• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AMPAS SAGU SEBAGAI BIOSORBEN UNTUK MENGADSORPSI ION MANGAN (Mn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AMPAS SAGU SEBAGAI BIOSORBEN UNTUK MENGADSORPSI ION MANGAN (Mn)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AMPAS SAGU SEBAGAI BIOSORBEN UNTUK MENGADSORPSI ION MANGAN (Mn)

Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T1, Riswal K, ST, M.T1

Ibtisamah Bachmid2

1Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum (waktu kontak) adsorpsi logam mangan (Mn) dengan menggunakan Ampas Sagu, dan kapasitas adsorpsi ion mangan (Mn) dengan variasi konsentrasi larutan menggunakan Ampas Sagu. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar menggunakan metode eksperimental dengan cara Batch. Sampel air limbah yang digunakan adalah air limbah artificial dan dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang dilaporkan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak optimum yang diperlukan untuk adsorpsi logam mangan (Mn) dengan menggunakan Ampas Sagu adalah 80 menit dengan kapasitas ion teradsorpsi sebesar 0,046 mg/g dan kapasitas adsorpsi logam mangan (Mn) adalah pada konsentrasi 50 ppm dengan kapasitas ion teradsorpsi sebesar 2,051 mg/g. Biosorpsi ion mangan oleh ampas sagu memenuhi kinetika orde dua dengan tetapan laju (k2) sebesar 4 x 10-5 min-1.

Adsorpsi ion mangan (Mn) oleh ampas sagu juga lebih sesuai dengan isotermal Langmuir dengan nilai KL = 0,046 mg/g.

Kata kunci: Adsorpsi, ion mangan (Mn), isotermal adsorpsi, Ampas Sagu. ABSTRACT

The research aims to determine the optimum conditions (contact time) adsorption of manganese Metal (Mn) and the capacity adsorption of ion manganese (Mn) by Sago Dregs which varying the concentration of wastewater. The research was conducted at the Center for Health Laboratory Makassar with experimental method in a way Batch. Samples of wastewater used is artificial wastewater and its analyzed use Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Data is analyzed descriptively and reported in tables and graphs. The results show that the optimum contact time required for adsorption of metal manganese (Mn) by Sago Dregs is 80 minutes with a capacity of ions adsorbed at 0,046 mg/g and the adsorption capacity of the metal manganese (Mn) is at a concentration of 50 ppm with a capacity of ions adsorbed at 2,051 mg/g. Manganese ions biosorption by Sago Dregs meet second order kinetics with a rate constant (k2) of 4 x 10-5

min-1. Ion adsorption manganese (Mn) by sago dregs is also more in line with the

Langmuir adsorption isotherm with a value of KL = 0.046 mg/g.

(2)

2 PENDAHULUAN

Semakin pesatnya aktivitas perindustrian dewasa ini, berbagai jenis limbah organik dan limbah logam berat yang di hasilkan dapat menjadi permasalahan serius bagi kesehatan dan lingkungan. Akibat proses industrialisasi tersebut dihasilkan buangan limbah indusrti berupa limbah cair, padat, dan gas yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Terlebih pencemaran air yang memberikan kontribusi terhadap pelepasan logam berat beracun di dalam aliran air sebagian besar telah mengganggu biota air serta manusia. Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia (Darmono, 2001).

Sumber air bagi kehidupan manusia dapat di kelompokkan berdasarkan sumber alami dan sumber buatan manusia. Sumber air alami adalah 1) air permukaan, seperti air sungai, danau, kolam/genangan, dan air laut; 2) air tanah. Sumber air buatan manusia adalah 1) air sumur, dan 2) air bor (Rahman, 2004).

Pencemaran air yaitu masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain kedalam air, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kristanto, 2002).

Logam berat adalah unsur – unsur yang umumnya digunakan dalam industri, bersifat toksik bagi makhluk hidup dalam proses aerobik maupun anaerobik. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua yaitu jenis logam berat esensial dan logam berat non-esensial. Logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek racun,

contohnya yaitu Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan logam berat non–esensial atau beracun dimana keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan bersifat racun seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain sebagainya (Notohadipawiro, T. 1993).

Diantara logam – logam berat, mangan merupakan polutan yang cukup berdampak jika masuk ke sistem perairan. Mangan masuk kedalam air oleh karena reaksi biologis pada kondisi reduksi atau anaerobik (tanpa oksigen). Jika air yang mengandung mangan di biarkan terkena udara, maka oksidasi mangan akan timbul dengan lambat dan membentuk endapan atau gumpalan koloid dari oksida mangan yang tidak diharapkan.

