HOAX DAN PERGESERAN PREFERENSI SOSIAL POLITIK MAHASISWA
(Studi Deskriptif Mengenai Peran Ruang Publik dalam Masyarakat Urban)
ROSYIDA IRIANTI
071411431055
Program Studi Sosiologi FISIP
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2017
ABSTRAK
Kehadiran media sosial membawa banyak pengaruh dalam kehidupan kita saat ini. Salah satu produk media sosial adalah penyebaran berita hoax. Saat ini, penyebaran informasi hoax sudah semakin parah dan tidak terkendali. Meskipun Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Undang-undang, peraturan, serta ancaman bagi para pelaku pembuat informasi hoax, hal itu tidak terlalu memberikan rasa takut bagi pelaku. Bahkan, kadang berita hoax sengaja dibuat hanya untuk menjatuhkan citra seseorang. Studi ini memfokuskan pada pengaruh hoax dalam pergeseran preferensi sosial politik mahasiswa serta bagaimana mahasiswa meresirkulasi berita hoax.
Paradigma yang digunakan untuk menjawab permasalahan ini adalah paradigma deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Teori yang digunakan adalah Teori Ruang Publik dari Habermas dan Literasi Media dari Jenkins. Informan dalam studi ini adalah dua orang konsumen berita hoax dan empat orang penyebar berita hoax. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam.
Hasil yang ditemukan antara lain: (1) Adanya berita hoax cukup mempengaruhi pandangan mahasiswa mengenai objek yang diberitakan, terutama jika objek adalah tokoh idolanya; dan (2) Pada saat menyebarkan berita hoax, mahasiswa tidak melakukan editing dan latar belakang mereka menyebarkan berita hoax adalah iseng, sharing, dan menganggap bahwa orang lain mungkin membutuhkan berita tersebut.
ABSTRACT
Recently, the appearance of social media brings tons of influence to our daily lives. One of the social media products is the spread of hoax. Currently, the hoax spread is getting worsen and uncontrollable. Even though the government has created some constitutions, regulations and threats for those who create hoax, it does not decrease the hoax-doers. Even more, the hoaxes are purposely made just to sabotage individual’s image. This study focuses on the influence of hoax in shifting the preference of social politic in a university students and how they recirculate hoax.
The paradigm that is used to reveal this case is descriptive paradigm with qualitative approach. The theory that the writer use is Public Space theory from Habernas and Literasi Media in Jenkins. The sources of this study are two hoax consumers and four hoax spreader. The sample that is used for this study is snowball. Depth-interview is used as the method.
The results found are: (1) the presence of hoax is quite enough to affect student’s perspectives on the object that is being talked, especially if the object is their idols; and (2) While spreading the hoax, the students do not do editing and their base of extending the hoax is just a whim, sharing, and considering that people might need those hoaxes .
Keywords: hoax, preference shifting, recirculation
PENDAHULUAN
Hoax merupakan sebuah kata
yang digunakan untuk menunjukan
pemberitaan palsu atau usaha untuk
menipu atau mengakali
pembaca/pendengarnya agar
mempercayai sesuatu yang biasanya
digunakan dalam forum internet seperti
Facebook, Twitter, dan Instagram.
Hoax merupakan ekses negatif
kebebasan berbicara dan berpendapat
di internet, khususnya media sosial dan
blog.
Saat ini, istilah hoax lebih sering
digunakan untuk menjelaskan
mengenai berita palsu, legenda urban,
dan kebohongan yang bersifat menipu.
Pada dasarnya, hoax sengaja diciptakan
untuk menipu banyak orang dengan
cara merekayasa sebuah berita agar
Istilah hoax sudah dipakai sejak abad
ke tujuh. Pada saat itu, istilah hoax
dipakai dalam wilayah kritik seni yang
dikenal sebagai “Satir Art Hoax”.
Seiring berjalannya waktu, satir art
hoax berubah menjadi satir hoax, lalu
semakin keluar jalur menjadi terpisah
yaitu satir dan hoax. Menurut
perjalanan sejarahnya, definisi hoax
tidak hanya fokus pada masalah berita
palsu saja, tetapi juga meliputi suatu
perbuatan seseorang atau sekelompok
orang yang bertujuan untuk
membohongi orang lain dengan cara
memanipulasi data ataupun menutupi
fakta yang pada dasarnya digunakan
untuk mendapatkan ketenaran semata
(http://www.apasih.com/2017/06/sejara
h-kemunculan-istilah-hoax.html
diakses 12-09-2017 pukul 16.00).
Kehadiran media sosial telah
membawa perubahan ke arah
masyarakat online. Penyertaan
masyarakat bukan hanya terjadi di
dunia nyata tetapi juga di dunia maya
(Ali & Samsudin 2012). Media sosial
telah memberikan dampak terhadap
keterlibatan masyarakat dalam isu-isu
publik. Keterlibatan ini meliputi aktif
mengikuti perkembangan isu,
membentuk online grup untuk
menyampaikan aspirasi, membuat blog
tentang isu publik, memberi komentar
dalam berbagai berita online,
mengambil bagian dalam online
discussion, menyebar luaskan berita
yang berkaitan dengan isu semasa
(PewInternet 2009; Ali & Samsudin
2012).
Sebenarnya ada beberapa hal
yang dapat dilakukan masyarakat untuk
menganalisis apakah berita yang
diperoleh benar atau hanya hoax.
Misalnya dengan membaca secara teliti
kata per-kata yang digunakan.
Selanjutnya apakah isinya bertentangan
dengan ilmu pengetahuan atau tidak.
bukti-bukti yang ada. Dan yang
terakhir adalah biasanya berita hoax
justru mengandung kata-kata yang
mengajak pembacanya untuk
menyebarkan berita hoax yang telah
disebar.
Selanjutnya, studi ini akan
mengkaji mengenai pergeseran
preferensi sosial politik mahasiswa
dengan adanya berita bohong atau
hoax. Apakah mereka sudah
terpengaruh dengan berita bohong atau
belum. Selain itu, studi ini juga akan
mengkaji bagaimana masyarakat
meresirkulasi berita hoax yang
diperolehnya atau bagaimana mereka
menerima lalu menyebarkannya pada
orang lain.
KERANGKA TEORI
Berdasarkan latar belakang serta fokus
penelitian yang telah diuraikan diatas,
maka dalam penelitian ini digunakan
teori Ruang Publik dari Jurgen
Habermas dan Literasi Media dari
Jenkin sebagai pisau analisis,
pendekatan ini dirasa mampu
menjelaskan fenomena yang terjadi
yang berkaitan dengan Hoax dan
Pergeseran Preferensi Sosial Politik
Mahasiswa.
Teori Ruang Publik Jurgen
Habermas
Pemikiran Habermas mengenai
ruang publik tertulis dalam karyanya
yang berjudul The Structural
Transformation of The Public Sphere.
Habermas lahir pada 18 Juni 1929 di
Dusseldorf, North Rhine-Westphalia,
Jerman. Pada abad pertengahan, negara
dan masyarakat masih berjalan
bersama. Namun, seiring dengan
berkembangnya ekonomi pasar,
lahirlah ruang ‘sosial’ yang
menghancurkan belenggu dominasi
yang sebelumnya dilandaskan pada
ningrat-tanah dan bentuk-bentuk
yang ada dalam otoritas negara. Dalam
tindakan yang berhubungan dengan
pertukaran pasar, produksi dipisahkan
dari fungsi otoritas publik; begitu juga
sebaliknya, administrasi politis
dibebaskan dari tugas-tugas produksi.
Kekuasaan publik yang terpusat di
negara-negara bangsa dan wilayah
territorial, lahir di dalam sebuah
masyarakat yang terprivat, sehingga
tidak masalah jika banyak urusan
masyarakat terprivat tersebut diarahkan
oleh intervensi otoritas negara.
Hubungan istimewa privasi
berorientasi penonton sudah tidak ada
lagi ketika masyarakat pergi menonton
bioskop, mendengarkan radio, atau
menonton televisi. Komunikasi publik
mengenai perdebatan kritis budaya
masih tergantung pada pembacaan
yang dilakukan di dalam privasi
tertutup di rumah-rumah (Boston,
1952).
Seiring berjalannya waktu,
ruang publik mengalami depolitisasi.
Organ publik yang dulunya menjadi
tempat diskusi publik, justru berubah
menjadi ruang iklan, ruang diskusi
rasional, debat, dan penyebaran berita
bohong. Refeodalisasi ruang publik
menghasilkan opini publik yang tidak
lagi terbentuk lewat perdebatan dan
konsensus, namun opini publik yang
dibentuk oleh kelompok elite media,
politik, dan ekonomi.
Menurut Habermas, ada dua
wilayah yang menjadi korban
hegemoni pasar atas demokrasi dan
ruang publik. Pertama, wilayah sosial
dimana media massa tidak lagi menjadi
fasilitas diskursus rasional, namun
menjalankan konstruksi, seleksi dan
formasi diskursus itu menjadi
komoditas hiburan yang dapat
dikonsumsi secara pasif oleh pemirsa.
Kedua, pada wilayah politis, peran
menyerap aspirasi sosial-politik
masyarakat dan kemudian
memperjuangkannya sebagai bagian
dari program pembangunan, justru
menjadi komoditas politik yang
dipertukarkan di meja parlemen untuk
menjamin kemenangan dalam voting,
atau menjadi komoditas pencitraan bagi
para wakil rakyat atau penguasa .
Teori Literasi Media Jenkins
Definisi proses literasi media
adalah seperangkat kecakapan yang
berguna dalam proses mengakses,
menganalisa, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan informasi dalam
berbagai jenis format media baik cetak
maupun yang bukan berbentuk cetak.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa literasi
media digunakan sebagai model
instruksional berbasis eksplorasi yang
mendorong individu mempertanyakan
secara kritis apa yang mereka lihat,
dengar dan baca. Menyediakan alat
untuk menolong audiens agar dapat
menganalisis secara kritis pesan media
untuk mendeteksi propaganda, sensor
dan bias dalam berita dan berbagai
program yang berkaitan dengan
kehidupan publik dan memahami
struktur institusi media, seperti
kepemilikan media dan pendanaannya.
Pada definisi ini dituntut kekritisan
konsumen terhadap media massa.
Posisi audiens masih ditempatkan
sebagai konsumen yang harus memiliki
kemampuan mengkomunikasikan
pesan yang didapat di media kepada
orang lain. Interaktivitas tanpa batasan
jarak dan waktu belum tercakup dalam
definisi ini.
Pada 2009 Jenkins, Purushotma,
Weigel, Clinton, & Robinson muncul
merumuskan literasi media baru
dengan dua belas inti kemampuan
literasi media baru. Teori ini bersifat
sangat praktis berdasarkan karakter
media baru. Karena media baru sangat
membagi inti keterampilan literasi
media menjadi dua belas: play,
performance, simulation,
appropriation, multitasking, distributed
cognition, collective intelligence,
judgment, transmedia navigation,
networking, negotiation, visualization.
Keduabelas kemampuan ini disaring
kembali berdasarkan kebutuhan
penelitian, yaitu berkaitan dengan
pengaruh hoax dalam pergeseran
preferensi sosial dan politik mahasiswa
serta bagaimana mahasiswa
meresirkulasi berita hoax, dimana
subjek penelitian ini adalah mahasiswa
yang mengkonsumsi berita hoax dan
mahasiswa yang menyebarkan berita
hoax. Oleh karena itu, hanya lima
kemampuan literasi media yang
digunakan sebagai unit analisis dalam
penelitian ini, yaitu play, collective
intelligence, judgment, transmedia
navigation, dan networking.
1. Play
Kemampuan play disini
diartikan sebagai kemampuan
menggunakan. Menggunakan dalam
artian tidak hanya sekedar
mengakses, tetapi juga mengeksplor
media baru yang digunakan.
Menurut Jenkins, pengguna media
baru wajib mengeksplorasi dan
mengetahui seluk-beluk aplikasi
media baru yang digunakan. Hal ini
akan membentuk hubungan
pengguna dengan pikiran,
komunitas dan lingkungan di dalam
gadget (interaksi di dalamnya) serta
menambah pengetahuan pengguna.
