1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Mekanisme reaksi merupakan urutan langkah yang menggambarkan cara sebuah pereaksi membentuk produk yang bersifat rekaan atau hipotesis. Pada dasarnya proses perubahan suatu pereaksi menjadi produk dibedakan menjadi dua cara yaitu reaksi elementer dan reaksi komplek. Proses perubahan pereaksi menjadi produk melalui satu tahap reaksi dikenal sebagai reaksi elementer. Apabila berlangsung melalui lebih dari satu tahap reaksi, maka reaksi ini disebut sebagai reaksi komplek. Reaksi yang sering ditemui di alam atau di laboratorium umumnya memiliki mekanisme yang melibatkan beberapa proses elementer atau tahapan reaksi.
Reaksi hidrogen peroksida dengan iodida merupakan salah satu reaksi kompleks yang sering ditemukan dalam buku-buku kimia terutama pada pembahasan mengenai kinetika reaksi. Penelitian mengenai reaksi ini telah dipelajari setidaknya sejak tahun 1866 oleh Harcourt dan Esson (Harcourt dan Esson, 1867 dalam Liebhafsky dan Mohammad, 1933). Meskipun telah lama dipelajari, mekanisme reaksi dari reaksi ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Penelitian mengenai reaksi inipun masih terus dikembangkan (Milenkovic dan Stanisvljev, 2011).
Reaksi hidrogen peroksida dengan iodida bergantung pada suasana campuran. Pada suasana basa, reaksi dihasilkan produk O2 sedangkan pada
suasana asam didapatkan produk berupa I3-(Lestari, 2003). Pada suasana asam
Liebhafsky dan Mohammad (1933) dalam reaksinya menyatakan hukum laju reaksi merupakan penjumlahan danberorder satu terhadap masing-masing pereaksi. Beberapa penelitian selanjutnya seperti Sattsangi (2010) dan Ed Vitz (2007) juga menyatakan reaksi berorder satu terhadap masing-masing pereaksi.
Didapatkanya H2O2 dan I
-berorder satu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode laju awal dengan pendekatan tahap penentu laju. Namun, reaksi yang diusulkan memberikan hukum laju yang berbeda secara teoritis apabila diturunkan menggunakan pendekatan keadaan mantap. Selain itu, seperti yang telah diketahui bahwa metode laju awal kurang tepat diterapkanpada reaksi kompleks karena dapat dimungkinkan terjadi perubahan order reaksi selama percobaan.
Pendekatan dengan keadaan mantap dari mekanisme yang diberikan dimungkinkan dapat memberikan order reaksi I-dan H2O2bernilai satu atau nol
bergantung pada konsentrasinya. Hakim (2013) dalam percobaannya mendapatkan H2O2 dapat berorder nol. Didapatkannya kondisi H2O2 dapat
berorder nol ini dirasa menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengetahui apakah I- juga dapat berorder nol atau tidak. Selama ini reaksi masih sering dianggap berorder satu terhadap I-.
Selain reaksi dinyatakan berorder satu, hukum laju mekanisme reaksi juga dinyatakan sebagai bentuk penjumlahan. Liebhafsky dan Mohammad (1933) menyatakan hukum laju penjumlahan berasal dari reaksi antara H+, I-, dan H2O2
serta reaksi yang lain terjadi yakni antara H2O2 dan I-. Percobaan Lestari (2003)
menyatakan bahwa reaksi antara H2O2dan I-tanpa adanya H+akan dihasilkan gas
O2. Hukum laju dalam reaksi ini perlu diteliti lebih lanjut karena Liebhafsky
Mohammad (1933) dan beberapa penelitian setelahnya tidak menyebutkan adanya O2dalam reaksi tersebut.
Dengan terbuktinya mekanisme reaksi yang berlangsung, permasalahan berikutnya yang masih belum jelas adalah peranan H+ dalam reaksi. Copper-Koubek (1998) menyatakan H+ bertindak sebagai katalis namun berdasarkan persamaan stokiometri yang diajukan, H+diisyaratkan bukan sebagai katalis. Atas dasar hal ini, dirasa perlu untuk dilakukan penelitian mengenai peran H+ dalam reaksi ini.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Pembuktian terhadap mekanisme reaksi yang diusulkan dapat dilakukan dengan merujuk pada hukum lajunya. Untuk reaksi komplek akan lebih tepat jika dilakukan dengan pendekatan keadaan mantap. Dengan menggunakan pendekatan keadaan mantap, kedua mekanisme reaksi yang diusulkan memberikan hukum laju yang berbeda.
Pendekatan dengan keadaan mantap dari mekanisme yang diberikan akan memberikan order reaksi I-dan H2O2dapat bernilai satu atau nol bergantung pada
konsentrasinya. Penelitian mengenai reaksi ini perlu dilakukan karena reaksi masih dipercaya berorder satu terhadap masing-masing pereaksi. Hakim (2013) telah melakukan percobaan dengan H2O2 sebagai pereaksi pembatas. Hasil
percobaan sesuai dengan pendekatan keadaan mantap yaitu H2O2dapat berorder
nol dan satu. Sementara percobaan terhadap order I- ketika I-sebagai pereaksi pembatas belum dilakukan. Percobaan dengan I-sebagai pereaksi pembatas dapat memberikan hasil yang sama atau berbeda dengan hasil jika H2O2 sebagai
pereaksi pembatas.
Penelitian terhadap reaksi hidrogen peroksida dengan iodida pada suasana asam telah dilakukan oleh Liebhafsky dan Mohammad (1933). Beberapa penelitian selanjutnya menjabarkan reaksi yang diusulkan Liebhafsky dan Mohammad (1933). Mekanisme reaksi tersebut melibatkan pembentukan HOI. Berdasarkan usulan mekanisme yang diberikan, pembentukan HOI diusulkan melalui beberapa cara. Cara pertama, H+ bereaksi dengan H2O2 membentuk zat
antara H3O2+. Selanjutnya, H3O2+ yang terbentuk kemudian bereaksi dengan I
-membentuk HOI sesuai dengan reaksi yang digunakan Copper dan Koubek (1998). Sedangkan cara kedua HOI diperkirakan terbentuk melalui reaksi antara H2O2 dengan HI (Levine, 2009). Dalam hal ini, H+merupakan suatu asam dan
akan cenderung mengikat suatu senyawa dengan lone pair elektron seperti H2O2.
Mekanisme reaksi dimungkinkan mengikuti cara pertama yaitu H2O2 bereaksi
Desain percobaan kinetika terhadap suatu pembuktian reaksi dapat dilakukan dengan menggunakan pengamatan terhadap ketiga pereaksi atau dengan metode isolasi. Metode isolasi dilakukan dengan pengamatan salah satu pereaksi sementara pereaksi lain dibuat konstan. Reaksi hidrogen peroksida dengan iodida pada suasana asam melibatkan tiga pereaksi sehingga percobaan dengan metode isolasi dinilai lebih mudah karena pengamatan dilakukan terhadap satu persatu pereaksi.
Pengamatan reaksi dapat dilakukan dengan metode laju awal atau pengamatan hingga akhir reaksi. Salah satu kelemahan metode laju awal adalah laju reaksi yang teramati hanyalah pada awal-awal reaksi sehingga untuk reaksi yang dapat memberikan dua order reaksi dari salah satu pereaksi akan sulit teramati.
Pengamatan terhadap laju reaksi dapat dilakukan berdasarkan perubahan konsentrasi pereaksi, zat antara, atau produk. Dalam reaksi ini laju reaksi lebih mudah diikuti dari pertambahan konsentrasi produk I3-. Hal ini dikarenakan I3
-merupakan senyawa berwarna yang dapat diamati menggunakan spektrofotometri Uv-Vis (Lestari, 2003).
