• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar - RATNA NUR BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar - RATNA NUR BAB II"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa, guru mengajar dan siswa belajar. Belajar merupakan proses yang dilakukan siswa dari hal yang tidak tahu menjadi tahu, yang bisa menjadi mahir. Belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang ke arah yang lebih baik. Arthur T. Jersild (Sagala, 2012: 12) menyatakan bahwa belajar adalah modification of behavior through experience and training yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan.

(2)

pengalaman. Peneliti menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan serta perubahan dalam dirinya ke arah yang lebih baik yang diperoleh melalui latihan berdasarkan pengalaman yang dialami oleh seseorang.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu perubahan dalam kegiatan belajar, yang bertujuan untuk membawa perubahan dari dalam diri seseorang sebagai bentuk dari kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Hasil belajar ini terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Susanto (2014: 5) makna hasil belajar, yaitu: perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.

(3)

Benyamin Bloom (Sudjana 2012: 12) hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom (Sudjana, 2012: 22) berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:

a) Pengetahuan (Knowledge) adalah tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah tetapi hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman.

b) Pemahaman (Comprehension) adalah tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan, dalam hal ini untuk dapat memahami perlu terlebih dahulu mengetahui dan mengenal. c) Aplikasi (Aplication) adalah penggunaan abstraksi (ide, teori, atau petunjuk teknis) pada situasi kongkret atau situasi khusus.

d) Analisis (Analysis) adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.

(4)

f) Evaluasi (Evaluation) adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll, sehingga dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.

Vygotsky (Santrock, 2010: 60) ada tiga klaim dalam inti pandangannya:

a) Keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental.

b) Kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental. c) Kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan

dipengaruhi oleh latar bela kang sosiokultural. 2) Ranah Afektif

Sudjana (2012: 29) menyatakan bahwa ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

(5)

a) Penerimaan (Receiving/attending), yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll, termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

b) Jawaban (Responding), yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. c) Penilaian (Assessment) bekenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tsb.

d) Organisasi (Organization), yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organsisasi sistem, dll.

(6)

mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

3) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor menurut klasifikasi Simpson (Winkel, 1999: 249) tingkatan keterampilan yaitu sebagai berikut:

a) Persepsi (perception)

Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.

b) Kesiapan (set)

Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental.

c) Gerakan terbimbing (guided response)

(7)

d) Gerakan yang terbiasa (mechanical response)

Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota-anggota tubuh, sesuai dengan prosedur yang tepat. e) Gerakan kompleks (complex response)

Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.

f) Penyesuaian pola gerakan (adjusment)

Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.

g) Kreativitas (creativity)

(8)

Penilaian yang ingin dicapai pada penelitian ini terdiri dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan menggunakan media puzzle math of romawy. Kisi-kisi dari penilaian ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif a) Pengetahuan

(1) Siswa dapat mengidentifikasi bentuk lambang bilangan romawi

(2) Siswa dapat mengetahui aturan pada bilangan romawi b) Pemahaman

(1) Siswa dapat menyebutkan aturan penjumlahan pada bilangan romawi.

(2) Siswa pada menyebutkan aturan pada pengurangan pada bilangan romawi.

(3) Siswa dapat membedakan antara aturan penjumlahan dan pengurangan pada bilangan romawi.

c) Penerapan

(1) Siswa dapat menuliskan lambang bilangan romawi dengan benar.

(2) Siswa dapat menuliskan bilangan cacah dari lambang bilangan romawi.

(9)

2) Ranah Afektif a) Penerimaan

(1) Siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

(2) Siswa memperhatikan penjelasan guru. b) Partisipasi

Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. c) Penilaian

Siswa dapat menyampaikan pendapatnya pada saat kegiatan diskusi kelompok.

d) Organisasi

Siswa berdiskusi dan bekerja sama dengan teman sekelompoknya

e) Internalisasi nilai

Siswa aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar misalnya aktif dalam bertanya tentang hal yang belum diketahui.

