• Tidak ada hasil yang ditemukan

Layli Latifah BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Layli Latifah BAB II"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

D. Landasan Teori 8. Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis

melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut

agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam

suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat

diketahui. Semua pesan tersebut harus terpenuhi, karena akan tertangkap

atau dipahami dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik jika

tidak terpenuhi Hodgson dalam Tarigan (2008: 7)

Membaca dapat diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk

berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan orang lain mengkomunikasikan

makna yang ada dalam bahasa yang tersirat pada lambang-lambang yang

tertulis. Membaca adalah suatu kemamapuan untuk melihat

lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang-lambang-lambang tertulis tersebut

(2)

Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami

yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di

dalam kata-kata yang tertulis Anderson dalam Tarigan (2008: 8).Membaca

pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

tidak hanya sekedar melafalkantulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas

visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Membaca sebagai

proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke

dalam kata-kata lisan. Membaca sebagai suatu proses berpikir yang

mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi,

membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa

aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus Crawley dalam

Rahim (2008: 2).

Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan

simbol tulis ke dalam bunyi. Membaca juga merupakan suatu strategi.

Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang

sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika

membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan

membaca. Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks

tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang

bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks

(3)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca

merupakan sebuah proses yang melibatkan kemampuan visual dan

kemampuan kognisi. Kedua kemampuan ini diperlukan untuk memberikan

lambang-lambang huruf agar dipahami dan menjadi bermakna bagi

pembaca. Membaca adalah sebuah kebutuhan yang harus dimilki oleh

semua orang, dengan adanya kegiatan membaca pesan antara satu orang

dengan orang lainnya akan tersampaikan dan mudah dipahami.

Proses membaca ada rangkaianyang harus dipahami oleh semua siswa.

Proses perubahan huruf menjadi bahasa lisan ini memang tak semua siswa

cepat untuk menangkapnya. Perlu adanya ketelitian dalam merangkai kata

agar makna yang ditangkap sesuai dengan apa yang penulis sampaikan.

Siswa harus mampu memamahami apa yang akan siswa baca misalkan

perangkaian kata “bunga” siswa harus tepat dalam membaca perhurufnya.

Selain itu juga tidak lancarnya siswa dalam membaca akan mempengaruhi

berita yang dibaca seperti salah menangkap apa yang sudah disampaikan

(4)

9. Proses Perkembangan Keterampilan Membaca pada Siswa

Setiap guru haruslah dapat membantu serta membimbing para siswa

untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan-keterampilan

yang siswa butuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilaksanakan

untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa antara lain:

a. Guru dapat menolong para pelajar memperkaya kosa kata mereka

dengan jalan:

1) Memperkenalkan sinonim kata, antonim kata, paraphrase,

kata-kata yang berdasar sama,

2) Memperkenalkan imbuhan yang mencakup awalan, sisipan, dan

akhiran,

3) Mengira-ngira atau menerka makna kata dari konteks atau

hubungan kalimat,

4) Menjelaskan arti sesuatu kata abstrak dengan mempergunakan

bahasa daerah atau bahasa ibu pelajar.

b. Guru dapat membantu para siswa untuk memahami makna

struktur-struktur kata, kalimat, dan sebagainya dengan cara-cara yang telah

dikemukakan diatas, disertai latihan seperlunya.

c. Guru dapat memberikan serta menjelaskan kawasan atau pengertian

kiasan, sindiran, ungkapan, pepatah, dan peribahasa dalam bahasa

(5)

d. Guru dapat menjamin serta memastikan pemahaman para siswa

dengan berbagai cara, misalnya:

1) Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan terhadap kalimat yang

sama, contohnya dengan kalimat “Ali dokter”, guru dapat bertanya:

a) “Apakah Ali dokter?”

b) “Siapakah Ali?”

c) “Apakah perkerjaan Ali?”

d) “bagaimana pendapatmu mengenai pekerjaan Ali?”

2) Mengemukakan pertanyaan yang jawabannya dapat ditemukan

oleh para siswa secara verbatein (kata demi kata) dalam bahan bacaan,

3) Menyuruh para siswa membuat rangkuman atau inti dari suatu

paragraf. Rangkuman tersebut haruslah mencakup ide-ide penting

dalam urutan yang wajar,

4) Menanyakan apa ide pokok sesuatu paragraf,

5) Menyuruh para siswa untuk menemukan kata-kata yang

melukiskan seseorang atau suatu proses yang menyatakan bahwa

orang itu sedang marah dan sebagainya,

6) Menunjukkan kalimat-kalimat yang kurang baik letak atau

susunannya dan menyuruh para siswa untuk menempatkannya

(6)

e. Guru dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa, dengan cara

sebagai berikut:

1) Kalau para siswa disuruh membaca dalam hati, ukurlah waktu

membaca tersebut,

2) Harus diusahakan agar waktu tersebut bertambah singkat serta

efisien secara teratur sepanjang tahun,

3) Harus dihindari gerakan-gerakan bibir pada saat membaca dalam

hati. Hal ini tidak baik dan tidak perlu dilakukan oleh para siswa,

4) Jelaskan tujuan khusus, tujuan tertentu membaca itu kepada para

siswa. Siswa harus dapat menemukan dari bahan bacaan jawaban

terhadap beberapa pertanyaan, atau beberapa kata atau sesuatu ide,

pendapat, dan pikiran utama atau pikiran pokok.

Mengembangkan serta meningkatkan keterampilan membaca para

siswa, guru mempunyai tanggung jawab beratmeliputi enam hal utama

yaitu:

1) Memperluas pengalaman para siswa sehingga siswa akan

memahami keadaan dan seluk-beluk kebudayaan,

2) Mengajar bunyi-bunyi (bahasa) dan makna-makna dan kata-kata

baru,

3) Mengajarkan hubungan bunyi bahasa dan lambang atau simbol,

4) Membantu para siswa memahami struktur-struktur (termasuk

(7)

5) Mengajar keterampilan-keterampilan pemahaman (comprehension skills) kepada para siswa,

6) Membantu para siswa untuk meningkatkan kecepatan dalam

membaca.

