• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis dan prestasi belajar pada mata pelajaran IPA di SD Kanisius Minggir - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis dan prestasi belajar pada mata pelajaran IPA di SD Kanisius Minggir - USD Repository"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN METODE PENEMUAN DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP MINAT, KEAKTIFAN, KEMAMPUAN MENYUSUN HIPOTESIS DAN PRESTASI BELAJAR

PADA MATA PELAJARAN IPA DI SD KANISIUS MINGGIR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Sugiyem

NIM : 081134082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN METODE PENEMUAN DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP MINAT, KEAKTIFAN, KEMAMPUAN MENYUSUN HIPOTESIS DAN PRESTASI BELAJAR

PADA MATA PELAJARAN IPA DI SD KANISIUS MINGGIR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Sugiyem

NIM : 081134082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

MOTTO

Ketekunan membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi

mungkin, membuat kemungkinan menjadi kemungkinan besar,

kemungkinan besar menjadi kemungkinan pasti

”.

(

Robert Half

)

“ Janganlah khawatir tentang apapun, teruslah berdoa untuk

semuanya, bersyukurlah untuk apapun

”.

(8)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

1.

Allah yang penuh Kasih, yang selalu menuntunku dalam segala hal.

2.

Alm. Bapakku Markus Umar Marsudi, dan Alm. Kakakku Katarina Ngatinah

yang kukasihi.

3.

Ibu serta kakak-kakakku semua yang selalu membimbing, membantu dan

mensupport.

4.

Para pengajar, yang mendidik dengan sabar.

(9)

viii

ABSTRAK

Perbedaan Pengaruh Penerapan Metode Penemuan dengan Metode Ceramah terhadap Minat, Keaktifan, Kemampuan Menyusun Hipotesis dan

Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran IPA di SD Kanisius Minggir

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis dan prestasi belajar siswa kelas VI SDK Minggir Yogyakarta pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran IPA sub pokok bahasan rangkaian listrik sederhana.

Desain penelitian ini adalah eksperimen sebenarnya tipe pretest postest control group design. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDK Minggir yang terbagi dalam 2 kelompok masing-masing sebanyak 14 siswa, baik sebagai kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Instrumen penelitian berupa 20 item pernyataan minat dengan skala Likert untuk mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran IPA baik secara umum maupun spesifik KD, 8 item untuk pengamatan keaktifan, 5 soal essai untuk mengukur kemampuan menyusun hipotesis dan 15 soal pilihan ganda untuk mengukur prestasi belajar. Analisis data dilakukan dengan membandingkan mean pre test dan post test, serta membandingkan rata-rata kenaikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan T-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) ada perbedaan yang signifikan minat siswa terhadap mata pelajaran IPA spesifik KD antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,037 (< 0,05). 2) Ada perbedaan yang signifikan keaktifan siswa antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, yang ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (<0,05). 3) Ada perbedaan yang signifikan kemampuan menyusun hipotesis siswa antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, ditunjukkan dengan harga sig (2-tailed) sebesar 0,014 (<0,05). 4) Ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah, ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,048 (<0,05).

(10)

ix

ABSTRACT

The Difference in the Effect of Implementing the Discovery Method and Teacher’s Talk Method on Students Interest, Involvement, Ability to Formulate Hypothesis and Achievement in Science Course in SDK Minggir

This research was conducted to identify the difference in the effect of

implementing the discovery method and teacher’s talk method in students interest,

involvement, ability to formulate hypothesis and achievement on the second semester of the sixth grade students 2011/2012 in SDK Minggir in electricity topic.

The design of the research was a true experiment, pretest and postest control group type. The research subjects were the sixth grade students of SDK Minggir which were divided into 2 groups each consisted of 14 students, as experimental group and control group. The research instruments were 20 item of interest statement using Likert scale to measure the students interest in universal and specific science. 8 items were to observe involvement, 5 essay tests to measure hypothesis formulating skill, and 15 multiple choices to measure learning achievement. Data analysis was done by comparing the mean of pre test and post test, the average of the increasing of experimental group and control group using T test.

The result of the research revealed that 1) there was a significant difference in the interest of the students in science especially about electricity (spesific in science) between using discovery method with using teacher’s talk method, was showed by the sig (2-tailed) 0,037 (or < 0,05). 2) There was a significant difference on the students involvement between discovery method implementation with teacher’s talk method implement, was showed by the sig (2-tailed) 0,000 (or < 0,05). 3) There was a significant difference in the students ability to formulate hypothesis between discovery method implementation with

teacher’s talk method implementation, was showed by the sig (2-tailed) 0,014 (or < 0,05). 4) There was a significant difference the achievement of the students between discovery method implementation with teacher’s talk method too, showed by the sig (2-tailed) 0,048 (or < 0,05).

(11)

x

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Allah Yang Maha Baik atas limpahan berkat dan karuniaNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi. Pembuatan skripsi yang

berjudul Perbedaan Pengaruh Penerapan Metode Penemuan dengan Metode

Ceramah terhadap Minat, Keaktifan, Kemampuan Menyusun Hipotesis dan

Prestasi Belajar pada Mata pelajaran IPA kelas VI di SD Kanisius Minggir,

bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana pendidikan dari

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis menyadari bahwa dalam

penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik yang terlibat

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., sebagai Dekan FKIP.

2. Romo Gregorius Ari Nugrahanta SJ. S.S., BST, M.A., selaku Ketua

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan

izin penelitian.

3. Drs. A. Atmadi, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh

kesabaran telah membimbing dan memberi saran serta masukan berharga

bagi penulis dalam penyelesaian tugas ini.

4. Elga Andriana, S.Psi., M. Ed., selaku dosen pembimbing II yang dengan

(12)

xi

5. Ch. Kusumastuti, S.Pd SD., selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Minggir,

Sleman Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian

di sekolah yang Ibu pimpin.

6. Suprapti, Am. Pd., selaku guru kelas VI SD Kanisius Minggir yang

memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian di kelas VI.

7. Segenap dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang penuh kesabaran

dalam mendidik dan membimbing penulis selama menempuh kuliah,

sehingga penulis mendapat ilmu dan nilai-nilai kehidupan yang berharga

untuk masa depan penulis.

8. Segenap teman-teman kelas A, teman seperjuangan dalam penelitian ini,

serta teman-teman PPL, atas kerjasama, saran dan bantuannya selama ini.

9. Keluargaku, Ibu Marsudi, Mas Sandi dan Mbak Nik, Mas Sarji dan Mbak

Sinta, Mas Bernadus dan Mbak Ayu, serta mas Edi dan Mbak Warni yang

selalu memberikan bantuan moril, materi dan spirituil kepada penulis

sehingga skripsi ini selesai pada waktunya.

10.Segenap siswa kelas VI SD Kanisius Minggir yang bersedia menjadi

subyek penelitian.