3) Ranah Psikomotor a) Persepsi

Siswa memahami bentuk lambang bilangan romawi yaitu dengan memperhatikan media yang digunakan.

b) Kesiapan

(10)

c) Gerakan terbimbing

Mampu memasang media puzzle bilangan romawi. d) Gerakan terbiasa

Siswa dapat melakukan aktivitas yaitu dengan menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan disetiap awal kegiatan.

e) Gerakan kompleks

Mampu membongkar puzzle dan memasang kembali media puzzle bilangan romawi dan menemukan jawaban dari kepingan-kepingan puzzle dengan tepat.

2. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang ada di sekolah dasar. Matematika menekankan siswa untuk berpikir matematis, yaitu dengan berhitung, menalar, memahami berbagai bentuk materi yang sifatnya abstrak menjadi bentuk yang konkret. Russeffendi (Suwangsih, 2006: 3) menyatakan dalam pendapatnya bahwa kata matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema

yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata

(11)

Perkataan matematika berarti ilmu yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Menurut Soedjadi (Heruman, 2010: 1) menyatakan bahwa hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Heruman (2010: 1) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.

Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak dan selanjutnya abstrak. Pada matematika setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Proses yang demikian memerlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.

(12)

sehingga dalam pembelajaran matematika siswa memerlukan alat bantu karena dalam proses pembelajaran materi yang diajarkan berawal dari bentuk yang konkret ke abstrak. Media pembelajaran ataupun alat pembelajaran inilah yang dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi matematika.

b. Karakteristik Pembelajaran Matematika

Pembelajaran yang dilakukan guru akan lebih bermakna apabila guru mengetahui karakteristik pembelajaran di setiap mata pelajaran, karena pada hakikatnya setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik pembelajaran matematika di sekolah dasar menuntut guru untuk lebih kreatif seperti menggunakan media yang tepat agar dalam pembelajaran dapat tercipta suatu kegiatan yang bermakna bagi siswa. Nasher (Uno dan Umar, 2009: 109) menyatakan bahwa karakteristik matematika terletak pada kekhususannya dalam mengkomunikasikan ide matematika melalui bahasa numerik yang memungkinkan seseorang dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif, sedangkan sifat kekuantitatifan dari matematika tersebut dapat memberikan kemudahan bagi seseorang dalam menyikapi suatu masalah.

c. Langkah Pembelajaran Matematika di SD

(13)

(penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Heruman (2010: 2) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran matematika di SD adalah sebagai berikut :

1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah memperlajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan

jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

(14)

3) Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

d. Materi Bilangan Romawi Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Standar Kompetensi : 7. Menyatakan bilangan cacah sebagai

bilangan Romawi dan sebaliknya. Kompetensi Dasar : 7.1. Mengenal lambang bilangan Romawi.

(15)

1) Mengenal lambang bilangan romawi

Bilangan Romawi tidak banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita perhatikan contoh-contoh kalimat berikut:

a) Marbun tinggal bersama orang tuanya di Jalan Nuri III nomor 9.

b) Daerah Istimewa Jogjakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

c) Memasuki abad XXI, kita dituntut untuk lebih menguasai teknologi.

Huruf-huruf yang dicetak tebal pada kalimat di atas seperti III, X, XXI merupakan salah satu contoh bilangan Romawi. Bilangan Romawi terdiri dari 7 angka (dilambangkan dengan huruf) sebagai berikut:

I melambangkan bilangan 1 V melambangkan bilangan 5 X melambangkan bilangan 10 L melambangkan bilangan 50 C melambangkan bilangan 100 D melambangkan bilangan 500 M melambangkan bilangan 1.000

(16)

2) Membaca bilangan romawi

Pada sistem bilangan Romawi tidak dikenal bilangan 0 (nol). Untuk membaca bilangan Romawi, kamu harus hafal dengan benar ketujuh lambang bilangan dasar Romawi.

a) Aturan Penjumlahan Bilangan Romawi Contoh:

(1) II = I + I = 1 + 1 = 2 Jadi, II dibaca 2

(2) VIII = V + I + I + I = 5 + 1 + 1 + 1 = 8

Jadi, VIII dibaca 8

(3) LXXVI = L + X + X + V + I = 50 + 10 + 10 + 5 + 1 = 76

Jadi, LXXVI dibaca 76

(17)

(1) Jika lambang yang menyatakan angka lebih kecil terletak di kanan, maka lambang-lambang Romawi tersebut dijumlahkan.

(2) Penambahnya paling banyak tiga angka. b) Aturan Pengurangan Bilangan Romawi

Contoh:

(1) IV = V – I = 5 – 1 = 4

Jadi, IV dibaca 4 (2) IX = X – I

= 10 – 1 = 9

Jadi, IX dibaca 9

(3) XL = L – X

= 50 – 10 = 40

Jadi, XL dibaca 40

(18)

(1) Jika lambang yang menyatakan angka lebih kecil terletak di kiri, maka lambang-lambang Romawi tersebut dikurangkan.

(2) Pengurangan paling banyak satu angka. c) Aturan Gabungan

Kedua aturan di atas (penjumlahan dan pengurangan) dapat digabung sehingga lebih jelas dalam membaca lambang bilangan Romawi.

Contoh:

(1) XIV = X + (V – I) = 10 + (5 – 1) = 10 + 4 = 14

Jadi, XIV dibaca 14

(2) MCMXCIX = M + (M – C) + (C – X) + (X – I)

= 1.000 +(1.000 – 100)+(100 –10) +(10 – 1) = 1.000 + 900 + 90 + 9

= 1.999

Jadi, MCMXCIX dibaca 1.999 d) Menuliskan Bilangan Romawi

(19)

Ketentuan penulisan lambang bilangan romawi adalah: (1) Apabila angka yang berada disebelah kanan kurang atau

sama dengan angka yang berada disebelah kiri artinya lambang bilangan itu dijumlahkan.

Contoh:

II artinya 1 + 1 = 2 III artinya 1 + 1 + 1 = 3 VI artinya 5 + 1 = 6 VII artinya 5 + 1 + 1 = 7 XI artinya 10 + 1 = 11 XV artinya 10 + 5 = 15

(2) Apabila angka yang berada disebelah kiri kurang dari angka yang berada disebelah kanan maka bilangan itu dikurangi

Contoh:

IV artinya 5 – 1 = 4 IX artinya 10 – 1 = 9 XL artinya 50 – 10 = 40

Penulisan lambang bilangan romawi hanya boleh sebanyak 3 kali berturut-turut.

Contoh:

(20)

XLIII = 43 selanjutnya 44 = XLIV

e) Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan romawi dan sebaliknya

Contoh:

(1) Bilangan cacah 8 bilangan romawinya VIII (2) Bilangan cacah 9 bilangan romawinya IX (3) Bilangan cacah 15 bilangan romawinya XV (4) Bilangan cacah 26 bilangan romawinya XXVI (5) Bilangan cacah 42 bilangan romawinya XVII f) Menggunakan bilangan romawi dalam kehidupan

sehari-hari. Contoh:

(1) Rina mempunyai 80 kelereng, kemudian diberikan kepada adiknya sebanyak 24 buah. Berapa jumlah kelereng Rina sekarang? (tuliskan dengan lambang bilangan romawi)

Jawab:

Kalimat matematikanya adalah 80 – 24 = 56 Lambang bilangan romawi dari 56 adalah LVI (2) 1.496 = 1.000 + 400 + 90 + 6

= 1.000 + (500 – 100) + (100 – 10) + (5 + 1) = M + CD + XC + VI

(21)

Jadi, lambang bilangan Romawi 1.496 adalah MCDXCV

3. Media Pembelajaran a. Pengertian Media

Media merupakan suatu alat yang berfungsi sebagai perantara dan digunakan untuk menyampaikan pesan. Arsyad (2007: 3) menyatakan dalam pendapatnya bahwa kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Anitah (2009: 1) juga menyatakan bahwa media dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi, oleh karena itu media pembelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan.

(22)

sebagai salah-satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu dan lain-lain dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan.

Heinich, dkk (Arsyad, 2007: 4) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Hamalik (1986: 23) menyatakan media pendidikan adalah alat, metode, dan tehnik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Gagne dan Briggs (Arsyad, 2007: 4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film,

slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.

(23)

memperjelas, serta mempermudah pemahaman siswa dalam menangkap materi.

b. Fungsi Media

Sadiman (2008: 17) mengatakan secara umum bahwa media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti

misalnya:

a) Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model.

b) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar.

c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography.

d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbail.

e) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.

(24)

3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik, dengan demikian media pendidikan berguna untuk:

a) Menimbulkan kegairahan belajar.

b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.

c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

4) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: a) Memberikan perangsang yang sama.

b) Mempersamakan pengalaman. c) Menimbulkan persepsi yang sama.

c. Jenis-Jenis Media

(25)

1) Media Grafis

Media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Banyak jenis media grafis, beberapa diantaranya adalah: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik (graphs), kartun, poster, papan flanel, papan buletin (bulletin board).

2) Media Audio

Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Ada beberapa jenis media dapat kita kelompokkan dalam media audio, anatara lain radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam, dan laboratorium bahasa.

3) Media Proyeksi Diam

(26)

4. Permainan Edukatif a. Permainan Edukatif

Permainan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang sebagai cara untuk menghibur dirinya dan bersifat menyenangkan. Ismail (2006: 119) menyatakan bahwa permainan edukatif yaitu suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik. Permainan edukatif bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir, serta bergaul dengan lingkungan atau untuk menguatkan dan menerampilkan anggota badan si anak, mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan antara pengasuh dengan pendidik (anak didik), kemudian menyalurkan kegiatan anak didik, dan sebagainya.

b. Manfaat Permainan Edukatif

(27)

c. Fungsi Permainan Edukatif

Ismail (2006: 150) permainan edukatif itu dapat berfungsi sebagai berikut:

1) Memberikan Ilmu Pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar.

2) Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa, agar dapat menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik. 3) Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan

rasa aman, dan menyenangkan.

4) Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak. d. Pentingnya Permainan Edukatif

(28)

1) Permainan edukatif dapat meningkatkan pemahaman terhadap totalitas kediriannya. Artinya, dengan bermain sesungguhnya anak sedang mengembangkan kepribadiannya.

2) Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

3) Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan menciptakan hal-hal baru.

4) Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak.

5) Permainan edukatif dapat mempertajam perasaan anak. 6) Permainan edukatif dapat memperkuat rasa percaya diri anak. 7) Permainan edukatif dapat merangsang imajinasi anak.

8) Permainan edukatif dapat melatih kemampuan berbahasa anak. 9) Permainan edukatif dapat melatih halus dan

motorik-kasar anak.

10) Permainan edukatif dapat membentuk moralitas anak. 11) Permainan edukatif dapat melatih keterampilan anak. 12) Permainan edukatif dapat mengembangkan sosialisasi anak. 13) Permainan edukatif dapat membentuk spiritualitas anak. 5. Media Puzzle

a. Pengertian Puzzle

(29)

media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang. Menurut Moursund (2007) “A puzzle is a type of

game. From an educational point of view, it is clear that solving

crossword puzzles helps to maintain and improve one’s vocabulary,

spelling skills, and knowledge of many miscellaneous tidbits of

information”.

Puzzle adalah suatu jenis permainan. Dari sudut pandang pendidikan, jelas bahwa memecahkan teka-teki silang membantu mempertahankan dan meningkatkan kosa kata seseorang, keterampilan mengeja, dan pengetahuan tentang berbagai macam informasi. Peneliti menyimpulkan bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan-kepingan puzzle yang kemudian dipasangkan sesuai dengan pasangannya untuk merangsang kemampuan anak dan melatih keterampilan matematika anak.

b. Fungsi Puzzle

Nani (2008), mengemukakan bahwa pada umumnya, sisi edukasi permainan puzzle ini berfungsi untuk:

1) Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran.

2) Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. 3) Memperkuat daya ingat

(30)

5) Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak untuk berpikir matematis (menggunakan otak kiri).

6) Melatih logika anak, misalnya puzzle bergambar manusia. Anak dilatih menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai logika.

Berdasarkan fungsi puzzle di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi puzzle adalah sebagai suatu alat yang berfungsi untuk melatih daya ingat anak, konsentrasi anak, ketelitian anak dalam memasang puzzle, melatih anak untuk berpikir secara logis. Permainan puzzle juga sangat membantu anak dalam mengembangkan kemampuannya yaitu dalam menyelesaikan masalah dengan cara mencocokkan setiap kepingan puzzle menjadi satu kesatuan yang utuh dengan tepat. Kegiatan memasang puzzle akan membuat anak merasa percaya diri dan mempunyai keyakinan bahwa dirinya bisa melakukannya lagi apabila anak sudah berhasil menyusun puzzle dengan tepat.

c. Macam-macam Puzzle

Misbach, Muzamil (2010) menyatakan beberapa bentuk puzzle, yaitu:

1) Pola konstruksi

(31)

umum adalah blok-blok kayu sederhana berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk anak yang suka bekerja dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.

2) Puzzle batang (stick)

Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika sederhana namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk menyelesaikannya. Puzzle batang ada yang dimainkan dengan cara membuat bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun gambar yang terdpat pada batang puzzle.

3) Puzzle lantai

Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa) sehingga baik untuk alas bermain anak dibandingkan harus bermain di atas keramik. Puzzle lantai memiliki desain yang sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna yang cemerlang. Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih kemampuan berpikir anak. Puzzle lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.

4) Puzzle angka

(32)

5) Puzzle transportasi

Puzzle transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang memiliki gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya selain untuk motorik anak, juga untuk stimulasi otak kanan dan otak kiri. Anak akan lebih mengetahui macam-macam kendaraan. Selain itu anak akan lebih kreatif, imajinatif dan cerdas.

6) Puzzle logika

Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat mengembangkan keterampilan serta anak akan berlatih untuk memecahkan masalah. Puzzle ini dimainkan dengan cara menyusun kepingan puzzle hingga membentuk suatu gambar yang utuh.

7) Puzzle geometri

Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat mengembangkan keterampilan mengenali bentuk geometri (segitiga, lingkaran, persegi, dan lain-lain), selain itu anak akan dilatih untuk mencocokkan kepingan puzzle geometri sesuai dengan papan puzzlenya.

8) Puzzle penjumlahan dan pengurangan

(33)

memasangkan kepingan puzzle sesuai dengan gambar pasangannya. Selain itu anak dapat belajar penjumlahan dan pengurangan melalui media puzzle.

B. Penggunaan Media dalam Pembelajaran 1. Pembuatan Puzzle Math of Romawy

Nastiti (2013) menyatakan bahwa langkah-langkah pembuatan media puzzle math of romawy adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan Papan Kerangka Puzzle

1) Buatlah kerangka puzzle berbentuk persegi dengan menggunakan kayu dan triplek sebagai papan dan pembatas dengan ukuran disesuaikkan dengan panjang dan lebar kertas PVC yaitu 50 cm x50 cm.

2) Buatlah sekat-sekat menggunakan triplek lebarnya 3cm, agar membentuk segitiga sama sisi (sebagai pembatas antara puzzle yang satu dengan puzzle yang lain).

b. Pembuatan Puzzle

1) Dibuat pada aplikasi corel-draw supaya lebih akurat. Buatlah sebuah persegi dengan sisi 50 cm.

2) Buatlah perpotongan diantara kedua diagonal persegi.

(34)

4) Setelah itu terbentuk persegi dengan ukuran yang lebih kecil dengan ukuran persegi 25 cm x 25 cm.

5) Lalu tarik diagonal disetiap titik sudutnya. Jadilah sebuah segitiga sama sisi dengan ukuran sisinya 25 cm.

6) Setelah itu disetiap sisi (kecuali sisi-sisi luar persegi) dibuat macam-macam bilangan romawi dan bilangan cacah dengan syarat bilangan romawi harus dipasangkan dengan bilangan cacahnya.

7) Setiap segitiga sama sisi mempunyai 2 bentuk bilangan atau 3 bentuk bilangan.

8) Setelah gambar terbuat, cetak menggunakan kertas PVC dengan ukuran 50 cm x 50 cm.

9) Setelah kedua gambar dipotong, tempelkan gambar tersebut dengan busa dikedua sisinya menggunakan lem aibon.

10) Lalu potonglah gambar tersebut sesuai garis yang dibuat. 11) Rapihkan dengan gunting dan kater.

12) Buat stiker angka bilangan romawi dan bilangan cacah, kemudian tempelkan pada kertas PVC yang sudah dipotong-potong.

2. Persiapan Penggunaan Media Puzzle Math of Romawy

(35)

a) Mempersiapkan media puzzle math of romawy, yaitu dengan memeriksa kembali kepingan-kepingan puzzle, pastikan setiap kepingan ada pasangannya.

b) Guru mempersiapkan diri sebelum menggunakan puzzle tersebut, yaitu dengan mempelajari langkah-langkah penggunaannya terlebih dahulu, agar hasilnya maksimal.

3. Penggunaan Puzzle Math of Romawy

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan media puzzle math of romawy, antara lain:

a. Persyaratan yang harus dimiliki siswa

Adapun persyaratan yang harus dimiliki siswa dalam penggunaan puzzle math of romawy, antara lain:

1) Siap dalam menerima pelajaran (tidak bermain sendiri). 2) Setiap siswa wajib mengetahui permainan puzzle

3) Setiap siswa harus mengetahui jawaban dari kelompoknya (apabila ditanya tidak asal menjawab, tetapi tahu dasar jawabannya darimana).

4) Setiap siswa berhak untuk memasangkan minimal satu puzzle. b. Langkah Penggunaan

Adapun cara penggunaaan puzzle math of romawy menurut Nastiti (2013), adalah sebagai berikut:

(36)

2) Buatlah siswa dalam beberapa kelompok, 1 kelompok terdiri dari 5-6 siswa.

3) Lalu perintahkan setiap kelompok untuk menyusun puzzle dengan syarat bilangan romawi dipasangkan dengan bilangan cacahnya.

4) Jika siswa telah selesai menyusunya, cek puzzle math of romawy

satu persatu untuk mengecek hasilnya. c. Aturan Penggunaan Puzzle Math of Romawy

Adapun peraturan yang harus dipatuhi dalam penggunaan puzzle diantaranya adalah:

1) Setiap kelompok berhak untuk memasangkan puzzle math of romawy.

2) Siswa diberi waktu untuk memasangkan puzzle dengan batas waktu yang ditentukan.

3) Setiap kelompok tidak boleh bekerjasama dengan kelompok lain.

4. Kelebihan media Puzzle Math of Romawy

Menurut Nastiti (2013) kelebihan media puzzle math of romawy

adalah sebagai berikut: a. Bagi Guru

(37)

2) Guru dapat menjadi pengamat yang baik ketika kelompok siswa ataupun salah satu siswanya sedang mempergunakan alat peraga tersebut.

3) Guru dapat menguji kemampuan siswanya secara berkelompok maupun secara individual dengan pembatasan waktu tertentu menggunakan alat peraga tersebut.

b. Bagi siswa

1) Siswa menjadi tertarik dan lebih aktif untuk menggunakan alat peraga tersebut untuk menguasai materi bilangan romawi

2) Pada saat diberi penugasan secara berkelompok oleh guru, siswa menjadi lebih meningkat tingkat kerjasama antar anggota kelompoknya dalam menyelesaikan sebuah soal.

3) Siswa dapat berubah pola pikirnya dari yang irasional (tidak nyata) menjadi rasional (nyata/konkret).

5. Kekurangan media Puzzle Math of Romawy

Menurut Nastiti (2013) kekurangan media puzzle math of romawy

adalah sebagai berikut: a. Bagi Guru

(38)

b. Bagi siswa

1) Siswa cenderung masa bodoh, karena biasanya hanya mengandalkan temanya yang pintar terutama pada saat kegiatan diskusi kelompok.

2) Siswa biasanya hanya menggunakan sistem tebakan.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Yen-Hua Chen dalam jurnal penelitiannya dengan judul “A Collaborative Cross Number Puzzle Game to

Enhance Elementary Students’ Arithmetic Skills menyatakan bahwa analysis

of the pre and post learning achievement data reveals that the two classes

who played the game performed better than the control class, with the

collaborative class students achieving better than the individual class

students. By playing the game, low-ability students, in particular, made the

most significant progress in arithmetic capability and in building up their

confidence in doing arithmetic calculations.

(39)

D. Kerangka Berpikir

Hasil belajar yang dicapai oleh masing-masing siswa beragam, dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar yang ada di SD N 1 Somagede khususnya kelas IV masih rendah. Permasalahan yang terjadi di kelas IV SD Negeri 1 Somagede, siswa masih belum dapat mencapai hasil belajar dengan baik pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang menggunakan simbol angka-angka atau numerik, materi matematika antara yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Permasalahan yang terjadi di SD N 1 Somagede terdapat pada materi bilangan romawi, karena siswa masih kesulitan pada aturan gabungannya terutama pada penjumlahan dan pengurangan bilangan romawi, selain itu siswa kesulitan mengubah bilangan romawi menjadi bilangan cacah atau sebaliknya.

(40)

sehingga dapat merubah pola pikir siswa dari yang irasional (tidak nyata) menjadi rasional (nyata/konkret) sehingga kegiatan akhir dalam pembelajaran dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Gambaran dari penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

Penggunaan media puzzle math of romawy merupakan salah satu inovasi yang digunakan peneliti untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang ada di kelas IV SD N 1 Somagede pada mata pelajaran matematika materi bilangan romawi. Tujuan dari penggunaan puzzle math of romawy

dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran dan pembelajaran lebih bermakna. Media puzzle math of romawy sangat cocok untuk siswa SD dilihat dari karakteristik siswa, maka

Kondisi Awal

Hasil Belajar Matematika kelas IV SD N 1 Somagede masih rendah

(41)

dapat meningkatkan hasil belajar siswa, selain itu guru kelas akan bertambah pengetahuan, sikap dan keterampilan akademiknya. Jadi diharapkan dengan menggunakan media pembelajaran puzzle math of romawy akan meningkatkan hasil belajar matematika materi bilangan romawi pada siswa di SD.

E. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu:

1. Melalui penerapan media puzzle math of romawy dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif pada mata pelajaran Matematika materi bilangan romawi di kelas IV SD Negeri 1 Somagede.

2. Melalui penerapan media puzzle math of romawy dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek afektif pada mata pelajaran Matematika materi bilangan romawi di kelas IV SD Negeri 1 Somagede.

Gambar

grafik (graphs), kartun, poster, papan flanel, papan buletin
gambar yang
memasangkan kepingan puzzle sesuai dengan gambar pasangannya. Selain itu anak dapat belajar penjumlahan dan
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dan untuk menganalisis tentang efektivitas model inkuiri terbimbing dalam meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA di

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Sedangkan untuk bangunan wisma dapat menggunakan atap. genteng

Atribut Bernilai Null : yaitu atribut yang boleh tidak memiliki nilai data untuk..

Kutipan (57),(58),(59),(60) menjelaskan bahwa tokoh Pak Wignyo di ibaratkan seperti Pohon kelapa yang kurus kering menjulang tinggi dikala kemarau di Parokinya. Ia seorang

PROFIL PENGGUNA KONTRASEPSI DI PUSKESMAS PADANG

BAB. Dalam bab 2 ini berisi tentang landasan teori mengenai variabel-variabel yang dipakai yaitu Teori Permintaan, Permintaan Pasar, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual