• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kesadaran masyarakat akan penampilan terus meningkat saat ini, tuntutan pasien akan penampilan gigi yang baik juga sangat tinggi. Salah satu perawatan gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara pemulihan kembali warna gigi yang berubah warna, sampai mendekati warna gigi asli melalui proses perbaikan secara kimiawi (Rizkitasari dkk., 2012). Perawatan bleaching banyak dipilih karena prosedurnya mudah dan efektif untuk

meningkatkan penampilan seseorang.

Penampilan gigi yang estetik secara normal harus dilihat bentuk dan warna gigi tersebut (Gurel, 2003). Plotino dkk. (2008) menyatakan bahwa warna gigi merupakan suatu kombinasi dari suatu fenomena yang berkaitan dengan sifat optis dan pencahayaan. Pada dasarnya warna gigi ditentukan oleh warna dentin, pewarnaan intrinsik dan ekstrinsik. Pewarnaan intrinsik ditentukan oleh sifat optis email, dentin, dan interaksinya dengan cahaya, sedangkan pewarnaan ekstrinsik tergantung dari penyerapan material pada permukaan email. Menurut Roberson dkk. (2006), warna gigi tergantung dari warna dentin, ketebalan email, dan adanya pewarnaan pada lapisan email. Email sendiri memiliki sifat semitranslusen dan translusensi email bervariasi tergantung dari derajat kalsifikasinya. Perubahan yang terjadi pada struktur email, dentin, atau pulpa koronal dapat menyebabkan perubahan transmisi cahaya pada gigi (Joiner, 2006).

(2)

Diskolorasi gigi bervariasi bila dilihat dari etiologi, penampilan, lokasi, keparahan, dan pelekatannya terhadap struktur gigi. Berdasarkan lokasi dan etiologinya, diskolorasi dapat dikelompokkan menjadi ekstrinsik, intrinsik, dan kombinasi dari keduanya. Penyebab utama dari diskolorasi ekstrinsik adalah kromogen dari makanan atau minuman yang dikonsumsi setiap hari seperti anggur, kopi, teh, wortel, jeruk, tembakau, obat kumur atau plak pada permukaan gigi. Diskolorasi intrinsik dapat disebabkan oleh faktor sistemik dan lokal, penyebab diskolorasi sistemik diantaranya obat – obatan (tetrasiklin), metabolik (kalsifikasi distrophik, fluorosis), dan genetik (amelogenesis imperfekta, dentinogenesis imperfekta), sedangkan faktor lokal penyebab diskolorasi intrinsik contohnya seperti nekrosis pulpa, hemoragi intrapulpa, jaringan pulpa yang tersisa pasca perawatan saluran akar, bahan pengisi saluran akar, resorpsi akar, penuaan (Plotino dkk., 2008). Diskolorasi gigi dapat dirawat dengan berbagai cara seperti bleaching, mikroabrasi, makroabrasi, veneering, dan mahkota jaket porselen. Dari

beberapa macam perawatan tersebut bleaching merupakan metode invasif minimal untuk mendapatkan hasil estetis yang optimal (Malkondu dkk., 2011).

Ada beberapa macam perawatan bleaching untuk gigi vital, yaitu bleaching ekstrakoronal in-office yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik dan at-home bleaching yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah. Pada gigi non vital

pasca perawatan saluran akar, bleaching dilakukan secara intra koronal yaitu dalam ruang pulpa dan dapat dilakukan dengan teknik walking bleach, teknik termokatalitik maupun kombinasi keduanya (Elvi dkk., 2012) dan yang paling populer menggunakan teknik walking bleach (Attin dkk., 2004). Menurut Plotino

(3)

dkk. (2008), bleaching intrakoronal menggunakan bahan hidrogen peroksida 30 % sebagai kombinasi sodium perborat untuk meningkatkan efektivitas bleaching.

Campuran tersebut diletakkan dalam kamar pulpa beberapa hari dan kavitas tersebut ditutup dengan tumpatan sementara.

Berbagai macam bahan digunakan sebagai bahan bleaching intrakoronal dengan teknik walking bleach seperti campuran sodium perborat dan air , campuran sodium perborat dan hidrogen peroksida, gel karbamid peroksida dan gel hidrogen peroksida (Attin dkk., 2003). Pada bleaching dengan menggunakan hidrogen peroksida menghasilkan reaksi oksidasi pada rantai molekuler pigmen organik dengan radikal bebas, radikal bebas akan bereaksi dengan ikatan ganda dari molekul organik kromogen pada tubuli dentin menjadi molekul yang lebih sederhana, yang bersifat kurang memantulkan sinar sehingga menyebabkan warna gigi menjadi lebih terang. Molekul organik yang lain akan diubah lagi menjadi molekul yang sangat sederhana yang memiliki berat molekul sangat kecil dan kemudian akan berdifusi keluar dari gigi (Roberson dkk., 2006).

Pada perawatan bleaching gigi non vital, bahan pengisi saluran akar pada gigi yang telah dirawat saluran akar dikurangi 1-2 mm disebelah apikal orifis kemudian diberi cervical barrier. Cervical barrier ini sangat penting karena digunakan untuk mencegah masuknya bahan bleaching ke bagian apikal.

Beberapa bahan dapat digunakan sebagai cervical barrier ini seperti semen ionomer kaca, tumpatan sementara, material pengisi hydraulic (Cavit, Coltosol), resin komposit, tumpatan sementara aktivasi sinar, semen seng oksid, dan semen seng fosfat (Plotino dkk., 2008). Menurut Rotstein dkk. (1992), cervical barrier

(4)

dari semen ionomer kaca dengan ketebalan 2 mm dapat mencegah masuknya cairan hidrogen peroksida 30% ke dalam saluran akar. Perawatan bleaching intrakoronal memiliki beberapa efek negatif seperti resorpsi cervical, berkurangnya kekuatan ikat, dan meningkatnya kebocoran tepi restorasi resin komposit setelah perawatan bleaching (Freire dkk., 2009). Menurut Wolcott dkk.

(1999) sifat-sifat ideal yang harus dimiliki cervical barrier meliputi: a) mudah untuk diaplikasikan, b) mempunyai ikatan dengan struktur gigi, c) dapat menutup kebocoran, d) dapat dibedakan dari struktur gigi asli dan e) tidak mengganggu restorasi akhir yang akan dibuat.

Semen ionomer kaca modifikasi resin (IKMR) adalah gabungan dari unsur semen ionomer kaca (SIK) konvensional dan resin komposit aktivasi sinar tampak. IKMR diklaim memiliki semua sifat-sifat penting dari SIK yang meliputi : biokompatibilitas yang bagus, koefisien termal ekspansi yang mirip dengan struktur gigi, compressive strength yang baik, dapat berikatan secara kimiawi dengan email dan dentin, tidak mudah larut, aplikasinya mudah, tersedia pilihan warna yang dapat disesuaikan dengan warna gigi. IKMR mempunyai dua tahap pengerasan, tahap pertama dengan aktivasi sinar dari polimerisasi Hydroxyethil Metacrylate (HEMA) dan tahap kedua, dengan reaksi asam basa (Erdilek dkk.,

1997). Kontak IKMR dengan gigi lebih baik daripada SIK karena ada kandungan resin. Koefisien thermal expansion secara klinis tinggi dibandingkan dengan SIK, tetapi tetap lebih baik bila dibandingkan resin komposit, sehingga penyusutan polimerisasinya lebih kecil dan dapat mencegah kebocoran mikro (Davidson dan Mjor, 1999).

(5)

Kompomer merupakan suatu bahan restorasi yang dirancang untuk menggabungkan kemampuan estetis resin komposit dengan kemampuan pelepasan fluoride dari semen ionomer kaca. Kompomer tidak mengandung air dan sebagian besar dari komponennya mirip dengan resin komposit. Bahan ini memiliki kekuatan mekanik yang tidak berbeda jauh dari resin komposit (Nicholson, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh Peutzfeldt dkk. (1997) menunjukkan bahwa kekerasan kompomer lebih baik daripada IKMR, namun kompomer memiliki beberapa kekurangan diantaranya seperti aplikasinya memerlukan bahan bonding karena sulit berikatan dengan jaringan gigi dan kemampuan pelepasan fluornya juga dibawah semen ionomer kaca (Nicholson, 2006).

El-Murr dkk. (2011) menyatakan bahwa terdapat penelitian yang mengevaluasi efek karbamid peroksida 15% terhadap semen ionomer kaca (SIK) dan kompomer selama 14 hari dengan paparan bahan bleaching 8 jam per hari, dan ditemukan adanya perubahan seperti retak dan celah pada permukaan SIK bila dilihat dengan scanning electron microscopy (SEM). Taher (2005) menemukan adanya efek pelunakan dan perubahan kekerasan permukaan pada IKMR yang diberi karbamid peroksida 15% dan hidrogen peroksida 35%. Pada perawatan at-home bleaching dengan karbamid peroksida 15% kekerasannya turun 2,6% dibanding dengan grup kontrol sedangkan pada perawatan in-office bleaching menggunakan hidrogen peroksida 35% kekerasan bahan berkurang sebanyak 23,1%. Pada penelitian menggunakan kompomer yang diberi karbamid peroksida 10% dan 15% menunjukkan peningkatan kekasaran permukaan, pada

(6)

pemeriksaan SEM terlihat adanya retakan pada permukaan bahan. Hal ini disebabkan oleh lepasnya ikatan filler-matriks pada permukaan kompomer yang disebabkan oleh radikal bebas peroksida (Rossentritt dkk., 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yap dan Wattanapayungkul (2002) tidak ditemukan adanya perubahan kekerasan permukaan pada IKMR dan kompomer saat menggunakan bahan bleaching konsentrasi tinggi.

Menurut Turkun dan Turkun (2004), penempatan bahan cervical barrier pada walking bleach sangat penting untuk mencegah penetrasi bahan bleaching.

Perubahan kekerasan permukaan pada cervical barrier ini dapat menyebabkan timbulnya celah yang nantinya dapat mengakibatkan difusi bahan bleaching dari kamar pulpa ke permukaan luar melalui tubuli dentinalis dan menyebabkan resorpsi eksternal pada bagian cervical gigi (Olievera dkk., 2003). Hal serupa juga dikatakan oleh Swartz dan Fransman (2005) bahwa cervical barrier merupakan pertahanan untuk mencegah kebocoran bahan bleaching dari kamar pulpa ke permukaan luar gigi.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan: apakah terdapat perbedaan perubahan kekerasan mikro permukaan IKMR dan kompomer sebagai bahan cervical barrier setelah aplikasi hidrogen peroksida 35%.

(7)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perubahan kekerasan mikro permukaan IKMR dan kompomer sebagai bahan cervical barrier setelah aplikasi hidrogen peroksida 35%.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan penelitian di bidang kedokteran gigi.

2. Memberikan rekomendasi bagi dokter gigi, khususnya di bidang konservasi gigi dalam memilih bahan cervical barrier saat melakukan perawatan bleaching intrakoronal.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian Mujdeci dan Gokay (2006) mengenai efek at-home bleaching menggunakan karbamid peroksida 10% dan hidrogen peroksida 14% terhadap resin komposit, kompomer, dan SIK menunjukkan tidak terdapat perubahan kekerasan pada bahan – bahan restorasi tersebut. Hao Yu dkk (2009) meneliti pengaruh bleaching gel terhadap kekerasan resin komposit, SIK, dan kompomer yang terpapar karbamid peroksida 15% pada perawatan at home bleaching. Bahan – bahan restorasi tersebut terpapar bahan bleaching selama 28 hari berturut – turut dan SIK mengalami peningkatan kekerasan setelah aplikasi bahan bleaching tersebut.

(8)

Bedanya dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini akan melihat perbedaan kekerasan IKMR dan kompomer setelah aplikasi hidrogen peroksida 35% pada perawatan bleaching intrakoronal.

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang

Visi USU yaitu “Menjadi PT yang memiliki keunggulan akademik” pada visi universitas, pernyataan “menjadi lembaga pendidikan, penelitian, yang unggul” pada visi

Perubahan karakter permukaan yang disebabkan oleh adanya urbanisasi, cenderung menyebabkan menurunnya tingkat evapotranspirasi suatu daerah karena sumber air

GULER (2005): Effects of vitamin E and vitamin C dietary supplementation on egg production and egg quality of laying hens exposed to a chronic heat stress. (2009):

The narrative that follows is an attempt to depict life at the midpoint of the thirteenth century in one of the newly revived cities: Troyes, capital of the rich county of

Peneliti lebih tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh pijat refleksi terhadap penurunan tekanan darah karena penderita hipertensi lebih banyak

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara alternatif yang dapat digunakan sebagai intervensi mandiri yang dilakukan perawat klinis dalam penatalaksanaan

Munculnya obyek wisata baru seperti obyek wisata rohani Katolik sendang Sono, sendang Ganjuran, dan sendang sriningsih membawa dampak positif yaitu meningkatkan keadaan sosial