• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BEBERAPA PAKET TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI METODA SRI (System of Rice Intensification) DI KABUPATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS BEBERAPA PAKET TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI METODA SRI (System of Rice Intensification) DI KABUPATEN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BEBERAPA PAKET TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI METODA SRI (System of Rice Intensification) DI KABUPATEN BADUNG

Oleh : Jarek Putradi.

(Penyuluh Pertanian Madya pada Dinas Pertanian Perkebunan Dan Kehutanan Kabupaten Badung).

ABSTRAK

Ketahanan pangan akan tetap menjadi fokus perhatian kebijakan pemerintah, mengingat kebutuhan akan pangan yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk negara kita. Apalagi harga pangan dunia yang cenderung berfluktuasi, maka berbagai kebijakan, program, dan investasi akan banyak diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan. Namun dari hasil evaluasi terhadap pengembangan tanaman pangan khususnya tanaman padi yang telah dilaksanakan selama ini, masih dijumpai banyak persoalan mendasar yang harus dipecahkan dan memerlukan penanganan yang cermat dan tepat.

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang dan pupuk petroganik, serta untuk mengetahui paket teknologi terbaik dari paket teknologi yang dikaji terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

Pengkajian dilaksanakan di Subak Delod Sema Desa Sading, Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana. Terdapat 5 (lima) perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali. Varietas tanaman padi yang digunakan adalah Impari 30.

Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa secara analisis statistik paket teknologi pemupukan organik yang diteliti berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah hampa per malai, dan bobot 1000 butir gabah kering panen. Namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah total per malai, hasil gabah kering panen dan bobot gabah total per rumpun. Hasil ubinan gabah kering panen (3 m x 3 m), berat gabah kering panen per rumpun dan hasil gabah kering panen per hektar meningkat secara nyata sebesar 49,94% terjadi pada Perlakuan P2, sedangkan pada Perlakuan P1 meningkat secara nyata sebesar 39,04%. Demikian pula pada Perlakuan K2 dapat meningkatkan hasil secara nyata sebesar 36,97% dan Perlakuan K1 meningkatkan hasil secara nyata sebesar 33,17% dibanding Perlakuan C. Meningkatnya hasil gabah kering panen secara nyata pada Perlakuan P1, P2, K1 dan K2 disebabkan karena masing-masing ditunjang dengan meningkatnya secara nyata jumlah gabah berisi per malai dan jumlah gabah total per malai.

Penggunaan pupuk petroganik seyogyanya tetap dianjurkan dalam penggunaan komponen paket teknologi karena selain lebih mudah cara mengaplikasikannya juga mudah didapat sesuai kebutuhan serta mudah dalam pengangkutan. Penggunaan 1.000 kg Petroganik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar pada tanaman padi metoda SRI ini dapat dianjurkan sebagai paket teknologi untuk meningkatkan produktivitas padi.

Kata Kunci: Analisis Beberapa Paket Teknologi, Pupuk Organik, Tanaman Padi, Metoda SRI, Kabupaten Badung.

(2)

2

LATAR BELAKANG

Posisinya yang terletak di sekitar garis katulistiwa menyebabkan Indonesia selalu mendapat sinar matahari sepanjang tahun, disamping itu adanya curah hujan yang relatif tinggi dan iklim yang menunjang pertumbuhan tanaman menjadikan Indonesia surga sumber hayati dunia. Berbagai jenis tanaman pangan, buah-buahan, perkebunan dan tanaman lainnya dapat tumbuh subur.

Itu berarti hampir seluruh wilayah Indonesia tidak hanya cocok sebagai tempat pengembangan/budidaya tanaman, tetapi mampu menghasilkan berbagai produk hasil pertanian tropis dan dapat memberikan sumbangan keragaman tanaman dunia.

Namun sayang, peningkatan produksi hasil pertanian terkendala dengan belum optimalnya pengelolaan sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya manusia dalam hal ini anggota keluarga, maupun sumberdaya modal, teknologi dan sumberdaya alam yang pengelolaannya tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

Pada sisi lain kebutuhan pangan penduduk akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan menyempitnya lahan pertanian akibat pembangunan. Diperkirakan pada Tahun 2050 jumlah penduduk dunia diprediksi akan mencapai 9,5 miliar. Bertambahnya jumlah penduduk dunia dari waktu ke waktu tersebut tentu membutuhkan pangan sebagai sumber energi dan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupannya.

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 252.164.836 jiwa pada Tahun 2014, dan dengan tingkat konsumsi beras nasional saat itu sebesar 134,64 kg/kapita/tahun, itu berarti Indonesia membutuhkan beras sebesar 33,95 juta ton. Namun dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia Tahun 2015 diperkirakan menjadi 255.461.700 jiwa. Walaupun tingkat konsumsi beras Indonesia mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,62 persen per tahun, tentunya masih membutuhkan konsumsi beras yang tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (Kompas, 2011; 2012, Wikipedia, 2013, BPS, 2014 dan Kementerian Pertanian RI, 2014).

Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat tertinggi di dunia, cukup wajar kalau ketahanan pangan selalu menjadi fokus perhatian kebijakan pemerintah. Ditambah dengan harga pangan dunia yang cenderung berfluktuasi, berbagai kebijakan, program, dan investasi mulai lebih banyak diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan. Fakta menyatakan, bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, harus tersedia setiap saat, pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Sejalan dengan perubahan paradigma dari sistem pertanian konvensional menuju sistem pertanian bioindustri berkelanjutan, maka periode 2015-2019 pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan fokus pada pengembangan lima bahan pangan pokok strategis yaitu padi, jagung, kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau, selain komoditas pertanian lainnya.

Apalagi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, mengamanatkan agar upaya pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri diutamakan dari produksi domestik. Upaya ini mengisyaratkan agar dalam

(3)

3

menciptakan ketahanan pangan harus berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem yang terintegrasi berupa ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan. Disamping itu, penciptaan ketahanan pangan merupakan wahana penguatan stabilitas ekonomi dan politik, jaminan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau dan menjanjikan untuk mendorong peningkatan produksi.

Program pemerintah lima tahun ke depan, akan mengupayakan untuk mensinergikan ketahanan pangan dan energi, karena antara pangan dan energi memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang energi yang mengisyaratkan bahwa transformasi energi merupakan sebuah wujud dari keberhasilan pertanian yang menghasilkan ketahanan pangan. Sehingga dengan cara itu, perekonomian nasional tidak akan tergantung atau mudah terpengaruh dengan pasar global. Artinya bangsa Indonesia tidak akan rentan menghadapi masalah pangan.

Dengan tercapainya ketahanan pangan, secara otomatis langkah menuju swasembada pangan terbuka lebar. Untuk itu, kebijakan swasembada pangan dalam bentuk investasi di sektor pertanian, perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif agar berdampak positif terhadap ketahanan pangan utamanya aktivitas ekonomi, ketenagakerjaan, distribusi pendapatan dan kemiskinan, bahkan konservasi lingkungan.

Oleh karena itu berbagai program pembangunan pertanian yang telah dilakukan selama ini baik oleh pemerintah pusat maupun daerah tidak lain adalah sebagai upaya untuk menghindarkan masyarakat dari krisis pangan. Namun dari hasil evaluasi terhadap pengembangan tanaman pangan khususnya tanaman padi (komoditas beras) yang telah dilaksanakan selama ini, masih dijumpai banyak persoalan yang mendasar yang harus dipecahkan dan memerlukan penanganan yang cermat dan tepat. Salah satu diantaranya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk dengan sistem pertanian yang ramah lingkungan, membudayakan penggunaan pupuk kimiawi dan organik secara berimbang untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah.