Dengan begitu, semakin banyak kita
menggunakan media, semakin kita
peka terhadapnya. Mengkonsumsi
media akan menjadi sebuah proses
pembelajaran kehidupan yang
membentuk struktur pengetahuan,
sebagai bentuk pemecahan masalah
terhadap semua hal dalam
dalam kegiatan mengkonsumsi
media. Pengguna media baru akan
mengetahui fungsi, kelemahan,
kelebihan, maupun cara penggunaan
media baru tersebut, yang akan
menciptakan kesadaran terhadap
pengguna. Semakin mengenal media
sosial melalui eksplorasi
penggunaannya, maka akan
semakin peka pula seseorang
terhadapnya.
2. Collective Intelligence
Collective Intelligence adalah
kemampuan untuk menyatukan
pengetahuan dan membandingkan
pendapat dengan orang lain menuju
tujuan bersama. Dalam media baru,
seringkali terbentuk komunitas yang
terjadi akibat ketertarikan akan
suatu hal. Di dalam komunitas ini
terjadi saling berbagi pengetahuan
mengenai seputar hal yang digemari.
Pengetahuan komunitas seperti ini
merubah sifat konsumsi media,
beralih dari bentuk media pribadi
yang berpusat pada revolusi digital,
menuju media sosial/komunal yang
berpusat pada budaya konvergensi
media.
3. Judgment
Judgment adalah kemampuan
mengevaluasi keandalan dan
kredibilitas sumber-sumber
informasi yang berbeda. Meskipun
informasi dibagi dari orang-orang
yang mempunyai ketertarikan yang
sama (dalam komunitas misalnya),
belum tentu informasi yang beredar
didalamnya kredibel. Jenkins
membandingkan Wikipedia dan
Encyclopedia Britannica untuk
menjelaskan hal ini. Hasilnya
menunjukkan tingkat kredibilitas
yang sama. Artinya, sumber
terpercaya pun juga memiliki
kemungkinan untuk cacat. Oleh
karena itu manusia harus berpikir
informasi dari perspektif kritis.
Manusia harus bisa membedakan
yang fakta dari yang fiksi, argumen
dari dokumentasi, kebenaran dari
pemalsuan dan marketing dari
pencerahan.
4. Transmedia Navigation
Transmedia navigation adalah
kemampuan untuk mengikuti aliran
cerita dan informasi antara beberapa
pengandaian. Dalam era
konvergensi, konsumen menjadi
pemburu dan pengumpul informasi,
untuk menarik informasi dari
beberapa sumber dan membuat
sintesis baru. Oleh karena itu
manusia harus bisa membaca dan
menulis melalui gambar, teks,
sounds dan simulasi. Cerita
transmedia yang paling dasar adalah
yang diceritakan di beberapa media.
Kemampuan ini meningkatkan
pembelajaran untuk memahami
relasi antar sistem media yang
berbeda.
5. Networking
Networking adalah kemampuan
untuk mencari, menyintesis dan
menyebarkan informasi. Dalam
dunia di mana pengetahuan
diproduksi secara kolektif dan
komunikasi terjadi antar media,
kapasitas untuk berjejaring muncul
sebagai sebuah kemampuan sosial
dan budaya. Kemampuan ini
meningkatkan kemampuan untuk
berselancar antar komunitas sosial
yang berbeda. Partisipasi dalam
komunitas sosial yang berskala
besar menjadi investasi dalam
mengumpulkan dan mencatat data
untuk pengguna lainnya. Keaktifan
partisipasi dibutuhkan dan
bergantung pada etos sosial untuk
berbagi pengetahuan. Yang lainnya
perilaku kolektif (dari faktor sosial
dan psikologis).
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, desain
yang digunakan adalah deskripstif,
yaitu penelitian yang memberikan
gambaran secara cermat mengenai
individu atau kelompok tertentu
mengenai keadaan atau gejala yang
terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini tentang mahasiswa yang
menggunakan media sosial dan pernah
mengkonsumsi berita hoax di
gadgetnya. Penelitian ini berusaha
memahami cara yang digunakan
mahasiswa dalam meresirkulasi berita
hoax yang tersebar di berbagai media
sosial.
Media sosial yang seharusnya
digunakan untuk menyebarkan
berita-berita yang bernilai positif misalnya
ilmu pengetahuan, saat ini justru malah
semakin disalah gunakan oleh sebagian
besar masyarakat. Sebagai kaum
intelektual, mahasiswa seharusnya
mampu memilah dan memilih berita
yang dikonsumsi. Mahasiswa
seharusnya mencari kebenaran dari
berita yang dipeoleh sebelum
menyebarkannya pada orang lain.