Untuk menjaga agar motivasi atau dorongan membaca selalu besar,

pengajaran yang dilakukan oleh guru seharusnya berjalan dalam dua

arus yang sejajar yaitu:

1) Guru membantu para siswa membaca bahan-bahan yang menarik

serta bermanfaat secepat mungkin,

2) Guru secara sistematis mengajarkan korespondensi atau

hubungan-hubungan bunyi dan lambang yang diperlukan oleh para siswa

untuk memahami serta mendorong siswa membaca sendiri. Agar

seimbang membaca secara aktual bahan-bahan yang sesuai dengan

tingkat kematangan para siswa dari pada untuk mengenai

perkembangan sistematis korespodensi-korespodensi tersebut

Tarigan (2008: 14-17)

Berdasarkan penjelasan di atas sudah mencakup bahwa tugas

seorang guru tidak begitu ringan apalagi jika berhubungan dengan

(8)

10.Pembelajaran Membaca di Sekolah

Kegiatan untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan

bacaan, guru seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan

pascabaca dalam pembelajaran membaca, beberapa teknik lebih umum dan

mencakup lebih dari satu kegiatan dalam satu pembelajaran, berikut ini

adalah kegiatan yang dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca

yaitu:

a. Kegiatan Prabaca

Guru yang afektif harus mampu mengarahkan siswa kepada topik

pelajaran yang akan dipelajari siswa. Burns dalam Rahim (2008: 99)

mengemukakan bahwa pengajaran membaca dilandasi oleh pandangan

teori skemata. Beradasarkan pandangan teori skemata, membaca

adalah proses pembentukan makna terhadap teks.

Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan

sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Kegiatan prabaca, guru

mengarahkan perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang

berhubungan dengan topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa bisa

dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan peninjauan awal,

pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca, dan

(9)

Skemata ialah latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang

telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang

sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun

dalam diri seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat,

tindakan, atau peristiwa. Setiap siswa memiliki gambaran berbeda apa

yang diketahui seseorang tentang konsep tertentu.

b. Kegiatan saat Baca

Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya adalah kegiatan saat

baca (during reading). Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam kegiatan saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Pada

hal ini, perhatian banyak dicurahkan pada penggunaan strategi

metakognitif siswa selama membaca. Burns dalam Rahim (2008: 102)

mengemukakan bahwa penggunaan teknik metakognitif secara efektif

mempunyai pengaruh positif pada pemahaman. Strategi belajar secara

metakognitif akan meningkatkan keterampilan belajar siswa.

Perbedaan pandangan terhadap membaca antara pembaca yang

baik dengan pembaca yang lemah. Pembaca yang baik memandang

membaca sebagai suatu proses mengembangkan pemahaman. Pembaca

yang efektif, pembaca memandang membaca sebagai suatu kegiatan

untuk mendapat gagasan, menggambarkan sesuatu dalam pikiran

pembaca, memahami sesuatu yang sedang dibaca, dan memahami

(10)

Pembaca yang lemah memandang membaca sebagai kerja keras,

untuk memahami makna semua kata, mempelajari kata-kata baru dan

menemukan kata-kata tersebut dengan baik. Pembaca yang baik

memandang proses membaca sebagai proses memahami, namun

pembaca yang lemah memandang membaca sebagai kegiatan yang

mekanis Rahim (2008: 102).

Metakognisi itu merujuk pada pengetahuan seseorang tentang

fungsi intelektual yang datang dari pikiran seseorang sendiri serta

kesadaran seseorang untuk memonitor dan mengontrol fungsi ini.

Bagian dari proses metakognitif ialah memutuskan tipe tugas yang

dibutuhkan untuk mencapai pemahaman. Bisa dengan pembaca

menanyakan kepada dirinya sendiri apakah teks yang dibaca menjawab

dari beberapa pertanyaan dan apakah teks tersebut dapat

mengimplikasikan jawaban dengan memberi jawaban yang benar

Rahim (2008:103).

c. Kegiatan Pascabaca

Kegiatan pasca baca digunakan untuk membantu siswa

memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang

telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih

tinggi. Strategi yang dapat digunakan pada tahap pascabaca adalah

belajar mengembangkan bahan bacaan pengajaran, memberikan

pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual burns dalam

(11)

Pada kegiatan pascabaca siswa diberikan kesempatan

mengembangkan belajar dengan menyuruh siswa mempertimbangkan

apakah siswa tersebut membutuhkan atau menginginkan informasi

lebih lanjut tentang topik tersebut dan siswa bisa menemukan

informasi lebih lanjut. Setelah itu, siswa membaca tentang topik dan

berbagai temuannya dengan teman-temannya untuk memudahkan

menyampaikan temuannya, guru bisa memberikan petunjuk seperti

perangkat teks atau buku, petunjuk membuat ringkasan cerita, diagram

membandingkan dua watak pelaku, dan lembar membandingkan

beberapa tokoh cerita.

11.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca, baik

membaca permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman).

Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca menurut Lamb dalam Rahim

(2008: 16) adalah:

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan

neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang

tidak menguntungkan bagi siswa untuk belajar, khususnya belajar

membaca. Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat

penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca siswa.

