PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN METODE PENEMUAN DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP MINAT, KEAKTIFAN, KEMAMPUAN MENYUSUN HIPOTESIS DAN PRESTASI BELAJAR
PADA MATA PELAJARAN IPA DI SD KANISIUS MINGGIR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Sugiyem
NIM : 081134082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN METODE PENEMUAN DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP MINAT, KEAKTIFAN, KEMAMPUAN MENYUSUN HIPOTESIS DAN PRESTASI BELAJAR
PADA MATA PELAJARAN IPA DI SD KANISIUS MINGGIR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Sugiyem
NIM : 081134082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
vi
MOTTO
“
Ketekunan membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi
mungkin, membuat kemungkinan menjadi kemungkinan besar,
kemungkinan besar menjadi kemungkinan pasti
”.
(
Robert Half)
“ Janganlah khawatir tentang apapun, teruslah berdoa untuk
semuanya, bersyukurlah untuk apapun
”.
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
1.
Allah yang penuh Kasih, yang selalu menuntunku dalam segala hal.
2.
Alm. Bapakku Markus Umar Marsudi, dan Alm. Kakakku Katarina Ngatinah
yang kukasihi.
3.
Ibu serta kakak-kakakku semua yang selalu membimbing, membantu dan
mensupport.
4.
Para pengajar, yang mendidik dengan sabar.
viii
ABSTRAK
Perbedaan Pengaruh Penerapan Metode Penemuan dengan Metode Ceramah terhadap Minat, Keaktifan, Kemampuan Menyusun Hipotesis dan
Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran IPA di SD Kanisius Minggir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis dan prestasi belajar siswa kelas VI SDK Minggir Yogyakarta pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran IPA sub pokok bahasan rangkaian listrik sederhana.
Desain penelitian ini adalah eksperimen sebenarnya tipe pretest postest control group design. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDK Minggir yang terbagi dalam 2 kelompok masing-masing sebanyak 14 siswa, baik sebagai kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Instrumen penelitian berupa 20 item pernyataan minat dengan skala Likert untuk mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran IPA baik secara umum maupun spesifik KD, 8 item untuk pengamatan keaktifan, 5 soal essai untuk mengukur kemampuan menyusun hipotesis dan 15 soal pilihan ganda untuk mengukur prestasi belajar. Analisis data dilakukan dengan membandingkan mean pre test dan post test, serta membandingkan rata-rata kenaikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan T-test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) ada perbedaan yang signifikan minat siswa terhadap mata pelajaran IPA spesifik KD antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,037 (< 0,05). 2) Ada perbedaan yang signifikan keaktifan siswa antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, yang ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (<0,05). 3) Ada perbedaan yang signifikan kemampuan menyusun hipotesis siswa antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, ditunjukkan dengan harga sig (2-tailed) sebesar 0,014 (<0,05). 4) Ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,048 (<0,05).
ix
ABSTRACT
The Difference in the Effect of Implementing the Discovery Method and Teacher’s Talk Method on Students Interest, Involvement, Ability to Formulate Hypothesis and Achievement in Science Course in SDK Minggir
This research was conducted to identify the difference in the effect of
implementing the discovery method and teacher’s talk method in students interest,
involvement, ability to formulate hypothesis and achievement on the second semester of the sixth grade students 2011/2012 in SDK Minggir in electricity topic.
The design of the research was a true experiment, pretest and postest control group type. The research subjects were the sixth grade students of SDK Minggir which were divided into 2 groups each consisted of 14 students, as experimental group and control group. The research instruments were 20 item of interest statement using Likert scale to measure the students interest in universal and specific science. 8 items were to observe involvement, 5 essay tests to measure hypothesis formulating skill, and 15 multiple choices to measure learning achievement. Data analysis was done by comparing the mean of pre test and post test, the average of the increasing of experimental group and control group using T test.
The result of the research revealed that 1) there was a significant difference in the interest of the students in science especially about electricity (spesific in science) between using discovery method with using teacher’s talk method, was showed by the sig (2-tailed) 0,037 (or < 0,05). 2) There was a significant difference on the students involvement between discovery method implementation with teacher’s talk method implement, was showed by the sig (2-tailed) 0,000 (or < 0,05). 3) There was a significant difference in the students ability to formulate hypothesis between discovery method implementation with
teacher’s talk method implementation, was showed by the sig (2-tailed) 0,014 (or < 0,05). 4) There was a significant difference the achievement of the students between discovery method implementation with teacher’s talk method too, showed by the sig (2-tailed) 0,048 (or < 0,05).
x
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah Yang Maha Baik atas limpahan berkat dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi. Pembuatan skripsi yang
berjudul Perbedaan Pengaruh Penerapan Metode Penemuan dengan Metode
Ceramah terhadap Minat, Keaktifan, Kemampuan Menyusun Hipotesis dan
Prestasi Belajar pada Mata pelajaran IPA kelas VI di SD Kanisius Minggir,
bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana pendidikan dari
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis menyadari bahwa dalam
penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik yang terlibat
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., sebagai Dekan FKIP.
2. Romo Gregorius Ari Nugrahanta SJ. S.S., BST, M.A., selaku Ketua
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan
izin penelitian.
3. Drs. A. Atmadi, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran telah membimbing dan memberi saran serta masukan berharga
bagi penulis dalam penyelesaian tugas ini.
4. Elga Andriana, S.Psi., M. Ed., selaku dosen pembimbing II yang dengan
xi
5. Ch. Kusumastuti, S.Pd SD., selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Minggir,
Sleman Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian
di sekolah yang Ibu pimpin.
6. Suprapti, Am. Pd., selaku guru kelas VI SD Kanisius Minggir yang
memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian di kelas VI.
7. Segenap dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang penuh kesabaran
dalam mendidik dan membimbing penulis selama menempuh kuliah,
sehingga penulis mendapat ilmu dan nilai-nilai kehidupan yang berharga
untuk masa depan penulis.
8. Segenap teman-teman kelas A, teman seperjuangan dalam penelitian ini,
serta teman-teman PPL, atas kerjasama, saran dan bantuannya selama ini.
9. Keluargaku, Ibu Marsudi, Mas Sandi dan Mbak Nik, Mas Sarji dan Mbak
Sinta, Mas Bernadus dan Mbak Ayu, serta mas Edi dan Mbak Warni yang
selalu memberikan bantuan moril, materi dan spirituil kepada penulis
sehingga skripsi ini selesai pada waktunya.
10.Segenap siswa kelas VI SD Kanisius Minggir yang bersedia menjadi
subyek penelitian.
11.Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu, yang telah
turut membantu terselesaikannya skripsi ini.