Dengan semakin marak dan parahnya
penyebaran berita hoax, mahasiswa
seharusnya bisa menjadi filter bagi
masyarakat untuk memilih berita yang
benar untuk dikonsumsi.
Peneliti menggunakan metode
purposive dan snowball dalam memilih
informan. Metode penentuan informan
berdasarkan kriteria tertentu yaitu
mahasiswa yang memiliki gadget,
mahasiswa yang berlangganan media
sosial, dan mahasiswa yang pernah
mengkonsumsi berita hoax. Sementara
itu, informan yang telah diwawancara
memberikan saran untuk calon
infirman yang akan diwawancara
penentuan informan ini untuk
memberikan variasi data dan melihat
perbandingan dari hasil pengumpulan
data. Dalam penentuan informan,
Peneliti pada mulanya menelusur
informan, dalam penelitian ini kriteria
informan subjek yaitu mahasiswa yang
mengkonsumsi berita hoax, baik yang
menyebarkannya maupun tidak.
Kemudian informan kunci diperoleh
berdasarkan pertimbangan kepemilikan
informasi yang kuat yaitu mahasiswa
yang sering menyebarkan informasi
hoax. Selanjutnya informan non-subjek
yaitu mahasiswa yang hanya
mengkonsumsi berita hoax.
Teknik pengumpulan data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah
observasi dan wawancara mendalam
(indepthinterview) dengan
menggunakan pedoman wawancara.
Analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan
setelah selesai pengumpulan data.
Tahap-tahap analisis data menurut
Sugiyono (2002) diantaranya
pengumpulan data, reduksi data,
kategorisasi data, penyajian data, serta
penarikan kesimpulan dan verifikasi
data.
HASIL PENELITIAN
Pengaruh Hoax terhadap Pergeseran
Preferensi Sosial Politik Mahasiswa
Ketika mendapatkan informasi
hoax, mahasiswa bisa jarang
membandingkan dengan sumber lain.
Hal ini dianggap kurang penting bagi
sebagian mahasiswa karena hanya
menghabiskan waktu dan tenaga saja.
Selain itu, perlakukan berbeda
diberikan oleh mahasiswa apabila
objek yang diberitakan adalah tokoh
idola mereka. Apabila isi berita
tersebut bersifat positif, biasanya
mahasiswa tidak membandingkan
berita bersifat negatif atau
menjatuhkan, maka mereka akan
mencari dari sumber lain mengenai
kebenaran berita tersebut. Ada rasa
tidak percaya dalam diri mahasiswa
apabila tokoh idolanya diberitakan
negative.
Dalam menganalisa sebuah
berita, sebagian besar mahasiswa
sebenarnya telah mengetahui mengenai
apa itu berita hoax, ciri-cirinya, dll.
Ada mahasiswa yang menyertakan
pengetahuan mereka dalam
menganalisis keterpercayaan berita, ada
pula yang meskipun tahu bahwa berita
tersebut belum tentu benar tetap
menyebarkannya. Pengetahuan yang
mereka dapat mengenai hoax biasanya
diperoleh dari internet dan media
sosial.
Adanya berita hoax cukup
mempengaruhi pandangan atau
persepsi mahasiswa mengenai objek
yang diberitakan. Apabila berita yang
disampaikan tergolong positif, maka
mahasiswa yang awalnya tidak suka
bisa menjadi menyukai objek. Namun,
jika berita yang ada bersifat negatif
maka mahasiswa yang awalnya
menyukai objek bisa menjadi tidak
suka. Hal ini terjadi pada berita yang
terus menerus dibahas di berbagai
media massa maupun media sosial.
Meresirkulasi Berita Hoax
Pada saat menyebarkan berita
hoax, sebagian mahasiswa tidak
melakukan proses editing. Mereka
langsung menyebarkan berita yang
mereka dapat tanpa mengurangi
ataupun menambahkan isi berita.
Namun, ada juga mahasiswa yang
melakukan editing, namun hal itu
hanya menambahkan pembukaan isi
berita ataupun menghapus isi berita
yang kurang pantas untuk dibaca. Yang
harus digaris bawahi adalah bahwa
mahasiswa tidak mengurangi atau
menambahkan sedikitpun isi berita.
Dalam memilih calon penerima
pesan, biasanya mahasiswa hanya akan
menyebarkan pada orang-orang
terdekat seperti teman satu kos, teman
dekat, dan keluarga. Selain itu,
mahasiswa juga memilih orang-orang
yang menurut mereka tidak terlalu
“kritis”. Hal ini disebabkan karena
mereka takut jika nantinya akan terjadi
perdebatan yang panjang.
Ketika telah menyebarkan
sebuah berita, namun dikemudian hari
mahasiswa mengetahui bahwa berita
tersebut adalah bohong, maka terjadi
dua hal. Yang pertama, mahasiswa
akan mengkonfirmasi ke penerima
pesan bahwa berita tersebut bohong
serta memberikan alasan dan sumber
yang mengatakan bahwa berita tersebut
bohong. Yang kedua, mahasiswa tidak
melakukan konfirmasi dengan alasan
bahwa saat ini semua orang pasti
memiliki media sosial dan seiring
berjalannya waktu, mereka tentu akan
tahu sendiri mengenai kebenaran berita
tersebut.
Latar belakang mahasiswa
menyebarkan berita hoax sangat
beragam. Ada mahasiswa yang hanya
iseng saja, ada mahasiswa yang sengaja
menyebarkan berita untuk sharing
dengan temannya, ada pula yang
menyebarkan karena menganggap
bahwa mungkin saja orang diluar sana
membutuhkan berita tersebut dan berita
tersebut sangat penting baginya.
PEMBAHASAN
Terbentuknya berita Hoax dalam
Ruang Publik dan Pengaruhnya
pada Pergerseran Preferensi Sosial
Politik Mahasiswa
Seiring berjalannya waktu,
ruang publik mengalami depolitisasi.
Organ publik yang dulunya menjadi
tempat diskusi publik, justru berubah
rasional, debat, dan penyebaran berita
bohong. Refeodalisasi ruang publik
menghasilkan opini publik yang tidak
lagi terbentuk lewat perdebatan dan
konsensus, namun opini publik yang
dibentuk oleh kelompok elite media,
politik, dan ekonomi.
Mahasiswa sangat sering
menerima berita hoax yang mereka
dapatkan dari berbagai media sosial.
Bahkan, hampir setiap hari mereka
mengkonsumsi berita hoax dan setiap
media sosial memberikan berita yang
berbeda baik gaya penulisan maupun
bahasanya. Hal ini membuktikan
bahwa ruang publik, atau dalam
konteks ini dicontohkan media sosial
sudah tidak digunakan sebagaimana
mestinya. Media sosial yang awalnya
difungsikan untuk menumbuhkan sikap
demokrasi, justru saat ini banyak
digunakan untuk menyebarkan berita
hoax yang pada dasarnya dibuat untuk
menjatuhkan citra seseorang.
Ketika media berkembang
begitu pesatnya, seharusnya dapat
memunculkan sikap kritis dikalangan
generasi muda. Namun, dikarenakan
media massa yang berkembang di
Indonesia umumnya dioperasikan
sebagai entitas bisnis yang
dikembangkan untuk meraih
keuntungan, maka yang terjadi justru
media massa lebih banyak digunakan
sebagai kekuatan anti demokrasi.
Beberapa orang memanfaatkan
media massa atau media sosial untuk
mencapai kepentingan pribadinya.
Kadang, berita hoax disebarkan hanya
untuk mencari popularitas semata.
Selain itu, ada beberapa orang yang
memang sengaja membuat berita hoax
dengam imbalan diberikan sejumlah
uang. Hal ini tentu menjadi ancaman
besar dan sangat menyalahi aturan
bermedia sosial. Banyak pihak yang
Meresirkulasi Berita Hoax dalam
Perspektif Literasi Media
Dari 12 kemampuan literasi media
yang ada, peneliti hanya menggunakan
5 kemampuan yang disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian, yaitu:
1. Play
Dengan adanya berbagai jenis media
sosial, mahasiswa tentu akan
mengeksplore berbagai jenis media
sosial tersebut. Bukan hanya
memiliki, namun mahasiswa
menggunakan media sosial untuk
banyak hal diantaranya mencari
informasi mengenai berita yang
sedang ada di masyarakat. Tentu
saja dengan adanya media sosial,
mahasiswa lebih mudah mengakses
berbagai berita dan pengetahuan.
