• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI

UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN

(2)
(3)

STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS

PERDESAAN Andi Ishak, Dedi Sugandi, dan Umi Pudji Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK Kegiatan pertanian di perdesaan didominasi oleh usaha skala mikro yang salah satu permasalahan mendasarnya adalah kekurangan akses terhadap sumber permodalan. Oleh

karenanya berbagai strategi pemberdayaan permodalan petani telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian diantaranya melalui penyaluran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada petani yang tergabung dalam wadah gabungan kelompok tani (gapoktan) pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Pengkajian tentang strategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) sebagai sumber permodalan petani dilaksanakan pada 5

gapoktan penerima dana BLM-PUAP di Kota Bengkulu untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam pengembangan lembaga keuangan mikro gapoktan sebagai sumber permodalan petani di Kota Bengkulu. Pengkajian dilakukan pada bulan September sampai Desember 2010 menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diamati meliputi parameter

keragaan gapoktan terdiri dari aspek organisasi, aspek pengelolaan A, dan aspek kinerja LKM-A. Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap data keragaan gapoktan, sedangkan strategi pengembangan LKM-A dianalisis dengan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) untuk memperkuat manajemen LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis dapat dilakukan melalui peningkatan intensitas pendampingan, (2) peningkatan sumber permodalan LKM-A

dilakukan dengan cara menggalang modal keswadayaan dan kemitraan. Kata kunci: modal, petani, strategi

ABSTRACT Agricultural activities in rural areas is dominated by micro-scale enterprises which one of the fundamental problems is the lack of access to capital sources. Therefore capital farmer empowerment strategies have been conducted by the Ministry of Agriculture among others through the distribution of funds Direct Aid Society (DAS) to farmers who are members of the farmer groups asssociation (FGA) in Rural Agribusiness Development Program (RADP). Assessment of Micro

Finance Institution of Agribussiness (MFI-A) development strategy as a source of capital farmer held on 5 FGA DAS-RADP grantees in Bengkulu City to formulate strategic steps in the development of microfinance institutions as sources of capital farmer in the Bengkulu City. The assessment conducted in from September to December 2010 using the survey method and direct observation. The observed data include the DAS performance parameters consists of organizational aspects, management aspects of the MFI-A, and 1

the performance aspects of MFI-A. The data were analyzed descriptively to the DAS performance DAS, while the MFI-A development strategy was analyzed with SWOT analysis. The results showed that: (1) to strengthen the management of MFI-A in the development of agribusiness can be done by increasing the intensity of assistance, (2) increase capital sources MFI-A was done by raising capital self-reliance and partnership. Keywords: capital, farmers, strategy

I. PENDAHULUAN Salah satu permasalahan klasik yang dihadapi sektor pertanian adalah masalah permodalan. Ashari (2009) mencatat bahwa selama empat dekade terakhir pemerintah telah mengucurkan anggaran program bantuan kredit atau modal untuk sektor pertanian, baik yang bersumber dari APBN seperti Kredit Bimas, Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), maupun dana yang berasal dari kerjasama internasional seperti Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K). Upaya pemerintah ini tidak lepas dari kenyataan bahwa sebagian besar petani di Indonesia yang lemah dalam permodalan di satu sisi dan pentingnya peranan sektor ini di sisi lain. Untuk

(4)

mendekatkan sumber pelayanan di sektor pertanian kepada petani, maka sejak tahun 2008 diinisiasi Program PUAP yang merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri). PUAP dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian melalui bentuk penyaluran dana BLM untuk usaha produktif dalam rangka pengembangan usaha agribisnis di perdesaan. PUAP dirancang secara partisipatif dengan petani, kelompok tani, dan gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai pelaku utama yang difasilitasi oleh pemerintah dari tingkat Kementerian Pertanian sampai ke desa/kelurahan. Di Kota Bengkulu sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, sebanyak 46 gapoktan menjadi pelaksana program PUAP (26 gapoktan tahun 2008 dan masingmasing 10

gapoktan pada tahun 2009 dan 2010) dengan jumlah dana BLM yang telah disalurkan sejumlah 4,6 milyar rupiah. Potensi pemberdayaan ekonomi petani dan pengembangan agribisnis melalui

penyaluran dana BLM-PUAP merupakan suatu tantangan bagi semua pihak terkait dari pusat sampai ke daerah, khususnya bagi gapoktan sebagai pelaksana utama Program PUAP di lapangan. Namun sayangnya bahwa tidak semua dana BLM yang disalurkan kepada petani dapat berkembang dengan baik, tercatat dari 26 gapoktan penerima dana BLM tahun 2008, hanya 5 gapoktan yang

menunjukkan kinerja yang baik dalam pengelolaan dana (BPTP Bengkulu, 2010), sehingga strategi pengembangan permodalan gapoktan menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji guna merumuskan langkah-langkah strategis dalam pengembangan lembaga keuangan mikro gapoktan sebagai sumber permodalan petani di Kota Bengkulu sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan.

2

II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan September s/d Desember 2010. Lokasi penelitian di Kota Bengkulu dengan melakukan survei pada 5 gapoktan penerima dana BLM-PUAP tahun 2008 di Kota Bengkulu yaitu Gapoktan Mesra Jaya (Kelurahan Sawah Lebar Lama), Wira Tani (Sumber Jaya), Sekar Wangi (Padang Serai), Karya (Pekan Sabtu), dan Flamboyan Raya (Bajak). Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survei dan pengamatan lapangan. Data yang dikumpulkan meliputi keragaan gapoktan dan identifikasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dengan cara wawancara dengan pengurus gapoktan, PMT, petugas penyuluh pendamping, Tim Teknis Kota Bengkulu, dan petugas Sekretariat PUAP Propinsi Bengkulu. Data sekunder

dikumpulkan dari laporan PMT PUAP Bengkulu. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Untuk memetakan strategi bagi pengembangan LKM-A digunakan metode analisis SWOT. Data yang dianalisis meliputi berbagai variabel pada faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), kemudian dilakukan skoring pada masing-masing variabel. Selanjutnya digambarkan diagram kuadran strategis dan disusun matrik SWOT dan arahan program sebagai rekomendasi dalam pengembangan LKM-A gapoktan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Organisasi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah LKM di bidang pertanian yaitu kelembagaan usaha yang mengelola jasa keuangan untuk membiayai usaha agribisnis skala kecil di perdesaan. Kelembagaan ditumbuhkembangkan

berdasarkan semangat untuk memajukan usahatani. Bentuk usaha lembaga ini mencakup pelayanan jasa pinjaman/kredit dan penghimpunan dana masyarakat yang terkait dengan persyaratan pinjaman atau bentuk pembiayaan lainnya (Hendayana, 2010). Dalam konteks Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP) dimana dana BLM PUAP yang diberikan oleh Kementerian Pertanian kepada gapoktan harus berkembang, maka keberadaan LKM-A merupakan kebutuhan. LKM-A

diperlukan untuk mengelola keuangan gapoktan sebagai fasilitas permodalan usaha dan pengelolaan simpanan anggota gapoktan (Kementerian Pertanian, 2010b). Oleh karena itu idealnya lembaga keuangan tersebut tumbuh atas inisiatif dari petani anggota kelompok tani dalam gapoktan (Pusat Pembiayaan Pertanian, 2007). Tabel 1 menyajikan keragaan organisasi gapoktan dalam pengelolaan LKM-A. Ditinjau dari aspek organisasi, seluruh gapoktan telah memiliki aturan yang dituangkan dalam AD/ART, namun dalam operasional gapoktan belum sepenuhnya mematuhi aturan tersebut.

(5)

Sebagai contoh bahwa syarat menjadi anggota yaitu membayar simpanan pokok dan wajib belum seluruhnya ditaati secara tepat waktu oleh seluruh anggota. Kewajiban pembayaran simpanan dilakukan apabila anggota akan meminjam di gapoktan. 3

Tabel 1. Keragaan organisasi gapoktan dalam pengelolaan LKM-A. No

Keragaan gapoktan

1.

Sudah mempunyai dan memiliki AD/ART gapoktan 2. Pemisahan antara pengurus gapoktan dan pengelola LKM-A 3. Rencana kerja gapoktan ada 4. Rapat anggota secara berkala 5. Sudah melaksanakan RAT 6. Gapoktan sudah berbadan hukum Keterangan: √ = ya; - = tidak

Mesra Jaya √ Wira Tani √ Sekar Wangi √ √ Flamboyan Raya √ -√ -√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -Karya

Pengelolaan dana BLM di √gapoktan dikelola oleh pengurus secara langsung atau oleh unit usaha simpan pinjam yang telah dibentuk. Hanya dua gapoktan (Sekar Wangi dan Flamboyan Raya) yang telah membentuk unit usaha simpan pinjam (LKM-A) sehingga mengatur pembagian tugas antara pengurus gapoktan dan pengelola LKM-A sebagai unit usaha otonom gapoktan yang mengurusi simpan pinjam. Mekanisme kerja pengurus gapoktan dan pengelola LKM-A digambarkan pada

(6)

Gambar 1.

ANGGOTA PENGAJUAN PINJAMAN LKM-A

KELOMPOK TANI

VERIFIKASI

LKM-A

PERSETUJUAN PINJAMAN

PENGURUS GAPOKTAN

LKM-A PENCAIRAN PINJAMAN

KELOMPOK TANI

ANGGOTA

Gambar 1. Mekanisme pencairan dana BLM melalui LKM-A. Dari Gambar 1, terlihat bahwa LKM-A berfungsi untuk menerima pengajuan anggota peminjam baik melalui kelompok maupun secara langsung, melakukan verifikasi kelengkapan dokumen, melakukan dokumentasi, dan mengajukannya kepada pengurus gapoktan untuk mendapat persetujuan sebelum dicairkan kepada kelompok 4

tani atau anggota. Dalam hal ini, pengurus gapoktan tidak secara langsung memberikan pinjaman kepada kelompok tani atau anggota gapoktan. Fungsi pengelolaan unit simpan pinjam dilaksanakan oleh LKM-A, pengurus gapoktan menerima laporan pengelolaan dana BLM dari LKM-A, sehingga mekanisme pengawasan pemanfaatan dana BLMPUAP dapat berjalan dengan baik. Rencana kerja gapoktan dirumuskan oleh pengurus dan disepakati secara bersama dalam rapat anggota yang dilakukan secara berkala setiap bulan, namun belum disusun dan dievaluasi pelaksanaannya serta dilaporkan secara tertulis.Pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) pada tahun 2010 baru

dilakukan dua gapoktan, yaitu Gapoktan Sekar Wangi Kelurahan Padang Serai dan Flamboyan Raya Kelurahan Bajak. RAT merupakan forum yang sangat penting karena merupakan kekuasaan

tertinggi dalam gapoktan dan wadah pertanggungjawaban pengurus gapoktan dalam pengelolaan organisasi. Dari lima gapoktan lokasi penelitian, baru satu gapoktan yang sudah berbadan hukum yaitu Gapoktan Mesra Jaya Kelurahan Sawah Lebar Lama. Gapoktan Flamboyan Raya Kelurahan Bajak sedang dalam proses pengurusan badan hukum koperasi, sedangkan Gapoktan Sekar Wangi Kelurahan Padang Serai dan Gapoktan Karya Kelurahan Pekan Sabtu tidak mengurus badan hukum, karena sudah ada koperasi wanita di lokasi mereka. Aspek Pengelolaan LKM-A Pengelolaan LKM-A diukur dari beberapa aspek yang disajikan pada Tabel 2. Pada saat awal, seluruh dana BLM-PUAP dimanfaatkan untuk modal usaha pertanian sesuai dengan Rencana Usaha Anggota (RUA) dan Rencana Usaha Kelompok (RUK) yang dituangkan dalam Rencana Usaha Bersama (RUB) sebagai salah satu syarat pencairan dana BLM ke rekening gapoktan. Pada umumnya dana dimanfaatkan oleh petani untuk tambahan modal atau merintis usaha secara mandiri. Setelah perguliran, sebagian dana dipinjam anggota untuk keperluan usaha produktif di luar pertanian, keperluan konsumtif dan biaya investasi anggota. Analisa kelayakan usaha pada saat pemberian pinjaman setelah perguliran dana tidak lagi dilakukan seperti pada saat pencairan pinjaman pertama yakni melalui RUA, RUK, dan RUB. Tabel 2. Keragaan pengelolaan LKM-A. No

(7)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Penyaluran untuk usaha pertanian Pembiayaan untuk petani miskin Pengendalian penyaluran dana Pencatatan dan pembukuan Analisa kelayakan usaha anggota Pelaporan Pembinaan usaha anggota Pengawasan pembiayaan (penggunaan sesuai sasaran) Mekanisme insentif dan sanksi Sarana dan prasarana LKM-A 9. 10. Mesra Jaya 5080% 5080% √ √ √ Wira Tani >80% >80% √ √ √ Sekar Wangi >80% >80% √ √ √ -√ 10 10 √ 10 >80% >80% √ √ √ Flamboyan Raya <50% <50% √ √ √ -10 10 Karya

Pencatatan dan pembukuan yang dilakukan gapoktan berupa pembuatan surat perjanjian pinjaman, kuitansi, pencatatan simpanan, buku kas, arus kas, laporan laba 5

Jumlah Kredit Macet (juta rupiah)

rugi, neraca, dan laporan bulanan kepada pendamping program. Pengendalian dan pengawasan pemanfaatan dana tidak dilakukan. Pengurus gapoktan tidak terlalu memperhatikan apakah dana tersebut digunakan untuk usaha pertanian, usaha di luar pertanian, atau keperluan konsumtif. Yang penting dana dapat kembali untuk digulirkan kembali. Pembinaan usaha anggota kadang-kadang dilakukan pada saat pertemuan bulanan disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian insentif kepada pengurus sudah dilakukan dalam pengelolaan simpan pinjam, berupa sejumlah uang yang diambil dari keuntungan gapoktan setiap bulan atau pada saat hari raya. Penerapan sanksi masih lemah, masih dilakukan secara persuasif kepada peminjam yang macet pembayaran angsurannya. Sanksi yang dapat diterapkan hanyalah tanggung renteng kepada kelompok yang terkait dengan pola penyaluran BLM. Terdapat dua pola penyaluran dana BLM, yaitu melalui kelompok tani dan

langsung ke gapoktan. Jika melalui kelompok tani diterapkan aturan tanggung renteng yang berarti bahwa apabila ada kemacetan pembayaran angsuran pinjaman dari satu kelompok, maka kelompok yang bersangkutan tidak boleh mengajukan pinjaman baru. Keputusan ini diambil untuk mencegah terjadinya kemacetan pinjaman. Gambar 2 menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola

(8)

gapoktan yang menerapkan aturan tanggung renteng (Mesra Jaya dan Sekar Wangi), kredit bermasalah relatif lebih rendah yaitu antara Rp. 600.000 sampai dengan Rp. 1.200.000 daripada gapoktan yang tidak menerapkan aturan tanggung renteng (Flamboyan Raya, Karya, dan Wira Tani) yang tingkat kredit macetnya antara Rp. 2.300.000 sampai dengan Rp. 40.000.000. Hal ini berarti penerapan sanksi kepada kelompok yang bermasalah memberikan efek positif untuk mencegah kredit macet di gapoktan. Penerapan sanksi ini penting karena program bantuan kredit Pemerintah sering menimbulkan penyimpangan (moral hazard) karena dianggap sebagai bantuan cuma-cuma kepada petani (Ashari, 2010). 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

40 Langsung ke gapoktan 19,3 M es ra Ja y a 0,6 S ek ar W an g i 1,2 Melalui kelompok 2,3 F la m b o y an R ay a K ar y a W ir a T a n i Gapoktan

Gambar 2. Jumlah kredit macet gapoktan dan hubungannya dengan pola penyaluran dana BLM-PUAP. 6

Sarana dan prasarana dalam pengelolaan BLM masih terbatas, hanya ada buku-buku untuk pencatatan transaksi keuangan. Inventaris meubelair, komputer dan sekretariat gapoktan masih menggunakan atau meminjam milik pengurus/anggota. Hal ini terkait dengan pelayanan simpan pinjam yang dilakukan sebulan sekali yaitu pada saat pertemuan gapoktan. Aspek Kinerja

Pengelolaan LKM-A Pengelolaan LKM-A gapoktan diukur dari metode pelayanan keuangan kepada anggota dalam pengembangan usaha produktif, kemampuan pengurus gapoktan menumbuhkan kepercayaan anggota sehingga dapat memupuk modal lebih progresif, jumlah perolehan laba, dan jumlah kredit bermasalah (kredit macet). Tabel 3 menunjukkan kinerja pengelolaan LKM-A

gapoktan. Tabel 3 menunjukkan bahwa kelima gapoktan telah memupuk modal keswadayaan dari simpanan anggota, dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan khusus (simpanan wajib pinjaman), dan simpanan sukarela. Yang menarik adalah bahwa tiga gapoktan yaitu Mesra Jaya, Sekar Wangi, dan Flamboyan Raya telah memupuk simpanan sukarela (tabungan) anggota. Walaupun jumlahnya relatif kecil, namun terkesan adanya kepercayaan anggota kepada pengurus gapoktan/LKM-A. Ketiga gapoktan ini termasuk dalam kelas utama seperti dijelaskan sebelumnya. Peran modal keswadayaan merupakan faktor penting untuk mendorong keberlanjutan LKM-A.

(9)

Menurut Sudaryanto dan Syukur (2002), modal LKM tidak semata-mata hanya berasal dari Pemerintah, tetapi juga berasal dari masyarakat melalui mekanisme mobilisasi tabungan

masyarakat. Dengan demikian keberlanjutan lembaga keuangan mikro benar-benar didukung oleh masyarakat sasaran kredit. Tabel 3. Kinerja pengelolaan keuangan LKM-A gapoktan per 31

Desember 2010. No 1.

2.

3. 4. 5.

Kinerja pengelolaan LKM-A

Mesra Jaya

Wira Tani

Modal keswadayaan (Rp) - Simpanan pokok - Simpanan wajib - Simpanan khusus - Simpanan sukarela Asset yang dikelola (Rp) - BLM-PUAP - Simpanan - Laba Piutang anggota (Rp) Investasi (Rp) Kredit macet (Rp)

850.000 4.660.000 5.700.000 1.326.000 124.261.000 100.000.000 12.536.000 11.725.000 121.500.000 600.000

720.000 882.500 115.254.286 100.000.000 1.602.500 13.651.786 74.240.000 40.000.000

Gapoktan Sekar Wangi 6.400.000 8.506.500 2.358.832 130.332.832 100.000.000 17.265.332 13.067.500 92.361.381 32.000.000 1.200.000 Karya Flamboyan Raya 1.350.000 1.082.500 113.475.386 100.000.000 2.432.500 11.042.886 87.000.000 19.300.000 450.000 2.347.000 2.904.000 1.689.999 116.815.081 100.000.000 7.390.999 6.462.632 115.865.518 2.300.000

Asset yang dikelola yang bersumber dari dana BLM-PUAP ditambah simpanan dan laba antara Rp. 113.475.386 sampai dengan Rp. 130.332.832 dengan rata-rata Rp. 120.027.717. Pada dua gapoktan kelas madya yaitu Gapoktan Wira Tani dan Karya, jumlah kredit macet cukup besar, masing-masing Rp. 40.000.000 dan Rp. 19.300.000. Salah satu evaluasi pelaksanaan PUAP di Kota Bengkulu adalah jumlah kredit bermasalah. Dari data yang tersedia, 26 gapoktan penerima dana BLM tahun 2008 telah menyalurkan Rp. 2.240.600 dana BLM untuk simpan pinjam, namun diantaranya terdapat kredit bermasalah sebanyak Rp. 521.000.000 (23,25%). 7

Strategi Pengembangan LKM-A Menurut Nugroho (2010), strategi merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi organisasi. Jika visi merupakan tujuan yang hendak dicapai, maka strategi adalah bagaimana caranya agar tujuan tersebut tercapai. Sebagai suatu lembaga di masyarakat, eksistensi LKM-A sangat ditentukan oleh strategi yang dikembangkannya. Menurut Subiyakto dan Setyawan (2007), strategi dapat diartikan sebagai seperangkat perencanaan yang dirumuskan oleh organisasi sebagai hasil pengkajian terhadap kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman

(10)

eksternal. Strategi pengembangan LKM-A sebagai suatu organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan strategis, yang meliputi kekuatan dan

kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal yang dapat dianalisis dengan analisis SWOT (strengths – kekuatan; weaknessess – kelemahan; opportunity – peluang; threaths –

ancaman). Matrik SWOT menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, sehingga menghasilkan empat

kemungkinan alternatif strategis (Rangkuti, 2008), diperlihatkan pada Lampiran 1. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal (Lampiran 2) diketahui bahwa selisih skor faktor internal (jumlah S – jumlah W) sebesar 1,231 dan selisih skor faktor eksternal (jumlah O – jumlah T) sebesar 1,200. Kombinasi faktor internal dan eksternal dapat digambarkan dalam diagram kuadran strategi pengembangan LKM-A yang diarahkan pada kuadran I (Gambar 3). Hal ini merupakan situasi yang menguntungkan bagi pengembangan LKM-A karena memiliki kekuatan untuk memanfaatkan

peluang yang ada. Strategi yang dipilih dalam kondisi ini adalah ke arah pertumbuhan yang agresif. Berbagai peluang 1,5 (1,231; 1,200)

1,0 ● K-III

0,5

K-I

Kelemahan internal

Kekuatan internal 0,5 K-IV

1,0

1,5

K-II Berbagai ancaman

Gambar 3. Diagram kuadran strategi pengembangan LKM-A. Dari Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan LKM-A diarahkan pada strategi SO (Kuadran I) yaitu dengan memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang yang ada. Strategi pada Kuadran I tersebut seperti disajikan pada Lampiran 1 8

adalah: (1) memperkuat manajemen LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis melalui peningkatan intensitas pendampingan dan (2) meningkatkan sumber permodalan LKM-A dengan menggalang modal keswadayaan dan kemitraan. Arahan program untuk menunjang kedua strategi tersebut yaitu:: 1. Penguatan manajemen LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis melalui peningkatan intensitas pendampingan secara bersinergi yang dilakukan oleh Tim Teknis PUAP Kota Bengkulu, Penyelia Mitra Tani, dan Penyuluh Pendamping. Pendampingan meliputi aspek manajerial dan teknis yaitu sebagai berikut: • Pembenahan aspek manajerial dengan melakukan pemisahan pengurus gapoktan dan pengelola LKM-A (unit usaha simpan pinjam) agar mekanisme pengawasan secara internal dapat dilakukan oleh pengurus gapoktan kepada pengelola LKM-A. • Penguatan kapasitas kelembagaan gapoktan dengan pembentukan badan hukum koperasi untuk meningkatkan kemampuan gapoktan dalam kemitraan dengan pihak lain. • Penyusunan sistem dan prosedur administrasi dan teknis kegiatan simpan pinjam sebagai panduan sehingga pengelolaan LKM-A dapat dilaksanakan dengan sederhana namun transparan dan akuntabel sehingga dapat

meningkatkan kepercayaan terhadap LKM-A. Prosedur administrasi keuangan meliputi: (1) pertanggungjawaban atas kebenaran pembukuan yang didukung oleh bukti yang jelas, (2)

(11)

pembukuan mudah dipahami, mudah ditelusuri, dan mudah diverifikasi, dan (3) penyusunan laporan keuangan dibuat dengan praktis, sederhana, dan disesuaikan dengan kebutuhan LKM-A. Prosedur teknis peminjaman dibuat sederhana yang meliputi tahapan permohonan, verifikasi, persetujuan, dan pencairan pinjaman. • Pengendalian penggunaan dana LKM-A dengan melakukan analisis kelayakan usaha produktif pertanian baik dari aspek teknis maupun ekonomis. Untuk mengurangi resiko kredit macet, maka pengambilan keputusan (verifikasi) pencairan pinjaman sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut, yaitu: (1) kepada siapa dana dipinjamkan, (2) untuk maksud apa penggunaan dana tersebut, (3) apakah peminjam mampu mengembalikan pokok pinjaman ditambah dengan marjin/bunga, dan (4) berapa jumlah pinjaman yang layak diberikan. • Pelaksanaan mekanisme insentif dan sanksi untuk menciptakan keadilan dalam pengelolaan LKM-A. Pengelola LKM-A berhak mendapatkan insentif sesuai dengan aturan gapoktan. Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kredit bermasalah, maka kelompok tani dapat menjadi penjamin pinjaman dengan sistem tanggung renteng. • Penyediaan sarana dan prasarana penunjang operasional LKM-A yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan pengelolaan LKM-A. 2.

Peningkatan sumber permodalan LKM-A dengan menggalang modal keswadayaan dan kemitraan untuk memperluas akses dalam pelayanan simpan pinjam. Sumber dana LKM-A dapat berasal dari dua sumber yaitu: (a) modal sendiri dapat berupa simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan khusus, simpanan sukarela, dan dana penyertaan dari Pemerintah; (b) dana pihak ketiga (hutang) dari BUMN maupun bank.

9

IV. KESIMPULAN Strategi pengembangan LKM-A di Kota Bengkulu adalah sebagai berikut: (1) untuk memperkuat manajemen LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis dapat dilakukan melalui peningkatan intensitas pendampingan, (2) peningkatan sumber permodalan LKM-A dilakukan dengan cara menggalang modal keswadayaan dan kemitraan.

Daftar Pustaka Ashari. 2009. Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 No. 1, Maret 2009. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. Ashari. 2010. Pendirian Bank Pertanian di Indonesia: “Apakah Agenda Mendesak?” dalam Analisis Kebijakan Pertanian Volume 8 Nomor 1, Maret 2010. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. BPTP Bengkulu. 2010. Laporan Hasil Penyeliaan PMT Kota Bengkulu Tahun 2010.. BPTP Bengkulu. Bengkulu. Hendayana, R. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Apresiasi Pengelolaan dan Operasionalisasi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Nugroho, R. 2010. Perencanaan Strategis in Action. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Pusat Pembiayaan Pertanian. 2007. Pedoman Umum

Pemberdayaan kelompok Tani Penerima Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) sebagai

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Pusat Pembiayaan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Cetakan Kelimabelas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sudaryanto, T. dan M. Syukur. 2002. Pengembangan Lembaga Keuangan Alternatif mendukung Pembangunan Ekonomi Pedesaan dalam Analisis Kebijaksanaan: Pendekatan Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis.

Monograph Series no. 22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Subiyakto, G. dan A.B. Setyawan.2007. KUPEDES : Strategi dan Pengembangannya Pada BRI Kantor Unit se-Kabupaten Banjarnegara. http://webcache. googleusercontent.com

10

(12)

FAKTOR EKSTERNAL Peluang (Opportunities): a. Jumlah peminjam cukup banyak b. Kebutuhan modal usaha produktif pertanian masih tinggi c. Peluang pasar produk pertanian menjanjikan d. Dukungan Pemerintah terhadap Program PUAP e. Dukungan Pemerintah Kota Bengkulu dalam pengembangan ekonomi kerakyatan

Ancaman (Threats): a. Anggapan umum bahwa dana BLMPUAP adalah hibah kepada petani b. Kemampuan dan jumlah tenaga pendamping LKM-A terbatas c. Resiko kegagalan usaha pertanian cukup tinggi d. Adanya sumber permodalan lain selain gapoktan e. Penegakan hukum yang masih lemah

Kekuatan (Strengths): a. Jumlah dana BLM-PUAP yang dikelola cukup besar b. Kemudahan akses dana oleh anggota c. Kegiatan utama gapoktan adalah simpan pinjam d. Persepsi petani ditentukan oleh pengelolaan LKM-A e. Pelayanan anggota dilaksanakan secara teratur sebulan sekali f.

Pencatatan dan pembukuan keuangan sudah dilakukan g. Potensi pemupukan modal keswadayaan cukup tinggi Strategi SO: a. Memperkuat manajemen LKMA dalam pengembangan usaha agribisnis melalui peningkatan intensitas pendampingan b. Meningkatkan sumber permodalan LKM-A dengan menggalang modal keswadayaan dan kemitraan

Strategi ST: a. Meningkatkan pelayanan LKMA agar masyarakat memiliki persepsi yang benar terhadap dana BLM-PUAP b. Memfungsikan gapoktan yang berhasil sebagai tempat belajar bagi gapoktan lain c. Melakukan analisis kelayakan untuk meminimalisir kegagalan usaha

11

Kelemahan (Weaknesses): a. Keterbatasan kemampuan teknis dan manajerial pengurus b. Tingginya jumlah kredit bermasalah c. Pemanfaatan dana di luar usaha pertanian cukup tinggi d. Lemahnya pengawasan dalam penyaluran dana e. Kurangnya sanksi yang tegas terhadap kredit macet

Strategi WO: a. Pelatihan teknis dan manajerial pengelola LKM-A untuk meningkatkan pengelolaan LKM-A b. Meminimalisir peluang kredit bermasalah agar dana dapat dimanfaatkan untuk kegiatan agribisnis c. Mengembangkan organisasi gapoktan dengan menumbuhkan unit usaha simpan pinjam sesuai dengan arahan program Strategi WT: a. Memperbaiki mekanisme penyaluran dana untuk menghindari kegagalan usaha. b. Menghindari pemanfaatan dana di luar usaha pertanian agar dapat dialokasikan untuk usaha pertanian. c. Mengurangi kredit macet dengan upaya persuasif.

Lampiran 2. Analisis faktor strategis internal dan eksternal pengembangan LKM-A. No 1

2

Uraian Faktor Internal Kekuatan (S): S1. Jumlah dana BLM-PUAP yang dikelola cukup besar S2. Kemudahan akses dana oleh anggota S3. Kegiatan utama gapoktan adalah simpan pinjam S4. Persepsi petani terhadap LKM-A cukup baik S5. Pelayanan anggota dilaksanakan secara teratur sebulan sekali S6. Pencatatan dan pembukuan keuangan sudah dilakukan S7. Potensi pemupukan modal keswadayaan cukup tinggi Jumlah S Kelemahan (W): W1. Keterbatasan kemampuan teknis dan manajerial pengurus W2. Tingginya jumlah kredit bermasalah W3. Pemanfaatan dana di luar usaha pertanian cukup tinggi W4. Lemahnya pengawasan dalam penyaluran dana W5. Kurangnya sanksi yang tegas terhadap kredit macet Jumlah W Selisih skor (jumlah S – jumlah W) Faktor Eksternal Peluang (O): O1. Jumlah peminjam cukup banyak O2. Kebutuhan modal usaha produktif pertanian masih tinggi O3. Peluang pasar produk pertanian yang menjanjikan O4. Dukungan pemerintah terhadap Program PUAP O5. Dukungan Pemerintah Kota Bengkulu dalam

(13)

BLM-PUAP adalah hibah kepada petani T2. Kemampuan dan jumlah tenaga pendamping LKM-A terbatas T3. Resiko kegagalan usaha pertanian cukup tinggi T4. Adanya sumber permodalan lain selain gapoktan T5. Penegakan hukum yang masih lemah Jumlah T Selisih skor (jumlah O – jumlah T)

12 Bobot Rating Skor 0,207 0,157 0,129 0,107 0,107 0,157 0,136 1,000 4 3 3 3 3 4 3 0,828 0,471 0,387 0,321 0,321 0,628 0,408 3,364 0,294 0,213 0,133 0,200 0,160 1,000 2 2 3 2 2 0,588 0,426 0,399 0,400 0,320 2,133 1,231 0,174 0,267 0,133 0,293 0,133 3 3 3 4 3 0,522 0,801 0,399 1,172 0,399 1,000 3,293 0,321 2 0,642 0,213 0,200 0,093 0,173 1,000 2 2 3 2 0,426 0,400 0,279 0,346 2,093 1,200

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Pada periode sebelum krisis (1970-1996), pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan harga dasar gabah (HDG), kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisa apakah komunikasi internal yang efektif berpengaruh terhadap kinerja suatu perusahaan besar seperti

Berdasarkan hasil analisa data dari 84 orang siswa kelas VIII SMPN 1 Inuman maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini bahwa masalah yang dialami oleh siswa

Peningkatan kemampuan mengidentifi- kasi sifat-sifat bangun ruang siswa kelas V pada penelitian ini sejalan dengan hasil pene- litian Kusharyani tahun 2010 yang berjudul

Kerja sama antar karyawan dalam perusahaan terjalin dengan solid dan teratur sehingga mampu mengerjakan pekerjaan sesuai dengan job description .Budaya organisasi yang

Pada penelitian ini, didapatkan nilai rata-rata v itrinite reflectence adalah 0.6, dan dengan menggunakan Gambar 3.3 didapatkan nilai LOM sebesar 8, yang menunjukkan bahwa

Rata-rata Capaian sasaran Ketersediaan sistem administrasi kearsipan yang andal % Persentase arsip yang tersimpan baik % Ketersediaan sarana dan prasarana kearsipan % Tingkat

Dilakukan identifikasi beberapa tantangan dalam penerapan knowledge management dan multi-step framework (kerangka kerja) yang dapat dipergunakan untuk identifikasi kendala