BAB II
KAJIAN PUSTAKA
D. Landasan Teori 8. Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut
agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam
suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat
diketahui. Semua pesan tersebut harus terpenuhi, karena akan tertangkap
atau dipahami dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik jika
tidak terpenuhi Hodgson dalam Tarigan (2008: 7)
Membaca dapat diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan orang lain mengkomunikasikan
makna yang ada dalam bahasa yang tersirat pada lambang-lambang yang
tertulis. Membaca adalah suatu kemamapuan untuk melihat
lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang-lambang-lambang tertulis tersebut
Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami
yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di
dalam kata-kata yang tertulis Anderson dalam Tarigan (2008: 8).Membaca
pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkantulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas
visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Membaca sebagai
proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke
dalam kata-kata lisan. Membaca sebagai suatu proses berpikir yang
mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi,
membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa
aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus Crawley dalam
Rahim (2008: 2).
Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan
simbol tulis ke dalam bunyi. Membaca juga merupakan suatu strategi.
Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang
sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika
membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan
membaca. Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks
tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang
bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca
merupakan sebuah proses yang melibatkan kemampuan visual dan
kemampuan kognisi. Kedua kemampuan ini diperlukan untuk memberikan
lambang-lambang huruf agar dipahami dan menjadi bermakna bagi
pembaca. Membaca adalah sebuah kebutuhan yang harus dimilki oleh
semua orang, dengan adanya kegiatan membaca pesan antara satu orang
dengan orang lainnya akan tersampaikan dan mudah dipahami.
Proses membaca ada rangkaianyang harus dipahami oleh semua siswa.
Proses perubahan huruf menjadi bahasa lisan ini memang tak semua siswa
cepat untuk menangkapnya. Perlu adanya ketelitian dalam merangkai kata
agar makna yang ditangkap sesuai dengan apa yang penulis sampaikan.
Siswa harus mampu memamahami apa yang akan siswa baca misalkan
perangkaian kata “bunga” siswa harus tepat dalam membaca perhurufnya.
Selain itu juga tidak lancarnya siswa dalam membaca akan mempengaruhi
berita yang dibaca seperti salah menangkap apa yang sudah disampaikan
9. Proses Perkembangan Keterampilan Membaca pada Siswa
Setiap guru haruslah dapat membantu serta membimbing para siswa
untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan-keterampilan
yang siswa butuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilaksanakan
untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa antara lain:
a. Guru dapat menolong para pelajar memperkaya kosa kata mereka
dengan jalan:
1) Memperkenalkan sinonim kata, antonim kata, paraphrase,
kata-kata yang berdasar sama,
2) Memperkenalkan imbuhan yang mencakup awalan, sisipan, dan
akhiran,
3) Mengira-ngira atau menerka makna kata dari konteks atau
hubungan kalimat,
4) Menjelaskan arti sesuatu kata abstrak dengan mempergunakan
bahasa daerah atau bahasa ibu pelajar.
b. Guru dapat membantu para siswa untuk memahami makna
struktur-struktur kata, kalimat, dan sebagainya dengan cara-cara yang telah
dikemukakan diatas, disertai latihan seperlunya.
c. Guru dapat memberikan serta menjelaskan kawasan atau pengertian
kiasan, sindiran, ungkapan, pepatah, dan peribahasa dalam bahasa
d. Guru dapat menjamin serta memastikan pemahaman para siswa
dengan berbagai cara, misalnya:
1) Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan terhadap kalimat yang
sama, contohnya dengan kalimat “Ali dokter”, guru dapat bertanya:
a) “Apakah Ali dokter?”
b) “Siapakah Ali?”
c) “Apakah perkerjaan Ali?”
d) “bagaimana pendapatmu mengenai pekerjaan Ali?”
2) Mengemukakan pertanyaan yang jawabannya dapat ditemukan
oleh para siswa secara verbatein (kata demi kata) dalam bahan bacaan,
3) Menyuruh para siswa membuat rangkuman atau inti dari suatu
paragraf. Rangkuman tersebut haruslah mencakup ide-ide penting
dalam urutan yang wajar,
4) Menanyakan apa ide pokok sesuatu paragraf,
5) Menyuruh para siswa untuk menemukan kata-kata yang
melukiskan seseorang atau suatu proses yang menyatakan bahwa
orang itu sedang marah dan sebagainya,
6) Menunjukkan kalimat-kalimat yang kurang baik letak atau
susunannya dan menyuruh para siswa untuk menempatkannya
e. Guru dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa, dengan cara
sebagai berikut:
1) Kalau para siswa disuruh membaca dalam hati, ukurlah waktu
membaca tersebut,
2) Harus diusahakan agar waktu tersebut bertambah singkat serta
efisien secara teratur sepanjang tahun,
3) Harus dihindari gerakan-gerakan bibir pada saat membaca dalam
hati. Hal ini tidak baik dan tidak perlu dilakukan oleh para siswa,
4) Jelaskan tujuan khusus, tujuan tertentu membaca itu kepada para
siswa. Siswa harus dapat menemukan dari bahan bacaan jawaban
terhadap beberapa pertanyaan, atau beberapa kata atau sesuatu ide,
pendapat, dan pikiran utama atau pikiran pokok.
Mengembangkan serta meningkatkan keterampilan membaca para
siswa, guru mempunyai tanggung jawab beratmeliputi enam hal utama
yaitu:
1) Memperluas pengalaman para siswa sehingga siswa akan
memahami keadaan dan seluk-beluk kebudayaan,
2) Mengajar bunyi-bunyi (bahasa) dan makna-makna dan kata-kata
baru,
3) Mengajarkan hubungan bunyi bahasa dan lambang atau simbol,
4) Membantu para siswa memahami struktur-struktur (termasuk
5) Mengajar keterampilan-keterampilan pemahaman (comprehension skills) kepada para siswa,
6) Membantu para siswa untuk meningkatkan kecepatan dalam
membaca.
