Hmaks
b : tingkat kemiringan kurva (slope) k : faktor kelengkungan kurva A : umur tegakan (th)
Hdom : peninggi saat umur tegakan (m)
Menurut Cailliez (1980) nilai k pada kebanyakan spesies memiliki interval antara 0,2 – 2 dan dapat ditentukan melalui persamaan regresi non linier dengan menggunakan parameter jumlah kuadrat error terkecil, sedangkan b selalu bernilai negatif. Persamaan dengan jumlah kuadrat error terkecil dan R2 terbesar dipilih sebagai persamaan refrensi dalam penyusunan site index.
Tabel 4 Hasil analisis persamaan Schumacher dengan percobaan terhadap nilai k
No. Konstanta JKE R2 k a B 1 0,4 4,270 -1,902 5,808 0,627 2 0,5 4,005 -1,653 5,473 0,632 3 0,6 3,827 -1,491 5,698 0,634 4 0,7 3,700 -1,377 5,673 0,636 5 0,8 3,604 -1,294 5,666 0,637 6 0,9 3,529 -1,230 5,677 0,636 7 1 3,469 -1,180 5,705 0,634
0,8 0,8 1 1 294 , 1 ln A A Ho ie
SI
k k i A A b Ho SI ln 1 1 ln ln 1,294 10,8 10,8 ln A A Ho SI i
0,8 1 238 , 0 294 , 1 ln A Hoe
SI
meter 1,81 2 3 42 , 5Berdasarkan Tabel 4, didapatkan nilai k terbaik adalah 0,8 dengan JKE sebesar 5,666 dan R2 0,637. Dengan menggunakan metode kemiringan kurva yang sama (common slope) yaitu :
maka didapatkan kurva panduan site index :
atau
Dalam penelitian ini umur indeks didasarkan pada umur akhir daur A. mangium di PT. MHP pada rotasi kedua yaitu 6 tahun. Dengan menggunakan umur indeks 6 tahun, maka didapatkan persamaan site index panduan untuk tegakan A. mangium :
Jumlah kelas kesuburan tanah (bonita) yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 kelas, yaitu kelas terbaik ( I ), sedang ( II ), dan jelek ( III ). Pembagian kelas didasarkan pada sebaran peninggi pada umur indeks, yaitu umur 6 tahun. Pada umur 6 tahun, peninggi minimal adalah 22,02 m sedangkan peninggi maksimal 27,44 m. Dalam penelitian ini, jenis kurva
site index yang digunakan adalah kurva anamorphic. Jenis kurva ini
menggunakan persamaan panduan yang seragam dengan koefesien variasi dari tinggi tegakan yang digunakan untuk menentukan kurva panduan adalah konstan. Rentang tinggi pada umur 6 tahun adalah 5,42 m, sehingga didapatkan selisih site index pada umur 6 tahun adalah
Site index tegakan A. mangium pada umur 6 tahun adalah 22 m, 24 m, 26 m, serta 28 m, dengan site index tengahan pada bonita I, II, III adalah 23 m, 25 m, dan 27 m. Site index tengahan merupakan nilai rataan dari peninggi pada kelas bonita. Notasi bonita yang digunakan dalam penelitian ini adalah notasi relatif dengan menggunakan huruf romawi sebagai simbol bonita. Kurva anamorphic dikembangkan dengan mencocokkan rata-rata
tinggi dengan umur panduan (akhir daur) yang didasarkan pada data (Davis dan Johnson, 1987).
Berdasarkan data peninggi pada umur 6 tahun, dihasilkan 3 kelas bonita dengan batasan site index sebagai berikut :
Kelas Bonita I II III Site Index 28 m – 26 m 26 m – 24 m 24 m – 22 m
Pembuatan kuva site index dalam penelitian ini didasarkan pada metode yang dikembangkan oleh Pandey (1983).
X. PEMBAHASAN 10.1 Kurva Tinggi
Dalam pembuatan kurva tinggi, tinggi dikelompokkan berdasarkan kelas diameter dengan lebar kelas 2 cm. Pada rentang tersebut, pertumbuhan diameter pohon dirasa masih memiliki hubungan yang relatif sama dengan tingginya. Diameter terkecil yang diambil adalah 5 cm, sedangkan yang terbesar adalah 26 cm. Pada masing-masing kelas dipilih 3 pohon tertinggi dengan mengunakan titik tengah kelas sebagai diameter pohon. Pemilihan pohon tertinggi tersebut merupakan representasi untuk mendapatkan hubungan antara diameter dengan peninggi. Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa diameter dan tinggi memiliki hubungan yang non linier. Menurut Van Laar dan Akça (1997), hubungan antara diameter dengan tinggi pohon pada tegakan seumur adalah kurvilinier, akan tetapi terkadang ketidaklinieran tersebut tidak dapat terdeteksi karena jumlah data yang terlalu sedikit atau pengukuran tinggi yang kurang akurat.
Cochran dan Snedecor (1980) menyatakan bahwa parameter yang dapat digunakan untuk pemilihan model regresi adalah nilai koefesien determinasi (R2), standar error, serta kesederhanaan model.
Kesederhanaan model dapat dilihat dari banyaknya jumlah variabel independen yang ikut terlibat dalam persamaan. Semakin banyak variabel independen maka persamaan tersebut semakin kompleks. Hasil analisis regresi (Tabel 2) menunjukkan bahwa persamaan terbaik adalah persamaan sigmoid dengan R2 sebesar 0,91 (91%), dengan uji varian bersifat signifikan. Koefesien determinasi (R2) sebesar 91 % artinya variabel diameter dapat menjelaskan variabilitas sebesar 91 % dari variabel tinggi, sedangkan sisanya diterangkan oleh variabel lain. Semakin besar R2 maka semakin baik model regresi tersebut. Jumlah kuadrat error dari persamaan tersebut adalah 0,24. Khomsatun et al, 1999 dalam Hardiyanto dan Arisman (2004) menyatakan bahwa hubugan diameter dengan tinggi pada tegakan A. mangium di PT. Musi Hutan Persada adalah 0,88-0,95
Dalam pemilihan model, jumlah kuadrat error yang dipilih adalah yang terkecil, karena dengan meminimalisasi simpangan error (residual) maka
tingkat kesalahan regresi yang terjadi juga akan semakin kecil (Walpole, 1995). Hal ini sesuai dengan metode regresi yang digunakan yaitu metode kuadrat terkecil (least square methode). Dalam uji varian semua model
menghasilkan taraf yang signifikan pada α = 0,05, hal ini menujukkan bahwa diameter pada setiap model persamaan memiliki pengaruh yang nyata pada tinggi pohon. Pengaruh diameter terhadap tinggi bervariasi, dan nilainya dapat dijelaskan melalui koefesien determinsasi (R2) pada masing-masing model persamaan.
Kurva sigmoid merupakan kurva yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat pada waktu muda dan mulai melambat pada umur tua (Simon, 1994). Kurva ini mencerminkan pertumbuhan volume tegakan, dimana volume merupakan derivasi dari diameter dan tinggi pohon. A. mangium
memiliki pertumbuhan yang cepat pada waktu umur muda, sehingga dikelompokkan kedalam fast growing species. Hubungan diameter dengan
tinggi pada Gambar 2, menunjukkan pertumbuhan meninggi yang cepat pada diameter < 15 cm dan mulai melambat pada diameter > 15 cm. Persamaan terpilih (sigmoid) hanya dapat digunakan untuk menaksir peninggi dengan menggunakan diameter setinggi dada.