Pada Tahun 2014 luas sawah yang masih tersisa di Kabupaten Badung adalah 9.984,00 ha, dengan indeks pertanaman sekitar 180,67 persen maka luas panen padi sawah yang terrealisasi adalah sebesar 17.289,23 hektar atau 12,12 persen dari total luas panen padi sawah di Provinsi Bali, yaitu seluas 142.697,00 hektar. Sedangkan rata-rata produktivitas yang dicapai adalah 6,29 ton/ha sehingga produksi padi mencapai 108.758,92 ton gabah kering panen. Dengan potensi ini Kabupaten Badung menyumbang 12,68 persen produksi padi daerah Bali dengan volume 857.944 ton gabah kering panen. Produksi gabah/padi tersebut setara dengan 64.064,91 ton beras, sedangkan kebutuhan beras di Kabupaten Badung dengan jumlah penduduk 602.700 jiwa dan tingkat konsumsi beras Kabupaten Badung 91,88 kg/kapita/tahun adalah 55.376,08 ton beras/tahun, sehingga masih ada surplus beras mencapai 8.688,83 ton. Kebutuhan beras tersebut belum termasuk untuk industri sebesar 38,44 ton, rumah makan/restoran sebesar 9.938,00 ton dan cadangan konsumsi penduduk sebesar 6.406,49 ton. Apabila ketiga aspek di atas diperhitungkan, maka Kabupaten Badung akan menjadi defisit (kekurangan) beras

(4)

4

sebanyak 7.694,10 ton (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, 2014; dan BPS, 2015).

PERUMUSAN MASALAH

Ketergantungan Indonesia terhadap beras yang tinggi membuat ketahanan pangan nasional sangat rapuh yang berdampak pada stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Bertambahnya jumlah penduduk Indoneisa dari waktu ke waktu tentu membutuhkan pangan yang semakin meningkat pula, sebagai sumber energi dan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupannya.

Namun dalam kurun waktu lima tahun terakhir, produktivitas padi nasional mengalami pelandaian peningkatan produksi (leveling off). Salah satu penyebabnya adalah pemakaian pupuk anorganik (kimia) yang terus menerus dalam jangka waktu lama tanpa diimbangi penggunaan pupuk organik sebagai penyedia unsur hara tanah, mengakibatkan kondisi tanah akan menjadi miskin bahan organik dan unsur hara penyangga. Bahkan mikro organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman banyak yang mati sehingga tanah menjadi rentan terhadap penyakit dan kekeringan. Kondisi demikian menyebabkan kestabilan/keseimbangan sistem pertanian (agro ecosystem) menjadi menurun.

Pemakaian pupuk organik sebagai upaya untuk meningkatkan produksi serta menekan penggunaan pupuk kimia sangat diperlukan untuk memperbaiki kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah. Pertanian organik bertujuan untuk melestarikan keragaman hayati, memasyarakatkan budidaya organik, menekan pencemaran lingkungan, meningkatkan konservasi tanah dan air serta meningkatkan kesehatan masyarakat (Sutanto, 2006).

Sebaliknya masih adanya pandangan sebagian besar masyarakat yang menyatakan bahwa hanya dengan pupuk anorganik (kimia) dapat meningkatkan produksi pertanaman merupakan tantangan dalam penerapan teknologi probiotik tanah sebagai salah satu komponen pupuk hayati/organik yang ramah lingkungan. Sehingga untuk mempercepat terwujudnya Indonesia Go Organik nampaknya masih sulit tercapai jika tidak ada upaya mengubah pola pikir petani akan pentingnya melestarikan alam dengan mengurangi pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan. Padahal jika masyarakat sudah beralih menggunakan pupuk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, maka kelangsungan hidup bio hayati yang ada di alam akan lestari. Dengan demikian produk pertanian yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik, sehat dan bebas residu kimia yang berbahaya. Sementara itu hasil penelitian di berbagai Negara termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa budidaya padi Metoda SRI telah meningkatkan hasil yang menjanjikan pada semua varietas padi baik varietas lokal maupun varietas unggul baru dan terbukti dapat meningkatkan produktivitas padi sebesar 50% - 100% (Mutakin, J. 2008).

