• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan efektivitas sirip benda putar dengan fungsi Y=1/X : kasus 1 dimensi keadaan tak tunak - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan efektivitas sirip benda putar dengan fungsi Y=1/X : kasus 1 dimensi keadaan tak tunak - USD Repository"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

(KASUS 1 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK)

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh :

ANTONIUS DWI PUTRANTO NUGRAHA

NIM : 035214001

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(2)

(1 DIMENSIONAL UNSTEADY STATE CASE)

Final Project

Presented as Partial Fulfilment of the Requirements to Obtain The Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

Created by :

ANTONIUS DWI PUTRANTO NUGRAHA

Student Number : 035214001

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAMME

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

ENGINEERING FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 18 Juni 2007

Penulis

(6)

tinggi. Pemasangan sirip pada peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi berguna untuk mempercepat proses pendinginan. Tujuan penelitian ini untuk (1) mengetahui pengaruh bentuk sirip dengan panjang yang sama pada sirip benda putar dengan fungsi 1/x terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak, (2) mengetahui bahan paling baik dari 5 variasi bahan dengan melihat nilai efektivitas sirip yang tinggi pada keadaan tak tunak dan (3) mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak.

Penelitian dilakukan pada sirip benda putar dengan fungsi y=1/x dan 3 bentuk sirip yang berbeda karena luas permukaan serta luas penampang dasar sirip berbeda. Panjang sirip L semuanya sama 3 cm, mula-mula mempunyai suhu yang seragam sebesar Ti. Bahan sirip Aluminium, Nikel, Baja, Besi dan Timbal. Suhu dasar sirip dipertahankan tetap dari waktu ke waktu sebesar T=Tb. Secara tiba-tiba sirip dikondisikan pada lingkungan fluida yang mempunyai suhu T=T∞

dan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h, yang keduanya diasumsikan tetap dan merata dari waktu ke waktu. Massa jenis ρ, kalor jenis c dan nilai konduktivitas termal k bahan sirip dianggap tetap. Penyelesaian penelitian dilakukan secara simulasi numerik. Metode yang dipergunakan adalah metode beda-hingga cara eksplisit.

Diperoleh kesimpulan: (1)Semakin besar nilai awal x pada fungsi y=1/x, maka distribusi suhu dan laju perpindahan kalor semakin kecil, tetapi efektivitasnya semakin besar. (2)Bahan aluminium merupakan bahan paling baik diantara bahan yang diuji, ditunjukkan oleh efektivitas yang tinggi. (3)Semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor, maka distribusi suhu semakin rendah, laju perpindahan kalor semakin tinggi dan efektivitas sirip semakin kecil.

(7)

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Distribusi

Suhu, Laju Perpindahan Kalor dan Efektivitas Sirip Benda Putar Dengan Fungsi

x 1

y= (Kasus 1 Dimensi Keadaan Tak Tunak)”.

Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu kewajiban untuk

melengkapi syarat dalam mencapai gelar sarjana Teknik Mesin Program Studi

Teknik Mesin di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Atas tersusunnya Tugas Akhir ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ir. Greg. Heliarko, S.J, S.S, B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Teknik.

2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma.

3. Ir. PK. Purwadi, M.T., selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir Rekayasa

Thermal.

4. Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Dosen-dosen Teknik Mesin yang telah membimbing selama kuliah.

6. Mas Tri dan seluruh karyawan yang bekerja di Sekretariat Fakultas Teknik

Universitas Sanata Dharma.

7. Bapak, ibu dan kakak tercinta yang selalu mendoakan, mendukung dan

memberi semangat untuk mengerjakan Tugas Akhir ini.

(8)

9. Teman-teman teknik mesin yang membantu dan mendukung dalam

penyusunan Tugas Akhir ini.

10. Bapak MR. Subandi beserta ibu yang selalu membimbing selama di

kontrakan.

11. Dan teruntuk semua yang telah membantu sehingga terselesaikannya

Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mohon maaf sebesar-besarnya apabila pada tulisan

Tugas Akhir ini masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan, maka dari itu

kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis.

Yogyakarta, 18 Juni 2007

Penulis

(9)

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN JUDUL………. ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………. iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……….. iv

LEMBAR PERNYATAAN………... v

INTISARI………... vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR NOTASI……… xix

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar belakang……… 1

1.2. Tujuan……… 3

1.3. Manfaat……….. 4

1.4. Perumusan masalah……… 5

1.4.1. Benda uji……….. 5

1.4.2. Model matematika……… 7

1.4.3. Kondisi awal……… 7

1.4.4. Kondisi batas……… 8

1.4.5. Asumsi………. 8

(10)

2.2. Perpindahan kalor konduksi………... 10

2.3. Konduktivitas termal……….. 11

2.4. Perpindahan kalor konveksi………... 14

2.4.1. Konveksi bebas……….. 15

2.4.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra)………. 16

2.4.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)………... 16

2.4.2. Konveksi paksa……….. 17

2.4.2.1. Untuk aliran laminer……….. 18

2.4.2.2. Untuk kombinasi aliran laminer dan turbulen……... 19

2.5. Koefisien perpindahan kalor konveksi………... 20

2.6. Perpindahan kalor radiasi………... 21

2.7. Laju perpindahan kalor……….. 21

2.8. Efektivitas sirip……….. 22

2.9. Angka Biot………. 23

2.10. Difusivitas termal………. 23

BAB III PERSAMAAN NUMERIK DI SETIAP NODE……….. 24

3.1. Kesetimbangan energi……… 24

3.1.1. Kesetimbangan energi pada volume kontrol sirip……… 25

3.2. Penerapan metode numerik pada persoalan………... 27

3.2.1. Persamaan diskrit untuk node pada sirip……….. 29

3.2.1.1. Node di batas kiri atau dasar sirip (node 0)………….. 29

(11)

3.2.2. Syarat stabilitas………. 35

3.2.2.1. Syarat stabilitas node di dalam sirip………. 35

3.2.2.2. Syarat stabilitas node diujung sirip………... 35

3.3. Luas penampang, luas permukaan dan besar volume kontrol……… 36

3.3.1. Luas penampang volume kontrol sirip……….. 36

3.3.2. Luas permukaan volume kontrol sirip……….. 38

3.3.3. Besar volume dari volume kontrol sirip……… 40

BAB IV METODE PENELITIAN………. 42

4.1. Benda uji……… 42

4.2. Peralatan pendukung……….. 45

4.3. Metode penelitian………... 46

4.4. Variasi yang digunakan……….. 47

4.5. Cara pengambilan data………... 47

4.6. Cara pengolahan data………. 48

BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN……… 49

5.1. Variasi bentuk sirip……… 49

5.1.1. Distribusi suhu……….. 49

5.1.2. Laju perpindahan kalor………. 52

5.1.3. Efektivitas sirip………. 54

5.2. Variasi bahan sirip……….. 56

5.2.1. Distribusi suhu……….. 57

(12)

5.3. Variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h)………. 65

5.3.1. Distribusi suhu……….. 65

5.3.2. Laju perpindahan kalor………. 67

5.3.3. Efektivitas sirip………. 68

5.4. Pembahasan untuk variasi bentuk sirip……….. 70

5.5. Pembahasan untuk variasi bahan sirip………... 71

5.6. Pembahasan untuk variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi ……… 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………76

6.1. Kesimpulan……… 76

6.2. Saran……….. 77

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

Tabel 2.2 Konstanta untuk persamaan (2.6)………18

Tabel 5.1 Nilai karakteristik bahan uji………... 57

Tabel 5.2 Nilai laju perpindahan kalor dan efektivitas berbagai sirip dari

waktu ke waktu pada h=500 W/m2.ºC……… 70

Tabel 5.3 Nilai laju perpindahan kalor sirip 3 dari waktu ke waktu, variasi

bahan pada h=500 W/m2.ºC……… 72

Tabel 5.4 Nilai efektivitas sirip 3 dari waktu ke waktu, variasi bahan pada

h=500 W/m2.ºC………... 73

Tabel 5.5 Nilai laju perpindahan kalor sirip 3 dari waktu ke waktu variasi nilai h

(W/m2.ºC), bahan aluminium…………..………... 74

Tabel 5.6 Nilai efektivitas sirip 3 dari waktu ke waktu, variasi nilai h

(W/m2.ºC), bahan aluminium……… ….. 75

(14)

Gambar 1.2 Benda uji sirip 1 dengan nilai awal x=1………... 6

Gambar 1.3 Benda uji sirip 2 dengan nilai awal x=2………... 6

Gambar 1.4 Benda uji sirip 3 dengan nilai awal x=3………7

Gambar 2.1 Perpindahan kalor konduksi………. 11

Gambar 2.2 Perpindahan kalor konveksi……….. 14

Gambar 2.3 Silinder dalam arah silang……… 17

Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol……… 24

Gambar 3.2 Volume kontrol pada sirip……….. ….. 25

Gambar 3.3 Pembagian node pada sirip………... 28

Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di dalam sirip... 29

Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kuntrol di ujung sirip…….. 32

Gambar 3.6 Volume kontrol di dalam sirip……….. 37

Gambar 3.7 Volume kontrol node di salam sirip untuk mencari As………… 39

Gambar 4.1 Benda uji sirip 1 dengan dasar sirip x=1……….. 42

Gambar 4.2 Benda uji sirip 2 dengan dasar sirip x=2……….. 43

Gambar 4.3 Benda uji sirip 3 dengan dasar sirip x=3……….. 43

Gambar 4.4 Pembagian node pada sirip………... 44

Gambar 5.1 Distribusi suhu sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip, h=500W/m2.ºC……….. 49

Gambar 5.2 Distribusi suhu sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip, h=1000W/m2.ºC……… 50

(15)

Gambar 5.4 Distribusi suhu sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=4000W/m2.ºC……… 51

Gambar 5.5 Distribusi suhu sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=8000W/m2.ºC……… 51

Gambar 5.6 Laju perpindahan kalor saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=500W/m2.ºC……….. 52

Gambar 5.7 Laju perpindahan kalor saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=1000W/m2.ºC……… 52

Gambar 5.8 Laju perpindahan kalor saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=2000W/m2.ºC……… 53

Gambar 5.9 Laju perpindahan kalor saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=4000W/m2.ºC……… 53

Gambar 5.10 Laju perpindahan kalor saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=8000W/m2.ºC……… 54

Gambar 5.11 Efektivitas sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip, h=500W/m2.ºC

………. 54

Gambar 5.12 Efektivitas sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=1000W/m2.ºC………. 55

Gambar 5.13 Efektivitas sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=2000W/m2.ºC………. 55

(16)

Gambar 5.15 Efektivitas sirip saat t=5 detik, variasi bentuk sirip,

h=8000W/m2.ºC………. 56

Gambar 5.16 Distribusi suhu sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=500W/m2.ºC………. …. 57

Gambar 5.17 Distribusi suhu sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=1000W/m2.ºC………. 58

Gambar 5.18 Distribusi suhu sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=2000W/m2.ºC………. 58

Gambar 5.19 Distribusi suhu sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=4000W/m2.ºC………. 59

Gambar 5.20 Distribusi suhu sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=8000W/m2.ºC………. 59

Gambar 5.21 Laju perpindahan kalor sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=500 W/m2.ºC……….. 60

Gambar 5.22 Laju perpindahan kalor sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=1000 W/m2.ºC……… 60

Gambar 5.23 Laju perpindahan kalor sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=2000 W/m2.ºC……… 61

Gambar 5.24 Laju perpindahan kalor sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip,

h=4000 W/m2.ºC……… 61

(17)

Gambar 5.26 Efektivitas sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip, h=500

W/m2.ºC ……… 62

Gambar 5.27 Efektivitas sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip, h=1000

W/m2.ºC………. 63

Gambar 5.28 Efektivitas sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip, h=2000

W/m2.ºC………. 63

Gambar 5.29 Efektivitas sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip, h=4000

W/m2.ºC………. 64

Gambar 5.30 Efektivitas sirip 3 saat t=5 detik, variasi bahan sirip, h=8000

W/m2.ºC………. 64

Gambar 5.31 Distribusi suhu pada sirip 1 saat t=5 detik, variasi nilai h………. 65

Gambar 5.32 Distribusi suhu pada sirip 2 saat t=5 detik, variasi nilai h……... 66

Gambar 5.33 Distribusi suhu pada sirip 3 saat t=5 detik, variasi nilai h………. 66

Gambar 5.34 Laju perpindahan kalor sirip 1 saat t=5 detik, variasi nilai h…… 67

Gambar 5.35 Laju perpindahan kalor sirip 2 saat t=5 detik, variasi nilai h…… 67

Gambar 5.36 Laju perpindahan kalor sirip 3 saat t=5 detik, variasi nilai h…… 68

Gambar 5.37 Efektivitas sirip 1 saat t=5 detik, variasi nilai h……… 68

Gambar 5.38 Efektivitas sirip 2 saat t=5 detik, variasi nilai h……… 69

Gambar 5.39 Efektivitas sirip 3 saat t=5 detik, variasi nilai h……… 69

Gambar 5.40 Laju perpindahan kalor berbagai bentuk sirip dari waktu ke waktu

pada h=500 W/m2.ºC………. 71

(18)

Gambar 5.42 Laju perpindahan kalor sirip 3 dengan variasi bahan dari waktu ke

waktu pada h=500 W/m2.ºC……….. 73

Gambar 5.43 Efektivitas sirip 3 dengan variasi bahan dari waktu ke waktu pada

h=500 W/m2.ºC……….. 73

Gambar 5.44 Laju perpindahan kalor sirip 3 dari waktu ke waktu, variasi nilai h

(W/m2.ºC), bahan aluminium……… 75

Gambar 5.45 Efektivitas sirip 3 dari waktu ke waktu, variasi nilai h (W/m2.ºC),

bahan aluminium………... 75

(19)

T∞ = suhu fluida, ºC

Ti = suhu awal benda sirip pada node i, ºC

Tb = suhu dasar sirip, ºC

Ac = luas penampang volume kontrol, m2

As = luas permukaan volume kontrol, m2

V = besar volume kontrol, m3

t = waktu, detik

x = posisi node, cm, m

ρ = massa jenis sirip, kg/m3

c = kalor spesifik sirip, J/kg. ºC

h = koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 .ºC

Bi = angka biot

α = difusivitas termal bahan, m2/s

k = koefisien perpindahan kalor konduksi, W/m.ºC

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Faktor efisiensi dan prestasi kerja mesin yang baik sangat diharapkan dalam

dunia industri. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperolehnya,

antara lain dengan cara mempercepat proses pendinginan. Untuk menghasilkan

proses pendinginan yang cepat pada suatu peralatan dapat digunakan sirip. Sirip

digunakan untuk memperluas permukaan benda sehingga dapat mempercepat

perpindahan kalor ke lingkungan. Oleh karena itu sirip banyak digunakan pada

peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi. Dikarenakan penelitian tentang

sirip mempunyai banyak faktor yang membuat penelitian tentang sirip ini menjadi

sangat sulit dilakukan, antara lain dengan keterbatasan dalam menghitung tiap

perubahan suhu yang terjadi dengan akurat karena waktu yang sangat cepat, maka

hanya sedikit pula pengetahuan tentang distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan

efektivitas pada sirip. Hanya sirip-sirip bentuk sederhana saja yang sudah

ditentukan tingkat efisiensinya, itu pula tidak diketahui dengan perincian yang

jelas dan hanya terbatas pada bentuk-bentuk yang sederhana. Berbagai macam

sirip dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1 Berdasarkan itu semua penulis

mencoba memecahkan masalah ini dengan mencari distribusi suhu pada sirip

dengan pendekatan kesetimbangan energi.

Penelitian tentang sirip juga pernah dilakukan oleh Agustinus Riyadi dengan

(21)

tersebut bertujuan untuk mendapatkan pengaruh variasi bentuk penampang dan

variasi luas penampang lingkaran terhadap distribusi suhu, laju perpindahan kalor

sesungguhnya yang dipindahkan sirip dan efisiensi sirip, pada keadaan tak tunak,

dengan sifat bahan diasumsikan tetap. Hasilnya, untuk variasi luas penampang

lingkaran, semakin besar diameternya semakin besar luas permukaannya dan juga

semakin besar perpindahan kalor konveksi terhadap fluida lingkungannya.

Penelitian lain tentang sirip juga dilakukan oleh Henry Agustinus dengan

judul penelitian “Laju Perpindahan Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas Sirip Kerucut pada Keadaan Tak Tunak”. Penelitian dilakukan untuk menghitung laju perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas sirip kerucut dengan diameter sebagai

fungsi posisi pada keadaan tak tunak serta memvariasikan nilai koefisien

perpindahan kalor konveksi h dan konduktivitas termal bahan k. Hasil yang didapat, semakin besar nilai konduktivitas termal bahan dan difusivitas termal

bahan semakin kecil laju perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas sirip

kerucut.

Penelitian ini membahas proses perpindahan kalor pada sirip dengan variasi

ukuran sirip dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi, serta pengaruhnya

terhadap distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan efektivitas sirip pada keadaan

tak tunak. Dangan menggunakan metode komputasi beda hingga cara eksplisit

dengan menggunakan simulasi Microsoft Excel. Penyelesaian model matematika

yang sesuai untuk persoalan tersebut diatas relatif lebih kompleks dibandingkan

dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pada

(22)

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bentuk sirip benda putar yang

mempunyai fungsi

x

y= 1 dengan nilai k tetap dan untuk mencari luas penampang

(Ac), luas permukaan (As) dan volume (v) menggunakan cara pendekatan. Untuk

menghitung volume dan luas permukaan dicari posisi x pada tengah-tengah setiap

volume kontrol lalu dicari nilai y yang merupakan nilai r, kemudian dihitung

dengan menggunakan rumus selimut dan volume silinder.

Gambar 1.1 Berbagai jenis muka bersirip

1.2Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh bentuk sirip dengan panjang yang sama pada sirip

benda putar dengan fungsi

x

y = 1 terhadap distribusi suhu, laju

(23)

2. Mengetahui bahan paling baik dari 5 variasi bahan dengan melihat

efektivitas siripnya yang paling tinggi pada keadaan tak tunak.

3. Mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi terhadap

distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan efektivitas sirip pada keadaan

tak tunak.

1.3Manfaat

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat

antara lain:

1. Dapat mengerti dan menghitung distribusi suhu dan laju perpindahan kalor

pada sirip benda putar dengan fungsi

x

y = 1 dengan sifat bahan yang tetap.

2. Dapat mengerti cara menghitung luas penampang, luas permukaan dan

volume kontrol sirip benda putar dengan fungsi

x y= 1.

3. Membantu dalam menentukan urutan laju perpindahan kalor dan

efektivitasnya pada 3 bentuk geometri sirip benda putar dengan fungsi

x y= 1.

4. Membantu mencari bentuk sirip yang paling baik dari 3 bentuk sirip yang

(24)

1.4Perumusan masalah

Sirip benda putar dengan fungsi

x

y= 1 mula-mula mempunyai suhu awal Ti

yang seragam. Secara tiba-tiba sirip benda putar dengan konduktivitas bahan (k) tetap tersebut dikondisikan pada lingkungan yang baru dengan suhu fluida (T~)

dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h), dan pada keadaan tak

tunak (unsteady state) atau berubah terhadap waktu. Persoalan yang harus diselesaikan adalah mencari nilai distribusi suhu, laju perpindahan kalor, dan

efektivitas dari sirip 1, sirip 2 dan sirip 3 pada proses pendinginan. Setelah

diketahui efektivitas dari ketiga sirip, kemudian dipilih sirip yang mempunyai

efektivitas tinggi. Sirip dengan efektivitas tinggi ini digunakan untuk mencari

bahan yang paling baik dengan melihat kembali efektivitasnya setelah

divariasikan dengan beberapa bahan yang dipilih dan beberapa nilai h.

1.4.1 Benda uji

Sirip benda putar yang akan diuji terdapat 3 bentuk sirip yang ditentukan

panjang sirip (L) dengan batas nilai x. Sirip 1 mempunyai batas panjang (L)

1≤x≤4, sirip 2 mempunyai batas panjang (L) 2≤x≤5 dan sirip 3 mempunyai batas

panjang (L) 3≤x≤6. Ketiga sirip ini mempunyai panjang yang sama yaitu 3 cm,

tetapi mempunyai nilai awal x yang berbeda sehingga bentuk dan luasannya akan

berbeda pada fungsi

x

y= 1 . Untuk benda uji sirip 1 dapat dilihat pada Gambar

1.2, sirip 2 dapat dilihat pada Gambar 1.3, dan sirip 3 dapat dilihat pada Gambar

(25)

D dasar sirip

x (cm) y (cm)

Tb

L

y = 1/x

6 5

4 3

0 1 2

Gambar 1.2 Benda uji sirip 1 dengan nilai awal x=1

Tb y = 1/x

L y (cm)

x (cm) 1

0 2 3 4 5 6

Gambar 1.3 Benda uji sirip 2 dengan nilai awal x=2

X=1 X=4

X=2 X=5

(26)

x (cm) y (cm)

y = 1/x Tb

L

0 1 2 3 4 5 6

X=3 X=6

D dasar sirip

Gambar 1.4 Benda uji sirip 3 dengan nilai awal x=3

1.4.2 Model matematika

Model matematikanya berupa persamaan diferensial parsial, yang

diturunkan dari kesetimbangan energi pada volume kontrol yang berada di dalam

benda :

( )

(

)

( )

x t x T dx dV c T

T dx dAs h x

t x T Ac k

x x

∂ =

− −

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

∂ ∂ ∂

, . . . .

. ,

.

. ρ

0<x<L, t ≥ 0……... (1.1)

1.4.3 Kondisi awal

Keadaan awal benda yang merupakan kondisi awal benda mempunyai

suhu yang seragam atau merata. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan :

i

T x T t x

(27)

1.4.4 Kondisi batas

Pada persoalan yang ditinjau, semua permukaan sirip bersentuhan dengan

fluida lingkungan yang mempunyai suhu T = T∞yang dipertahankan tetap dari

waktu ke waktu dan merata. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi ( h ) dari

fluida lingkungan juga merata dan dipertahankan tetap dari waktu ke waktu.

ƒ Kondisi dasar sirip

( )

x,t =T ;x=0,t >0

T b ………... (1.3)

ƒ Kondisi ujung sirip

(

)

(

)

t T V c x T A k T T A h T T A

h s i c i c

∂ ∂ =

∂ ∂ +

− +

∞ . . . .

. ρ ; x = L, t > 0… (1.4)

1.4.5 Asumsi

ƒ Sifat benda ( k, c danρ) tetap dan merata.

ƒ Selama proses, perubahan volume dan bentuk pada benda

diabaikan

ƒ Tidak ada energi pembangkitan di dalam benda.

ƒ Suhu fluida tetap dari waktu ke waktu dan merata.

ƒ Suhu dasar benda sirip tetap dari waktu ke waktu dan merata.

ƒ Suhu awal merata.

ƒ Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida tetap

dari waktu ke waktu dan merata.

(28)

BAB II

DASAR TEORI

2.1Perpindahan kalor pada sirip

Perpindahan energi dalam bentuk panas atau kalor dapat terjadi bila adanya

perbedaan suhu di antara benda atau material, fenomena seperti ini dapat diartikan

sebagai perpindahan kalor. Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba

menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain

tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi

tertentu. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua

termodinamika yang berisikan tentang kekekalan energi dan arah perpindahan

kalor yang berlangsung pada arah tertentu. Pada proses perpindahan energi

terdapat tiga modus perpindahan kalor antara lain : konduksi (conduction) atau hantaran, konveksi (convection) atau ilian dan radiasi (radiation). Masing-masing cara perpindahan kalor ini akan diuraikan tersendiri, tetapi karena perpindahan

kalor radiasi yang terjadi sangat kecil maka dapat diabaikan. Perlu ditekankan

bahwa dalam kebanyakan situasi yang terjadi di dalam alam, kalor mengalir tidak

dengan satu cara tetapi dengan beberapa cara yang terjadi secara bersamaan. Amat

penting untuk diperhatikan bahwa di dalam rekayasa untuk mengetahui proses

perpindahan energi akan saling berpengaruh dari berbagai cara perpindahan panas

tersebut, karena di dalam praktek bila satu mekanisme mendominasi secara

(29)

tersebut. Namun perubahan kondisi luar seringkali memerlukan perhatian satu

atau kedua mekanisme yang sebelumnya diabaikan.

2.2Perpindahan kalor konduksi

Proses perpindahan energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang

bersuhu rendah di dalam suatu medium bersinggungan (padat, cair, atau gas)

secara langsung yang disebabkan karena adanya gradien suhu (temperature gradient). Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi kalor terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang

cukup besar. Persamaan perpindahan kalor konduksi dapat dilihat pada persamaan

2.1 :

x T A k q

∂ ∂ −

= . . ………... (2.1)

Dengan:

q = laju perpindahan kalor dengan satuan Watt (W)

k = konduktivitas atau hantaran termal (Thermal conductivity) benda dengan satuan (W/m °C )

A = luas permukaan benda yang mengalami perpindahan kalor tegak lurus

arah perpindahan kalor (m2)

x T

∂ ∂

= gradien suhu kearah perpindahan kalor

Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua thermodinamika, yaitu arah

(30)

Gambar 2.1 Perpindahan Kalor Konduksi

Dengan mengintegrasikan persamaan (2.1) maka dapat ditetapkan hukum Fourier

tentang konduksi kalor. Maka di dapatkan persamaan:

x T A k q

Δ Δ −

= . . ... (2.2)

Perpindahan kalor konduksi dapat terjadi apabila ada medium yang bersifat diam.

2.3Konduktivitas termal

Persamaan 2.1 merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal.

Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam

percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas-gas

pada suhu agak rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas dapat dipergunakan

(31)

Nilai konduktivitas termal beberapa bahan dapat diberikan dalam Tabel 2.1,

untuk memperhatikan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek.

Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu. Dapat

diperlihatkan bahwa jika aliran kalor dinyatakan dalam Watt, satuan untuk

konduktivitas termal itu ialah Watt per derajat Celcius. Perhatikan pula bahwa

disini terlihat laju kalor, dan nilai angka konduktivitas termal itu menunjukkan

berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu

Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus

berikut; melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor listrik yang baik, dimana terdapat elektron bebas

yang bergerak didalam struktur kisi bahan-bahan, maka elektron disamping dapat

mengangkut muatan listrik dapat pula membawa energi termal dari daerah yang

bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah.

Pada umumnya, perpindahan energi kalor melalui getaran ini tidaklah

sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu, penghantar listrik yang baik

selalu merupakan penghantar kalor yang baik pula, seperti halnya tembaga,

aluminium dan perak. Sebaliknya isolator yang baik merupakan isolator kalor

(32)

Tabel 2.1 (Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan)

(33)

2.4Perpindahan kalor konveksi

Konveksi adalah transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi kalor,

penyimpanan energi dan gerakan campuran. Konveksi sangat penting sebagai

mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cair atau gas.

Perpindahan kalor konveksi dapat dilihat seperti pada Gambar 2.2. Persamaan

perpindahan kalor konveksi dapat dilihat pada persamaan 2.3 :

q = h. A (Tw - T ∞ ) ... (2.3)

Dengan :

q = Perpindahan kalor, Watt

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2oC

A = Luasan permukaan dinding benda, m2

Tw = Suhu permukaan benda, oC

T = Suhu fluida, oC

(34)

Perpindahan kalor konveksi dapat terjadi apabila ada medium yang bersifat

bergerak, misal: angin, air, minyak, dan lain-lain. Perpindahan panas konveksi

dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

2.4.1 Konveksi bebas

Perpindahan kalor konveksi bebas terjadi bilamana sebuah benda ditempatkan

dalam suatu fluida yang suhunya lebih tinggi atau lebih rendah dari benda

tersebut. Sebagai akibat perbedaan suhu tersebut, kalor mengalir antara fluida dan

benda itu serta mengakibatkan perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida di dekat

permukaan. Perbedaan kerapatan ini mengakibatkan fluida yang lebih berat

mengalir kebawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Jika gerakan

fluida itu hanya disebabkan oleh perbedaan kerapatan yang diakibatkan oleh

gradien suhu, tanpa dibantu pompa atau kipas, maka mekanisme perpindahan

kalor yang bersangkutan disebut konveksi bebas atau alamiah.

Arus konveksi bebas memindahkan energi dalam yang tersimpan dalam fluida

dengan cara yang pada hakikatnya sama dengan arus konveksi paksa. Namun,

intensitas gerakan pencampurannya dalam konveksi bebas pada umumnya lebih

kecil dan akibatnya koefisien perpindahan kalornya lebih kecil dari konveksi

paksa.

Untuk menghitung besarnya perpindahan kalor konveksi bebas, harus

diketahui nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h terlebih dahulu. Untuk

mencari nilai h, dapat dicari dari Bilangan Nusselt. Karena bilangan Nusselt

(35)

2.4.1.1Bilangan Rayleigh (Ra)

Untuk silinder horizontal, bilangan Rayleigh dinyatakan dengan

persamaan 2.4 :

(

)

.Pr v

T T g.β. Gr.Pr

Ra= = w2− ∞ ………... (2.4)

Dengan

(

)

2 T T T , T 1 β w f f ∞ − = =

g = Percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2

δ = Panjang karakteristik, untuk silinder horizontal δ = L, m

Tw = Suhu dinding, K

T = Suhu fluida, K

Tf = Suhu film, K

v = Viskositas kinematik, m2/detik

Pr = Bilangan Prandtl

Gr = Bilangan Grashof

2.4.1.2Bilangan Nusselt (Nu)

Untuk silinder horizontal, bilangan Nusselt dinyatakan dengan:

Untuk 10-5 < Gr Pr < 1012 :

(

)

[

]

1/6 16/9 9/16 1/2 0,559/Pr 1 Gr.Pr 0,387 0,60 Nu ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ + +

= ………...…… (2.5)

Untuk aliran laminar dari 10-6 < Grd Pr < 109 :

(

)

(

)

[

9/16

]

4/9

1/4 d d Pr / 559 , 0 1 .Pr Gr 0,518 0,36 Nu + +

(36)

2.4.2 Konveksi paksa

Proses perpindahan kalor konveksi paksa ditandai dengan adanya fluida

yang bergerak yang dikarenakan adanya peralatan bantu. Alat bantu untuk

menggerakkan fluida dapat berupa kipas angin, fan, blower, pompa, dll.

Perbedaan kerapatan mengakibatkan fluida yang berat akan mengalir ke bawah

dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Karena gerakan fluida itu terjadi

karena adanya bantuan kipas atau pompa maka, mekanisme perpindahan kalor

yang bersangkutan disebut konveksi paksa. Pada kasus sirip diasumsikan

konveksi paksa terjadi dalam aliran menyilang silinder dan bola seperti pada

Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Silinder dalam arah silang

Untuk menghitung laju perpindahan kalor konveksi, harus diketahui

terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h. Sedangkan untuk

mencari nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dapat dicari dari bilangan

Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena

setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Pada konveksi paksa

(37)

Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan kalor rata –

rata dapat dihitung dari persamaan (2.6):

3 / 1 Pr .

n

f

f v

.d u C k h.d

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

= ∞ ……… (2.6)

Di mana konstanta C dan n sesuai dengan Tabel (2.2)

Tabel 2.2 (Konstanta untuk persamaan (2.6))

(J.P.Holman, 1995, hal 268)

2.4.2.1Untuk aliran laminer

Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar : Rex < 100.000,

Bilangan Reynold dirumuskan sbb :

μ .x

ρ.U

Rex = ∞ ……… (2.7)

Untuk 10−1< Ref <105

(

0,52

)

0,3

Pr Re 56 , 0 35 ,

0 f f

f

Nu = + ………... (2.8)

Untuk 1 < Re < 103

(

0,5

)

0,38 0,25 Pr Pr Pr Re 50 , 0 43 ,

0 ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ +

=

w f

(38)

Untuk 103< Re<2×105 25 , 0 38 , 0 6 , 0 Pr Pr Pr Re . 25 , 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = w f

Nu ……….. (2.10)

2.4.2.2Untuk kombinasi aliran laminer dan turbulen

Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran turbulen yaitu : 500.000 < Re

< 107

Berlaku persamaan Nusselt :

5 4 8 5 4 3 3 2 3 1 2 1 282000 Re 1 Pr 4 , 0 1 Pr . Re . 62 , 0 3 ,

0

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + =

Nu ………... (2.11)

Dengan :

Tw = Suhu permukaan dinding, ºC

T∞ = Suhu fluida, ºC

A = Luas permukaan dinding, m2

g = Percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2

δ = Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ=L, m

Tf = Suhu film

v = Viskositas kinematik, m2/detik

k = Koefisien perpindahan kalor dari fluida, W/m ºC

Re = Bilangan Reynold

ρ = Massa jenis fluida, kg/m3

(39)

Nu = Bilangan Nusselt

µ = Viskositas dinamik, kg/m . s

kf = Koefisien perpindahan kalor konduksi fluida, W/m ºC

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 ºC

Pr = Bilangan Prandtl

L = Panjang dinding, m

2.5Koefisien perpindahan kalor konveksi

Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) bervariasi terhadap jenis aliran

(laminar atau turbulen), bentuk ukuran benda dan area yang dialiri aliran,

sifat-sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien

perpindahan kalor juga tergantung pada mekanisme dari perpindahan kalor yang

mungkin saja terjadi dengan konveksi paksa (gerak fluida yang disebabkan oleh

sebuah pompa atau baling-baling), atau dengan konveksi bebas (gerak fluida yang

disebabkan bougancy effect) ketika h bervariasi terhadap posisi sepanjang permukaan benda, untuk kemudahan dalam beberapa aplikasi-aplikasi

perancangan, ini sebagai nilai rata-rata hm, diatas permukaan betul-betul

dipertimbangkan dari pada nilai lokal h. Persamaan q = h (Tw-Tf) dapat

digunakan untuk beberapa kasus hanya dengan mengganti h dengan hm kemudian

q mewakili nilai rata-rata fluks panas di atas bagian yang dipertimbangkan.

Koefisien perpindahan kalor dapat ditentukan secara analisis untuk aliran diatas

benda-benda yang mempunyai bentuk ukuran yang sederhana seperti sebuah plat

(40)

Dari bilangan Nusselt, dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor

konveksi :

f

k h

Nu= .δ atau

δ

f

k Nu

h= . ………... (2.12)

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2ºC

kf = Koefisien perpindahan kalor konduksi dari fluida, W/m ºC

2.6Perpindahan kalor radiasi

Perpindahan kalor radiasi adalah proses dimana kalor mengalir dari benda

yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda itu terpisah-pisah di

dalam ruang bahkan bila terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut.

Istilah radiasi pada umumnya dipakai untuk segala jenis hal ikhwal gelombang

elektromagnetik, tetapi di dalam ilmu perpindahan panas kita hanya perlu

memperhatikan hal ikhwal yang diakibatkan oleh suhu dan dapat mengangkut

energi melalui medium yang tembus cahaya atau melalui ruang. Energi panas

yang berpindah dengan cara ini diistilahkan kalor radiasi.

2.7Laju perpindahan kalor

Laju perpindahan kalor atau laju aliran kalor merupakan banyaknya jumlah

kalor yang dapat dilepas oleh sirip ke lingkungan dalam bentuk konveksi pada

setiap node, dapat dilihat pada persamaan (2.13).

100 2

1

0 q q ... q

q

Q= + + + +

(

− ∞

)

+

(

− ∞

)

+

(

− ∞

)

+ +

(

− ∞

)

=hAs T T hAs T T hAs T T hAs T T

(41)

(

(

⎠ ⎞ ⎜

=

= ∞

100

0 .

i

i i T T

As h

Q

))

……….(2.13)

Dengan :

Q = Laju perpindahan kalor, W

q = Perpindahan kalor di setiap node, W

Asi = Luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida pada node i, m2

Ti = Suhu sirip pada node i, ºC

T = Suhu fluida, ºC

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 ºC

2.8Efektivitas sirip

Efektivitas sirip merupakan perbandingan antara kalor yang dilepas sirip

sesungguhnya dengan kalor yang dilepas seandainya tidak ada sirip atau tanpa

sirip, dapat dilihat pada persamaan (2.14).

(

)

(

)

(

)

= ∞

− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

=

T T Ac h

T T As h

b i

i i

. . 0

100

0

ε ………...(2.14)

ε = Efektivitas sirip

Asi = Luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida pada node i, m2

Aco = Luas penampang dasar sirip, m2

Ti = Suhu sirip pada node i, ºC

(42)

T = Suhu fluida, ºC

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 ºC

2.9Angka Biot

Merupakan rasio antara besaran konveksi permukaan dan tahanan konveksi

dalam perpindahan kalor. Angka Biot dapat dilihat pada persamaan (2.15).

k s h

Bi= . ……… (2.15)

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 ºC

s = Karakteristik dimensi benda, m

k = Konduktivitas atau hantaran termal ( Thermal conductivity ) benda dengan satuan (W/m °C )

2.10 Difusivitas termal

Difusivitas termal merupakan nama lain dari kebauran termal bahan,

dimana semakin besar nilai difusivitasnya (α) semakin cepat kalor membaur

dalam bahan itu. Persamaannya dapat dilihat pada persamaan (2.16).

c k

. ρ

α = ………... (2.16)

k = Konduktivitas atau hantaran termal ( Thermal conductivity ) benda dengan satuan, W/m °C

ρ = Massa jenis benda, kg/m3

(43)

BAB III

PERSAMAAN NUMERIK DI SETIAP NODE

3.1Kesetimbangan energi

Kesetimbangan energi dalam volume kontrol seperti pada Gambar 3.1, dapat

dinyatakan dengan persamaan 3.1.

Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

Δ selang waktu t

selama kontrol volume dalam di energi Perubahan t waktu selang selama kontrol volume dalam di an dibangkitk yang energi Besar t waktu selang selama benda permukaan seluruh melalui kontrol volume dalam ke masuk yang Energi Seluruh

[

Ein -Eout

]

+Eq =Est………. (3.1)

Dengan :

Ein = Energi per satuan waktu yang masuk ke dalam volume kontrol, W

Eg = Energi per satuan waktu yang dibangkitkan dalam volume kontrol, W

(44)

Est = Energi per satuan waktu yang tersimpan di dalam Volume kontrol, W

3.1.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol sirip

Untuk mendapatkan persamaan model matematika yang sesuai dengan

persoalan pada penelitian, peninjauan dilakukan terhadap elemen kecil setebal dx,

yang dinamakan dengan volume kontrol. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.

x (cm) y (cm)

Tb

L

y = 1/x

6 5

4 3

0 1 2

Eout 1=qx+dx

A C

Eout 2=qconv

dA S

Ein=qx

x dX

dX

x

(45)

Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi, model matematika

pada persamaan (1.1) dapat diperoleh. Penelitian ini mengasumsikan bahan sirip

bersifat homogen; sifat-sifat bahan terpengaruh terhadap perubahan suhu; tidak

ada energi yang dibangkitkan dalam sirip; perpindahan kalor secara radiasi

diabaikan; kondisi sirip pada keadaan tak tunak (unsteady state). Sehingga dapat

dinyatakan sebagai berikut :

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

Δ waktu t

selang selama kontrol volume didalam energi perubahan t waktu selang selama kontrol volume didalam an dibangkitk yang energi besarnya t waktu selang selama kontrol volume dari luar ke yang energi seluruh t waktu selang selama kontrol volume dalam ke masuk yang energi seluruh

( Ein – Eout ) + Eg = Est ; Eg = 0, tidak ada energi yang dibangkitkan

Dengan :

Ein = qx

Eout = qx+dx + qconv

Est = t T dV c ∂ ∂ . . . ρ

Bila dituliskan dengan notasi matematik maka di dapat persamaan (3.2) :

(

)

t T dV c q q

qx x dx conv

∂ ∂ =

+

+ ρ. . . ………..(3.2)

t T dV c q q

qx x dx conv

∂ ∂ = − − + ρ. . . Dengan :

qx+dx = qx + dx

x qx

.

(46)

qconv = h.dAs.

(

Tx −T∞

)

maka diperoleh :

(

)

t T ρ.c.dV. T T h.dAs. .dx x q q

q x x

x x ∂ = ∞ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + −

(

)

t T ρ.c.dV. T T h.dAs. .dx x q x x ∂ ∂ = ∞ − − ∂ ∂ −

Bila dikalikan dengan dx 1 maka :

(

)

t T . dx dV ρ.c. T T . dx h.dAs x q x x ∂ ∂ = ∞ − − ∂ ∂

− ………. (3.3)

Dengan substitusi persamaan (2.1) ke persamaan (3.3) yaitu

x T Ac k qx ∂ ∂ −

= . . maka

diperoleh :

(

)

t T . dx dV ρ.c. T T . dx h.dAs x . . x ∂ = ∞ − − ∂ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ − x T Ac k

(

)

t T . dx dV ρ.c. T T . dx h.dAs . .

x x ∂

∂ = ∞ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ ∂ ∂ x T Ac k

Model matematika untuk sirip pada persamaan (3.3) dapat dinyatakan sebagai

berikut :

(

)

t t) T(x, . dx dV ρ.c. T T . dx h.dAs ) , ( . .

x x ∂

∂ = ∞ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ ∂ ∂ x t x T Ac

k ; 0 < x < L, t ≥ 0

3.2Penerapan metode numerik pada persoalan

Langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan dengan metode beda

(47)

Δx, seperti terlihat pada Gambar 3.3. Banyaknya elemen kecil ini dapat ditentukan

secara sembarang, pada penelitian ini diambil sebanyak 101 node. Jika diinginkan

hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya, tebal elemen diambil sekecil

mungkin.

Penyelesaian dengan metode numerik beda hingga cara eksplisit dilakukan

dengan mengubah persamaan matematik; persamaan (1.1), persamaan (1.3),

persamaan (1.4) kedalam bentuk persamaan beda hingga cara eksplisit, dengan

memanfaatkan deret Taylor, atau dengan menggunakan prinsip kesetimbangan

energi. Persamaan (3.10) diperoleh dari persamaan (1.1) atau dari prinsip

kesetimbangan energi pada volume kontrol yang ada didalam benda, persamaan

(3.4) diperoleh dari persamaan (1.3), persamaan (3.13) diperoleh dari persamaan

(1.4).

x Tb

y = 1/x

i = 0 1 2 3 4 i=97 98 99 100

∆x

∆x

∆x

∆x

∆x

∆x

(48)

3.2.1 Persamaan diskrit untuk node pada sirip

Persamaan diskrit pada untuk setiap node pada sirip dibagi menjadi tiga

bagian, antara lain : node pada dasar sirip, node yang terletak di dalam sirip, node

pada ujung sirip.

3.2.1.1Node di batas kiri atau dasar sirip ( Node 0 )

Node pada batas kiri dapat di tentukan pada persamaan (3.4)

( ) ( )

x,t T 0,t Tb

T = = , maka diperoleh T0n+1 =Tb………. (3.4)

3.2.1.2Node di dalam sirip ( Node 1 - 99)

T∞, h

∆x

∆x

∆x

i-½ i+½ i+1 i-1 i

qconv

Asi

x

Aci-½ Aci+½

q1 q2

Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di dalam sirip

Berlaku untuk node (titik) : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,…, 90, 91,

92, 93, 94, 95, 96, 97, 98,99

(49)

q1 = Perpindahan kalor konduksi dari i-1 ke i =

(

)

x T T Ac k n i n i i Δ − − − 1 2 1.

. ……… (3.5)

q2 = Perpindahan kalor konduksi dari i+1 ke i

=

(

)

x T T Ac k n i n i i Δ − + + 1 2 1.

. ……… (3.6)

qconv = Perpindahan kalor konveksi pada posisi i

=h.Asi.

(

T∞ −Tin

)

………. (3.7)

Dengan prinsip kesetimbangan :

[

] [ ]

t T V c q q q conv Δ Δ = + +

+ 2 0 . . .

1 ρ Diperoleh :

(

)

(

)

(

)

(

)

t T T V c T T As h x T T Ac k x T T Ac k n i n i n i i n i n i i n i n i i Δ − = − + Δ − + Δ − + ∞ + + − − 1 1 2 1 1 2

1. . . .

. ρ

………. (3.8)

(

n

)

i n i i p n i i i n i i n i i n i i n i i T T t V c T As h T As h T x Ac k T x Ac k T x Ac k T x Ac k − Δ = − ∞ + Δ − Δ + Δ − Δ + + + + − − − 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 . . . . . . . . . . . .

ρ

(50)

Persamaan (3.9) dikalikan dengan

k x

Δ

akan didapat persamaan (3.10) :

(

n

)

i n i i p n i i i n i i n i i n i i n i i T T t k V x c T As k x h T As k x h T Ac T Ac T Ac T Ac − Δ Δ = Δ − ∞ Δ + − + − + + + + − − − 1 . 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 . . . . . . . . . . . . . ρ

………. (3.10)

Dengan mensubstitusi persamaan (2.15) dan (2.16) ke persamaan (3.10)

k x h

Bi = .Δ ……….. (2.15)

dan

c k

. ρ

α = ……….. (2.16)

Persamaan (3.10) dapat disederhanakan menjadi :

n i n i i i i n i i n i i n i i i T T As Bi Ac Ac T T As Bi T Ac T Ac V x

t =

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ + + − ∞ + + − − 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2

1. . . . .

. . α n i i i i i n i i n i i n i i i n

i Ac Ac BiAs T

V x t T T As Bi T Ac T Ac V x t

T ⎟+

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ = + − ∞ + + − − + . . . . . . . . . . 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1

1 α α

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ − + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ = + − ∞ + + − − + i i i i n i i n i i n i i i n

i Ac Ac BiAs

V x t T T As Bi T Ac T Ac V x t T . . . 1 . . . .

. 12 1 21 1 21 21

1 α α

………. (3.11)

Keterangan :

1

+

n i

T = Suhu pada node i, saat n+1, ºC

n i

T = Suhu pada node i, saat n, ºC

n i

(51)

n i

T+1 = Suhu pada node i+1, saat n, ºC

T = Suhu fluida, ºC

t

Δ = Selang waktu, detik

x

Δ = Panjang volume kontrol, m

α = Difusivitas termal, m2/s

Bi = Angka Biot

Vi = Volume kontrol sirip pada posisi i, m3

2 1

i

Ac = Luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i-½, m2

2 1

+

i

Ac = Luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i+½, m2

i

As = Luas permukaan volume kontrol sirip pada posisi i, m2

3.2.1.3Node di ujung sirip ( Node 100)

q1

qconv2

Asi

Aci-½

Aci i-1 i

qconv1 T∞, h

∆x

∆x/2

(52)

q1 = Perpindahan kalor konduksi dari i-1 ke i =

(

)

x T T Ac k n i n i i Δ − − − 1 2 1.

. ……… (3.12)

qconv = perpindahan kalor konveksi pada posisi i

= qconv 1 + qconv 2

=

(

n

)

i

i T T

Ac

h. . ∞− +

(

n

)

i

i T T

As

h. . ∞− ………. (3.13)

Dengan prinsip kesetimbangan :

(

n i n i i conv

conv T T

t V Cp q q q − Δ = +

+ +1

2 1 1 . . ρ

)

………. (3.14) Diperoleh :

(

)

(

)

(

)

(

n

)

i n i i n i i n i i n i n i i T T t V Cp T T As h T T Ac h x T T Ac k − Δ = − ∞ + − ∞ + Δ − + − − 1 1 2 1 . . . . . . . . ρ

………. (3.15)

Persamaan (3.15) dikalikan

k x

Δ

akan didapat persamaan (3.16)

(

)

(

)

(

)

(

n

)

i n i i n i i n i i n i n i i T T t k V x Cp T T As k x h T T Ac k x h T T Ac − Δ Δ = − ∞ Δ + − ∞ Δ + − + − − 1 1 2 1 . . . . . . . . . . . ρ

………. (3.16)

Dengan mensubstitusi persamaan (2.15) dan (2.16) ke persamaan (3.16)

k x h

Bi = .Δ ………(2.15)

dan

c k

. ρ

(53)

Persamaan (3.16) dapat disederhanakan menjadi :

(

)

(

)

(

)

(

n

)

i n i i n i i n i i n i n i i T T t V x T T As Bi T T Ac Bi T T Ac − Δ Δ = − ∞ + − ∞ + − + − − 1 1 2 1 . . . . . . . α

(

n

)

i n i i n i i i n i i i n i i n i i T T t x V T As Bi T As Bi T Ac Bi T Ac Bi T Ac T Ac − Δ Δ = − ∞ + − ∞ + − + − − − 1 2 1 1 2 1 . . . . . . . . . . . . . α

(

)

(

)

(

n

)

i n i i i i i n i i i n i

i t T T

x V As Ac Bi Ac T As Ac T Bi T Ac − Δ Δ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ∞ + + − − − 1 2 1 1 2 1 . . . . α

(

)

(

)

n

i i i i i n i i i n i i i n

i Ac Bi Ac As T

x V t T As Ac T Bi T Ac x V t

T ⎟⎟+

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ∞ + Δ Δ = − − − + 2 1 1 2 1 1 . . . . . . . α α

(

)

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ − + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ∞ + Δ Δ = − − − + i i i i n i i i n i i i n

i Ac Bi Ac As

x V t T As Ac T Bi T Ac x V t T 2 1 1 2 1 1 . . 1 . . . . α α

………. (3.17)

1

+

n i

T = Suhu pada node i, saat n+1, ºC

n i

T = Suhu pada node i, saat n, ºC

n i

T1 = Suhu pada node i-1, saat n, ºC

T = Suhu fluida, ºC

t

Δ = Selang waktu, detik

x

Δ = Panjang volume kontrol, m

α = Difusivitas termal, m2/s

Bi = Angka Biot

(54)

2 1

i

Ac = Luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i-½, m2

i

Ac = Luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i, m2

i

As = Luas permukaan volume kontrol sirip pada posisi i, m2

3.2.2 Syarat stabilitas

Syarat stabilitas merupakan syarat yang menentukan besar perubahan

waktu pada setiap siklus perhitungan, semakin kecil syarat stabilitas yang diambil

maka semakin akurat data yang didapat.

3.2.2.1Syarat stabilitas node di dalam sirip

Syarat stabilitas ini berlaku untuk semua node di dalam sirip (node 1 –

node 99). 0 . . . 1 2 1 2

1 ⎟⎟≥

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ − +

i i

i i As Bi Ac Ac V x t α ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ ≥ +

i i

i i As Bi Ac Ac V x t . . . 1 2 1 2 1 α ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ ≤ Δ +

i i

i i As Bi Ac Ac V x t . . . 2 1 2 1 α ……….. (3.18)

3.2.2.2Syarat stabilitas node di ujung sirip

(55)

(

)

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ ≥ ≥ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ Δ − − − i i i i i i i i As Ac Bi Ac x v t As Ac Bi Ac x v t . . . 1 0 . . . 1 2 1 2 1 α α

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + Δ ≤ Δ

i i

i i As Ac Bi Ac x v t . . 2 1 . α ……….(3.19)

3.3Luas penampang , luas permukaan dan besar volume kontrol

Pada sirip benda putar ini, untuk menghitung besarnya luas penampang

menggunakan rumus lingkaran yang terlebih dahulu dicari nilai y setiap volume

kointrol pada i-½ dan i+½ yang merupakan jari-jarinya. Sedangkan untuk luas

permukaan dan besar volume kontrol sirip digunakan metode pendekatan segitiga

sehingga dapat dihitung dengan rumus tabung silinder yang terlebih dahulu dicari

nilai y pada posisi i atau tengah-tengah volume kontrol. Apabila metode

pendekatan ini menggunakan elemen pembagi (∆x) diambil yang semakin kecil

ukurannya, maka akan didapatkan hasil yang semakin mendekati pula.

3.3.1 Luas penampang volume kontrol sirip

Mencari luas penampang tiap volume kontrol dapat digunakan persamaan

(3.20) dari rumus luas lingkaran.

………. (3.20) 2

.r A

(56)

i+½ i-½

y=1/x

Aci-½ Aci+½

i i+1

i-1 x

∆x

Gambar 3.6 Volume kontrol di dalam sirip

Pertama dicari terlebih dahulu posisi i-½ dan i+½ yang merupakan nilai x

sebenarnya pada grafik sirip benda putarnya. Setelah itu mencari jari-jari (r)

dengan memasukkan nilai x tersebut pada fungsinya, dalam percobaan ini

digunakan fungsi

( )

x x

f = 1 . Dengan catatan nilai x disamakan dengan satuan

pada fungsi yang digunakan, kemudian untuk luas penampang (Ac) dapat dirubah

ke satuan SI yaitu m2.

Untuk posisi i-½ :

o

x x i

x ⎟Δ +

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −

= .

2 1

………... (3.21)

Dimana :

( )

x x f

r= = 1……… (3.22)

(57)

( )

(

)

2 2

1 . f x

Ac

i− =π

………. (3.23)

Untuk posisi i+½ :

o

x x i

x ⎟Δ +

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ +

= .

2 1

………... (3.24)

Dengan mensubstitusi persamaan (3.22) ke persamaan (3.20), maka :

( )

(

)

2 2

1 . f x

Ac

i

π =

+ ………. (3.25)

Keterangan

x = Posisi

2 1

i atau

2 1

+

i pada volume kontrol sirip, cm

Xo = Posisi x dasar sirip pada kurva, cm

Aci-½ = Luas penampang volume kontrol pada posisi i - ½, m2

Aci+½ = Luas penampang volume kontrol pada posisi i + ½, m2

∆x = Panjang elemen pembagi atau panjang volume kontrol, cm

r = Jari-jari sebuah penampang lingkaran,cm

( )

x

f = Fungsi sebuah grafik yang digunakan sebagai sirip benda putar

3.3.2 Luas permukaan volume kontrol sirip

Untuk mencari luas permukaan volume kontrol digunakan metode

pendekatan segitiga dimana garis tengah volume kontrol diberi garis horizontal

tegak lurus pada ujungnya sehingga segitiga dalam sirip mendekati sama dengan

(58)

y=1/x

Gambar 3.7 Volume kontrol node didalam sirip untuk mencari As

Mencari luas permukaan volume kontrol untuk node didalam sirip, terlebih

dahulu dicari posisi tengah volume kontrol. Khusus volume kontrol untuk node

didalam sirip, posisi tengahnya merupakan posisi i itu sendiri yang selanjutnya

dicari posisinya dalam sumbu x. Setelah itu dicari jari-jari (r) dengan

memasukkan nilai x pada fungsi benda putar [f(x)]. Untuk mecari luas permukaan

itu sendiri menggunakan rumus selimut tabung silinder yaitu :

As = kell vol kontrol . panjang vol kontrol

= 2π.rx………. (3.26)

Posisi i volume kontrol pada node didalam sirip :

x=ix+xo………. (3.27)

Dengan mensubstitusi persamaan (3.22) ke persamaan (3.26) maka :

i

i-1 i+1 x

Asi

(59)

( )

(

f x

)

x

Asi =2π. .Δ ………. (3.28)

Posisi tengah volume kontrol di dasar sirip dan di ujung sirip berbeda dengan di

dalam sirip, karena di dasar sirip dan ujung sirip volume kontrolnya hanya

memiliki panjang ½ dari elemen pembagi ( ½ ∆x).

Untuk node di dasar sirip :

0 4

1

x x

x= Δ + ……… (3.29)

Untuk node diujung sirip :

x x

x= − Δ

4 1

100 ……… (3.30)

Keterangan :

X100 = posisi node pada ujung sirip dalam sumbu x, cm

Untuk mencari luas permukaannya, node didasar dan ujung sirip menggunakan

persamaan (3.31) :

( )

(

f x

)

x

Asi = Δ

2 1 . .

2π ………. (3.31)

3.3.3 Besar volume dari volume kontrol sirip

Untuk menghitung besar volume dari volume kontrol untuk node di dalam

sirip menggunakan posisi jari-jari (r) yang ada di tengah volume kontrol seperti

mencari posisi jari-jari (r) pada luas permukaan yang dapat dilihat pada gambar

3.6. Persamaan yang digunakan untuk menghitung volume untuk node didalam

sirip yaitu :

x r

(60)

Dengan posisi i dalam sumbu x ditengah volume kontrol menggunakan persamaan

(3.27) : x=ix+xo

Dimana persamaan (3.22) yaitu

( )

x x f

r= = 1 sehingga didapat :

( )

(

f x

)

x

Vi =π. 2.Δ ………... (3.33)

Untuk volume kontrol pada node didasar dan ujung sirip :

Posisi i dalam sumbu x yang ada ditengah volume kontrolnya dicari dengan

menggunakan persamaan (3.29) dan (3.30) dan untuk menghitung volumenya

digunakan persamaan (3.34).

( )

(

f x

)

x

Vi = Δ

2 1 .

. 2

π ... (3.34)

(61)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1Benda uji

Benda uji berbentuk sirip benda putar dengan fungsi

x

y = 1 dan dengan harga

x awal dasar sirip yang berbeda untuk ketiga sirip yang dapat dilihat pada gambar

4.1, gambar 4.2 dan gambar 4.3. Pembagian node digambarkan pada sirip 1

dapat dilihat gambar 4.4, untuk sirip 2 dan 3 pembagian nodenya sama dengan

sirip 1.Adapun keterangan dari ketiga sirip :

D

T∞,h

(62)

T∞,h

D

Gambar 4.2 Benda uji sirip 2 dengan dasar sirip x=2

D

T∞,h

(63)

x Tb

y = 1/x

i=97 98 99 100 i = 0 1 2 3 4

∆x ∆x ∆x

∆x ∆x ∆x

Gambar 4.4 Pembagian node pada sirip

a. panjang sirip = 0,03 m

b. tebal volume kontrol =

Δx

banyaknya L

= 0,0003

100 03 , 0

= m

c. jumlah node = 101 node

d. jumlah volume kontrol=101

e. banyaknya elemen ∆x = 100

f. syarat stabilitas ∆t yang diambil = 5.10-4 detik

g. suhu fluida = 30 oC

h. suhu awal sirip = 100 oC

i. suhu dasar sirip = 100 oC

j. bahan sirip = Timbal, Baja 0,5%C, Besi, Nikel dan Alumunium

k. nilai konduktivitas termal bahan sirip :

k Timbal = 35 W/m oC

<

Gambar

Gambar 1.1 Berbagai jenis muka bersirip
Gambar 1.2 Benda uji sirip 1 dengan nilai awal x=1
Gambar 5.13 Efektivitas sirip saat t = 5 detik, variasi bentuk sirip, h = 2000 W/m 2.°C
Gambar 5.15 Efektivitas sirip saat t = 5 detik, variasi bentuk sirip, h = 8000 W/m 2.°C
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Rencana sistem dan jaringan drainase di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 752 ayat (1) huruf c, dilakukan melalui pengembangan sistem

Pada tabel 3, Graduated Annuity Interest Factor (GAIF) menunjukkan sebesar 78,4047 untuk masa pinjaman 20 tahun, bunga pinjaman 20% per tahun, dengan lima tahun pertama

SKRIPSI SISTEM DASHBOARD UNTUK … AUFA AKMAL R Layout dashboard standar 7 pada gambar 4.40 terdiri dari 3 komponen, yaitu tabel nilai deskripsi elemen penilaian, dashboard

Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Arofah dan Marwah RS PKU

Masalah yang mungkin terjadi dengan mengatur bahwa setiap proses hanya dapat memiliki satu proses adalah bahwa tidak semua proses hanya membutuhkan satu

Karena adanya multi-path channel, metode time-reversal memiliki kelebihan dalam mendeteksi sinyal seperti yang telah disebutkan pada gambar (4.1) dan (4.2)

Penetapan harga dasar gabah dan harga atap beras di tingkat konsumen lebih rendah daripada harga keseimbangan di pasar dengan tidak ada subsidi kepada produsen maka

BB 2757 MI yang dikemudikan oleh korban Marmeilin Sipahutar (meninggal dunia) dengan cara terdakwa keluar dari kantor CU Pinangsori lalu pergi dengan mengendarai