Untuk menjaga agar motivasi atau dorongan membaca selalu besar,
pengajaran yang dilakukan oleh guru seharusnya berjalan dalam dua
arus yang sejajar yaitu:
1) Guru membantu para siswa membaca bahan-bahan yang menarik
serta bermanfaat secepat mungkin,
2) Guru secara sistematis mengajarkan korespondensi atau
hubungan-hubungan bunyi dan lambang yang diperlukan oleh para siswa
untuk memahami serta mendorong siswa membaca sendiri. Agar
seimbang membaca secara aktual bahan-bahan yang sesuai dengan
tingkat kematangan para siswa dari pada untuk mengenai
perkembangan sistematis korespodensi-korespodensi tersebut
Tarigan (2008: 14-17)
Berdasarkan penjelasan di atas sudah mencakup bahwa tugas
seorang guru tidak begitu ringan apalagi jika berhubungan dengan
10.Pembelajaran Membaca di Sekolah
Kegiatan untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan
bacaan, guru seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan
pascabaca dalam pembelajaran membaca, beberapa teknik lebih umum dan
mencakup lebih dari satu kegiatan dalam satu pembelajaran, berikut ini
adalah kegiatan yang dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca
yaitu:
a. Kegiatan Prabaca
Guru yang afektif harus mampu mengarahkan siswa kepada topik
pelajaran yang akan dipelajari siswa. Burns dalam Rahim (2008: 99)
mengemukakan bahwa pengajaran membaca dilandasi oleh pandangan
teori skemata. Beradasarkan pandangan teori skemata, membaca
adalah proses pembentukan makna terhadap teks.
Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan
sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Kegiatan prabaca, guru
mengarahkan perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang
berhubungan dengan topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa bisa
dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan peninjauan awal,
pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca, dan
Skemata ialah latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang
telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang
sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun
dalam diri seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat,
tindakan, atau peristiwa. Setiap siswa memiliki gambaran berbeda apa
yang diketahui seseorang tentang konsep tertentu.
b. Kegiatan saat Baca
Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya adalah kegiatan saat
baca (during reading). Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam kegiatan saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Pada
hal ini, perhatian banyak dicurahkan pada penggunaan strategi
metakognitif siswa selama membaca. Burns dalam Rahim (2008: 102)
mengemukakan bahwa penggunaan teknik metakognitif secara efektif
mempunyai pengaruh positif pada pemahaman. Strategi belajar secara
metakognitif akan meningkatkan keterampilan belajar siswa.
Perbedaan pandangan terhadap membaca antara pembaca yang
baik dengan pembaca yang lemah. Pembaca yang baik memandang
membaca sebagai suatu proses mengembangkan pemahaman. Pembaca
yang efektif, pembaca memandang membaca sebagai suatu kegiatan
untuk mendapat gagasan, menggambarkan sesuatu dalam pikiran
pembaca, memahami sesuatu yang sedang dibaca, dan memahami
Pembaca yang lemah memandang membaca sebagai kerja keras,
untuk memahami makna semua kata, mempelajari kata-kata baru dan
menemukan kata-kata tersebut dengan baik. Pembaca yang baik
memandang proses membaca sebagai proses memahami, namun
pembaca yang lemah memandang membaca sebagai kegiatan yang
mekanis Rahim (2008: 102).
Metakognisi itu merujuk pada pengetahuan seseorang tentang
fungsi intelektual yang datang dari pikiran seseorang sendiri serta
kesadaran seseorang untuk memonitor dan mengontrol fungsi ini.
Bagian dari proses metakognitif ialah memutuskan tipe tugas yang
dibutuhkan untuk mencapai pemahaman. Bisa dengan pembaca
menanyakan kepada dirinya sendiri apakah teks yang dibaca menjawab
dari beberapa pertanyaan dan apakah teks tersebut dapat
mengimplikasikan jawaban dengan memberi jawaban yang benar
Rahim (2008:103).
c. Kegiatan Pascabaca
Kegiatan pasca baca digunakan untuk membantu siswa
memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang
telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih
tinggi. Strategi yang dapat digunakan pada tahap pascabaca adalah
belajar mengembangkan bahan bacaan pengajaran, memberikan
pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual burns dalam
Pada kegiatan pascabaca siswa diberikan kesempatan
mengembangkan belajar dengan menyuruh siswa mempertimbangkan
apakah siswa tersebut membutuhkan atau menginginkan informasi
lebih lanjut tentang topik tersebut dan siswa bisa menemukan
informasi lebih lanjut. Setelah itu, siswa membaca tentang topik dan
berbagai temuannya dengan teman-temannya untuk memudahkan
menyampaikan temuannya, guru bisa memberikan petunjuk seperti
perangkat teks atau buku, petunjuk membuat ringkasan cerita, diagram
membandingkan dua watak pelaku, dan lembar membandingkan
beberapa tokoh cerita.
11.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca, baik
membaca permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman).
Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca menurut Lamb dalam Rahim
(2008: 16) adalah:
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang
tidak menguntungkan bagi siswa untuk belajar, khususnya belajar
membaca. Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat
penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca siswa.
