• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KESETIAAN SAMURAI DALAM NOVEL KAZE KARYA DALE FURUTANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KESETIAAN SAMURAI DALAM NOVEL KAZE KARYA DALE FURUTANI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KESETIAAN SAMURAI DALAM NOVEL “KAZE” KARYA DALE FURUTANI

2.1. Riwayat Hidup Dale Furutani

Nama lengkapnya adalah Dale Furutani. Lahir di Hilo, Hawaii, pada 1 Desember 1946, Dale Furutani adalah generasi ketiga Jepang- Amerika , sansei. Keluarganya berasal dari pulau Oshima, Selatan Hiroshima. Kakek dan neneknya datang d Hawaii pada tahun 1896 sebagai pekerja disebuah pabrik gula, namun kakeknyanya memutuskan kontrak karena bisnis ikan yang digelutinya lebih berhasil.

Ketika berusia enam tahun, Dale kecil diadopsi oleh John Flanagan, dan pindah ke California. Pengalaman buruknya, perlakuan rasialis dari teman-teman sekolahnya,karena dia satu-satunya orang Asia disekolahnya, tak menghalangi Dale muda melambungkan imajinasinya.

Dale mendapatkan gelar akademis di bidang penulisan kreatif dari California State University, Long Beach, dan gelar MBA di bidang pemasaran dan system informasi dari UCLA. Pada tahun 1993, novel pertamanya, Death in Little Tokyo,meraih Anthony Award dan Macavity Award untuk novel Misteri Debutan Terbaik.

(2)

Menurut Jacob Sumardjo dan Saini (1997: 75-76), setting dalam cerita bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya, tetapi juga halnya terjadi erat dengan karakter, tema, dan suasana cerita. Dalam suatu cerita yang baik, setting harus benar-benar mutlak untuk menggarap tema dan karakter cerita. Jadi jelas bahwa pemilihan setting dapat membentuk tema tertentu dan plot tertentu. Setting bisa berarti menyatakan tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orang tertentu dengan watak yang tertentu pula, cara hidup dan cara berfikir tertentu.

Menurut Ikram (1980 : 21), setting adalah tempat secara umum dan waktu atau masa terjadi. Menurut Welleck (1989 : 24), latar adalah lingkungan, terutama dalam lingkungan rumah tangga, dan merupakan metonimi, metafora, dan pertanyaan dari watak. Menurut Esten (1982: 92-93), setting dapat merupakan pernyataan dari sebuah keinginan manusia. Ia merupakan latar alam sebagai proyeksi dari keinginan. Latar sosial adalah keinginan sosial, tempat tokoh itu bermain. Yang dimaksud dengan latar sosial dalam hal ini tidak tidak hanya menyangkut kelas sosial dari masyarakat, tetapi juga lingkungan masyarakat.

Menurut Kenny (1966: 42), setting sebagai unsur cerita yang dinamis membantu pemgembangan unsur lainnya.Hubungan dengan unsur lain boleh jadi selaras , boleh jadi pula berkontras, artinya selamanya latar itu sesuai dengan apa yang dilatarinya. Tidak tertutup kemungkinan adanya latar yang berkontras. Contohnya, adanya suatu pembunuhan yang terjadi di siang bolong, suasana gembira

(3)

yang ditimbulkan oleh penggambaran pagi yang cerah sengaja dijadikan latar sebagai kontras terhadap keadaan batin tokoh yang serba gundah.

Setting memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan tejadi. Dengan demikian pembaca merasa dipermudah untuk menggunakan daya imajinasi, selain itu dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang setting.

Nurgiyantoro (1995: 227) mengatakan setting dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, sosial. Ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda-beda dan dapat dibicarakan secara tersendiri yang pada kenyataan saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainya. Dalam menganalisis latar novel Kaze , akan dibahas latar-latar sebagai berikut :

2.2.1. Setting Tempat

Setting tempat merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya. Unsur-unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu,mungkin juga lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Latar terjadinya peristiwa-peristiwa dalam novel Kaze adalah sebagai berikut : 1. Desa Suzaka

(4)

Desa Suzaka merupakan tempat atau setting dimana desa ini dipimpin oleh seorang kepala desa yang bernama Ichiro.