10.2 Site Index
Berdasarkan hasil taksiran peninggi (Tabel 3), rentang peninggi pada umur 1 sampai 7 tahun adalah 22,45 m atau memiliki rentang rata-rata peninggi pada tiap umur 3,2 m. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas tempat tumbuh di PT. Musi Hutan Persada tidak terlalu beragam, akan tetapi hal ini belum dapat di pakai sebagai kesimpulan akhir, mengingat luasnya kawasan pengelolaan yang belum dapat diwakili oleh sampel yang diambil. Hasil taksiran peninggi dengan menggunakan persamaan sigmoid (Gambar 4) khususnya pada umur 1 dan 2 tahun menunjukkan adanya keragaman taksiran peninggi yang cukup besar. Hal ini tidak lepas dari variasi pertumbuhan diameter yang sangat dipengaruhi kerapatan. Di PT. Musi Hutan Persada pada tanaman rotasi kedua, permudaan alami A. mangium telah menjadi gulma (Hardiyanto dan Arisman, 2004). Kondisi gulma di PT. MHP dapat dilihat pada Gambar 3. Anakan liar dari permudaan alami tersebut secara langsung berpengaruh terhadap kerapatan dan kompetisi pertumbuhan tegakan, khususnya diameter. Penyiangan pada tanaman muda (1-2 tahun) dilaksanakan 3 sampai 4 kali setahun dan selanjutnya setahun dua kali sampai tanaman pokok mampu bersaing dengan gulma (2-3 tahun) (Anonim, 1999). Berdasarkan pengamatan dilapangan, diketahui adanya keragaman dari intensitas pertumbuhan gulma yang umumnya berupa anakan alami A. mangium dan alang-alang.
0,8 0,8 1 1 294 , 1 ln A A H i dome
SI
Tabel 5 Intensitas gulma pada petak pengamatan Intensitas Gulma Jumlah plot
Tinggi 12 Sedang 35 Rendah 33
Bentuk kurva site index yang digunakan mengikuti model anamorphic
dengan kemiringan yang sama (common slope). Davis dan Johnson
(1987) menyatakakan bahwa kurva anamorphic memiliki bentuk kurva
yang seragam sesuai dengan kurva panduan. Asumsi yang dibangun pada bentuk kurva anamorphic adalah koefesien variasi dari tinggi tegakan yang digunakan untuk menentukan kurva panduan adalah konstan (Van Laar dan Akça, 1997). Jadi dalam model anamorphic pertumbuhan tegakan pada berbagai kualitas tempat tumbuh diasumsikan sama. Acacia mangium merupakan salah satu spesies yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pada tanah-tanah yang kurang subur, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan A. mangium relatif sama pada berbagai kualitas tempat tumbuh. Menurut Hardiyanto dan Arisman (2004) di MHP A. mangium dikembangkan pada tapak yang sebagian besar berupa padang alang-alang dan sebagian bervegetasi semak belukar. Alang-alang merupakan indikasi yang baik bahwa lahan yang ditumbuhi telah terdegradasi menjadi lahan yang tidak produktif.
Site index menaksir kualita tempat tumbuh dengan menggunakan parameter peninggi. Peninggi yang dimaksud disini adalah pertumbuhan meninggi pohon dominan dan kodominan, oleh karena itu site index hanya dapat diterapkan pada tegakan yang tidak menggunakan penjarangan tinggi. Di PT. MHP kegiatan penjarangan pada daur kedua tidak dilakukan, karena orientasi pemanfaatan kayu hanya difokuskan pada bahan baku
pulp.
Kurva panduan untuk penaksiran site index yang diadapatkan adalah :
, R2 = 0,637
Keterangan :
SI : tinggi maksimum pada umur indeks (m) Hdom : peninggi pada umur tertentu (m)
Ai : umur indeks (thn) A : umur tegakan (thn)
Rendahnya koefesien determinasi (R2) dalam persamaan ini tidak lepas
0,8 1 238 , 0 294 , 1 ln A Hoe
SI
yang pendek, serta pertumbuhan yang cenderung cepat di umur muda (tahap juvenil) mengakibatkan pertumbuhan sulit untuk diprediksi. Salah satu hasil penelitian site index untuk fast growing spesies yaitu Albizia falcataria di Filipina memiliki koefesien determinasi R2 sebesar 0,72
(Pandey, 1983).
Penetapan umur indeks memiliki peran yang sangat penting dalam penaksiran site index. Umur indeks yang terlalu rendah akan mengakibatkan bias taksiran karena pada umur tesebut tegakan masih belum melewati masa juvenil, sedangkan umur indeks yang terlalu tinggi akan mengakibatkan banyaknya ekstrapolasi data peninggi terhadap umur. Onyekwelu (2003) menyatakan bahwa selain titik puncak riap rata-rata tahunan, pertimbangan utama dalam pemilihan umur indeks adalah daur pengelolaan tegakan. Penggunaan umur indeks pada akhir daur bertujuan untuk mendapatkan taksiran total volume produksi pada akhir periode, oleh karena itu umur indeks disesuaikan dengan tujuan pengelolaan tegakan
PT Musi Hutan Persada pada daur kedua menerapkan rotasi untuk tegakan A. mangium selama 6 tahun. Alrasyid dalam Anonim (1999) menyatakan bahwa tegakan A. mangium memiliki riap 43,9 m3/ha/th pada umur 10 – 15 tahun. Riap tegakan A .mangium di MHP pada daur pertama (8 tahun) dapat mencapai 30 m3/ha (Hardiyanto dan Arisman, 2004). Ini menujukkan bahwa titik kulminasi (puncak) dari riap rata-rata tahunan A. mangium masih jauh diatas daur yang diterapkan oleh PT. Musi Hutan Persada. Oleh karena itu alasan utama penentuan umur indeks dalam penelitian ini didasarkan pada lama rotasi pengelolaan pada daur kedua yaitu 6 tahun.
Kurva panduan site index pada umur indeks 6 tahun adalah :
Persamaan tersebut menjadi persamaan utama dalam menyusun kurva site index. Dalam penelitian ini jumlah kelas kualita tempat tumbuh yang digunakan adalah 3 kelas, yaitu kelas terbaik ( I ), sedang ( II ), serta jelek ( III ). Pembagian kelas didasarkan pada umur indeks yaitu 6 tahun. Pada umur tersebut jumlah data yang tersedia adalah 11 pengamatan (Tabel 3), dengan peninggi maks 27,44 m, minimal 22,02 m, serta jangkauan (range) sebesar 5,42 m, sehingga didapatkan selisih pada masing-masing site index adalah 2 m. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa keragaman tempat tumbuh di PT. MHP tidaklah terlalu besar. Faktor asal lahan yang dulunya berupa alang-alang, serta pengelolaan tegakan seperti pemupukan diduga memberikan kecilnya keragaman tempat tumbuh di
tempat penelitian. Kegiatan pemupukan dilakukan dua kali, yang pertama pada saat penanaman dan yang kedua saat tanaman berumur kurang lebih 3 bulan (Anonim, 1999).
Penetapan site index dalam penelitian ini, murni ditentukan oleh
ketersediaan data. Pengambilan sampel yang dilakukan secara menyebar, menjadi dasar bahwa keragaman kualita tempat tumbuh sudah cukup terakomodir dalam penelitian ini. Site index minimal adalah 22 m,
sedangkan maksimal adalah 28 m, rentang tersebut sudah mampu memuat seluruh data peninggi pada umur indeks (6 thn). Rata-rata tinggi total pohon dominan tegakan A. mangium pada umur 6 tahun dapat
mencapai 27 m, 25 m, serta 23 m pada kelas bonita I, II dan III. Masing-masing kelas bonita memiliki rentang batasan site index sebesar 2 m. Bonita I merupakan kelas terbaik yang memiliki pertumbuhan meninggi yang besar. Tegakan pada kelas ini, memiliki volume produksi yang paling besar pada akhir daur daripada bonita II dan III, hal itu tercermin dari nilai site index. Semakin baik kualitas tempat tumbuh maka produktivitas kayu yang dihasilkan juga akan semakin besar (Davis dan Johnson, 1987). Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, maka waktu penebangan dapat diprioritaskan terlebih dahulu pada tegakan di bonita I, karena tegakan pada bonita tersebut memiliki pertumbuhan volume yang lebih besar dari tegakan pada bonita lain. Diharapkan pada penebangan selanjutnya volume produksi dari tegakan di bonita II dan III dapat lebih meningkat. Terkait dengan sistem pengaturan hasil, maka kurva site index (kelas bonita) dapat digunakan sebagai panduan dalam pembuatan tabel tegakan, dengan memperhitungkan volume total produksi yang diperoleh setiap tahunnya..
Selain untuk pertimbangan pengaturan hasil, kurva site index dapat
digunakan sebagai refrensi dalam pengelolaan tegakan khususnya pemeliharaan tegakan. Petak dengan bonita III harus mendapatkan perhatian lebih terutama dalam hal pemupukan dan pemeliharaan daripada tegakan pada bonita II dan I. Pemupukan ataupun pemeliharaan yang intensif pada bonita yang jelek diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tegakan di akhir daur, sehingga memperoleh volume produksi yang maksimal.