Analisis bunyi misalkan yang dianggap sukar bagi siswa yang
Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya,
beberapa siswa mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat
terjadi karena belum berkembangnya kemampuan siswa dalam
membedakan simbol-simbol cetakan, seperti huruf-huruf,
angka-angka, dan kata-kata misalnya anak belum bisa membedakan b dengan
q dan d. Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa
sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca siswa
Lamb dalam Rahim (2008: 17).
b. Faktor Intelektual
Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan
berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi
yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Inteligensi ialah
kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan,
berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan Page
dalam Rahim (2008: 17). Secara umum intelegensi siswa tidak
sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau tidaknya siswa dalam
membaca. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan kemampuan
membaca siswa. Faktor lingkungan tersebut mencakup:
1) Latar belakang dan pengalaman siswa di rumah
Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan
kemampuan bahasa siswa. Kondisi di rumah mempengaruhi
pribadi dan penyesuaian diri siswa dalam masyarakat. Kondisi itu
pada gilirannya dapat membantu siswa, dan dapat juga
menghalangi siswa belajar membaca Rahim (2008: 18). Rumah
juga berpengaruh pada sikap siswa terhadap buku dan membaca.
Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan
sekolah dimana siswa belajar, dapat memacu sikap positif siswa
terhadap belajar, khususnya belajar membaca. Kualitas dan luasnya
pengalaman siswa di rumah juga penting bagi kemajuan belajar
membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang
bermakna. Pengalaman masa lalu siswa memungkinkan untuk
2) Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga
merupakanfaktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Status
sosial ekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa.
Semakin tinggi sosial ekonomi siswa maka semakin tinggi
kemampuan verbal siswa. Siswa yang mendapat contoh bahasa
yang baik dari orang tua mendorong siswa akan mendukung
perkembangan bahasa dan intelegnsi siswa atau dengan
kemampuan membaca siswa. Siswa yang berasal dari rumah yang
memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan
yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai
kemampuan membaca yang tinggi Crawley dalam Rahim (2008:
19).
d. Faktor Psikologis
Faktor lain yang mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca
siswa adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup:
1) Motivasi
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes
dalam Rahim (2008: 19) mengatakan bahwa kunci motivasi itu
sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya
adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktek
pengajaran yang relevan dengan minat pengalaman siswa sehingga
Crawley dalam Rahim (2008: 20) mengemukakan bahwa
motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau
melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar siswa mempengaruhi
minat siswa dalam belajar dan hasil belajar siswa.
2) Minat
Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha
seseorang untuk membaca Rahim (2008: 28). Orang yang
mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam
kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian
membacanya atas kesadarannya sendiri. Seseorang guru harus
berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi
yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai minat yang tinggi
pula terhadap kegiatan membaca.
3) Kematangan Sosio dan Emosi serta Penyesuaian Diri
Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada
tingkat tertenu. Siswa yang mudah marah, menangis, dan bereaksi
secara berlebihan ketika siswa tidak mendapatkan sesuatu, atau
menarik diri akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca.
Siswa yang lebih mudah mengontrol emosinya akan lebih mudah
memutuskan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemutusan
perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan
Percaya diri sangat dibutuhkan oleh siswa. Siswa yang kurang
percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas
yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan
kemampuannya. Siswa sangat bergantung kepada orang lain
sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta
untuk diperhatikan guru.
12.Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan salah satu hal yang sering dijumpai di
sekolah dasar. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan lambat dalam
menerima materi yang disampaikan oleh guru. Kesulitan belajar dapat
dilihat dari aktivitas akademik masing-masing siswaseperti apakah siswa
tersebut pernah tidak naik kelas, atau nilai yang diperoleh siswa kurang
pada semua mata pelajaran ataupun mata pelajaran tertentu. Guru harus
bisa menganalisa kesulitan apa yang dimiliki oleh siswa sehingga
kedepannya mampu menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual,
konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.
Kendatipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkatan
kecerdasan, namun kesulitan belajar lebih terkait dengan tingkat
Siswa yang berkesulitan belajar memiliki ketidak teraturan dalam
proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang
normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual
motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini
tampak ketika siswa mulai mempelajari mata pelajaran dasar seperti
menulis, membaca, berhitung, dan mengeja Somantri (2006: 195).
Definisi Faderal PL 94-142 diadopsi oleh NACHC, juga dikutip
oleh Cecil D. Mercer;dkk dalam Sukarno (2006: 70) kesulitan belajar
spesifik adalah gangguan dari satu atau lebih proses psikologis dasar yang
terjadi dalam pengertian atau dalam berbicara, atau tulisan bahasa.
Manifestasi gangguan ini dapat berupa kesulitan berupa kesulitan dalam
mendengar, menulis, berpikir, berkata, membaca, mengeja, atau
mengerjakan hitungan matematika. Istilah yang muncul dalam pengertian
ini adalah kelainan persepsi, luka otak, difungsi minimal otak, dyslexia, dan perkembanganaphasiaHamil;dkk dalam Sukarno (2006: 72) kesulitan belajar merupakan istilah umum (generik term) yang menunjukan sekelompok kesulitan yang heterogen diwujudkan melalui kesulitan yang
signifikandalamakuisisi (kemahiran) dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan
Abdurrahman (2009: 6-7) menjelaskan kesulitan belajar adalah
suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.
Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau
berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan
perseptual, luka pada otak, dyslexia, dan aphasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup siswa yang memiliki problem belajar yang
penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan,
pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan
emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, dan ekonomi.