Endapan koloid akan menempel atau tertinggal dalam sistem perpipaan, menyebabkan noda pada cucian pakaian, serta dapat menyebabkan masalah dalam sistem pipa distribusi disebabkan karena dapat menyokong tumbuhnya mikroorganisme seperti

crenothrix dan clonothrix yang dapat menyumbat perpipaan serta menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak.

Pada konsentrasi yang tinggi, kandungan mangan dapat menimbulkan rasa dan bau logam pada air minum, oleh karena itu air minum kadar mangan yang diperbolehkan yakni masing – masing 0,3 mg/l (Yoo, 2009; Bilinski, 2012; Negroni, 2012). Standar kualitas air minum di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 menetapkan kadar mangan maksimum yang diperbolehkan 0,4 mg/l dan untuk standar kualitas air bersih diterapkan 0,05 – 0,5 mg/l.

Logam mangan (Mn) dengan bilangan oksidasi +7 merupakan oksida yang tidak stabil, seperti Mn2O7 dan

MnO4- yang berwarna ungu merupakan

(3)

3 oksida–oksida mangan, mangan bilangan oksidasi +7 merupakan mangan yang sangat berbahaya jika terakumulasi dalam tubuh manusia, akibat berbagai faktor seperti tercemarnya air minum oleh limbah mangan ataupun akibat masuknya mangan bilangan oksidasi +7 melalui makanan serta akibat limbah industri pengolahan mangan. Akibat yang ditimbulkan dari banyaknya konsentrasi mangan dalam tubuh yaitu kelainan syaraf seperti gangguan motorik serta penyakit parkinson. Oleh karena itu, mangan bilangan oksidasi +7 harus direduksi menjadi mangan bilangan oksidasi +2 untuk menghindari keracunan mangan +7 (Widowati, W. 2008).

Beberapa metode untuk menghilangkan logam berat dari air limbah telah dilakukan dengan proses secara fisika dan kimia yang meliputi presipitasi, koagulasi dan pertukaran ion. Tetapi metode – metode tersebut diatas masih mahal terutama bagi negara – negara yang sedang berkembang. Proses adsorpsi merupakan teknik pemurnian dan pemisahan yang efektif dipakai dalam industri karena dianggap lebih ekonomis dalam pengolahan air dan limbah (Al-Asheh et al., 2000) dan merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengurangi ion logam berat dalam air limbah (Selvi et al., 2001).

Adsorpsi adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk menyisihkan logam berat dalam air (Montgomery, 1985). Material adsorpsi yang dikategorikan low-cost untuk menyisihkan logam berat dari air yang tercemar menjadi salah satu alternatif dalam penyelesaian masalah ini (Somerville, 2007).

Keberhasilan proses adsorpsi di tentukan oleh pemilihan sifat adsorben. Adsorben yang digunakan harus memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Di

antaranya mempunyai daya serap yang besar terhadap solut, zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar, tidak larut dalam zat cair yang akan di adsorpsi, tidak beracun dan mudah didapat, serta memiliki harga yang relatif murah (Syabanu dan Cahyaratri, 2009).

Adapun biosorpsi adalah metode pengambilan/pengikatan ion logam secara adsorpsi dengan memanfaatkan material biologis. Biosorpsi telah banyak di demonstrasikan sebagai metode alternatif untuk menghilangkan ion / senyawa logam berat dari perairan yang tercemar, selain karena murah juga karena aman bagi lingkungan (Veglio dan Beolchini, 1997 dalam Musrawati, 2009).

Ampas sagu merupakan biomaterial yang dihasilkan dari pembuatan sagu. Biomaterial ini umumnya dibuang ke sungai yang berada di sekitar industri pembuatan sagu sehingga dapat menimbulkan masalah lingkungan dan pendangkalan sungai. Limbah ini mengandung zat yang tidak larut dalam air seperti protein, lemak, dan karbohidrat (Lim (1967) Haryanto dan Pangloli (1992).

Limbah pemrosesan pohon sagu, khususnya ampas sagu sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya sebagian kecil digunakan sebagai pakan ternak. Ampas sagu mempunyai prospek yang sangat baik, jika mendapat perlakuan yang tepat. Kandungan pati yang terdapat dalam empelur sagu hanya 18,5% dan sisanya 81,5% merupakan sagu. Kandungan empelur tanaman sagu perpohon mencapai 1 ton (1000 kg), sehingga bisa didapatkan 815 kg ampas sagu. Kandungan serat kasar ampas sagu mencapai 28,30%, sedangkan kandungan proteinnya hanya 1,36% (hasil analisis Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNDIP dalam Tampoebolon, (2009)). Hal ini menunjukkan bahwa ampas

(4)

4 sagu mempunyai potensi yang besar untuk dijadikan sebagai biosorben logam berat (Lim (1967) Haryanto dan Pangloli (1992).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Paulina Taba, dkk, menunjukan bahwa ampas sagu dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif dalam mengadsorpsi ion – ion seperti Cd (II), Cu (II), Ni (II) dan Cr (VI) dari dalam larutannya. Sehingga, menunjukkan bahwa ampas sagu berpotensi sebagai biosorben logam berat (Maman, 2009).

Oleh karena itu, mengingat kompleksnya permasalahan yang ditimbulkan oleh pencemaran logam mangan terhadap lingkungan dan makhluk hidup, serta potensi ampas sagu sebagai biosorben, maka peneliti berkeinginan untuk mencoba melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Efektivitas Penggunaan Ampas

Sagu sebagai Biosorben untuk

Mengadsorpsi Ion Mangan (Mn)”.

TINJAUAN PUSTAKA Logam Berat

Menurut Palar (1994), logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria – kriteria yang sama dengan logam – logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk kedalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, logam tersebut tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena unsur besi (Fe) di butuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu) bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh – pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh.

Mangan (Mn)

Mangan di temukan oleh Johann Gahn pada tahun 1774 di Swedia. Mangan adalah logam berwarna abu – abu keperakan, merupakan unsur pertama logam golongan VIIB, dengan nomor atom 25, berat jenis 7,43 g/cm3, mudah teroksidasi, keras dan sangat rapuh. Selain itu mangan lebih sering ditemukan pada air tanah. Konsentrasi mangan pada umumnya kurang dari 1,0 mg/l. Pada air permukaan yang belum diolah ditemukan konsentrasi mangan rata – rata lebih dari 1,0 – 100 mg/l. Walaupun demikian, dalam keadaan tertentu mangan dapat timbul dalam konsentrasi besar pada suatu sungai yang dalam dan saat tertentu. Didalam hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan (Mn) (Said, 2005).

Mangan (Mn) bereaksi dengan air dan larut dalam larutan asam menghasilkan garam mangan yang larut dan hydrogen (H2). Mangan banyak

digunakan sebagai bahan campuran logam karena bisa menghasilkan logam sehingga mudah dibentuk, meningkatkan kualitas kekuatan logam, kekerasan dan ketahanan. Sekitar 90% mangan dunia digunakan dengan tujuan metalurgi, yaitu untuk produksi besi – baja, sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non–metalurgi antara lain di gunakan untuk membuat baterai kering, keramik dan gelas, serta bahan kimia (Widowati dkk., 2008)

Sagu dan Ampas Sagu

Ampas sagu merupakan biomaterial yang dihasilkan dari pembuatan sagu. Biomaterial ini umumnya dibuang ke sungai yang berada di sekitar industri pembuatan sagu sehingga dapat menimbulkan masalah lingkungan dan pendangkalan sungai. Limbah ini mengandung zat yang tidak larut dalam air seperti protein, lemak, dan karbohidrat (Haryanto dan Pangloli (1992)).

(5)

5 Senyawa – senyawa yang ada dalam ampas sagu mengandung gugus – gugus seperti –NH2, -OH, dan mungkin –SH

yang dapat berikatan dengan ion logam berat membentuk senyawa kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa ampas sagu mempunyai potensi yang besar untuk dijadikan sebagai biosorben logam berat.

Isoterm Adsorpsi

Hubungan antara jumlah adsorbat yang terserap dengan konsentrasi adsorbat dalam larutan pada keadaan kesetimbangan dan suhu tetap dapat dinyatakan dengan isoterm adsorpsi. Model kesetimbangan adsorpsi sistem tunggal yang akan ditinjau adalah : a. Isoterm Freundlich

Isoterm Freundlich menggunakan asumsi bahwa adsorpsi terjadi secara fisika. Model Isoterm Freundlich merupakan persamaan empirik, yang dinyatakan dengan persamaan:

log 𝑞 = log 𝐾𝐹 +

1

𝑛log 𝐶𝑒………. (2.3)

Nilai k dan n dari persamaan ini adalah tetapan yang menyatakan keheterogenan pusat – pusat aktif permukaan suatu adsorben. Suatu permukaan adsorben dikatakan homogen jika memenuhi n ≤ 1 (Mahendra, 2007).

b. Isoterm Langmuir

Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi. Asumsi yang digunakan pada persamaan Langmuir adalah :

1. Adsorpsi terjadi secara kimia. 2. Adsorben merupakan system

dengan tingkat energi homogeny sehingga afinitas molekul terserap sama untuk tiap lokasi.

