• Tidak ada hasil yang ditemukan

HOAX DAN PERGESERAN PREFERENSI SOSIAL POLITIK MAHASISWA (Studi Deskriptif Mengenai Peran Ruang Publik dalam Masyarakat Urban) ROSYIDA IRIANTI 071411431055 Program Studi Sosiologi FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2017 ABSTRAK - HOAX DAN PERGESERAN PREFERENSI SO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HOAX DAN PERGESERAN PREFERENSI SOSIAL POLITIK MAHASISWA (Studi Deskriptif Mengenai Peran Ruang Publik dalam Masyarakat Urban) ROSYIDA IRIANTI 071411431055 Program Studi Sosiologi FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2017 ABSTRAK - HOAX DAN PERGESERAN PREFERENSI SO"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HOAX DAN PERGESERAN PREFERENSI SOSIAL POLITIK MAHASISWA

(Studi Deskriptif Mengenai Peran Ruang Publik dalam Masyarakat Urban)

ROSYIDA IRIANTI

071411431055

Program Studi Sosiologi FISIP

UNIVERSITAS AIRLANGGA 2017

ABSTRAK

Kehadiran media sosial membawa banyak pengaruh dalam kehidupan kita saat ini. Salah satu produk media sosial adalah penyebaran berita hoax. Saat ini, penyebaran informasi hoax sudah semakin parah dan tidak terkendali. Meskipun Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Undang-undang, peraturan, serta ancaman bagi para pelaku pembuat informasi hoax, hal itu tidak terlalu memberikan rasa takut bagi pelaku. Bahkan, kadang berita hoax sengaja dibuat hanya untuk menjatuhkan citra seseorang. Studi ini memfokuskan pada pengaruh hoax dalam pergeseran preferensi sosial politik mahasiswa serta bagaimana mahasiswa meresirkulasi berita hoax.

Paradigma yang digunakan untuk menjawab permasalahan ini adalah paradigma deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Teori yang digunakan adalah Teori Ruang Publik dari Habermas dan Literasi Media dari Jenkins. Informan dalam studi ini adalah dua orang konsumen berita hoax dan empat orang penyebar berita hoax. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam.

Hasil yang ditemukan antara lain: (1) Adanya berita hoax cukup mempengaruhi pandangan mahasiswa mengenai objek yang diberitakan, terutama jika objek adalah tokoh idolanya; dan (2) Pada saat menyebarkan berita hoax, mahasiswa tidak melakukan editing dan latar belakang mereka menyebarkan berita hoax adalah iseng, sharing, dan menganggap bahwa orang lain mungkin membutuhkan berita tersebut.

(2)

ABSTRACT

Recently, the appearance of social media brings tons of influence to our daily lives. One of the social media products is the spread of hoax. Currently, the hoax spread is getting worsen and uncontrollable. Even though the government has created some constitutions, regulations and threats for those who create hoax, it does not decrease the hoax-doers. Even more, the hoaxes are purposely made just to sabotage individual’s image. This study focuses on the influence of hoax in shifting the preference of social politic in a university students and how they recirculate hoax.

The paradigm that is used to reveal this case is descriptive paradigm with qualitative approach. The theory that the writer use is Public Space theory from Habernas and Literasi Media in Jenkins. The sources of this study are two hoax consumers and four hoax spreader. The sample that is used for this study is snowball. Depth-interview is used as the method.

The results found are: (1) the presence of hoax is quite enough to affect student’s perspectives on the object that is being talked, especially if the object is their idols; and (2) While spreading the hoax, the students do not do editing and their base of extending the hoax is just a whim, sharing, and considering that people might need those hoaxes .

Keywords: hoax, preference shifting, recirculation

PENDAHULUAN

Hoax merupakan sebuah kata

yang digunakan untuk menunjukan

pemberitaan palsu atau usaha untuk

menipu atau mengakali

pembaca/pendengarnya agar

mempercayai sesuatu yang biasanya

digunakan dalam forum internet seperti

Facebook, Twitter, dan Instagram.

Hoax merupakan ekses negatif

kebebasan berbicara dan berpendapat

di internet, khususnya media sosial dan

blog.

Saat ini, istilah hoax lebih sering

digunakan untuk menjelaskan

mengenai berita palsu, legenda urban,

dan kebohongan yang bersifat menipu.

Pada dasarnya, hoax sengaja diciptakan

untuk menipu banyak orang dengan

cara merekayasa sebuah berita agar

(3)

Istilah hoax sudah dipakai sejak abad

ke tujuh. Pada saat itu, istilah hoax

dipakai dalam wilayah kritik seni yang

dikenal sebagai “Satir Art Hoax”.

Seiring berjalannya waktu, satir art

hoax berubah menjadi satir hoax, lalu

semakin keluar jalur menjadi terpisah

yaitu satir dan hoax. Menurut

perjalanan sejarahnya, definisi hoax

tidak hanya fokus pada masalah berita

palsu saja, tetapi juga meliputi suatu

perbuatan seseorang atau sekelompok

orang yang bertujuan untuk

membohongi orang lain dengan cara

memanipulasi data ataupun menutupi

fakta yang pada dasarnya digunakan

untuk mendapatkan ketenaran semata

(http://www.apasih.com/2017/06/sejara

h-kemunculan-istilah-hoax.html

diakses 12-09-2017 pukul 16.00).

Kehadiran media sosial telah

membawa perubahan ke arah

masyarakat online. Penyertaan

masyarakat bukan hanya terjadi di

dunia nyata tetapi juga di dunia maya

(Ali & Samsudin 2012). Media sosial

telah memberikan dampak terhadap

keterlibatan masyarakat dalam isu-isu

publik. Keterlibatan ini meliputi aktif

mengikuti perkembangan isu,

membentuk online grup untuk

menyampaikan aspirasi, membuat blog

tentang isu publik, memberi komentar

dalam berbagai berita online,

mengambil bagian dalam online

discussion, menyebar luaskan berita

yang berkaitan dengan isu semasa

(PewInternet 2009; Ali & Samsudin

2012).

Sebenarnya ada beberapa hal

yang dapat dilakukan masyarakat untuk

menganalisis apakah berita yang

diperoleh benar atau hanya hoax.

Misalnya dengan membaca secara teliti

kata per-kata yang digunakan.

Selanjutnya apakah isinya bertentangan

dengan ilmu pengetahuan atau tidak.

(4)

bukti-bukti yang ada. Dan yang

terakhir adalah biasanya berita hoax

justru mengandung kata-kata yang

mengajak pembacanya untuk

menyebarkan berita hoax yang telah

disebar.

Selanjutnya, studi ini akan

mengkaji mengenai pergeseran

preferensi sosial politik mahasiswa

dengan adanya berita bohong atau

hoax. Apakah mereka sudah

terpengaruh dengan berita bohong atau

belum. Selain itu, studi ini juga akan

mengkaji bagaimana masyarakat

meresirkulasi berita hoax yang

diperolehnya atau bagaimana mereka

menerima lalu menyebarkannya pada

orang lain.

KERANGKA TEORI

Berdasarkan latar belakang serta fokus

penelitian yang telah diuraikan diatas,

maka dalam penelitian ini digunakan

teori Ruang Publik dari Jurgen

Habermas dan Literasi Media dari

Jenkin sebagai pisau analisis,

pendekatan ini dirasa mampu

menjelaskan fenomena yang terjadi

yang berkaitan dengan Hoax dan

Pergeseran Preferensi Sosial Politik

Mahasiswa.

Teori Ruang Publik Jurgen

Habermas

Pemikiran Habermas mengenai

ruang publik tertulis dalam karyanya

yang berjudul The Structural

Transformation of The Public Sphere.

Habermas lahir pada 18 Juni 1929 di

Dusseldorf, North Rhine-Westphalia,

Jerman. Pada abad pertengahan, negara

dan masyarakat masih berjalan

bersama. Namun, seiring dengan

berkembangnya ekonomi pasar,

lahirlah ruang ‘sosial’ yang

menghancurkan belenggu dominasi

yang sebelumnya dilandaskan pada

ningrat-tanah dan bentuk-bentuk

(5)

yang ada dalam otoritas negara. Dalam

tindakan yang berhubungan dengan

pertukaran pasar, produksi dipisahkan

dari fungsi otoritas publik; begitu juga

sebaliknya, administrasi politis

dibebaskan dari tugas-tugas produksi.

Kekuasaan publik yang terpusat di

negara-negara bangsa dan wilayah

territorial, lahir di dalam sebuah

masyarakat yang terprivat, sehingga

tidak masalah jika banyak urusan

masyarakat terprivat tersebut diarahkan

oleh intervensi otoritas negara.

Hubungan istimewa privasi

berorientasi penonton sudah tidak ada

lagi ketika masyarakat pergi menonton

bioskop, mendengarkan radio, atau

menonton televisi. Komunikasi publik

mengenai perdebatan kritis budaya

masih tergantung pada pembacaan

yang dilakukan di dalam privasi

tertutup di rumah-rumah (Boston,

1952).