Berdasarkan pendapatdiatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan
belajar adalah suatu gangguan belajar yang dialami oleh siswa karena
adanya disfungsi minimal otak pada siswa. Siswa yang mengalami
kesulitan belajar biasanya salah dalam menentukan persepsi dan lambat
dalam menangkap materi yang ada. Pada sekolah dasar sendiri kesulitan
belajar sering ditemui seperti kesulitan belajar membaca dan menulis,
a. Karakteristik siswa berkesulitan belajar
Sukarno (2006: 80-81) mengatakan bahwa bias rentang umur
populasi berkesulitan belajar sangat luas meliputi prasekolah sampai
orang dewasa. Jika orang tua siswa peduli untuk menolong dari
masalah kesulitan belajar, orang tua perlu memfokuskan pada proses
kebutuhan dari siswa level sekolah dasar dan selalu memperhatikan
siswa dalam belajar. Banyak siswa berkesulitan belajar pertama kali
tampak bila siswa masuk sekolah dan gagal memperoleh keterampilan
akademik. Kesulitan yang sering dijumpai pada sekolah dasar adalah
membaca, tetapi terjadi pula dalam matematika, menulis, atau mata
pelajaran yang lain. Tingkah laku yang berulung-ulang tampak pada
umur sekolah dasar adalah tidak dapat konsentrasi, keterampilan gerak
lemah sebagai bukti tidak mampu memegang pensil, lemah menulis,
dan sulit belajar membaca.
Perkembangan lebih lanjut bagi siswa umur sekolah dasar
kurikulum menjadi lebih sulit permasalahan dapat tumbuh pada daerah
lain, seperti mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Persoalan
emosional juga dapat terjadi pada umur-umur berikutnya mengulang
kegagalan dan siswa lebih menyadari bahwa hasil belajarnya rendah,
jika dibandingkan dengan teman-teman sekelompoknya. Bagi
beberapa siswa permasalahan sosial dan kemampuan untuk membuat
Karakteristik kesulitan belajar tampak pada:
1) Gangguan perhatian adalah hiperaktif, pengalihan perhatian,
2) Kegagalan untuk mengembangkan dan memobilisasi strategi untuk
belajar, mengorganisasi belajar, kerangka belajar aktif, dan
fungsi-fungsi metakognitif,
3) Lemah dalam kemampuan gerak antara koordinasi gerakan baik
dan kasar, kegagalan umum dan canggung, persoalan-persoalan
spasial,
4) Permasalahan-permasalahan persepsi antara lain, pembedaan
stimulus pendengaran, penglihatan, closure dan cequensi
pendengaran, dan penglihatan,
5) Kesulitan bahasa lisan, pendengaran berbicara daftar kata,
kemampuan linguistik,
6) Kesulitan membaca antara lain pengkodean, keterampilan dasar
membaca, membaca komprehensif,
7) Kesulitan menulis bahasa, antara lain mengeja, tulisan tangan,
mengarang,
8) Kesulitan matematika, antara lain berhitung, waktu, ruang, dan
menghitung fakta,
9) Tingkah laku sosial yang tidak pantas antara lain persepsi sosial
Jenis karakteristik diatas tidak semuanyadapat ditemukan pada
seluruh siswa yang diidentifikasikan sebagai siswa berkesulitan belajar
membaca. Sebagian siswa mungkin nampak pada aspek kognitif,
dengan masalah-masalah khusus seperti membaca, berhitung, dan
bahkan berpikir. Masalah lain mungkin dalam aspek sosial, seperti
hubungan dengan orang lain, konsep diri, dan perilaku-perilaku yang
tak layak. Sementara yang lainnya mungkin bermasalah dalam aspek
bahasa, baik berupa kesulitan mengekspresikan diri secara lisan
maupun tertulis. Masih ada kemungkinan lain, dimana siswa yang
berkesulitan belajar bermasalah dalam aspek. Somantri (2006:
199-201) menyatakan bahwa selain pemikiran tersebut maka pembahasan
aspek-aspek perkembangan berikut ini bisa jadi tidak berlaku universal
bagi semua siswa berkesulitan belajar. Aspek-aspek perkembangan
tersebut yaitu:
1) Aspek Kognitif
Berbagai definisi kesulitan belajar lebih berorientasi kepada
aspek akademik atau kognitif. Masalah-masalah kemampuan
berbicara, membaca, menulis, mendengarkan, berpikir, dan
matematis semuanya merupakan penekanan terhadap aspek
akademik atau kognitif. Penekanan seperti ini merefleksikan
keyakinan bahwa masalah anak berkesulitan belajar lebih banyak
berkaitan dengan wilayah akademik dan bukan disebabkan oleh
2) Aspek Bahasa
Masalah bahasa siswa berkesulitan belajar menyangkut
bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah
kecakapan menerima dan memahami bahasa. Bahasa ekspresif
adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal. Kedua
kemampuan bahasa ini dapat dipahami dengan menggunakan tes
kemampuan berbahasa. Di dalam proses belajar kemampuan
berbahasa merupakan alat untuk memahami dan menyatakan
pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa seringkali
tidak dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada
hakikatnya adalah proses kognitif. Tampak jelas bahwa masalah
kemampuan berbahasa siswa akan berpengaruh signifikan terhadap
kegagalan belajar.
3) Aspek Motorik
Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya
dikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik siswa
berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik
perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan
meniru rancangan atau pola. Kemampuan ini sangat diperlukan
untuk menggambar atau menulis. Keterampilan tersebut sangat
memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang
dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki siswa
4) Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik
sosial emosional siswa berkesulitan belajar adalah kelabilan
emosional dan keimpulsifan. Kelabilan emosional ditunjukan oleh
sering berubahnya suasana hati dan temperamen. Keimpulsifan
merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap
dorongan-dorongan berbuat. Seperti diungkapkan di atas bahwa karakteristik
siswa berkesulitan belajar tidak akan berlaku universal bagi seluruh siswa karena setiap kesulitan belajar yang spesifik
memiliki gejala dan karakteristik tersendiri. Pada bagian berikut ini
secara ringkas dibahas beberapa jenis kesulitan belajar spesifik
beserta gejala dan karakteristiknya. Gejala dan karakteristik ini
dapat digunakan baik dalam rangka identifikasi siswa berkesulitan
belajar maupun dalam upaya merancang layanan pendidikan,
layanan psikologis, remediasinya.