Suzaka, sebagai desa di Pegunungan, yang senantiasa mengalami panen padi yang agak sedikit, dan warganya amat tergantung pada hasil panen yang kering seperti gandum, juga mengumpulkan pakis biasa, pakis gunung, dan jamur liar dari hutan sekitar, inilah yang membuat Suzaka menjadi desa yang sangat miskin, karena di Jepang, beras adalah uang. Karena desa Suzaka, desa Agraris jadi kebanyakan kehidupan masyarakatnya bertani dan juga berniaga.

Desa ini juga merupakan tempat tinggal Jiro ( Si penjual arang ), Samurai Matsuyama Kaze sempat beberapa kali tinggal di rumah Jiro. Bagi Kaze rumah Jiro adalah tempat persinggahannya sebelum dia melanjutkan pengembaraannya mencari Putri Kaisar yang hilang.

2. Persimpangan Jalan

Tempat atau setting yang dimana Samurai Kaze menemukan sesosok mayat laki-laki misterius, sebatang panah menembus punggungnya. Persimpangan yang menandai pertemuan 4 jalan setapak, satu jalan mengarah ke Timur menuju desa Suzaka, tempat tinggal jiro, satu menuju Utara keluar wilayah dan mengarah Keresidenan Uzen, satunya lagi jalan mengarah ke Selatan ke Higashi dan Keresidenan Rikuzen mengarah Barat menuju Gunung Fukuto.

(5)

Kedai yang merupakan setting atau tempat para pejalan kaki atau pengembara untuk memperoleh makan dan menghabiskan malam.

Area ini adalah area persegi empat yang berlantai kotor, yang dikelilingi lantai tinggi dari kayu sebagai tempat minum teh.

4. Hutan Bambu

Hutan bambu juga dijadi sebagai tempat peristirahatan Samurai Matsuyama Kaze, sama halnya dengan rumah Jiro.

5. Kediaman Lord Manase

Kediaman ini didirikan menyerupai sangkar besar dengan beberapa hal terbuka ditengah-tengahnya. Pinggiran halaman adalah beranda tertutup dengan lantai kayu tinggi serta atap genteng, bangunan ini seperti sebagian besar rancangan khas rumah penguasa di pedesaan.

Kediaman ini juga dijadikan setting atau tempat dimana Kaze dan Jiro ditahan karena mereka dicurigai oleh sang penguasa ( Lord Manase ) mereka telah membunuh pria misterius yang tewas di persimpangan jalan.

6. Kamp Bandit

Kamp bandit adalah tempat tinggal segerombolan bandit, didalamnya terdapat tempat penyimpanan senjata mereka. Kamp selalu dijaga ketat oleh anak buah

(6)

pemimpin bandit (Ketua Kuemon) agar tidak sembarangan orang yang masuk kedalam Kamp bandit tersebut.

2.2.2 Setting Waktu

Setting waktu yang berhubungan dengan masalah ‘kapan ‘ terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ‘kapan’ tersebut biasanya dihubungkan dengan setting tempat dan setting waktu faktual. Setting waktu juga harus dikaitkan dengan setting tempat dan setting sosial sebab pada kenyataan memang berkaitan.

Novel “Kaze” Karya Dale Furutani menggambarkan setting waktu yang menceritakan tentang kehidupan samurai pada zaman Edo( Keshogunan Tokugawa ). Hal ini dapat dilihat dari penggambaran suasana Jepang di tahun-tahun pertama sang Shogun besar, Tokugawa Ieyasu memegang kekuasaan. Jepang digambarkan sebagai sebuah wilayah yang belum kondusif dengan banyaknya bandit dan pembunuhan-pembunuhan terhadap pengikut penguasa terdahulu. Senjata-senjata kembali beredar setelah pada masa Hideyoshi sempat dilarang.