Semoga Allah Yang Maha Pemurah yang membalas kebaikan kalian. Penulis
sadar bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis
xii
agar skripsi ini menjadi lebih baik dan berguna bagi siapa saja. Akhir kata, terima
xiii
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI v
HALAMAN MOTTO vi
HALAMAN PERSEMBAHAN vii
ABSTRAK viii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Rumusan Masalah 4
1.3Tujuan Penelitian 5 1.4Manfaat Penelitian 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teoritis 7
2.1.1 Metode Penemuan 7
2.1.2 Metode Ceramah 10
2.1.3 Pembelajaran IPA SD 11
2.1.4 Minat Siswa 15
xiv BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian 31
3.2 Populasi dan Sampel 32 3.3 Variabel Penelitian 33 3.4 Definisi Operasional 36 3.5 Instrumen Penelitian 37
3.6 Uji Validitas 40
3.7 Teknik Analis Data 41
3.8 Jadwal Penelitian 46
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Minat siswa 47
4.2 Keaktifan siswa 54
4.3 Kemampuan menyusun hipotesis 57 4.4 Prestasi belajar siswa 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 67
5.2 Saran 68
xv
Tabel 3.4 Jadwal kegiatan penelitian 46
Tabel 4.1 Rangkuman data minat IPA secara umum kedua kelompok 47
Tabel 4.2 Rangkuman data minat IPA KD kedua kelompok 48
Tabel 4.3 Hasil uji normalitas data minat IPA umum dan KD 48
Tabel 4.4 Hasil uji perbandingan skor mean minat IPA awal 49
Tabel 4.5 Hasil uji perbandingan skor mean minat IPA awal ke minat akhir
pembelajaran 50
Tabel 4.6 Hasil uji perbandingan skor mean minat IPA akhir 51
Tabel 4.7 Rangkuman data keaktifan 54
Tabel 4.8 Hasil uji normalitas data keaktifan kedua kelompok 55
Tabel 4.9 Hasil uji perbandingan skor mean keaktifan akhir
selama pembelajaran di kedua kelompok 55
Tabel 4.10 Rangkuman data kemampuan menyusun hipotesis 57
Tabel 4.11 Hasil uji normalitas data pre tes dan pos tes kedua kelompok 58
Tabel 4.12 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes essai 58
Tabel 4.13 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes ke pos tes essai 59
Tabel 4.14 Hasil uji perbandingan skor mean pos tes essai 60
xvi
Tabel 4.16 Hasil uji normalitas data tes PG kedua kelompok 63
Tabel 4.17 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes PG kedua kelompok 63
Tabel 4.18 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes ke pos tes PG 64
xvii
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Tabulasi data ... 74-85
Lampiran 1. Tabulasi data minat IPA umum awal (Pre) kedua kelompok ... 74
Lampiran 2. Tabulasi data minat IPA umum akhir (Pos) kedua kelompok ... 75
Lampiran 3. Tabulasi data minat IPA KD awal (Pre) kedua kelompok ... 76
Lampiran 4. Tabulasi data minat IPA KD akhir (Pos) kedua kelompok ... 77
Lampiran 5. Tabulasi data keaktifan kel. Eksp. pert. 1 ... 78
Lampiran 6. Tabulasi data keaktifan kel. Kontrol pert.1 ... 79
Lampiran 7. Tabulasi keaktifan kel. Eksp. pert.2 ... 80
Lampiran 8. Tabulasi data keaktifan kel. Kontrol pert. 2 ... 81
Lampiran 9. Tabulasi data pre dan pos tes essai kel. Eksperimen ... 82
Lampiran 10. Tabulasi data pre dan pos tes essai kel. Kontrol ... 83
Lampiran 11. Tabulasi data pre PG kedua kelompok ... 84
Lampiran 12. Tabulasi data pos PG kedua kelompok ... ... 85
Lampiran II Perhitungan statistik ... 86-103 Lampiran 13. Uji normalitas minat IPA umum ... 86
Lampiran 14. Uji homogenitas minat IPA umum ... 87
Lampiran 15. Uji perbandingan skor pre ke pos minat IPA umum ... 88
Lampiran 16. Uji perbandingan pos IPA umum ... 89
Lampiran 17. Uji normalitas minat IPA KD ... 90
Lampiran 18. Uji homogenitas minat IPA KD ... 91
Lampiran 19. Uji perbandingan skor pre ke pos minat IPA KD ... 92
Lampiran 20. Uji perbandingan skor minat pos IPA KD... 93
xix
Lampiran 22. Uji perbandingan pos keaktifan kedua kelompok ... 95
Lampiran 23. Uji normalitas data kemampuan menyusun hipotesis ... 96
Lampiran 24. Uji homogenitas data skor essai ... 97
Lampiran 25. Uji perbandingan skor pre ke pos tes essai ... 98
Lampiran 26. Uji perbandingan pos tes essai kedua kelompok ... 99
Lampiran 27. Uji normalitas data prestasi belajar ... 100
Lampiran 28. Uji homogenitas data prestasi belajar ... 101
Lampiran 29. Uji perbandingan skor pre ke pos tes PG ... 102
Lampiran 30. Uji perbandingan pos tes PG kedua kelompok ... 103
Lampiran III Perangkat pembelajaran ... 104-141 Lampiran 31. Silabus kelompok eksperimen ... 104
Lampiran 32. Silabus kelompok kontrol ... 107
Lampiran 33. RPP kelompok ekspeirmen pert. 1 dan 2 ... 109
Lampiran 34. RPP kelompok kontrol pert. 1 dan 2 ... 116
Lampiran 35. Contoh LKS yang sudah diisi pert.1 dan 2 kel. Eksperimen .... 120
Lampiran 36. Contoh pretes/postes yang sudah diisi siswa ... 128
Lampiran 37. Kunci jawaban tes pilihan ganda dan rubrik essai... 136
Lampiran 38. Contoh lembar minat yang sudah diisi siswa di kel. Eks Kon... 138
Lampiran IV Foto-foto ... 142-144 Lampiran 39. Foto kegiatan di kelompok eksperimen ... 142
Lampiran 40. Foto kegiatan di kelompok kontrol ... 144
Lampiran V Surat-surat ... 146-151 Lampiran 41. Surat izin melakukan penelitian ... 146
Lampiran 42. Surat telah melakukan penelitian ... 147
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar, harus
mengetahui prinsip dalam tugas mengajarnya tersebut. Prinsip mengajar
merupakan pokok pikiran yang harus mendasari kegiatan pengajaran (Tanlain,
2009: 23). Beberapa prinsip tersebut antara lain: prinsip pertama adalah
pertumbuhan dan perkembangan siswa. Artinya bahwa guru hendaknya menuntun
siswa dalam belajar sehingga mampu mengembangkan dirinya sendiri. Prinsip
kedua adalah kegiatan siswa, artinya bahwa guru hendaknya mengatur dan
mendorong siswa melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa memperoleh
pengalaman untuk membentuk pengetahuan.
Prinsip ketiga adalah minat siswa, artinya guru hendaknya mampu
merangsang perhatian dan minat siswa selama belajar. Kemudian prinsip keempat
adalah sosialisasi siswa, yang berarti bahwa guru hendaknya mendorong siswa
saling membantu, bekerjasama sehingga menjadikan kelas hidup. Terakhir adalah
prinsip organisasi bahan ajar, di mana guru hendaknya menyajikan bahan ajar
secara logis, konkret dan sistematik. Prinsip-prinsip ini harus diperhatikan dalam
rangka mewujudkan tujuan belajar dan hasil belajar yang optimal. Pendidikan di
Indonesia akhir-akhir ini cukup merosot. Salah satu penyebabnya karena proses
2 Seperti halnya yang terjadi pada guru-guru di SD Kanisius Minggir. Paradigma
lama masih kuat tertanam dalam pelaksanaan pengajaran bahwa guru masih
menjadi sumber pertama dan utama dalam belajar siswa, dan semua hal yang
menentukan adalah guru. Paradigma ini tampak dari metode mengajar yang masih
banyak diterapkan yaitu metode ceramah, hampir di semua mata pelajaran.
Metode ceramah yang dilakukan terus menerus dari awal sampai akhir pelajaran,
jelas mengabaikan prinsip-prinsip mengajar di atas.