Hasil penelitian ini memiliki banyak keterbatasan diantaranya bahwa kurva site index (kelas bonita), hanya dapat dipakai dengan menggunakan peninggi taksiran dari persamaan sigmoid. Penggunaan peninggi dengan metode lain akan semakin memperbesar bias. Kurva site index dalam penelitian ini hanya membatasi peninggi mulai dari 22 m sampai 28 m. Jika pada umur 6 tahun ada data peninggi tegakan A. mangium yang berada
selain itu adanya perubahan kebijakan khususnya yang terkait dengan daur pengelolaan tegakan dapat mengakibatkan perubahan site index.
XI. KESIMPULAN
Site index pada tegakan Acacia mangium di PT. Musi Hutan Persada adalah 22 m, 24 m, 26 m dan 28 m yang dicapai pada umur indeks 6 tahun, serta site index tengahan untuk kelas bonita III, II, dan I sebesar 23 m, 25 m, 27 m.
XII. DAFTAR PUSTAKA
ANONIM. (1999). Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKPHTI) PT. Musi Hutan Persada periode 1991/1992 – 2033/2034. Jakarta.
---. (2000). Manual Pembuatan Petak ukur Monitoring Pertumbuhan Tegakan Hutan Tanaman.
---. (2004). Petunjuk Pembuatan Petak Ukur Permanen. Litbang PT. Musi Hutan Persada. Sumatera Selatan.
ANSHORI, JIYANA, UNTUNG, S., & WICAKSONO, A. (2005). Potensi dan Pengelolaan Biomasa Tertinggal dalam Tapak setelah Tebang sebagai Penyedia Unsur Hara Tanah bagi Kelestarian Tanaman Jenis Cepat Tumbuh (Kasus Acacia mangium Di Subanjeriji Sumatera Selatan). Divisi Penelitian dan
Pengembangan PT. Musi Hutan Perasada. Palembang.
CAILLIEZ, F. (1980). Forest Volume Estimation and Yield Prediction, vol.1 – vol.2. Food and Agriculture Organization of The United nations. Rome.
COHRAN,G.W.&SNEDECOR,W.G.(1980). Statistical Methods. State University Iowa. DAVIS,L.S&JOHNSON. (1987). Forest Management: Third Edition. McGraw-Hill, Inc.
United States of America
HADIYAN,Y. (1997). Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Uji Provenans Acacia mangium
WILLD pada Umur 39 Bulan Di PT. Perawang Sukses Perkasa Industri Pekanbaru. Skripsi S-1 Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
HANSON,E.J., AZUMA,D.L. & HISEROTE,B.A.(2002). Site index equations and mean annual increment equations for Pacific Nortwest Research station Forest Inventory and Analysis Inventories, 1985-2001. In Forest Service. USDA
(United States Department of Agriculture).
HARDIYANTO, E. B. (2004). Silvikultur dan Pemuliaan Acacia mangium. In Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium: Pengalaman di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan (ed. E. B. Hardiyanto and H. Arisman), pp.
207-281. PT. Musi Hutan Persada, Palembang, Indonesia.
HUSCH,B., MILLER,C.I. & BEES,T.W. (1982). Forest Mensuration, 3rd edition. John
Wiley and Sons, Canada.
LOUW,J. H. & SCHOLES,M. (2002). Forest site classification and evaluation: a South African perspective. Forest Ecology and Management, 153-168.
ONYEKWELU,J.C. (2003). Choosing appropriate index age for estimating site index of Gmelina arborea timber plantation in Oluva forest reserve. Food, Agriculture&EnvironmentI, 286-290.
SIMON, H. & ARISMAN, H. (2004). Sejarah Penggunaan Lahan di Sumatera Selatan dan pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium. In Pembangunan Hutan
Tanaman Acacia mangium: Pengalaman di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan (ed. E. B. Hardiyanto and H. Arisman), pp. 1-42. PT. Musi
Hutan Persada, Palembang, Indonesia.
SIMON,H. 1996. Metoda Inventore Hutan. Aditya media. Yogyakarta.
SIREGAR,S.T.H., HARDIYANTO,E.B. & GALES,K. (1998). Acacia mangium Plantations
in PT. Musi Hutan Persada, South Sumatera, Indonesia. In Site Management and Productivity in Tropical Plantation Forest (ed. E. K. S. Nambiar, S.
Cossalter and A. Tiarks), pp. 40-44. CIFOR (Center for International Forestry Research), Pietermaritzburg, South Africa.
SULAIMAN, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus dan Pemecahannya. ANDI. Yogyakarta
VAN Van Laar,A. & AKCA,A. (1997). Forest Mensuration. Cuvillier Verlag, Gottingen.
WALPOLE,R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Linear Observed tinggi XIII. LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Perhitungan dengan menggunakan software SPSS Tinggi Linear Model Summary R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate ,823 ,677 ,666 2,862 The independent variable is diam.
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 531,267 1 531,267 64,861 ,000 Residual 253,916 31 8,191 Total 785,183 32 The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
diam ,634 ,079 ,823 8,054 ,000
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Logarithmic Observed tinggi Logarithmic Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,911 ,830 ,824 2,077 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 651,445 1 651,445 151,003 ,000 Residual 133,738 31 4,314
Total 785,183 32 The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
ln(diam) 9,856 ,802 ,911 12,288 ,000 (Constant) -4,429 2,180 -2,032 ,051
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Inverse Observed tinggi Inverse Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,961 ,923 ,921 1,397 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 724,725 1 724,725 371,604 ,000 Residual 60,458 31 1,950
Total 785,183 32 The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 / diam -122,616 6,361 -,961 -19,277 ,000 (Constant) 31,352 ,543 57,716 ,000
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Power Observed tinggi Power Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,883 ,779 ,772 ,135 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 2,003 1 2,003 109,358 ,000
Residual ,568 31 ,018
Total 2,571 32
The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
ln(diam) ,547 ,052 ,883 10,457 ,000
(Constant) 4,916 ,698 7,040 ,000
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Compound Observed tinggi Compound Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,782 ,611 ,598 ,180 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 1,570 1 1,570 48,643 ,000
Residual 1,001 31 ,032
Total 2,571 32
The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
diam 1,035 ,005 2,185 202,220 ,000 (Constant) 12,249 1,042 11,754 ,000 The dependent variable is ln(tinggi).
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam S Observed tinggi S Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,952 ,907 ,904 ,088 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 2,332 1 2,332 302,417 ,000
Residual ,239 31 ,008
Total 2,571 32
The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 / diam -6,955 ,400 -,952 -17,390 ,000 (Constant) 3,588 ,034 105,063 ,000 The dependent variable is ln(tinggi).
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Growth Observed tinggi Growth Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,782 ,611 ,598 ,180 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 1,570 1 1,570 48,643 ,000
Residual 1,001 31 ,032
Total 2,571 32
The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
diam ,034 ,005 ,782 6,974 ,000
(Constant) 2,505 ,085 29,449 ,000
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 30 25 20 15 10 5 diam Exponential Observed tinggi Exponential Model Summary
R R Square R Square Adjusted the EstimateStd. Error of ,782 ,611 ,598 ,180 The independent variable is diam.
ANOVA
Squares Sum of df Square Mean F Sig. Regression 1,570 1 1,570 48,643 ,000
Residual 1,001 31 ,032
Total 2,571 32
The independent variable is diam.
Coefficients
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
diam ,034 ,005 ,782 6,974 ,000
(Constant) 12,249 1,042 11,754 ,000 The dependent variable is ln(tinggi).