2.2.3. Setting Sosial

Setting sosial mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang

(7)

kompleks. Dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap dan lainnya. Disamping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

Novel “Kaze “ bila dilihat dari setting sosial adalah mengggambar tentang samurai Kaze berutang kesetiaan terakhir bagi tuannya. Kaze harus menemukan putri Kaisar yang hilang setelah malapetaka besar menimpa kekaisaran Jepang. Mangkatnya sang Tuan, Kaisar Hideyoshi, menjadi sasaran empuk Tokugawa Ieyasu untuk melakukan tindakan makar.

2.3. Alur Cerita Novel Kaze

Pengertian Plot atau alur dalam cerpen atau karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjadi cerita yang dihasilkan oleh para pelaku dalam saat bercerita tahapan peristiwa yang berbagai macam ( Aminuddin, 2000 : 83 ).

Alur atau plot cerita fiksi secara umum dibagi menjadi tiga jenis, yakni alur maju, alur mundur dan alur maju mundur. Alur maju adalah cerita yang mengalir dan berurutan dari awal kejadian sampai akhir peristiwa sampai akhirnya mencapai penyelesaian sesuai dengan yang diinginkan pengarang. Alur mundur adalah jalan cerita yang dimulai dari menceritakan peristiwa hasil lalu mundur ke cerita penyebab atau peristiwa penyebab cerita hasil. Alur maju mundur adalah jalan cerita yang tidak

(8)

beraturan. Pengarang bisa saja menceritakan kejadian yang sedang terjadi, lalu tiba-tiba melompat menceritakan kejadian yang lampau dan kembali lagi ke cerita yang sekarang.

Sebagaimana diungkapkan oleh Petronius dalam Fananie (2001:93) struktur plot mencakup tiga bagian;

1. Exposition (setting forth of the beginning) 2. conflict (a complication that moves to climax)

3. Denouement (literally,”unknotting”, the outcome of the conflict;the resolution).

Dalam pengertiannya elemen plot hanyalah didasarkan pada paparan mulainya peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.

Berdasarkan fungsi plot dalam membangun nilai estetik cerita, maka identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan plot menjadi sangat beraneka ragam. Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama analisis plot yang meliputi:

1. Plots of action, analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap, baik yang muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang dihadapi tokoh utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap sudah tertulis

(9)

(determinisme) itu, berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran tokoh yang bersangkutan dalam menghadapi situasi tersebut;

2. Plots of character, proses perubahan perilaku atau moralitas secara lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan; dan

3. Plots of thought, proses perubahan secara lengkap kaitannya denagn perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi.

Perubahan perilaku, moral, pemikiran atau pandangan, dan konflik-konflik yang dialami oleh tokoh cerita serta peristiwa-peristiwa yang muncul memang seharusnya dijalani oleh para tokohnya, dalam novel Kaze ini terjadi pada perilaku Matsuyama Kaze yang harus mengabdi kepada Kaisar Hideyoshi sebagai tuannya yang sudah mengangkatnya sebagai anak plots of action. Dalam plots of character, fokus utama terjadinya peristiwa adalah perubahan moral, karakter atau emosi tokoh cerita. Untuk mengetahui jalinan plot model plots of character adalah dengan menganalisis setiap perubahan perilaku atau emosi tokoh-tokohnya. Pada plots of thought, penekanan utama yang menyebab perubahan emosi atau perasaan tokoh adalah didasarkan pada situasi yang dihadapi secara langsung.

2.4. Kesetiaan Samurai

Kesetiaan adalah kehormatan tertinggi seorang Samurai. Kehormatan seorang Samurai pertama kali diberikan kepada tuan tanah yang paling berkuasa, kemudian

(10)

kizoku nya lalu kepada keluarganya. Seorang samurai wajib untuk mengabdi kepada tuannya, sekalipun tuannya adalah seorang jenderal militer, tuan tanah feodal atau kepala keluarga. Perintah seorang atasan tidak boleh ditanyakan. Mereka harus mengikutinya dengan kemampuan terbaik seorang samurai sekalipun jika hal ini membuat ketidakbahagiaan atau menyebabkan kematian. Hidup seorang pelayan bergantung pada tuannya. Mereka harus mengorbankan apa pun yang diminta tuannya.

Keadilan dalam diri seorang Samurai tentunya juga dituntut dalam melaksanakan pengabdian kepada tuan. Ketidakadilan bisa menjadikan samurai rendah dan tidak manusiawi. Samurai menanamkan etika khusus dalam kesehariannya menjalankan kesetiaannya kepada tuan. Ketulusan dan kejujuran sama berharganya dengan nyawa mereka. “ Bushi no Ichi-gon “ atau “ janji samurai “ melebihi janji akan harga diri. Samurai juga membutuhkan pengendalian diri dan kesabaran agar benar- benar dihormati. Samurai tidak menunjukkan tanda dari penderitaan dan kesenangan. Samurai berpegang teguh pada ketenangan dalam bersikap dan juga pada ketenangan dalam berpikir yang bisa saja terpengaruh oleh segala bentuk keinginan. Sehingga dapat dikatakan bahwa samurai merupakan Ksatria sejati.

(11)

2.4.1. Samurai

Kata “ Samurai “ berasal dari kata kerja bahasa Jepang kuno “ samorau “. Kata tersebut akhirnya mengalami perubahan mwenjadi “saburau “ yang berarti melayani, sehingga “ samurai “ dapat diartikan sebagai pelayan bagi sang majikan.

Dalam catatan sejarahnya, samurai sebenarnya diciptakan sebagai “ satria bersenjata “ oleh karena itu pada zaman Edo, samurai lebih dikenal dengan sebutan Bushi (orang bersenjata ).

Berikut adalah beberapa sebutan untuk Samurai. Diantaranya adalah Buke (ahli bela diri), Musha atau Bugeisha (pakar bela diri), kabukim (preman samurai), Mononofu (satria panglima) dan Shi (huruf kanji pengganti Samurai).

Pada masa terbentuknya pengelompokkan antar golongan, membuat samurai juga menerapkannya. Samurai lebih menekankan dirinya sebagai prajurit elit dari kalangan bangsawan yang sopan dan terpelajar. Dan hal ini tentunya sangat berbeda dengan Ashigaru atau tentara berjalan kaki. Beberapa kelompok Samurai yang lainnya adalah ronin (orang ombak; samurai yang tidak bertuan), dan Hanshi (samurai yang bertugas diwilayah Han).

Istilah samurai ( 侍 ), pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang

(12)

mengacu kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi ( 武士 ) yang berarti “orang yang

dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi (続日本

紀), pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi) adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi sinonim padaakhir abad ke 12(zaman kamakura).

Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573 – 1600) dan awal zaman Edo (1603), istilah saburai berubah menjadi samurai yang kemudian berubah pengertian menjadi “ orang yang mengabdi “. Namun selain itu dalam sejarah militer Jepang, terdapat kelompok samurai yang tidak terikat/mengabdi kepada seorang pemimpin/atasan yang dikenal dengan rōnin ( 浪人 ). Ronin ini sudah ada sejak zaman Muromachi

(1392), istilah ronin digunakan bagi samurai tak bertuan pada zaman Edo (1603 – 1867). Dikarenakan adanya pertempuran yang berkepanjangan sehingga banyak samurai yang kehilangan tuannya, kehidupan seorang ronin bagaikan ombak dilaut tanpa arah tujuan yang jelas. Ada beberapa alasan seorang samurai menjadi ronin. Seorang samurai dapat mengundurkan diri dari tugasnya untuk menjalani hidup sebagai ronin. Adapula ronin yang berasal dari garis keturunan, anak seorang ronin secara otomatis akan menjadi rōnin. Eksistensi ronin makin bertambah jumlahnya diawali berakhirnya perang Sekigahara (1600), yang mengakibatkan jatuhnya kaum samurai/daimyo yang mengakibatkan para samurai yang kehilangan majikannya.

