• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi, Identifikasi, dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Ekstrak n-Heksana Spons Petrosia alfiani dari Kepulauan Barrang Lompo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Isolasi, Identifikasi, dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Ekstrak n-Heksana Spons Petrosia alfiani dari Kepulauan Barrang Lompo"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER

EKSTRAK n-HEKSANA SPONS Petrosia alfiani DARI KEPULAUAN

BARRANG LOMPO

Muh. Syarif Aqa’id1), Hanapi Usman2), Hasna Nasir2) 1)ProgramSarjana Universitas Hasanuddin

2)Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

Sponge is one of the highly prospective marine biota as a source of compounds of natural product that has pharmacological activity. Isolation and identification of secondary metabolites from n-heksana extract of sponge Petrosia

alfiani from Spermonde Island, South Sulawesi had been done. Isolation techniques were using maceration, partition,

column chromatography vacuum, and gravity column chromatography. Pure compound was obtained as a needle crystals with a melting point 131-132 °C followed by identification using UV-Vis, FTIR, 1H-NMR, and 13C-NMR. Based on

analysis spectrophotometric, the isolat compound was β-sitosterol. Result of bioactivity test indicate that the compound was able to inhibit the growth of bacterial S. aureus, E. coli, and the fungus C. albicans. Toxicity tests were using larval shrimp

Artemia salina Leach showed the values of LC50was 5,69 mg/mL.

Keywords: Sponges Petrossian alfiani,β-sitosterol, Bioactivity

PENDAHULUAN

Berbagai senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme secara teratur dan bermakna bagi kelangsungan hidup organisme dimuka bumi ini. Keanekaragaman molekul organik bahan alam sesungguhnya menyimpan sejuta misteri yang harus dapat diungkap melalui penelitian dan kajian yang mendalam. Meskipun upaya untuk mencari, mengembangkan, dan memanfaatkan senyawa kimia organik bahan alam telah menjadi tradisi ilmiah yang cukup panjang, dan telah dirintis sejak abad ke 17, namun hingga saat ini hasil penelitian di bidang kimia organik bahan alam masih minim jika dibandingkan dengan kebutuhan dan tantangannya (Usman, 2005).

Secara geografis, Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas sehingga tentunya mengandung kekayaan molekul organik bahan alam laut yang seharusnya dapat dijadikan sebagai objek penelitian dan pengembangan, mengingat banyaknya manfaat yang dapat diambil dari senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya terutama senyawa yang memiliki bioaktivitas tinggi. Salah satu invertebrata laut yang potensial sebagai penghasil senyawa bioaktif adalah spons. Telah diketahui beberapa sifat bioaktivitas senyawa yang terdapat dalam spons, antara lain sifat sitotoksik, antifungi, penghambat pembelahan sel, antitumor, antivirus, antiinflamasi, antimikroba dan aktivitas penghambat enzim “enzyme inhibitor(Lee dkk., 2001).

Di perairan Sulawesi Selatan, empat spesies spons telah dilaporkan, yaitu: Halichondria sp.,

Callyspongia sp., Callyspongia pseudoreticulatta, dan Auletta sp., yang masing-masing memiliki ekstrak senyawa bioaktif bersifat bakterisida (Ahmad dkk., 1995).

Belakangan ini telah ditemukan spesies baru yaitu

Petrosia alfiani di temukan oleh Voogd dan Van Soest

(2002) yang tersebar di kawasan perairan Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Beberapa hasil penelitian senyawa bioaktif dari genus Petrosia telah dilaporkan mengandung asam kortikatat sebagai antijamur dari spons

Petrosia cortikata (Soediro, 1999), sedangkan data dari

Van Soest dan Braekman (1999) menemukan beberapa senyawa bioaktif dari famili petrosidae diantaranya polihidroksilat asetilin, siklik 3-alkilpiperidin, dan siklopropenasterol. Selain itu beberapa senyawa aktif yang

telah ditemukan dan dilaporkan dari genus Petrosia adalah alkaloid manzamine-A bersifat sitotoksik (El sayed dkk., 2001). Pada Petrosia sp. ditemukan senyawa poliasetilen, dideoxypetrosynol A yang menunjukkan aktivitas antitumor pada sel melanoma kulit manusia (Cho dkk., 2004). Aktivitas antibakteri juga ditemukan pada hasil isolasi dari spons laut Petrosia contignata, yaitu, Taraxeron dan D-homoandrostan (Sutedja dkk., 2005). Senyawa antibakteri epidoksi sterol dari spons laut

