• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Infeksi nosokomial.

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit adalah infeksi nosokomial, yang dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan sampai sekarang tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002).

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008), dan infeksi nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit (Prabu et al., 2006).

Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah masuk rumah sakit, 3 hari setelah pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah operasi, ketika pasien dirawat untuk penyakit non infeksi . Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut juga sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs) dapat juga

(2)

didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien selama perawatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah sakit dalam kurun waktu 48 – 72 jam , pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi. Infeksi ini tidak hanya terjadi kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002).

Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya interaksi segitiga epidemiologi, sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya, yaitu host (penjamu), environment (lingkungan), dan agent (bakteri) (Maryani dan Mulyani, 2010).

Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah , sehingga mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam beberapa kasus, pasien mengalami infeksi karena kondisi / atau fasilitas kesehatan di rumah sakit yang buruk, atau karena staf rumah sakit tidak mengikuti prosedur yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar (WHO,2009).

2.2 Bakteri.

Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990), telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk pada telapak tangan. Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut

(3)

seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Tubuh manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang sebagian besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain.

Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai penelitian, bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di tubuh kita termasuk pada telapak tangan (Gal et al., 2004).Pada keadaan normal dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya bahkan dapat bermanfaat bagi manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau komensal.

Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati.Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 10.2–10.6 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident microorganism).

Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi

(4)

perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005).

The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberi- kan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, yang dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia,virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).

Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan mereka akan segera dapat kembali seperti semula(Jawetz et al., 2005). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas populasi antara 10.2-10.3 CFU (Coloni Forming Unit)/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).

Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus, bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 10.6 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Synder, 2001).

(5)

Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; dan Strohl et al., 2001). Flora transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan dicuci , sedangkan flora tetap yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba.

2.2.1. Bakteri pada tangan manusia.

Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis adalah

Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus, Serratia liquefacients, Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii, Salmonella sp, Basillus cereus, dan

Neisserria mucosa. (Pratami et al. 2013).

2.2.2. Bakteri penyebab infeksi nosokomial.

Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk infeksi rumah sakit dan mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk menyebabkan infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit adalah 90% disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan mikobakteri, virus, jamur atau protozoa. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah ;

Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acineto-bacter spp., Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae. Yang umumnya dilaporkan adalah E.coli, Staphylococcus aureus, enterococci dan

(6)

P.aeruginosa, tapi berdasarkan data, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

adalah yang paling sering / paling banyak sebagai penyebab infeksi nosokomial (Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al., 2012).

2.3 Pencegahan infeksi nosokomial.

Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung .Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti air ludah, ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009).

Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh kebersihan tangan yang buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi jumlah kasus dengan mencuci tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso- komial adalah tanggung jawab semua individu dan pemberi layanan kesehatan, banyak penekanan telah dilakukan pada prosedur terkait staf, terutama tentang kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan merupakan intervensi penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial disamping sarung tangan, baju, dan masker .WHO telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober sebagai Hari Mencuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara di dunia, salah satu diantaranya adalah Indonesia (WHO, 2009).

(7)

Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan benar juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Kajian WHO menyatakan cuci tangan memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Data dari Subdit diare Kemenkes juga menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup sehat di masyarakat, salah satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010).

Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih efektif untuk menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini menyatakan bahwa mencuci tangan dengan air dan sabun adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus flu sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa & Cairncross, 2007). Penelitian lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan lebih cepat terkena patogen S. aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang mencuci tangan dengan sabun (Paul et al., 2011).

Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik telah membuktikan bahwa mencuci tangan adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Pusat Pencegahan Infeksi dan

(8)

Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan bahwa semua personil kesehatan harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat pasien. Membersihkan tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Hernandes, 2014).

2.4 Hand hygiene.

Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk mencuci tangan, cuci tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh Association for Professionals in Infection Controls (APIC) (Boyce dan Pitted, 2002). Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene (WHO, 2009).

Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan, baik dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand washing) atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO, 2009)

Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua permukaan tangan dengan kuat secara bersamaan menggunakan zat pembersih

(9)

yang sesuai dan dibilas dengan air mengalir dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak mungkin (Keevil, 2011).

Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan dasar alkohol tanpa air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa berbahan dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau

isopropanol) yang digunakan dengan cara bilas (rinse) dan gosok (rub) untuk tangan (Keevil, 2011).

2.4.1 Ruang lingkup

hand hygiene

WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah ini untuk selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu :

1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti dokter/ perawat dan petugas kesehatan lainnya.

2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien, seperti : ahli gizi, farmasi.

3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien.

4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.

2.4.2 Tata laksana

hand hygiene.

WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand hygien (5 waktu hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas harus melakukan cuci tangan , yaitu :

(10)

1. Sebelum kontak dengan pasien.

Cuci tangan sebelum menyentuh pasien , untuk melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.

2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.

Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik , untuk melin- dungi pasien dari bakteri patogen , termasuk yang berasal dari permukaan tubuh pasien sendiri.

3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.

Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien (dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

4. Setelah kontak dengan pasien .

Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien .

Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien pada saat meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(11)

Gambar 2.1.

Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)

2.4.3 Enam ( 6 ) langkah cuci tangan

:

Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar 40-60 detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan basahi kedua telapak tangan, tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua telapak tangan dengan urutan TE-PUNG –SELA-CI- PU-PUT yaitu

TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR-PUTAR sebagai

berikut :

1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan

2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan sebaliknya.

(12)

3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam 4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya

6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan sebaliknya.

Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua tangan dan tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di tangan. Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2.

(13)

2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan ;

Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang harus diperhatikan agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :

1. Kuku tangan.

Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku yang panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang terdapat di bawah kuku.

2. Perhiasan dan aksesoris.

Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada jari, karena ada resiko akumulasi bakteri patogen .

3. Kosmetik.

Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat menyim- pan bakteri patogen.

4. Penggunaan tisu.

Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai, hasilnya lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup kran.

2.4.5 Hambatan-hambatan pada cuci tangan

Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan cuci tangan yang diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009):

1. Kurangnya pengetahuan , 2. Kurangnya fasilitas, 3. Kurangnya waktu, 4. Iritasi kulit/ masalah kulit

(14)

2.4.6 Meningkatkan kepatuhan cuci tangan.

Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf, 2009) 1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci tangan 2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan

3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas 4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu

5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan bertin- dak sesuai pedoman.

2.4.7 Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) :

Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ; 1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.

2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebab kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya.

3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah ke jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/ memasak/ menyaji- kan dan makan).

4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang “cost-effective” .

5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS.

6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi masyarakat tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena ti- dak tersedianya sarana CTPS di dekat mereka.

(15)

7. Saat ini CTPS sudah merupakan agenda Nasional yang tertuang dalam Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat..

2.5 Program penyadaran (Awareness program).

Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau fakta, sadar menyiratkan pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan bantuan sarana informasi dari luar dan program penyadaran adalah sebuah program yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran sesuatu (Anonim, 2015). Tingkat pengetahuan mahasiswa program pendidikan profesi dipengaruhi oleh sumber belajar seperti kuliah formal, pengalaman waktu bertugas, hospital guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al., 2013).

Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini adalah program untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureuspada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan pengetahuan serta melalui latihan (peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci tangan.

2.5.1 Tujuan program penyadaran adalah ;

1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene

2. Meningkatkan budaya hand hygiene 3. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan

(16)

4. Menurunkan resiko infeksi .

5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring dan evaluasi terus menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program dievaluasi pada tingkat kesadaran serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci tangan/kebersihan tangan yang terjadi. Perbaikan dapat dibuat sehingga program dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan untuk tahun berikutnya (WHO, 2008).

2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci

tangan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun adalah (Kushartanti, 2012) ;

1. Citra diri

2. Status sosial ekonomi 3. Pengetahuan

4. Kebiasaan 5. Sikap 6. Motivasi

7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi ) 8. Peran guru/dosen.

9. Ketersediaan sarana sanitasi ; 1. Air /wastafel,

2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan / Irgasan). 3. Tisu

(17)

4. Ketersediaan media pendidikan/informasi

1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar, poster. 2. Alat bantu dengar (audio aids) radio,

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyediakan bukti empiris tentang pengaruh penerapan akuntansi nilai wajar pada perusahaan perbankan terhadap

Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya

Untuk mengetahui manfaat bahan organik hayati dalam memperbaiki beberapa sifat fisik tanah sehingga dapat mempengaruhi kemampuan masing- masing tanah dan jenis tanaman

a) Seksi Perencanaan Tata Ruang; b) Seksi Pemanfaatan Tata Ruang; dan c) Seksi Pengendalian Tata Ruang.. Unit Pelaksana Teknis Dinas. Kelompok Jabatan Fungsional. Dinas

Sejalan dengan potensi yang ditemukan, tujuan utama dari kegiatan I b M ini adalah untuk menjadikan rambutan kelengkeng sebagai rambutan jenis unggul lokal yang menjadi identitas

Keadaan tersebut di atas , khususnya pada sapi kontrol dan sapi yang mendapat injeksi bST harian telah terjadi mobilisasi cadangan lemak tubuh untuk mensuplai sintesis susu,

47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat menjadi dasar kebijaksanaan dalam upaya menjaga pemanfaatan dan pengelolaan danau dan waduk yang tetap

Dengan adanya sistem e-grocery maka konsumen yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu dapat memanfaatkan jaringan internet yang terhubung ke website untuk