(13)

Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat data-data yang menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan militer Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer dan dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi peraturan ini amat berat, karena para wakil tersebut atau kaum militer harus membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi peraturan tersebut. Selain itu pula pada waktu itu kaum petani juga dibebani wajib pajak yang cukup berat sehingga mereka melarikan diri dari kewajiban ini. Pasukan yang kemudian terbentuk dari wajib militer tersebut dikenal dengan sakimori ( 防人 ) yang secara harfiah berarti “pembela”, namun pasukan ini

tidak ada hubungannya dengan samurai yang ada pada zaman berikutnya.

Setelah tahun 794, ketika ibu kota dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), kaum bangsawan menikmati masa kemakmurannya selama 150 tahun dibawah pemerintahan kaisar. Tetapi, pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat justru menekan para penduduk yang mayoritas adalah petani. Pajak yang sangat berat menimbulkan pemberontakan di daerah-daerah, dan mengharuskan petani kecil untuk bergabung dengan tuan tanah yang memiliki pengaruh agar mendapatkan pemasukan yang lebih besar. Dikarenakan keadaan negara yang tidak aman, penjarahan terhadap tuan tanah pun terjadi baik di daerah dan di ibu kota yang memaksa para pemilik shoen (tanah milik pribadi) mempersenjatai keluarga dan para

(14)

petaninya. Kondisi ini yang kemudian melahirkan kelas militer yang dikenal dengan Samurai. Kelompok toryo (panglima perang) dibawah pimpinan keluarga Taira dan Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian Barat dan Timur, tetapi mereka saling memperebutkan kekuasaan. Pemerintah pusat, dalam hal ini keluarga Fujiwara, tidak mampu mengatasi polarisasi ini, yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan kaum bangsawan.

Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara, mengadakan perebutan kekuasaan dan memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera yang dikenal dengan insei seiji. Kaisar Shirakawa,menggantikan kaisar Gonjo akhirnya menjadikan o-tera sebagai markas politiknya. Secara lihai, ia memanfaatkan o-tera sebagai fungsi keagamaan dan fungsi politik.

Tentara pengawal o-tera, souhei ( 僧兵 ) pun ia bentuk, termasuk memberi

sumbangan tanah (shoen) pada o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat sebagai “negara” di dalam negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan o-tera mengadakan perlawanan dengan memanfaatkan kelompok Taira dan Minamoto yang sedang bertikai. Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam pertikaian ini berlatar belakang pada kericuhan yang terjadi di istana menyangkut perebutan tahta, antara Fujiwara dan kaisar yang pro maupun kontra terhadap o-tera. Perang antara Minamoto, yang memihak o-tera melawan Taira, yang memihak istana, muncul dalam dua pertempuran besar yakni Perang Hogen (1156) dan Perang Heiji (1159). Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang menandai perubahan

(15)

besar dalam struktur kekuasaan politik. Untuk pertama kalinya, kaum samurai muncul sebagai kekuatan politik di Istanan Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge ( 公家 - bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya.

Sebagian besar keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan. Keangkuhan keluarga Taira akhirnya melahirkan konspirasi politik tingkat tinggi antara keluarga Minamoto (yang mendapat dukungan dari kaum bangsawan) dengan kaisar Shirakawa, yang pada akhirnya mengantarkan keluarga Minamoto mendirikan pemerintahan militer pertama di Kamakura (Kamakura Bakufu 1192 – 1333). Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada tahun 1199, kekuasaan diambil alih oleh keluarga Hojo yang merupakan pengikut Taira. Pada masa kepemimpinan keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan berkembang di kalangan samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah dan tuntunan hidup mereka.

Pada tahun 1274, bangsa Mongol datang menyerang Jepang. Para samurai yang tidak terbiasa berperang secara berkelompok dengan susah payah dapat mengantisipasi serangan bangsa Mongol tersebut. Untuk mengantisipasi serangan bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai mendirikan tembok pertahanan di teluk Hakata (pantai pendaratan bangsa mongol) dan mengadopsi taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para samurai tidak mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol, yang menggunakan taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan senjata baru (dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang menghancurkan armada

(16)

Mongol, dan mencegah bangsa Mongol untuk menduduki Jepang. Orang Jepang menyebut angin ini kamikaze (dewa angin).

Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan bangsa Mongol adalah pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara besar-besaran, dan kelemahan dari kavaleri busur panah dalam menghadapi penyerang. Sebagai akibatnya, lambat laun samurai menggantikan busur-panah dengan “pedang” sebagai senjata utama samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan tombak menjadi senjata utama di kalangan panglima perang. Pada zaman Muromachi (1392 – 1573), diwarnai dengan terpecahnya istana Kyoto menjadi dua, yakni Istana Utara di Kyoto dan Istana Selatan di Nara. Selama 60 tahun terjadi perselisihan sengit antara Istana Utara melawan Istana Selatan (nambokucho tairitsu ).

Pertentangan ini memberikan dampak terhadap semakin kuatnya posisi kaum petani dan tuan tanah daerah (shugo daimyō) dan semakin lemahnya shogun Ashikaga di pemerintahan pusat. Pada masa ini, Ashikaga tidak dapat mengontrol para daimyō daerah. Mereka saling memperkuat posisi dan kekuasaannya di wilayah masing-masing. Setiap Han13 seolah terikat dalam sebuah negara-negara kecil yang saling mengancam. Kondisi ini melahirkan krisis panjang dalam bentuk perang antar tuan tanah daerah atau sengoku jidai (1568 – 1600). Tetapi krisis panjang ini sesungguhnya merupakan penyaringan atau kristalisasi tokoh pemersatu nasional, yakni tokoh yang mampu menundukkan tuan-tuan tanah daerah, sekaligus menyatukan Jepang sebagai “negara nasional” di bawah satu pemerintahan pusat

(17)

Oda Nobunaga, seorang keturunan daimyo dari wilayah Owari dan seorang ahli strategi militer, mulai menghancurkan musuh-musuhnya dengan cara menguasai wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara luar, Nara yang merupakan “lumbung padi”, dan Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan Bakufu Muromachi dan istana Kaisar. Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang portugis yang membawa agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing. Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh.

Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan seluruh Jepang. Toyotomi Hideyoshi, yang merupakan pengikut setia Oda, melanjutkan penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada tahun 1590 dengan menaklukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di Kyushu tiga tahun

(18)

sebelumnya. Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan Toyotomi : taiko kenchi (peraturan kepemilikan tanah) dan katana garirei (peraturan perlucutan pedang) bagi para petani. Kedua peraturan ini secara strategis bermaksud “mengontrol” kekayaan para tuan tanah dan mengontrol para petani agar tidak melakukan perlawanan atau pemberontakan bersenjata.

Keberhasilan Toyotomi menaklukkan seluruh tuan tanah mendatangkan masalah tersendiri. Semangat menang perang dengan energi pasukan yang tidak tersalurkan mendatangkan ancaman internal yang menjurus kepada disintegrasi bagi keluarga militer yang tidak puas atas kemenangan Toyotomi. Dalam hal inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan dahsyat tersebut untuk menyerang Korea pada tahun 1592 dan 1597. Sayang serangan ini gagal dan Toyotomi wafat pada tahun 1598, menandakan awal kehancuran

Bakufu Muromachi. Kecenderungan terdapat perilaku bawahan terhadap atasan yang dikenal dengan istilah gekokujo ini telah muncul tatkala Toyotomi menyerang Korea. Ketika itu, Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat posisinya di Jepang bagian timur, khususnya di Edo (Tokyo). Kemelut ini menyulut perang besar antara kelompok-kelompok daimyo yang memihak Toyotomi melawan daimyo yang memihak Tokugawa di medan perang Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangan berada di pihak Tokugawa di susul dengan didirikannya bakufu Edo pada tahun 1603.

