Laporan Final BabIII - 1
3.1. RENCANA TATA RUANG NASIONAL
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang
adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya sebagaimana
yang telah ditetapkan pada PP No. 26 Tahun 2008. Pembangunan bidang Cipta Karya
harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW,
selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat
mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta
pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang.
3.1.1. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Beberapa kriteria penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah:
a. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional.
b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau.
c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
BAB III
Laporan Final BabIII - 2 3.1.2.Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Beberapa kriteria Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah:
a. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN,
b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau
c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
3.1.3. Penetapan Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Beberapa kriteria penetapan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah :
a. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan;
dan/atau
b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Kabupaten Mandailing Natal Kecamatan Siabu, Kotanopan merupakan kawasan
Pusat Kegiatan Lokal yang berfungsi sebagai pusat pengolahan hasil pertanian dan
pendidikan kejuruan. Untuk Kecamatan Natal sebagai pusat perikanan dan pertanian
tanaman pangan, Kecamatan Panyabungan sebagai pusat pengolahan hasil hutan dan
perkebunan juga pusat pertanian tanaman pangan.
3.1.4.Penetapan Kawasan Strategis Nasional (PKSN)
Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kriteria:
a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan
negara tetangga,
b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga,
c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang
menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau
d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat
mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.
Laporan Final BabIII - 3 a. Pertahanan dan keamanan;
b. Pertumbuhan ekonomi;
c. Sosial dan budaya;
d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau
e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
f. Tidak terdapat Kawasan Strategis Nasional di Kabupaten Mandailing Natal.
3.2. ARAHAN RENCANA TATA RUANG (RTR) PULAU
3.2.1.Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang Pulau Sumatera
a. Rencana struktur ruang dan rencana pola ruang Pulau Sumatera merupakan
perangkat operasional RTRWN di Pulau Sumatera yang berupa strategi
operasionalisasi perwujudan struktur ruang dan pola ruang.
b. Rencana dalam peta dengan skala struktur ruang digambarkan 1:500.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
c. Rencana pola ruang digambarkan dalam peta dengan skala 1:500.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
d. Peta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan gambaran
sebaran indikatif lokasi pemanfaatan ruang untuk rencana struktur ruang dan
rencana pola ruang nasional di Pulau Sumatera.
3.2.2.Kawasan Lindung Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a terdiri atas strategi operasionalisasi
perwujudan:
a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. Kawasan perlindungan setempat;
c. Kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. Kawasan rawan bencana alam;
e. Kawasan lindung geologi; dan
Laporan Final BabIII - 4 A. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a terdiri atas:
a. Kawasan hutan lindung;
b. Kawasan bergambut; dan
c. Kawasan resapan air.
(2) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya meliputi:
a. Mengembangkan pengelolaan, meningkatkan fungsi, dan mengendalikan
perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan hutan lindung yang
bervegetasi hutan tetap;
b. Merehabilitasi kawasan hutan lindung yang terdegradasi;
c. Melestarikan kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan
ekosistem kawasan;
d. Melestarikan kawasan hutan lindung dan kawasan bergambut yang bernilai
konservasi tinggi;
e. Merehabilitasi kawasan resapan air yang terdegradasi, serta mempertahankan
fungsi lahan dan mengendalikan alih fungsi lahan kawasan resapan air.
(3) Pengembangan pengelolaan, peningkatan fungsi, dan pengendalian perubahan
peruntukan dan/atau fungsi kawasan hutan lindung yang bervegetasi hutan tetap
serta rehabilitasi kawasan hutan lindung yang terdegradasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan huruf b.
(4) Pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan
ekosistem kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(5) Pelestarian kawasan hutan lindung dan kawasan bergambut yang bernilai
konservasi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d.
(6) Rehabilitasi kawasan resapan air yang terdegradasi, serta pemertahanan fungsi
lahan dan pengendalian alih fungsi lahan kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan pada kawasan resapan air di daerah
Laporan Final BabIII - 5 B. Kawasan perlindungan setempat;
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b
terdiri atas:
a. Sempadan pantai;
b. Sempadan sungai; dan
c. Kawasan sekitar danau atau waduk.
(2) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan
setempat meliputi:
a. Mengendalikan pemanfaatan ruang pada sempadan pantai, sempadan sungai,
dan kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu
dan/atau merusak fungsi sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan
sekitar danau atau waduk; dan
b. Mengembangkan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau
struktur buatan di sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar
danau atau waduk untuk mencegah daya rusak air.
(3) Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai, sempadan sungai, dan
kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau
merusak fungsi sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau
atau waduk serta pengembangan struktur alami berupa jenis dan kerapatan
tanaman dan/atau struktur buatan di sempadan pantai, sempadan sungai, dan
kawasan sekitar danau atau waduk untuk mencegah daya rusak air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b.
C. Kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar budaya;
(1) Kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, antar lain:
a. Suaka margasatwa;
b. Cagar alam dan cagar alam laut;
c. Kawasan pantai berhutan bakau;
d. Taman nasional dan taman nasional laut;
Laporan Final BabIII - 6 f. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan
g. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian
alam, dan cagar budaya meliputi:
a. Merehabilitasi dan memantapkan fungsi cagar alam, cagar alam laut, taman
nasional, taman wisata alam, dan taman wisata alam laut yang terdegradasi;
b. Mengembangkan pengelolaan dan mempertahankan fungsi suaka
margasatwa, cagar alam, taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata
alam, dan taman wisata alam laut (taman wisata perairan);
c. Merehabilitasi dan memantapkan fungsi kawasan pantai berhutan bakau
untuk perlindungan pantai dari abrasi dan kelestarian biota laut;
d. Mempertahankan fungsi dan pelestarian kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam yang bernilai konservasi tinggi; dan
e. Melestarikan fungsi dan mengembangkan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan.
(3) Rehabilitasi dan pemantapan fungsi cagar alam, cagar alam laut, taman nasional,
taman wisata alam, dan taman wisata alam laut yang telah terdegradasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(4) Pengembangan pengelolaan dan pemertahanan fungsi suaka margasatwa, cagar
alam, taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam, dan taman
wisata alam laut (taman wisata perairan) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b.
(5) Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan pantai berhutan bakau untuk
perlindungan pantai dari abrasi dan pelestarian biota laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c.
(6) Pemertahanan fungsi dan pelestarian kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam yang bernilai konservasi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d.
(7) Pelestarian fungsi dan pengembangan kawasan cagar budaya dan ilmu
Laporan Final BabIII - 7 D. Kawasan rawan bencana alam;
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d
terdiri atas:
a. Kawasan rawan tanah longsor;
b. Kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. Kawasan rawan banjir.
(2) Strategi operasionalisasi perwujudan pengendalian kawasan rawan bencana alam
meliputi:
a. Menetapkan zona-zona rawan bencana alam beserta ketentuan mengenai
standar bangunan gedung yang sesuai dengan karateristik, jenis, dan ancaman
bencana;
b. Mengendalikan perkembangan kawasan budi daya terbangun di kawasan
rawan bencana alam; d
c. Menyelenggarakan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan
lokasi dan jalur evakuasi bencana serta pembangunan sarana pemantauan
bencana.
(3) Mengenai standar bangunan gedung yang sesuai dengan karateristik, jenis, dan
ancaman bencana, pengendalian perkembangan kawasan budi daya terbangun di
kawasan rawan bencana alam, dan penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi
bencana melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana serta pembangunan
sarana pemantauan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf
b.
(4) Kawasan rawan gelombang pasang di kawasan sepanjang pesisir pantai Pulau
Sumatera dan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Sumatera; dan kawasan rawan
banjir.
E. Kawasan lindung geologi;
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e terdiri
atas:
a. Kawasan cagar alam geologi;
Laporan Final BabIII - 8 c. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. Kawasan keunikan batuan dan fosil;
b. Kawasan keunikan bentang alam; dan
c. Kawasan keunikan proses geologi.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas:
a. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
b. Kawasan rawan gempa bumi;
c. Kawasan rawan gerakan tanah;
d. Kawasan rawan tsunami; dan
e. Kawasan rawan abrasi.
(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa kawasan imbuhan air tanah.
(5) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung geologi berupa cagar alam
geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Mengembangkan pengelolaan guna melestarikan kawasan keunikan batuan
dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan kawasan keunikan proses
geologi;
b. Merehabilitasi kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang
alam, dan kawasan keunikan proses geologi yang terdegradasi; dan
c. Mengendalikan perkembangan kawasan budi daya terbangun di sekitar
kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan
kawasan keunikan proses geologi.
(6) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung geologi berupa
pengendalian kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Menetapkan zona-zona rawan bencana alam geologi beserta ketentuan
mengenai standar bangunan gedung yang sesuai dengan karateristik, jenis,
Laporan Final BabIII - 9 b. Mengendalikan perkembangan kawasan budi daya terbangun di kawasan
rawan bencana alam geologi; dan
c. Menyelenggarakan upaya mitigasi dan adaptasi bencana alam geologi melalui
penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana alam geologi serta pembangunan
sarana pemantauan bencana alam geologi.
(7) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung geologi berupa kawasan
yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan dengan mengendalikan perkembangan kegiatan budi
daya terbangun pada kawasan imbuhan air tanah.
(8) Pengembangan pengelolaan guna melestarikan kawasan keunikan batuan dan
fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan kawasan keunikan proses geologi,
rehabilitasi kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang alam,
dan kawasan keunikan proses geologi yang terdegradasi, serta pengendalian
perkembangan kawasan budi daya terbangun di sekitar kawasan keunikan batuan
dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan kawasan keunikan proses geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, b, dan c.
(9) Penetapan zona-zona rawan bencana alam beserta ketentuan mengenai standar
bangunan gedung yang sesuai dengan karateristik, jenis, dan ancaman bencana,
pengendalian perkembangan kawasan budi daya terbangun di kawasan rawan
bencana alam geologi, dan penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana
melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana serta pembangunan sarana
pemantauan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, huruf b, dan
huruf c.
(10)Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan
imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan pada kawasan
imbuhan air tanah.
F. Kawasan lindung lainnya;
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f terdiri
atas:
a. Cagar biosfer;
Laporan Final BabIII - 10 c. Taman buru;
d. Terumbu karang; dan
e. Koridor ekosistem.
(2) Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan cagar biosfer;
b. Mempertahankan dan melestarikan sistem tata air dan ekosistem alamiah
pada kawasan ramsar;
c. Mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan pengelolaan kawasan
taman buru;
d. Mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan kawasan laut yang
memiliki ekosistem terumbu karang; dan
e. Mempertahankan, melestarikan, dan meningkatan fungsi koridor ekosistem.
3.2.3.Kawasan Budidaya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang memiliki nilai
strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b terdiri atas
strategi operasionalisasi perwujudan:
a. Kawasan peruntukan hutan;
b. Kawasan peruntukan pertanian;
c. Kawasan peruntukan perikanan;
d. Kawasan peruntukan pertambangan;
e. Kawasan peruntukan industri;
f. Kawasan peruntukan pariwisata; dan
g. Kawasan peruntukan permukiman.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan sebagaimana
dimaksud dalam a meliputi:
a. Mengendalikan perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan hutan sebagai
upaya untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan
tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera sesuai
dengan ekosistemnya;
Laporan Final BabIII - 11 berkelanjutan; dan
c. Rehabilitasi kawasan peruntukan hutan yang mengalami deforestasi dan
degradasi.
Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan hutan sebagai
upaya untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap
paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera sesuai dengan
ekosistemnya.
Pengembangan pengelolaan kawasan peruntukan hutan dengan prinsip
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada kawasan
peruntukan hutan.
Rehabilitasi kawasan peruntukan hutan yang mengalami deforestasi dan
degradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan
peruntukan hutan.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud dalam b meliputi:
a. Mempertahankan luasan kawasan peruntukan pertanian pangan beririgasi, rawa
pasang surut dan lebak, serta sawah non irigasi, termasuk yang merupakan lahan
pertanian pangan berkelanjutan;
b. Mengembangkan kawasan peruntukan pertanian pangan sesuai kesesuaian lahan
serta kelayakan rawa dan lahan kering/tadah hujan;
c. Mengendalikan alih fungsi lahan kawasan pertanian pangan sawah beririgasi
menjadi non sawah;
d. Mengendalikan pengembangan kegiatan budi daya di kawasan peruntukan
pertanian pangan berkelanjutan;
e. Mengembangkan kawasan agropolitan sebagai pusat pelayanan dan pusat
koleksi-distribusi produksi pertanian;
f. Melindungi luas lahan hortikultura dan mengendalikan alih fungsi peruntukan
lahan hortikultura;
g. Mengembangkan kawasan peruntukan pertanian untuk kegiatan perkebunan
kelapa sawit, karet, kopi, dan tembakau yang didukung dengan industri
Laporan Final BabIII - 12 ekonomi tinggi.
Pemertahanan luasan kawasan peruntukan pertanian pangan beririgasi, rawa
pasang surut dan lebak, serta sawah non irigasi, termasuk yang merupakan lahan
pertanian pangan berkelanjutan serta pengembangan kawasan peruntukan pertanian
pangan sesuai kesesuaian lahan serta pengembangan kawasan peruntukan pertanian
pangan sesuai kesesuaian lahan serta kelayakan rawa dan lahan kering/tadah hujan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b.
Pengendalian alih fungsi lahan kawasan pertanian pangan sawah beririgasi
menjadi non sawah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. Pengendalian
pengembangan kegiatan budi daya di kawasan peruntukan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. Pengembangan kawasan
agropolitan sebagai pusat pelayanan dan pusat koleksi-distribusi produksi pertanian
dimaksud pada ayat (1) huruf e. Perlindungan luas lahan hortikultura dan
mengendalikan alih fungsi peruntukan lahan hortikultura sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f. Pengembangan kawasan peruntukan pertanian untuk kegiatan
perkebunan kelapa sawit, karet, kopi, dan tembakau yang didukung dengan industri
pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan yang ramah lingkungan dan bernilai
ekonomi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c meliputi:
a. Mengembangkan kegiatan perikanan budi daya dengan memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
b. Mengembangkan kawasan minapolitan berbasis masyarakat;
c. Mengembangkan kawasan peruntukan perikanan tangkap sesuai potensi lestari;
d. Mengendalikan kegiatan perikanan tangkap pada kawasan peruntukan perikanan
yang memiliki terumbu karang; dan
e. Merehabilitasi kawasan peruntukan perikanan budi daya sesuai ekosistem
Laporan Final BabIII - 13 3.2.4.Arahan Pemanfaatan Ruang Pulau Sumatera
Arahan pemanfaatan ruang Pulau Sumatera merupakan acuan untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang Pulau Sumatera sebagai perangkat
operasional RTRWN di Pulau Sumatera. Arahan pemanfaatan ruang Pulau Sumatera
terdiri atas:
a. Indikasi program utama;
b. Sumber pendanaan;
c. Instansi pelaksana; dan
d. Waktu pelaksanaan.
Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Indikasi program utama perwujudan struktur ruang; dan
b. Indikasi program utama perwujudan pola ruang.
Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdiri atas Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan masyarakat. Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d terdiri atas 4 (empat) tahapan, sebagai dasar bagi pelaksana kegiatan
dalam menetapkan prioritas pembangunan di Pulau Sumatera, meliputi:
a. Tahap pertama pada periode tahun 2011-2014;
b. Tahap kedua pada periode tahun 2015-2019;
c. Tahap ketiga pada periode tahun 2020-2024; dan
d. Tahap keempat pada periode tahun 2025-2027.
3.3. RTRW PROVINSI SUMATERA UTARA
3.3.1. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara
Tujuan penataan ruang Provinsi Sumatera Utara adalah :
”Mewujudkan Wilayah Provinsi Sumatera Utara yang sejahtera, merata, berdayasaing
Laporan Final BabIII - 14 3.3.2.Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan tujuan penataan ruang yang ingin dicapai, maka kebijakan penataan
ruang Provinsi Sumatera Utara beserta strategi penataan ruang yang mendukung
kebijakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kebijakan 1: Mengurangi kesenjangan pengembangan wilayah timur dan barat.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah barat sesuai
dengan potensi dan daya dukung; dan
2. Membangun dan meningkatkan jaringan jalan lintas timur dan barat.
b. Kebijakan 2: Mengembangkan sektor ekonomi unggulan melalui peningkatan
daya saing dan diversifikasi produk.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Mendorong kegiatan pengolahan komoditi unggulan di pusat produksi
komoditi unggulan;
2. Meningkatkan prasarana perhubungan dari pusat produksi komoditi unggulan
menuju pusat pemasaran;
3. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung produksi untuk menjamin
kestabilan produksi komoditi unggulan;
4. Mengembangkan pusat-pusat agropolitan dan agromarinepolitan untuk
meningkatkan daya saing;
5. Meningkatkan kapasitas pembangkit listrik dengan memanfaatkan sumber
energi yang tersedia dan terbaharukan serta memperluas jaringan transmisi
dan distribusi tenaga listrik guna mendukung produksi komoditas unggulan;
6. Mengembangkan kawasan yang berpotensi memacu pertumbuhan ekonomi
kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan
perkembangan wilayah.
c. Kebijakan 3: Mewujudkan ketahanan pangan melalui intensifikasi kegiatan yang
ada dan ekstensifikasi lahan pertanian pada lahan non-produktif.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Mempertahankan luasan lahan pertanian;
Laporan Final BabIII - 15 3. Melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
4. Mencetak kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan baru untuk
memenuhi swasembada pangan.
d. Kebijakan 4: Menjaga kelestarian lingkungan dan mengembalikan keseimbangan
ekosistem.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Mempertahankan luasan kawasan lindung;
2. Meningkatkan kualitas kawasan lindung; dan
3. Mengembalikan ekosistem kawasan lindung.
e. Kebijakan 5: Mengoptimalkan pemanfaatan ruang budidaya sebagai antisipasi
perkembangan wilayah.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Mengendalikan perkembangan fisik permukiman;
2. Mendorong intensifikasi pemanfaatan ruang di kawasan permukiman
perdesaan dan perkotaan.
f. Kebijakan 6: Meningkatkan aksessibilitas dan memeratakan pelayanan sosial
ekonomi ke seluruh wilayah provinsi.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Membangun dan meningkatkan kualitas jaringan transportasi keseluruh
bagian wilayah provinsi;
2. Menyediakan dan memeratakan fasilitas pelayanan sosial ekonomi
(kesehatan, pendidikan, air bersih, pemerintahan dan lain-lain).
3.3.3.Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara
Rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara merupakan rencana
susunan pusat-pusat permukiman/kegiatan dan sistem jaringan prasarana serta sarana
(terutama sistem jaringan transportasi) yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Pusat
permukiman tersebut mempunyai fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi
komoditas/jasa dan tumbuh secara berjenjang/berhierarki sesuai dengan fungsi dan
perannya, baik sebagai pusat pengembangan maupun pusat kegiatan. Rencana
Laporan Final BabIII - 16 jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana lingkungan.
Permasalahan yang ada dalam pengembangan struktur ruang yang lebih
seimbang di Provinsi Sumatera Utara adalah adanya perbedaan karakterisitik ruang
wilayah timur, tengah, dan barat. Pertimbangan utama bagi penetapan struktur ruang
wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah memperkuat sistem struktur ruang mikro
(skala kecil) pada satuan ruang khususnya wilayah tengah dan barat yang secara
geografis lebih sulit untuk dikembangkan karena berbagai keterbatasan. Penguatan
ditujukan membuka akses dari sentra-sentra penghasil sumberdaya primer menuju
simpul-simpul pusat pelayan lokal, wilayah/regional dan nasional.
