• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN METODE CAPITAL LEASE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLAKUAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN METODE CAPITAL LEASE"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERLAKUAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN METODE CAPITAL LEASE PADA PT. TRI ATMA CIPTA

Oleh : Enis Prihastuti, SE, M.Si ABSTRACT

One type of financing capital goods used darisumbereksternalyang started many companies in Indonesia than borrowing from a bank is financing lease (leasing). Through leasing, companies can optimize the economic resources of the company to gain an advantage over the use of capital goods to the company's operations. As a profit-oriented entity must not be separated from the regulatory and tax obligations. Leasing activity itself is set in the implementation of tax laws, the tax treatment for the course have differences with commercial accounting treatment due to the tax provisions that specifically regulate it, and tax obligations related to the recognition of leased capital goods.

This study on the lease transactions with capital lease, the lessee ie, PT. TRI ATMA COPYRIGHT analysis method based on the tax laws on leasing activities are regulated in the Decree of the Minister of Finance No. 1169/KMK.01/1991, Minister of Finance Regulation No. 96/PMK.03/2009 classification of intangible assets as well as Law No. . 36 Year 2008 on Income Tax and Law No. 42 of 2009 on Value Added Tax. The result can be that the implementation of the lease with the capital lease in accordance with applicable regulations, which meet all of the criteria listed in the tax laws.

Keywords: Accounting taxes, leasing, lease Capital ABSTRAKSI

Salah satu jenis pembiayaan barang modal dari sumber eksternal yang mulai banyak digunakan perusahaan di Indonesia selain pinjaman dari bank adalah pembiayaan sewa guna usaha (leasing). Melalui sewa guna usaha, perusahaan dapat mengoptimalkan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh keuntungan atas penggunaan barang modal tersebut terhadap kegiatan operasional perusahaan.Sebagai suatu entitas yang berorientasi pada laba tentunya tidak lepas dari peraturan dan kewajiban perpajakan.Kegiatan sewa guna usaha sendiri pelaksanaannya telah diatur dalam undang-undang perpajakan,Perlakuan untuk perpajakan tentunya memiliki perbedaan dengan perlakuan akuntansi komersial dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan perpajakan yang secara khusus mengaturnya, serta kaitannya dengan kewajiban perpajakan atas pengakuan barang modal yang disewagunausahakan.

Penelitian ini atas transaksi sewa guna usaha dengan metode capital lease pada pihak penyewa yaitu, PT. TRI ATMA CIPTA dengan metode analisis berdasarkan pada peraturan perpajakan tentang kegiatan sewagunausaha yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang penggolongan aktiva berwujud serta Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentangPajak Penghasilan dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan

(2)

Nilai. Hasilnya didapat bahwa pelaksanaan sewa guna usaha dengan metode capital lease telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu memenuhi semua kriteria yang tercantum dalam peraturan perpajakan tersebut.

Kata Kunci :Akuntansi pajak, leasing, Capital lease

PENDAHULUAN

Dana mempunyai peranan penting dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan dana tersebut sebagai alat penambahan investasi melalui penanaman barang modal. Dalam hal pengadaan barang modal, ada beberapa alternatif pembiayaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan, yaitu pembiayaan dari sumber internal dan pembiayaan dari sumber eksternal. Pembiayaan dari sumber internal dihasilkan sendiri di dalam perusahaan yang berasal dari modal perusahaan. Sedangkan pembiayaan dari sumber eksternal berasal dari luar perusahaan, diantaranya adalah pinjaman bank, sewa guna usaha (leasing), dan lain-lain. Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh pihak penyewa selama jangka waktu tertentu serta melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak yang menyewakan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Dalam penyediaan barang modal secara sewa guna usaha terdapat hak opsi yang merupakan suatu hak kepada pihak penyewa untuk membeli barang modal yang disewagunausahakan atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha pada akhir masa sewa. Kegiatan sewa guna usaha tersebut dikategorikan berdasarkan pihak yang menyewakan (lessor) dan pihak yang menyewa (lessee). Sebagai suatu entitas yang berorientasi pada laba dengan mengoptimalkan segala sumber-sumber ekonomi yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan yang optimal tentunya tidak lepas dari peraturan dan kewajiban perpajakan. Kegiatan sewa guna usaha sendiri pelaksanaannya telah diatur dalam undang-undang perpajakan, baik sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) maupun sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease). Perlakuan untuk perpajakan tentunya memiliki perbedaan dengan perlakuan akuntansi komersial dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan perpajakan yang secara khusus mengaturnya, serta kaitannya dengan kewajiban perpajakan atas pengakuan barang modal yang disewagunausahakan.

LANDASAN TEORI.

Pengertian pajak menurut Soemitro (2007:2) adalah “iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dalam sistem self assessment,

(3)

Wajib Pajak harus menghitung sendiri utang pajaknya sehingga laporan keuangan itu sangat membantu perhitungan. Selain untuk kebutuhan informasi bagi manajemen, laporan keuangan juga dipakai sebagai bahan untuk mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap administrasi pajak, terutama dalam aktivitas pemeriksaan bahkan penyidikan pajak.

Pengertian sewa guna usaha (leasing) menurut Baridwan (2004:1) adalah :

“Pembiayaan barang modal yang didalamnya ada suatu perjanjian yang memberikan hak untuk menggunakan harta, pabrik, atau alat-alat yang umumnya mempunyai jangka waktu tertentu. Pihak-pihak yang langsung terlibat dalam perjanjian ini adalah yang menyewa (lessee) dan yang menyewakan atau (lessor). Harta, pabrik, atau alat-alat milik yang menyewakan, hak penggunaannya diserahkan pada pihak yang menyewa dengan menerima pembayaran uang sebagai sewa setiap periode”.

Perusahaan melakukan aktivitas sewa guna usaha atas pembiayaan barang modal berupa aktiva tetap dengan menggunakan metode capital lease, dimana aktivitas sewa guna usaha (leasing) tersebut pelaksanaannya telah diatur dalam undang-undang perpajakan.

Dalam peraturan perpajakan berupa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang mengatur tentang kegiatan sewa guna usaha yang berisi tentang aturan pelaksanaan transaksi sewa guna usaha, serta perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, termasuk juga menerapkan objek leasing berupa aktiva tetap sesuai dengan penggolongannya yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang penggolongan aktiva berwujud untuk keperluan penyusutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya penyusutan yang sesuai dengan masa manfaat beserta tarif penyusutan yang telah ditetapkan berdasarkan penggolongan aktiva tetap dalam kaitannya dengan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh).

Sehingga dari perlakuan perpajakan tersebut diperoleh suatu informasi keuangan yang berguna bagi pihak manajemen berupa informasi keuangan fiskal yang berisi tentang kesesuaian pelaksanaan sewa guna usaha dengan memperhatikan peraturan perpajakan mengenai kegiatan sewa guna usaha berdasarkan metode yang digunakan, serta dalam hubungannya dengan pembebanan angsuran sewa dan pembebanan atas penyusutan aktiva tetap dalam perhitungan pajak penghasilan perusahaan.

Analisis Data

(4)

Penentuan besarnya angsuran sewa untuk setiap periode menggunakan rumus sebagai berikut (Cristian, 2010:1) :

Pmt = (HP – NS) + [(HP x i) n] n

Keterangan :

Pmt = Besarnya sewa tiap periode HP = Nilai awal kontrak

NS = Taksiran nilai sisa i = Tingkat suku bunga

n = Banyaknya transaksi sewa guna usaha

Penentuan nilai awal kontrak atau harga perolehan harus diketahui sebelum menghitung angsuran sebagai dasar perhitungan pada sewa guna usaha ini. Nilai awal tersebut merupakan harga final yang telah dinegosiasikan antara lessor dan lessee yang termuat dalam perjanjian sewa guna usaha.

2 Perhitungan Besarnya Angsuran Bunga

Angsuran bunga dihitung berdasarkan pada nilai sisa yang dihitung dari harga perolehan setelah dikurangi nilai residu. Penentuan bunga angsuran menggunakan rumus (Baridwan, 2004:6) :

Angsuran bunga = Tingkat suku bunga x Nilai kontrak sewa 3 Perhitungan Besarnya Angsuran Pokok

Angsuran pokok dihitung dari angsuran sewa berdasarkan rumus diatas dan dikurangi dengan angsuran bunga, yang dihitung sesuai dengan tingkat bunga yang telah ditetapkan. Secara umum penentuan pokok angsuran menggunakan rumus (Baridwan, 2004:6) :

Angsuran pokok = Angsuran sewa – Angsuran bunga 4. Analisis Berdasarkan Peraturan Perpajakan

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, tentang kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut : 1.Jumlah pembayaran sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus

dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.

2.Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

(5)

Pembayaran sewa minimum adalah pembayaran yang merupakan kewajiban lessee yang harus dilaksanakan atau diharapkan dapat terlaksana dalam hubungannya dengan aktiva sewa guna usaha. Dinyatakan dengan rumus (Baridwan, 2004:6) :

Pembayaran sewa minimum = Angsuran sewa x Jangka waktu sewa 6. Penyusutan Aktiva Tetap

Penyusutan aktiva tetap menggunakan metode penyusutan garis lurus, dimana beban penyusutan periodik sepanjang masa pemakaian aktiva tetap adalah sama besarnya. Rumus untuk menghitung penyusutan adalah (Jusup, 2005:164) :

Penyusutan = Harga perolehan aktiva – Nilai residu Umur ekonomis aktiva

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1.Kebijakan Akuntansi Aktiva Tetap PT. TRI ATMA CIPTA

Aktiva tetap dicatat sebesar nilai perolehannya. Penyusutan aktiva tetap dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method), berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aktiva tersebut.

Aktiva tetap yang sudah tidak digunakan lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aktiva tetap berikut akumulasi penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aktiva tetap tersebut dibukukan dalam (pendapatan atau beban lain-lain) pada tahun yang bersangkutan.

2.Transaksi Sewa Guna Usaha Pada PT. TRI ATMA CIPTA

Transaksi sewa guna usaha yang dilakukan PT. TRI ATMA CIPTA adalah transaksi pengadaaan kendaraan truk barang. Kendaraan tersebut digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan memilih pembelian kendaraan dengan cara leasing karena :

a. Menghemat modal kerja perusahaan

b. Leasing memberi pembiayaan sampai 100% atas barang yang disewa c. Sewa guna usaha tidak menuntut jaminan tambahan yang berarti

d. Pembiayaan yang diajukan membutuhkan waktu yang relatif singkat dan prosedurnya mudah e. Melindungi dari resiko keusangan aktiva tetap

Sewa guna usaha PT. TRI ATMA CIPTA adalah sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) dengan teknis pelaksanaan sewa guna usaha langsung (direct lease).

(6)

Tabel.Daftar Aktiva Sewa Guna Usaha PT. TRI ATMA CIPTA Tahun 2012

Sumber: Data diolah

Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi sewa guna usaha (leasing) tersebut adalah : a. Pihak Pertama (Lesso ) : PT. HARAPAN BARU GROUP

b. Pihak Kedua (Lessee) : PT. TRI ATMA CIPTA Rincian transaksinya adalah sebagai berikut :

1) Mitsubishi fuso truck FM 517 HS 220PS. Transaksi dilakukan pada tanggal 28 februari 2012 dengan jangka waktu sewa selama 4 (empat) tahun.

a) Harga Kendaraan : Rp. 421.300.000 b) Tingkat suku bunga tetap (flat) : 7,5% per tahun

c) Nilai sisa : Rp. 46.000.000

d) Asuransi kendaraan : Rp. 2.880.000 e) Dikenakan PPN sebesar 10% dari harga jual kendaraan

f) Lessee mempunyai hak opsi untuk membeli kendaraan sebesar nilai sisa pada akhir masa sewa 2) Mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS. Transaksi dilakukan pada tanggal 28 februari 2012 dengan jangka waktu sewa selama 3 (tiga) tahun.

a) Harga Kendaraan : Rp. 183.750.000 b) Tingkat suku bunga tetap (flat) : 9,6% per tahun

c) Nilai sisa : Rp. 21.750.000

d) Asuransi kendaraan : Rp. 1.260.000 e) Dikenakan PPN sebesar 10% dari harga jual kendaraan