Analisis bunyi misalkan yang dianggap sukar bagi siswa yang

(12)

Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya,

beberapa siswa mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat

terjadi karena belum berkembangnya kemampuan siswa dalam

membedakan simbol-simbol cetakan, seperti huruf-huruf,

angka-angka, dan kata-kata misalnya anak belum bisa membedakan b dengan

q dan d. Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa

sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca siswa

Lamb dalam Rahim (2008: 17).

b. Faktor Intelektual

Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan

berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi

yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Inteligensi ialah

kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan,

berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan Page

dalam Rahim (2008: 17). Secara umum intelegensi siswa tidak

sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau tidaknya siswa dalam

membaca. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan

(13)

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan kemampuan

membaca siswa. Faktor lingkungan tersebut mencakup:

1) Latar belakang dan pengalaman siswa di rumah

Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan

kemampuan bahasa siswa. Kondisi di rumah mempengaruhi

pribadi dan penyesuaian diri siswa dalam masyarakat. Kondisi itu

pada gilirannya dapat membantu siswa, dan dapat juga

menghalangi siswa belajar membaca Rahim (2008: 18). Rumah

juga berpengaruh pada sikap siswa terhadap buku dan membaca.

Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan

sekolah dimana siswa belajar, dapat memacu sikap positif siswa

terhadap belajar, khususnya belajar membaca. Kualitas dan luasnya

pengalaman siswa di rumah juga penting bagi kemajuan belajar

membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang

bermakna. Pengalaman masa lalu siswa memungkinkan untuk

(14)

2) Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga

merupakanfaktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Status

sosial ekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa.

Semakin tinggi sosial ekonomi siswa maka semakin tinggi

kemampuan verbal siswa. Siswa yang mendapat contoh bahasa

yang baik dari orang tua mendorong siswa akan mendukung

perkembangan bahasa dan intelegnsi siswa atau dengan

kemampuan membaca siswa. Siswa yang berasal dari rumah yang

memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan

yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai

kemampuan membaca yang tinggi Crawley dalam Rahim (2008:

19).

d. Faktor Psikologis

Faktor lain yang mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca

siswa adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup:

1) Motivasi

Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes

dalam Rahim (2008: 19) mengatakan bahwa kunci motivasi itu

sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya

adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktek

pengajaran yang relevan dengan minat pengalaman siswa sehingga

(15)

Crawley dalam Rahim (2008: 20) mengemukakan bahwa

motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau

melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar siswa mempengaruhi

minat siswa dalam belajar dan hasil belajar siswa.

2) Minat

Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha

seseorang untuk membaca Rahim (2008: 28). Orang yang

mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam

kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian

membacanya atas kesadarannya sendiri. Seseorang guru harus

berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi

yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai minat yang tinggi

pula terhadap kegiatan membaca.

3) Kematangan Sosio dan Emosi serta Penyesuaian Diri

Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada

tingkat tertenu. Siswa yang mudah marah, menangis, dan bereaksi

secara berlebihan ketika siswa tidak mendapatkan sesuatu, atau

menarik diri akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca.

Siswa yang lebih mudah mengontrol emosinya akan lebih mudah

memutuskan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemutusan

perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan

(16)

Percaya diri sangat dibutuhkan oleh siswa. Siswa yang kurang

percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas

yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan

kemampuannya. Siswa sangat bergantung kepada orang lain

sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta

untuk diperhatikan guru.

12.Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar merupakan salah satu hal yang sering dijumpai di

sekolah dasar. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan lambat dalam

menerima materi yang disampaikan oleh guru. Kesulitan belajar dapat

dilihat dari aktivitas akademik masing-masing siswaseperti apakah siswa

tersebut pernah tidak naik kelas, atau nilai yang diperoleh siswa kurang

pada semua mata pelajaran ataupun mata pelajaran tertentu. Guru harus

bisa menganalisa kesulitan apa yang dimiliki oleh siswa sehingga

kedepannya mampu menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru.

Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual,

konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.

Kendatipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkatan

kecerdasan, namun kesulitan belajar lebih terkait dengan tingkat

(17)

Siswa yang berkesulitan belajar memiliki ketidak teraturan dalam

proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang

normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual

motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini

tampak ketika siswa mulai mempelajari mata pelajaran dasar seperti

menulis, membaca, berhitung, dan mengeja Somantri (2006: 195).

Definisi Faderal PL 94-142 diadopsi oleh NACHC, juga dikutip

oleh Cecil D. Mercer;dkk dalam Sukarno (2006: 70) kesulitan belajar

spesifik adalah gangguan dari satu atau lebih proses psikologis dasar yang

terjadi dalam pengertian atau dalam berbicara, atau tulisan bahasa.

Manifestasi gangguan ini dapat berupa kesulitan berupa kesulitan dalam

mendengar, menulis, berpikir, berkata, membaca, mengeja, atau

mengerjakan hitungan matematika. Istilah yang muncul dalam pengertian

ini adalah kelainan persepsi, luka otak, difungsi minimal otak, dyslexia, dan perkembanganaphasiaHamil;dkk dalam Sukarno (2006: 72) kesulitan belajar merupakan istilah umum (generik term) yang menunjukan sekelompok kesulitan yang heterogen diwujudkan melalui kesulitan yang

signifikandalamakuisisi (kemahiran) dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan

(18)

Abdurrahman (2009: 6-7) menjelaskan kesulitan belajar adalah

suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang

mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.

Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan

mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau

berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan

perseptual, luka pada otak, dyslexia, dan aphasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup siswa yang memiliki problem belajar yang

penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan,

pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan

emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, dan ekonomi.

Berdasarkan pendapatdiatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan

belajar adalah suatu gangguan belajar yang dialami oleh siswa karena

adanya disfungsi minimal otak pada siswa. Siswa yang mengalami

kesulitan belajar biasanya salah dalam menentukan persepsi dan lambat

dalam menangkap materi yang ada. Pada sekolah dasar sendiri kesulitan

belajar sering ditemui seperti kesulitan belajar membaca dan menulis,

(19)

a. Karakteristik siswa berkesulitan belajar

Sukarno (2006: 80-81) mengatakan bahwa bias rentang umur

populasi berkesulitan belajar sangat luas meliputi prasekolah sampai

orang dewasa. Jika orang tua siswa peduli untuk menolong dari

masalah kesulitan belajar, orang tua perlu memfokuskan pada proses

kebutuhan dari siswa level sekolah dasar dan selalu memperhatikan

siswa dalam belajar. Banyak siswa berkesulitan belajar pertama kali

tampak bila siswa masuk sekolah dan gagal memperoleh keterampilan

akademik. Kesulitan yang sering dijumpai pada sekolah dasar adalah

membaca, tetapi terjadi pula dalam matematika, menulis, atau mata

pelajaran yang lain. Tingkah laku yang berulung-ulang tampak pada

umur sekolah dasar adalah tidak dapat konsentrasi, keterampilan gerak

lemah sebagai bukti tidak mampu memegang pensil, lemah menulis,

dan sulit belajar membaca.

Perkembangan lebih lanjut bagi siswa umur sekolah dasar

kurikulum menjadi lebih sulit permasalahan dapat tumbuh pada daerah

lain, seperti mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Persoalan

emosional juga dapat terjadi pada umur-umur berikutnya mengulang

kegagalan dan siswa lebih menyadari bahwa hasil belajarnya rendah,

jika dibandingkan dengan teman-teman sekelompoknya. Bagi

beberapa siswa permasalahan sosial dan kemampuan untuk membuat

(20)

Karakteristik kesulitan belajar tampak pada:

1) Gangguan perhatian adalah hiperaktif, pengalihan perhatian,

2) Kegagalan untuk mengembangkan dan memobilisasi strategi untuk

belajar, mengorganisasi belajar, kerangka belajar aktif, dan

fungsi-fungsi metakognitif,

3) Lemah dalam kemampuan gerak antara koordinasi gerakan baik

dan kasar, kegagalan umum dan canggung, persoalan-persoalan

spasial,

4) Permasalahan-permasalahan persepsi antara lain, pembedaan

stimulus pendengaran, penglihatan, closure dan cequensi

pendengaran, dan penglihatan,

5) Kesulitan bahasa lisan, pendengaran berbicara daftar kata,

kemampuan linguistik,

6) Kesulitan membaca antara lain pengkodean, keterampilan dasar

membaca, membaca komprehensif,

7) Kesulitan menulis bahasa, antara lain mengeja, tulisan tangan,

mengarang,

8) Kesulitan matematika, antara lain berhitung, waktu, ruang, dan

menghitung fakta,

9) Tingkah laku sosial yang tidak pantas antara lain persepsi sosial

(21)

Jenis karakteristik diatas tidak semuanyadapat ditemukan pada

seluruh siswa yang diidentifikasikan sebagai siswa berkesulitan belajar

membaca. Sebagian siswa mungkin nampak pada aspek kognitif,

dengan masalah-masalah khusus seperti membaca, berhitung, dan

bahkan berpikir. Masalah lain mungkin dalam aspek sosial, seperti

hubungan dengan orang lain, konsep diri, dan perilaku-perilaku yang

tak layak. Sementara yang lainnya mungkin bermasalah dalam aspek

bahasa, baik berupa kesulitan mengekspresikan diri secara lisan

maupun tertulis. Masih ada kemungkinan lain, dimana siswa yang

berkesulitan belajar bermasalah dalam aspek. Somantri (2006:

199-201) menyatakan bahwa selain pemikiran tersebut maka pembahasan

aspek-aspek perkembangan berikut ini bisa jadi tidak berlaku universal

bagi semua siswa berkesulitan belajar. Aspek-aspek perkembangan

tersebut yaitu:

1) Aspek Kognitif

Berbagai definisi kesulitan belajar lebih berorientasi kepada

aspek akademik atau kognitif. Masalah-masalah kemampuan

berbicara, membaca, menulis, mendengarkan, berpikir, dan

matematis semuanya merupakan penekanan terhadap aspek

akademik atau kognitif. Penekanan seperti ini merefleksikan

keyakinan bahwa masalah anak berkesulitan belajar lebih banyak

berkaitan dengan wilayah akademik dan bukan disebabkan oleh

(22)

2) Aspek Bahasa

Masalah bahasa siswa berkesulitan belajar menyangkut

bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah

kecakapan menerima dan memahami bahasa. Bahasa ekspresif

adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal. Kedua

kemampuan bahasa ini dapat dipahami dengan menggunakan tes

kemampuan berbahasa. Di dalam proses belajar kemampuan

berbahasa merupakan alat untuk memahami dan menyatakan

pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa seringkali

tidak dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada

hakikatnya adalah proses kognitif. Tampak jelas bahwa masalah

kemampuan berbahasa siswa akan berpengaruh signifikan terhadap

kegagalan belajar.

3) Aspek Motorik

Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya

dikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik siswa

berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik

perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan

meniru rancangan atau pola. Kemampuan ini sangat diperlukan

untuk menggambar atau menulis. Keterampilan tersebut sangat

memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang

dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki siswa

(23)

4) Aspek Sosial dan Emosi

Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik

sosial emosional siswa berkesulitan belajar adalah kelabilan

emosional dan keimpulsifan. Kelabilan emosional ditunjukan oleh

sering berubahnya suasana hati dan temperamen. Keimpulsifan

merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap

dorongan-dorongan berbuat. Seperti diungkapkan di atas bahwa karakteristik

siswa berkesulitan belajar tidak akan berlaku universal bagi seluruh siswa karena setiap kesulitan belajar yang spesifik

memiliki gejala dan karakteristik tersendiri. Pada bagian berikut ini

secara ringkas dibahas beberapa jenis kesulitan belajar spesifik

beserta gejala dan karakteristiknya. Gejala dan karakteristik ini

dapat digunakan baik dalam rangka identifikasi siswa berkesulitan

belajar maupun dalam upaya merancang layanan pendidikan,

layanan psikologis, remediasinya.

Penjelasan aspek-aspek tersebut menunjukan bahwa siswa

berkesulitan belajar lebih banyak ditemui pada aspek kognitif.

Kesulitan belajar biasanya lebih banyak dikaitkan pada bidang

akademik, karena jika siswa tidak mampu menguasai aspek bahasa

dengan benar siswa tersebut akan terhambat dalam aspek kognitif

karena saling berkaitan. Pada siswa berkesulitan belajar seharusnya

pada saat belajar keadaan emosinya stabil dan tenang agar pada

(24)

b. Penyebab Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan

eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis

sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran

yang keliru, pengolalaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan

motivasi belajar siswa, dan pemberian ulangan penguatan

(reinforcement) yang tidak tepat Abdurrahman (2009: 13).

Sukarno (2006: 85-87) menyatakan penyebab dari kesulitan

belajar pada dasarnya sama faktor neurological dan maturational delay

dapat disatukan dalam organik dan biologis. Penyebab dari kesulitan

belajar tersebut adalah:

1) Penyebab Neurologis

Penyebab kesulitan belajar adalah kerusakan neurologis

atau beberapa tipe aktivitas syaraf yang tidak normal. Penyebab

neurologisitu telah terbukti di lapangan. Bermacam-macam faktor dapat menyebabkan kerusakan syaraf yang menimbulkan kesulitan

belajar.

Kerusakan yang terjadi pada sistem syaraf terjadi pada

kelahiran bayi sempurna dengan posisi janin tidak normal selama

(25)

Khusus luka otak atau infeksi telah juga diimplemasikan

sebagai penyebab kerusakan syaraf dan kesulitan belajar.

Kerusakan neurologis sebagai suatu penyebab harus dipandang secara luas, saat bukti langsung biasanya tidak dapat diterapkan.

2) Kemasakan Terhambat (Maturational Delay)

Kemasakan yang terhambat atau tertunda ada kaitannya

dengan penyebab neurologis. Beberapa teori telah mengusulkan bahwa perkembangan terhambat dari sistem neurologis

menyebabkan kesulitan dialami oleh beberapa orang berkesulitan

belajar. Tingkah laku dan penampilan siswa berkesulitan belajar

mirip pada kebanyakan pada orang muda. Siswa kerap kali

terhambat dalam kemasakan keterampilan seperti perkembangan

yang lebih lambat dari keterampilan berbahasa dan permasalahan

daerah motor visual dan beberapa daerah akademik. Perkembangan

terhambat rupanya bukan faktor penyebab semua tipe kesulitan

belajar, melainkan merupakan salah satu dari berbagai penyebab

(26)

3) Penyebab Genetik

Faktor genetik sebagai penyebab telah diterapkan dalam

kesulitan belajar. Abnormalitas genetik yang dipikirkan sebagai

penyebab atau menyumbangkan satu atau lebih dari permasalahan

kategori dalam kesulitan belajar. Abnormalitas genetik ini selalu

menyemaskan keprihatinan orang tua yangmenganggap semua tipe

belajar dan perilaku menyimpang. Oleh karena itu, perlu diuji

penyebab dari berbagai masalah khusus dari banyak sebab

(multiple cause). Penyebab kesulitan belajar dipengaruhi oleh faktor keturunan dan hal itu tidak dilakukan dalam waktu

bertahun-tahun. Penemuan ini harus dipandang secara hati-hati sebab

permasalahan yang terkenal berasal dari pengaruh keturunan dan

lingkungan.

4) Penyebab Lingkungan

Pengaruh lingkungan kerap kali disebut sebagai

kemungkinan penyebab kesulitan belajar. Faktor-faktor seperti diet

yang tidak tepat, penambahan makanan, stres radiasi, sinar lampu

pijar, tabung televisi yang tidak dilindungi, perokok, pemium

minuman keras, dan pengajaran sekolah yang tidak tepat mulai

diteliti sebagai penyebab kesulitan belajar. Beberapa kasus

menyatakan pengaruh ini tampak menjadi keprihatinan utama pada

(27)

Sementara dipihak lain, persoalan-persoalan dibatasi pada

lingkungan waktu lahir atau setelah lahir atau kedua-duanya.

Penelitian terhadap faktor lingkungan tidak meyakinkan, akan

tetapi faktor lingkungan merupakan fokus penelitian yang

terus-menerus ada.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kesulitan

belajar mempunyai penyebab yang banyak dan berbeda-beda dan

dalam beberapa kasus, memberikan tipe kesulitan belajar yang

disebabkan oleh banyak penyebab. Semua tidak dapat selalu

menentukan asal-usul problemini meskipun hasil penelitian dapat diperkembangkan dalam beberapa tahun ini. Dalam banyak kasus,

persoalan ini lebih bersifat praktis pada perhatian langsung

terhadap issue assetmen supaya ditentukan siapa yang dapat ditolong dengan pengajaran yang khusus dan pengajaran yang

bagaimana yang tepat untuk siswa berkesulitan belajar.

13.Kesulitan Belajar Membaca

Menurut Crawley dan Mountain dalam Rahim (2008: 2) membaca

pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas

visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual

membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) kedalam

(28)

Kasus kesulitan membaca yang sering ditemukan di sekolah

merupakan contoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif

siswa berkesulitan belajar. Sering ditemui siswa yang mengalami kesulitan

belajar membaca menunjukkan kemampuan berhitung atau matematika

yang tinggi. Kasus semacam tadi membuktikan bahwa siswa berkesulitan

belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi

kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi

keterbelakangan akademik (academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan siswa dengan apa yang

dicapainya, hal ini terdapat pada aspek kognitif siswa Somantri (2006:

200).

Dyslexiaatau ketidakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar. Semula istilah dyslexia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi siswa

berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetensi dengan

temannya di sekolah. Simpton umum yang sering ditampilkan siswa

dyslexiaadalah kelemahan orientasi kanan kiri, kecenderungan membaca

kata bergerak mundur seperti “dia” dibaca “aid”, kelemahan keterampilan

(29)

Kesulitan belajar yang lain yang ditunjukkan yaitu lemahnya dalam

berhitung dan kesalahan hitung, kelemahan memori, kesulitan auditif,

kelemahan memori-visual, tidak mampu memvisualkan kembali objek,

kata, atau huruf, dan dalam membaca keras tidak mampu menkonversikan

simbol visual kedalam simbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata

secara benar. Kata yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilihat.

Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Mercer dalam Abdurrahman

(2009: 204) mendefinisikan dyslexia sebagai suatu sindrom kesulitan

dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,

mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam

belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa.

Hornsby dalam Abdurrahman (2009:204) mendefinisikan dyslexiatidak hanya kesulitan belajar membaca tetapi juga menulis. Definisi Hornsby

tersebut dapat dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca

dengan menulis. Siswa yang berkesulitan belajar membaca umumnya juga

kesulitan menulis. Kesulitan belajar membaca dan menulis tidak dapat

dilepaskan kaitannya dengan kesulitan bahasa, karena semua merupakan

(30)

Mercer dalam Abdurrahman (2009:204) menyebutkan ada empat

kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu berkenaan

dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan mengenal kata, (3)

kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka. Siswa

berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan membaca

yang penuh ketegangan seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara

meninggi, atau menggigit bibir. Siswa juga sering memperlihatkan adanya

perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak untuk

membaca, menangis, atau mencoba melawan guru. Pada saat membaca

siswa sering kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan atau ada

baris yang terlompat sehingga tidak dibaca. Siswa juga sering

memperlihatkan adanya gerakan kepala ke arah lateral, ke kiri atau ke

kanan, dan kadang-kadang meletakkan kepalanya pada buku. Siswa

berkesulitan belajar mebaca juga sering memegang buku bacaan yang

terlalu menyimpang dari kebiasaan anak normal, yaitu jarak antara mata

dan buku bacaan kurang dari 15 inci (kurang lebih 37,5 cm).

Siswa berkesulitan belajar membaca sering mengalami kekeliruan

dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan,

penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat,

tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak. Gejala keraguan tampak pada

saat siswa berhenti membaca suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat

(31)

Siswa sering berhadapan dengan irama yang tersentak-sentak

karena sering berhadapan dengan kata-kata yang tidak dikenal ucapannya.

Gejala kekeliruan memahami bacaan tampak pada banyaknya kekeliruan

dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan, tidak mampu

mengemukakan urutan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami

tema utama dari suatu cerita. Gejala serbaneka tampak seperti membaca

kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan

membaca dengan penekanan yang tidak tepat.

Dyslexia adalah kesukaran dalam membaca yang tidak disadari oleh penggunaan neurologis, tidak ada bukti tentang adanya kerusakan otak atau gangguan organis lainnya. Siswa penderita dyslexia mengalami kesukaran dalam hal belajar membaca. Misal pada siswa yang duduk di

kelas 4, tetapi dalam hal membaca masih setaraf dengan siswa yang duduk

di kelas 1 SD. Siswa tidak mampu mengelompokkan atau menggabungkan

fonem-fonem tulisan sehingga mengalami keterlambatan dalam membaca.

Prinsip-prinsip fonemik merupakan faktor penting yang dapat menjadi

(32)

Siswa dyslexiatidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang

lain. Kesulitan membaca pada siswadyslexia ini tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan

membaca dengan lancar dan akurat, karena siswadyslexia biasanya mempunyai level intelegensi yang normal bahkan sebagian diantaranya

diatas normal. Dyslexia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenal kata dengan

tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode

simbol.

Myklebust dan Johnson seperti dikutip Hargrove dan Poteet dalam

Abdurrahman (2009: 205) mengemukakan beberapa ciri siswa

berkesulitan belajar membaca sebagai berikut:

a. Mengalami kekurangan dalam memori visual dan auditoris,

kekurangan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang,

b. Memiliki masalah dalam mengingat data seperti mengingat hari-hari

dalam seminggu,

c. Memiliki masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan,

d. Memiliki kekurangan dalam memahami waktu,

e. Jika diminta menggambar orang sering tidak lengkap,

f. Miskin dalam mengeja,

g. Sulit dalam menginterpretasikan globe, peta, atau grafik,

(33)

i. Kesulitan dalam belajar berhitung,

j. Kesulitan dalam belajar bahasa asing.

Pendapat Vernon yang juga dikutip oleh Hargrove dan Poteet

dalam Abdurrahman (2009: 206) mengemukakan perilaku siswa

berkesulitan belajar membaca sebagai berikut:

a. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan,

b. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf,

c. Memiliki kekurangan dalam memori visual,

d. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris,

e. Tidak mampu memahami simbol bunyi,

f. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran,

g. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol ireguler (khusus

yang berbahasa Inggris),

h. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf,

i. Membaca kata demi kata,

j. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.

Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh siswa

berkesulitan belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal

huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Penghilangan huruf atau

kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat.

Penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah karena siswa

menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlakukan.

(34)

“Baju itu merah” atau “Adik membeli roti” dibaca “Adik beli roti”.

Penyelipan kata terjadi karena siswa kurang mengenal huruf, membaca

terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan membacanya.

Contoh dari kesalahan ini misalnya pada saat siswa seharusnya membaca

“Baju Mama di lemari” dibaca “Baju Mama ada di lemari”. Penggantian

kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini mungkin

disebabkan karena siswa tidak memahami kata tersebut sehingga hanya

menerka-nerka saja. Contoh penggantian kata yang tidak mengubah kata

adalah “Tas Ayah di dalam mobil” dibaca oleh siswa“Tas Bapak di dalam

mobil”.

Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam, (1)

pengucapan kata yang salah makna berbeda, (2) pengucapan kata salah

makna sama, dan (3) pengucapan kata salah tidak bermakna. Keadaan

semacam ini dapat terjadi karena siswa tidak mengenal huruf sehingga

menduga-duga saja, mungkin karena membaca terlalu cepat, karena

perasaan tertekan atau takut kepada guru, atau karena perbedaan dialek

siswa dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh pengucapan kata salah

makna berbeda adalah “Baju bibi baru” dibaca “baju bibi biru”,

pengucapan salah makna salah adalah “Kakak pergi ke sekolah” dibaca

“Kakak pegi ke sekolah”, sedangkan contoh pengucapan salah tidak

(35)

Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin

membantu siswa melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah

beberapa menit ditunggu oleh guru siswa belum juga melafalkan kata-kata

yang diharapkan. Siswa yang memerlukan bantuan semacam itu biasanya

karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut risiko

jika terjadi kesalahan. Siswa semacam ini biasanya juga memiliki

kepercayaan diri yang kurang, terutama pada saat menghadapi tugas

membaca. Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat.

Contoh pengulangan adalah “Bab-ba-ba Bapak menulis su-su surat”.

Pengulangan terjadi mungkin karena kurang mengenal huruf sehingga

harus memperlambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf yang

kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang siswa sengaja mengulang kalimat

untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.

Pembalikan huruf terjadi karena siswa bingung posisi kiri-kanan,

atau atas bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang

hampir sama seperti d dengan b, p dengan q, m dengan n atau w.

Pembetulan sendiri dilakukan oleh siswa jika siswa menyadari adanya

kesalahan. Kesadaran akan adanya kesalahan, siswa lalu mencoba

membetulkan sendiri bacaannya. Siswa yang ragu-ragu terhadap

kemampuannya sering membaca dengan terbata-bata. Siswa yang

ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan sebagai kesalahan. Meskipun

demikian guru umumnya berupaya untuk memperbaiki karena dianggap

(36)

Keraguan dalam membaca juga sering disebabkan siswa kurang

mengenal huruf atau karena kekurangan pemahaman.Kesulitan belajar

membaca tidak hanya ditemui oleh siswa tk dan siswa kelas rendah saja,

ada juga siswa kelas tinggi yang berkesulitan belajar membaca. Kesulitan

belajar yang sering ditemui di sekolah dasar adalah membaca, menulis,

matematika, dan mata pelajaran yang lainnya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar biasanya ada sifat yang

menonjol tidak seperti teman lainnya siswa tersebut hiperaktif, susah

untuk berkomunikasi, dan lain sebagainya. Dalam keselutan belajar

tersebut selain guru yang harus memacu siswa agar dapat menerima

pembelajaran dengan baik sebaiknya orang tua juga mengimbangi agar

mendapatkan hasil yang maksimal karena orang tua juga sangat

berpengaruh.

14.Penyebab Kesulitan Belajar Membaca

Ada dua penemuan dari Sperry dan Gazzaniga dalam Mar’at (2011:

84) mengenai etiologi atau penyebab dyslexia atau kesulitan belajar membaca, yaitu:

a. Adanya kesukaran dalam mengamati dan mengingat urutan waktu

(tempo orders). Temporal orders ini dipergunakan dalam membaca. Apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan terjadilah kesukaran

dalam membaca. Contoh: dalam suatu percobaan kepada siswa yang

mengalami dyslexia diberikan cahaya lampu merah dan hijau yang menyala secara bergantian dengan urutan tertentu. Ternyata siswa

mengalami kesukaran dalam menemukan lampu merah dan hijau yang

(37)

b. Dominasi dari hemisphere kiri otak kurang atau bahkan tidak cukup. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa

hemisphere kiri mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap bahasa.

Hemisphere kiri mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap bahasa.

Hemisphere pada siswa yang mengalami dyslexia pemahamannya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga ada hubungannya dengan

temporal order dan persoalan membaca tersebut.

Penyebab kesulitan belajar membaca yaitu lambatnya siswa dalam

menangkap apa yang sudah disampaikan oleh guru. Hal ini terjadi karena

adanya ketidakstabilan dalam kerja otak, terutama dalam area fonoligis

(38)

E. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian tentang kemampuan membaca telah dilakukan

oleh penelitian sebelumnya dan menjadi relevan dengan penelitian ini karena

berupaya mengkaji hal yang serupa meskipun dengan latar belakang yang

berbeda:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Bolhanas (2009) tentang “A Study of Dyslexia Among Primary School Students in Surawak, Malaysia

menunjukkan hasil faktor status sosial ekonomi yang meliputi pendidikan,

pekerjaan dan pendapatan orang tua mempengaruhi karakteristik dyslexia. Orang tua yang memiliki pendidikan rendah dan berpenghasilan rendah

akan mempengaruhi siswa. Para siswa harus diberikan dorongan lebih

dalam pendidikan agar memecahkan masalah disleksia. Faktor usia,

jumlah saudara kandung dan status dari keluarga juga mempengaruhi.

Selain itu, karakteristik dyslexia berbeda antara siswa laki-laki dan perempuan. Karakteristiknya ada mudah lupa, tertekan, lemah secara

tertulis, dan lambat membuat prediksi,

2. Penelitian yang dilakukan olehLidwina (2012) tentang “Disleksia Berpengaruh pada Kemampuan Membaca dan Menulis” menunjukkan hasil kecenderungan penyebab dyslexia adalah masalah fonologi yaitu hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Masalah mengingat

perkataan, masalah penyusunan sistematematis, masalah ingatan jangka

(39)

3. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhaamad dan Damanhuri (2016)

tentang “A Pholinguistics Analysis Of A Dyslexic Character in Taare Zameen Par Movie” menunjukkan hasil metode yang diterapkan untuk mengatasi seorang karakter dyslexia di film Taare Zaneeb Par.

Dyslexiaberhubungan dengan gangguan bahasa dan ketidakmampuan belajar yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam membaca, menulis

dan aritmatika. Kebanyakan siswa dyslexiamemiliki masalah tersebut karena siswa tidak mengenali materi dalam pembelajaran. Pada film ini

menunjukkan bahwa Mr. Nikum menerepkan metode Gillingham dan

Stillman serta memberikan beberapa variasa agar Ihsan mampu memahami yang disampaikan olehnya dan pada penerapan metode tersebut Ihsan

dapat keluar dari masalah dyslexia. Metode ini dapat digunakan oleh siswa yang mengidap disleksia dan mempunyai masalah yang sama dengan

Ihsan,

4. Peneletian yang dilakukan oleh Mano (2014) tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Anak dalam Mengenal Huruf di TK Tunas Harapan Kelompok B kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo

menunjukkan hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa

dalam mengenal huruf adalah kurangnya stimulus dari orangtua dan guru

dalam memperkenalkan huruf pada siswa, begitupun media yang

digunakan dalam mengembangkan pengenalan huruf pada anak masih

kurang signifikan sehingga dibutuhkan lebih banyak stimulus baik itu

(40)

merupakan hal yang paling tepat dalam menstimulasi perkembangan

pengenalan huruf pada siswa. Seorang guru harus memberi kesempatan

kepada siswa untuk melihat bagaimana membaca dan menulis itu

bermanfaat sebelum siswa dibelajarkan bentuk dan nama huruf, angaka

dan kata-kata. Tidak disarankan dalam melaksanakan membaca dan

menulis yang ditekankan pada pengembangan keterampilan yang

terpisah-pisah seperti: menghafal huruf tunggal, menghafal abjad, menyanyikan

nyanyian abjad,

5. Penelitian yang dilakukan Widyana (2009) tentang “Faktor-faktor Kognitif yang menjadi Prediktor Keberhasilan Pembelajaran Membaca Awal

menunjukkan hasil faktor yang mempengaruhi prestasi membaca adalah

fungsi dari faktor kognitif yang berpengaruh langsung maupun tidak

langsung terhadap prestasi membaca adalah memori jangka pendek, dan

persepsi visual. Faktor kognitif yang berpengaruh langsung adalah

kesadaran fonologis dan metakognisi, sedangkan faktor kognitif yang

berpengaruh secara tidak langsung terhadap keberhasilan pembelajaran

membaca adalah faktor memori kerja dan pengetahuan semantik. Hasil

penelitian ini juga menemukan bahwa memori kerja dan memori jangka

pendek juga berpengaruh terhadap faktor-faktor kognitif yang terkait

dengan proses membaca. Memori kerja ini ditemukan berkolerasi dengan

(41)

6. Penelitian yang dilakukan Idris;dkk (2014) tentang “Deskripsi Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar di SMK Negeri 2 Gorontalo

menunjukkan hasil indikator yang diukur yaitu faktor internal dan

eksternal. Faktor internal dari dalam diri siswa dengan tiga deskriptor

yaitu: ranah cipta (rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi), ranah rasa

(labil emosi dan sikap), dan ranah karsa (gangguan mata dan telinga).

Faktor eksternal dari luar diri siswa dengan tiga deskriptor yaitu:

lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

Dalam penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya lebih banyak

mengungkapkan kesulitan menulis dan mengenal huruf pada siswa, namun

dalam penelitian ini akan mengungkap kesulitan belajar siswa pada aspek

membaca

F. Kerangka Pikir

Kesulitan belajar membaca banyak dijumpai di sekolah dasar terutama

kelas rendah, namun pada kenyataannya di kelas tinggi ada juga yang

mengalami kesulitan belajar membaca. Kesulitan belajar membaca tersebut

dapat diketahui ketika proses pembelajaran. Anak yang mengalami kesulitan

belajar membaca cenderung diam dan tidak aktif seperti teman lainnya.

Terdapat beberapa siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca di kelas

(42)

Kesulitan membaca yang dialami setiap siswa berbeda-beda. Guru dan

orang tua sudah berupaya untuk mengajari agar bisa lancar dalam membaca

tetapi siswa belum ada peningkatan dari hasil pengajaran membaca yang

dilakukan guru dan orang tua. Guru tidak mengetahui faktor apa yang

mempengaruhi kesulitan belajar membaca yang dialami oleh siswa.

Permasalahan tersebut akan dideskripsikan sehingga akan mengetahui tentang

bentuk kesulitan membaca, faktor yang menyebabkan siswa berkesulitan

membaca, dan upaya yang dilakukan guru dan orang tua untuk meningkatkan

kemampuan membaca. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada

gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Pentingnya Membaca

Realita Lapangan

Upaya orang tua/guru meningkatkan

kemampuan membaca

Faktor kesulitan membaca Bentuk Kesulitan

Membaca

Gambar

gambar 2.1 berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Grafik hasil analisis untuk parameter klorida yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan nilai klorida pada sampel limbah industri kacang

.524 ** 14 Saya mencoba berbagai metode/cara belajar selama kuliah online .492 ** 15 Saya tidak menerima feedback (penilaian dan masukan) dari dosen .418 ** 16 Kuliah

65 NURUL BADRIYAH, S.Sos Mts siti Khotijah Gulbung Ekonomi (umum,koperasi,akuntansi) (120) 66 YUNI KURNIAWATI, S.Pd nahdhotut thulab omben Bahasa Indonesia (sastra) (087). 67 HANIK

Lakukan spy habis habisan kepada kompetitor anda dengan strategy yang bagus... Akun akun instagram yang besar dengan niche yang sama dengan anda maka mereka memiliki

Tanaman porang pada Kabupaten Bojonegoro memilki ciri-ciri karakter warna tangkai hijau, tekstur permukaan tangkai licin, warna bentuk corak tangkai putih, bentuk corak tangkai

Dalam al Quran, penyebutan manusia sebagai bani Adam sebanyak tujuh kali, masing- masing ayat yang menyatak manusia sebagai bani Adam menunjukkan betapa tingginya

6 Tahap awal yakni peneliti menentukan permasalahan yang dirumuskan sesuai pada bentuk judul penelitian.Lalu judul tersebut dikonsultasikan kepada dosen

Telkomsel secara konsisten mengimplementasikan roadmap teknologi selular, mulai dari 3G, HSDPA, HSPA+, serta menjadi yang pertama meluncurkan secara komersial