• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan bencana alam. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai wilayah Indonesia secara terus menerus, baik itu peristiwa gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain. Bencana alam yang terjadi akan mengakibatkan berbagai penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. (BNPB, 2011).

Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Gunung berapi pada lokasi tersebut kebanyakan adalah gunung berapi-gunung berapi aktif yang dapat membahayakan kehidupan umat manusia kira-kira 500 juta orang tinggal di daerah yang beresiko di dekat 1.500 gunung berapi aktif di seluruh dunia. Tanah subur dan puncak gunung berapi yang mengagumkan menarik perhatian penduduk dan wisatawan, akibatnya jumlah orang yang terancam resiko yang ditimbulkan gunung berapi yang berpotensi aktif terus meningkat (Prager, 2006).

Indonesia memiliki gunung berapi-gunung berapi aktif yang lebih banyak dari pada negara-negara lain, terdapat 129 gunung berapi aktif di Indonesia, di pulau

(2)

Sumatera terdapat 30 gunung berapi penyebaran gunung berapi di Indonesia merentang sepanjang 700 km dari Aceh sampai ke Sulawesi Utara melalui Bukit Barisan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku. Beberapa diantara gunung berapi tersebut adalah gunung berapi yang pernah meletus dengan dahsyat, yang tak terlupakan dalam sejarah peradapan manusia seperti Gunung Krakatau. (Departemen Kesehatan RI, 2007). Letusan Gunung Krakatau sekitar satu abad yang silam menyebabkan sekitar 36 ribu orang yang berada di daerah sekitar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera meninggal dunia (Winardi, 2006).

Indonesia memiliki 139 gunung berapi dan tiga gunung berapi yang masuk dalam status siaga yaitu: Gunung Soputan, Gunung Merapi, dan Gunung Sinabung. Gunung Soputan di Sulawesi Utara meletus dan memuntahkan vulkanik setinggi 6 kilometer pada tanggal 3 Juli 2011 lalu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat awan panas yang membawa material dengan pijar vulkanik setinggi 250 meter dari kawah. Erupsi terus terjadi dan susul menyusul ke arah utara dan barat laut disertai kilat dan suara gemuruh. Gunung Merapi meletus di Jawa tengah tanggal 25 Oktober 2010 dengan korban jiwa 29 orang meninggal.

Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Luka bakar dan memburuknya kesehatan terutama

(3)

pernafasan merupakan dampak yang secara langsung dapat dirasakan manusia akibat erupsi gunung berapi selain kerugian dari segi materil. Erupsi gunung berapi juga mengakibatkan kerusakan kehidupan ekosistem disekitar wilayah gunung berapi. Hutan, udara, sungai, sawah dan perkebunan penduduk menjadi tercemar akibat debu dan material vulkanik yang muncul dari erupsi gunung berapi (Adiputro, 2002). Letusan gunung berapi terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma merupakan cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 oC. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 o

Kabupaten Karo secara geografis berada di dekat jejeran gunung berapi wilayah Sumatera, di Kabupaten Karo ada 2 dari 129 gunung berapi aktif yang berada di Indonesia yaitu Gunung Berapi Sinabung dan Gunung Berapi Sibayak. Kedua gunung ini berstatus siaga (level III). Kedua gunung ini tidak pernah erupsi sejak tahun 1600.

C. Letusan gunung berapi membawa batu dan debu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km bahkan lebih, sedangkan lavanya bisa mengalir sampai sejauh radius 90 km (Pollard, 2007)

Kabupaten Karo mengalami peristiwa erupsi Gunung Sinabung cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Surono selaku Kepala PVMBG sebelumnya menyatakan: “Gunung Sinabung tidak akan mengalami erupsi” Akhirnya Surono mengumumkan pernyataan: “Gunung Sinabung berbahaya dari status tipe B

(4)

berubah menjadi tipe A. Masyarakat agar mengungsi sejauh 6 Km dari kaki Gunung Sinabung.” Erupsi Sinabung juga mengakibatkan rusaknya pertanian dan perkebunan seluas 60 ha. Sektor mata pencaharian utama sebahagian besar masyarakat Kabupaten Karo adalah sektor pertanian. Masyarakat mengungsi ke 21 titik pengungsian sebanyak 27.472 orang, korban meninggal sebanyak dua orang (KeMenKes RI, 2010).

Pemerintah Kabupaten Karo salah memprediksi dan memberi informasi kepada warganya dan belum menangani pengungsi erupsi gunung Sinabung dengan baik. Koordinator Palang Merah Indonesia (PMI) di lokasi bencana, M. Irsal mengatakan : “pemerintah kabupaten Karo tidak memiliki satuan koordinasi penanganan bencana. Relawan dari berbagai elemen seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Tim Search and Rescue (SAR), Pecinta Alam, Universitas dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) bekerja secara sporadis dan sendiri-sendiri.” Korban berasal dari empat kecamatan yang terdekat dengan Sinabung, yaitu Kecamatan Tiga Nderket, Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat, dan Kecamatan Naman Teran. Pengungsi kekurangan air untuk MCK dan air minum. Irsal mengatakan, pada Sabtu, 29 Agustus relawan telah bersiap-siap mengantisipasi meletusnya gunung Sinabung dengan membawa sejumlah peralatan dan bantuan darurat. Rapat Muspida, Bupati Karo menegaskan sebelumnya daerahnya aman dan tidak akan terjadi letusan. Penduduk pulang ke daerah masing-masing. Lima menit meninggalkan kantor bupati, terjadilah letusan, masyarakat tidak siap. Masyarakat sempat mengungsi sudah terlanjur disuruh

(5)

kembali ke desa. Ratusan pengungsi korban letusan Gunung Sinabung, memblokir jalan menuju pendopo rumah dinas Bupati Karo di Jalan Veteran, Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara, kesal belum juga mendapatkan bantuan makanan. Pengungsi sempat ribut dengan petugas kepolisian yang mencoba menenangkan massa. Ratusan warga tersebut meminta pemerintah daerah setempat segera memberikan bantuan makanan. Masyarakat ada yang sudah dua malam di pengungsian mengaku belum mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Bantuan makanan tidak dikirimkan dari posko penanggulangan bencana. Pengungsi merasa kesal,di lokasi pengungsian beberapa kilometer dari pendopo rumah dinas Bupati Karo yang kini dijadikan posko penanggulangan bencana, ternyata bantuan tidak sampai. Kepala Bidang Humas Kabupaten Karo, Jhonson Tarigan menyatakan dari tujuh belas kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, empat kecamatan lokasinya berada di sekitar gunung Sinabung. Yakni : kecamatan Naman Teran, Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Tigan Nderket. Warga dari keempat kecamatan ini, terutama yang desanya di bawah gunung Sinabung, untuk dapat dievakuasi. Baik ke Berastagi, ke

Kabanjahe atau tempat lain

pukul 11.00 WIB.

Fidel Bustami peneliti kebencanaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada seminar jurnalisme bencana di Banda Aceh mengatakan: “Ketiadaan Standar Operasi Prosedur (SOP) nasional saat ini menyebabkan penanggulangan bencana tidak terarah dan terkoordinasi antara instansi tekait juga kacau yang terjadi

(6)

di Indonesia sekarang campur aduk, tidak jelas pada saat bencana baru sadar, belum ada komitmen dari petinggi negara kita, pemerintah hanya terlihat panik saat bencana datang tetapi komitmen untuk mencegah bencana yang seharusnya bisa dilakukan belum terlihat keseriusannya. Ketika terjadi bencana tidak terlihat adanya koordinasi yang baik antara lembaga-lembaga tekhnis karena ketiadaan SOP yang jelas dimiliki secara nasional, kita belum melihat bagaimana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana dengan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika dan juga dengan kementrian kordinator kesehatan rakyat, serta dengan melibatkan aparat keamanan dalam mengurusi tanggap darurat tidak berjalan mulus kerap terjadi kericuhan karena ketidaksiapan aparat dalam mengendalikan emosi warga korban bencana. ketidakseriusan pemerintah terlihat dimana hingga sekarang belum ada lembaga yang bisa memberikan informasi mitigasi bencana secara detail kepada media untuk diberikan sebagai upaya memahami sekaligus menyiapkan masyarakat menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Penanganan Bencana Masih Amburadul, Thursday, 23 Desember 2010 pukul 09.18.

Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat, Udjwalprana Sigit mengatakan: “Seluruh Indonesia merekomendasikan agar Badan Nasional Penanggulangan Bencana menerbitkan SOP mengenai penanggulangan tanggap darurat. Penanganan bencana sarat dengan koordinasi dan komando jadi tidak boleh banyak tangan harus satu komando, siapa yang bertanggung jawab mengendalikan penanganan bencana, misalnya logistik tidak datang siapa yang bertanggung jawab,

(7)

Butuh SOP Penanggulangan Bencana tempo.co, Bandung 7 November 2011-Forum BPBD pukul 21.04 WIB

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melaksanakan penanggulangan bencana di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Perda 6 No. 29 tahun 2008 ). Pemerintah Sumatera Utara segera tanggap dalam menghadapi penanggulangan bencana erupsi Sinabung 2010. BPBD belum terbentuk di wilayah Kabupaten Karo sementara institusi yang menangani bencana adalah Satuan Tugas Penanganan Bencana yang khusus dibentuk sementara dalam penanggulangan erupsi Gunung Sinabung SK Bupati Karo Nomor 800/174/Kesbang/Tahun 2010 tentang pembentukan struktur organisasi satuan tugas penanganan bencana Gunung Sinabung. Satuan Tugas terdiri dari berbagai instansi yang ada di Kabupaten Karo antara lain: Kodim 0205, Polisi Resort (Polres), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Kesbang Linmas, Dinas Komunikasi PDE ditambah dengan 4 kecamatan terdekat dengan Gunung Sinabung.

Koordinasi adalah proses pengintegrasian (penggabungan yang padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan yang letaknya boleh terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, supaya dapat menghasilkan suatu hasil optimal yang disetujui bersama (Rowland, 2004).

Koordinasi (Coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan dalam “manajemen bencana” yang dikenal dengan empat C yaitu Command (komando), Control (Pengendalian); Coordination (Koordinasi) dan Communication

(8)

(Komunikasi). Koordinasi dilakukan karena melibatkan multi sektor yang terkait dalam penanganan bencana. Komando adalah fungsi perintah didasarkan atas sistem hirarki suatu organisasi yang dilakukan secara vertikal. Pengendalian adalah fungsi mengarahkan dan dilakukan pada suatu situasi yang menyangkut lintas organisasi. Koordinasi adalah fungsi yang diarahkan pada penggunaan sumber daya secara sistematis dan efektif (Rowland, 2004). Koordinasi adalah proses perpaduan kegiatan lintas sektoral baik dalam pemerintahan maupun stake holders lainnya dalam upaya penanganan bencana agar dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Fungsi koordinasi dilakukan secara terintegrasi dengan sektor terkait pada tahap pra bencana, pasca bencana, dan pada tanggap darurat, fungsi yang dilaksanakan adalah dominan fungsi komando karena fungsi koordinasi telah dilaksanakan pada tahap pra bencana (Depkes RI, 2002).

Koordinasi antar tim lintas sektor Satuan Tugas kegiatan menjadi perhatian utama dalam melancarkan proses penanggulangan bencana. Koordinasi, setiap tugas dan tanggung jawab masing-masing personil dan tim dalam Satuan Tugas penanganan bencana tertata rapi dan berlangsung efektif. Sehingga proses pemulihan daerah bencana segera terselesaikan dengan baik.

Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Unsur pelaksana melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat

(9)

tahap tanggap darurat, tidak ada kesempatan untuk melakukan perdebatan atau argumentasi melaksanakan tugas diperintahkan oleh komando atasan.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan berbagai sektor yang multi kompleks.

Koordinasi pada saat pra bencana dan tanggap darurat di lapangan memperlihatkan fakta antar tim lintas sektor yang ada pada Satuan Tugas Penanganan Bencana erupsi Sinabung tahun 2010 kurang berjalan dengan baik dan tidak menjadi satu kesatuan yang defenitif. Lembaga yang ada bergerak sendiri-sendiri tanpa adanya perencanaan dan koordinasi bersama, hal ini mengakibatkan kurang efektifnya proses penanganan bencana dan secara tidak langsung menyebabkan penanggulangan warga yang menjadi korban bencana kurang berjalan dengan baik.

Pernyataan-pernyataan berikut yang mendukung kurangnya koordinasi penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo 2010: Syamsul Ma’arif kepala BNPB di posko utama pendopo rumah dinas Bupati Karo menyorot kinerja tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung tidak tanggap dan kurang koordinasi. Penanganan tanggap darurat Gunung Sinabung kurang koordinasi setiap tim tidak tahu tugas dan fungsinya secara jelas dan berjalan sendiri-sendiri dan hasil

(10)

yang dicapai tidak maksimal. Hal ini harus segera diatasi untuk melindungi puluhan ribu pengungsi, perlunya kekompakan tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung dalam penanganan bencana di lapangan.

Friday, 17 September 2010 21.59 WIB.

Nasril Bahar anggota komisi VI DPR RI fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ketika meninjau ke lokasi pengungsian erupsi Gunung Sinabung bersama ketua Marzuki Alie mengatakan : ” penanganan bencana Sinabung terkendala masalah koordinasi, masalah-masalah koordinasi dimiliki masih menjadi persoalan utama dalam penanggulangan Gunung Sinabung secara tidak sadar antar lembaga saling unjuk kewenangan.” (http://m.detik.com/read/2010) Jumat, 3 September 2010.

Nicholaus Prasetya berkomentar realitas yang terjadi di Gunung Sinabung mengenai minimnya informasi untuk melakukan pengungsian yang tersebar di masyarakat menunjukkan bahwa penyebaran informasi yang terjadi di daerah Karo masih buruk bukan hanya di daerah Karo saja namun bisa dikatakan hampir di keseluruhan daerah yang sering mengalami bencana

Meletusnya Gunung Sinabung dan Buruknya Manajemen Kesiapan Bencana Alam Indonesia 28 Agustus 2010 pukul 21.44 WIB.

Komandan korem 064 Maulana Yusuf, kolonel Inf Endro Warsito di Serang usai rapat koordinasi manajemen penanggulangan bencana bersama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah & Muspida Banten mengatakan: “Saya melihat saat ini kesiapan penanggulangan bencana belum sesuai harapan salah satunya kurangnya disiplin

(11)

dalam tugas dan fungs masing-masing terkait.” (www.banten klip21.com)

Kamis, 14 Januari 2012.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa perlu untuk menganalisis koordinasi lintas sektor satuan tugas penanganan bencana khususnya dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo tahun 2010.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo tahun 2010.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo tahun 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai wahana bagi peneliti untuk meangaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Pasca sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya yang terkait dengan perencanaan dan koordinasi dalam penanggulangan bencana.

(12)

2. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Manajemen Kesehatan Bencana sehingga koordinasi satuan tugas penanganan bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah dalam penanggulangan bencana.

3. Sebagai bahan masukan bagi badan penanggulangan bencana daerah khususnya Kabupaten Karo dalam meningkatkan kinerja melalui koordinasi yang baik, sehingga pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana erupsi Sinabung ke depan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Referensi

Dokumen terkait

Alasan pemilihan analisis isi ini sebagai metode penelitian ini, karena metode tersebut memiliki tujuan yang diduga akan menjawab sebagai pertanyaan yang telah dirumuskan

Dalam hal ini Kerja Praktek dilakukan dengan membuat Media Pembelajaran Installasi dan cara penggunaan linux di dishubkominfo pemalang, dimana media pembelajaran

Survey metupakan suatu penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik mengenai

ojek online yang lain pengendaranya berjenis kelamin laki-laki berbeda dengan Ojesy yang Sahabat Pengendaranya berjenis kelamin perempuan, hal inilah yang membuat

Dalam mengaplikasikan lifelong learning , seorang dokter harus melakukan refleksi, membuat tujuan pembelajarannya sendiri sehingga mempunyai motivasi untuk belajar

Selanjutnya, media massa mempunyai tugas dan kewajiban menjadi sarana dan prasarana komunikasi untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia

meletakkannya di folder BACKUP. Tujuan dari backup data adalah untuk mengantisipasi terjadinya masalah mengenai keamanan dan kehilangan data, agar file memiliki

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang menentukan antara lain bahwa Pemindahan Ibukota