Dalam metode ceramah, siswa kurang berkembang karena guru selalu
menuntun dan mengarahkan, tidak ada kesempatan siswa untuk mencari dan
berpikir. Kegiatan siswa juga hanya duduk, mendengar, mencatat dan menghafal,
minat siswa dipandang sama oleh guru, jarang ada interaksi antar siswa dan
konsep yang diberikan abstrak. Kegiatan yang melelahkan dan menjenuhkan
tersebut, menjadikan sikap yang tertanam adalah sikap negatif terhadap
pengalaman belajarnya. Tidak ada rasa gembira, puas, bahkan antusias mengikuti
pelajaran, yang pada akhirnya gairah atau semangat untuk belajar lebih lanjut
menjadi padam. Tidak ada minat atau semangat tinggi dalam belajar berakibat
pula pada keterlibatan siswa yang rendah dalam kegiatan belajar di kelas, yang
pada akhirnya pula prestasi siswa pun cenderung buruk.
Pembelajaran IPA penting diajarkan di Sekolah Dasar karena diharapkan
siswa nantinya mampu mengenal alam sekitarnya, kemudian mengolah dan
melestarikan demi kehidupannya. Selain itu, siswa mampu mengembangkan
pengetahuan, konsep-konsep IPA serta ketrampilan proses untuk menyelidiki
3 pelajaran tersebut. Bila IPA diajarkan sebatas kumpulan fakta atau konsep yang
diberikan begitu saja, tanpa tahu bagaimana konsep terbentuk dan mengabaikan
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam otak siswa, jelas juga melanggar
hakikat IPA itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi kewajiban guru untuk
menggunakan metode mengajar yang tepat sesuai karakteristik mata pelajaran,
yang tentu saja harus memperhatikan prinsip-prinsip mengajar.
Salah satu metode yang dapat memenuhi kelima prinsip di atas dalam mata
pelajaran IPA adalah metode penemuan. Metode penemuan merupakan metode
yang memberikan kesempatan siswa mencari dan menemukan sendiri
pengetahuannya melalui pengalaman langsung mengeksplorasi benda-benda
konkret di sekitarnya. Menemukan berarti siswa mencari dengan berpikir,
menebak-nebak kemudian menindaklanjuti hasil tebakannya. Guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan membantu menyediakan benda-benda konkret
yang diperlukan.
Dalam penerapan metode penemuan, disajikan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari siswa dalam bentuk pertanyaan yang diberikan guru.
Melalui pertanyaan-pertanyaan ini pula, ketrampilan proses IPA siswa terutama
kemampuan menyusun hipotesis atau menyusun jawaban sementara dilatih.
Masalah dipecahkan bersama dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis kemudian
hipotesis itu dibuktikan melalui kegiatan percobaan. Dengan demikian siswa tidak
hanya aktif secara fisik melalui benda-benda konkret, tetapi juga kognitif serta
4 akan mampu pula meningkatkan derajat keaktifannya serta pada akhirnya
mempengaruhi hasil/prestasi belajarnya.
Dari pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atau
membuktikan apakah penerapan metode penemuan lebih baik atau lebih tinggi
daripada penerapan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan
menyusun hipotesis dan prestasi belajar khususnya siswa kelas VI di Sekolah
Dasar Kanisius Minggir.
1.2 Rumusan Masalah
Dilandasi latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
1) Adakah perbedaan yang signifikan minat siswa, antara yang menerapkan
metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah pada mata
pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester genap
2011/2012?
2) Adakah perbedaan yang signifikan keaktifan siswa, antara yang
menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah
pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester
genap 2011/2012?
3) Adakah perbedaan yang signifikan kemampuan menyusun hipotesis siswa,
5 metode ceramah pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir
pada semester genap 2011/2012 ?
4) Adakah perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa, antara yang
menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah
pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester
genap 2011/2012?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan
metode ceramah terhadap minat siswa pada mata pelajaran IPA siswa
kelas VI di SDK Minggir pada semester genap 2011/2012.
2. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan
metode ceramah terhadap keaktifan pada mata pelajaran IPA siswa
kelas VI di SDK Minggir pada semester genap 2011/2012.
3. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan
metode ceramah terhadap kemampuan menyusun hipotesis pada mata
pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester genap
2011/2012.
4. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan
metode ceramah terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran IPA
6
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Manfaat yang dapat diambil peneliti dari penelitian ini adalah
bertambahnya pengalaman dalam menerapkan metode penemuan, serta
dapat mengetahui kelemahan metode ceramah khususnya dalam mata
pelajaran IPA.
2. Bagi Guru
Penelitian ini dapat menjadi inspirasi dalam menerapkan berbagai
metode pembelajaran yang tepat seperti metode penemuan yang bahkan
dapat diterapkan untuk materi pokok lain, kelas lain dan mata pelajaran
lainnya.
3. Bagi Siswa
Siswa mendapat pengalaman yang bermakna dalam
pembelajarannya karena siswa sendiri yang berusaha menemukan sendiri
fakta maupun konsep, serta semakin menumbuhkan minat dan keaktifan
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Metode Penemuan (Discovery) a. Pengertian metode penemuan
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama, dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2002:
37). Salah satu penerapan model ini adalah metode penemuan.
Menurut Uno dan Muhamad (2011: 98) metode penemuan merupakan
strategi pembelajaran di mana siswa didorong untuk menemukan sendiri
pengetahuan atau konsep baru. Selain itu, metode penemuan merupakan suatu
metode yang dapat mendorong siswa aktif dalam belajar.
Sedangkan Tanlain (2009: 36), menjelaskan bahwa metode discovery tidak lain merupakan kegiatan guru untuk menyediakan sumber bahan pelajaran dan
masalah yang harus diselesaikan siswa, dengan cara menemukan sendiri prinsip
atau hubungan antar bahan pelajaran dan masalah yang sebelumnya siswa tidak
ketahui. Tugas guru, hanya memberikan bantuan kepada siswa.
Metode discovery adalah metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung (Mulyasa, 2007: 110). Hal yang sama dikemukakan oleh
8 penemuan bila dalam pembelajaran siswa mengalami proses mental sedemikian
rupa sehingga mereka menemukan atau membangun sendiri konsep, prinsip atau
hukum.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan
adalah suatu upaya guru untuk membantu siswa belajar dengan memberikan
pengalaman langsung kepada siswa, sehingga siswa secara aktif menemukan
sendiri konsep, prinsip atau hukum dan guru hanya berperan sebagai fasilitator.
b. Langkah-langkah metode penemuan
Eggen dan Kauchak (2012: 137) menjelaskan tahapan pelaksanaan
metode penemuan ini sebagai berikut :
1. Tahap pengenalan (introduction phase).
Pada tahap 1, dimaksudkan guru mampu menarik perhatian siswa dan
memberikan kerangka konseptual sehingga siswa fokus pada topik yang
akan diajarkan. Hal ini dapat guru lakukan dengan banyak cara atau
berupa pernyataan/kalimat sederhana untuk mengarahkan alur pikir siswa.
2. Tahap membuka dan menutup (the open-ended phase).
Tahap 2 ini, dimaksudkan agar guru mampu mengajak siswa terlibat
dalam pembelajaran. Guru menyajikan contoh-contoh kepada siswa,
kemudian meminta siswa mengamati dan membandingkan contoh-contoh
tersebut. Kemudian guru bertanya, “ apa yang telah kamu amati...?, adakah
9
3. Tahap konvergen (the convergent phase).
Tidak jauh berbeda dengan tahap 2, tahap 3 dimaksudkan untuk
meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa. Guru meminta siswa
membuat pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik untuk membimbing
siswa memahami konsep atau generalisasi. Selain itu, siswa diminta
membuat jawabannya, yang nantinya akan dibuktikan siswa sendiri.