3. Adsorbat yang terserap membentuk lapisan tunggal (monolayer).

4. Tidak ada interaksi antar molekul yang terjerap.

5. Molekul yang terjerap pada permukaan adsorben tidak berpindah – pindah.

Isoterm Langmuir dalam Al-Duri, 1995, dinyatakan dengan persamaan : 1 q= 1 qmaksKL x 1 Ce+ 1 qmaks ………. (2.1)

Parameter qmaks menunjukan kapasitas maksimum monolayer

adsorben, dan parameter b yang disebut konstanta afinitas menunjukan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben.

Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Penentuan kinetika adsorpsi dapat dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear terhadap persamaan orde satu, dan orde dua. Model kinetika orde satu menurut Singh et al., (2008) dirumuskan :

Ln Ce = -k1t + ln C0 ……..……(2.4)

Model kinetika orde dua dapat dirumuskan sebagai berikut :

1/Ce – 1/ C0 = k2t……….(2.5)

Keterangan :

Ce = konsentrasi larutan pada kesetimbangan (mg/L). k = konstanta laju adsorpsi.

t = jumlah logam yang teradsorpsi pada waktu (menit).

C0 = konsentrasi awal larutan (mg/l).

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan yang Digunakan Alat – alat yang digunakan dalam penelitian, antara lain: spektrofotometer

(6)

6 serapan atom (SSA), Botol sampel dan gelas kimia, Magnetic stirrer, Neraca analitik, dan Kertas Saring Whatman 42.

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian, antara lain: Ampas sagu kering, Aquades, air limbah artificial, yaitu air limbah yang dibuat dengan melarutkan sejumlah logam pencemar kedalam air sehingga didapat konsentrasi yang diinginkan. Zat pencemar yang digunakan yaitu adalah Mangan (Mn) murni dalam bentuk larutan.

Prosedur Percobaan

Penyiapan Biosorben Ampas Sagu Ampas sagu dicuci dengan air mengalir selama 2-3 jam untuk menghilangkan kotoran dan partikel-partikel lain. Pencucian dilanjutkan dengan menggunakan aquades. Ampas sagu selanjutnya ditiriskan, dan dikeringkan dengan oven pada suhu 80˚C sampai diperoleh bobot tetap. Setelah diperoleh bobot tetap, ampas sagu dihaluskan dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel antara 100-200 mesh kemudian disimpan dalam desikator, dan digunakan dalam percobaan biosorpsi.

Pembuatan Larutan Baku Mangan (Mn)

Latutan baku Mangan (Mn) 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang 1,00 gram Mn(NO3)2, kemudian

ditambahkan HNO3 1% dan dilarutkan

dalam aquades hingga 1000 ml. Larutan Mn 10 ppm diperoleh dengan memipet 10 ml larutan Mn 1000 ppm dan diencerkan dengan aquades sampai 1000 ml.

Penentuan Waktu Kontak Optimum ion Mangan (Mn)

Larutan Mangan (Mn) dengan konsentrasi 10 ppm disiapkan. Kedalam tiap-tiap 50 ml larutan Mn mg/l-1 tersebut ditambahkan 1 gram ampas sagu yang telah dihaluskan (ukuran

saring tertentu). Tiap-tiap campuran diaduk dengan magnetic stirer selama 20 menit selanjutnya disaring dengan kertas saring Whatman 42 dan sisa ion Mangan dalam larutan ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Percobaan kemudian diulangi dengan variasi waktu pengadukan 20, 40, 60, 80, dan 100 menit. Waktu kontak optimum yang diperoleh selanjutnya dipakai pada penentuan kapasitas biosorpsi.

Penentuan Kapasitas Biosorpsi Ion Mangan (Mn)

Kedalam tiap-tiap 50 ml larutan Mangan ditambahkan 1 gram ampas sagu (yang telah dihaluskan). Tiap-tiap campuran diaduk dengan magnetic stirer pada waktu kontak optimum, lalu disaring dengan kertas saring Whatman 42. Sisa Mangan dalam larutan ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Percobaan kemudian diulangi dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 mgl-1.