A. Rencana Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Minum
Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum, meliputi:
1. Peningkatan sistem penyediaan air minum (SPAM) yang telah ada;
2. Pengembangan SPAM dengan sistem jaringan perpipaan melayani kawasan
permukiman perkotaan dan pedesaan, kawasan pariwisata dan kawasan
industri dan kawasan kegiatan budidaya lainnya;
3. Pengembangan SPAM bukan jaringan pada kawasan terpencil, pesisir dan
pulau kecil terluar;
4. Konservasi terhadap kualitas dan kontinuitas air baku melalui keterpaduan
pengaturan pengembangan SPAM dan prasarana sarana sumber daya air dan
sanitasi; dan
5. Pengembangan kelembagaan badan layanan umum (BLU) SPAM;
B. Pengembangan Prasarana Pengendalian Daya Rusak Air Pada Alur Sungai, Danau,
Waduk dan Pantai
Pengembangan sistem pengendalian daya rusak air, meliputi:
1. Sistem drainase dan pengendalian banjir dengan normalisasi,
penguatantebing, pembuatan kolam retensi, dan pembuatan tanggul yang
telah ada;
2. Sistem penanganan erosi dan longsor di aliran sungai; dan
3. Sistem pengamanan abrasi pantai meliputi: Pantai Barus di Kabupaten
Laporan Final BabIII - 17 Kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Kepulauan Nias, Pantai Kawasan Danau
Toba, serta pantai-pantai di pesisir timur Sumatera Utara
C. Rencana Sistem Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Arahan pengembangan sistem tempat pemrosesan akhir sampah di Provinsi
Sumatera Utara, meliputi:
Pengembangan tempat pemrosesan akhir sampah yang tersebar melayani di
seluruh kabupaten/kota.
D. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah
Rencana sistem Jaringan Air Limbah di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai
berikut :
1. Kegiatan industri yang berada di dalam kawasan industri, sistem pembuangan
air limbah dilakukan dengan sistem terpusat, pengumpulannya dilakukan
secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah secara terpusat.
Sedangkan untuk industri yang berada di luar Kawasan Industri, maka
pengolahan limbah dapat dilakukan dengan sistem setempat.
2. Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis,
lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona
penyangga.
3. Pengelolaan dan pengolahan limbah domestik dan industri serta limbah B3
harus memperhatikan sarana dan prasarana
4. Air limbah yang sudah ada dan dilakukan berdasarkan kriteria teknis
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
5. Pengelolaan dan pengolahan air limbah dan limbah B3 dilakukan melalui
kerjasama antar daerah, partisipasi masyarakat dan dunia usaha.
3.3.4.Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara
Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara merupakan arahan untuk
pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang didasari pada
prinsippemanfaatan sumberdaya alam berasaskan kelestarian lingkungan menuju
pembangunan yang berkelanjutan. Arahan ini diharapkan dapat menciptakan
pertumbuhan dan perkembangan antar bagian wilayah Provinsi Sumatera Utara yang
Laporan Final BabIII - 18 Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan
lindung dan kawasan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun
2007, PP Nomor 26 Tahun 2008, dan Keppres Nomor 32 Tahun 1990, dengan batasan
sebagai berikut :
a. Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan yang
terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian
alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi
dan kawasan lindung lainnya.
b. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
binaan, dan sumberdaya manusia yang terdiri dari kawasan peruntukan hutan
produksi, hutan tanaman rakyat, pertanian, perkebunan, perikanan,
pertambangan, industri, pariwisata, permukiman dan peruntukan budidaya
lainnya.
Untuk menuju pembangunan yang berkelanjutan, maka tahap pertama yang
dilakukan adalah penetapan kawasan lindung sebesar minimal 30 % dari luas wilayah
daerah aliran sungai (DAS) meliputi kawasan yang berfungsi lindung baik di dalam
maupun luar kawasan hutan termasuk kawasan konservasi, kawasan rawan bencana
alam dan kawasan lindung geologi.
Tahap berikutnya adalah mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan
yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air yang diikuti
tahap pengendalian pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap
berfungsi lindung. Selanjutnya pemanfaatan ruang untuk peruntukan budidaya
diarahkan berdasarkan sifat-sifat kegiatan yang akan ditampung, potensi
pengembangan, dan kesesuaian lahan.
3.3.5.Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman
Kawasan peruntukan permukiman terdiri dari kawasan permukiman perkotaan
dan non perkotaan atau pedesaan di dataran rendah dan dataran tinggi, kawasan
Laporan Final BabIII - 19 memiliki fungsi antara lain pusat pelayanan dalam skala yang dilayaninya, sebagai
tempat tinggal bermukim dan pusat kegiatan kehidupan dan penghidupan masyarakat
dalam interaksi sosialnya
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan bagi kawasan permukiman antara lain
yaitu :
a. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);
b. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara
dengan jumlah yang memadai. Untuk penyediaan air bersih, memiliki suplai air
antara 60 - 100 liter/org/hari;
c. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);
d. Memiliki jaringan drainase baik sampai sedang;
e. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai, pantai, waduk, danau, mata air,
saluran pengairan, rel kereta api dan daerah aman jalur penerbangan;
f. Tidak berada pada kawasan lindung;
g. Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga;
h. Menghindari sawah irigasi teknis.
A. Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan perkotaan (urban) adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan merupakan daerah permukiman
yang meliputi kota induk dan wilayah pengaruh di luar batas administratifnya, yaitu
kawasan pinggiran kota (suburban). Kegiatan yang ditampung di kawasan
perkotaan merupakan kegiatan dengan intensitas tinggi, yaitu meliputi
kegiatan-kegiatan permukiman perkotaan, industri, jasa dan perdagangan, serta kegiatan-kegiatan
pelayanan lainnya.
Pertumbuhan ekonomi sektor sekunder dan tersier serta pertumbuhan jumlah
penduduk di Provinsi Sumatera Utara telah mendorong berkembangnya kawasan
perkotaan dan meningkatkan kebutuhan penyediaan prasarana dan sarana
Laporan Final BabIII - 20 Utara harus diarahkan pada pemerataan untuk mendukung pengembangan
struktur ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara yang dituju.
Arahan pengembangan kawasan perkotaan adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan sistem perkotaan diarahkan mengikuti hirarki fungsional yang
ditetapkan dalam rencana struktur ruang dan pusat pelayanan wilayah
Provinsi Sumatera Utara.
b. Kawasan perkotaan Mebidangro dikembangkan sebagai Pusat Kegiatan
Nasional dengan wilayah pelayanan Provinsi Sumatera Utara, Sumatera bagian
Utara, Provinsi lain dan internasional. Kawasan ini dikembangkan dengan
intensitas tertinggi sebagai pusat pelayanan distribusi dan koleksi barang dan
jasa regional. Aktifitas utama yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah
aktifitas sektor tersier dengan jenis kegiatan yang relatif fleksibel, namun
tetap diupayakan mendukung pengembangan sektor primer dan sekunder
yang ada. Sektor sekunder dengan intensitas tinggi yang ada tetap
dikembangkan terutama untuk mendukung sektor tersier dan mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah. Pengembangan kawasan perkotaan
Mebidangro juga diarahkan untuk menampung perkembangan sektor
sekunder dan tersier berskala nasional/ internasional dalam jangka panjang.
Hal ini diperlukan dalam rangka mempertahankan peran dan fungsi Provinsi
Sumatera Utara dalam konstelasi nasional dan regional, terutama dalam
rangka pemupukan sumber dana pembangunan bagi Provinsi Sumatera Utara.
c. Kota-kota PKW/PKW(p) dikembangan dengan intensitas tinggi untuk
mendukung kegiatan sekunder dan tersier yang melayani beberapa wilayah.
Pengembangan PKW/PKW(p) ditekankan pada penguatan hubungan antara
PKW/PKW(p) dengan PKL dan PKW/PKW(p) dengan PKW/PKW(p) dalam
radius pelayanannya.
d. Kota-kota PKL dikembangkan dengan intensitas sedang. Pusat
koleksi/distribusi sekunder dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan wilayah
sekitarnya. Prioritas kegiatan yang dikembangkan meliputi kegiatan perimer
Laporan Final BabIII - 21 skala pelayanan lokal dan tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan
aktifitas sekunder dan tersier dengan skala pelayanan regional.
e. Pusat koleksi/distribusi tersier dikembangkan sebagai pusat pengumpul dan
pengolah hasil pertanian rakyat di wilayah sekitarnya dengan dukungan
feeder-road dari pusat pengumpul ke sentra-sentra penghasil sumberdaya
alam, serta akses menuju jaringan yang menghubungkan kota-kota sekunder
dan primer. Prioritas pengembangan kota-kota tersier adalah aktifitas sektor
sekunder atau pengolahan berskala lokal yang mendukung pengembangan
sektor primer di wilayah hinterlandnya.
f. Penyediaan prasarana dan sarana perkotaan ditujukan untuk mendukung
berbagai kegiatan penduduk di wilayah tersebut dan disesuaikan dengan skala
pelayanannya.
B. Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Pedesaan
Kawasan permukiman pedesaan adalah kawasan permukiman skala kecil yang
ditujukan sebagai pusat kegiatan dalam suatu wilayah pertanian tertentu.
Kawasan ini berfungsi sebagai pusat koleksi pertama dalam rantai produksi
pertanian. Oleh karena itu kawasan permukiman pedesaan berfungsi sebagai
pusat kegiatan pertanian skala lokal.
Pengembangan kawasan permukiman pedesaan dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produktifitas hasil
pertanian. Pengembangan ini juga dimaksudkan untuk menurunkan tingkat
urbanisasi. Oleh karena itu pada kawasan ini perlu didukung dengan sarana dan
prasarana dasar pemenuhan kebutuhan hidup berupa fasilitas sosial dan ekonomi
dengan skala pelayanan lokal. Disamping itu diperlukan fasilitas yang mendukung
perkembangan teknologi dan kelembagaan pertanian perikanan yang mampu
mendukung daya saing komoditas pertanian.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan kawasan permukiman pedesaan dapat
dipusatkan pada kawasan perkotaan yang menjadi pusat keramaian dalam satu
Laporan Final BabIII - 22 C. Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Provinsi Sumatera Utara memiliki perairan laut dan danau yang potensial dan luas,
yang terdiri dari perairan laut pantai timur, pantai Barat, perairan Danau Toba dan
kepulauan. Berbagai kegiatan yang telah berkembang di wilayah pesisir dan
kelautan Sumatera Utara meliputi kegiatan perikanan laut, permukiman nelayan,
pariwisata, perhubungan, dan industri. Agar potensi kelautan tetap terjaga
kelestariannya, maka perlu dikelola secara serasi antara pemanfaatan sumberdaya
laut dan pesisir dengan lingkungannya.
Pengembangan kawasan pesisir dan kelautan diarahkan pada :
a. Mempertahankan kawasan fungsi lindung di sekitar pantai di Asahan, Langkat,
Labuhan Batu, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal dan Nias.
b. Mengembangkan kawasan mangrove untuk mendorong daya dukung
perikanan laut.
c. Pengembangan dan meningkatkan produksi perikanan tangkap laut di pantai
Timur, pantai Barat serta Pulau Nias dan pulau lainnya terutama pada Zona
Ekonomi Ekslusif di Indonesia.
d. Pengembangan kegiatan pertambakan dan pertambakan rakyat yang
berwawasan lingkungan di pantai barat dan di pantai timur.
e. Pengembangan kawasan wisata bahari termasuk pengembangan promosi
pariwisata di Pulau Nias, Medan, Deli Serdang, Tapanuli Tengah dan Sibolga.
f. Mengembangkan sarana dan prasarana bagi peningkatan kegiatan perikanan
meliputi pelabuhan perikanan, prasarana transportasi dari lokasi sumberdaya
laut ke lokasi koleksi dan distribusi, sarana transportasi laut, jaringan irigasi
tambak, alat penangkapan ikan, pakan, pupuk, pengelolaan pembibitan ikan
terpadu, tempat pelelangan ikan di kawasan pantai Langkat, Deli Serdang,
Serdang Bedagai, Medan, Asahan, Tanjungbalai, Labuhan Batu, Sibolga,
Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, dan Nias dan Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) yang tersebar di Pantai Timur maupun Pantai Barat Sumatera Utara,
diantaranya adalah di Kabupaten Langkat: PPI Pangkalan Susu, PPI Pangkalan
Berandan, PPI Kuala Gebang; di Kota Medan : PPI Kampung Nelayan, PPI
Laporan Final BabIII - 23 Perak, PPI Pantai Labu; di Kabupaten Serdang Bedagai: PPI Tanjung Beringin,
PPI Sialang Buah, PPI Bandar Khalipah; di Kabupaten Batu Bara : PPI Pangkalan
Dodek, PPI Tanjung Tiram; di Kota Tanjung Balai : PPI Pacak Kerang; di
Kabupaten Asahan : PPI Rantau Panjang, PPI Sei Kepayang; di Kabupaten
Labuhan Batu : PPI Sei Berombang; di Kabupaten Tapanuli Tengah: PPI
Sorkam, PPI Barus; di Kota Sibolga: PPI Sarudik; di Kota Mandailing Natal: PPI
Batahan, PPI Natal, PPI Sikara-Kara; Kota Gunung Sitoli : PPI Gunung Sitoli;
Kabupaten Nias Selatan : PPI Teluk Dalam, PPI Pulau Telo.
g. Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di sentra-sentra perikanan
melalui melalui pengembangan teknologi penangkapan ikan dan pengolahan
hasil tangkapan ikan yang lebih baik tanpa mengganggu atau merusak
ekosistem laut.
h. Meningkatkan prasarana dan sarana bagi permukiman nelayan.
i. Meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana pelabuhan ekspor impor di
Belawan.
j. Meningkatkan pengamanan kawasan laut dari pencurian ikan serta
pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya pesisir laut dan
pulau – pulau kecil.
D. Rencana Pengembangan Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang berpotensi tinggi mengalami
bencana alam yang disebabkan oleh peristiwa geologi, non geologi dan faktor
manusia. Kawasan rawan bencana yang ada di Provinsi Sumatera Utara adalah :
a. Kawasan rawan massa gerakan tanah/tanah longsor
Kawasan ini terletak pada sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar
Bukit Barisan membujur arah Utara - Selatan pada dasarnya potensial terhadap
gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang.
Termasuk dalam kawasan ini Kabupaten Tapanuli Utara pada Kecamatan
Muara, Sipoholon, Dolok Sanggul, Lintong Nihuta, Baki, Raja,
Siborong-borong, Pagaran, Onan Ganjang, Tarutung, Adian Koting, Pahae Julu, Pahae
Jae; Kabupaten Samosir pada Kecamatan Simanindo, Pangururan, Sianjur
Laporan Final BabIII - 24 Kecamatan Laguboti, Porsea, Habinsaran; Kabupaten Tapanuli Tengah pada
Kecamatan Barus, Kolang, Tapian Nauli, Lumut, Sibabangun; Kabupaten
Mandailing Natal pada Kecamatan Siabu, Panyabungan, Batang Natal,
Kotanopan; Kabupaten Pakpak Bharat pada Kecamatan Sitelu Taliutang Jahe,
Sitelu Taliutang Julu, Taliutang Salak, Taliutang PGGS, Kerajaan; Kabupaten
Humbang Hasundutan pada Kecamatan Tigalingga, Siempat Nempu, Silima
Pungga-Pungga, Pegagan, Sumbul, Sidikalang, Parbuluan; Kabupaten
Simalungun pada Kecamatan Dolok Silau, Silimakuta, Dolok Pardamean,
Sidamanik, Dolok Panribuan, Girsang Sipangan Bolon; Kabupaten Deli Serdang
pada Kecamatan Namorambe, STM Hilir, Biru-biru, Sibolangit, STM Hulu,
Bangun Purba, Kabupaten Karo pada Kecamatan Mardinding, Kutabuluh, Lau
Baleng, Tiga Binanga, Simpang Empat, Kabanjahe, Barusjahe, Merek;
Kabupaten Langkat pada Kecamatan Padang Tualang, Bahorok, Salapian,
Kwala, Sei Bingai; Termasuk Pulau Nias bagian Selatan dan bagian Tengah
yaitu: Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias pada Kecamatan Hiliduho;
Kabupaten Nias Barat pada Kecamatan Mandrehe serta Kota Gunung Sitoli
pada Kecamatan Gunung Sitoli.
b. Kawasan rawan zona patahan aktif;
Posisi wilayah Sumatera Utara terhadap Pulau Sumatera yang terletak
diantara Lempeng Asia dan Lempeng Australia mengakibatkan terdapatnya
kawasan rawan pada zona tumbukan lempeng di wilayah pantai barat, wilayah
daratan Sumatera Utara dan wilayah pantai Kepulauan Nias.
c. Kawasan rawan gelombang pasang air laut, abrasi dan tsunami; gelombang
pasang; rawan abrasi meliputi wilayah pantai timur, pantai barat dan wilayah
pantai Kepulauan Nias
d. Kawasan rawan banjir/ banjir bandang yang terletak di sepanjang pantai Timur
yang dilalui oleh jalur lintas timur Sumatera dan wilayah pantai Kepulauan
Nias.
e. Kawasan Rawan Angin Puting Beliung berada di Kabupaten Langkat, Deli
Laporan Final BabIII - 25 f. Kawasan Rawan Kebakaran hutan meliputi kawasan sepanjang kawasan
Danau Toba.
g. Kawasan rawan letusan gunung berapi.
3.3.6.Rencana Pengembangan Peruntukan Pariwisata
A. Rencana Pengembangan Pariwisata Alam
Wisata alam merupakan jenis wisata yang mengandalkan daya tarik
keindahanbentukan alam, dapat berupa pantai, laut, danau, pegunungan, flora,
fauna, danlain sebagainya. Arahan lokasi untuk pengembangan pariwisata alam di
Kabupaten Mandailing Natal adalah Pantai Natal.
B. Rencana Pengembangan Kawasan Pariwisata Budaya
Merupakan jenis wisata dengan daya tarik budaya, dapat berupa
peninggalanjaman dahulu, berupa bangunan dan kawasan permukiman yang
masihmemelihara tradisi. Di wilayah Sumatera Utara terdapat beberapa objek
wisatabudaya diantaranya:
1. Peninggalan situs candi/Biara di Kabupaten Padanglawas, Padanglawas Utara
dan Mandailing Natal;
2. Situs Benteng Portugis, Gua Jepang dan Gua Portugis di Kabupaten
MandailingNatal;
C. Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan lindung lainnya di Provinsi Sumatera Utara terdiri atas :
1. Kawasan lindung Taman Buru Pulau Pini di kepulauan Nias.
2. Kawasan terumbu karang, meliputi:
a. Pesisir pantai dan perairan Kepulauan Pulau Poncan Godang, Poncan
Kecil, Pulau Unggas, Pulau Bakal, Pulau Tunggul Nasi, Pulau Bansalar dan
Pulau Talam di Kabupaten Tapanuli Tengah.
b. Kepulauan Nias sekitar perairan Pulau Nias, Pulau Masin, Pulau Pasakek,
Pulau Sumbawa dan Pulau Kasik, di Pantai Timur.
c. Perairan sekitar Pulau Berhala Kabupaten Serdang Bedagai.
d. Arboretum Muara Siponggi Kabupaten Mandailing Natal dan Arboretum
Laporan Final BabIII - 26
3.4. MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI
INDONESIA (MP3EI)
Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025,
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai
dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.
Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang
diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang
terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK.
Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi
atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas
dan SDM IPTEK yang sama.
KPI dapat menjadi KPI prioritas dengan kriteria sebagai berikut:
a. Total nilai investasi pada setiap KPI yang bernilai signifikan;
b. Keterwakilan Kegiatan Ekonomi Utama yang berlokasi pada setiap KPI;
c. Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap sentrasentra produksi di
masing-masing KPI.
Kesesuaian terhadap beberapa kepentingan strategis (dampak sosial, dampak
ekonomi, dan politik) dan arahan Pemerintah (Presiden RI).
3.5. KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)
Undang Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus adalah
kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu.
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan
dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten
Laporan Final BabIII - 27 ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yang
merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki :
a. Potensi ekonomi cepat tumbuh;
b. Sektor unggulan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi;
c. Potensi ekspor;
d. Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
e. Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
f. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam mewujudkan
ketahanan pangan;
g. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam
mewujudkan ketahanan energi;
h. Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam
wilayah kabupaten.
Berdasarkan UU tersebut berikut beberapa jenis kawasan strategis ekonomi,
antara lain adalah :
a. Kawasan metropolitan;
b. Kawasan ekonomi khusus;
c. Kawasan strategis cepat tumbuh;
d. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu;
e. Kawasan tertinggal;
f. Kawasan perdagangan dan pelabuhan bebasis.
Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK
adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian
dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara
lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi,
dan ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan
Usaha yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah
provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat juga
Laporan Final BabIII - 28 kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Sedangkan lokasi KEK yang
diusulkan dapat merupakan area baru maupun perluasan dari KEK yang sudah ada.
Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :
a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu
kawasan lindung;
b. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota
yang bersangkutan;
c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau
dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah
potensi sumber daya unggulan;