11.Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu, yang telah

turut membantu terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah Yang Maha Pemurah yang membalas kebaikan kalian. Penulis

sadar bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis

(13)

xii

agar skripsi ini menjadi lebih baik dan berguna bagi siapa saja. Akhir kata, terima

(14)

xiii

DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI v

HALAMAN MOTTO vi

HALAMAN PERSEMBAHAN vii

ABSTRAK viii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 4

1.3Tujuan Penelitian 5 1.4Manfaat Penelitian 6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teoritis 7

2.1.1 Metode Penemuan 7

2.1.2 Metode Ceramah 10

2.1.3 Pembelajaran IPA SD 11

2.1.4 Minat Siswa 15

(15)

xiv BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 31

3.2 Populasi dan Sampel 32 3.3 Variabel Penelitian 33 3.4 Definisi Operasional 36 3.5 Instrumen Penelitian 37

3.6 Uji Validitas 40

3.7 Teknik Analis Data 41

3.8 Jadwal Penelitian 46

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Minat siswa 47

4.2 Keaktifan siswa 54

4.3 Kemampuan menyusun hipotesis 57 4.4 Prestasi belajar siswa 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 67

5.2 Saran 68

(16)

xv

Tabel 3.4 Jadwal kegiatan penelitian 46

Tabel 4.1 Rangkuman data minat IPA secara umum kedua kelompok 47

Tabel 4.2 Rangkuman data minat IPA KD kedua kelompok 48

Tabel 4.3 Hasil uji normalitas data minat IPA umum dan KD 48

Tabel 4.4 Hasil uji perbandingan skor mean minat IPA awal 49

Tabel 4.5 Hasil uji perbandingan skor mean minat IPA awal ke minat akhir

pembelajaran 50

Tabel 4.6 Hasil uji perbandingan skor mean minat IPA akhir 51

Tabel 4.7 Rangkuman data keaktifan 54

Tabel 4.8 Hasil uji normalitas data keaktifan kedua kelompok 55

Tabel 4.9 Hasil uji perbandingan skor mean keaktifan akhir

selama pembelajaran di kedua kelompok 55

Tabel 4.10 Rangkuman data kemampuan menyusun hipotesis 57

Tabel 4.11 Hasil uji normalitas data pre tes dan pos tes kedua kelompok 58

Tabel 4.12 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes essai 58

Tabel 4.13 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes ke pos tes essai 59

Tabel 4.14 Hasil uji perbandingan skor mean pos tes essai 60

(17)

xvi

Tabel 4.16 Hasil uji normalitas data tes PG kedua kelompok 63

Tabel 4.17 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes PG kedua kelompok 63

Tabel 4.18 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes ke pos tes PG 64

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Tabulasi data ... 74-85

Lampiran 1. Tabulasi data minat IPA umum awal (Pre) kedua kelompok ... 74

Lampiran 2. Tabulasi data minat IPA umum akhir (Pos) kedua kelompok ... 75

Lampiran 3. Tabulasi data minat IPA KD awal (Pre) kedua kelompok ... 76

Lampiran 4. Tabulasi data minat IPA KD akhir (Pos) kedua kelompok ... 77

Lampiran 5. Tabulasi data keaktifan kel. Eksp. pert. 1 ... 78

Lampiran 6. Tabulasi data keaktifan kel. Kontrol pert.1 ... 79

Lampiran 7. Tabulasi keaktifan kel. Eksp. pert.2 ... 80

Lampiran 8. Tabulasi data keaktifan kel. Kontrol pert. 2 ... 81

Lampiran 9. Tabulasi data pre dan pos tes essai kel. Eksperimen ... 82

Lampiran 10. Tabulasi data pre dan pos tes essai kel. Kontrol ... 83

Lampiran 11. Tabulasi data pre PG kedua kelompok ... 84

Lampiran 12. Tabulasi data pos PG kedua kelompok ... ... 85

Lampiran II Perhitungan statistik ... 86-103 Lampiran 13. Uji normalitas minat IPA umum ... 86

Lampiran 14. Uji homogenitas minat IPA umum ... 87

Lampiran 15. Uji perbandingan skor pre ke pos minat IPA umum ... 88

Lampiran 16. Uji perbandingan pos IPA umum ... 89

Lampiran 17. Uji normalitas minat IPA KD ... 90

Lampiran 18. Uji homogenitas minat IPA KD ... 91

Lampiran 19. Uji perbandingan skor pre ke pos minat IPA KD ... 92

Lampiran 20. Uji perbandingan skor minat pos IPA KD... 93

(20)

xix

Lampiran 22. Uji perbandingan pos keaktifan kedua kelompok ... 95

Lampiran 23. Uji normalitas data kemampuan menyusun hipotesis ... 96

Lampiran 24. Uji homogenitas data skor essai ... 97

Lampiran 25. Uji perbandingan skor pre ke pos tes essai ... 98

Lampiran 26. Uji perbandingan pos tes essai kedua kelompok ... 99

Lampiran 27. Uji normalitas data prestasi belajar ... 100

Lampiran 28. Uji homogenitas data prestasi belajar ... 101

Lampiran 29. Uji perbandingan skor pre ke pos tes PG ... 102

Lampiran 30. Uji perbandingan pos tes PG kedua kelompok ... 103

Lampiran III Perangkat pembelajaran ... 104-141 Lampiran 31. Silabus kelompok eksperimen ... 104

Lampiran 32. Silabus kelompok kontrol ... 107

Lampiran 33. RPP kelompok ekspeirmen pert. 1 dan 2 ... 109

Lampiran 34. RPP kelompok kontrol pert. 1 dan 2 ... 116

Lampiran 35. Contoh LKS yang sudah diisi pert.1 dan 2 kel. Eksperimen .... 120

Lampiran 36. Contoh pretes/postes yang sudah diisi siswa ... 128

Lampiran 37. Kunci jawaban tes pilihan ganda dan rubrik essai... 136

Lampiran 38. Contoh lembar minat yang sudah diisi siswa di kel. Eks Kon... 138

Lampiran IV Foto-foto ... 142-144 Lampiran 39. Foto kegiatan di kelompok eksperimen ... 142

Lampiran 40. Foto kegiatan di kelompok kontrol ... 144

Lampiran V Surat-surat ... 146-151 Lampiran 41. Surat izin melakukan penelitian ... 146

Lampiran 42. Surat telah melakukan penelitian ... 147

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar, harus

mengetahui prinsip dalam tugas mengajarnya tersebut. Prinsip mengajar

merupakan pokok pikiran yang harus mendasari kegiatan pengajaran (Tanlain,

2009: 23). Beberapa prinsip tersebut antara lain: prinsip pertama adalah

pertumbuhan dan perkembangan siswa. Artinya bahwa guru hendaknya menuntun

siswa dalam belajar sehingga mampu mengembangkan dirinya sendiri. Prinsip

kedua adalah kegiatan siswa, artinya bahwa guru hendaknya mengatur dan

mendorong siswa melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa memperoleh

pengalaman untuk membentuk pengetahuan.

Prinsip ketiga adalah minat siswa, artinya guru hendaknya mampu

merangsang perhatian dan minat siswa selama belajar. Kemudian prinsip keempat

adalah sosialisasi siswa, yang berarti bahwa guru hendaknya mendorong siswa

saling membantu, bekerjasama sehingga menjadikan kelas hidup. Terakhir adalah

prinsip organisasi bahan ajar, di mana guru hendaknya menyajikan bahan ajar

secara logis, konkret dan sistematik. Prinsip-prinsip ini harus diperhatikan dalam

rangka mewujudkan tujuan belajar dan hasil belajar yang optimal. Pendidikan di

Indonesia akhir-akhir ini cukup merosot. Salah satu penyebabnya karena proses

(22)

2 Seperti halnya yang terjadi pada guru-guru di SD Kanisius Minggir. Paradigma

lama masih kuat tertanam dalam pelaksanaan pengajaran bahwa guru masih

menjadi sumber pertama dan utama dalam belajar siswa, dan semua hal yang

menentukan adalah guru. Paradigma ini tampak dari metode mengajar yang masih

banyak diterapkan yaitu metode ceramah, hampir di semua mata pelajaran.

Metode ceramah yang dilakukan terus menerus dari awal sampai akhir pelajaran,

jelas mengabaikan prinsip-prinsip mengajar di atas.

Dalam metode ceramah, siswa kurang berkembang karena guru selalu

menuntun dan mengarahkan, tidak ada kesempatan siswa untuk mencari dan

berpikir. Kegiatan siswa juga hanya duduk, mendengar, mencatat dan menghafal,

minat siswa dipandang sama oleh guru, jarang ada interaksi antar siswa dan

konsep yang diberikan abstrak. Kegiatan yang melelahkan dan menjenuhkan

tersebut, menjadikan sikap yang tertanam adalah sikap negatif terhadap

pengalaman belajarnya. Tidak ada rasa gembira, puas, bahkan antusias mengikuti

pelajaran, yang pada akhirnya gairah atau semangat untuk belajar lebih lanjut

menjadi padam. Tidak ada minat atau semangat tinggi dalam belajar berakibat

pula pada keterlibatan siswa yang rendah dalam kegiatan belajar di kelas, yang

pada akhirnya pula prestasi siswa pun cenderung buruk.

Pembelajaran IPA penting diajarkan di Sekolah Dasar karena diharapkan

siswa nantinya mampu mengenal alam sekitarnya, kemudian mengolah dan

melestarikan demi kehidupannya. Selain itu, siswa mampu mengembangkan

pengetahuan, konsep-konsep IPA serta ketrampilan proses untuk menyelidiki

(23)

3 pelajaran tersebut. Bila IPA diajarkan sebatas kumpulan fakta atau konsep yang

diberikan begitu saja, tanpa tahu bagaimana konsep terbentuk dan mengabaikan

pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam otak siswa, jelas juga melanggar

hakikat IPA itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi kewajiban guru untuk

menggunakan metode mengajar yang tepat sesuai karakteristik mata pelajaran,

yang tentu saja harus memperhatikan prinsip-prinsip mengajar.

Salah satu metode yang dapat memenuhi kelima prinsip di atas dalam mata

pelajaran IPA adalah metode penemuan. Metode penemuan merupakan metode

yang memberikan kesempatan siswa mencari dan menemukan sendiri

pengetahuannya melalui pengalaman langsung mengeksplorasi benda-benda

konkret di sekitarnya. Menemukan berarti siswa mencari dengan berpikir,

menebak-nebak kemudian menindaklanjuti hasil tebakannya. Guru hanya

berperan sebagai fasilitator dan membantu menyediakan benda-benda konkret

yang diperlukan.

Dalam penerapan metode penemuan, disajikan masalah-masalah dalam

kehidupan sehari-hari siswa dalam bentuk pertanyaan yang diberikan guru.

Melalui pertanyaan-pertanyaan ini pula, ketrampilan proses IPA siswa terutama

kemampuan menyusun hipotesis atau menyusun jawaban sementara dilatih.

Masalah dipecahkan bersama dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis kemudian

hipotesis itu dibuktikan melalui kegiatan percobaan. Dengan demikian siswa tidak

hanya aktif secara fisik melalui benda-benda konkret, tetapi juga kognitif serta

(24)

4 akan mampu pula meningkatkan derajat keaktifannya serta pada akhirnya

mempengaruhi hasil/prestasi belajarnya.

Dari pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atau

membuktikan apakah penerapan metode penemuan lebih baik atau lebih tinggi

daripada penerapan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan

menyusun hipotesis dan prestasi belajar khususnya siswa kelas VI di Sekolah

Dasar Kanisius Minggir.

1.2 Rumusan Masalah

Dilandasi latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut :

1) Adakah perbedaan yang signifikan minat siswa, antara yang menerapkan

metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah pada mata

pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester genap

2011/2012?

2) Adakah perbedaan yang signifikan keaktifan siswa, antara yang

menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah

pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester

genap 2011/2012?

3) Adakah perbedaan yang signifikan kemampuan menyusun hipotesis siswa,

(25)

5 metode ceramah pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir

pada semester genap 2011/2012 ?

4) Adakah perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa, antara yang

menerapkan metode penemuan dengan yang menerapkan metode ceramah

pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester

genap 2011/2012?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan

metode ceramah terhadap minat siswa pada mata pelajaran IPA siswa

kelas VI di SDK Minggir pada semester genap 2011/2012.

2. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan

metode ceramah terhadap keaktifan pada mata pelajaran IPA siswa

kelas VI di SDK Minggir pada semester genap 2011/2012.

3. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan

metode ceramah terhadap kemampuan menyusun hipotesis pada mata

pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester genap

2011/2012.

4. Mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode penemuan dengan

metode ceramah terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran IPA

(26)

6

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Manfaat yang dapat diambil peneliti dari penelitian ini adalah

bertambahnya pengalaman dalam menerapkan metode penemuan, serta

dapat mengetahui kelemahan metode ceramah khususnya dalam mata

pelajaran IPA.

2. Bagi Guru

Penelitian ini dapat menjadi inspirasi dalam menerapkan berbagai

metode pembelajaran yang tepat seperti metode penemuan yang bahkan

dapat diterapkan untuk materi pokok lain, kelas lain dan mata pelajaran

lainnya.

3. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengalaman yang bermakna dalam

pembelajarannya karena siswa sendiri yang berusaha menemukan sendiri

fakta maupun konsep, serta semakin menumbuhkan minat dan keaktifan

(27)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Metode Penemuan (Discovery) a. Pengertian metode penemuan

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus

pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama, dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2002:

37). Salah satu penerapan model ini adalah metode penemuan.

Menurut Uno dan Muhamad (2011: 98) metode penemuan merupakan

strategi pembelajaran di mana siswa didorong untuk menemukan sendiri

pengetahuan atau konsep baru. Selain itu, metode penemuan merupakan suatu

metode yang dapat mendorong siswa aktif dalam belajar.

Sedangkan Tanlain (2009: 36), menjelaskan bahwa metode discovery tidak lain merupakan kegiatan guru untuk menyediakan sumber bahan pelajaran dan

masalah yang harus diselesaikan siswa, dengan cara menemukan sendiri prinsip

atau hubungan antar bahan pelajaran dan masalah yang sebelumnya siswa tidak

ketahui. Tugas guru, hanya memberikan bantuan kepada siswa.

Metode discovery adalah metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung (Mulyasa, 2007: 110). Hal yang sama dikemukakan oleh

(28)

8 penemuan bila dalam pembelajaran siswa mengalami proses mental sedemikian

rupa sehingga mereka menemukan atau membangun sendiri konsep, prinsip atau

hukum.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan

adalah suatu upaya guru untuk membantu siswa belajar dengan memberikan

pengalaman langsung kepada siswa, sehingga siswa secara aktif menemukan

sendiri konsep, prinsip atau hukum dan guru hanya berperan sebagai fasilitator.

b. Langkah-langkah metode penemuan

Eggen dan Kauchak (2012: 137) menjelaskan tahapan pelaksanaan

metode penemuan ini sebagai berikut :

1. Tahap pengenalan (introduction phase).

Pada tahap 1, dimaksudkan guru mampu menarik perhatian siswa dan

memberikan kerangka konseptual sehingga siswa fokus pada topik yang

akan diajarkan. Hal ini dapat guru lakukan dengan banyak cara atau

berupa pernyataan/kalimat sederhana untuk mengarahkan alur pikir siswa.

2. Tahap membuka dan menutup (the open-ended phase).

Tahap 2 ini, dimaksudkan agar guru mampu mengajak siswa terlibat

dalam pembelajaran. Guru menyajikan contoh-contoh kepada siswa,

kemudian meminta siswa mengamati dan membandingkan contoh-contoh

tersebut. Kemudian guru bertanya, “ apa yang telah kamu amati...?, adakah

(29)

9

3. Tahap konvergen (the convergent phase).

Tidak jauh berbeda dengan tahap 2, tahap 3 dimaksudkan untuk

meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa. Guru meminta siswa

membuat pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik untuk membimbing

siswa memahami konsep atau generalisasi. Selain itu, siswa diminta

membuat jawabannya, yang nantinya akan dibuktikan siswa sendiri.

4. Tahap penutup dan penerapan (closure and application).

Guru membimbing siswa untuk mendefinisikan konsep atau

pernyataan dari generalisasi, dan siswa menerapkan pemahamannya

tersebut dalam konteks yang baru.

c. Kelebihan dan kekurangan metode penemuan

Bruner dalam Suwandi dkk (2005: 42), menjelaskan bahwa kekuatan

metode discovery adalah (1) mengembangkan potensi intelektual, (2) mengembangkan motivasi, (3) mempelajari proses discovery, dan (4)

memperbesar daya ingat. Selain itu Suryosubroto (2002: 200) menambahkan

kelebihan metode ini adalah (1) mengembangkan ketrampilan dan proses kognitif

siswa, (2) siswa belajar sesuai kemampuan masing-masing, (3) mendorong siswa

terlibat, (4) menambah rasa percaya diri siswa, serta (5) membantu

perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan

kebenaran akhir.

Adapun yang menjadi kelemahan metode ini adalah waktu yang dibutuhkan

(30)

10 guru sedang membantu siswa lain, serta akan adanya monopoli dari siswa yang

pandai.

2.1.2 Metode Ceramah

a. Pengertian metode ceramah

Menurut Tanlain (2009: 48), metode ceramah ialah suatu cara mengajar

dengan menyajikan poin-poin bahan pelajaran berupa informasi, konsep, prinsip,

dan tugas oleh guru secara lisan atau langsung kepada siswa disertai penjelasan.

b. Langkah-langkah metode ceramah

Tanlain (2009: 57) mengemukakan bahwa tahapan pelaksanaan metode ini

ada 2, yaitu variasi I untuk kelas rendah dan variasi II untuk kelas tinggi. Tahapan

dalam metode ceramah variasi II (kelas IV ke atas) adalah diawali dengan guru

mengemukakan pokok bahasan yang akan diajarkan, kemudian memberikan

kesempatan siswa membaca teks/buku paket, guru membahas dari apa yang

dibaca siswa sambil bertanya jawab, setelah dibahas guru dan siswa merangkum,

kemudian siswa mencatatnya.

c. Kelebihan dan kelemahan metode ceramah

Munthe (2009: 61), mengemukakan kelebihan metode ceramah sebagai

berikut:

1. Dapat digunakan di kelas besar.

2. Materi yang banyak dapat disampaikan secara singkat.

(31)

11 4. Baik bila materi baru belum tersedia dalam bentuk hard copy.

Sedangkan kelemahan metode ini adalah:

1) Membuat siswa menjaga daya tahan berkonsentrasi menggunakan indra

telinga yang terbatas.

2) Membuat siswa terganggu dengan hal-hal visual.

3) Membuat siswa sulit menentukan gagasan.

4) Siswa cenderung diperlakukan sama rata oleh guru.

5) Guru cenderung bersifat otoriter dan kelas menjadi monoton.

2.1.3 Pembelajaran IPA SD

a. Pengertian dan Hakikat IPA

Menurut Samatowa (2010: 3) istilah IPA atau “Ilmu pengetahuan Alam”

merupakan terjemahan bahasa Inggris “Natural Science”, natural berarti

berhubungan dengan alam dan science berarti ilmu pengetahuan. Secara harafiah

IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Sedangkan Trianto (2010: 137) menjelaskan bahwa IPA adalah kumpulan

teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala

alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan

eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan

sebagainya.

Webster dalam Iskandar (2001: 2) mengemukakan “natural science is

(32)

12 IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang dunia (alam) dan gejala-gejala

yang terjadi.

Pengertian IPA tidak lepas dari hakikat IPA itu sendiri. IPA pada

hakikatnya mencakup 4 segi, (Iskandar, 2001: 1) yaitu:

a) IPA sebagai proses. Artinya proses memahami bagaimana mengumpulkan

fakta-fakta kemudian menghubungkannya.

b) IPA sebagai produk. Artinya fakta-fakta, konsep, prinsip dan teori IPA.

c) IPA sebagai sikap. Artinya sikap rasa ingin tahu benda-benda, fenomena

alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan

masalah baru dapat dipecahkan dengan prosedur yang benar (sikap ilmiah).

d) IPA sebagai aplikasi. Adanya penerapan metode ilmiah dan konsep IPA

dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih sederhana Trianto (2010: 138), menjelaskan ada 3 hakikat IPA yaitu:

1) IPA sebagai proses, yaitu keterampilan-keterampilan yang dilakukan para

ilmuwan untuk memperoleh produk IPA.

2) IPA sebagai sikap, yaitu suatu sikap yang berkeyakinan atau berpendapat

yang harus dipertahankan seorang ilmuan ketika mencari atau

mengembangkan pengetahuan yang baru.

3) IPA sebagai produk, adalah fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa pengertian IPA

adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis dan tersusun teratur, tentang alam

dan segala isinya (sebagai produk) yang diperoleh melalui metode ilmiah

(33)

13

b. Pentingnya pembelajaran IPA di SD

Ada beberapa alasan mengapa IPA diajarkan di Sekolah Dasar,

(Samatowa, 2010: 5), yaitu:

1. IPA berguna bagi suatu bangsa, sebab IPA merupakan dasar teknologi.

2. IPA yang diajarkan dengan tepat, dapat memberikan kesempatan berpikir

kritis dan obyektif misalnya dengan metode „menemukan sendiri‟.

3. IPA diajarkan melalui percobaan, sehingga IPA bukan suatu hafalan.

4. IPA memiliki nilai-nilai pendidikan yang berpotensi membentuk

kepribadian anak secara keseluruhan.

Melihat begitu pentingnya IPA di Sekolah Dasar, maka dalam proses

pembelajaran IPA hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Trianto,

2010: 135):

1) Memulai pembelajaran dari mudah (konkret) ke yang kompleks

(abstrak).

2) Menyesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak (usia SD

pada tahap operasional konkret).

3) Suasana pembelajaran harus menyenangkan.

4) Guru sebagai fasilitator yang bertugas untuk menyiapkan situasi yang

menggiring anak melakukan percobaan, dan menemukan fakta.

(34)

14

c. Kompetensi dasar IPA Kelas VI

Materi pada penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 7.

Mempraktekan pola penggunaan dan perpindahan energi, pada Kompetensi Dasar

7.2 Menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi listrik.

Menurut Angliss (2004: 5) listrik adalah suatu bentuk energi yang membuat

sesuatu terjadi. Ada 2 jenis bentuk listrik yaitu statis yang berarti listrik yang

diam atau tidak mengalir dan listrik dinamis yaitu listrik yang bergerak atau

mengalir. Listrik mengalir pada suatu rangkaian tertutup. Rangkaian tersebut

terdiri atas lampu, baterai dan kabel. Bila komponen-komponen tersebut tidak

dihubungkan dengan tepat maka listrik tidak akan mengalir. Hanya ada beberapa

cara merangkai listrik yang benar. Hal ini ditandai oleh lampu yang menyala.

Tetapi, pada prinsipnya lampu akan menyala jika salah satu kutub baterai

dihubungkan dengan tepat pada bagian lampu (misal ulir), dan kutub baterai

yang lain juga dihubungkan dengan bagian lampu yang lain (pangkal lampu).

Tidak semua benda dapat dialiri listrik. Benda-benda yang dapat

mengalirkan listrik disebut konduktor, contohnya tembaga, alumunium, timah.

Sedangkan benda-benda yang tidak dapat mengalirkan/menghantarkan listrik

disebut isolator, contohnya kayu, plastik, karet dan lain-lain. Meski listrik dapat

mengalir melalui semua jenis kawat logam, tetapi listrik akan lebih mudah

mengalir melalui kawat tebal daripada yang tipis. Faktor-faktor yang

mempengaruhi aliran listrik disebut hambatan listrik. Faktor hambatan terdiri

(35)

15

2.1.4 Minat Siswa

a. Pengertian minat

Menurut Slameto (2010: 180) minat adalah perasaan lebih suka dan

keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada

dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan

sesuatu di luar dirinya. Minat belajar adalah kecenderungan kegairahan dan

keinginan yang besar dalam diri individu untuk merasa tertarik terhadap obyek,

hal atau aktivitas dalam belajar yang menyebabkan individu suka dan senang

berada di dalamnya (Fahiroh dan Roseptiana dalam Adinugroho, 2005: 190).

Sedangkan menurut Surya (2004: 67), minat adalah rasa senang atau tidak

senang dalam menghadapi suatu obyek. Minat adalah seberapa besar seseorang

suka atau tidak suka kepada suatu rangsangan. Pada dasarnya motivasi seseorang

cenderung meningkat, bila seseorang tersebut memiliki minat yang besar dalam

melakukan tindakannya. Sesuatu yang diminati biasanya lebih menarik perhatian.

Secara sederhana, menurut Syah (2003: 150) minat atau interest berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap

sesuatu.

Setelah menelusuri uraian di atas, minat belajar dapat diartikan sebagai

perasaan senang atau tidak senang, kegairahan yang tinggi dan keinginan yang

(36)

16

b. Klasifikasi minat belajar

Beberapa ahli menggolongkan minat berdasarkan kategori tertentu. Super &

Krits (dalam Suhartini, 2001: 25) menggolongkan minat berdasarkan bentuk

pengekspresian dari minat, yaitu:

1) Expressed Interest, merupakan minat yang diekspresikan secara verbal,

ditunjukkan dengan rasa senang, suka terhadap suatu obyek yang

disenanginya.

2) Manifest Interest, merupakan minat yang disimpulkan dari keterlibatan seseorang pada suatu kegiatan.

3) Tested Interest, merupakan minat yang disimpulkan dari tes

pengetahuan/ketrampilan suatu kegiatan.

4) Inventory Interest, merupakan minat yang diungkapkan melalui

inventory/daftar kegiatan.

Surya (2007: 122) membedakan minat berdasar sebab atau alasan timbulnya

minat, yaitu:

1) Minat Volunter, minat yang berasal dari dalam diri siswa tanpa ada pengaruh dari luar.

2) Minat Involunter, minat yang berasal dari dalam diri siswa, karena ada pengaruh dari luar (diciptakan oleh guru).

3) Minat Nonvolunter, minat yang berasal dari dalam diri siswa karena dipaksakan.

(37)

17 1) Minat personal, yaitu minat yang bersifat permanen, relatif stabil,

ditandai dengan rasa senang/tidak senang, suka/tidak suka pada

mata pelajaran tertentu, dan biasanya tumbuh tanpa pengaruh dari

luar.

2) Minat situasional, yaitu minat yang tergantung dari pengaruh luar

seperti dorongan keluarga, sumber belajar, metode pembelajaran

yang digunakan dan lain-lain (bersifat tidak permanen). Minat ini

dapat bertahan lama, bila rangsangan atau pengaruh tetap ada.

3) Minat psikologikal, yaitu minat yang timbul dari interaksi antara

minat personal dan situasional. Seorang siswa dikatakan mempunyai

minat ini, jika siswa tersebut mempunyai pengetahuan yang cukup

terhadap suatu mata pelajaran, ada kesempatan untuk mendalaminya

melalui aktivitas di kelas dan ada penilaian yang lebih terhadap mata

pelajaran tersebut.

c. Indikator minat

Untuk menganalisa minat belajar digunakan beberapa indikator minat.

Fahiroh (dalam Adinugroho, 2005: 190), menjelaskan indikator minat sebagai

berikut:

1. Merasa tertarik dan memperhatikan hal atau aktivitas belajar. Siswa

memberikan perhatian dan ketertarikan yang sungguh-sungguh.

2. Bersifat aktif. Siswa mau bertanya hal yang tidak dimengerti,

(38)

18 3. Senang terhadap hal atau aktivitas belajar. Siswa merasa senang

meski pelajaran sulit, dan tanpa paksaan mengikuti hal atau aktivitas

belajar tersebut.

Slameto (2010: 180) mengungkapkan bahwa minat siswa diekspresikan dengan:

1) Suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu

hal daripada hal lainnya.

Pernyataan adalah sesuatu yang dinyatakan atau diungkapkan seseorang

baik secara lisan maupun tertulis. Pernyataan bisa berupa pernyataan positif

seperti suka, senang, cinta, tertarik sedangkan pernyataan negatif misalnya

kurang/tidak suka, tidak senang, tidak tertarik dan sebagainya. Biasanya

seseorang yang berminat diungkapkan lebih pada pernyataan positif dan

diikuti tindakan dari pernyataannya tersebut.

2) Minat dimanifestasikan dalam bentuk partisipasi.

Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peran serta secara

fisik, mental dan intelektual. Siswa yang terlibat dalam proses belajar, maka

akan tampak kegiatannya dalam menjelajah, mencari, mempertanyakan

sesuatu, menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola, dan

menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif.

3) Cenderung memberikan perhatian yang lebih besar.

Perhatian dapat berarti peningkatan aktivitas mental terhadap suatu

rangsangan tertentu. Seorang siswa yang memiliki perhatian terpusat, berarti

siswa tersebut memiliki kemampuan memberi perhatian secara khusus

(39)

19 terpengaruh kondisi dan situasi yang tidak mendukungnya. Bahkan siswa

akan lebih aktif mencari apa yang menjadi pusat perhatiannya tersebut

meski di luar kelas/sekolah. Perhatian dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor

rangsangan dan individu/seseorang. Dari faktor rangsangan berupa

intensitas, daya tarik, keteraturan maupun tanda atau isyarat. Sedangkan dari

faktor individu antara lain harapan, dan pengalaman.

b. Cara menumbuhkan minat

Minat bermanfaat sebagai pendorong yang kuat, dalam tercapainya prestasi

siswa. Kegiatan belajar yang diminati, akan diperhatikan secara terus menerus

oleh siswa, yang juga disertai rasa senang dan pada akhirnya ada rasa puas. Meski

minat bukan suatu hal yang hakiki, tetapi dengan adanya minat setidaknya siswa

terbantu memahami pelajaran dengan mudah dan akan tersimpan lama.

Pemaparan di atas, ditunjukkan betapa pentingnya seorang guru untuk

menumbuhkan minat belajar pada diri siswa. Minat belajar tidak dapat

ditumbuhkan dari orang lain, tetapi harus ditumbuhkan dari dalam diri siswa.

Orang lain hanya memperkuat menumbuhkan dan memelihara minat yang

dimiliki seseorang.

Menurut Slameto (2010: 180), cara yang paling efektif membangkitkan

minat adalah:

1. Menggunakan minat siswa yang telah ada.

(40)

20 Hal tersebut tercapai jika guru memberikan informasi kepada siswa

hubungan pengajaran dengan pengajaran sebelumnya, menguraikan

manfaatnya di masa mendatang serta menghubungkannya dengan apa yang

sudah diketahui siswa. Hal senada, diungkapkan oleh Sanjaya (2008: 288)

bahwa untuk menarik minat siswa guru harus mampu:

1. Menghubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan

kebutuhan siswa. Minat tumbuh saat siswa dapat menangkap

bahwa materi berguna bagi kehidupannya.

2. Menyesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan

kemampuan siswa. Materi yang sulit/jauh dari pengalaman dapat

menimbulkan kegagalan siswa dalam belajar.

3. Menggunakan model atau strategi secara bervariasi misal diskusi,

dan eksperimen.

2.1.5 Keaktifan Siswa

a. Pengertian keaktifan

Menurut Riyanto (2008: 76), keaktifan siswa sebagai primus motor, motor

utama dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar. Siswa dituntut

untuk selalu aktif memproses dan mengolah secara perlahan bahan belajarnya.

Untuk dapat memproses secara efektif siswa dituntut untuk aktif secara fisik,

intelektual dan emosional.

Menurut Silberman (dalam Utami, 2010: 12) saat belajar aktif, para siswa

(41)

21 memecahkan permasalahan dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Siswa

terlibat secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik seperti harus

mendengar, melihat menjawab pertanyaan dan mendiskusikannya dengan orang

lain. Siswa mengambil tanggung jawab besar dalam belajarnya sendiri. Hal inilah

yang akan meningkatkan daya serap mereka terhadap materi yang sedang

dipelajarinya. Apabila dalam menerima pelajaran siswa melibatkan diri secara

aktif, maka kesan yang diperoleh akan dipikirkannya, diolah dan dikeluarkan

dalam bentuk yang berbeda (Slameto, 2010: 36).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, bisa dikatakan bahwa keaktifan

belajar merupakan suatu bentuk kegiatan yang melibatkan fisik, mental/intelektual

dan emosional dalam belajar yang dapat ditandai dengan menjawab, berdiskusi,

mendengar dengan penuh perhatian dan lain-lain sehingga pada akhirnya siswa

akan lebih mudah dalam menyerap atau memahami materi.

b. Indikator keaktifan

Semua metode pembelajaran pada dasarnya mengandung unsur keaktifan

dalam diri siswa, meski kadarnya berbeda-beda. Hal ini dikarenakan ada kegiatan

belajar yang kadar keaktifan siswa tinggi dan ada yang rendah. Menurut Uno dan

Muhamad (2011: 38), keaktifan belajar dapat muncul dalam berbagai bentuk,

seperti mendengarkan saat guru ceramah, berdiskusi dengan teman sekelas, atau

memikirkan cara untuk memecahkan soal.

Ada keaktifan yang mudah diamati dan ada yang sangat sulit diamati.

(42)

22 untuk mencapai maksud tersebut perlu keterlibatan langsung berbagai bentuk

keaktifan fisik. Mc Keachie (dalam Dimyati dan Mujiono, 2006: 45) menyatakan

keaktifan dapat diwujudkan dalam:

a. Gerak belajar dinamis

Gerak belajar dinamis tampak pada kegiatan siswa untuk menggunakan

alat indera sebanyak mungkin dalam pembelajaran, seperti misalnya saat

siswa melakukan percobaan mengidentifikasi sifat zat cair. Siswa tidak

hanya menggunakan telinga untuk mendengar penjelasan guru atau mata

untuk melihat bentuk air tersebut, tetapi menggunakan seluruh indera yang

mampu mereka gunakan untuk mengidentifikasi sifat zat cair tersebut.

Selain itu, belajar yang dinamis mampu menggerakkan otak siswa untuk

menggali ide-ide dalam pemecahan masalah dan mengungkapkannya.

b. Selalu ingin tahu

Dalam masa perkembangannya setiap siswa memiliki rasa ingin tahu

(curiosity) akan segala sesuatu di sekitarnya. Rasa keingintahuan ada, karena terdapat hal-hal yang belum mereka ketahui, yang mendorong

mereka terlibat dalam suatu proses belajar yang diwujudkan dengan sering

bertanya, mengungkapkan pendapat untuk mencari kebenaran dll.

c. Hidup sosial

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial, yang mana selalu

membutuhkan bantuan orang lain. Demikian dalam belajar, siswa harus

berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah guru,

(43)

23 Indikator yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah indikator M.

Kechie yang telah diuraikan di atas.

2.1.6 Kemampuan Menyusun Hipotesis a. Ketrampilan proses IPA

Memahami IPA berarti lebih dari hanya mengetahui fakta dalam IPA.

Memahami IPA berarti juga memahami proses yaitu memahami bagaimana

mengumpulkan fakta, kemudian menghubungkannya dan

menginterpretasikannya. Proses yang dilakukan para ilmuwan dalam usaha

memahami alam semesta ini disebut ketrampilan proses IPA. Menurut Iskandar

(2001: 60) ketrampilan proses IPA terbagi menjadi 2, yaitu:

a) Ketrampilan Proses Dasar, meliputi : Observasi, Klasifikasi, Pengukuran,

Komunikasi, Inferensi, dan Prediksi.

b) Ketrampilan Proses Terintegrasi, meliputi : Merumuskan hipotesis,

Variabel-variabel, Definisi operasional, Eksperimen, Interpretasi data.

b. Kemampuan menyusun hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada kemampuan menyusun

hipotesis. Sanjaya (2008: 307), mengemukakan bahwa hipotesis adalah jawaban

sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sedangkan Iskandar (2001: 6)

berpendapat bahwa, menyusun hipotesis adalah menyusun suatu pernyataan

(44)

24 untuk masalah. Hipotesis ini bersifat tentatif dan dapat diuji apakah hipotesis

dapat diterima atau ditolak.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menyusun hipotesis adalah

kemampuan membuat dugaan atau jawaban sementara berupa pernyataan dari

suatu masalah yang sedang dikaji, yang nantinya dapat diterima atau ditolak

setelah dilakukan pengujian.

Hipotesis ini berguna sebagai penuntun, dan pemberi arah dalam penelitian

yang dilakukan siswa. Hipotesis biasanya dinyatakan dalam pertanyaan untuk

kelas rendah, dan dinyatakan dalam pernyataan untuk kelas atas Sekolah Dasar.

Menurut Sanjaya (2006: 202) langkah efektif mengembangkan kemampuan

menyusun hipotesis pada anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan

yang dapat mendorong siswa merumuskan berbagai perkiraan jawaban, dan

kemudian membiarkan mereka melakukan eksplorasi obyek-obyek nyata.

Perkiraan yang disusun sebagai hipotesis berlandas pada pemikiran yang kokoh,

bersifat rasional dan logis.

2.1.7 Prestasi Belajar

a. Pengertian prestasi belajar

Prestasi belajar terdiri atas 2 kata yaitu prestasi dan belajar. Arifin (2009:

(45)

25 dimiliki seseorang (Sukmadinata, 2009: 102). Sedangkan belajar menurut

Mulyasa (2007: 189), pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukan

individu untuk memenuhi kebutuhan, yang menghasilkan perubahan dalam

dirinya.

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia edisi keempat (2008: 1101),

prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau

angka yang diberikan guru. Menurut Hamalik (2005: 154-161), hasil belajar

adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.

Setelah menelusuri uraian di atas, dapat dipahami bahwa prestasi belajar

siswa adalah hasil usaha atau taraf kemampuan yang dicapai siswa sebagai bukti

penguasaan pengetahuan dan ketrampilan dalam suatu mata pelajaran dalam

bentuk nilai angka tes.

Prestasi belajar bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi hasil

berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Mulyasa (2007: 190) menjelaskan

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain:

1. Faktor eksternal

Faktor eksternal dapat digolongkan menjadi faktor sosial dan

nonsosial. Faktor sosial terkait hubungan antarmanusia yang terjadi dalam

berbagai situasi sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman dan

masyarakat. Di sekolah, faktor keterlibatan dan peranan guru sangat

penting dalam hal efektivitas pengelolaan bahan, lingkungan, media,

(46)

26 alam dan fisik seperti keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas, dan

buku-buku sumber.

2. Faktor internal

Faktor internal digolongkan menjadi 2 faktor yaitu faktor fisiologis,

yang menyangkut keadaan jasmani/fisik individu dan faktor psikologis,

yang menyangkut keadaan dari dalam diri seperti intelegensi, minat, sikap

dan motivasi.

Lebih lanjut, Mulyasa (2007: 194) menjabarkan fungsi dari prestasi belajar

ini sebagai berikut:

1) Menjadi indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai siswa.

2) Menjadi lambang tendensi keingintahuan, yang menjadi kebutuhan umum

manusia.

3) Menjadi bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

4) Menjadi indikator intern (tingkat produktivitas) dan ekstern (tingkat

kesuksesan) institusi pendidikan.

5) Menjadi indikator kecerdasan (daya serap) siswa dalam proses

pembelajaran.

b. Cara mengukur prestasi belajar

Penguasaan hasil belajar siswa tampak dari perilaku, baik perilaku dalam

bentuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan berpikir maupun ketrampilan

motorik. Alat untuk mengukur penguasaan hasil belajar ini, disebut tes hasil

(47)

27 digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru

kepada siswa-siswanya atau dosen kepada para mahasiswa dalam jangka waktu

tertentu (Purwanto, 2009: 33).

Hal ini senada dikemukakan oleh Suprananto dan Kusaeri (2012: 7), tes

prestasi dirancang untuk mengukur pengetahuan dan ketrampilan seorang individu

pada suatu materi yang telah dipelajari atau diajarkan. Dengan kata lain, tes ini

lebih terkait dengan program spesifik suatu tujuan pembelajaran. Tes prestasi

biasanya dibuat oleh guru sendiri (teacher made test) dalam bentuk tes lisan atau tes tertulis. Tes tertulis dibagi menjadi 2 yaitu tes objektif atau short answer test, ialah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tes dapat dinilai objektif,

dinilai oleh siapapun menghasilkan skor yang sama. Bentuk soal ini beragam

antara lain bentuk melengkapi, mengisi titik-titik, benar salah, pilihan ganda dan

menjodohkan. Sedang tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tertulis, membutuhkan jawaban berupa karangan atau rangkaian kalimat yang panjang.

Dalam penelitian ini, kedua jenis tes tertulis tersebut digunakan dan dibuat

oleh peneliti yang bertindak sebagai guru. Tes obyektif/pilihan ganda terdiri dari

15 soal untuk mengukur kognitif produk yang dibataskan untuk prestasi belajar.

Sedang tes bentuk essay terdiri atas 5 soal untuk mengukur kognitif proses yaitu kemampuan menyusun hipotesis.

2.2 Penelitian yang Relevan

Metode penemuan telah banyak digunakan untuk pembelajaran IPA mulai

(48)

28 meningkatkan pemahaman konsep belajar siswa. Berikut ini dipaparkan beberapa

penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya:

1. Utaminingsih (2008), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode

penemuan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi, minat

dan keaktifan siswa kelas X SMA Bopkri II. Hal ini dibuktikan dengan

hasil perhitungan terhadap prestasi antara kelompok kontrol dan

penelitian, dimana t hitung > dari t tabel yakni 2,296 > 2,021, yang

berarti pada kelompok eksperimen ada peningkatan secara signifikan.

Sedang minat, berdasar kriteria yang ditetapkan, kelompok eksperimen

berada pada kriteria „tinggi‟ yakni 47,62% dan kelompok kontrol berada

pada kriteria „sedang‟ 42,86%. Adapun keaktifan juga tampak pada

kelompok kontrol dimana berada pada kriteria „kurang aktif‟ yakni

66,67% sedangkan kelompok eksperimen pada kriteria „aktif‟ yakni 52,

38%.

2. Utami (2011), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode

penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD

N Nyamplung Gamping Sleman tahun ajaran 2010 / 2011 dalam mata

pelajaran IPA khususnya pada materi sifat benda dan perubahan wujud.

Peningkatan nilai rata-rata pemahaman dan unjuk kerja siswa tampak di

akhir siklus 1 dan siklus 2. Peningkatan juga terjadi dari persentase siswa

yang mencapai KKM dari siklus 1 sebesar 64,7% dan siklus 2 sebesar

(49)

29 Berdasar penelitian sebelumnya, metode penemuan terbukti efektif dalam

pembelajaran. Melihat masih sedikitnya penelitian yang meneliti tentang

perbedaan penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terutama

terhadap kemampuan menyusun hipotesis, maka peneliti mencoba

menyelidikinya melalui penelitian ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA di SD bertujuan mengembangkan pengetahuan,

pemahaman konsep-konsep serta ketrampilan proses IPA. Untuk mencapai tujuan

itu, diperlukan suatu metode mengajar yang berprinsip pada tingkat

perkembangan siswa, sosialisasi siswa, organisasi bahan ajar, keterlibatan dan

minat siswa.

Metode penemuan merupakan metode inovatif yang dapat diterapkan dalam

pembelajaran IPA. Metode ini memberikan kesempatan siswa menemukan sendiri

pengetahuannya dengan mengeksplorasi benda konkret. Metode ini juga mampu

mengembangkan minat siswa karena pelajaran dikaitkan dengan pengalaman dan

kebutuhan siswa. Di samping itu, konsep yang diajarkan sesuai perkembangan

siswa bergerak dari konkret ke abstrak, dan dalam situasi yang menyenangkan.

Tingginya minat siswa dalam mempelajari IPA, akan mendorong siswa terlibat

untuk semakin mendalaminya. Siswa tidak akan aktif secara fisik saja, tetapi juga

aktif secara kognitif karena siswa berbuat dan berpikir, yang dalam hal ini

ketrampilan proses kemampuan menyusun hipotesis. Besarnya minat, keaktifan,

dan kemampuan siswa berhipotesis akan berdampak pada prestasi belajar siswa.

(50)

30 keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis dan prestasi belajar di kelompok

eksperimen yang menerapkan metode penemuan akan lebih tinggi daripada di

kelompok kontrol yang tidak menerapkan metode penemuan, yakni menggunakan

metode ceramah.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

1) Ada perbedaan yang signifikan minat siswa antara yang menerapkan

3) Ada perbedaan yang signifikan kemampuan menyusun hipotesis siswa

antara yang menerapkan metode penemuan dengan yang menggunakan

metode ceramah pada mata pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir

pada semester genap 2010/2011.

4) Ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa yang menerapkan

metode penemuan dengan yang menggunakan metode ceramah pada mata

pelajaran IPA siswa kelas VI di SDK Minggir pada semester genap

(51)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode

eksperimen sebenarnya yaitu tipe pretest postest control group design (Sugiyono, 2010: 112). Design penelitian ini sebagai berikut:

R B O1 X1 O2

X2 : Perlakuan Metode Ceramah

O1, O3 : Observasi 1 (pre test PG dan essai, minat awal)

O2, O4 : Observasi 2 (post test PG dan essai, minat akhir)

Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan khusus yaitu

metode penemuan, sedang kelompok kontrol sebagai kelompok pembanding yang

diberi perlakuan seperti biasanya yaitu metode ceramah. Untuk tujuan

eksperimentasi, ada sejumlah subyek yang harus dibagi menjadi dua kelompok,

yang akan diperlakukan berbeda kemudian diperbandingkan. Sistem yang

(52)

32 penempatan subyek ke dalam kelompok sedemikian rupa sehingga untuk setiap

kali penempatan, setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk

ditempatkan di kelompok manapun (Furchan, 2007: 346). Kelompok-kelompok

tersebut dapat dianggap secara statistik sepadan (statiscally ekuivalent).

Demikian pula dalam penelitian ini, dari 28 siswa kelas VI, penempatan

siswa dilakukan secara acak dengan undian, menjadi kelompok VI B sebagai

kelompok eksperimen dan VI A sebagai kelompok kontrol masing-masing

berjumlah 14 siswa. Sebelumnya kedua kelompok ini diberikan pre test pilihan ganda dan essai, lembar kuesioner minat IPA umum dan spesifik yang sama. Hal

ini untuk mengetahui keadaan awal, apakah ada perbedaan di antara keduanya

atau tidak. Dalam pembelajaran, juga dilakukan observasi untuk melihat keaktifan

mereka. Setelah beberapa kali pembelajaran, kemudian diberikan kembali post

test pilihan ganda dan essai, lembar kuesioner minat IPA umum dan spesifik terhadap kedua kelompok untuk melihat hasil pembelajaran yang telah dilakukan.

3.2 Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2010: 117), yang dimaksud populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDK

Minggir yang berjumlah 28 siswa, terletak di dusun Minggir III, Sendangagung,

Minggir, Sleman, Yogyakarta. Tempat penelitian ini dipilih karena lokasi yang

cukup dekat dengan peneliti, sekaligus menjadi tempat Praktek Penelitian

(53)

33 Sedangkan, pengertian sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010: 118). Sampel dalam

penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yaitu kelas VI

B dan kontrol yaitu VI A, masing-masing berjumlah 14 siswa yang diambil secara

acak.

3.3 Variabel Penelitian a. Jenis variabel

Berdasarkan Sugiyono (2010: 60-61), variabel penelitian adalah suatu atribut

atau sifat, nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada lima, yaitu:

1) Variabel independen (bebas) adalah varibel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan metode

pembelajaran, yaitu metode penemuan dan metode ceramah.

2) Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah minat, keaktifan, kemampuan menyusun hipotesis

(54)

34 Variabel-variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 3.1 Variabel Penelitian

b. Kontrol Variabel

Ciri suatu penelitian eksperimen adalah manipulasi, kontrol

(pengendalian) variabel dan observasi (pengamatan). Manipulasi adalah suatu

tindakan yang sengaja diberikan atau disebut juga perlakuan. Observasi adalah

pengamatan keadaan awal dan akhir sesudah perlakuan. Sedang kontrol variabel Minat

Keaktifan Metode

Pembelajaran

(metode penemuan dan metode ceramah)

Kemampuan menyusun

hipotesis

(55)

35 merupakan memisahkan variabel-variabel asing yang dapat mempengaruhi hasil

perlakuan (variabel terikat).

Dalam penelitian ini, kontrol variabel tidak dapat dilakukan sepenuhnya.

Penempatan ke dalam kelompok melalui pengundian yang dilakukan peneliti,

dimaksudkan untuk mengendalikan perbedaan antar subyek (siswa) seperti

kecerdasan, sejarah, kematangan dan lain-lain. Selain itu yang dibuat sama atau

dikendalikan adalah pokok bahasan atau materi, tes dan waktu selama

pembelajaran.

Variabel yang tidak dikontrol dalam penelitian ini adalah guru. Kelompok

eksperimen diajar oleh peneliti, sedang kelompok kontrol diajar oleh guru mitra.

Hal ini dikarenakan peneliti lebih menguasai RPP tentang metode penemuan yang

dibuat, sedang guru mitra tidak. Tetapi dengan bekal pengalaman yang lebih

banyak, guru mitra dianggap lebih berkompeten. Bila hasil kelompok eksperimen

ternyata lebih baik daripada hasil kelompok kontrol, dengan perbedaan

pengalaman yang cukup jauh antara guru dan peneliti, maka faktor ini adalah

karena metode pembelajaran bukan karena faktor guru.

Dengan demikian, perbedaan minat, keaktifan, kemampuan menyusun

hipotesis dan prestasi belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

hanya disebabkan oleh karena perlakuan metode pembelajaran yang diterapkan,

(56)

36

3.4 Definisi Operasional

1. Metode penemuan adalah metode pembelajaran yang memberikan

kesempatan siswa mendapatkan pengalaman langsung, dengan

mengeksplorasi atau memanipulasi benda-benda konkret di sekitar

siswa, untuk mencari dan menemukan sendiri fakta maupun konsep.

2. Minat belajar adalah kecenderungan untuk menyenangi atau tidak

suatu hal, obyek, atau aktivitas belajar. Dalam hal ini yang dimaksud

hal atau obyek adalah mata pelajaran IPA, sedang aktivitas yang

dimaksudkan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sehubungan

karakteristik mata pelajaran IPA tersebut.

3. Keaktifan adalah aktivitas yang dilakukan siswa tidak hanya

melibatkan fisik, tetapi juga emosi dan pikirannya dalam suatu

pembelajaran, yang terwujud dengan mau bertanya, diskusi,

berpendapat dll.

4. Ketrampilan proses IPA adalah kegiatan-kegiatan dalam belajar IPA

yang meliputi ketrampilan proses dasar dan terintegrasi.

5. Kemampuan menyusun hipotesis adalah kemampuan membuat

jawaban sementara dalam bentuk pernyataan mengenai suatu masalah,

di mana pernyataan bisa benar dan bisa salah, terbukti bila sudah

melakukan pembuktian.

6. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah belajar yang

(57)

37

3.5 Instrumen Penelitian

Menurut Margono (2010: 155), instrumen sebagai alat pengumpul data

harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan

data empiris sebagaimana adanya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ada 2 macam, yaitu:

a. Instrumen Perlakuan

Merupakan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan metode

pembelajaran. Instrumen ini berupa perangkat pembelajaran baik di kelompok

eksperimen dan kontrol. Adapun yang termasuk perangkat pembelajaran tersebut

adalah:

1). Silabus

Merupakan garis-garis besar bahan mata pelajaran dan kegiatan mengajar

untuk kelas tertentu. Silabus memuat terutama tentang identitas sekolah, standar

kompetensi, kompetensi dasar, kegiatan dan indikator keberhasilan. Silabus yang

dibuat baik di kelompok eksperimen dan kontrol adalah sama yaitu mengenai SK

7 dan KD 7.2.

2). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Merupakan urutan kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran

dalam satu topik bahasan, berdasar penjabaran dari silabus. RPP yang digunakan

di kelompok eksperimen dibuat oleh peneliti, dengan metode penemuan. Kegiatan

(58)

38 membimbing anak berpikir, bertanya, menjawab, membuktikan dan

menyimpulkannya. Dengan kata lain, siswa sendiri yang aktif, guru hanya

membantu mereka menemukan konsep kelistrikan dari kegiatan percobaan yang

dilakukan secara berkelompok.

Sedangkan, RPP di kelompok kontrol dibuat oleh guru mitra sendiri

dengan metode ceramah. Secara garis besar, pelaksanaan metode ini menuntut

siswa hanya mendengarkan, dan mencatat dari awal sampai akhir tanpa

melakukan percobaan.

3). Lembar Kerja Siswa

LKS hanya ada di kelompok eksperimen, berupa langkah-langkah

kegiatan percobaan yang harus dilakukan siswa secara kelompok.

b. Instrumen Pengukuran

Merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian,

berupa :

1). Tes tertulis

Lembar tes tertulis ini ada 2 macam yaitu tes berbentuk pilihan ganda yang

terdiri 15 soal untuk mengukur prestasi belajar, dan tes berbentuk essai yang

terdiri 5 soal untuk mengukur kemampuan menyusun hipotesis. Kedua jenis tes

ini diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran untuk kelompok eksperimen dan

Gambar

Tabel  4.18 Hasil uji perbandingan skor mean pre tes  ke pos tes PG
Gambar 3.1 Variabel  penelitian
Gambar 3.1 Variabel Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi minat siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada mulanya pembahasan tentang worldview terkait dengan pandangan suatu masyarakat terhadap realitas kehidupan di dunia, yang mana tidak dapat lepas dari

Memberikan pemahaman melalui penelitian tentang pengaruh struktur modal dengan performa keuangan (yang digambarkan rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan

Pada kasus penyimpangan dana berdasarkan temuan BPKP berjumlah 170 kasus, dengan nilai penyimpangan mencapai 10 Milliar dan yang telah kembali mencapai 8,9 Milliar

Dari permasalah tersebut dapat dicarikan solusi dengan cara menggunakan alat yang dapat embantu untuk mengumpulkan ikan yaitu dengan lampu yang kedap air, metode

Periksa minyak pelumas dari campuran bahan bakar (HSD)

Brainstorming adalah salah satu alternative media pengajaran bahasa inggris, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan teks menulis descriptive teks

Pada penelitian ini, akan dibandingkan pendekatan penilaian risiko Kent Muhlbauer dan Fuzzy Inference System , sehingga didapatkan penilaian risiko yang tepat untuk

ANALISIS PENGGUNAAN KEIGO DALAM LINGKUNGAN KERJA PADA FILM KENCHOU OMOTENASHI KA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |