• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PEMBUATAN TEPUNG MILLET TERFORTIFIKASI KACANG TANAH SECARA FERMENTASI DITINJAU DARI DOSIS RAGI DAN LAMA FERMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI PEMBUATAN TEPUNG MILLET TERFORTIFIKASI KACANG TANAH SECARA FERMENTASI DITINJAU DARI DOSIS RAGI DAN LAMA FERMENTASI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

 

OPTIMASI PEMBUATAN TEPUNG MILLET TERFORTIFIKASI

KACANG TANAH SECARA FERMENTASI DITINJAU DARI

DOSIS RAGI DAN LAMA FERMENTASI

Stevan Dwi Hartono1, Sri Hartini1, Yohanes Martono1

1

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

steve_19991@yahoo.com

ABSTRAK

Millet adalah salah satu sumber nutrisi yang baik namun keberadaan kulit biji yang keras, kadar serat tinggi, dan keberadaan senyawa antinutrisi menjadi penyebab rendahnya aplikasi millet untuk produk pangan. Salah satu cara meningkatkan aplikasi millet untuk produk pangan yaitu dengan dijadikan tepung yang difortifikasi kacang tanah secara fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah optimasi pembuatan tepung millet ditinjau dari dosis ragi dan waktu fermentasi. Metode penelitian meliputi optimasi pembuatan tepung millet termodifikasi dengan konsentrasi penambahan kacang tanah 0 – 10%, yang diinokulasi dengan ragi tempe (Rhizopus sp.) dengan dosis 2,5%, 5%, dan 10% kemudian difermentasi selama 0 – 40 jam. Hasil fermentasi diukur kadar proteinnya dengan metode Biuret dan hasilnya dianalisis menggunakan Rancangan Perlakuan Faktorial 5 3 6 dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali pengulangan. Pengujian purata antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi optimal diperoleh pada dosis ragi 2,5% dengan waktu fermentasi 32 jam dengan kadar protein terlarut 6,06 ± 1,59%.

Kata kunci: millet, fortifikasi, fermentasi, protein terlarut

PENDAHULUAN

Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan cukup, setiap saat di semua daerah, mudah diperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan [1].

Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih

cepat dari penyediaanya. Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas

produksi nasional tersebut mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya penyediaan pangan nasional yang berasal dari impor yang terkait dengan upaya mewujudkan stabilitas penyediaan pangan nasional[2].

Indonesia kaya akan sumber bahan pangan baik umbi-umbian maupun sereralia. Meskipun Indonesia memiliki banyak

sumber bahan pangan lokal, namun impor gandum terus dilakukan yang jumlahnya terus meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan laporan United State Department of

Agriculture (USDA) Mei 2012, impor

gandum Indonesia diprediksi menembus 7,1 juta ton, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 6,7 juta ton[3]. Salah satu bahan pangan alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi gandum adalah millet yaitu sejenis serealia berbiji kecil yang termasuk tanaman ekonomi minor yang memiliki kandungan gizi yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian [4].

Millet adalah salah satu sumber nutrisi yang baik dan dapat dibandingkan dengan sereal lain mengenai kandungan protein, lemak dan mineral. Walaupun demikian, karena keberadaan kulit biji yang keras dan kadar serat yang tinggi, serta keberadaan senyawa anti-nutrisi seperti fenol dan tanin menyebabkan rendahnyaaplikasi millet untuk produk pangan[5].

(2)

 

Tanin dapat mengikat dan mengendapkan protein sehingga daya cerna protein menjadi rendah [6]. Kendala lainnya yaitu proses pemasakan yang dapat merusak kandungan protein, sehingga diperlukan penambahan protein dari sumber lainnya.

Modifikasi millet dangan penurunan atau penghilangan kandungan tanin dan penambahan variasi asam amino perlu dilakukan sehingga millet dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menambah variasi asam amino adalah kacang tanah. Kandungan asam amino esensial dalam kacang tanah yaitu arginin 2,72%, fenilalanin 1,52%, histidin 0,51%, isoleusin 0,99%, leusin 1,92%, metionin 0,33%, triptofan 0,21%, dan valin 1,33%[7]. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dengan persentase penambahan sebesar 10% sudah mampu meningkatkan kadar protein terlarut lebih dari 7%. Menurut SNI 01-3751-2006 tentang tepung terigu, kadar protein total minimal 7% oleh karena itu persentase penambahan kacang tanah dilakukan pada kadar maksimal 10%.

Lebih lanjut, dilakukan juga proses fermentasi sehingga diharapkan dapat

memperbaiki kualitas tepungdenganmeningkatkan daya cerna

serat, kandungan dan kualitas gizi maupun mikronutrien melalui biosintesis vitamin, asam amino esensial dan protein, menurunkan faktor anti-nutrisi dan mengubah flavor sehingga meningkatkan palatabilitasnya[8,9].

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan dosis ragi dan waktu fermentasi yang paling optimal ditinjau dari kadar protein terlarut pada pembuatan tepung millet termodifikasi.

METODE PENELITIAN Bahan dan Piranti

Sampel millet yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Surakarta dan kacang tanah yang diperoleh dari pasar Induk Wonosobo.

Bahan kimia yang digunakan antara lain NaOH, CuSO4.5H2O, KNa-Tartrat, Bovine

Serum Albumin (Merck, Germany).

Piranti yang digunakan yaitu piranti gelas,

waterbath (Memmert WNB14),

spektrofotometer (Optizen UV 2120), neraca

(Ohaus TAJ602 USA, Mettler H-80

Germany), centrifuge (EBA 21 Hettich

Zentrifugen).

Optimasi Pembuatan Tepung Millet Termodifikasi[10]

Millet yang telah dikecambahkan direbus selama 30 menit kemudian ditambahkan kacang tanah sebagai sumber protein dengan berbagai konsentrasi yaitu sebesar 0 – 10%kemudian diinokulasi dengan ragi tempe dengan dosis sebesar 2,5%, 5% dan 10%. Dari masing-masing perbandingan difermentasi selama 0, 8, 16, 24, 32, dan 40 jam. Kadar protein terlarut hasil fermentasi diukur dengan metode Biuret.

Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Biuret [11]

1 g sampel ditambah 9 ml akuades dan 1 ml NaOH 1M dan dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 90°C selama 10 menit lalu didinginkan dan dipusingkan. 1 ml supernatan ditambah dengan 4 ml reagen Biuret (0,15 g CuSO4.5H2O + 0,6 g KNa-Tartrat dalam labu ukur 50 ml dan ditambah 30 ml NaOH 10% dan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 100 ml). Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 550 nm. Sebagai standar digunakan BSA dengan berbagai konsentrasi.

Analisis Data

Data kadar protein terlarut dianalisis menggunakan Rancangan Perlakuan Faktorial 5 3 6 dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali pengulangan.Sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian purata antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

HASIL DAN DISKUSI

Optimasi Pembuatan Tepung Millet Termodifikasi

Dari berbagai kombinasi perlakuan terdapat pola peningkatan kadar protein terlarut meningkat sampai dengan waktu fermentasi 32 jam. Purata kadar protein dari berbagai kombinasi dosis ragi dan waktu fermentasi tersaji padaGambar 1.

(3)

 

Gambar 1. Purata Kadar Protein Terlarut dari Berbagai Kombinasi Dosis Ragi dan Waktu Fermentasi

Berdasarkan Gambar 1, purata kadar protein terlarut yang paling tinggi terdapat pada waktu fermentasi 32 jam dengan kadar yang semakin meningkat seiiring meningkatnya jumlah ragi yang ditambahkan. Meskipun demikian,

berdasarkan uji statistika yang disajikan pada Tabel 1, pada waktu fermentasi 32 jam tidak terdapat beda nyata pada berbagai dosis ragi. Hal ini dimungkinkan karena kapang juga memanfaatkan protein sebagai untuk tumbuh dan berkembang.