Seiring berjalannya waktu,

ruang publik mengalami depolitisasi.

Organ publik yang dulunya menjadi

tempat diskusi publik, justru berubah

menjadi ruang iklan, ruang diskusi

rasional, debat, dan penyebaran berita

bohong. Refeodalisasi ruang publik

menghasilkan opini publik yang tidak

lagi terbentuk lewat perdebatan dan

konsensus, namun opini publik yang

dibentuk oleh kelompok elite media,

politik, dan ekonomi.

Menurut Habermas, ada dua

wilayah yang menjadi korban

hegemoni pasar atas demokrasi dan

ruang publik. Pertama, wilayah sosial

dimana media massa tidak lagi menjadi

fasilitas diskursus rasional, namun

menjalankan konstruksi, seleksi dan

formasi diskursus itu menjadi

komoditas hiburan yang dapat

dikonsumsi secara pasif oleh pemirsa.

Kedua, pada wilayah politis, peran

(6)

menyerap aspirasi sosial-politik

masyarakat dan kemudian

memperjuangkannya sebagai bagian

dari program pembangunan, justru

menjadi komoditas politik yang

dipertukarkan di meja parlemen untuk

menjamin kemenangan dalam voting,

atau menjadi komoditas pencitraan bagi

para wakil rakyat atau penguasa .

Teori Literasi Media Jenkins

Definisi proses literasi media

adalah seperangkat kecakapan yang

berguna dalam proses mengakses,

menganalisa, mengevaluasi dan

mengkomunikasikan informasi dalam

berbagai jenis format media baik cetak

maupun yang bukan berbentuk cetak.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa literasi

media digunakan sebagai model

instruksional berbasis eksplorasi yang

mendorong individu mempertanyakan

secara kritis apa yang mereka lihat,

dengar dan baca. Menyediakan alat

untuk menolong audiens agar dapat

menganalisis secara kritis pesan media

untuk mendeteksi propaganda, sensor

dan bias dalam berita dan berbagai

program yang berkaitan dengan

kehidupan publik dan memahami

struktur institusi media, seperti

kepemilikan media dan pendanaannya.

Pada definisi ini dituntut kekritisan

konsumen terhadap media massa.

Posisi audiens masih ditempatkan

sebagai konsumen yang harus memiliki

kemampuan mengkomunikasikan

pesan yang didapat di media kepada

orang lain. Interaktivitas tanpa batasan

jarak dan waktu belum tercakup dalam

definisi ini.

Pada 2009 Jenkins, Purushotma,

Weigel, Clinton, & Robinson muncul

merumuskan literasi media baru

dengan dua belas inti kemampuan

literasi media baru. Teori ini bersifat

sangat praktis berdasarkan karakter

media baru. Karena media baru sangat

(7)

membagi inti keterampilan literasi

media menjadi dua belas: play,

performance, simulation,

appropriation, multitasking, distributed

cognition, collective intelligence,

judgment, transmedia navigation,

networking, negotiation, visualization.

Keduabelas kemampuan ini disaring

kembali berdasarkan kebutuhan

penelitian, yaitu berkaitan dengan

pengaruh hoax dalam pergeseran

preferensi sosial dan politik mahasiswa

serta bagaimana mahasiswa

meresirkulasi berita hoax, dimana

subjek penelitian ini adalah mahasiswa

yang mengkonsumsi berita hoax dan

mahasiswa yang menyebarkan berita

hoax. Oleh karena itu, hanya lima

kemampuan literasi media yang

digunakan sebagai unit analisis dalam

penelitian ini, yaitu play, collective

intelligence, judgment, transmedia

navigation, dan networking.

1. Play

Kemampuan play disini

diartikan sebagai kemampuan

menggunakan. Menggunakan dalam

artian tidak hanya sekedar

mengakses, tetapi juga mengeksplor

media baru yang digunakan.

Menurut Jenkins, pengguna media

baru wajib mengeksplorasi dan

mengetahui seluk-beluk aplikasi

media baru yang digunakan. Hal ini

akan membentuk hubungan

pengguna dengan pikiran,

komunitas dan lingkungan di dalam

gadget (interaksi di dalamnya) serta

menambah pengetahuan pengguna.

Dengan begitu, semakin banyak kita

menggunakan media, semakin kita

peka terhadapnya. Mengkonsumsi

media akan menjadi sebuah proses

pembelajaran kehidupan yang

membentuk struktur pengetahuan,

sebagai bentuk pemecahan masalah

terhadap semua hal dalam

(8)

dalam kegiatan mengkonsumsi

media. Pengguna media baru akan

mengetahui fungsi, kelemahan,

kelebihan, maupun cara penggunaan

media baru tersebut, yang akan

menciptakan kesadaran terhadap

pengguna. Semakin mengenal media

sosial melalui eksplorasi

penggunaannya, maka akan

semakin peka pula seseorang

terhadapnya.

2. Collective Intelligence

Collective Intelligence adalah

kemampuan untuk menyatukan

pengetahuan dan membandingkan

pendapat dengan orang lain menuju

tujuan bersama. Dalam media baru,

seringkali terbentuk komunitas yang

terjadi akibat ketertarikan akan

suatu hal. Di dalam komunitas ini

terjadi saling berbagi pengetahuan

mengenai seputar hal yang digemari.

Pengetahuan komunitas seperti ini

merubah sifat konsumsi media,

beralih dari bentuk media pribadi

yang berpusat pada revolusi digital,

menuju media sosial/komunal yang

berpusat pada budaya konvergensi

media.

3. Judgment

Judgment adalah kemampuan

mengevaluasi keandalan dan

kredibilitas sumber-sumber

informasi yang berbeda. Meskipun

informasi dibagi dari orang-orang

yang mempunyai ketertarikan yang

sama (dalam komunitas misalnya),

belum tentu informasi yang beredar

didalamnya kredibel. Jenkins

membandingkan Wikipedia dan

Encyclopedia Britannica untuk

menjelaskan hal ini. Hasilnya

menunjukkan tingkat kredibilitas

yang sama. Artinya, sumber

terpercaya pun juga memiliki

kemungkinan untuk cacat. Oleh

karena itu manusia harus berpikir

(9)

informasi dari perspektif kritis.

Manusia harus bisa membedakan

yang fakta dari yang fiksi, argumen

dari dokumentasi, kebenaran dari

pemalsuan dan marketing dari

pencerahan.

4. Transmedia Navigation

Transmedia navigation adalah

kemampuan untuk mengikuti aliran

cerita dan informasi antara beberapa

pengandaian. Dalam era

konvergensi, konsumen menjadi

pemburu dan pengumpul informasi,

untuk menarik informasi dari

beberapa sumber dan membuat

sintesis baru. Oleh karena itu

manusia harus bisa membaca dan

menulis melalui gambar, teks,

sounds dan simulasi. Cerita

transmedia yang paling dasar adalah

yang diceritakan di beberapa media.

Kemampuan ini meningkatkan

pembelajaran untuk memahami

relasi antar sistem media yang

berbeda.

5. Networking

Networking adalah kemampuan

untuk mencari, menyintesis dan

menyebarkan informasi. Dalam

dunia di mana pengetahuan

diproduksi secara kolektif dan

komunikasi terjadi antar media,

kapasitas untuk berjejaring muncul

sebagai sebuah kemampuan sosial

dan budaya. Kemampuan ini

meningkatkan kemampuan untuk

berselancar antar komunitas sosial

yang berbeda. Partisipasi dalam

komunitas sosial yang berskala

besar menjadi investasi dalam

mengumpulkan dan mencatat data

untuk pengguna lainnya. Keaktifan

partisipasi dibutuhkan dan

bergantung pada etos sosial untuk

berbagi pengetahuan. Yang lainnya

(10)

perilaku kolektif (dari faktor sosial

dan psikologis).

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, desain

yang digunakan adalah deskripstif,

yaitu penelitian yang memberikan

gambaran secara cermat mengenai

individu atau kelompok tertentu

mengenai keadaan atau gejala yang

terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini tentang mahasiswa yang

menggunakan media sosial dan pernah

mengkonsumsi berita hoax di

gadgetnya. Penelitian ini berusaha

memahami cara yang digunakan

mahasiswa dalam meresirkulasi berita

hoax yang tersebar di berbagai media

sosial.

Media sosial yang seharusnya

digunakan untuk menyebarkan

berita-berita yang bernilai positif misalnya

ilmu pengetahuan, saat ini justru malah

semakin disalah gunakan oleh sebagian

besar masyarakat. Sebagai kaum

intelektual, mahasiswa seharusnya

mampu memilah dan memilih berita

yang dikonsumsi. Mahasiswa

seharusnya mencari kebenaran dari

berita yang dipeoleh sebelum

menyebarkannya pada orang lain.

Dengan semakin marak dan parahnya

penyebaran berita hoax, mahasiswa

seharusnya bisa menjadi filter bagi

masyarakat untuk memilih berita yang

benar untuk dikonsumsi.

Peneliti menggunakan metode

purposive dan snowball dalam memilih

informan. Metode penentuan informan

berdasarkan kriteria tertentu yaitu

mahasiswa yang memiliki gadget,

mahasiswa yang berlangganan media

sosial, dan mahasiswa yang pernah

mengkonsumsi berita hoax. Sementara

itu, informan yang telah diwawancara

memberikan saran untuk calon

infirman yang akan diwawancara

(11)

penentuan informan ini untuk

memberikan variasi data dan melihat

perbandingan dari hasil pengumpulan

data. Dalam penentuan informan,

Peneliti pada mulanya menelusur

informan, dalam penelitian ini kriteria

informan subjek yaitu mahasiswa yang

mengkonsumsi berita hoax, baik yang

menyebarkannya maupun tidak.

Kemudian informan kunci diperoleh

berdasarkan pertimbangan kepemilikan

informasi yang kuat yaitu mahasiswa

yang sering menyebarkan informasi

hoax. Selanjutnya informan non-subjek

yaitu mahasiswa yang hanya

mengkonsumsi berita hoax.

Teknik pengumpulan data yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah

observasi dan wawancara mendalam

(indepthinterview) dengan

menggunakan pedoman wawancara.

Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan

setelah selesai pengumpulan data.

Tahap-tahap analisis data menurut

Sugiyono (2002) diantaranya

pengumpulan data, reduksi data,

kategorisasi data, penyajian data, serta

penarikan kesimpulan dan verifikasi

data.

HASIL PENELITIAN

Pengaruh Hoax terhadap Pergeseran

Preferensi Sosial Politik Mahasiswa

Ketika mendapatkan informasi

hoax, mahasiswa bisa jarang

membandingkan dengan sumber lain.

Hal ini dianggap kurang penting bagi

sebagian mahasiswa karena hanya

menghabiskan waktu dan tenaga saja.

Selain itu, perlakukan berbeda

diberikan oleh mahasiswa apabila

objek yang diberitakan adalah tokoh

idola mereka. Apabila isi berita

tersebut bersifat positif, biasanya

mahasiswa tidak membandingkan

(12)

berita bersifat negatif atau

menjatuhkan, maka mereka akan

mencari dari sumber lain mengenai

kebenaran berita tersebut. Ada rasa

tidak percaya dalam diri mahasiswa

apabila tokoh idolanya diberitakan

negative.

Dalam menganalisa sebuah

berita, sebagian besar mahasiswa

sebenarnya telah mengetahui mengenai

apa itu berita hoax, ciri-cirinya, dll.

Ada mahasiswa yang menyertakan

pengetahuan mereka dalam

menganalisis keterpercayaan berita, ada

pula yang meskipun tahu bahwa berita

tersebut belum tentu benar tetap

menyebarkannya. Pengetahuan yang

mereka dapat mengenai hoax biasanya

diperoleh dari internet dan media

sosial.

Adanya berita hoax cukup

mempengaruhi pandangan atau

persepsi mahasiswa mengenai objek

yang diberitakan. Apabila berita yang

disampaikan tergolong positif, maka

mahasiswa yang awalnya tidak suka

bisa menjadi menyukai objek. Namun,

jika berita yang ada bersifat negatif

maka mahasiswa yang awalnya

menyukai objek bisa menjadi tidak

suka. Hal ini terjadi pada berita yang

terus menerus dibahas di berbagai

media massa maupun media sosial.

Meresirkulasi Berita Hoax

Pada saat menyebarkan berita

hoax, sebagian mahasiswa tidak

melakukan proses editing. Mereka

langsung menyebarkan berita yang

mereka dapat tanpa mengurangi

ataupun menambahkan isi berita.

Namun, ada juga mahasiswa yang

melakukan editing, namun hal itu

hanya menambahkan pembukaan isi

berita ataupun menghapus isi berita

yang kurang pantas untuk dibaca. Yang

harus digaris bawahi adalah bahwa

(13)

mahasiswa tidak mengurangi atau

menambahkan sedikitpun isi berita.

Dalam memilih calon penerima

pesan, biasanya mahasiswa hanya akan

menyebarkan pada orang-orang

terdekat seperti teman satu kos, teman

dekat, dan keluarga. Selain itu,

mahasiswa juga memilih orang-orang

yang menurut mereka tidak terlalu

“kritis”. Hal ini disebabkan karena

mereka takut jika nantinya akan terjadi

perdebatan yang panjang.

Ketika telah menyebarkan

sebuah berita, namun dikemudian hari

mahasiswa mengetahui bahwa berita

tersebut adalah bohong, maka terjadi

dua hal. Yang pertama, mahasiswa

akan mengkonfirmasi ke penerima

pesan bahwa berita tersebut bohong

serta memberikan alasan dan sumber

yang mengatakan bahwa berita tersebut

bohong. Yang kedua, mahasiswa tidak

melakukan konfirmasi dengan alasan

bahwa saat ini semua orang pasti

memiliki media sosial dan seiring

berjalannya waktu, mereka tentu akan

tahu sendiri mengenai kebenaran berita

tersebut.

Latar belakang mahasiswa

menyebarkan berita hoax sangat

beragam. Ada mahasiswa yang hanya

iseng saja, ada mahasiswa yang sengaja

menyebarkan berita untuk sharing

dengan temannya, ada pula yang

menyebarkan karena menganggap

bahwa mungkin saja orang diluar sana

membutuhkan berita tersebut dan berita

tersebut sangat penting baginya.

PEMBAHASAN

Terbentuknya berita Hoax dalam

Ruang Publik dan Pengaruhnya

pada Pergerseran Preferensi Sosial

Politik Mahasiswa

Seiring berjalannya waktu,

ruang publik mengalami depolitisasi.

Organ publik yang dulunya menjadi

tempat diskusi publik, justru berubah

(14)

rasional, debat, dan penyebaran berita

bohong. Refeodalisasi ruang publik

menghasilkan opini publik yang tidak

lagi terbentuk lewat perdebatan dan

konsensus, namun opini publik yang

dibentuk oleh kelompok elite media,

politik, dan ekonomi.

Mahasiswa sangat sering

menerima berita hoax yang mereka

dapatkan dari berbagai media sosial.

Bahkan, hampir setiap hari mereka

mengkonsumsi berita hoax dan setiap

media sosial memberikan berita yang

berbeda baik gaya penulisan maupun

bahasanya. Hal ini membuktikan

bahwa ruang publik, atau dalam

konteks ini dicontohkan media sosial

sudah tidak digunakan sebagaimana

mestinya. Media sosial yang awalnya

difungsikan untuk menumbuhkan sikap

demokrasi, justru saat ini banyak

digunakan untuk menyebarkan berita

hoax yang pada dasarnya dibuat untuk

menjatuhkan citra seseorang.

Ketika media berkembang

begitu pesatnya, seharusnya dapat

memunculkan sikap kritis dikalangan

generasi muda. Namun, dikarenakan

media massa yang berkembang di

Indonesia umumnya dioperasikan

sebagai entitas bisnis yang

dikembangkan untuk meraih

keuntungan, maka yang terjadi justru

media massa lebih banyak digunakan

sebagai kekuatan anti demokrasi.

Beberapa orang memanfaatkan

media massa atau media sosial untuk

mencapai kepentingan pribadinya.

Kadang, berita hoax disebarkan hanya

untuk mencari popularitas semata.

Selain itu, ada beberapa orang yang

memang sengaja membuat berita hoax

dengam imbalan diberikan sejumlah

uang. Hal ini tentu menjadi ancaman

besar dan sangat menyalahi aturan

bermedia sosial. Banyak pihak yang

(15)

Meresirkulasi Berita Hoax dalam

Perspektif Literasi Media

Dari 12 kemampuan literasi media

yang ada, peneliti hanya menggunakan

5 kemampuan yang disesuaikan dengan

kebutuhan penelitian, yaitu:

1. Play

Dengan adanya berbagai jenis media

sosial, mahasiswa tentu akan

mengeksplore berbagai jenis media

sosial tersebut. Bukan hanya

memiliki, namun mahasiswa

menggunakan media sosial untuk

banyak hal diantaranya mencari

informasi mengenai berita yang

sedang ada di masyarakat. Tentu

saja dengan adanya media sosial,

mahasiswa lebih mudah mengakses

berbagai berita dan pengetahuan.

Mahasiswa sudah sangat tergantung

dengan media sosial. Media sosial

dianggap sebagai ladang informasi

yang dapat digunakan kapanpun dan

dimanapun.

2. Collective Intelligence

Ketika mendapatkan informasi

hoax, mahasiswa menyertakan

pengetahuan yang mereka dapat

mengenai hoax. Saat ini apa saja

sudah tersedia di internet.

Mahasiswa mencari informasi

mengenai hoax, baik itu definisi,

ciri-ciri, dll. Pengetahuan yang

mereka dapatkan tersebut kemudian

digunakan untuk menganalisa

kebenaran informasi tersebut.

Ketika membaca sebuah berita, dan

mahasiswa meragukan kebenaran

informasi tersebut, seperti tidak

mencantumkan sumber, mahasiswa

akan mencari dari sumber yang lain.

Tidak jarang pula mahasiswa

membuat forum diskusi dengan

teman dekatnya. Hal ini dilakukan

karena dengan adanya diskusi tentu

akan aada banyak pendapat yang

muncul. Selain itu, pengetahuan

(16)

tentu hal ini akan sangat bermanfaat

untuk berbagi ilmu. Sementara itu,

dengan adanya berbagai pendapat

dan sudut pandang, akan

memudahkan dalam proses

menganalisis kebenaran suatu berita.

3. Judgment

Pada saat menerima berita dari satu

sumber, mahasiswa tetap mencari

informasi dari sumber yang lain.

Meskipun maksud dari berita

tersebut sama, namun kadang isi dan

cara penulisannya berbeda. Ketika

mahasiswa menganalisa dari

beberapa sumber, dan ternyata

berbeda, mahasiswa cenderung

menyimpulkan bahwa berita

tersebut hoax. Bagi beberapa

mahasiswa, beberapa berita tidak

mencantumkan sumber yang jelas

dan tidak memberikan rujukan

kepada pembaca. Namun, ada juga

berita yang menyertakan sumber

namun sumber merupakan sumber

yang tidak jelas. Ada pula

mahasiswa yang menganggap

bahwa meskipun berita tersebut

telah menyertakan sumber yang

terpercaya, tetap saja berita tersebut

adalah bohong. Oleh karena itu,

penting bagi mahasiswa untuk

mengevaluasi dari banyak sisi, tidak

hanya berpacu pada sumber saja.

Misalnya, gaya bahasa, gaya

penulisan, dan caranya menarik

minat pembaca.

4. Transmedia Navigation

Dalam mencari kebenaran suatu

berita, banyak mahasiswa yang

melakukan diskusi dan mencari dari

sumber lain. Selain itu, apabila

mendapatkan berita yang berbeda

dari sumber yang berbeda, biasanya

mahasiswa menggabungkan

beberapa informasi tersebut,

kemudian memberikan penilaian

secara subjektif mengenai objek

(17)

kesimpulan dari hal-hal tersebut.

Cara semacam ini dilakukan

beberapa mahasiswa karena mereka

menganggap bahwa banyak sumber

yang tidak bisa dipercaya.

5. Networking

Media sosial tentu memberikan

banyak fasilitas untuk semua orang

agar bisa mengakses banyak hal.

Media sosial juga menjadi sarana

atau wadah yang memudahkan

seseorang dalam menyebarkan

berita. Latar belakang mahasiswa

dalam menyebarkan berita hoax

adalah iseng dan hanya ingin

memanfaatkan media sosial saja.

Sementara itu ada juga yang sengaja

menyebarkan berita hoax untuk

membuka forum diskusi guna

menganalisis kebenaran suatu

informasi. Selain itu, munculnya

anggapan bahwa berita yang

tersebar tersebut mungkin saja

bermanfaat bagi orang lain dan

sedang dibutuhkan orang lain.

KESIMPULAN

Ketika mendapatkan informasi

hoax, mahasiswa jarang

membandingkan dengan sumber lain.

Hal ini dianggap kurang penting bagi

sebagian mahasiswa karena hanya

menghabiskan waktu dan tenaga saja.

Selain itu, perlakukan berbeda

diberikan oleh mahasiswa apabila

objek yang diberitakan adalah tokoh

idola mereka. Dalam menganalisa

sebuah berita, sebagian besar

mahasiswa sebenarnya telah

mengetahui mengenai apa itu berita

hoax, ciri-cirinya, dll. Ada mahasiswa

yang menyertakan pengetahuan mereka

dalam menganalisis keterpercayaan

berita, ada pula yang meskipun tahu

bahwa berita tersebut belum tentu

(18)

Adanya berita hoax

mempengaruhi pandangan atau

persepsi mahasiswa mengenai objek

yang diberitakan. Pada saat

menyebarkan berita hoax, sebagian

mahasiswa tidak melakukan proses

editing. Mereka langsung menyebarkan

berita yang mereka dapat tanpa

mengurangi ataupun menambahkan isi

berita. Dalam memilih calon penerima

pesan, biasanya mahasiswa hanya akan

menyebarkan pada orang-orang

terdekat seperti teman satu kos, teman

dekat, dan keluarga. Ketika telah

menyebarkan sebuah berita, namun

dikemudian hari mahasiswa

mengetahui bahwa berita tersebut

adalah bohong, ada yang

mengkonfirmasi ada juga yang tidak.

Latar belakang mahasiswa

menyebarkan berita hoax sangat

beragam. Ada mahasiswa yang hanya

iseng, sharing, dan anggapan bahwa

berita tersebut mungkin penting bagi

orang lain.

SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan bisa

menjadi acuan bagi penelitian

selanjutnya khususnya yang berkaitan

dengan hoax. Serta diharapkan bisa

menambah wawasan pengetahuan

mengenai hoax pada masyarakat baik

penyebar maupun penerima agar lebih

berhati-hati dalam bermedia sosial.

sementara itu, pemerintah diharapkan

lebih memperketat dan mengawasi

kegiatan di media sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Habermas, Jurgen. 2015. Ruang Publik

: Sebuah Kajian Tentang Kategori

Masyarakat Borjuis. Yogyakarta :

Kreasi Wacana.

Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

(19)

Sugihartati, Rahma. 2014.

Perkembangan Masyarakat

Informasi & Teori Sosial

Kontemporer. Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group.

Skripsi dan Thesis:

Anggraini, Clara Novita. 2016. Literasi

Media Baru dan Penyebaran

Informasi Hoax (Studi

Fenomenologi pada Penggunaan

Whatsapp dalam Penyebaran

Informasi Hoax periode

Januari-Maret 2015). Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Korua, Eunike. Pencemaran Nama

Baik yang Dilakukan Oleh Pers.

2014. Sulawesi Utara : Lex et

Societatis. Volume 2, Nomor 8.

Destiana, Ika, Ali Salman dan Mohd.

Helmi Abd. Rahim. Penerimaan

Media Sosial: Kajian Dalam

Kalangan Pelajar Universiti Di

Palembang. Palembang. Jurnal

Komunikasi Jilid 29(2) 2013:

125-140.

Arif, Moch. Choirul. 2013. Tingkat

Literasi Media Berbasis

Kompetensi Individual Mahasiswa

Fakultas Dakwah Dan Ilmu

Komunikasi IAIN Sunan Ampel

Surabaya. Surabaya : IAIN Sunan

Ampel.

Sumaryanto, Y. Ruang Publik Jurgen

Habermas dan Tinjauan atas

Perpustakaan Umum Indonesia.

2010. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Internet :

http://www.apasih.com/2017/06/sejara h-kemunculan-istilah-hoax.html

https://nurhasanblogger.wordpress.com /2014/06/18/sistem-resirkulasi-dan-filtrasi/

(20)

http://news.liputan6.com/read/2820443 /darimana-asal-usul-hoax

https://kumparan.com/tio/sejarah-hoaks-dan-andilnya-dari-masa-ke-masa

http://pamuncar.blogspot.co.id/2012/06

/definisi-peran-dan-fungsi-mahasiswa.html

http://venzbu.blogspot.co.id/2012/10/si kap-dan-peran-mahasiswa-yang-baik.html

https://jurusmabok.wordpress.com/201 3/02/08/digitalisasi-new-media-dan-konsekuensi-masyarakat-informasi/

http://www.unpas.ac.id/apa-itu-sosial-media/

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fenomena tersebut yang telah diuraikan diatas, sehingga penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam mengenai analisis hukum Islam terhadap metode

Tipologi lahan RPL merupakan tipologi wilayah yang berada pada ketinggian 30– 40 mdpl, wilayah pada tipologi ini dibentuk dengan karakteristik tekstur tanah ringan, sistem

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang fasilitas kerja yaitu pembuatan yang ergonomis sesuai dengan dimensi tubuh dan keinginan pengguna sehingga dapat bekerja dengan

Ho : : disiplin kerja, stres kerja dan lingkungan kerja secara persial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Ha : : disiplin kerja, stres kerja

Ketiga, ada perbedaan yang signifikan pemahaman konsep antara siswa yang dibelajarkan dengan model siklus belajar 7E dengan siswa yang dibelajarkan dengan model

Pasal 5 Ayat (7) huruf a Permendagri No 5/1974 menyatakan bahwa tanah-tanah yang dikuasai oleh perusahaan pembangunan perumahan dengan hak pengelolaan, atas usul

Regresi linier merupakan suatu metode analisis statistik yang mempelajari pola hubungan antara dua variabel atau lebih menggunakan model persamaan linier, sehingga salah

Alternatif penyelesaian masalah untuk mengurangi terjadinya ketidaksesuaian untuk produk hasil proses bottling Teh Botol Sosro di antaranya yaitu: perlunya dilakukan