Petrosia nigrans juga telah diisolasi dan dikarakterisasi

dengan nama 5,8-epidioksi-24-etilkolest-6-en-3-ol (Handayani dkk., 2008).

n-Heksana merupakan pelarut yang bersifat

non-polar. Oleh karena itu n-heksana diharapkan dapat

menarik senyawa-senyawa yang bersifat non-polar pada spons Petrosia yang belum pernah diteliti sebelumnya.

Berdasarkan informasi yang ada, menunjukkan bahwa metabolit sekunder yang terkandung dalam spons

Petrosia sangat banyak dan umumnya memiliki bioaktivitas yang kuat. Oleh sebab itu diperlukan penelitian yang lebih konperehensif.

Spons Petrosia alfiani adalah spesies yang baru ditemukan dan endemik di kepulauan Barrang Lompo, diduga spons Petrosia alfiani mengandung banyak metabolit sekunder yang berguna dan memungkinkan ditemukannya metabolit sekunder yang baru.

METODE PENELITIAN a. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk spons P. alfiani, pelarut yang berkualitas teknis yang telah didestilasi seperti metanol (CH3OH),

kloroform (CHCl3), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana

(C6H14). Pelarut metanol (CH3OH) dan n-heksana

(C6H14) yang berkualitas (p.a) digunakan pada proses

rekristalisasi. Adsorben kolom kromatografi seperti silika gel 60 GF254 (Merck), G 60 (230-400 Mesh), 60 PF254(Merck), kieselgel 60 F2540,25 mm (Merck), plat

KLT, dan FeCl3 5 % sebagai penampak noda. Dimetil

sulfoksida (DMSO), Natrium hipoklorit, bakteri E. coli,

Staphylcocus aureus, jamur Candida albicans, serta

(2)

b. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan dan Pengolahan Sampel

Sampel yang telah diambil dari laut kemudian dipotong-potong lalu dikeringkan selama kurang lebih 1 minggu 2 hari. Sampel yang telah kering kemudian dipotong-potong menjadi potongan kecil agar nantinya mudah untuk dihaluskan menggunakan blender. Setelah halus, sampel kembali dikeringkan selama 3 hari dan berat kering sampel ditimbang. Berat sampel kering yang diperoleh sebanyak 969,32 gram.

2. Ekstraksi

Serbuk spons dimaserasi dengan metanol selama 1 x 24 jam pada suhu kamar. Maserasi diulangi dengan volume metanol yang sama 4 kali. Hasil maserasi kemudian ditampung untuk diuapkan menggunakan rotary evaporator. Hasil maserasi kemudian ditampung untuk diuapkan menggunakan rotary evaporator.

Ekstrak metanol hasil penguapan dipartisi dengan

n-heksana dan selanjutnya diuapkan lagi dengan

menggunakan evaporator. Jumlah ekstrak n-heksana yang diperoleh dalam proses ekstraksi ini sebanyak 7,4768 g.

Ekstrak metanol diekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana kemudian dianalisis dengan KLT untuk mencari eluen yang dapat memisahkan komponen senyawa dengan baik.

3. Isolasi

Tahapan isolasi ini dimulai dengan melakukan kromatografi kolom gravitasi (KKG). Ekstrak yang sudah kering sebanyak 10 g kemudian diimprek dengan menggunakan silika gel tipe 7730. Setelah itu barulah dilakukan KKG untuk memisahkan senyawa menjadi beberapa fraksi-fraksi. Fraksi 21-30 disebut isolat 1 yang berpendar pada sinar short wave dan fraksi 31-59 yang tidak berpendar pada sinar UV short wave.

Fraksi dimurnikan dengan cara rekristalisasi maka diperoleh isolat 1 murni dengan titik leleh 131-132 °C. Hal ini dapat dikatakan murni karena jarak titik lelehnya tidak lebih dari 2 derajat dan berbentuk kristal jarum putih seperti yang terlihat pada Lampiran 6. Selanjutnya pengukuran dilakukan menggunakan instrument GC-MS, FT IR,1H NMR, dan 13C NMR serta dilanjutkan dengan

pengujian anti sitotoksik, anti jamur, dan anti bakteri.

4. Uji Bioaktivitas Antibakteri (Metode difusi)

Ekstrak uji yang diserap dengan kertas saring dimasukkan ke dalam silinder atau dimasukkan ke dalam lubang, dikontakkan dengan media yang telah diinokulasi. Kemudian setelah diinkubasi, diameter daerah bening disekitar reservoir diukur. Diameter daerah bening ini merupakan daerah inhibisi dari ekstrak sampel terhadap mikroba uji. Untuk menurunkan limit deteksi, sistem dibiarkan pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum diinokulasi, yaitu untuk memberikan kesempatan kepada antibiotik untuk berdifusi sebelum mikroba tumbuh.

5. Uji Bioaktivitas Antijamur (Metode difusi)

Ekstrak uji yang diserap dengan kertas saring dimasukkan ke dalam silinder atau dimasukkan ke dalam lubang, dikontakkan dengan media yang telah diinokulasi.

Kemudian setelah diinkubasi, diameter daerah bening disekitar reservoir diukur. Diameter daerah bening ini merupakan daerah inhibisi dari ekstrak sampel terhadap mikroba uji. Untuk menurunkan limit deteksi, sistem dibiarkan pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum diinokulasi, yaitu untuk memberikan kesempatan kepada antibiotik untuk berdifusi sebelum mikroba tumbuh.

6.

Uji Toksisitas

Uji bioaktivitas yang dilakukan adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang dilakukan terhadap A. salina, prosedur uji aktivitasnya sebagai berikut: Pengambilan sekitar 10-17 ekor Artemia salina berumur 48 jam ke dalam 100 mL air laut sintetik dilakukan secara acak, dimasukan dalam flakton-flakton yang telah diisi dengan sampel masing-masing 100 µL yang telah dilakukan pengenceran sebagai berikut: sebanyak 200 µL sampel 1000 µg/mL dari fraksi kloroform bioaktif yang diatur konsentrasinya dengan DMSO. Selanjutnya pengenceran dilakukan dalam mikroplate dengan konsentrasi yang divariasi (5, 50, 500) µg/mL dan volume sampel tiap lubang 100 µL secara triplo. Kemudian diikubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan selanjutnya jumlah larva yang mati dan yang hidup dihitung dengan bantuan kaca pembesar serta ditentukan nilai LC50

(µg/mL) dengan program Bliss Method (Meyer, dkk., 1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red

Meski spektrum IR spesifik untuk setiap molekul yang berbeda adalah spektrum IR lebih digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi yang memiliki pita spesifik yang menonjol, seperti: C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C≡N, dan NO2. Data pada Tabel 4 merupakan hasil pengukuran FTIR dari sampel yang telah dimurnikan yang dibandingkan dengan spektrum FTIR

senyawa β-sitosterol yang telah ditemukan oleh Rahman (2014).

Tabel 1. Hasil analisis perbandingan spectrum FTIR

antara senyawa produk dengan senyawa β -sitosterol (Rahman, 2014)

(3)

2. Spektrofotometer Proton dan Karbon Nuclear

Magnetic Resonance (1H-NMR) dan (13C-NMR)

Tabel 2. Hasil Pengukuran spektrum1H-NMR dan13

C-NMR pada sampel

3. Gas Chromatography-Mass Spectrometri (GC-MS)

Hasil identifikasi isolat 1 berdasarkan spektrum MS (Lampiran 5) menunjukkan Mr isolat isolat 1 = 414 dan hasil fragmentasi tahap 1 m/z 386, tahap 2 m/z 353, dan tahap 4 m/z 301 hal tersebut memperkuat bahwa isolat 1

adalah β-sitosterol.

4. Uji Toksisitas

Hasil uji bioaktivitas (toksisitas) menggunakan larva udang Artemia salina leach ditunjukkan pada Tabel 3. Pengujian diawali dengan mengairasi telur udang selama 2 × 24 jam.

Tabel 3. Hasil uji toksisitas dengan Artemia salina Leach

Berdasarkan data pada Tabel 3, diketahui bahwa senyawa isolat berpotensi sebagai anti sitotoksik disebabkan pada konsentrasi 5 ppm telah terjadi kematian larva udang dan peningkatan hingga 500 ppm masih mengalami peningkatan terhadap kematian larva. Tabel 3 menunjukkan rata-rata larva udang yang mati selama 1 x 24 jam, dari data tersebut kemudian dihitung persentase kematiannya dengan menggunakan rumus:

Dengan menggunakan rumus di atas didapatkan persentase masing-masing konsentrasi berturut-turut sebesar 0%; 46,7%; 20%. Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok kemudian dibuat grafik dengan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit vs log konsentrasi, y = bx + a. Dimana y: angka probit dan x: log konsentrasi, kemudian ditarik garis dari harga probit 5 (= 50% kematian) menuju sumbu X, didapatkan log konsentrasi. Log konsentrasi diantilogkan untuk mendapatkan harga LC50atau LC50 dapat juga dihitung

dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit dari 50 % kematian hewan coba) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi. LC50

dihitung dan diperoleh dari antilog nilai x tersebut. Berdasarkan pada pernyataan Meyer (1982) bahwa senyawa dikatakan toksik apabila mortalitas terhadap

Artemia salina Leach yang ditimbulkan memiliki nilai

LC50< 1000 μg/mL dan sangat toksik apabila ≤ 30

μg/mL. Berdasarkanperhitungan diketahui LC50sebesar

5,6872 µg/mL (ppm) dan dapat dikategorikan sangat toksik.

5. Anti Bakteri dan Anti Jamur

Pengujian anti bakteri dilakukan terhadap bakteri uji berupa E. coli dan S. aureus, sedangkan pengujian terhadap anti jamur dilakukan terhadap C. albicans.

Campuran bakteri dan sampel dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37 oC selama 1 x 24 jam, lalu

kemudian diukur daya hambat sampel tehadap bakteri. Pengukuran menggunakan jangka sorong dengan cara mengukur kedua diameter hambatan dan ditentukan rata-ratanya.

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sampel pada konsentrasi 100 ppm, 25 ppm, dan 10 ppm mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli namun tidak sebesar diameter zona hambat kontrol positifnya (21,6 mm), dan konsentrasi 50 ppm tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli.

Diameter zona hambat sampel pada bakteri S.

aureus adalah 7,3 mm (100 ppm); 9,7 mm (50 ppm); 7,5

mm (25 ppm);7,2 mm (10 ppm); 6,4 mm (kontrol negatif). Dengan demikian senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus walaupun tidak sebaik kontrol positifnya yaitu sebesar 10,2 mm.

Pada jamur C. albicans dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, dan 10 ppm mampu menghambat pertumbuhan jamur C. albicans

namun tidak sebesar diameter zona hambat kontrol positifnya (26 mm).

KESIMPULAN

Senyawa metabolit sekunder hasil ekstrak n-heksana dari spons P. alfiani diperoleh senyawa β -sitosterol sebanyak 39 mg berbentuk kristal jarum berwarna putih dengan titik leleh 131-132 °C. Hasil uji bioaktifitas senyawa isolat dari kandungan ekstrak n-heksana dari spons P. alfiani diperoleh aktif terhadap terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan nilai LC50 sebesar 5,6872 µg/mL (ppm), dan juga aktif

terhadap bakteri E. Coli, bakteri S. aereus dan terhadap jamur C. albicans.

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., E., Suryati, and Muliani, 1995, Spons bioactive screening for bactericide in shrimp culture, IFRJ, 1 (1), 1-10.

Amir, I., 1991, Fauna Spons (Porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar Pulau-Pulau Seribu,

Oseanologi di Indonesia, (24), 4154.

Amir, I., dan Budiyanto, 1996, Mengenal Spons Laut

(Demospongiae) Secara Umum, Oseana, 21

(2),1531.

Aoki, S., Naka, Y., Itoh, T., Furukawa, T., Rachmat, R.,

Akiyama, S., and Kobayashi, M., 2002,

Lembehsterols A and B, Novel Sulfated Sterols Inhibiting Thymidine Phosphorylase, from the Marine Spons Petrosia strongylata, Chem. Pharm. Bull., 50 (6) 827—830.

Ashour, M. A. A., 2006, Structure Elucidation of Bioactive Marine Natural Products Using Modern Methods of Spectroscopy, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Bergquist, P. R., 1978, Spons, Hutchinson, London. Braekman, J. C., and Daloze, D., 1986, Chemical

defence in sponss, Pure & Appl. Chem., 58 (3), 357-364.

Cimino, G., de Giulio, A., de Rosa, S., di Marzo, V., 1989, Tetrahedron Lett, 30, 3563–3566.

Cimino, G., de Giulio, A., de Rosa, S., di Marzo, V., 1990, J. Nat. Prod, 53, 345-353.

Cho, H. J., S. Ja Bae, N. D. Kim, J. H. Jung and Y.H.

Cho., 2004, Induction of Apoptosis by

Dideoxypetrosynol A, A Polyasetylene from Spons Petrosia sp., in Human Skin Melanoma Cells, International Journal of Molecular Medicine, 23 (8) 1091-1096.

El Sayed, K. L., Kelly, M., Kara, U. K., Ang, K. H., Katsuyama, I., Dunbar, D.C., Khan, A. A., and Hamann, M.T., 2001, New Manzamine Alkaloids with Potent Activity against Infectious Disease, J. Am. Chem. Soc., 123, 1804-1808. Fusetani, N., Shiragaki, T., Matsunaga, S., Hashimoto,

K., 1987, Tetrahedron Lett 28, 4313–4314.

Garson, M.J., 1994, The Biosynthesis of Secondary Metabolits: Why is Important. In: Sponss in

Timeand Space, pp: 428-429, edited by R.W.M.

van Soest, Th. M.G. Van Kempen and

J.CBraekman (eds.)., Proceeding 4th International

Porifera Conggress, Amsterdam/Netherland. Guo, Y., Gavagnin, M., Trivellone, E., Cimino, G, 1994,

Tetrahedron, 50, 13261–13268.

Handayani, D., Sayuti, N., dan Dachriyanus, 2008,

Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Epidioksi Sterol dari Spons Laut Petrosia Nigrans, Asal Sumatra Barat, Prosiding Seminar

Nasional Sains Dan Teknologi-II

2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008.

Harrison, F. W., and De Vos, L., 1991, Porifera, Di dalam: Harrison FW, Westfall

JA(ed.). Microscopic Anatomy of

Invertebrates.Volume 2. Placozoa,

Porifera, Cnidaria, and Ctenophora.Wiley-Liss. A John Wiley & Sons, Inc., Publication. New York, Chicester, Brisbane, Toronto, Singapore, 28–89.

Higa, T., Tanaka,J., Kitamura, A., Koyama, T., Takahashi, M., and Uchida, T., 1994,

Bioactive compounds from marine sponss, Pure & Appl. Chern., 66 (10/11), 2227-2230.

Hosettman, K., 1991, Methods in Plant Biochemistry, Academic Press, New York, 6.

Ireland, C. M., Molinski, T. F., Roll, D. M., Zabriskie, T.

M., McKee, T. C., Swersey, J. C., and

Foster, M. P., 1989, Natural Product Peptides from Marine Organisms, Di dalam Scheuer PJ (ed.), Bioorganic Marine Chemistry, Springer –

Verlag, 3, 1-27.

Isaacs, S., Kashman, Y., Loya, S., Hizi, A., Loya, Y., 1993, Tetrahedron, 49, 10435–10438.

Kimura, J., Ishizuka E., Nakao Y. Yoshida W.Y, Scheuer, P.J., and Borges, K. 1998. Isolation of 1- methylherbipoline Salt of Halisulfate-1 and of Suvanine as Serine Protease Inhibitors from Marine Spons, Coscinoderma Mathewsi, J. Nat Prod 61 (28), 248- 250.

Kobayashi, M., dan Rachmaniar R., 1999, Overview of

Marine Natural Product Chemistry, Makalah disajikan dalam Seminar Bioteknologi Kelautan

Indonesia I, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia Jakarta, Jakarta 14 Oktober.

Kunitz, M., and J.H. Northrop, 1936, Isolation from Beef Pancreas of Crystalline trypsinogen trypsin, a trypsin, and an Inhibitor- Trypsin Compound, J.Gen. Physio, 19 (31), 991–1007.

Lee KY, Lee HJ, Lee HK., 2001, Microbial Symbiosis in Marine Sponss, The Journal of Microbiology, 29

(4), 254-264.

Li, H., Matsunaga, S., Fusetani, N., 1994, J. Nat. Prod.,

57, 1464–1467.

Muliani, Suryati E., Tompo A., Parenrengi A., Rosmiati, 1998, Isolasi Bioaktif Bunga Karang Sebagai Fungisida pada Benih Udang Windu Penaeus

monodon, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 4 (2) 19-24.

(5)

Muniarsih T., dan Rachmaniar R., 1999, Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba dari Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Makalah disajikan

dalam Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, Jakarta 14 Oktober.

Munro M. H. G., Luibrand R. T., and Blunt J. W., 1989,

The Search for Antivaral and Anticancer

Compounds from Marine Organisms. Di dalam

Scheuer PJ (ed.), Bioorganic Marine

Chemistry, Springer -Verlag, 1, 94-176.

Murti, Y. B., 2006, Isolation and structure elucidation of

bioactive secondary metabolites from sponss collected at Ujungpandang and in the Bali Sea, Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nakagawa, N., Endo, M., Tanaka, N., and Pei, G. L., 1984, Tetrahedron Letters, 3227—3230.

O’Keefe, B. R., Erim,T., Beutler, J.A., Cardellina, J.H.,

Gulakowski, R.W.J., Krepps, B. L.,

Mcmahon, J. B., Sowder, R. C., Johnson, D. G., Buckheit, R.W.J., Halliday, S., And Boyd, M. R., 1998, Isolation and Characterization of adociavirin, a Novel HIV- Inhibitory Protein from

the Spons Adocia sp FEBS Lett, 431 (44), 85–90.

Parenrengi A., Suryati E., Dalfiah, dan Rosmiati, 1999, Studi Toksisitas Ekstrak Spons Auletta sp.

Callyspongia sp., dan C. Pseudoreticulata

terhadap Nener Bandeng (Chanos chanos), Jurnal

Penelitian Perikanan Indonesia 5 (4).

Pronzato, R., Bavestrello, G., Cerrano, C., Magnino, G., Manconi, R., Pantelis, J., Sara, A., and Sidri M., 1999, Spons Farming in the Mediterranian Sea New Perspectives, Memoir of the Queensland

Museum, 44, 485 - 491.

Rachmaniar, R., 1996, Penelitian Produk Alam Laut

Skreening Substansi Bioaktif, Laporan Penelitian

Tahun Anggaran 1995/1996, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Puslitbang Oseanologi. Rahman, A., 2014, Isolasi, Identifikasi dan Uji

Bioaktivitas Metabolit Sekunder Ekstrak kloroform spons Petrosia alfiani dari Kepulauan Barang Lompo, Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Rasyid, A., 2009, Senyawa-senyawa Bioaktif dari Spons, Oseana, 34 (2), 25-32.

Reinheimer, G., 1991, Aquatic Microbiology, 4 th Ed, John Wiley and Sons, Chichester and New York. Romihmohtarto, K., dan Juwana, S., 1999, Biologi

Laut,Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI Jakarta, 115–128.

Ruppert, E. E., and Barnes, R. D., 1991, Invertebrates Zoology, Sixth Edition, Saunders College Publishing, Philadelphia, New York, Chicago, San Fransisco, Montreal, Toronto, London, Sidney, Tokyo, 68–91.

Sandoval, I. T., Davis, R. A., Bugni, T. S., Concepcion, G. P., Harper, M. K., and Ireland, C. M., (tanpa tahun), Cytotoxic Isoquinoline Quinones from Spons of the Genus Petrosia

Setyowati, E. P., Jenie, U. A., Sudarsono, Kardono, B.,

Rahmat, R., dan Meiyanto, E., 2007,

Isolation of Cytotoxic Substance From Kaliapsis Spons, Majalah Farmasi Indonesia, 18 (4), 183-189.

Soediro, I.S., 1999, Produk Alam Hayati Bahari dan

Prospek Pemanfaatannya di Bidang Kesehatan dan Kosmetika, Makalah disajikan dalam

Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, Jakarta 14 Oktober.

Soest, R. W. M., Van, and Braekman, J. C., 1999,

Chemosystematics of Porifera: A Review,

Memoir of the Queensland Museum, 44, 569

-589.

Suparno, 2005, kajian bioaktif spons laut

(forifera:Demospongiae) suatu peluang alternatif Pemanfaatan ekosistem karang Indonesia Dalam bidang farmasi, Sekolah Pasca Sarjana,

IPB-Bogor.

Suriani, 2006, Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Spons Callyspongia sp., Tesis Tidak Diterbitkan, jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.

Suryati, E., Parenrengi, A., dan Rosmiati, 2000, Penapisan Serta Analisis Kandungan Bioaktif

Spons Clathria sp. yang efektif

sebagaiAntibiofouling pada teritif (Balanus

amphitrit), Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 5 (3).

Sutedja, L., Udin, L. Z., dan Manupputy, A., 2005,

Antimicrobial Activity of the Spons Petrosia contignata Thiele, Sistem Informasi Dokumen

Kegiatan Pusat Penelitian Kimia LIPI, Bandung.

Usman, H., Hakim, E. H., Achmad, S.A., Syah, Y. M., Harlim, T., Jalaluddin, M. N. 2005. 2’,4’ -Dihidroksi-3’,5’,6’-Trimetoksi Calkon suatu Senyawa Antitumor dari Kulit Batang Tumbuhan Cryptocarya costata (Lauraceae). Jurnal Matemaika dan Sains ITB. 10 (3): 97-100. Voogd, N. J., De., and Van Soest, R. W. M., 2002,

Indonesian Sponss of the Genus Petrosia, Zool.

Med. Leidan 76.

Warren, L., 1982, Encyclopedia of Marine Invertebrates, Di dalam: Walls JG (ed.), 15–28.

(6)
(7)

Gambar

Tabel  1. Hasil  analisis  perbandingan  spectrum  FTIR antara  senyawa  produk  dengan  senyawa   β-sitosterol (Rahman, 2014)
Tabel 3. Hasil uji toksisitas dengan Artemia salina Leach

Referensi

Dokumen terkait

Konsepsi yang dibangun dalam memahami teori tawattur pun mulai berkembang. Pemahaman mengenai konsep rigit mutawattir sebagai hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak dalam

Ekstrak bawang dayak EBD tersebut diformulasikan dalam bentuk sediaan farmasi dengan sistem penghantaran yang modern dan lebih efektif untuk terapi kanker yaitu

Pengamatan panjang sumbu polar dan equatorial spora, indeks stomata, panjang dan lebar stomata pada seri derajat ploidi dari diploid (2x) sampai dengan septaploid (7x)

Norma hukum itu berjenjang dalam suatu hierarki tata susunan, sehingga norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih

Penyusunan Rencana Kinerja Tahunan BKAD Kabupaten Bantul Tahun 2020 merupakan pemenuhan kebutuhan aspek perencanaan kebijakan pelaksanaan tugas dalam kurun waktu 1 (satu) tahun

Film Hollywood &#34;The Runner&#34; merupakan film yang berasal dari Amerika Serikat dengan genre Drama. Austin Stark bertindak sebagai Sutradara sekaligus pembuat

Masyarakat Kabupaten Bengkulu Selatan terdapat suatu kebiasaan dimana kerjasama atau gotong royong yang merupakan watak, karakter dan kepribadian masyarakat telah mampu

Di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri serta bagaimana strategi bertahan yang dilakukan masyarakat penambang emas tradisional di Desa Jendi Kecamatan