Lampiran 2 Data taksiran peninggi dengan kurva S
Wilayah 1 Subanjeriji
Petak 92 Blok : Sungai langit (1) Petak 92 Blok : Sungai langit (2) Petak 92 Blok : Sungai langit (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 3.73 5.60 1.00 1 12.26 20.51 2.00 1 12.42 20.66 4.00
2 6.37 12.14 1.00 2 10.03 18.08 2.00 2 17.74 24.43 4.00
3 4.14 6.74 1.00 3 9.62 17.55 2.00 3 12.42 20.66 4.00
4 4.71 8.26 1.00 4 12.74 20.95 2.00 4 18.15 24.65 4.00
5 4.01 6.38 1.00 5 10.67 18.84 2.00 5 15.92 23.36 4.00
Peninggi 7.82 1.00 Peninggi 19.18 2.00 Peninggi 22.75 4.00
Petak 179 Blok : S. Tuha (1) Petak 179 Blok : S. Tuha (2) Petak 179 Blok : S. Tuha (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 6.91 13.22 1.00 1 9.71 17.67 3.00 1 11.62 19.88 4.00
2 5.10 9.25 1.00 2 9.24 17.04 3.00 2 13.54 21.64 4.00
3 4.14 6.74 1.00 3 8.92 16.58 3.00 3 14.17 22.14 4.00
4 4.46 7.60 1.00 4 13.22 21.37 3.00 4 15.76 23.26 4.00
5 3.98 6.30 1.00 5 9.71 17.67 3.00 5 14.33 22.26 4.00
Peninggi 8.62 1.00 Peninggi 18.06 3.00 Peninggi 21.83 4.00
Petak 120 Blok : Sungai Tuha (1) Petak 120 Blok : Sungai Tuha (2) Petak 120 Blok : Sungai Tuha (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 13.57 21.66 2.00 1 15.13 22.84 4.00 1 16.92 23.97 5.00
2 15.29 22.95 2.00 2 18.15 24.65 4.00 2 19.59 25.35 5.00
3 16.15 23.51 2.00 3 18.60 24.88 4.00 3 19.11 25.13 5.00
4 14.01 22.01 2.00 4 16.08 23.46 4.00 4 17.01 24.03 5.00
5 14.65 22.49 2.00 5 16.97 24.00 4.00 5 16.72 23.86 5.00
lanjutan lampiran 2
Petak 17 Blok : Merbau I Petak 106 Blok : Merbau I Petak 146 Blok : Merbau I
No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 23.57 26.92 6.00 1 13.69 21.76 3.00 1 25.16 27.43 6.00
2 19.52 25.32 6.00 2 14.55 22.42 3.00 2 17.36 24.22 6.00
3 23.73 26.98 6.00 3 14.94 22.70 3.00 3 21.02 25.97 6.00
4 23.57 26.92 6.00 4 17.52 24.31 3.00 4 15.76 23.26 6.00
5 23.76 26.98 6.00 5 16.02 23.43 3.00 5 16.88 23.95 6.00
Peninggi 26.63 6.00 Peninggi 22.92 3.00 Peninggi 24.97 6.00
Petak 48 Blok : Merbau II Petak 60 Blok : Merbau II Petak 19 Blok : Merbau III No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 17.36 24.22 5.00 1 14.17 22.14 4.00 1 12.74 20.95 4.00
2 17.52 24.31 5.00 2 14.81 22.61 4.00 2 13.85 21.89 4.00
3 19.11 25.13 5.00 3 17.04 24.04 4.00 3 14.55 22.42 4.00
4 18.79 24.97 5.00 4 14.97 22.72 4.00 4 10.83 19.03 4.00
5 18.95 25.05 5.00 5 13.54 21.64 4.00 5 10.67 18.84 4.00
Peninggi 24.74 5.00 Peninggi 22.63 4.00 Peninggi 20.62 4.00
Petak 33 Blok : Merbau III Petak 73 Blok : Subanjeriji Petak 78 Blok : Subanjeriji No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 15.92 23.36 5.00 1 13.54 21.64 6.00 1 15.73 23.24 4.00
2 17.99 24.57 5.00 2 15.06 22.79 6.00 2 20.25 25.65 4.00
3 21.18 26.04 5.00 3 13.82 21.86 6.00 3 15.92 23.36 4.00
4 16.72 23.86 5.00 4 14.04 22.03 6.00 4 16.72 23.86 4.00
5 18.63 24.90 5.00 5 13.74 21.80 6.00 5 17.99 24.57 4.00
lanjutan lampiran 2
Petak 3 Blok : Banding Anyar (1) Petak 3 Blok : Banding Anyar (2) Petak 3 Blok :Banding Anyar (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 17.58 24.35 3.00 1 20.38 25.71 5.00 1 24.68 27.28 6.00
2 19.65 25.38 3.00 2 21.34 26.10 5.00 2 24.36 27.18 6.00
3 18.41 24.78 3.00 3 21.02 25.97 5.00 3 19.90 25.50 6.00
4 17.36 24.22 3.00 4 20.54 25.77 5.00 4 21.82 26.29 6.00
5 17.52 24.31 3.00 5 19.11 25.13 5.00 5 21.50 26.17 6.00
Peninggi 24.61 3.00 Peninggi 25.74 5.00 Peninggi 26.48 6.00
Petak 9 Blok : Banding Anyar (1) Petak 9 Blok : Banding Anyar (2) Petak 9 Blok :Banding Anyar (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 12.93 21.12 2.00 1 14.01 22.01 3.00 1 17.07 24.06 4.00
2 12.42 20.66 2.00 2 13.69 21.76 3.00 2 17.20 24.13 4.00
3 12.17 20.42 2.00 3 14.65 22.49 3.00 3 17.20 24.13 4.00
4 11.69 19.95 2.00 4 14.65 22.49 3.00 4 19.20 25.17 4.00
5 12.10 20.35 2.00 5 14.65 22.49 3.00 5 18.95 25.05 4.00
Peninggi 20.50 2.00 Peninggi 22.25 3.00 Peninggi 24.51 4.00
Petak 9 Blok : Banding Anyar (4) Petak 9 Blok : Banding Anyar (5) Petak 9 Blok :Banding Anyar (6) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 20.70 25.84 5.00 1 20.86 25.91 6.00 1 22.77 26.64 7.00
2 19.52 25.32 5.00 2 21.66 26.23 6.00 2 23.89 27.03 7.00
3 19.75 25.43 5.00 3 24.20 27.13 6.00 3 27.90 28.18 7.00
4 21.91 26.33 5.00 4 25.48 27.52 6.00 4 27.87 28.18 7.00
5 21.34 26.10 5.00 5 25.22 27.45 6.00 5 27.39 28.05 7.00
lanjutan lampiran 2
Petak 92 Blok : Banding Anyar (1) Petak 92 Blok : Banding Anyar (2) Petak 92 Blok : Banding Anyar (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 19.75 25.43 3.00 1 22.29 26.47 5.00 1 24.84 27.33 6.00
2 18.34 24.75 3.00 2 22.77 26.64 5.00 2 24.27 27.15 6.00
3 16.66 23.82 3.00 3 21.02 25.97 5.00 3 21.88 26.31 6.00
4 17.36 24.22 3.00 4 21.50 26.17 5.00 4 22.61 26.59 6.00
5 19.43 25.28 3.00 5 23.09 26.76 5.00 5 24.84 27.33 6.00
Peninggi 24.70 3.00 Peninggi 26.40 5.00 Peninggi 26.94 6.00
Petak 3 Blok : Subanjeriji (1) Petak 3 Blok : Subanjeriji (2) Petak 3 Blok : Subanjeriji (3) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 7.01 13.41 2.00 1 14.33 22.26 3.00 1 19.43 25.28 4.00
2 6.53 12.46 2.00 2 11.15 19.38 3.00 2 15.29 22.95 4.00
3 6.35 12.09 2.00 3 13.69 21.76 3.00 3 15.61 23.16 4.00
4 7.17 13.71 2.00 4 13.06 21.23 3.00 4 18.54 24.85 4.00
5 7.64 14.55 2.00 5 12.61 20.83 3.00 5 15.61 23.16 4.00
Peninggi 13.25 2.00 Peninggi 21.09 3.00 Peninggi 23.88 4.00
Petak 3 Blok : Subanjeriji (4) Petak 3 Blok : Subanjeriji (5) Petak 3 Blok : Subanjeriji (6) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn) No. Diameter (cm) Tinggi (m) Umur (thn)
1 23.25 26.81 5.00 1 24.52 27.23 6.00 1 26.43 27.79 7.00
2 19.27 25.21 5.00 2 20.38 25.71 6.00 2 24.52 27.23 7.00
3 20.22 25.64 5.00 3 22.39 26.51 6.00 3 24.27 27.15 7.00
4 21.18 26.04 5.00 4 21.02 25.97 6.00 4 24.33 27.17 7.00
5 19.43 25.28 5.00 5 21.34 26.10 6.00 5 22.93 26.70 7.00