Tabel 1. Interaksi Dosis Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap Purata Kadar Protein Terlarut

( )

Waktu (W)

Dosis Ragi (D)

D2,5 D5 D10 W0 2,86 ± 0,67 (a) 4,35 ± 1,53 (ab) 4,09 ± 0,84 (a)

(a) (b) (ab)

W8 3,39 ± 0,63 (a) 3,45 ± 0,67 (a) 3,58 ± 0,60 (a)

(a) (a) (a) W16 5,69 ± 1,78 (bc) 5,83 ± 1,63 (bc) 5,98 ± 1,59 (b)

(a) (a) (a)

W24 5,10 ± 1,44 (bc) 5,61 ± 1,35 (bc) 6,37 ± 1,37 (b)

(a) (a) (a)

W32 6,06 ± 1,59 (c) 6,49 ± 1,38 (c) 6,64 ± 1,20 (b)

(a) (a) (a)

W40 4,30 ± 1,44 (ab) 5,49 ± 1,40 (bc) 6,59 ± 1,02 (b)

(a) (ab) (b)

Keterangan: W = BNJ 5%

W = 1,32 untuk pengujian antar dosis pada waktu yang sama W = 1,60 untuk pengujian antar waktu pada dosis yang sama

Nilai yang diikuti dengan huruf yang samasama baik pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.

(4)

 

Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada Tabel 1 di atas, diperoleh 3 kondisi optimal yaitu pada dosis ragi 2,5% dan 5% dengan waktu fermentasi 32 jam dan dosis ragi 10% dengan waktu fermentasi 16 jam. Walaupun demikian, waktu fermentasi 32 jam dengan dosis ragi 2,5% adalah kondisi yang paling optimal karena tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap purata kadar protein terlarut dengan kondisi fermentasi dosis ragi 5% maupun 10% yang difermentasi 32 jam dimana pada dosis ragi 10% dengan waktu fermentasi 16 jam juga tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi 32 jam.

KESIMPULAN

Kondisi fermentasi untuk pembuatan tepung millet termodifikasi yang paling optimal yaitudosis ragi 2,5% dengan waktu fermentasi 32 jam dengan purata kadar protein terlarut 6,06 ± 1,59%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Departemen Pertanian. 2005. Program Peningkatan Ketahanan Pangan.

http://www.deptan.go.id/daerah_new /ntt/keg.apbn_files/PROGRAM

PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN.htm

[2] Suryana, Achmad. 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Simposium Nasional Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi, Faperta, IPB, Bogor.

[3] Suhendra. 2012. RI Pengimpor Gandum Terbesar Kedua di Dunia.

http://finance.detik.com/read/2012/0 6/12/103707/1938780/1036/ri- pengimpor-gandum-terbesar-kedua-di-dunia (diunduh 2 November 2012)

[4] Prabowo, Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan Tepung Millet Merah. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

[5] Nithya, K.S., B. Ramachandramurty, & V.V. Krishnamoorthy. 2006. Assessment of Anti-Nutritional Factors, Minerals and Enzyme Activities of the Traditional (Co7) and Hybrid (Cohcu-8) Pearl Millet

(Pennisetum glaucum) as

Influenced by Different Processing Methods. Journal of Applied Sciences Research 2 (12): 1164-1168.

[6] Farida, W.R., Praptiwi, & G. Semiadi. 2000. Tanin dan Pengaruhnya Pada Ternak. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 06 (3): 66 – 71.

[7] Tiomannisyah. 2010. Analisa Kadar Protein Kasar Dalam Kacang Kedelai, Kacang Tanah dan Kacang Hijau Menggunakan Metode Makro Kjeldhal Sebagai Bahan Makanan Campuran. Karya Ilmiah. Program Studi Diploma-3 Kimia Analis, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

[8] Oboh, Ganiyu. 2006. Nutrient Enrichment of Cassava Peels Using a Mixed Culture of

Saccharomyces cerevisae and

Lactobacillus spp Solid Media

Fermentation Techniques. Electronic Journal of Biotechnology 9 (1): 46-49.

[9] Sujatmiko, B., A. Sutrisno, & E. S. Murtini. 2008. Degradasi Senyawa Tanin, Asam Fitat, Antitripsin dan Peningkatan Daya Cerna Protein Secara In Vitro pada Sorgum

Coklat (Sorghum bicolor L.

Moench) dengan Metode Fermentasi Ampok.

[10] Hadinataria, Nerissa. 2011. Pemanfaatan Tepung Kedelai

(Glycine max L.) Dalam

Optimalisasi Pembuatan Tepung Gaplek Berprotein Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu. Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen

(5)

 

Satya Wacana, Salatiga.

[11] AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Chemists. AOAC, Washington DC. [12] Onweluzo, J.C., & C.C. Nwabugwu.

2009. Fermentation of Millet

(Pennisetum americanum) and

Pigeon Pea (Cajanus cajan) Seeds

for Flour Production: Effects on Composition and Selected Functional Properties. Pakistan Journal of Nutrition 8 (6): 737-744. [13] Amadou, I., M. T. Kamara, & A.

Tidjani. 2010. Physicochemical and Nutritional Analysis of Fermented Soybean Protein Meal by

Lactobacillus plantarum Lp6.

World Journal of Dairy & Food Science 5 (2): 114-118.

[14] Oboh, G. & C.A. Elusiyan. 2007. Changes in the Nutrient and Anti Nutrient Content of Micro-fungi Fermented Cassava Flour Produced from Low- and Medium-Cyanide Variety of Cassava. African Journal of Biotechnology 6 (18): 2150-2157.

(6)

 

Nama Penanya : Kartianah

Instansi : Univ. Slamet Riyadi Pertanyaan : 1. Tujuan ?

2. Ragi tempe produk ? 3. Produk akhir I manfaatnya ?

Jawaban : 1. Tujuan penelitian yaitu pembuatan tepung

2. Ragi tempe yang digunakan adalah ragi tempe buatan LiPi (Raprima)

3. Produk akhir dimanfaatkan untuk subtitusi tepung terigu pada pembuatan produk pangan seperti roti

Gambar

Gambar 1. Purata Kadar Protein Terlarut dari Berbagai Kombinasi Dosis Ragi dan Waktu  Fermentasi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian kami sebelumnya membuktikan bahwa senyawa brusein-A yang diisolasi dari buah makasar menunjukkan aktivitas antikanker secara in vitro terhadap kanker payudara dengan

Karakteristik responden yang banyak berpendidikan SD ini sejalan dengan hasil penelitian Iddayat (2009) yaitu Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran

endophyticus G053 dalam meningkatkan pertumbuhan planlet kentang dan tanaman tembakau diduga disebabkan oleh kemampuan bakteri endofit tersebut dalam

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan, hidayah serta taufiqnya sehingga sampai saat ini masih diberikan kesempatan untuk beribadah dan meyembah padaNYA

tahapan, diantaranya proses pengangkutan sampah ke dalam bak pemilah, proses pemilahan sampah, proses pencacahan sampah, proses penumpukan sampah setelah dicacah, proses

Dalam penelitian ini rumusan permasalahan terbagi atas 3(tiga) hal, yaitu: Bagaimanakah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba mengatur perjanjian waralaba

Adapun konsep etika bisnis yang akan dibahas meliputi pengertian etika bisnis, prinsip – prinsip etika bisnis, corporate social responsibility , konsep etika dalam

Ketika wajah Islam sebagai agama rahmat sedang babak- belur akibat ulah segelintir kelompok orang yang melakukan aksi-aksi kekerasan dan terorisme atas nama jihad Islam,