4. Tahap penutup dan penerapan (closure and application).
Guru membimbing siswa untuk mendefinisikan konsep atau
pernyataan dari generalisasi, dan siswa menerapkan pemahamannya
tersebut dalam konteks yang baru.
c. Kelebihan dan kekurangan metode penemuan
Bruner dalam Suwandi dkk (2005: 42), menjelaskan bahwa kekuatan
metode discovery adalah (1) mengembangkan potensi intelektual, (2) mengembangkan motivasi, (3) mempelajari proses discovery, dan (4)
memperbesar daya ingat. Selain itu Suryosubroto (2002: 200) menambahkan
kelebihan metode ini adalah (1) mengembangkan ketrampilan dan proses kognitif
siswa, (2) siswa belajar sesuai kemampuan masing-masing, (3) mendorong siswa
terlibat, (4) menambah rasa percaya diri siswa, serta (5) membantu
perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir.
Adapun yang menjadi kelemahan metode ini adalah waktu yang dibutuhkan
10 guru sedang membantu siswa lain, serta akan adanya monopoli dari siswa yang
pandai.
2.1.2 Metode Ceramah
a. Pengertian metode ceramah
Menurut Tanlain (2009: 48), metode ceramah ialah suatu cara mengajar
dengan menyajikan poin-poin bahan pelajaran berupa informasi, konsep, prinsip,
dan tugas oleh guru secara lisan atau langsung kepada siswa disertai penjelasan.
b. Langkah-langkah metode ceramah
Tanlain (2009: 57) mengemukakan bahwa tahapan pelaksanaan metode ini
ada 2, yaitu variasi I untuk kelas rendah dan variasi II untuk kelas tinggi. Tahapan
dalam metode ceramah variasi II (kelas IV ke atas) adalah diawali dengan guru
mengemukakan pokok bahasan yang akan diajarkan, kemudian memberikan
kesempatan siswa membaca teks/buku paket, guru membahas dari apa yang
dibaca siswa sambil bertanya jawab, setelah dibahas guru dan siswa merangkum,
kemudian siswa mencatatnya.
c. Kelebihan dan kelemahan metode ceramah
Munthe (2009: 61), mengemukakan kelebihan metode ceramah sebagai
berikut:
1. Dapat digunakan di kelas besar.
2. Materi yang banyak dapat disampaikan secara singkat.
11 4. Baik bila materi baru belum tersedia dalam bentuk hard copy.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah:
1) Membuat siswa menjaga daya tahan berkonsentrasi menggunakan indra
telinga yang terbatas.
2) Membuat siswa terganggu dengan hal-hal visual.
3) Membuat siswa sulit menentukan gagasan.
4) Siswa cenderung diperlakukan sama rata oleh guru.
5) Guru cenderung bersifat otoriter dan kelas menjadi monoton.
2.1.3 Pembelajaran IPA SD
a. Pengertian dan Hakikat IPA
Menurut Samatowa (2010: 3) istilah IPA atau “Ilmu pengetahuan Alam”
merupakan terjemahan bahasa Inggris “Natural Science”, natural berarti
berhubungan dengan alam dan science berarti ilmu pengetahuan. Secara harafiah
IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Sedangkan Trianto (2010: 137) menjelaskan bahwa IPA adalah kumpulan
teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan
sebagainya.
Webster dalam Iskandar (2001: 2) mengemukakan “natural science is
12 IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang dunia (alam) dan gejala-gejala
yang terjadi.
Pengertian IPA tidak lepas dari hakikat IPA itu sendiri. IPA pada
hakikatnya mencakup 4 segi, (Iskandar, 2001: 1) yaitu:
a) IPA sebagai proses. Artinya proses memahami bagaimana mengumpulkan
fakta-fakta kemudian menghubungkannya.
b) IPA sebagai produk. Artinya fakta-fakta, konsep, prinsip dan teori IPA.
c) IPA sebagai sikap. Artinya sikap rasa ingin tahu benda-benda, fenomena
alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan
masalah baru dapat dipecahkan dengan prosedur yang benar (sikap ilmiah).
d) IPA sebagai aplikasi. Adanya penerapan metode ilmiah dan konsep IPA
dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih sederhana Trianto (2010: 138), menjelaskan ada 3 hakikat IPA yaitu:
1) IPA sebagai proses, yaitu keterampilan-keterampilan yang dilakukan para
ilmuwan untuk memperoleh produk IPA.
2) IPA sebagai sikap, yaitu suatu sikap yang berkeyakinan atau berpendapat
yang harus dipertahankan seorang ilmuan ketika mencari atau
mengembangkan pengetahuan yang baru.
3) IPA sebagai produk, adalah fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa pengertian IPA
adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis dan tersusun teratur, tentang alam
dan segala isinya (sebagai produk) yang diperoleh melalui metode ilmiah
13
b. Pentingnya pembelajaran IPA di SD
Ada beberapa alasan mengapa IPA diajarkan di Sekolah Dasar,
(Samatowa, 2010: 5), yaitu:
1. IPA berguna bagi suatu bangsa, sebab IPA merupakan dasar teknologi.
2. IPA yang diajarkan dengan tepat, dapat memberikan kesempatan berpikir
kritis dan obyektif misalnya dengan metode „menemukan sendiri‟.
3. IPA diajarkan melalui percobaan, sehingga IPA bukan suatu hafalan.
4. IPA memiliki nilai-nilai pendidikan yang berpotensi membentuk
kepribadian anak secara keseluruhan.
Melihat begitu pentingnya IPA di Sekolah Dasar, maka dalam proses
pembelajaran IPA hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Trianto,
2010: 135):
1) Memulai pembelajaran dari mudah (konkret) ke yang kompleks
(abstrak).
2) Menyesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak (usia SD
pada tahap operasional konkret).
3) Suasana pembelajaran harus menyenangkan.
4) Guru sebagai fasilitator yang bertugas untuk menyiapkan situasi yang
menggiring anak melakukan percobaan, dan menemukan fakta.
14
c. Kompetensi dasar IPA Kelas VI
Materi pada penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 7.
Mempraktekan pola penggunaan dan perpindahan energi, pada Kompetensi Dasar
7.2 Menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi listrik.
Menurut Angliss (2004: 5) listrik adalah suatu bentuk energi yang membuat
sesuatu terjadi. Ada 2 jenis bentuk listrik yaitu statis yang berarti listrik yang
diam atau tidak mengalir dan listrik dinamis yaitu listrik yang bergerak atau
mengalir. Listrik mengalir pada suatu rangkaian tertutup. Rangkaian tersebut
terdiri atas lampu, baterai dan kabel. Bila komponen-komponen tersebut tidak
dihubungkan dengan tepat maka listrik tidak akan mengalir. Hanya ada beberapa
cara merangkai listrik yang benar. Hal ini ditandai oleh lampu yang menyala.
Tetapi, pada prinsipnya lampu akan menyala jika salah satu kutub baterai
dihubungkan dengan tepat pada bagian lampu (misal ulir), dan kutub baterai
yang lain juga dihubungkan dengan bagian lampu yang lain (pangkal lampu).
Tidak semua benda dapat dialiri listrik. Benda-benda yang dapat
mengalirkan listrik disebut konduktor, contohnya tembaga, alumunium, timah.