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah temperatur. Laju reaksi umumnya akan bertambah dengan naiknya temperatur (Espenson, 1995). Kenaikan temperatur secara drastis dapat merubah mekanisme reaksi atau harga kobs. Sementara pada suhu ruang temperatur tidak berubah secara signifikan.
Permasalahan selanjutnya adalah peranan H+ dalam reaksi. Copper dan Koubek (1998) menjelaskan reaksi tidak terkatalisis H+dengan suatu buffer asetat sedangkan untuk menjelaskan reaksi terkatalisis H+ digunakan asam nitrat. Bila dicermati kembali, reaksi menggunakan buffer asetat masih terdapat H+ yang berpengaruh dalam campuran. Selain itu, asam nitrat dapat bertindak sebagai oksidator sehingga sangat mungkin akan didapatkan nilai kobs yang berbeda
dibandingkan pada kondisi percobaan menggunakan buffer asetat. Ada dua kemungkinan dalam hal ini yaitu hukum lajunya tetap penjumlahan atau bukan merupakan penjumlahan yang dipengaruhi karena desain percobaan yang
dilakukan dirasa kurang tepat. Atas dasar hal ini, dirasa perlu juga untuk dilakukan penelitian mengenai peran H+sebagai katalis dalam reaksi ini.
Penelitian hukum laju apakah merupakan penjumlahan atau bukan dapat dilakukan dengan sistem pengukur volume O2dan pengamatan nilai kobs..Sistem
pengukur volume digunakan untuk mengukur volume O2 yang dihasilkan dari
reaksi. Penelitian dengan percobaan tersebut dilakukan karena dapat menunjukkan ada tidaknya oksigen yang terbentuk sebagai hasil dari dekomposisi H2O2
terkatalisis I-.
Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat reaksi namun dihasilkan kembali tanpa ikut terkonsumsi. Peran katalis dalam mempercepat suatu reaksi dapat teramati dari nilaikobsyang didapatkan dalam percobaan. Adapun konsumsi
terhadap H+ yang dinyatakan sebagai katalis dapat diikuti dari perubahan pH reaksi pada waktu yang cukup lama hingga diperkirakan reaksi telah mendekati akhir.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, batasan masalah penelitian ini adalah:
a. Pendekatan hukum laju reaksi hidrogen peroksida dengan iodida didasarkan pada pendekatan keadaan mantap.
b. Mekanisme reaksi yang dibuktikan adalah mekanisme yaitu pada tahap awal H2O2bereaksi dengan H+.
c. Penelitian hukum laju penjumlahan dilakukan pada konsentrasi I- relatif lebih kecil dibanding H2O2dan H+dengan pengamatan hingga akhir reaksi.
d. Laju reaksi diikuti dari laju pertambahan I3-menggunakan Spektrofotometer
Uv-Vis.
e. Reaksi dilakukan pada temperatur kamar.
f. Peran H+ yang dinyatakan sebagai katalis dapat diikuti dari perubahan pH reaksi.
3. Rumusan Masalah
Sejalan dengan identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah penelitian ini adalah:
a. Apakah mekanisme reaksi konsisten terhadap hasil percobaan yaitu I- dapat berorder nol dan satu?
b. Apakah hukum laju mekanisme sesuai dengan hasil percobaan sebagai bentuk penjumlahan?
c. Apakah H+berperan sebagai katalis?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Membuktikan apakah mekanisme reaksi konsisten terhadap hasil percobaan yaitu I-dapat berorder nol dan satu.
2. Membuktikan apakah hukum laju mekanisme sesuai dengan hasil percobaan sebagai bentuk penjumlahan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini adalah:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai kemungkinan reaksi yang berlangsung.
2. Secara praktis penelitian ini menghasilkan suatu desain praktikum kinetika reaksi sehingga dapat dijadikan sebagai usulan praktikum kinetika reaksi.