Analisa Data

Konsentrasi yang diserap untuk tiap waktu dihitung dari:

Cadsorpsi= (Cawal – Cakhir)

Untuk mendapatkan persentasi penyerapan (%) logam mangan dalam air limbah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% =konsentrasi awal − konsentrasi akhir konsentrasi awal 𝑥 100%

Banyaknya ion-ion logam yang teradsorpsi (mg) per gram biosorben (ampas sagu) ditentukan menggunakan persamaan : a e o W V ) C (C qe   Dimana:

qe= jumlah logam yang teradsorpsi

(7)

7 Co= konsentrasi ion logam sebelum

biosorpsi (mg/l)

Ce= konsentrasi ion logam setelah

biosorpsi (mg/l)

V = volume larutan ion logam (L) W= jumlah biosorben ampas sagu (g) HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu Kontak Optimum Biosorpsi Ion Mangan (Mn) Oleh Ampas Sagu

Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan biomassa ampas sagu untuk menyerap logam mangan.

Gambar 4.1 menunjukkan hasil penelitian pengaruh waktu terhadap konsentrasi ion mangan yang terserap. Waktu dimana tercapai kesetimbangan (waktu optimum) biosorpsi ion mangan (Mn) yaitu pada waktu kontak 80 menit.

Gambar 4.1 Hubungan konsentrasi ion mangan (Mn) yang terserap terhadap variasi waktu kontak.

Terlihat pada Gambar 4.1 bahwa pada menit ke 100 jumlah ion mangan yang teradsorpsi terlihat menurun, dimana kondisi terbaik penyerapan ion mangan adalah pada waktu 100 menit dengan jumlah ion mangan teradsorpsi sebesar 0,9344 mg/l. Menurunnya konsentrasi ini disebabkan karena pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan biomassa ampas sagu telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi mangan dalam biomassa dengan lingkungannya sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 80 menit cenderung konstan atau hampir sama.

Berdasarkan data hasil penelitian ini, waktu optimum adsorpsi ion Mangan oleh ampas sagu adalah 80 menit dengan konsentrasi sebesar 0,9397 mg/l. Waktu inilah yang selanjutnya digunakan dalam menentukan kapasitas optimum adsorpsi ion Mangan oleh ampas sagu.

Nilai kapasitas dan efisiensi penyerapan ion logam mangan (Mn) yang dihasilkan setiap variasi waktu semakin meningkat. Menurut teori, semakin lama waktu kontak memungkinkan proses penempelan adsorbat berlangsung baik. Sehingga dalam waktu 80 menit sudah tercapai waktu yang optimum dengan konsentrasi akhir sebesar 9,0603 mg/l. Hal ini dikarenakan reaksi yang terjadi dapat berlangsung dengan cepat dan sempurna. Hubungan antara lama waktu kontak dengan kapasitas dan efisiensi penyerapan ion logam mangan (Mn) oleh adsorben ampas sagu dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3.

Gambar 4.2 Hubungan antara waktu kontak dengan kapasitas penyerapan (mg/g) ion logam mangan (Mn).

Gambar 4.2 dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak maka kapasitas dan efisiensi penyerapan yang terjadi semakin meningkat, sehingga setelah kondisi optimum tercapai, peningkatan waktu kontak tidak meningkatkan adsorpsi secara signifikan, mengindikasikan bahwa situs aktif ampas sagu telah jenuh oleh ion logam atau telah tercapai kondisi kesetimbangan. 0.715 0.7471 0.8755 0.9397 0.9344 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 20 40 60 80 100 ko n se n tr asi io n M n yan g te rse rap ( mg /L )

Waktu kontak (menit)

0.035 0.037 0.043 0.046 0.046 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 20 40 60 80 100 K ap asi tas Pen ye rap an (m g/ g) Waktu Kontak …

(8)

8 Gambar 4.3 Hubungan antara waktu kontak

dengan efisiensi penyerapan (%) ion logam Mangan (Mn). Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa setelah kondisi optimum tercapai, peningkatan waktu kontak tidak meningkatkan adsorpsi secara signifikan, mengindikasikan bahwa situs aktif ampas sagu telah jenuh oleh ion logam mangan (Mn) atau telah tercapai kondisi kesetimbangan.

Kapasitas Optimum Biosorpsi ion Mangan (Mn) oleh Ampas Sagu

Kapasitas adsorpsi ampas sagu terhadap ion mangan ditentukan dengan variasi konsentrasi larutan dan waktu kontak optimum 80 menit. Penggunaan waktu kontak 80 menit didasarkan pada pengujian sebelumnya yang menunjukan bahwa ampas sagu dapat menyerap ion mangan (Mn) sebanyak 0,9397 mg/l pada waktu 80 menit yang merupakan waktu kontak optimum.

Konsentrasi larutan berpengaruh terhadap adsorpsi. semakin tinggi konsentrasi suatu zat terlarut, maka semakin banyak pula zat terlarut yang dapat diadsorpsi oleh suatu adsorben. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data hasil analisis ion mangan oleh ampas sagu terhadap variasi konsentrasi larutan pada gambar 4.3

Gambar 4.4 Hubungan antara rata-rata ion mangan (Mn) yang terserap terhadap variasi konsentrasi larutan Mn dengan waktu kontak 80 menit.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada konsentrasi 10 ppm, ampas sagu dapat menyerap ion mangan sebesar 0,1297 nm. Pada konsentrasi 20 ppm, kemampuan ampas sagu dalam menyerap ion mangan mengalami peningkatan sebesar 0,1580 nm. Namun pada konsentrasi 30, 40, dan 50 ppm kemampuan ampas sagu dalam menyerap ion mangan relatif konstan yaitu 0,1623 nm, 0,1638 nm, dan 0,1642 nm, sehingga kapasitas optimum ion mangan oleh ampas sagu sadalah pada konsentrasi 40 ppm.

Gambar 4.5 Hubungan antara rata – rata ion mangan (Mn) yang terserap terhadap variasi konsentrasi dengan waktu kontak optimum 80 menit

Kecepatan naiknya konsentrasi mangan (Mn) terserap dan daya serap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu 10 ppm hingga konsentrasi 20 ppm. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 30 ppm penyerapan cenderung konstan hingga pada konsentrasi 50 ppm. Hal

7.15 7.47 8.75 9.39 9.34 0 2 4 6 8 10 20 40 60 80 100 Efi si e n si Pen ye rap an (% ) Waktu Kontak… 0.1297 0.1581 0.1623 0.1638 0.1642 0 0.05 0.1 0.15 0.2 10 20 30 40 50 Ra ta -r a ta se ra p a n io n M n (n m ) Konsentrasi (ppm)

(9)

9 ini terjadi karena pada awal penyerapan, permukaan adsorben masih belum terlalu banyak berikatan dengan ion mangan (Mn) sehingga proses penyerapan berlangsung kurang efektif.

Hasil biosorpsi ampas sagu terhadap ion logam mangan (Mn) berdasarkan variasi konsentrasi larutan terbaik dicapai pada konsentrasi 50 ppm dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,051 mg/g dan efisiensi penyerapan sebesar 82,43%, hal ini sesuai dengan metode isoterm adsorpsi yang menyatakan bahwa adsorben yang baik memiliki kapasitas adsorpsi dan efisiensi persentase penyerapan yang tinggi.

Pengaruh konsentrasi pada biosorpsi ion logam mangan (Mn), menunjukkan bahwa kadar logam mangan yang teradsorpsi semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya konsentrasi. Hal ini disebabkan karena konsentrasi ion logam berhubungan dengan jumlah sisi aktif yang terdapat pada permukaan adsorben, bila jumlah sisi aktif cukup besar dibanding jumlah ion logam, maka efisiensi penyerapan akan tinggi sampai jumlah sisi aktif sama dengan ion logam. Namun, pada kondisi tertentu efisiensi akan konstan karena

telah terjadi kejenuhan pada material penyerap.

Menurut Hughes dan Poole (1984), dengan bertambahnya konsentrasi mengakibatkan semakin terbukanya pori–pori yang terdapat pada arang aktif. Ini dikarenakan terjadinya ikatan yang akan mengikat partikel yang selama ini menutup pori–pori arang aktif. Sehingga semakin banyak konsentrasi yang digunakan, maka semakin banyaklah pori–pori yang terbuka sehingga penyerapan logam mangan pun semakin bertambah.

Isoterm Adsorpsi

Untuk mengetahui kapasitas adsorpsi ion mangan (Mn) oleh adsorben ampas sagu maka digunakan dua model isotermal adsorpsi yaitu isotermal Langmuir dan Freundlich. Penentuan isotermal adsorpsi menandakan adanya hubungan dengan kapasitas adsorpsi, oleh karena itu dibuat kurva 1/Ce vs 1/qe menurut model adsorpsi Langmuir (Gambar 4.6) dan kurva log Ce versus log qe menurut model Freundlich (Gambar 4.7).