Penjelasan aspek-aspek tersebut menunjukan bahwa siswa
berkesulitan belajar lebih banyak ditemui pada aspek kognitif.
Kesulitan belajar biasanya lebih banyak dikaitkan pada bidang
akademik, karena jika siswa tidak mampu menguasai aspek bahasa
dengan benar siswa tersebut akan terhambat dalam aspek kognitif
karena saling berkaitan. Pada siswa berkesulitan belajar seharusnya
pada saat belajar keadaan emosinya stabil dan tenang agar pada
b. Penyebab Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan
eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis
sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran
yang keliru, pengolalaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan
motivasi belajar siswa, dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat Abdurrahman (2009: 13).
Sukarno (2006: 85-87) menyatakan penyebab dari kesulitan
belajar pada dasarnya sama faktor neurological dan maturational delay
dapat disatukan dalam organik dan biologis. Penyebab dari kesulitan
belajar tersebut adalah:
1) Penyebab Neurologis
Penyebab kesulitan belajar adalah kerusakan neurologis
atau beberapa tipe aktivitas syaraf yang tidak normal. Penyebab
neurologisitu telah terbukti di lapangan. Bermacam-macam faktor dapat menyebabkan kerusakan syaraf yang menimbulkan kesulitan
belajar.
Kerusakan yang terjadi pada sistem syaraf terjadi pada
kelahiran bayi sempurna dengan posisi janin tidak normal selama
Khusus luka otak atau infeksi telah juga diimplemasikan
sebagai penyebab kerusakan syaraf dan kesulitan belajar.
Kerusakan neurologis sebagai suatu penyebab harus dipandang secara luas, saat bukti langsung biasanya tidak dapat diterapkan.
2) Kemasakan Terhambat (Maturational Delay)
Kemasakan yang terhambat atau tertunda ada kaitannya
dengan penyebab neurologis. Beberapa teori telah mengusulkan bahwa perkembangan terhambat dari sistem neurologis
menyebabkan kesulitan dialami oleh beberapa orang berkesulitan
belajar. Tingkah laku dan penampilan siswa berkesulitan belajar
mirip pada kebanyakan pada orang muda. Siswa kerap kali
terhambat dalam kemasakan keterampilan seperti perkembangan
yang lebih lambat dari keterampilan berbahasa dan permasalahan
daerah motor visual dan beberapa daerah akademik. Perkembangan
terhambat rupanya bukan faktor penyebab semua tipe kesulitan
belajar, melainkan merupakan salah satu dari berbagai penyebab
3) Penyebab Genetik
Faktor genetik sebagai penyebab telah diterapkan dalam
kesulitan belajar. Abnormalitas genetik yang dipikirkan sebagai
penyebab atau menyumbangkan satu atau lebih dari permasalahan
kategori dalam kesulitan belajar. Abnormalitas genetik ini selalu
menyemaskan keprihatinan orang tua yangmenganggap semua tipe
belajar dan perilaku menyimpang. Oleh karena itu, perlu diuji
penyebab dari berbagai masalah khusus dari banyak sebab
(multiple cause). Penyebab kesulitan belajar dipengaruhi oleh faktor keturunan dan hal itu tidak dilakukan dalam waktu
bertahun-tahun. Penemuan ini harus dipandang secara hati-hati sebab
permasalahan yang terkenal berasal dari pengaruh keturunan dan
lingkungan.
4) Penyebab Lingkungan
Pengaruh lingkungan kerap kali disebut sebagai
kemungkinan penyebab kesulitan belajar. Faktor-faktor seperti diet
yang tidak tepat, penambahan makanan, stres radiasi, sinar lampu
pijar, tabung televisi yang tidak dilindungi, perokok, pemium
minuman keras, dan pengajaran sekolah yang tidak tepat mulai
diteliti sebagai penyebab kesulitan belajar. Beberapa kasus
menyatakan pengaruh ini tampak menjadi keprihatinan utama pada
Sementara dipihak lain, persoalan-persoalan dibatasi pada
lingkungan waktu lahir atau setelah lahir atau kedua-duanya.
Penelitian terhadap faktor lingkungan tidak meyakinkan, akan
tetapi faktor lingkungan merupakan fokus penelitian yang
terus-menerus ada.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kesulitan
belajar mempunyai penyebab yang banyak dan berbeda-beda dan
dalam beberapa kasus, memberikan tipe kesulitan belajar yang
disebabkan oleh banyak penyebab. Semua tidak dapat selalu
menentukan asal-usul problemini meskipun hasil penelitian dapat diperkembangkan dalam beberapa tahun ini. Dalam banyak kasus,
persoalan ini lebih bersifat praktis pada perhatian langsung
terhadap issue assetmen supaya ditentukan siapa yang dapat ditolong dengan pengajaran yang khusus dan pengajaran yang
bagaimana yang tepat untuk siswa berkesulitan belajar.
13.Kesulitan Belajar Membaca
Menurut Crawley dan Mountain dalam Rahim (2008: 2) membaca
pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas
visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual
membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) kedalam
Kasus kesulitan membaca yang sering ditemukan di sekolah
merupakan contoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif
siswa berkesulitan belajar. Sering ditemui siswa yang mengalami kesulitan
belajar membaca menunjukkan kemampuan berhitung atau matematika
yang tinggi. Kasus semacam tadi membuktikan bahwa siswa berkesulitan
belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi
kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi
keterbelakangan akademik (academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan siswa dengan apa yang
dicapainya, hal ini terdapat pada aspek kognitif siswa Somantri (2006:
200).
Dyslexiaatau ketidakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar. Semula istilah dyslexia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi siswa
berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetensi dengan
temannya di sekolah. Simpton umum yang sering ditampilkan siswa
dyslexiaadalah kelemahan orientasi kanan kiri, kecenderungan membaca
kata bergerak mundur seperti “dia” dibaca “aid”, kelemahan keterampilan
Kesulitan belajar yang lain yang ditunjukkan yaitu lemahnya dalam
berhitung dan kesalahan hitung, kelemahan memori, kesulitan auditif,
kelemahan memori-visual, tidak mampu memvisualkan kembali objek,
kata, atau huruf, dan dalam membaca keras tidak mampu menkonversikan
simbol visual kedalam simbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata
secara benar. Kata yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilihat.
Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Mercer dalam Abdurrahman
(2009: 204) mendefinisikan dyslexia sebagai suatu sindrom kesulitan
dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,
mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam
belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa.
Hornsby dalam Abdurrahman (2009:204) mendefinisikan dyslexiatidak hanya kesulitan belajar membaca tetapi juga menulis. Definisi Hornsby
tersebut dapat dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca
dengan menulis. Siswa yang berkesulitan belajar membaca umumnya juga
kesulitan menulis. Kesulitan belajar membaca dan menulis tidak dapat
dilepaskan kaitannya dengan kesulitan bahasa, karena semua merupakan
Mercer dalam Abdurrahman (2009:204) menyebutkan ada empat
kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu berkenaan
dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan mengenal kata, (3)
kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka. Siswa
berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan membaca
yang penuh ketegangan seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara
meninggi, atau menggigit bibir. Siswa juga sering memperlihatkan adanya
perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak untuk
membaca, menangis, atau mencoba melawan guru. Pada saat membaca
siswa sering kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan atau ada
baris yang terlompat sehingga tidak dibaca. Siswa juga sering
memperlihatkan adanya gerakan kepala ke arah lateral, ke kiri atau ke
kanan, dan kadang-kadang meletakkan kepalanya pada buku. Siswa
berkesulitan belajar mebaca juga sering memegang buku bacaan yang
terlalu menyimpang dari kebiasaan anak normal, yaitu jarak antara mata
dan buku bacaan kurang dari 15 inci (kurang lebih 37,5 cm).
Siswa berkesulitan belajar membaca sering mengalami kekeliruan
dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan,
penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat,
tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak. Gejala keraguan tampak pada
saat siswa berhenti membaca suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat
Siswa sering berhadapan dengan irama yang tersentak-sentak
karena sering berhadapan dengan kata-kata yang tidak dikenal ucapannya.
Gejala kekeliruan memahami bacaan tampak pada banyaknya kekeliruan
dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan, tidak mampu
mengemukakan urutan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami
tema utama dari suatu cerita. Gejala serbaneka tampak seperti membaca
kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan
membaca dengan penekanan yang tidak tepat.
Dyslexia adalah kesukaran dalam membaca yang tidak disadari oleh penggunaan neurologis, tidak ada bukti tentang adanya kerusakan otak atau gangguan organis lainnya. Siswa penderita dyslexia mengalami kesukaran dalam hal belajar membaca. Misal pada siswa yang duduk di
kelas 4, tetapi dalam hal membaca masih setaraf dengan siswa yang duduk
di kelas 1 SD. Siswa tidak mampu mengelompokkan atau menggabungkan
fonem-fonem tulisan sehingga mengalami keterlambatan dalam membaca.
Prinsip-prinsip fonemik merupakan faktor penting yang dapat menjadi
Siswa dyslexiatidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang
lain. Kesulitan membaca pada siswadyslexia ini tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan
membaca dengan lancar dan akurat, karena siswadyslexia biasanya mempunyai level intelegensi yang normal bahkan sebagian diantaranya
diatas normal. Dyslexia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenal kata dengan
tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode
simbol.
Myklebust dan Johnson seperti dikutip Hargrove dan Poteet dalam
Abdurrahman (2009: 205) mengemukakan beberapa ciri siswa
berkesulitan belajar membaca sebagai berikut:
a. Mengalami kekurangan dalam memori visual dan auditoris,
kekurangan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang,
b. Memiliki masalah dalam mengingat data seperti mengingat hari-hari
dalam seminggu,
c. Memiliki masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan,
d. Memiliki kekurangan dalam memahami waktu,
e. Jika diminta menggambar orang sering tidak lengkap,
f. Miskin dalam mengeja,
g. Sulit dalam menginterpretasikan globe, peta, atau grafik,
i. Kesulitan dalam belajar berhitung,
j. Kesulitan dalam belajar bahasa asing.
Pendapat Vernon yang juga dikutip oleh Hargrove dan Poteet
dalam Abdurrahman (2009: 206) mengemukakan perilaku siswa
berkesulitan belajar membaca sebagai berikut:
a. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan,
b. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf,
c. Memiliki kekurangan dalam memori visual,
d. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris,
e. Tidak mampu memahami simbol bunyi,
f. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran,
g. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol ireguler (khusus
yang berbahasa Inggris),
h. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf,
i. Membaca kata demi kata,
j. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.
Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh siswa
berkesulitan belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal
huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Penghilangan huruf atau
kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat.
Penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah karena siswa
menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlakukan.
“Baju itu merah” atau “Adik membeli roti” dibaca “Adik beli roti”.
Penyelipan kata terjadi karena siswa kurang mengenal huruf, membaca
terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan membacanya.
Contoh dari kesalahan ini misalnya pada saat siswa seharusnya membaca
“Baju Mama di lemari” dibaca “Baju Mama ada di lemari”. Penggantian
kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini mungkin
disebabkan karena siswa tidak memahami kata tersebut sehingga hanya
menerka-nerka saja. Contoh penggantian kata yang tidak mengubah kata
adalah “Tas Ayah di dalam mobil” dibaca oleh siswa“Tas Bapak di dalam
mobil”.
Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam, (1)
pengucapan kata yang salah makna berbeda, (2) pengucapan kata salah
makna sama, dan (3) pengucapan kata salah tidak bermakna. Keadaan
semacam ini dapat terjadi karena siswa tidak mengenal huruf sehingga
menduga-duga saja, mungkin karena membaca terlalu cepat, karena
perasaan tertekan atau takut kepada guru, atau karena perbedaan dialek
siswa dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh pengucapan kata salah
makna berbeda adalah “Baju bibi baru” dibaca “baju bibi biru”,
pengucapan salah makna salah adalah “Kakak pergi ke sekolah” dibaca
“Kakak pegi ke sekolah”, sedangkan contoh pengucapan salah tidak
Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin
membantu siswa melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah
beberapa menit ditunggu oleh guru siswa belum juga melafalkan kata-kata
yang diharapkan. Siswa yang memerlukan bantuan semacam itu biasanya
karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut risiko
jika terjadi kesalahan. Siswa semacam ini biasanya juga memiliki
kepercayaan diri yang kurang, terutama pada saat menghadapi tugas
membaca. Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat.
Contoh pengulangan adalah “Bab-ba-ba Bapak menulis su-su surat”.
Pengulangan terjadi mungkin karena kurang mengenal huruf sehingga
harus memperlambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf yang
kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang siswa sengaja mengulang kalimat
untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.
Pembalikan huruf terjadi karena siswa bingung posisi kiri-kanan,
atau atas bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang
hampir sama seperti d dengan b, p dengan q, m dengan n atau w.
Pembetulan sendiri dilakukan oleh siswa jika siswa menyadari adanya
kesalahan. Kesadaran akan adanya kesalahan, siswa lalu mencoba
membetulkan sendiri bacaannya. Siswa yang ragu-ragu terhadap
kemampuannya sering membaca dengan terbata-bata. Siswa yang
ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan sebagai kesalahan. Meskipun
demikian guru umumnya berupaya untuk memperbaiki karena dianggap
Keraguan dalam membaca juga sering disebabkan siswa kurang
mengenal huruf atau karena kekurangan pemahaman.Kesulitan belajar
membaca tidak hanya ditemui oleh siswa tk dan siswa kelas rendah saja,
ada juga siswa kelas tinggi yang berkesulitan belajar membaca. Kesulitan
belajar yang sering ditemui di sekolah dasar adalah membaca, menulis,
matematika, dan mata pelajaran yang lainnya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar biasanya ada sifat yang
menonjol tidak seperti teman lainnya siswa tersebut hiperaktif, susah
untuk berkomunikasi, dan lain sebagainya. Dalam keselutan belajar
tersebut selain guru yang harus memacu siswa agar dapat menerima
pembelajaran dengan baik sebaiknya orang tua juga mengimbangi agar
mendapatkan hasil yang maksimal karena orang tua juga sangat
berpengaruh.
14.Penyebab Kesulitan Belajar Membaca
Ada dua penemuan dari Sperry dan Gazzaniga dalam Mar’at (2011:
84) mengenai etiologi atau penyebab dyslexia atau kesulitan belajar membaca, yaitu:
a. Adanya kesukaran dalam mengamati dan mengingat urutan waktu
(tempo orders). Temporal orders ini dipergunakan dalam membaca. Apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan terjadilah kesukaran
dalam membaca. Contoh: dalam suatu percobaan kepada siswa yang
mengalami dyslexia diberikan cahaya lampu merah dan hijau yang menyala secara bergantian dengan urutan tertentu. Ternyata siswa
mengalami kesukaran dalam menemukan lampu merah dan hijau yang
b. Dominasi dari hemisphere kiri otak kurang atau bahkan tidak cukup. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa
hemisphere kiri mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap bahasa.
Hemisphere kiri mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap bahasa.
Hemisphere pada siswa yang mengalami dyslexia pemahamannya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga ada hubungannya dengan
temporal order dan persoalan membaca tersebut.
Penyebab kesulitan belajar membaca yaitu lambatnya siswa dalam
menangkap apa yang sudah disampaikan oleh guru. Hal ini terjadi karena
adanya ketidakstabilan dalam kerja otak, terutama dalam area fonoligis
E. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian tentang kemampuan membaca telah dilakukan
oleh penelitian sebelumnya dan menjadi relevan dengan penelitian ini karena
berupaya mengkaji hal yang serupa meskipun dengan latar belakang yang
berbeda:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Bolhanas (2009) tentang “A Study of Dyslexia Among Primary School Students in Surawak, Malaysia”
menunjukkan hasil faktor status sosial ekonomi yang meliputi pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan orang tua mempengaruhi karakteristik dyslexia. Orang tua yang memiliki pendidikan rendah dan berpenghasilan rendah
akan mempengaruhi siswa. Para siswa harus diberikan dorongan lebih
dalam pendidikan agar memecahkan masalah disleksia. Faktor usia,
jumlah saudara kandung dan status dari keluarga juga mempengaruhi.
Selain itu, karakteristik dyslexia berbeda antara siswa laki-laki dan perempuan. Karakteristiknya ada mudah lupa, tertekan, lemah secara
tertulis, dan lambat membuat prediksi,
2. Penelitian yang dilakukan olehLidwina (2012) tentang “Disleksia Berpengaruh pada Kemampuan Membaca dan Menulis” menunjukkan hasil kecenderungan penyebab dyslexia adalah masalah fonologi yaitu hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Masalah mengingat
perkataan, masalah penyusunan sistematematis, masalah ingatan jangka
3. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhaamad dan Damanhuri (2016)
tentang “A Pholinguistics Analysis Of A Dyslexic Character in Taare Zameen Par Movie” menunjukkan hasil metode yang diterapkan untuk mengatasi seorang karakter dyslexia di film Taare Zaneeb Par.
Dyslexiaberhubungan dengan gangguan bahasa dan ketidakmampuan belajar yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam membaca, menulis
dan aritmatika. Kebanyakan siswa dyslexiamemiliki masalah tersebut karena siswa tidak mengenali materi dalam pembelajaran. Pada film ini
menunjukkan bahwa Mr. Nikum menerepkan metode Gillingham dan
Stillman serta memberikan beberapa variasa agar Ihsan mampu memahami yang disampaikan olehnya dan pada penerapan metode tersebut Ihsan
dapat keluar dari masalah dyslexia. Metode ini dapat digunakan oleh siswa yang mengidap disleksia dan mempunyai masalah yang sama dengan
Ihsan,
4. Peneletian yang dilakukan oleh Mano (2014) tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Anak dalam Mengenal Huruf di TK Tunas Harapan Kelompok B kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo”
menunjukkan hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa
dalam mengenal huruf adalah kurangnya stimulus dari orangtua dan guru
dalam memperkenalkan huruf pada siswa, begitupun media yang
digunakan dalam mengembangkan pengenalan huruf pada anak masih
kurang signifikan sehingga dibutuhkan lebih banyak stimulus baik itu
merupakan hal yang paling tepat dalam menstimulasi perkembangan
pengenalan huruf pada siswa. Seorang guru harus memberi kesempatan
kepada siswa untuk melihat bagaimana membaca dan menulis itu
bermanfaat sebelum siswa dibelajarkan bentuk dan nama huruf, angaka
dan kata-kata. Tidak disarankan dalam melaksanakan membaca dan
menulis yang ditekankan pada pengembangan keterampilan yang
terpisah-pisah seperti: menghafal huruf tunggal, menghafal abjad, menyanyikan
nyanyian abjad,
5. Penelitian yang dilakukan Widyana (2009) tentang “Faktor-faktor Kognitif yang menjadi Prediktor Keberhasilan Pembelajaran Membaca Awal”
menunjukkan hasil faktor yang mempengaruhi prestasi membaca adalah
fungsi dari faktor kognitif yang berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap prestasi membaca adalah memori jangka pendek, dan
persepsi visual. Faktor kognitif yang berpengaruh langsung adalah
kesadaran fonologis dan metakognisi, sedangkan faktor kognitif yang
berpengaruh secara tidak langsung terhadap keberhasilan pembelajaran
membaca adalah faktor memori kerja dan pengetahuan semantik. Hasil
penelitian ini juga menemukan bahwa memori kerja dan memori jangka
pendek juga berpengaruh terhadap faktor-faktor kognitif yang terkait
dengan proses membaca. Memori kerja ini ditemukan berkolerasi dengan
6. Penelitian yang dilakukan Idris;dkk (2014) tentang “Deskripsi Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar di SMK Negeri 2 Gorontalo”
menunjukkan hasil indikator yang diukur yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal dari dalam diri siswa dengan tiga deskriptor
yaitu: ranah cipta (rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi), ranah rasa
(labil emosi dan sikap), dan ranah karsa (gangguan mata dan telinga).
Faktor eksternal dari luar diri siswa dengan tiga deskriptor yaitu:
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya lebih banyak
mengungkapkan kesulitan menulis dan mengenal huruf pada siswa, namun
dalam penelitian ini akan mengungkap kesulitan belajar siswa pada aspek
membaca
F. Kerangka Pikir
Kesulitan belajar membaca banyak dijumpai di sekolah dasar terutama
kelas rendah, namun pada kenyataannya di kelas tinggi ada juga yang
mengalami kesulitan belajar membaca. Kesulitan belajar membaca tersebut
dapat diketahui ketika proses pembelajaran. Anak yang mengalami kesulitan
belajar membaca cenderung diam dan tidak aktif seperti teman lainnya.
Terdapat beberapa siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca di kelas
Kesulitan membaca yang dialami setiap siswa berbeda-beda. Guru dan
orang tua sudah berupaya untuk mengajari agar bisa lancar dalam membaca
tetapi siswa belum ada peningkatan dari hasil pengajaran membaca yang
dilakukan guru dan orang tua. Guru tidak mengetahui faktor apa yang
mempengaruhi kesulitan belajar membaca yang dialami oleh siswa.
Permasalahan tersebut akan dideskripsikan sehingga akan mengetahui tentang
bentuk kesulitan membaca, faktor yang menyebabkan siswa berkesulitan
membaca, dan upaya yang dilakukan guru dan orang tua untuk meningkatkan
kemampuan membaca. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Pentingnya Membaca
Realita Lapangan
Upaya orang tua/guru meningkatkan
kemampuan membaca
Faktor kesulitan membaca Bentuk Kesulitan
Membaca