Sedangkan benda-benda yang tidak dapat mengalirkan/menghantarkan listrik
disebut isolator, contohnya kayu, plastik, karet dan lain-lain. Meski listrik dapat
mengalir melalui semua jenis kawat logam, tetapi listrik akan lebih mudah
mengalir melalui kawat tebal daripada yang tipis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran listrik disebut hambatan listrik. Faktor hambatan terdiri
15
2.1.4 Minat Siswa
a. Pengertian minat
Menurut Slameto (2010: 180) minat adalah perasaan lebih suka dan
keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar dirinya. Minat belajar adalah kecenderungan kegairahan dan
keinginan yang besar dalam diri individu untuk merasa tertarik terhadap obyek,
hal atau aktivitas dalam belajar yang menyebabkan individu suka dan senang
berada di dalamnya (Fahiroh dan Roseptiana dalam Adinugroho, 2005: 190).
Sedangkan menurut Surya (2004: 67), minat adalah rasa senang atau tidak
senang dalam menghadapi suatu obyek. Minat adalah seberapa besar seseorang
suka atau tidak suka kepada suatu rangsangan. Pada dasarnya motivasi seseorang
cenderung meningkat, bila seseorang tersebut memiliki minat yang besar dalam
melakukan tindakannya. Sesuatu yang diminati biasanya lebih menarik perhatian.
Secara sederhana, menurut Syah (2003: 150) minat atau interest berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu.
Setelah menelusuri uraian di atas, minat belajar dapat diartikan sebagai
perasaan senang atau tidak senang, kegairahan yang tinggi dan keinginan yang
16
b. Klasifikasi minat belajar
Beberapa ahli menggolongkan minat berdasarkan kategori tertentu. Super &
Krits (dalam Suhartini, 2001: 25) menggolongkan minat berdasarkan bentuk
pengekspresian dari minat, yaitu:
1) Expressed Interest, merupakan minat yang diekspresikan secara verbal,
ditunjukkan dengan rasa senang, suka terhadap suatu obyek yang
disenanginya.
2) Manifest Interest, merupakan minat yang disimpulkan dari keterlibatan seseorang pada suatu kegiatan.
3) Tested Interest, merupakan minat yang disimpulkan dari tes
pengetahuan/ketrampilan suatu kegiatan.
4) Inventory Interest, merupakan minat yang diungkapkan melalui
inventory/daftar kegiatan.
Surya (2007: 122) membedakan minat berdasar sebab atau alasan timbulnya
minat, yaitu:
1) Minat Volunter, minat yang berasal dari dalam diri siswa tanpa ada pengaruh dari luar.
2) Minat Involunter, minat yang berasal dari dalam diri siswa, karena ada pengaruh dari luar (diciptakan oleh guru).
3) Minat Nonvolunter, minat yang berasal dari dalam diri siswa karena dipaksakan.
17 1) Minat personal, yaitu minat yang bersifat permanen, relatif stabil,
ditandai dengan rasa senang/tidak senang, suka/tidak suka pada
mata pelajaran tertentu, dan biasanya tumbuh tanpa pengaruh dari
luar.
2) Minat situasional, yaitu minat yang tergantung dari pengaruh luar
seperti dorongan keluarga, sumber belajar, metode pembelajaran
yang digunakan dan lain-lain (bersifat tidak permanen). Minat ini
dapat bertahan lama, bila rangsangan atau pengaruh tetap ada.
3) Minat psikologikal, yaitu minat yang timbul dari interaksi antara
minat personal dan situasional. Seorang siswa dikatakan mempunyai
minat ini, jika siswa tersebut mempunyai pengetahuan yang cukup
terhadap suatu mata pelajaran, ada kesempatan untuk mendalaminya
melalui aktivitas di kelas dan ada penilaian yang lebih terhadap mata
pelajaran tersebut.
c. Indikator minat
Untuk menganalisa minat belajar digunakan beberapa indikator minat.
Fahiroh (dalam Adinugroho, 2005: 190), menjelaskan indikator minat sebagai
berikut:
1. Merasa tertarik dan memperhatikan hal atau aktivitas belajar. Siswa
memberikan perhatian dan ketertarikan yang sungguh-sungguh.
2. Bersifat aktif. Siswa mau bertanya hal yang tidak dimengerti,
18 3. Senang terhadap hal atau aktivitas belajar. Siswa merasa senang
meski pelajaran sulit, dan tanpa paksaan mengikuti hal atau aktivitas
belajar tersebut.
Slameto (2010: 180) mengungkapkan bahwa minat siswa diekspresikan dengan:
1) Suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu
hal daripada hal lainnya.
Pernyataan adalah sesuatu yang dinyatakan atau diungkapkan seseorang
baik secara lisan maupun tertulis. Pernyataan bisa berupa pernyataan positif
seperti suka, senang, cinta, tertarik sedangkan pernyataan negatif misalnya
kurang/tidak suka, tidak senang, tidak tertarik dan sebagainya. Biasanya
seseorang yang berminat diungkapkan lebih pada pernyataan positif dan
diikuti tindakan dari pernyataannya tersebut.
2) Minat dimanifestasikan dalam bentuk partisipasi.
Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peran serta secara
fisik, mental dan intelektual. Siswa yang terlibat dalam proses belajar, maka
akan tampak kegiatannya dalam menjelajah, mencari, mempertanyakan
sesuatu, menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola, dan
menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif.
3) Cenderung memberikan perhatian yang lebih besar.
Perhatian dapat berarti peningkatan aktivitas mental terhadap suatu
rangsangan tertentu. Seorang siswa yang memiliki perhatian terpusat, berarti
siswa tersebut memiliki kemampuan memberi perhatian secara khusus
19 terpengaruh kondisi dan situasi yang tidak mendukungnya. Bahkan siswa
akan lebih aktif mencari apa yang menjadi pusat perhatiannya tersebut
meski di luar kelas/sekolah. Perhatian dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
rangsangan dan individu/seseorang. Dari faktor rangsangan berupa
intensitas, daya tarik, keteraturan maupun tanda atau isyarat. Sedangkan dari
faktor individu antara lain harapan, dan pengalaman.
b. Cara menumbuhkan minat
Minat bermanfaat sebagai pendorong yang kuat, dalam tercapainya prestasi
siswa. Kegiatan belajar yang diminati, akan diperhatikan secara terus menerus
oleh siswa, yang juga disertai rasa senang dan pada akhirnya ada rasa puas. Meski
minat bukan suatu hal yang hakiki, tetapi dengan adanya minat setidaknya siswa
terbantu memahami pelajaran dengan mudah dan akan tersimpan lama.
Pemaparan di atas, ditunjukkan betapa pentingnya seorang guru untuk
menumbuhkan minat belajar pada diri siswa. Minat belajar tidak dapat
ditumbuhkan dari orang lain, tetapi harus ditumbuhkan dari dalam diri siswa.
Orang lain hanya memperkuat menumbuhkan dan memelihara minat yang
dimiliki seseorang.
Menurut Slameto (2010: 180), cara yang paling efektif membangkitkan
minat adalah:
1. Menggunakan minat siswa yang telah ada.
20 Hal tersebut tercapai jika guru memberikan informasi kepada siswa
hubungan pengajaran dengan pengajaran sebelumnya, menguraikan
manfaatnya di masa mendatang serta menghubungkannya dengan apa yang
sudah diketahui siswa. Hal senada, diungkapkan oleh Sanjaya (2008: 288)
bahwa untuk menarik minat siswa guru harus mampu:
1. Menghubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan
kebutuhan siswa. Minat tumbuh saat siswa dapat menangkap
bahwa materi berguna bagi kehidupannya.
2. Menyesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan
kemampuan siswa. Materi yang sulit/jauh dari pengalaman dapat
menimbulkan kegagalan siswa dalam belajar.
3. Menggunakan model atau strategi secara bervariasi misal diskusi,
dan eksperimen.
2.1.5 Keaktifan Siswa
a. Pengertian keaktifan
Menurut Riyanto (2008: 76), keaktifan siswa sebagai primus motor, motor
utama dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar. Siswa dituntut
untuk selalu aktif memproses dan mengolah secara perlahan bahan belajarnya.
Untuk dapat memproses secara efektif siswa dituntut untuk aktif secara fisik,
intelektual dan emosional.
Menurut Silberman (dalam Utami, 2010: 12) saat belajar aktif, para siswa
21 memecahkan permasalahan dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Siswa
terlibat secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik seperti harus
mendengar, melihat menjawab pertanyaan dan mendiskusikannya dengan orang
lain. Siswa mengambil tanggung jawab besar dalam belajarnya sendiri. Hal inilah
yang akan meningkatkan daya serap mereka terhadap materi yang sedang
dipelajarinya. Apabila dalam menerima pelajaran siswa melibatkan diri secara
aktif, maka kesan yang diperoleh akan dipikirkannya, diolah dan dikeluarkan
dalam bentuk yang berbeda (Slameto, 2010: 36).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, bisa dikatakan bahwa keaktifan
belajar merupakan suatu bentuk kegiatan yang melibatkan fisik, mental/intelektual
dan emosional dalam belajar yang dapat ditandai dengan menjawab, berdiskusi,
mendengar dengan penuh perhatian dan lain-lain sehingga pada akhirnya siswa
akan lebih mudah dalam menyerap atau memahami materi.
b. Indikator keaktifan
Semua metode pembelajaran pada dasarnya mengandung unsur keaktifan
dalam diri siswa, meski kadarnya berbeda-beda. Hal ini dikarenakan ada kegiatan
belajar yang kadar keaktifan siswa tinggi dan ada yang rendah. Menurut Uno dan
Muhamad (2011: 38), keaktifan belajar dapat muncul dalam berbagai bentuk,
seperti mendengarkan saat guru ceramah, berdiskusi dengan teman sekelas, atau
memikirkan cara untuk memecahkan soal.
Ada keaktifan yang mudah diamati dan ada yang sangat sulit diamati.
22 untuk mencapai maksud tersebut perlu keterlibatan langsung berbagai bentuk
keaktifan fisik. Mc Keachie (dalam Dimyati dan Mujiono, 2006: 45) menyatakan
keaktifan dapat diwujudkan dalam:
a. Gerak belajar dinamis
Gerak belajar dinamis tampak pada kegiatan siswa untuk menggunakan
alat indera sebanyak mungkin dalam pembelajaran, seperti misalnya saat
siswa melakukan percobaan mengidentifikasi sifat zat cair. Siswa tidak
hanya menggunakan telinga untuk mendengar penjelasan guru atau mata
untuk melihat bentuk air tersebut, tetapi menggunakan seluruh indera yang
mampu mereka gunakan untuk mengidentifikasi sifat zat cair tersebut.
Selain itu, belajar yang dinamis mampu menggerakkan otak siswa untuk
menggali ide-ide dalam pemecahan masalah dan mengungkapkannya.
b. Selalu ingin tahu
Dalam masa perkembangannya setiap siswa memiliki rasa ingin tahu
(curiosity) akan segala sesuatu di sekitarnya. Rasa keingintahuan ada, karena terdapat hal-hal yang belum mereka ketahui, yang mendorong
mereka terlibat dalam suatu proses belajar yang diwujudkan dengan sering
bertanya, mengungkapkan pendapat untuk mencari kebenaran dll.
c. Hidup sosial
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial, yang mana selalu
membutuhkan bantuan orang lain. Demikian dalam belajar, siswa harus
berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah guru,
23 Indikator yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah indikator M.
Kechie yang telah diuraikan di atas.
2.1.6 Kemampuan Menyusun Hipotesis a. Ketrampilan proses IPA
Memahami IPA berarti lebih dari hanya mengetahui fakta dalam IPA.
Memahami IPA berarti juga memahami proses yaitu memahami bagaimana
mengumpulkan fakta, kemudian menghubungkannya dan
menginterpretasikannya. Proses yang dilakukan para ilmuwan dalam usaha
memahami alam semesta ini disebut ketrampilan proses IPA. Menurut Iskandar
(2001: 60) ketrampilan proses IPA terbagi menjadi 2, yaitu:
a) Ketrampilan Proses Dasar, meliputi : Observasi, Klasifikasi, Pengukuran,
Komunikasi, Inferensi, dan Prediksi.
b) Ketrampilan Proses Terintegrasi, meliputi : Merumuskan hipotesis,
Variabel-variabel, Definisi operasional, Eksperimen, Interpretasi data.
b. Kemampuan menyusun hipotesis
Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada kemampuan menyusun
hipotesis. Sanjaya (2008: 307), mengemukakan bahwa hipotesis adalah jawaban
sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sedangkan Iskandar (2001: 6)
berpendapat bahwa, menyusun hipotesis adalah menyusun suatu pernyataan
24 untuk masalah. Hipotesis ini bersifat tentatif dan dapat diuji apakah hipotesis
dapat diterima atau ditolak.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menyusun hipotesis adalah
kemampuan membuat dugaan atau jawaban sementara berupa pernyataan dari
suatu masalah yang sedang dikaji, yang nantinya dapat diterima atau ditolak
setelah dilakukan pengujian.
Hipotesis ini berguna sebagai penuntun, dan pemberi arah dalam penelitian
yang dilakukan siswa. Hipotesis biasanya dinyatakan dalam pertanyaan untuk
kelas rendah, dan dinyatakan dalam pernyataan untuk kelas atas Sekolah Dasar.
Menurut Sanjaya (2006: 202) langkah efektif mengembangkan kemampuan
menyusun hipotesis pada anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan
yang dapat mendorong siswa merumuskan berbagai perkiraan jawaban, dan
kemudian membiarkan mereka melakukan eksplorasi obyek-obyek nyata.
Perkiraan yang disusun sebagai hipotesis berlandas pada pemikiran yang kokoh,
bersifat rasional dan logis.
2.1.7 Prestasi Belajar
a. Pengertian prestasi belajar
Prestasi belajar terdiri atas 2 kata yaitu prestasi dan belajar. Arifin (2009:
25 dimiliki seseorang (Sukmadinata, 2009: 102). Sedangkan belajar menurut
Mulyasa (2007: 189), pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukan
individu untuk memenuhi kebutuhan, yang menghasilkan perubahan dalam
dirinya.
Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia edisi keempat (2008: 1101),
prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka yang diberikan guru. Menurut Hamalik (2005: 154-161), hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.
Setelah menelusuri uraian di atas, dapat dipahami bahwa prestasi belajar
siswa adalah hasil usaha atau taraf kemampuan yang dicapai siswa sebagai bukti
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan dalam suatu mata pelajaran dalam
bentuk nilai angka tes.
Prestasi belajar bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi hasil
berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Mulyasa (2007: 190) menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain:
1. Faktor eksternal
Faktor eksternal dapat digolongkan menjadi faktor sosial dan
nonsosial. Faktor sosial terkait hubungan antarmanusia yang terjadi dalam
berbagai situasi sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman dan
masyarakat. Di sekolah, faktor keterlibatan dan peranan guru sangat
penting dalam hal efektivitas pengelolaan bahan, lingkungan, media,
26 alam dan fisik seperti keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas, dan
buku-buku sumber.
2. Faktor internal
Faktor internal digolongkan menjadi 2 faktor yaitu faktor fisiologis,
yang menyangkut keadaan jasmani/fisik individu dan faktor psikologis,
yang menyangkut keadaan dari dalam diri seperti intelegensi, minat, sikap
dan motivasi.
Lebih lanjut, Mulyasa (2007: 194) menjabarkan fungsi dari prestasi belajar
ini sebagai berikut:
1) Menjadi indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai siswa.
2) Menjadi lambang tendensi keingintahuan, yang menjadi kebutuhan umum
manusia.
3) Menjadi bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
4) Menjadi indikator intern (tingkat produktivitas) dan ekstern (tingkat
kesuksesan) institusi pendidikan.
5) Menjadi indikator kecerdasan (daya serap) siswa dalam proses
pembelajaran.
b. Cara mengukur prestasi belajar
Penguasaan hasil belajar siswa tampak dari perilaku, baik perilaku dalam
bentuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan berpikir maupun ketrampilan
motorik. Alat untuk mengukur penguasaan hasil belajar ini, disebut tes hasil
27 digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru
kepada siswa-siswanya atau dosen kepada para mahasiswa dalam jangka waktu
tertentu (Purwanto, 2009: 33).
Hal ini senada dikemukakan oleh Suprananto dan Kusaeri (2012: 7), tes
prestasi dirancang untuk mengukur pengetahuan dan ketrampilan seorang individu
pada suatu materi yang telah dipelajari atau diajarkan. Dengan kata lain, tes ini
lebih terkait dengan program spesifik suatu tujuan pembelajaran. Tes prestasi
biasanya dibuat oleh guru sendiri (teacher made test) dalam bentuk tes lisan atau tes tertulis. Tes tertulis dibagi menjadi 2 yaitu tes objektif atau short answer test, ialah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tes dapat dinilai objektif,
dinilai oleh siapapun menghasilkan skor yang sama. Bentuk soal ini beragam
antara lain bentuk melengkapi, mengisi titik-titik, benar salah, pilihan ganda dan
menjodohkan. Sedang tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tertulis, membutuhkan jawaban berupa karangan atau rangkaian kalimat yang panjang.
Dalam penelitian ini, kedua jenis tes tertulis tersebut digunakan dan dibuat
oleh peneliti yang bertindak sebagai guru. Tes obyektif/pilihan ganda terdiri dari
15 soal untuk mengukur kognitif produk yang dibataskan untuk prestasi belajar.
Sedang tes bentuk essay terdiri atas 5 soal untuk mengukur kognitif proses yaitu kemampuan menyusun hipotesis.
2.2 Penelitian yang Relevan
Metode penemuan telah banyak digunakan untuk pembelajaran IPA mulai
28 meningkatkan pemahaman konsep belajar siswa. Berikut ini dipaparkan beberapa
penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya:
1. Utaminingsih (2008), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode
penemuan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi, minat
dan keaktifan siswa kelas X SMA Bopkri II. Hal ini dibuktikan dengan
hasil perhitungan terhadap prestasi antara kelompok kontrol dan
penelitian, dimana t hitung > dari t tabel yakni 2,296 > 2,021, yang
berarti pada kelompok eksperimen ada peningkatan secara signifikan.
Sedang minat, berdasar kriteria yang ditetapkan, kelompok eksperimen
berada pada kriteria „tinggi‟ yakni 47,62% dan kelompok kontrol berada
pada kriteria „sedang‟ 42,86%. Adapun keaktifan juga tampak pada
kelompok kontrol dimana berada pada kriteria „kurang aktif‟ yakni
66,67% sedangkan kelompok eksperimen pada kriteria „aktif‟ yakni 52,
38%.
2. Utami (2011), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode
penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD
N Nyamplung Gamping Sleman tahun ajaran 2010 / 2011 dalam mata
pelajaran IPA khususnya pada materi sifat benda dan perubahan wujud.
Peningkatan nilai rata-rata pemahaman dan unjuk kerja siswa tampak di
akhir siklus 1 dan siklus 2. Peningkatan juga terjadi dari persentase siswa
yang mencapai KKM dari siklus 1 sebesar 64,7% dan siklus 2 sebesar
29 Berdasar penelitian sebelumnya, metode penemuan terbukti efektif dalam
pembelajaran. Melihat masih sedikitnya penelitian yang meneliti tentang
perbedaan penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terutama
terhadap kemampuan menyusun hipotesis, maka peneliti mencoba
menyelidikinya melalui penelitian ini.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA di SD bertujuan mengembangkan pengetahuan,
pemahaman konsep-konsep serta ketrampilan proses IPA. Untuk mencapai tujuan
itu, diperlukan suatu metode mengajar yang berprinsip pada tingkat
perkembangan siswa, sosialisasi siswa, organisasi bahan ajar, keterlibatan dan
minat siswa.
Metode penemuan merupakan metode inovatif yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran IPA. Metode ini memberikan kesempatan siswa menemukan sendiri
pengetahuannya dengan mengeksplorasi benda konkret. Metode ini juga mampu
mengembangkan minat siswa karena pelajaran dikaitkan dengan pengalaman dan
kebutuhan siswa. Di samping itu, konsep yang diajarkan sesuai perkembangan
siswa bergerak dari konkret ke abstrak, dan dalam situasi yang menyenangkan.
Tingginya minat siswa dalam mempelajari IPA, akan mendorong siswa terlibat
untuk semakin mendalaminya. Siswa tidak akan aktif secara fisik saja, tetapi juga
aktif secara kognitif karena siswa berbuat dan berpikir, yang dalam hal ini
ketrampilan proses kemampuan menyusun hipotesis. Besarnya minat, keaktifan,
dan kemampuan siswa berhipotesis akan berdampak pada prestasi belajar siswa.
30 keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis dan prestasi belajar di kelompok
eksperimen yang menerapkan metode penemuan akan lebih tinggi daripada di
kelompok kontrol yang tidak menerapkan metode penemuan, yakni menggunakan
metode ceramah.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1) Ada perbedaan yang signifikan minat siswa antara yang menerapkan
3) Ada perbedaan yang signifikan kemampuan menyusun hipotesis siswa
antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menggunakan
metode ceramah pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir
pada semester genap 2010/2011.
4) Ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa yang menerapkan
metode penemuan dengan yang menggunakan metode ceramah pada mata
pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester genap
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode
eksperimen sebenarnya yaitu tipe pretest postest control group design (Sugiyono, 2010: 112). Design penelitian ini sebagai berikut:
R B O1 X1 O2
X2 : Perlakuan Metode Ceramah
O1, O3 : Observasi 1 (pre test PG dan essai, minat awal)
O2, O4 : Observasi 2 (post test PG dan essai, minat akhir)
Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan khusus yaitu
metode penemuan, sedang kelompok kontrol sebagai kelompok pembanding yang
diberi perlakuan seperti biasanya yaitu metode ceramah. Untuk tujuan
eksperimentasi, ada sejumlah subyek yang harus dibagi menjadi dua kelompok,
yang akan diperlakukan berbeda kemudian diperbandingkan. Sistem yang
32 penempatan subyek ke dalam kelompok sedemikian rupa sehingga untuk setiap
kali penempatan, setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk
ditempatkan di kelompok manapun (Furchan, 2007: 346). Kelompok-kelompok
tersebut dapat dianggap secara statistik sepadan (statiscally ekuivalent).
Demikian pula dalam penelitian ini, dari 28 siswa kelas VI, penempatan
siswa dilakukan secara acak dengan undian, menjadi kelompok VI B sebagai
kelompok eksperimen dan VI A sebagai kelompok kontrol masing-masing
berjumlah 14 siswa. Sebelumnya kedua kelompok ini diberikan pre test pilihan ganda dan essai, lembar kuesioner minat IPA umum dan spesifik yang sama. Hal
ini untuk mengetahui keadaan awal, apakah ada perbedaan di antara keduanya
atau tidak. Dalam pembelajaran, juga dilakukan observasi untuk melihat keaktifan
mereka. Setelah beberapa kali pembelajaran, kemudian diberikan kembali post
test pilihan ganda dan essai, lembar kuesioner minat IPA umum dan spesifik terhadap kedua kelompok untuk melihat hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2010: 117), yang dimaksud populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDK
Minggir yang berjumlah 28 siswa, terletak di dusun Minggir III, Sendangagung,
Minggir, Sleman, Yogyakarta. Tempat penelitian ini dipilih karena lokasi yang
cukup dekat dengan peneliti, sekaligus menjadi tempat Praktek Penelitian
33 Sedangkan, pengertian sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010: 118). Sampel dalam
penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yaitu kelas VI
B dan kontrol yaitu VI A, masing-masing berjumlah 14 siswa yang diambil secara
acak.
3.3 Variabel Penelitian a. Jenis variabel
Berdasarkan Sugiyono (2010: 60-61), variabel penelitian adalah suatu atribut
atau sifat, nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada lima, yaitu:
1) Variabel independen (bebas) adalah varibel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan metode
pembelajaran, yaitu metode penemuan dan metode ceramah.
2) Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah minat, keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis
34 Variabel-variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 3.1 Variabel Penelitian
b. Kontrol Variabel
Ciri suatu penelitian eksperimen adalah manipulasi, kontrol
(pengendalian) variabel dan observasi (pengamatan). Manipulasi adalah suatu
tindakan yang sengaja diberikan atau disebut juga perlakuan. Observasi adalah
pengamatan keadaan awal dan akhir sesudah perlakuan. Sedang kontrol variabel Minat
Keaktifan Metode
Pembelajaran
(metode penemuan dan metode ceramah)
Kemampuan menyusun
hipotesis
35 merupakan memisahkan variabel-variabel asing yang dapat mempengaruhi hasil
perlakuan (variabel terikat).
Dalam penelitian ini, kontrol variabel tidak dapat dilakukan sepenuhnya.
Penempatan ke dalam kelompok melalui pengundian yang dilakukan peneliti,
dimaksudkan untuk mengendalikan perbedaan antar subyek (siswa) seperti
kecerdasan, sejarah, kematangan dan lain-lain. Selain itu yang dibuat sama atau
dikendalikan adalah pokok bahasan atau materi, tes dan waktu selama
pembelajaran.
Variabel yang tidak dikontrol dalam penelitian ini adalah guru. Kelompok
eksperimen diajar oleh peneliti, sedang kelompok kontrol diajar oleh guru mitra.
Hal ini dikarenakan peneliti lebih menguasai RPP tentang metode penemuan yang
dibuat, sedang guru mitra tidak. Tetapi dengan bekal pengalaman yang lebih
banyak, guru mitra dianggap lebih berkompeten. Bila hasil kelompok eksperimen
ternyata lebih baik daripada hasil kelompok kontrol, dengan perbedaan
pengalaman yang cukup jauh antara guru dan peneliti, maka faktor ini adalah
karena metode pembelajaran bukan karena faktor guru.
Dengan demikian, perbedaan minat, keaktifan, kemampuan menyusun
hipotesis dan prestasi belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
hanya disebabkan oleh karena perlakuan metode pembelajaran yang diterapkan,
36
3.4 Definisi Operasional
1. Metode penemuan adalah metode pembelajaran yang memberikan
kesempatan siswa mendapatkan pengalaman langsung, dengan
mengeksplorasi atau memanipulasi benda-benda konkret di sekitar
siswa, untuk mencari dan menemukan sendiri fakta maupun konsep.
2. Minat belajar adalah kecenderungan untuk menyenangi atau tidak
suatu hal, obyek, atau aktivitas belajar. Dalam hal ini yang dimaksud
hal atau obyek adalah mata pelajaran IPA, sedang aktivitas yang
dimaksudkan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sehubungan
karakteristik mata pelajaran IPA tersebut.
3. Keaktifan adalah aktivitas yang dilakukan siswa tidak hanya
melibatkan fisik, tetapi juga emosi dan pikirannya dalam suatu
pembelajaran, yang terwujud dengan mau bertanya, diskusi,
berpendapat dll.
4. Ketrampilan proses IPA adalah kegiatan-kegiatan dalam belajar IPA
yang meliputi ketrampilan proses dasar dan terintegrasi.
5. Kemampuan menyusun hipotesis adalah kemampuan membuat
jawaban sementara dalam bentuk pernyataan mengenai suatu masalah,
di mana pernyataan bisa benar dan bisa salah, terbukti bila sudah
melakukan pembuktian.
6. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah belajar yang
37
3.5 Instrumen Penelitian
Menurut Margono (2010: 155), instrumen sebagai alat pengumpul data
harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan
data empiris sebagaimana adanya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ada 2 macam, yaitu:
a. Instrumen Perlakuan
Merupakan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan metode
pembelajaran. Instrumen ini berupa perangkat pembelajaran baik di kelompok
eksperimen dan kontrol. Adapun yang termasuk perangkat pembelajaran tersebut
adalah:
1). Silabus
Merupakan garis-garis besar bahan mata pelajaran dan kegiatan mengajar
untuk kelas tertentu. Silabus memuat terutama tentang identitas sekolah, standar
kompetensi, kompetensi dasar, kegiatan dan indikator keberhasilan. Silabus yang
dibuat baik di kelompok eksperimen dan kontrol adalah sama yaitu mengenai SK
7 dan KD 7.2.
2). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Merupakan urutan kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran
dalam satu topik bahasan, berdasar penjabaran dari silabus. RPP yang digunakan
di kelompok eksperimen dibuat oleh peneliti, dengan metode penemuan. Kegiatan
38 membimbing anak berpikir, bertanya, menjawab, membuktikan dan
menyimpulkannya. Dengan kata lain, siswa sendiri yang aktif, guru hanya
membantu mereka menemukan konsep kelistrikan dari kegiatan percobaan yang
dilakukan secara berkelompok.
Sedangkan, RPP di kelompok kontrol dibuat oleh guru mitra sendiri
dengan metode ceramah. Secara garis besar, pelaksanaan metode ini menuntut
siswa hanya mendengarkan, dan mencatat dari awal sampai akhir tanpa
melakukan percobaan.
3). Lembar Kerja Siswa
LKS hanya ada di kelompok eksperimen, berupa langkah-langkah
kegiatan percobaan yang harus dilakukan siswa secara kelompok.
b. Instrumen Pengukuran
Merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian,
berupa :
1). Tes tertulis
Lembar tes tertulis ini ada 2 macam yaitu tes berbentuk pilihan ganda yang
terdiri 15 soal untuk mengukur prestasi belajar, dan tes berbentuk essai yang
terdiri 5 soal untuk mengukur kemampuan menyusun hipotesis. Kedua jenis tes
ini diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran untuk kelompok eksperimen dan