Atas dasar permasalahan di atas, maka beberapa penyuluh di Kecamatan Mengwi mengadakan pengkajian paket teknologi Analisis Beberapa Paket Teknologi Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Padi Metoda Tanam Sri ( Sistem Of Rice Intensification ). Pengkajian paket teknologi ini selain dimaksudkan sebagai upaya profesionalisme penyuluh dalam mengembangkan teknologi berbasis sumberdaya spesifik lokasi dan sesuai agroekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani. Juga sebagai upaya

(5)

5

penyuluh dalam meningkatkan produksi padi melalui rekayasa teknologi yang ramah lingkungan.

TUJUAN DAN MANFAAT PENGKAJIAN Tujuan yang ingin diketahui dari pengkajian ini adalah :

a) Untuk mengetahui cara aplikasi teknologi pemupukan dengan pupuk organik. b) Untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang dan pupuk petroganik

terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

c) Untuk mengetahui paket teknologi terbaik dari paket teknologi yang dikaji terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi

Hasil pengkajian ini diharapkan dapat mendukung program swasembada beras berkelanjutan, program ketahanan pangan dan program peningkatan produksi beras nasional, disamping dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk serta meningkatkan kesejahteraan petani. Bahkan adanya ketersediaan beras di tingkat rumah tangga dalam jumlah yang cukup, merata, aman dan terjangkau dapat dikatakan juga sebagai cerminan ketahanan pangan dalam rumah tangga.

METODA PENGKAJIAN

Pengkajian ini dilaksanakan di Subak Delod Sema Desa Sading, Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Penanaman padi dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2015 dan pemanenan dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2015. Bahan tanaman yang digunakan dalam pengkajian ini adalah tanaman padi, varietas Impari 30. Benih yang digunakan adalah benih bersertifikat dengan label benih merah jambu atau benih bina.

Pengkajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali. Adapun perlakuan tersebut adalah :

P1 = 500 kg Petroganik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar P2 = 1.000 kg Petroganik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar

K1 = 5 ton Pupuk Organik/Kotoran Sapi + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar

K2 = 10 ton Pupuk Organik/Kotoran Sapi + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar

C = Kontrol (200 kg Urea + 150 kg NPK Phonska) per hektar

Masing-masing petak perlakuan berukuran 0,01 hektar atau secara keseluruhan luas lahan yang dibutuhkan dalam pengujian ini sekitar 0,15 hektar. Jarak antar perlakuan dan jarak antar ulangan dibuatkan pematang dan saluran air untuk memudahkan air masuk dan air keluar pada pematang percobaan. Pengamatan setiap petak perlakuan diambil sampel masing-masing sebanyak 10 sampel secara acak.

Parameter yang diamati dalam pengkajian ini adalah : tinggi tanaman maksimum saat panen (cm), jumlah anakan per rumpun (bt/rumpun), jumlah anakan produktif per rumpun (bt/rumpun), jumlah gabah berisi per malai (butir/malai), jumlah gabah hampa per malai (butir/malai), jumlah gabah total per malai (butir/malai), bobot gabah total per rumpun (g/rumpun), bobot 1000 butir gabah kering panen (g), dan produktivitas (ton/ha)

(6)

6

PELAKSANAAN PENGKAJIAN

Pupuk organik baik pupuk petroganik dan pupuk kotoran sapi diberikan sekali sesuai dosis yang ditentukan dengan cara ditaburkan secara merata yaitu pada saat kegiatan meratakan tanah dengan alat garu. Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan pencaplakan atau pembuatan jarak tanam dengan ukuran 30 cm x 30 cm. Penanaman dilakukan secara dangkal yaitu sekitar 1 – 1,5 cm dengan perakaran saat penanaman seperti huruf L dan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air. Sedangkan bibit yang digunakan untuk penanaman adalah bibit muda berumur kurang dari 12 hari setelah semai atau berdaun 2 helai. Pindah tanam dilakukan sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan hati-hati agar akar tidak putus.

Pemberian air dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air maksimum 2 cm, paling baik macak-macak (0,5 cm). Pada periode tertentu petak sawah dikeringkan hingga pecah-pecah kemudian diairi lagi hingga macak-macak. Jadi tanah tidak diairi secara terus menerus hingga terendam dan penuh, namun hanya lembab (irigasi berselang atau terputus).

Dosis pupuk anorganik (kimia) mengikuti anjuran Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung yaitu;

1. Pemupukan Pertama pada umur 7 – 15 hari setelah tanam, untuk perlakuan P1, P2, K1 dan K2 dipupuk dengan Urea sepertiga dosis dan seluruh dosis NPK Phonska sedangkan perlakuan C dipupuk dengan Urea setengah dosis dan seluruh dosis NPK Phonska.

2. Pemupukan Kedua pada umur 25 – 30 hari setelah tanam, dengan dosis Urea setiap perlakuan 50 kg/ha.

3. Pemupukan Ketiga pada umur 40 – 45 hari setelah tanam, dengan dosis Urea setiap perlakuan 50 kg/ha.

Untuk memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman, maka penyemprotan Mikro Organisme Lokal (MOL) dapat juga dicampur dengan Pupuk Organik Cair (POC). Frekuensi penyemprotan MOL dan POC dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan berdasarkan pengamatan dari pertumbuhan tanaman. Penyemprotan MOL atau POC harus dilakukan dalam kondisi lahan tidak tergenang. Pada saat tanaman padi mulai berbunga penyemprotan MOL dan POC sudah dihentikan agar tidak mengganggu proses penyerbukan.

Penyiangan dilakukan minimal sebanyak 3 kali dimulai pada umur tanaman 10 hst, selanjutnya diulang setiap 10 hari dari penyiangan sebelumnya. Penyiangan secara mekanik dengan tangan, landak, rotary weeder, atau alat lain untuk membasmi gulma sekaligus penggemburan tanah.

Pengendalian Hama dan Penyakit tanaman dalam budidaya padi SRI dilakukan dengan prinsip pengedalian hama terpadu (PHT) yaitu dengan mengelola unsur agroekosistem sebagai pengendali hama dan penyaklit tanaman. Pengendalian melalui cara manual, memelihara musuh (predator) alami contohnya adalah laba-laba, ular, atau capung. Selain itu, menggunakan pestisida nabati. Penggunaan pestisida hanya dilakukan sebagai langkah terakhir, bila ternyata serangan hama dan penyakit belum dapat diatasi.

Panen dilakukan setelah tanaman tua ditandai dengan menguningnya bulir secara merata atau sekitar 90 persen bulir padi sudah menguning. Bulir padi juga tidak berair apabila digigit.

(7)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa secara analisis statistik paket teknologi pemupukan organik yang diteliti berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah hampa per malai dan bobot 1000 butir gabah kering panen. Sebaliknya paket teknologi pemupukan organik yang diteliti berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah total per malai, hasil gabah kering panen dan bobot gabah total per rumpun.

Walaupun tinggi maksimum tanaman padi memberikan perbedaan yang tidak nyata, tetapi hal yang menarik bahwa rata-rata pemupukan organik cenderung menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari perlakuan tanpa pemupukan organik seperti disajikan pada Tabel 1.

Demikian pula terhadap komponen jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktif per rumpun dimana pemupukan organik cenderung dapat meningkatkan jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktif per rumpun. Dari Tabel 1 juga memberikan keterangan bahwa jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktif per rumpun terbanyak ditunjukkan pada Perlakuan P2 (yaitu perlakuan pemupukan organik dengan menggunakan 1.000 kg Petroganik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar). Fakta ini mengindikasikan bahwa penambahan pupuk organik dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi seperti tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktif per rumpun, namun perhitungan statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan Per Rumpun Dan Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun, Pengujian Paket Teknologi Pemupukan Organik Pada Metoda SRI Perlakuan Tinggi Tanaman

(Cm)

Jumlah Anakan Per Rumpun (Bt/Rumpun)

Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun

(Bt/Rumpun) P1 P2 K1 K2 C 102,67 a 108,00 a 110,33 a 101,00 a 99,00 a 28,70 a 29,19 a 26,78 a 28,04 a 26,15 a 27,07 a 28,70 a 25,48 a 26,74 a 25,85 a BNT 5% = - - -

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata (P>0,05)

Ternyata perlakuan pemupukan organik secara nyata dapat meningkatkan jumlah gabah berisi per malai. Semakin banyak jumlah pupuk kandang yang diberikan pada tanaman padi maka ada kecenderungan semakin banyak jumlah gabah berisi per malai yang dihasilkan, demikian pula terhadap perlakuan pupuk petroganik, dimana semakin banyak jumlah pupuk petroganik yang diberikan maka ada kecenderungan semakin banyak jumlah gabah bersisi per malai yang dihasilkan. Jumlah gabah berisi per malai tertinggi ditunjukkan pada Perlakuan P2 dengan rata-rata sebanyak 103,527 butir per malai atau meningkat sebesar 28,49% sedangkan

(8)

8

Perlakuan P1 meningkat sebesar 23,59%, Perlakuan K2 meningkat sebesar 20,63% dan Perlakuan K1 meningkat sebesar 13,77% seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 juga memberikan keterangan bahwa perlakuan pemupukan organik pada tanaman padi metoda SRI secara statistik menunjukkan perbedaan tidak nyata terhadap parameter jumlah gabah hampa per malai, namun secara umum cenderung menurunkan jumlah gabah hampa per malai. Itu berarti perlakuan pemupukan organik pada tanaman padi juga dapat meningkatkan kualitas hasil gabah kering panen karena jumlah gabah hampa yang terbentuk cenderung berkurang.

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Gabah Berisi Per Malai, Jumlah Gabah Hampa Per Malai, Jumlah Gabah Total Per Malai dan Bobot 1000 Butir

Pengujian Paket Teknologi Pemupukan Organik Pada Metoda SRI Perlakuan Jumlah Gabah

Berisi Per Malai (Butir/Malai) Jumlah Gabah Hampa Per Malai (Butir/Malai) Jumlah Gabah Total Per Malai

(Butir/Malai) Bobot 1000 Butir (Gr) P1 P2 K1 K2 C 99,580 b 103,527 b 91,667 ab 97,197 b 80,573 a 14,214 a 23,130 a 10,683 a 13,737 a 15,653 a 113,794 bc 126,657 c 102,350 ab 110,933 abc 96,227 a 29,333 a 29,333 a 29,333 a 29,333 a 28,667 a BNT 5% = 14,68 - 16,07 -

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata (P>0,05)

Paket teknologi pemupukan organik pada metoda SRI juga berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah total per malai. Terdapat kecenderungan yang serupa dengan parameter jumlah gabah berisi per malai, dimana semakin banyak jumlah pupuk kandang yang diberikan pada tanaman padi metoda SRI maka ada kecenderungan semakin banyak jumlah gabah total per malai yang dihasilkan. Demikian pula terhadap perlakuan pupuk petroganik, dimana semakin banyak jumlah pupuk petroganik yang diberikan maka ada kecenderungan semakin banyak jumlah gabah total per malai yang dihasilkan. Jumlah gabah total per malai tertinggi ditunjukkan pada Perlakuan P2 dengan rata-rata sebanyak 126,657 butir per malai atau meningkat sebesar 31,62% sedangkan Perlakuan P1 meningkat sebesar 18,26%, Perlakuan K2 meningkat sebesar 15,28% dan Perlakuan K1 meningkat sebesar 6,36% seperti terlihat pada Tabel 2.

Terhadap bobot 1000 butir gabah, perlakuan pemupukan organik pada tanaman padi metoda SRI berdasarkan analisa statistik menunjukkan perbedaan tidak nyata, akan tetapi terdapat kecenderungan meningkatnya bobot 1000 butir gabah karena pemupukan organik. Itu berarti bahwa pemupukan organik pada tanaman padi juga dapat meningkatkan kualitas hasil gabah kering panen karena bobot 1000 butir meningkat.

Namun demikian, hasil analisis statistik perlakuan paket teknologi pemupukan organik ternyata berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat gabah kering panen per rumpun (gr/rumpun), berat gabah kering panen per ubinan (kg/9 m2) dan hasil gabah kering panen per hektar (t ha -1). Dari uji Beda Nyata Terkecil

(9)

9

pada taraf 5% menunjukkan bahwa baik pemupukan organik dengan menggunakan pupuk kandang maupun pupuk petroganik dapat meningkatkan berat gabah kering panen per rumpun, dimana semakin banyak dosis pupuk kandang yang diberikan terdapat kecenderungan semakin tinggi hasil gabah kering panen per rumpun yang dihasilkan. Demikian pula semakin banyak dosis pupuk petroganik yang diberikan pada tanaman padi terdapat kecenderungan semakin tinggi hasil gabah kering panen per rumpun yang dihasilkan.

Demikian pula terhadap hasil ubinan gabah kering panen, terjadi pola peningkatan hasil yang sama dengan hasil/berat gabah per rumpunnya. Dimana hasil ubinan tertinggi terjadi pada Perlakuan P2 dengan rata-rata berat gabah kering panen sebanyak 10,98 Kg/9 m2 atau meningkat sebesar 49,94% sedangkan Perlakuan P1 meningkat sebesar 39,04%, Perlakuan K2 meningkat sebesar 36,97% dan Perlakuan K1 meningkat sebesar 33,17%. Rata-rata berat gabah per rumpun dan berat gabah ubinan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Rata-rata Hasil Gabah Kering Panen Beberapa Paket Teknologi Pemupukan Organik.Pada Tanaman Padi Metoda SRI

Perlakuan Berat Gabah/ Rumpun Berat Gabah/Ubinan (Kg) Produktivitas (Ton/Ha) P1 P2 K1 K2 C 84,149 b 90,741 b 80,595 b 82,890 b 60,521 a 10,182 b 10,980 b 9,752 b 10,030 b 7,323 a 11,313 b 12,200 b 10,836 b 11,144 b 8,137 a BNT 5% = 18,75 2,27 2,52

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata (P>0,05)

Sedangkan hasil gabah kering panen per hektar merupakan konversi dari hasil ubinan, dengan demikian pada Perlakuan P1 dan P2 dapat meningkatkan hasil secara nyata sebesar 39,04% dan 49,94% sedangkan Perlakuan K1 dan K2 dapat meningkat hasil secara nyata sebesar 33,17% dan 36,97% dibanding Perlakuan C. Hasil gabah kering panen per hektar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

Dari hasil pengkajian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut

1. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa secara analisis statistik paket teknologi pemupukan organik yang diteliti berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah hampa per malai, dan bobot 1000 butir gabah kering panen. Namun paket teknologi pemupukan organik yang diteliti berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah total per malai, hasil gabah kering panen dan bobot gabah total per rumpun,

2. Penggunaan pupuk petroganik pada pengkajian ini cenderung menunjukkan pertumbuhan dan hasil padi yang lebih baik dibandingkan penggunaan pupuk

(10)

10

kandang. Semakin tinggi dosis pupuk organik, baik pupuk petroganik maupun pupuk kandang yang digunakan cenderung menunjukkan pertumbuhan dan hasil padi yang semakin baik.

3. Hasil ubinan gabah kering panen (3 m x 3 m), berat gabah kering panen per rumpun dan hasil gabah kering panen per hektar meningkat secara nyata sebesar 49,94% terjadi pada Perlakuan P2, sedangkan pada Perlakuan P1 meningkat secara nyata sebesar 39,04%. Demikian pula pada Perlakuan K2 dapat meningkatkan hasil secara nyata sebesar 36,97% dan Perlakuan K1 meningkatkan hasil secara nyata sebesar 33,17% dibanding Perlakuan C.

4. Meningkatnya hasil gabah kering panen secara nyata pada Perlakuan P1, P2, K1 dan K2 disebabkan karena masing-masing ditunjang dengan meningkatnya secara nyata jumlah gabah berisi per malai dan jumlah gabah total per malai. 2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengkajian ini, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut.

1. Oleh karena penggunaan pupuk petroganik cenderung lebih baik hasilnya dibandingkan pupuk kandang, maka penggunaan pupuk petroganik seyogyanya tetap dianjurkan dalam penggunaan komponen paket teknologi karena selain lebih mudah cara mengaplikasikannya juga mudah didapat sesuai kebutuhan serta mudah dalam pengangkutan.

2. Penggunaan 1.000 kg Petroganik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar (Perlakuan P2) pada tanaman padi metoda SRI ini dapat dianjurkan sebagai paket teknologi untuk meningkatkan produktivitas padi mengingat peningkatan hasil yang dicapai cukup besar yaitu sebesar 49,94%.

3. Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pengkajian beberapa paket teknologi pemupukan organik pada tanaman padi metoda SRI terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi, maka perlu diadakan pengkajian lebih lanjut pada beberapa varietas dan tempat yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada I Nyoman Sunadia, SP., I Made Sudirna, SP., I Putu Gede Arnawa, A.Md., I Made Darmayasa dan I Made Raka, A.Md atas kerjasama dan bantuannya sehingga pengkajian ini dapat dilaksanakan dan tersusunnya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA BPS. 2014. Statistik Indonesia. www.bps.go.id.

BPS. 2015. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan menurut Provinsi Tahun 2014. www.bps.go.id.

Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung. 2014. Penyediaan dan Kebutuhan Beras di Kabupaten Badung Tahun 2007 – 2014. Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung.

Hanafiah, K.A. 2001. Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasi. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

(11)

11

Kementerian Pertanian RI. 2014. Data Lima Tahun Terakhir, Sub Sektor Tanaman Pangan. www.pertanian.go.id.

Kompas.Com. 2011. Mentan: Umumkan Data Beras yang Baru, 11 September 2011. www.kompas.com.

Kompas.com. 2012. Konsumsi Beras Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, 7 Pebruari 2012. www.kompas.com.

Mutakin, J. 2008. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada Kondisi SRI (Systen of Rice Intencification). Tesis. Pascasarjana. Unpad Bandung

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Sutanto, R. 2006. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Wikipedia. 2013. Sensus Penduduk Indonesia 2010, 4 Juli 2013. www.wikipedia.org.

Gambar

Tabel 1.  Rata-rata Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan Per Rumpun  Dan Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun, Pengujian  Paket Teknologi Pemupukan Organik Pada Metoda SRI  Perlakuan  Tinggi Tanaman
Tabel  2  juga  memberikan  keterangan  bahwa  perlakuan  pemupukan  organik  pada tanaman padi metoda SRI secara statistik menunjukkan perbedaan tidak nyata  terhadap parameter jumlah gabah hampa per malai, namun secara umum cenderung  menurunkan  jumlah
Tabel  3.    Rata-rata  Hasil  Gabah  Kering  Panen  Beberapa  Paket  Teknologi  Pemupukan Organik.Pada Tanaman Padi Metoda SRI

Referensi

Dokumen terkait

bagi masyarakat samin adalah pemeluknya mampu melaksanakan prinsip ajaran dan meninggalkan pantangan ajaran samin, sekaligus berpatokan pada garis besar ’syariatnya’ yakni

Abilindo Mitra Sejahtera membutuhkan aplikasi penjualan online yang dapat memberikan informasi data member, laporan penerimaan barang, stok barang, laporan barang

Pengaruh yang dijelaskan oleh variabel pengaruh variabel pendapatan, biaya, aktiva dan hutang secara terhadap Laba PDAM sebesar 0,998 atau 99,8 % sisanya dijelaskan oleh

a) Menyediakan dan memelihara prasarana (shelter, bus lane, mesin tiket dll), yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk menyediakan prasarana yang

Dari 17 jenis asam lemak yang terdapat pada daging ikan sidat sungai Palu dan danau Poso terdapat perbedaan kadar yang signifikan antara 16 jenis asam lemak

The results obtained in this study support the effectiveness of DNA barcoding for identification of intraspecific and interspecific genetic divergence among freshwater fish

Baris 9-10 digunakan untuk memberi perintah movie clip target yaitu objek_mc. agar menjalankan method stopDrag sehingga transparan objek kembali normal

Sasaran strategis Terselenggaranya Pengendalian Layanan IPTEK KP Triwulan III TA 2016 terdiri 1 (satu) indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur