• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PUSARAN DINAMIKA BANGSA (Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial Karya Sutrisno dan Muhyidin)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PUSARAN DINAMIKA BANGSA (Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial Karya Sutrisno dan Muhyidin)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i

(Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial

Karya Sutrisno dan Muhyidin)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan Syarat guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Oleh:

MOHAMMAD SOLICHIN

NIM: G 000 090 200

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

ii

Surakarta, 21 Februari 2014

Kepada Yth:

Dekan Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Surakarta di tempat.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Setelah mengadakan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa, maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama : Mohamad Solichin

NIM : G000090200

Program Studi : Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Judul skripsi : Peran Pendidikan Islam dalam Pusaran Dinamika Bangsa (Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial Karya Sutrisno dan Muhyidin)

Maka selaku Pembimbing I dan II, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak untuk dimunaqasahkan. Demikian, mohon dimaklumi adanya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

iii

Jl. A. Yani Tromol Pos I. Pabelan. Kartasura Telp (0271) 717417, 719483 Fax 715448 Surakarta 57102 http://www.ums.ac.id Email: ums@ums.ac.id

PENGESAHAN Skripsi Saudara

Nama : Mohamad Solichin

NIM : G000090200

Fakultas : Agama Islam

Progdi : Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Judul Skripsi : Peran Pendidikan Islam dalam Pusaran Dinamika Bangsa (Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial

Karangan Sutrisno dan Muhyidin)

Telah dimunaqosahkan dalam sidang Panitia Ujian Munaqosah Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal _______________

dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah).

Surakarta,

Dewan Penguji:

Ketua Sidang/Penguji I Sekretaris Sidang/Penguji II

Penguji III

………

Dekan

(4)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mohamad Solichin

NIM : G000090200

Fakultas : Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Judul Skripsi : Peran Pendidikan Islam dalam Pusaran Dinamika Bangsa (Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial Karya Sutrisno dan Muhyidin)

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang saya serahkan ini benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dan ringkasan-ringkasan yang semuanya telah saya jelaskan sumbernya. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sepenuhnya hasil jiplakan orang lain, maka saya siap bertanggungjawab sepenuhnya.

Surakarta, ………2014

Penulis

Mohamad Solichin G 000 090 0200

(5)
(6)

vi

Dengan penuh rasa syukur yang mendalam, karya tulis ini penulis

persembahkan untuk:

1.

Ibunda tercinta (ibu Kastamah) beserta seluruh keluarga besar yang selalu

memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2.

Almamaterku,Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dengan jasanya

saya dapat memperoleh beasiswa penuh dalam menempuh studi.

3.

Masjid Almanaar beserta seluruh penghuninya (Kang Arif, Kang Sodik,

Kang Khoirin, Kang Hamzah, dll)

4.

Sahabat-sahabat seperjuangan (Dwi Tom-tom, Sidik Cahayana, Imut, Icha,

(7)

vii

(Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial Karangan Sutrisno dan Muhyidin)

Oleh: Mohamad Solichin

Bangsa Indonesia saat ini sedang dilanda krisis yang bersifat multidimensional. Terungkapnya kasus korupsi melalui media, kemiskinan dan pengangguran yang semakin meningkat, krisis kepemimpinan, dan hukum yang tidak memperlihatkan keadilan. Permasalahan tersebut dapat ditengarai dari gagalnya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, secara lebih khusus yaitu pendidikan Islam. Di tengah banyaknya buku yang beredar mengenai solusi dari problematika tersebut, buku karangan Sutrisno dan Muhyidin Albarobis yang berjudul Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial menjadi salah satu tawaran di tengah krisis tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin dalam menghadapi problematika bangsa dan apa implikasi dari konsep tersebut terhadap kurikulum pembelajaran PAI. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin dalam menghadapi problematika bangsa serta implikasi dari konsep yang ditawarkan tersebut terhadap kurikulum pembelajaran PAI. Adapun kegunaan penelitian ini adalah: (a) secara teoritis, dapat menghasilkan proposisi-proposisi empirik yang memungkinkan dikembangkan lebih lanjut menjadi teori-teori guna menambah khazanah pengetahuan keilmuan bagi pendidikan Islam Indonesia pada khususnya dan pendidikan nasional pada umumnya; dan (b) secara praktis, dapat memberi masukan yang tepat bagi pihak pemerintah, para guru, dan masyarakat pada umumnya. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang menggunakan metode dokumentasi, dan analisis datanya adalah content analysis.

Penelitian ini menemukan bahwa konsep pendidikan Islam yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin adalah sebagai berikut: menggunakan paradigm inklusif, berorientasi pada etika dan norma dalam membentuk perilaku sosial, kurikulum berbasis pada realitas sosial, menjadikan problem sosial sebagai basisnya, menekankan pada kompetensi yang berkaitan dengan kesalehan sosial, peserta didik dididik dan dibina menjadi kader bangsa yang taat beragama, dan guru PAI berkolaborasi dengan guru-guru lain untuk menanamkan nilai-nilai keislaman. Adapun implikasi dari konsep tersebut terhadap kurikulum, yaitu tujuan pembelajaran untuk menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan memberi solusi atas problematika bangsa, materi pembelajaran didesain untuk mendorong munculnya sikap kritis dan kreatif peserta didik dalam mencari solusi atas problematika di masyarakat, metode yang digunakan hendaknya bersifat kontekstual, aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan; dan evaluasi pembelajaran lebih ditekankan pada aspek afektif dan psikomotorik.

(8)

viii











.

Puji Syukur Alhamdulillah atas segala nikmat dan rahmat, atas kehendaknya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran Pendidikan Islam dalam Pusaran Dinamika Bangsa Analisis Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial Karangan Sutrisno dan Muhyidin dengan baik dan lancar. Sholawat beriring salam tetap terlimpahkan kepada maha guru, yaitu Nabi Muhammad saw. yang membawa risalah Islam dengan penuh perjuangan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin dalam menghadapi problematika bangsa serta implikasi dari konsep yang ditawarkan tersebut terhadap kurikulum pembelajaran PAI. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif studi kepustakaan, dengan mengambil objek buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial karangan Sutrisno dan Muhyidin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:

(9)

ix pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Staf TU Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan pelayanan administrasi.

4. Staf Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan sarana dan prasarana dalam penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag. dan Muhyidin Albarobis, M.Pd.I. selaku pengarang buku, yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, yaitu penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Penulis

Mohamad Solichin G000 090 0200

(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Kajian Pustaka ... 13

G. Metode Penelitian ... 15

H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 18

(11)

xi

B. Pendidikan Islam ... 24

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 24

2. Sumber Pendidikan Islam ... 27

3. Tujuan Pendidikan Islam ... 32

C. Kurikulum Pendidikan Islam ... 35

1. Pengertian KurikulumPendidikan Islam ... 35

2. Komponen dalam Pendidikan Islam ... 36

D. Dinamika Problematika Bangsa ... 39

1. Politik ... 41

2. Ekonomi ... `43

3. Sosial... 45

4. Hukum ... 46

5. Pendidikan ... 48

BAB III. SISTEMATIKA ISI BUKU PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS PROBLEM SOSIAL A. Biografi Penulis ... 51

1. Biografi Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag. ... 51

2. Biografi Muhyidin, M. Ag ... 58

B. Interkoneksi Pengarang terhadap Buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial ... 60

(12)

xii

2. Muhyidin, M. Ag. ... 61

C. Sistematika Isi BukuPendidikan Islam Berbasis Problem Sosial .. 62

BAB IV. ANALISIS DATA A. Konsep Pendidikan Islam dalam Dinamika Bangsa ... 70

1. Menggunakan Paradigma Inklusif ... 72

2. Berorientasi pada Etika dan Norma Agama untuk Membentuk Perilaku Sosial dan Pemecahan Problem Sosial . 73 3. Kurikulum Berbasis pada Realitas Sosial yang menantang untuk Dipecahkan oleh Peserta Didik ... 74

4. Menjadikan Problem Sosial Umat Sebagai Basisnya ... 75

5. Menekankan pada Kompetensi yang Berkaitan Dengan Pemenuhan Kesalehan Sosial ... 76

6. Peserta Didik Dibina Menjadi Kader Pembangunan Masyarakat yang Taat Beragama ... 77

7. Guru PAI Berkolaborasi dengan Semua Guru Di Sekolah untuk Menanamkan Nilai-Nilai Islam ... 78

B. Implikasi Konsep Pendidikan Islam dalam Problematika Dinamika Bangsa terhadap Kurikulum Pendidikan Islam ... 79

1. Tujuan Pembelajaran ... 80

2. Isi atau Materi Pembelajaran ... 81

3. Metode Pembelajaran ... 82

4. Evaluasi Pembelajaran ... 84

(13)

xiii

C. Kata Penutup ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(14)

xiv Lampiran 1. Berita Acara Konsultasi Skripsi.

Lampiran 2. Pengajuan Judul Skripsi.

Lampiran 3. Permohonan Menjadi Pembimbing.

Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag.

Lampiran 5. Daftar Riwayat Hidup Muhyidin, M.Ag.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hampir tujuh dasawarsa lamanya masyarakat Indonesia merasakan kemerdekaan. Selama kurun waktu itu juga dinamika kebangsaan ikut mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Kejayaan dan keterpurukan tidak terpisahkan dalam diri bangsa Indonesia. Tahun 1970-an misalnya, dalam bidang pendidikan pernah mengalami masa keemasan, bahkan Negeri Jiran (Malaysia) dan Singapura terpaksa mengimpor tenaga pendidik dari Indonesia untuk keperluan masa depan pendidikan masyarakatnya. Hal demikian menunjukkan bahwa bangsa Indonesia disegani dalam kancah Asia pada khususnya sebagai Negara yang unggul disbanding Negara tetangga lainnya.

Namun demikian kejayaan itu hanya milik masa lalu. Perlahan namun pasti, dari masa ke masa dunia pendidikan Indonesia mengalami kemunduran yang mendalam, hingga sekarang keadaan makin carut-marut. Sekarang pendidikan Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain, bahkan dengan negara-negara yang pernah berguru kepada tanah air Indonesia.

(16)

ini dengan memancing konflik di perairan Indonesia, mengklaim lagi pulau-pulau terluar Indonesia, hingga mengakui kekayaan budaya Indonesia sebagai budaya asli mereka.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berkonsep pada penciptaan tenaga manusia yang berdasarkan pada pemahaman nilai-nilai dalam berkehidupan dan berkesinambungan yang bersifat jangka panjang, bukan jangka pendek dan bersifat sementara. Bagi negara Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 220 juta jiwa adalah potensi yang besar jika mampu dikembangkan secara berkualitas. Namun permasalahan sekarang adalah masih rendahnya kualitas mutu pendidikan (Yusuf, 2011: 10). Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyediaan dan perbaikan sarana-prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Isjoni, 2006: 29).

(17)

kehidupan yang lain, baik sisi politik, hukum, ekonomi maupun sisi-sisi yang lain.

Menurut Baharuddin (2001: 67), krisis moral sudah menjangkiti semua tingkat dan sektor, termasuk pemerintah, sehingga keadilan yang sebagai sumber ketentraman dan perwujudan kesejahteraan di Indonesia belum terlaksana dengan baik. Sebagaimana dapat disaksikan bersama bahwa fenomena politik yang terjadi di Indonesia, di mana para politisi banyak yang memiliki citra buruk dengan kasus korupsi, penyelewengan dana proyek pelayanan masyarakat, amoral, kasus money politic ketika pelaksanaan pemilihan umum berlangsung, dan masih banyak lainnya.

(18)

Di sisi lain, terdapat kasus korupsi senilai 25 milliar oleh tersangka Gayus Tambunan yang dijerat dengan tiga pasal, yaitu pasal korupsi, pencucian, dan penggelapan uang yang akhirnya dijerat hukuman 10 (sepuluh) tahun penjara (Kuncoro, 2012: 103). Melalui media, diungkap bahwa Gayus yang terbukti keluar masuk penjara dalam rangka refreshing atau sedang berlibur ke Bali. Kasuistik di atas menjadi salah satu contoh kontradiksi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia yang tidak mengarah kepada keadilan. Hukum menjadi komoditas untuk diperjual belikan oleh mereka yang kaya, namun sengsara bagi mereka yang miskin.

(19)

Dari fakta tersebut, ternyata pendidikan belum mampu mencetak generasi mandiri ataupun pemimpin yang berkompeten mensejahterakan rakyat. Berbagai permasalahan yang ada berkaitan penuh dengan kualitas pendidikan. Pendidikan yang baik akan menghasilkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, begitu juga kualitas pendidikan yang kurang baik maka akan menghasilkan kualitas SDM yang kurang baik. Di sini dapat dilihat lemahnya SDM hasil pendidikan yang mengakibatkan lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukan.

Kemerdekaan hanya tinggal nama, secara hakikat bangsa Indonesia tidak berbeda jauh dengan era kolonial pra-kemerdekaan. Bisa disaksikan hari ini, satu demi satu pilar-pilar kemandirian bangsa telah mengalami kerontokan. Pertama, kekayaan alam Indonesia berada di bawah orang asing. Kedua, perbankan juga di bawah kekuasaan orang asing. Ketiga, industri

dibuat tidak mandiri dalam hal bahan baku. Keempat, permodalan dan perdagangan sampai perdagangan ritel mereka kuasai. Kelima, politik perundang-undangan mereka setir. keenam, nilai-nilai, cita-cita dan impian pemikiran Indonesia dijauhkan dari yang asli dan didekatkan kepada yang asing (Isma, 2012: 10).

(20)

bangsa. Namun dalam dunia pendidikan pun yang seharusnya menjadi wahana persiapan mencetak kader-kader pemimpin bangsa masih sering mendapat sorotan negatif oleh masyarakat.

Sekedar contoh, akhir-akhir ini sering dihebohkan tentang kasus tawuran antar pelajar yang sampai menewaskan korban. Ibaratnya, sudah menjadi kegiatan “ekstra kurikuler” pengganti yang sering membuat resah para guru, orang tua dan masyarakat (Zubaedi, 2005: 93). Momen contek-mencontek massal yang dilakukan oleh siswa-siswi sekolah tertentu yang didukung penuh oleh pihak sekolah demi mempertahankan citra sekolah. Guru memperkosa muridnya, guru menggelapkan dana siswa, dan lain sebagainya. Lalu jika dialihkan pandangan ke perempatan-perempatan jalan raya, di sana dijumpai dari berbagai tingkat usia, baik itu anak-anak, remaja, orang tua laki-laki maupun perempuan yang dengan berbagai cara meminta-minta, mengamen, dan bahkan tidak jarang menjadi “pemalak”.

Dalam kondisi bangsa yang demikian, seharusnya masyarakat Indonesia menumpukan harapan pada pendidikan, karena dengan pendidikan dapat memperbaiki kualitas hidup. Secara idealitas memang selayaknya demikian, namun realitas yang ada saat ini belum mampu sejalan dengan idealitas tersebut. Dapat dilihat dari fakta bahwa sistem pendidikan bangsa Indonesia ternyata belum bisa mengeluarkan bangsa ini dari berbagai permasalahan yang menghimpit.

(21)

Islam. Sebagai umat Islam seharusnya menanggung beban malu dan sudah selayaknya ikut bertanggungjawab atas terselenggaranya pendidikan Islam. Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dikembangkan dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam (Muhaimin, 2009: 14). Oleh karena itu, sudah menjadi tanggungjawab sebagai bangsa yang mayoritas berpenduduk Islam, Indonesia tidak hanya membenahi diri agar dapat bangkit, namun juga harus memperbaiki citra Islam itu sendiri (Yusuf, 2011: 89). M. Arifin (dalam Hujair, 2003: 257) menyatakan bahwa pendidikan Islam harus didesak untuk melakukan inovasi yang tidak hanya berkaitan dengan perangkat kurikulum dan manajemen, tetapi juga menyangkut strategi dan taktik operasionalnya.

Idealnya pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khusunya harus mampu memberikan jalan keluar bagi berbagai macam masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa. Namun realitas yang nyata-nyata dirasakan masyarakat adalah tumpulnya kekuatan pada lini tersebut (Abdurrahman, 2007: 6). Perlu adanya sebuah rekonstruksi terutama dalam pendidikan Islam. Sudah saatnya pendidikan Islam tampil memberikan obat penawar bagi berbagai problematika yang sedang berkecamuk dalam diri bangsa ini.

(22)

sistem pendidikan Islam dapat menjadi sebuah pendidikan alternatif untuk menghantarkan generasi muda muslim ke arah masa depan yang lebih cerah (Azra, 2012: 107). Oleh karena itu, penting untuk mendiskusikan kembali hakikat pendidikan Islam, kemudian merumuskan kembali suatu sistem pendidikan Islam yang mampu menjadi solusi bagi problematika bangsa.

Di tengah banyaknya buku yang beredar di pasaran tentang pendidikan Islam, muncul sebuah gagasan baru melalui sebuah buku yang sangat tepat dengan konteks saat ini. Buku yang menjadi karangan Sutrisno keenam dan karya Muhyiddin yang kedua ini banyak mendapat apresiasi dari para pakar pendidikan Islam di Indonesia. Sebuah buku yang menyajikan realitas pendidikan nasional pada umumnya dan pendidikan Islam pada khusunya tanpa ragu-ragu mengungkapkan dengan bahasa yang tegas.

Sejak terbitnya buku ini di awal tahun 2012, banyak mendapat sambutan hangat dari para guru dan praktisi pendidikan. Sebab, menurut penulis ada beberapa kelebihan mengapa buku ini sangat tepat untuk dijadikan sebuah bahan penelitian. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah pengungkapan realitas yang secara terang-terangan dengan bahasa yang lugas dan tegas, tanpa harus menutup-nutupi realitas yang ada. Selain mengungkap hal-hal yang sifatnya negatif, Sutrisno dan Muhyidin tidak kemudian lepas tangan, namun memberikan sebuah tawaran gagasan tentang solusi atas realitas negatif pendidikan yang ada.

(23)

Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, dengan harapan akan mampu mengungkap banyak makna yang bermanfaat bagi dunia pendidikan Islam. Adapun judul penelitian ini adalah “Peran Pendidikan Islam dalam Pusaran Dinamika Bangsa” analisis buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial karya Sutrisno dan Muhyidin.

B. Penegasan Istilah

Dari rumusan judul di atas, maka muncul istilah-istilah yang akan dijelaskan dalam sub bab ini yaitu:

1. Peran Pendidikan Islam a. Peran

Peran adalah “tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa” (Depdiknas, 2005: 854). Maksudnya adalah perbuatan yang berpengaruh pada berhasilnya suatu permasalahan. Dalam penelitian ini, peran yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan atau kontribusi yang disumbangkan oleh pendidikan Islam untuk umat dan bangsa.

b. Pendidikan Islam

(24)

serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Sedangkan pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir (2008: 32) adalah “bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam”.

Menurut Ahmad D. Marimba (2012: 2), pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran ajaran Islam. Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan untuk mengarahkan kepada terbentuknya pribadi muslim yang tidak hanya saleh secara individu namun saleh secara sosial sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

2. Pusaran Dinamika Bangsa a. Pusaran

Kata pusaran berakar dari kata “pusar” yang berarti sesuatu yang

mengelilingi titik pusat. Pusaran berarti “sesuatu yang berpusar”

(Depdiknas, 2005: 892). Dalam penelitian ini, kata pusaran memiliki makna sesuatu yang berputar dalam lingkaran persoalan bangsa Indonesia yang tiada berhenti.

b. Dinamika

(25)

perkembangan)”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2005: 265), dinamika diartikan sebagai gerak (dari dalam), tenaga yang menggerakkan semangat. Sedangkan dinamika sosial merupakan gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan.

Berpijak pada paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dinamika merupakan suatu keadaan perubahan maju atau mudur, pasang maupun surut, gejolak kejayaan maupun kemunduran yang tidak terlepas dari konflik. Dalam hal ini dinamika diarahkan kepada perjalanan bangsa Indonesia dalam sejarah yang difokuskan kepada problem sosial bangsa.

c. Bangsa

(26)

Dari uraian mengenai istilah di atas, penulis menyimpulkan bahwa peran pendidikan Islam dalam pusaran dinamika bangsa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peran pendidikan Islam di Indonesia dalam menghadapi problematika bangsa, serta wujud konkret dari solusi atas problematika tersebut.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin dalam menghadapi problematika dinamika bangsa Indonesia sebagaimana yang tercakup dalam buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial?

2. Apa implikasi dari konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin dalam buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial terhadap kurikulum pembelajaran PAI di sekolah?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan Muhyidin dalam menghadapi problematika dinamika bangsa Indonesia sebagaimana yang tercakup dalam buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial. 2. Mendeskripsikan implikasi dari konsep yang ditawarkan oleh Sutrisno dan

(27)

E. Manfaat Penelitian

Dari permasalahan dan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis: dapat menghasilkan proposisi-proposisi empirik yang memungkinkan dikembangkan lebih lanjut menjadi teori-teori guna menambah khazanah pengetahuan keilmuan bagi pendidikan Islam Indonesia pada khususnya dan pendidikan nasional pada umumnya.

2. Secara praktis: dapat memberi masukan yang tepat bagi pihak pemerintah, para guru, dan masyarakat pada umumnya.

F. Kajian Pustaka

Kajian pustaka memiliki fungsi untuk mengemukakan hasil-hasil penelitian yang diperoleh peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan yang sejauh ini penulis ketahui adalah sebagai berikut :

(28)

proses pendidikan serta peningkatan ekonomi, dan (4) memperkuat elemen perdamaian hakiki melalui penghapusan kemiskinan.

2. Nur Afifah (Tarbiyah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012) dengan skripsi yang berjudul “Ibnu Khaldun dan Pendidikan”, mengemukakan adanya 4 (empat) faktor pendidikan yang ditawarkan oleh Ibnu Khaldun, yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode pengajaran, dan materi pendidikan. Semua komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan sekarang. Perbedaan dengan ahli pendidikan yang lain, yaitu tentang tujuan pendidikan dan pemikiran Ibnu Khaldun lebih bersifat realistis; bahwa pendidikan bukan hanya untuk mengangkat derajat manusia, namun agar manusia mampu memperoleh penghasilan dan menghasilkan industri-industri untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya.

(29)

bangsa yang sekarang sedang melilit sebagaimana dipaparkan oleh Sutrisno dan Muhyidin.

Dari uraian di atas, tampak bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak ada yang menyamai. Dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh penulis mengandung unsur kebaruan dan tidak ada unsur plagiat.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), maka seluruh kegiatan penelitian ini dipusatkan pada kajian terhadap buku-buku dan literatur yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan. Oleh karena penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan, maka penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif (Arikunto, 2006: 244). 2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah “sumber data utama dalam penelitian

yang diperoleh langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara”

(30)

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah “sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui perantara, bertujuan untuk memperkaya dan memepertajam analisis yang dapat diambil dari jurnal, karya tulis orang lain, majalah, buku-buku, internet, tetapi masih berdasarkan pada kategori konsep” (Siswantoro, 2003: 63). Adapun sumber data sekunder yang merupakan sumber pendukung dalam penulisan skripsi ini yaitu:

1)Sutrisno (2011), dalam buku yang berjudul Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam.

2)Zubaedi (2005), dalam buku yang berjudul Pendidikan Berbasis Masyarakat.

3)Azyumardi Azra (2012), dalam buku yang berjudul Pendidikan Islam dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III.

4)Sutrisno (2008), dalam buku yang berjudul Pendidikan Islam yang Menghidupkan.

5)Dedi Mulyasana (2011), dalam buku yang berjudul Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing.

6)Ahmad Qodri Azizy (2011) dalam buku yang berjudul Islam dan Permasalahan Sosial; Mencari Jalan Keluar.

3. Metode Pengumpulan Data

(31)

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Penggunaan metode dokumentasi dalam penelitian ini untuk mengetahui hal-hal yang terdapat dalam buku Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial dan buku lainnya, di samping sinopsis, majalah, maupun artikel terkait.

4. Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah content analysis (analisis isi) yaitu “teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya” (Mungin, 2011: 161). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu teknik analisis untuk menguraikan data secara cermat, terarah dan sistematis. Menurut Saiddel (dalam Moleong, 2006: 48), bahwa berjalannya analisis data sebagai berikut:

a. Mencatat dan memberi kode agar sumber data yang diperoleh tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, memberi ikhtisar dan membuat indeksnya.

c. Menganalisa data, agar data tersebut memiliki makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan serta membuat temuan-temuan umum.

(32)

dari pengertian-pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus (Mardalis, 2006: 20)

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika dalam penulisan ini merupakan gambaran secara umum yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi ini, sehingga mempermudah dalam pemahaman dan pengkajian. adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang di dalamnya meliputi beberapa sub bahasan

yaitu: Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

BAB II Tinjauan Teoritik, pada bab ini dibahas tentang: pertama,

Peran Pendidikan Islam yang mencakup: Pengertian Peran dan Peran Lembaga Sosial, Pengertian Pendidikan Islam, Sumber Pendidikan Islam,Tujuan Pendidikan Islam, dan Kurikulum Pendidikan Islam; kedua, Dinamika Bangsa.

BAB III Tinjauan tentang buku Pendidikan Islam Berbasis

Problem Sosial karangan Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag. dan Muhyidin Al

(33)

BAB IV Analisis Data, di dalamnya meliputi konsep pendidikan Islam

dalam problematika dinamika Bangsa serta implikasi konsep Pendidikan Islam tersebut terhadap Kurikulum Pendidikan Islam.

(34)

BAB II

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PUSARAN DINAMIKA BANGSA

A. Peran

1. Definisi Peran

Peran merupakan pola tindakan atau perilaku yang diharapkan dari orang atau kelompok yang memiliki status tertentu. Artinya jika seseorang melakukan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia telah menjalankan peran. Dalam hal ini, peran dan kedudukan merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan, karena dalam kehidupan sosial tidak ada kedudukan tanpa peran dan tidak ada peran tanpa kedudukan. Dengan demikian, peranan mengatur pola-pola perilaku seseorang atau kelompok dan batasan-batasan tertentu pada perilaku di dalam pola-pola kehidupan sosial (Setiadi dan Kolip, 2011: 46).

Menurut Soerjono Soekanto (2007: 213), bahwa macam-macam peran mencakup tiga hal, yaitu:

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktural sosial masyarakat.

(35)

Dalam suatu peran dituntut adanya aktor (pelaku atau subjek), yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu. Selain aktor, target (sasaran atau objek) merupakan orang yang memiliki hubungan dengan aktor atau perilakunya. Hubungan aktor-target adalah untuk membentuk identitas aktor yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penilaian atau sikap target (objek) yang telah digeneralisasikan oleh aktor (Sarwono, 2002: 216).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran merupakan serangkaian tindakan oleh seseorang, komunitas, suatu organisasi atau lembaga yang memiliki status tertentu kaitannya dalam suatu perkumpulan kehidupan bermasyarakat. Dalam penelitian ini mengambil judul tentang peran pendidikan Islam yang berarti bahwa serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pendidikan Islam sebagai objek dari peran tersebut dalam kiprahnya terhadap bangsa dan umat.

2. Peran Lembaga Pendidikan Islam dalam Masyarakat

Lembaga pendidikan (baik itu formal, non formal atau informal) adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban). Sebagian masyarakat modern memandang bahwa lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan transformasi sosial.

(36)

Sebagaimana diketahui, pada awal abad ke-20 dengan seiring berkembanganya syiar Islam di beberapa wilayah Nusantara, pendidikan Islam juga mulai banyak dikembangkan oleh beberapa kalangan pada saat itu. Sebagai pembaharu awal pendidikan Islam di Indonesia, Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh yang cukup dikenal atas beberapa prestasinya dalam membuat inovasi dalam bidang pendidikan Islam. Gagasan pembaruannya bertolak dari pemahaman agama Islam dengan perspektif modern.

Langkah awal yang dilakukan Dahlan dalam mengembangkan pendidikan Islam adalah melalui pengajian rutin di masjid-masjid kampung, sebelum akhirnya mendirikan pondok pesantren maupun sekolah formal. Upayanya dalam melakukan kegiatan di masjid tersebut sebagai cerminan atas pendayagunaan fungsi masjid yang tidak hanya dijadikan sebagai tempat ibadah, akan tetapi juga sebagai pusat aktivitas masyarakat dalam menimba ilmu serta memperdalam ajaran Islam. Di samping itu, pada periode berikutnya Ahmad Dahlan berhasil mendirikan Kweekschool sebagai lembaga pendidikan formal pertama yang menerapkan konsep pendidikan integratif (Muarif, 2012: 84-85).

(37)

menyebarkan agama Islam dan mengadakan perubahan-perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik (Tholkah, 2004: 49). Dengan demikian, Pesantren merupakan model lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional.

Seiring kemajuan zaman, lembaga pendidikan Islam mulai mentransformasikan dirinya ke dalam bentuk yang lebih formal. Munculnya madrasah dan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memberikan peranan untuk menumbuh-kembangkan potensi kecerdasan, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik secara lebih tersistematis (Fahmi, 2008: 139). Selain dari segi pelaksanaan, hal menonjol lainnya yang ditunjukkan dalam rangka pengembangan praktik pendidikan Islam ialah dari aspek materi dan metode pengajaran. Hal tersebut dibuktikan ketika mulai meningkatnya jumlah lembaga pendidikan Islam yang memasukkan kurikulum ilmu-ilmu umum sebagai materi ajar, disamping materi agama sebagai materi utama. Lembaga pendidikan Islam juga memberikan asupan materi berupa pengajaran keterampilan khusus kepada peserta didik, dengan tujuan untuk membekali dan mencetak sumber daya yang memiliki kecakapan hidup di tengah masyarakat.

(38)

pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (Zubaidi, 2005: 134). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam dalam masyarakat memiliki peranan yang vital dalam membentuk perubahan atau transformasi sosial. B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan dalam pandangan Islam memiliki arti yang sangat

luas. Pendidikan dengan mendapat imbuhan “Islam” memiliki corak dan

warna tersendiri sebagai ciri khas. Dalam Islam, pendidikan berupaya untuk menumbuh-kembangkan seluruh potensi yang dimiliki manusia, baik jasmani, rohani maupun akal. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam di era globalisasi ini menitikberatkan pada penguasaan Imtaq (Iman dan Taqwa) yang diimbangi dengan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Dari keduanya tersebut diharapkan adanya integrasi sehingga saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diharapkan.

(39)

menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah segala sesuatu yang terkandung dalam istilah ta‟lim, tarbiyah, dan ta‟dib.

Pembahasan pengertian pendidikan Islam tidak hanya terfokus kepada salah satu pendapat saja. Untuk itu dalam pembahasan ini penulis mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai definisi pendidikan Islam yang di antaranya:

a. Menurut Susanto (2009: 3), bahwa pendidikan Islam merupakan proses transfer nilai yang dilakukan oleh pendidik, melalui proses pengubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual ke arah kedewasaan yang optimal dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga diharapkan peserta didik mampu memfungsikan dirinya sebagai hamba maupun khalifah fil ardh.

b. Menurut Arifin (2000: 10), bahwa pendidikan Islam diartikan sebagai sebuah “sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya”.

(40)

Dari pendapat-pendapat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses ke arah kedewasaan yang optimal dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga membentuk manusia yang integratif, kritis, inovatif, dan progresif serta dapat berkontribusi memecahkan masalah yang melanda umat manusia di bumi sesuai dengan cita-cita Islam.

Dalam konteks kenegaraan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1, bahwa pendidikan secara umum memiliki definisi “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara” (Sekretaris Negara Republik Indonesia,

2003).

Secara lebih spesifik, definisi pendidikan Islam diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2012 pasal 1, ayat 1, bahwa "Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan tentang pengetahuan tentang ajaran agama Islam dan/ atau menjadi ahli ilmu agama Islam dan mengamalkan ajaran agama

Islam” (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

(41)

Selain itu, definisi Pendidikan Agama Islam juga terrcantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 1, yaitu

“pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan” (Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2007).

Dari beberapa definisi yang tercantum dalam Undang-undang di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam yang diharapkan adalah bagaimana peserta didik dididik dan dibina untuk aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi manusia yang memiliki pengetahuan agama Islam serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

2. Sumber Pendidikan Islam

(42)

a. Al Qur’an

Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang

diwahyukan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril yang berisi petunjuk hidup manusia. Al Qur’an menjadi pedoman dengan memberikan petunjuk dalam segala segi kehidupan sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. An Nahl ayat 89:

datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur‟an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (Depag, 2006: 277).

Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, hubungan Al

Qur’an dan ilmu saling mendukung. Tidak ada pertentangan antara Al

Qur’an dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan

ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur dari terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu (Shihab, 2006: 42).

(43)

dengan ayat dalam Al Qur’an, bahkan keduanya saling mendukung satu sama lain.

b. Sunah/ Hadits

Secara etimologis, kata sunah berasal dari kata bahasa Arab Sunnah, yang berarti cara, adat istiadat (kebiasaan), dan perjalanan hidup yang tidak dibedakan antara yang baik dan yang buruk (Marzuki, 2012: 60). Menurut Alaidin Koto (2009: 71), bahwa sunah/Hadits adalah segala sesuatu yang dirujuk atau disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan.

Sunah/ Hadits menempati urutan kedua dalam sistem sumber-sumber hukum Islam. Sunah/ Hadits berfungsi sebagai penjelas nash yang masih dalam bentuk garis besar, membatasi keumuman nash tersebut serta menetapkan hukum yang belum nyata-nyata disebut dalam Al Qur’an.

c. Kata-kata sahabat (madzhab shahabi)

(44)

meluruskan keimanan masyarakat dari pemurtadan dan memerangi yang membangkang dari membayar zakat.

d. Kemaslahatan umat

Menurut A. Hanafiy (dalam Djazuli, 2000: 171-172), bahwa kemaslahatan umat ialah kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara‟ untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan jika dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindarkan madharat. Para ahli pendidikan berhak menentukan undang-undang atau peraturan pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan dia berada.

e. Tradisi adat kebiasaan masyarakat („uruf)

Adat kebiasaan masyarakat („uruf) adalah “kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukannya karenanya sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera” (Muhaimin, 2005: 201-202). Kesepakatan bersama dalam tradisi dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam jika tidak bertentangan dengan nash, baik Al Qur’an maupun Sunah dan tidak bertentangan dengan akal sehat serta tidak mengakibatkan kedurhakaan maupun kerusakan.

(45)

Ijtihad secara luas memiliki arti “mengerahkan segala kemampuan dan usaha yang ada untuk mencapai sesuatu yang diharapkan” (Djazuli, 2000: 95). Hasil ijtihad berupa rumusan operasional tentang pendidikan Islam yang dilakukan dengan menggunakan metode deduktif atau induktif dalam melihat masalah-masalah kependidikan (Umar, 2010: 45). Dengan demikian, ijtihad dalam pendidikan digunakan untuk dinamisasi, modernisasi dan inovasi pendidikan agar diperoleh pendidikan yang lebih berkualitas.

Selain dari 6 (enam) sumber pendidikan di atas, pendidikan Islam juga mendapat payung hukum dari pemerintah karena secara formal konstitusional pendidikan Islam diakui sebagai salah satu lembaga pendidikan yang sah dan legal. Hal tersebut didukung dengan munculnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Pasal 48, “Seluruh satuan pendidikan, program, dan kegiatan pendidikan keagamaan diselenggarakan dengan mengacu pada ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Serta dalam Pasal 5 “Kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan” (Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2007).

(46)

perundang-undangan” (Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2003). Dengan demikian, sudah selayaknya selain menjadikan enam poin di atas sebagai dasar pendidikan Islam, juga menjadikan Undang-undang serta peraturan pemerintah sebagai dasar pijakan dalam proses penyelenggaraan pendidikan Islam, karena Pendidikan Islam diakui oleh pemerintah secara legal konstitusional.

3. Tujuan Pendidikan Islam

Pembahasan tentang tujuan pendidikan Islam tidak akan terlepas dari tujuan hidup manusia. Tujuan hidup manusia sebagaimana tercantum dalam QS. Adz Dzariyat ayat 56 dan QS. Al Baqarah ayat 30:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (Depag, 2006: 523 dan 6).

(47)

a. Arifin (2000: 56) menyatakan bahwa, tujuan pendidikan Islam untuk

“menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan dan indera. Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia keseluruhan”.

b. Menurut Mohammad Athiyah Al Abrosyi (dalam Tafsir, 2008: 28), tujuan pendidikan Islam adalah membantu pembentukan akhlak yang mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan akherat, menumbuhkan ruh ilmiah dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekadar sebagai ilmu, menyiapkan pelajaran agar dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu agar dapat mencari rezeki, hidup mulia dengan tetap memelihara kerohanian dan keagamaan, serta mempersiapkan kemampuan mencari dan mendayagunakan rezeki.

Jika mencermati rumusan tujuan pendidikan Islam di atas, maka tampak lebih bersifat praktis dari apa yang dituliskan oleh Mohammad Athiyah yang menitikberatkan kepada sukses duniawi yang dikategorikan dalam penguasaan profesi, mencari rezeki, serta hidup mulia namun masih tetap pada jalur keimanan dan keislaman.

(48)

pertumbuhan dari pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan perasaan dan panca indera. Pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia seperti spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, keilmiahan, bahasanya, baik secara individual maupun kelompok, serta mendorong aspek-aspek itu ke arah kebaikan dan ke arah pencapaian kesempurnaan hidup (Sutrisno dan Muhyidin, 2012: 30).

Tujuan pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan pendidikan sekuler. Dalam pandangan Islam, manusia terdiri dari dua substansi, yaitu materi yang berasal dari bumi dan ruh yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, hakikat manusia ada pada ruh itu, sedangkan jasadnya hanyalah alat yang digunakan oleh ruh untuk menjalani kehidupan material di dunia (Zuhairini dkk., 2004: 77). Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa yang primer dalam Islam adalah ruh sedangkan yang sekunder adalah jasad (material).

Senada dengan tujuan pendidikan di atas, dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dikemukakan, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah

“pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam

undang-undang” (Soebahar, 2013: 144). Secara lebih spesifik dijelaskan pula

(49)

Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Agama Islam pada pasal 2, bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk:

a. Menanamkan kepada peserta didik untuk memiliki nilai

keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala;

b. Mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/ atau menjadi muslim yang dapat mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan;

c. Mengembangkan pribadi akhlakul karimah bagi peserta didik yang memiliki kesalehan individu dan sosial dengan menjunjung tinggi jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaraan sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), rendah hati (tawadhu), toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat, dan cinta tanah air (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2012: 4). Dari tujuan pendidikan tersebut dapat disimpulkan, bahwa tujuan pendidikan Islam yang diharapkan adalah internalisasi nilai keimanan dan ketakwaan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun kesalehan individu dan sosial dalam rangka mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan.

C. Kurikulum Pendidikan Islam

1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam

Kata “kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia

(50)

sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu (Tafsir, 2008:53):

a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu. b. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga

pendidikan atau jurusan.

Pengertian di atas menimbulkan paham bahwa dari sekian banyak kegiatan dalam proses pendidikan di sekolah, hanya sejumlah mata pelajaran (bidang studi) yang ditawarkan yang disebut kurikulum.

Defini lain diungkapkan oleh Nik Haryati (2011: 2), bahwa kurikulum merupakan “kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan”. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa kurikulum pendidikan Islam adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar dalam pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Komponen dalam Pendidikan Islam

(51)

a. Tujuan pembelajaran

Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan setiap program pendidikan yang akan diberitakan kepada anak didik. Mengingat kurikulum adalah alat utuk mencapai tujuan pendidikan, maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Berdasarkan hakikat tujuan tersebut, diturunkan atau dijabarkan sejumlah tujuan kurikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran sampai kepada tujuan-tujuan pembelajaran (Haryati, 2011: 63).

Ahmad Tafsir (2008: 54) memberikan pandangan, bahwa komponen tujuan mengarahkan atau menunjukkan kepada sesuatu yang hendak dicapai atau dituju dalam proses belajar mengajar. Senada dengan Nik Haryati, bahwa tujuan tersebut pada awalnya bersifat umum, lalu dalam operasionalnya tujuan tersebut harus dibagi menjadi bagian-bagian kecil atau khusus. Bagian-bagian tersebut dicapai hari demi hari selama proses belajar mengajar. Selanjutnya, tujuan itu mengarahkan perbuatan belajar mengajar yang dilakukan siswa dan guru.

b. Isi atau materi pembelajaran

(52)

disesuaikan dengan jenjang dan tingkat pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disamping juga tidak terlepas dari psikologis dan kemampuan anak didik pada setiap jenjang pendidikan tersebut.

Pada dasarnya, isi atau materi pembelajaran harus sesuai dan relevan dengan tujuan pembelajaran. Menurut Nik Haryati (2011: 65), bahwa dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam, materi kurikulum yang berupa ilmu pengetahuan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ilmu abadi (perenial) dan ilmu yang dicari dengan akal.

c. Metode pembelajaran

Menurut Nik Haryati (2011: 67), bahwa metode pembelajaran

adalah “suatu pengetahuan mengenai cara-cara mengajar yang

dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur”. Pengertian lain menyatakan, bahwa metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas baik secara individual atau secara kelompok, agar pelajaran tersebut dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.

(53)

proses pembelajaran, guru diharapkan mampu memilih metode yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran.

d. Evaluasi

Evaluasi berasal dari bahasa Inggris: Evaluation. Akar kata value yang berarti nilai atau harga. Dalam bahasa Arab, evaluasi disebut Al Qur‟an atau Al Taqdir. Dengan demikian, secara bahasa evaluasi berarti “penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Evaluasi juga berarti proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan

peserta didik untuk tujuan pendidikan” (Haryati, 2011: 71-72).

Menurut Ramayulis (dalam Haryati, 2011: 72), bahwa evaluasi proses pembelajaran mengandung dua makna, yaitu:

1) Pengukuran (measurement)

Suatu proses untuk memeperoleh gambaran berupa angka dan tingkat ciri yang dimiliki individu.

2) Penilaian (evaluation)

Suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi guna menetapkan keluasan pencapaian tujuan oleh individu.

D. Dinamika Problematika Bangsa

(54)

kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Siswanto, 2009: 15). Tujuan Negara ini sungguh mulia, melalui pendiri bangsa (founding father) yang bertekad supaya penerus bangsa memperoleh kesejahteraan, keadilan, aman, tidak terpecah-belah, dihargai oleh bangsa lain atau lepas dari penjajahan, serta madani atau berperadaban.

Namun melihat realitas, seakan tujuan Negara tersebut hanya cita-cita masa lalu oleh para pendiri bangsa Indonesia. Bangsa yang dibangun dengan semangat nasionalisme ini sekarang mengalami kemiskinan yang tidak hanya berdimensi ekonomi, namun sudah bersifat multidimensi, yaitu hukum, politik, sosial budaya dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari (Musakabe, 2002: 99). Menurut Muhyidin dalam bukunya Mendidik Generasi Bangsa (2012: 25), mengistilahkan kondisi bangsa Indonesia saat ini dengan “generasi rusak-rusakan”. Lanjutnya, ada enam kerusakan secara umum yang diidap oleh bangsa Indonesia, yaitu prestasi buruk bangsa Indonesia di mata dunia, pejabat pemerintahan yang tuna moral, penegakan hukum yang jauh dari keadilan, masyarakat yang kalap, guru yang tidak memberi teladan, dan generasi muda yang sakit.

(55)

mengemukakan bahwa pasca reformasi tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia semakin kompleks, sehingga persoalan yang muncul semakin beragam. Krisis multidimensi menjalar ke seluruh bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, kriminalitas, sosial-budaya, pendidikan, hak asasi manusia dan hukum.

1. Politik

Korupsi merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam bidang politik. Tidak saja karena merugikan keuangan Negara, akibat dari perbuatan tersebut, kemiskinan, mahalnya biaya kesehatan, dan mahalnya biaya pendidikan menjadi sesuatu yang transparan. Pada akhir-akhir ini, perbuatan tersebut semakin diperparah karena tindakan korupsi dilakukan tidak lagi secara sembunyi-sembunyi (sebagaimana orde baru), tetapi secara berjamaah (Chablullah, 2011: 1).

(56)

2,8 (Reza, 2012: 77). Sebuah prestasi yang tidak patut untuk dibanggakan sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pancasila.

Selain persoalan korupsi, krisis kepemimpinan yang berdampak pada krisis keteladanan para pemimpin juga melanda bangsa Indonesia. Maju mundurnya, tertib tidaknya, dan sejahtera melaratnya suatu bangsa atau masyarakat banyak tergantung pada sikap dan kemampuan para pemimpinnya. Sejarah telah mengajarkan bahwa pemimpin yang kurang tanggap terhadap aspirasi rakyat, maka wibawanya akan turun (Lopa, 2001: 110).

Menurut Hilmar Farid (Kompas, 10 Nopember 2013), elite politik di Indonesia sekarang, terutama para pemimpin di eksekutif, legislatif, dan yudikatif dituntut memberi teladan. Kepentingan bangsa dan Negara harus diutamakan, jika perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadi, keluarga, dan partai. Mulai dari yang sederhana, seperti menolak pensiun untuk anggota DPRD, menghindari “perlombaan” mobil mewah di kalangan pejabat, dan mengurangi anggaran yang tidak perlu atau pemborosan.

Ungkapan di atas menunjukkan bahwa ada fenomena tidak sedikit dari para pemimpin bangsa Indonesia yang berlomba-lomba meraih

“kursi” pemerintahan hanya untuk memperjuangkan kepentingan pribadi

(57)

orang, kelompok partai, dan etnis tertentu. Bentuk egoisme para pemimpin ini terlihat ketika di beberapa daerah ditimpa bencana alam, para pemimpin yang kehilangan sense of crisis tidak mau menunda atau membatalkan kunjugan studi banding ke luar negeri (Musakabe, 2002: 99). Masih banyak contoh kasus lain yang menunjukkan krisis keteladanan dalam bangsa Indonesia yang menjadi bukti bahwa sikap dari para penguasa belum menunjukkan kepada keteladanan seorang pemimpin. 2. Ekonomi

Ekonomi merupakan penunjang utama bagi sistem kehidupan manusia dan akan terus memainkan peranan penting dalam roda kehidupan manusia. Terdapat hubungan positif antara kemajuan peradaban manusia dengan tingkat kemajuan ekonominya. Masyarakat yang tingkat kesejahteraannya baik ada kecenderungan memiliki tingkat peradaban yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat pada tingkat kesejahteraan rendah (Sumarto, 2010: 3-4).

Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan harus bisa membangun perekonomian Negara ke arah yang lebih baik. Pembangunan perekonomian dapat dikatakan berhasil jika tingkat kesejahteraan rakyat berada pada kondisi yang baik dan bisa mendapatkan penghidupan yang layak serta terjamin keamanannya dalam memperoleh penghidupan yang layak tersebut (Sumarto, 2010: 5).

(58)

“kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang

dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan meningkatkan

kesejahteraan sekelompok orang”. Kemiskinan merupakan penyakit sosial

dan musuh besar yang harus dihadapi bersama, baik pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan.

Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah seharusnya mampu mencukupi hajat hidup rakyat. Ironisnya kekayaan alam tersebut hanya dapat dinikmati oleh para elite penguasa atau beberapa kelompok orang tertentu, sedangkan masyarakat kecil hanya menikmati kesengsaraan. Kenyataan ini terbukti dari kebijakan yang mengatur tentang penanaman modal asing yang sangat bebas dan merugikan bangsa Indonesia, seperti kasus PT. Freeport Indonesia yang dengan jelas merampok kekayaan Indonesia (Dwi, 2012: 124).

Kemiskinan menjadi citra buruk yang melekat pada diri bangsa Indonesia di mata dunia internasional hingga saat ini. Pada tahun 2007, angka kemiskinan di Indonesia menjadi potret buram perekonomian bangsa. Tercatat bahwa angka kemiskinan tahun 2007 mencapai 16,6 persen atau sekitar 37,17 juta penduduk Indonesia (Sumarto, 2010: 18). Angka yang sangat besar di tengah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut menjadi fakta bahwa jumlah kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi.

(59)

jeratan hutang luar negeri yang semakin lama semakin besar (Rais, 2008: 154). Padahal bangsa yang tertindih hutang besar mau tidak mau pasti kehilangan bukan saja kemandirian ekonomi, tetapi juga kemandirian politik. Dengan kata lain, Indonesia menjadi bangsa yang tersandera.

Selain persoalan ekonomi di atas, tentu masih banyak persolan-persoalan ekonomi lain yang sedang dilanda bangsa ini. Seperti semakin tingginya angka pengangguran di Indonesia yang belum menemukan solusi, serta kesenjangan sosial yang terjadi antara masyarakat kota dengan masyarakat pinggiran, kelompok borjuis dengan kelompok proletar, kaum kaya dengan kaum miskin maupun kesenjangan antar individu yang semakin terlihat.

3. Sosial

Indonesia sebagai masyarakat yang heterogen dikenal secara luas sebagai Negara yang menghadapi problem khusus dalam mempertahankan kesatuan. Demikian juga persoalan toleransi di antara masyarakat. Pada saat yang sama, loyalitas utama terhadap Negara harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk mempertahankan perbedaan dari kelompok kedaerahan yang beragam, biasanya terdiri atas etnisitas, bahasa, agama, budaya serta tradisi (Suaidi, 2003: 35).

Santoso (dalam Musakabe, 2002: 93), memakai istilah Negara Mobokrasi, yaitu suatu kondisi masyarakat yang mudah terpicu konflik

(60)

yang terpecah belah tidak akan sanggup bertahan hidup damai, tenteram, dan beradab, maka yang terjadi justru hura-hura, kekacauan, hujat-menghujat, dan amuk massa. Hal demikian yang terjadi di Negara Indonesia saat ini.

Sebagai contoh, konflik yang berujung bentrok antara Organisasi Keagamaan (ORMAS) yang dimotori oleh Laskar Islam/ Front Pembela Islam (FPI) Solo dan warga Jebres Solo pada awal bulan Mei 2012 (Solopos, 4 Mei 2012). Pemberitaan lain yang sempat mewarnai pemberitaan di media massa seperti tawuran antar pelajar, pembantaian di Mesuji, persengketaan tanah mbah priok, konflik pertikaian yang mengatasnamakan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) seperti yang terjadi di Ambon, Poso, Banten, Temanggung dan Banyuwangi (Kuncoro, 2010: 67). Contoh kasus tersebut merupakan bukti bahwa lemahnya bangsa Indonesia dalam mensikapi persoalan sosial yang muncul.

4. Hukum

(61)

Keprihatinan dalam usaha penegakan hukum di Indonesia selama ini semakin bertambah, karena rakyat hampir-hampir tidak percaya lagi terhadap lembaga penegakan hukum. Berbeda halnya dengan Negara-negara tetangga, seperti Korea Selatan yang berani secara konsekuen dalam menegakkan hukum. Mereka tahu kunci menyelamatkan Negara dari ancaman krisis kewibawaan dan mengatasi krisis ekonomi, ialah kepada rakyat harus diperlihatkan bahwa hukum berlaku tegas tanpa diskriminasi (Lopa, 2001: 130-131).

Perkara-perkara hukum fenomenal yang terjadi dalam beberapa dekade ini menjadikan pembelajaran tentang bahayanya hukum apabila sudah dianggap sebagai alat penguasa. Hal ini karena ada kecenderungan, bahwa dalam praktiknya banyak terjadi penyalahgunaan hukum yang merugikan pencari keadilan, khususnya masyarakat tidak mampu. Misalnya, kasus penegakan hukum terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Robert Tantular tentang kasus membengkaknya suntikan modal Bank Indonesia hingga Rp. 6,7 triliun (Kompas, 7 September 2009). Hingga sekarang kasus yang merugikan uang Negara tersebut belum menemukan titik temu dan kedua tersangka pun belum ada tindakan hukum dari lembaga peradilan.

(62)

dari Briptu Rusdi dan rekannya yang juga seorang polisi (Kuncoro, 2012: 149). Dalam pemeriksaan pengadilan, Aal didakwa atas tuduhan mencuri sandal jepit atas pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman sekitar lima tahun.

Dua kasuistik hukum tersebut menjadi sebagian kecil contoh buruknya penegakan hukum di Indonesia, di mana golongan atau kelompok penguasa dengan mudah mempermainkan hukum, namun kelompok kecil dalam hal ini masyarakat desa ditindas dengan ketidak adilan hukum yang ada.

5. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting bagi suatu bangsa untuk meningkatkan peradaban. Menjadi bangsa yang maju merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap Negara di dunia. Sudah menjadi perihal yang umum, jika maju atau mundurnya suatu bangsa dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan menjadi modal penting bagi suatu bangsa untuk menyiapkan generasi muda yang mampu membawa bangsa ke depan menjadi lebih baik. Bangsa belum dapat dikatakan maju jika pendidikan di dalamnya masih terdapat banyak persoalan. Namun demikian, hal tersebut yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini.

Menurut Eko Prasetyo (2005), persoalan pendidikan di Indoesia saat ini adalah:

(63)

Menurutnya, jika pendidikan mahal maka yang ada adalah pendidikan bisa menjadi sebab utama proses pemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan ini bisa dilihat dari penarikan biaya awal sekolah, seperti biaya masuk sekolah, uang gedung, uang seragam, buku mata pelajaran, di mana sekolah bekerjasama dengan berbagai perusahaan penerbit serta pedagang kain (Prasetyo, 2005: 22). Selain itu, biaya kegiatan siswa di akhir masa studi, seperti biaya piknik, pariwisata dan les mata pelajaran.

b. Sekolah belum mampu menciptakan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing

Gagalnya pemerintah dalam mencetak lulusan yang berkualitas disebabkan karena beberapa hal, di antaranya adalah kurikulum sekolah yang masih dibebani banyak muatan yang sifatnya kognitif dan metode pengajaran yang titik beratnya ada pada kemampuan guru untuk membuat perencanaan mengenai bidang studi yang akan diajarkan (Prasetyo, 2005:176). Akhirnya, pendidikan hanya menghasilkan pengangguran yang tiap tahun semakin bertambah.

Referensi

Dokumen terkait

Sumatera Utara, penulis menyusun skripsi dengan judul “ Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin Pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki ( Carassius auratus ) ”

Setelah mengamati peragaan dari guru, siswa mampu menjelaskan variasi gerak dasar dalam permainan lompat katak dengan benar.. Setelah mengamati peragaan dari guru, siswa

Because of their location in low-relief areas on the coast, mangrove habitats are vulnerable recipients of toxic and other hazardous substances from land-based sources.

Dari hasil pengujian bahwa rata-rata daya untuk bahan bakar campuran lebih besar dari premium murni, adanya kenaikan pemakaian bahan bakar seiring dengan meningkatnya putaran

SEMESTER II TAHUN ANGGARAN 2016. N

Jurnal ini berisikan hasil karya dengan tema yang sama (tema yang diminati anak), dengan demikian dapat terlihat perkembangan dan kemajuan peserta didik dari karya

Pada variabel kepribadian tahan banting (hardiness) sebagai variabel yang memodersi hubungan antara religiositas dengan intensi turnover pada penelitian ini tidak memiliki

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W3, 2013 The Role of Geomatics in Hydrogeological Risk, 27 – 28