Mahasiswa sudah sangat tergantung
dengan media sosial. Media sosial
dianggap sebagai ladang informasi
yang dapat digunakan kapanpun dan
dimanapun.
2. Collective Intelligence
Ketika mendapatkan informasi
hoax, mahasiswa menyertakan
pengetahuan yang mereka dapat
mengenai hoax. Saat ini apa saja
sudah tersedia di internet.
Mahasiswa mencari informasi
mengenai hoax, baik itu definisi,
ciri-ciri, dll. Pengetahuan yang
mereka dapatkan tersebut kemudian
digunakan untuk menganalisa
kebenaran informasi tersebut.
Ketika membaca sebuah berita, dan
mahasiswa meragukan kebenaran
informasi tersebut, seperti tidak
mencantumkan sumber, mahasiswa
akan mencari dari sumber yang lain.
Tidak jarang pula mahasiswa
membuat forum diskusi dengan
teman dekatnya. Hal ini dilakukan
karena dengan adanya diskusi tentu
akan aada banyak pendapat yang
muncul. Selain itu, pengetahuan
tentu hal ini akan sangat bermanfaat
untuk berbagi ilmu. Sementara itu,
dengan adanya berbagai pendapat
dan sudut pandang, akan
memudahkan dalam proses
menganalisis kebenaran suatu berita.
3. Judgment
Pada saat menerima berita dari satu
sumber, mahasiswa tetap mencari
informasi dari sumber yang lain.
Meskipun maksud dari berita
tersebut sama, namun kadang isi dan
cara penulisannya berbeda. Ketika
mahasiswa menganalisa dari
beberapa sumber, dan ternyata
berbeda, mahasiswa cenderung
menyimpulkan bahwa berita
tersebut hoax. Bagi beberapa
mahasiswa, beberapa berita tidak
mencantumkan sumber yang jelas
dan tidak memberikan rujukan
kepada pembaca. Namun, ada juga
berita yang menyertakan sumber
namun sumber merupakan sumber
yang tidak jelas. Ada pula
mahasiswa yang menganggap
bahwa meskipun berita tersebut
telah menyertakan sumber yang
terpercaya, tetap saja berita tersebut
adalah bohong. Oleh karena itu,
penting bagi mahasiswa untuk
mengevaluasi dari banyak sisi, tidak
hanya berpacu pada sumber saja.
Misalnya, gaya bahasa, gaya
penulisan, dan caranya menarik
minat pembaca.
4. Transmedia Navigation
Dalam mencari kebenaran suatu
berita, banyak mahasiswa yang
melakukan diskusi dan mencari dari
sumber lain. Selain itu, apabila
mendapatkan berita yang berbeda
dari sumber yang berbeda, biasanya
mahasiswa menggabungkan
beberapa informasi tersebut,
kemudian memberikan penilaian
secara subjektif mengenai objek
kesimpulan dari hal-hal tersebut.
Cara semacam ini dilakukan
beberapa mahasiswa karena mereka
menganggap bahwa banyak sumber
yang tidak bisa dipercaya.
5. Networking
Media sosial tentu memberikan
banyak fasilitas untuk semua orang
agar bisa mengakses banyak hal.
Media sosial juga menjadi sarana
atau wadah yang memudahkan
seseorang dalam menyebarkan
berita. Latar belakang mahasiswa
dalam menyebarkan berita hoax
adalah iseng dan hanya ingin
memanfaatkan media sosial saja.
Sementara itu ada juga yang sengaja
menyebarkan berita hoax untuk
membuka forum diskusi guna
menganalisis kebenaran suatu
informasi. Selain itu, munculnya
anggapan bahwa berita yang
tersebar tersebut mungkin saja
bermanfaat bagi orang lain dan
sedang dibutuhkan orang lain.
KESIMPULAN
Ketika mendapatkan informasi
hoax, mahasiswa jarang
membandingkan dengan sumber lain.
Hal ini dianggap kurang penting bagi
sebagian mahasiswa karena hanya
menghabiskan waktu dan tenaga saja.
Selain itu, perlakukan berbeda
diberikan oleh mahasiswa apabila
objek yang diberitakan adalah tokoh
idola mereka. Dalam menganalisa
sebuah berita, sebagian besar
mahasiswa sebenarnya telah
mengetahui mengenai apa itu berita
hoax, ciri-cirinya, dll. Ada mahasiswa
yang menyertakan pengetahuan mereka
dalam menganalisis keterpercayaan
berita, ada pula yang meskipun tahu
bahwa berita tersebut belum tentu
Adanya berita hoax
mempengaruhi pandangan atau
persepsi mahasiswa mengenai objek
yang diberitakan. Pada saat
menyebarkan berita hoax, sebagian
mahasiswa tidak melakukan proses
editing. Mereka langsung menyebarkan
berita yang mereka dapat tanpa
mengurangi ataupun menambahkan isi
berita. Dalam memilih calon penerima
pesan, biasanya mahasiswa hanya akan
menyebarkan pada orang-orang
terdekat seperti teman satu kos, teman
dekat, dan keluarga. Ketika telah
menyebarkan sebuah berita, namun
dikemudian hari mahasiswa
mengetahui bahwa berita tersebut
adalah bohong, ada yang
mengkonfirmasi ada juga yang tidak.
Latar belakang mahasiswa
menyebarkan berita hoax sangat
beragam. Ada mahasiswa yang hanya
iseng, sharing, dan anggapan bahwa
berita tersebut mungkin penting bagi
orang lain.
SARAN
Hasil penelitian ini diharapkan bisa
menjadi acuan bagi penelitian
selanjutnya khususnya yang berkaitan
dengan hoax. Serta diharapkan bisa
menambah wawasan pengetahuan
mengenai hoax pada masyarakat baik
penyebar maupun penerima agar lebih
berhati-hati dalam bermedia sosial.
sementara itu, pemerintah diharapkan
lebih memperketat dan mengawasi
kegiatan di media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Habermas, Jurgen. 2015. Ruang Publik
: Sebuah Kajian Tentang Kategori
Masyarakat Borjuis. Yogyakarta :
Kreasi Wacana.
Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Sugihartati, Rahma. 2014.
Perkembangan Masyarakat
Informasi & Teori Sosial
Kontemporer. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Skripsi dan Thesis:
Anggraini, Clara Novita. 2016. Literasi
Media Baru dan Penyebaran
Informasi Hoax (Studi
Fenomenologi pada Penggunaan
Whatsapp dalam Penyebaran
Informasi Hoax periode
Januari-Maret 2015). Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Korua, Eunike. Pencemaran Nama
Baik yang Dilakukan Oleh Pers.
2014. Sulawesi Utara : Lex et
Societatis. Volume 2, Nomor 8.
Destiana, Ika, Ali Salman dan Mohd.
Helmi Abd. Rahim. Penerimaan
Media Sosial: Kajian Dalam
Kalangan Pelajar Universiti Di
Palembang. Palembang. Jurnal
Komunikasi Jilid 29(2) 2013:
125-140.
Arif, Moch. Choirul. 2013. Tingkat
Literasi Media Berbasis
Kompetensi Individual Mahasiswa
Fakultas Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi IAIN Sunan Ampel
Surabaya. Surabaya : IAIN Sunan
Ampel.
Sumaryanto, Y. Ruang Publik Jurgen
Habermas dan Tinjauan atas
Perpustakaan Umum Indonesia.
2010. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Internet :
http://www.apasih.com/2017/06/sejara h-kemunculan-istilah-hoax.html
https://nurhasanblogger.wordpress.com /2014/06/18/sistem-resirkulasi-dan-filtrasi/
http://news.liputan6.com/read/2820443 /darimana-asal-usul-hoax
https://kumparan.com/tio/sejarah-hoaks-dan-andilnya-dari-masa-ke-masa
http://pamuncar.blogspot.co.id/2012/06
/definisi-peran-dan-fungsi-mahasiswa.html
http://venzbu.blogspot.co.id/2012/10/si kap-dan-peran-mahasiswa-yang-baik.html
https://jurusmabok.wordpress.com/201 3/02/08/digitalisasi-new-media-dan-konsekuensi-masyarakat-informasi/
http://www.unpas.ac.id/apa-itu-sosial-media/