Dengan membandingkan nilai garis kuadrat kecil, maka akan dipilih model isotermal adsorpsi yang sesuai.

Gambar 4.6 Isoterm Langmuir Gambar 4.7 Isoterm Freundlich

Pada Gambar 4.6, menunjukkan grafik isotherm Langmuir untuk ion logam mangan mempunyai nilai linearitas yang tinggi yaitu 99,8% (R2 = 0,998), sedangkan pada Gambar 4.7, yang merupakan grafik isotherm Freundlich ion logam mangan

mempunyai nilai linearitas yaitu 89,9% (R2 = 0,899). Dilihat dari data diatas, adsorpsi ion logam mangan dapat terjadi secara kimia, termasuk ke dalam tipe isotherm Langmuir karena mempunyai nilai linearitas diatas 90%.

y = 196.53x + 21.753 R² = 0.9982 0 1 2 3 4 5 6 7 0.10 0.12 0.14 0.16 1/q e 1/Ce y = 9.7066x - 9.0176 R² = 0.8999 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 0.8 0.85 0.9 0.95 lo g q e log Ce

(10)

10 Kinetika Adsorpsi

Untuk mempelajari model kinetika adsorpsi yang berlangsung sesuai data adsorpsi pada variasi waktu kontak maka, model kinetika yang sering digunakan untuk reaksi adsorpsi adalah model kinetika orde satu dan model kinetika orde dua.

Melalui pengaluran data Ce terhadap waktu (t) dapat diketahui kesesuaian data Ce terhadap model kinetika, yaitu dari nilai korelasi (R2), sedangkan nilai konstanta laju adsorpsi (k) diperoleh dari

kemiringan (slope) grafik yang diperoleh. Kinetika orde satu tergantung pada konsentrasi adsorben yang hanya mempengaruhi salah satu laju reaksi saja, sedangkan kinetika orde dua tergantung pada kuadrat konsentrasi adsorben salah satu reaksi atau konsentrasi dua reaksi yang terlibat.

Kurva ln Ce vs t untuk persamaan orde satu dan kurva 1/Ce vs t untuk persamaan orde dua terlihat pada Gambar 4.8 dan 4.9.

Gambar 4.8 Kurva ln Ce vs t untuk Model Gambar 4.9 Kurva 1/Ce vs t untuk Model

Kinetika Orde 1. Kinetika Orde 2.

Berdasarkan data analisis model kinetika adsorpsi, dapat diketahui bahwa adsorpsi ion mangan (Mn) menggunakan ampas sagu seperti yang terlihat oada Gambar 4.5 dan 4.6 mengikuti model kinetika orde dua. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 untuk orde dua yang

mendekati 1, dimana nilai R2 ini merupakan nilai koefisien korelasi dari grafik. Selain itu, model kinetika adsorpsi orde dua juga merupakan model kinetika adsorpsi yang mendukung model isoterm Langmuir menandakan bahwa reaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat identik dengan reaksi kimia (Zafira, 2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut :

1. Waktu kontak optimum ion mangan (Mn) yang teradsorpsi oleh ampas sagu adalah 80 menit dengan efisiensi penyerapan sebesar 9,39 % dan

kapasitas penyerapan ion mangan (Mn) yang teradsorpsi sebesar 0,046 mg/g.

2. Kapasitas optimum ion mangan (Mn) oleh ampas sagu berdasarkan waktu kontak optimum terjadi pada konsentrasi 50 ppm dengan efisiensi penyerapan sebesar 82,43 % dan kapasitas penyerapan ion mangan (Mn) sebesar 2,051 mg/g.

DAFTAR PUSTAKA

Bilinski, P. 2012. A Public health hazards in Poland posed foodstuffs contaminated with E. coli O104:H4 bacterium from the resent European outbreak. Ann. Agric. Environ, Med,19:3-10.

Darmono,(2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta. pp. 179. y = -0.0003x + 2.2352 R² = 0.9 2.195 2.2 2.205 2.21 2.215 2.22 2.225 2.23 0 50 100 150 Ln Ce waktu (t) y = 4E-05x + 0.107 R² = 0.9003 0.1075 0.108 0.1085 0.109 0.1095 0.11 0.1105 0.111 0 50 100 150 1/C e waktu (t)

(11)

11 Haryanto, B. dan Pangloli, P., 1992.

Potensi dan Pemanfaatan Sagu.

Kanisius. Yogyakarta.

Kristanto, Philip Ir. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta. Penerbit andi. Mahendra, Jarot. 2007. Pemanfaatan

Kitosan dan Kitosan Termodifikasi dari Limbah Udang sebagai Adsorben Logam Cu, Cr, dan Zn [skripsi]. Universitas Indonesia, Depok.

Maman. 2009. Karakteristik Pori Karbon Aktif Limbah Sagu Yang Disiapkan

Dengan Metode Aktivasi Kimia.

Alamat website: mamanppt-fisikaohfisika.blogspot.com. Diakses pada tanggal 31 Juli 2010.

Musrawati. 2009. “Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Biosorben Untuk Menanggulangi Pencemaran Logam Ion Cu(II) Dan Cr(VI)”. (Tesis). Makassar: Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Negroni, A. 2012. Characterization of adheren-in-vasive Eschercia coli

isolated from pediatric patients with inflammatory bowel disease. Inflamm. Bowel Dis.,18:913-924.

Notohadipawiro, T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian. ( http://www.chem-is-try.org). Diakses tanggal 6 januari 2009.

Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2010, Kepmenkes,No.492/Menkes/PER/IV/ 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta: Departement Kesehatan RI.

Rahman, A. H. B. 2004. "Penyaringan Air Tanah dengan Zeolit Alami untuk

Menurunkan Kadar Besi dan Mangan". Jurnal MAKARA. Vol.8 (1), hlmn.1-6.

Said, N.I. 2005. Metode Penghilangan Zat Besi dan Mangan di dalam Penyediaan Air Minum Domestik. Jurnal Air Indonesia (JAI), 1(5) 239-250.

Selvi, K, Patthabi S and Kardivelu K. 2001. Removal of Cr(IV) from Aqueous Solution by Adsorption Onto Activated Carbon. Bioresour Technol.

Vol 80 : 87-89.

Somerville, R. (2007). Low-cost adsorption materials for removal of metals from contaminated water.

Master Thesis, KTH Architecture and the Built Environment.

Syabanu, Arfiani Aulia dan Cahyaratri, Febriar. 2009. Pemanfaatan Asam Sitrat Sebagai Adsorben Dalam

Upaya Peningkatan Kualitas

Minyak Goreng Bekas Melalui Proses Adsorpsi.

Widowati, W., Sastiono, A dan Yusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Andi.

Yoo, S.H. 2009. Genimics, Biological Features, and Biotechnological Applications of Escherchiacoli B: Is B for better. Springer.

Zafira. (2010). Studi Kemampuan Lumpur Alum untuk Menurunkan Konsentrasi Fluorida dalam Air

Limbah Industri Pupuk. Institut

( http://www.chem-is-try.org

Gambar

Gambar  4.1  menunjukkan  hasil  penelitian  pengaruh  waktu  terhadap  konsentrasi  ion  mangan  yang  terserap
Gambar  4.4  Hubungan  antara  rata-rata  ion   mangan  (Mn)  yang  terserap  terhadap  variasi  konsentrasi  larutan  Mn  dengan  waktu  kontak 80 menit

Referensi

Dokumen terkait

Adsorpsi ion logam Cd(II) pada HAS dan HAS-M dengan pH yang bervariasi dari pH 3-9 pada konsentrasi ion logam 100 ppm dan waktu kontak 60 menit .... Adsorpsi ion logam Cu(II) pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak dan aktivasi ampas tebu berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi logam Cr dan Mn limbah dan ampas tebu dapat digunakan sebagai

Pada penelitian ini dilakukan variasi waktu kontak 60, 90, 120, 150 dan 180 menit untuk mengetahui kinetika yang sesuai untuk proses adsorpsi ion Fe (III) serta kapasitas

Dari segi kapasitas adsorpsi, akuades merupakan agen terbaik dalam regenerasi kulit jagung yang telah digunakan untuk menyisihkan logam-logam Fe dan Mn dibanding

Konsentrasi dalam larutan berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan adanya variasi konsentrasi maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi dengan

Pada penelitian Sugiarti dan Allo (2009), kapasitas adsorpsi logam berat oleheceng gondok, baik dalam larutan media yang hanya ditambahkan satu logam saja Pb

Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi ion logam Cd untuk mengetahui kapasitas adsorpsi maksimum ion logam Cd oleh arang aktif kulit durian, digunakan arang

Proses adsorpsi serbuk daun puring sebagai adsorben ion logam Pb(II) pada larutan Pb(NO 3 ) 2 dengan konsentrasi awal 5 ppm menghasilkan massa adsorben optimum