(19)

Kesetiaan atau disebut juga dengan pengabdian diri dalam Situmorang (2000:1) adalah kesediaan melaksanakan perintah atau keinginan orang lain dengan mengorbankan kepentingan sendiri.

Dalam Situmorang (2000:1), kesetiaan secara umum dapat dibagi menjadi tiga unsur yaitu: setia karena situasi yang terdesak atau terpaksa, setia karena ajaran,( moral), dan setia karena untuk mendapatkan keuntungan (ekonomi ). Setia karena situasi yang terdesak atau terpaksa dapat dilihat pada sejarah peperangan diseluruh dunia. Penduduk setempat mau tidak mau akan bergabung menjadi tentara musuh untuk melindungi keluarganya. Demi mempertahankan kehidupannya, seorang petani rela menjadi tentara musuh untuk melindungi dan mengabdi kesetiaan kepada tuaannya. Namun pada saat tertentu dia dapat menyerang dan menguasai tuannya.

Kesetiaan seorang anak kepada orang tuanya yang selama ini membesarkan dan mengajarkan hal-hal yang baik demi kehidupannya, dapat dimasukkan kepada setia berdasarkan ajaran (moral). Sang anak akan merasa ada tanggung jawab baginya, untuk menjaga dan membalas budi kedua orang tuanya. Sama halnya seperti seorang Samurai yang hidup dalam Ie Kizokunya, akan selalu menjaga dan mengabdi kepada tuannya yang telah mensejahterakan kehidupannya. Kesetiaan yang ketiga yaitu setia karena untuk mendapatkan keuntungan misalnya seorang gadis kecil yang selalu ikut dengan kakaknya, semata-mata mengharapkan jajanan dari kakaknya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi dari kakaknya. Setelah

(20)

mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi dari kakaknya dan pergi bermain dengan teman-teman yang sebaya dengannya.

Dalam Rand (2003 : 75) mengatakan, kesetiaan lahir dari manusia yang memahami tujuan dan hakekat hidup. Kesetiaan dilakukan tidak hanya karena ada rasa percaya, tetapi juga karena kebutuhan untuk kelangsungan hidup, juga karena terpaksa melakukannya.

Referensi

Dokumen terkait

 Untuk itu diperlukan beberapa informasi mengenai; nama komponen, jenis operasi kerja, mesin dan peralatan yang digunakan, waktu standar operasi dll.  Informasi mengenai

Share , dan Debt to Assets Ratio berpengaruh terhadap harga saham perusahaan ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

Berdasarkan sekilas latar belakang di atas, penulis menyimpulkan sebagai konsep penelitian dan perancangan yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini adalah dengan judul

[r]

Hasil Lendutan yang didapat dari pengujian Split Hopkinson Pressure Bar berbentuk sarang lebah dengan ukuran 2 mm yang diimpak dengan sudut yang bervariasi

Murid yang lemah dalam konsep Matematik berkaitan topik Masa dan Waktu tidak dapat merungkai maklumat dalam soalan KBAT di stesen bonus dan menyelesaikan masalah

Studi observasional potong lintang pada bayi risiko tinggi yang tercatat di Bagian Neonatologi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita dari Januari sampai Desember

Ketua Tim Penyusun Panduan Praktik Klinis terkait dengan format teknik penulisan panduan yang sudah disepakati setelah adanya pelatihan , diantaranya adalah : Pengertian yang