Keterangan Jumlah (unit) Tanggal Perolehan Umur Ekonomis (tahun) Nilai Perolehan (rupiah)

Mitsubishi Fuso Truck FM 517 HS 220PS 1 28/02/2012 10 421.300.000 Mitsubishi Cold Diesel Truck FE 71 110PS 1 28/02/2012 10 183.750.000

(7)

f) Lessee mempunyai hak opsi untuk membeli kendaraan sebesar nilai sisa pada akhir masa sewa Pembahasan

1. Perhitungan Atas Transaksi Sewa Guna Usaha a. Mitsubishi fuso truck FM 517 HS 220PS : 1) Perhitungan angsuran sewa per bulan Pmt = (HP - NS) + [(HP x i) n]

n

Diketahui : HP = 421.300.000 NS = 46.000.000

i = 0,625% per bulan atau 0,00625 n = 48 Pmt = (421.300.000 - 46.000.000) + [(421.300.000 x 0,00625) 48] 48 = 375.300.000 + 2.633.125 (48) 48 = 375.300.000 + 126.390.000 48 = Rp. 10.451.875

2) Perhitungan angsuran bunga per bulan

Angsuran bunga = Tingkat suku bunga x Nilai kontrak sewa = 0,625/100 x 421.300.000

= Rp. 2.633.125

3) Perhitungan angsuran pokok per bulan

Angsuran pokok = Angsuran sewa – Angsuran bunga = 10.451.875 - 2.633.125

= Rp. 7.818.750

4) PPN = 10% x Barang kena pajak = 10% x 421.300.000

= Rp. 42.130.000

(8)

Penyusutan = 421.300.000 - 46.000.000 10

= 375.300.000 10

= Rp. 37.530.000 per tahun b. Mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS : 1) Perhitungan angsuran sewa per bulan

Pmt = (HP – NS) + [(HP x i) n] n

Diketahui : HP = 183.750.000 NS = 21.750.000

i = 0,8% per bulan atau 0,008 n = 36 Pmt = (183.750.000 - 21.750.000) + [(183.750.000 x 0,008) 36] 36 = 162.000.000 + 1.470.000 (36) 36 = 162.000.000 + 52.920.000 36 = Rp. 5.970.000

2) Perhitungan angsuran bunga per bulan

Angsuran bunga = Tingkat suku bunga x Nilai kontrak sewa = 0,8/100 x 183.750.000

= Rp. 1.470.000

3) Perhitungan angsuran pokok per bulan

Angsuran pokok = Angsuran sewa - Angsuran bunga = 5.970.000 - 1.470.000

= Rp. 4.500.000

4) PPN = 10% x Barang kena pajak = 10% x 183.750.000

(9)

= Rp. 18.375.000 5) Perhitungan penyusutan aktiva tetap

Penyusutan = 183.750.000 - 21.750.000 10

= 162.000.000 10

= Rp. 16.200.000 per tahun 2 Pencatatan Atas Transaksi Sewa Guna Usaha a. Untuk Mitsubishi fuso truck FM 517 HS 220PS : 1) Mencatat pada saat lessee memperoleh aktiva

Aktiva SGU - Capital lease Rp. 421.300.000 Hutang SGU - Capital lease Rp. 421.300.000 2) Mencatat PPN saat memperoleh aktiva

PPN Masukan Rp. 42.130.000

Kas Rp. 42.130.000

3) Mencatat pada saat pembayaran angsuran sewa Hutang SGU - Capital lease Rp. 7.818.750

Kas Rp. 7.818.750

4) Mencatat atas pembebanan Angsuran bunga

Beban bunga - Capital lease Rp. 2.633.125 Kas Rp. 2.633.125 5) Mencatat penyusutan aktiva

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 3.127.500

Akumulasi penyusutan - Capital lease Rp. 3.127.500 (Rp. 37.530.000/12 = Rp. 3.127.500)

6) Mencatat beban asuransi atas aktiva leasing Beban asuransi Rp. 2.880.000

Kas Rp. 2.880.000

b. Untuk Mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS : 1) Mencatat pada saat lessee memperoleh aktiva

(10)

Aktiva SGU - Capital lease Rp. 183.750.000

Hutang SGU - Capital lease Rp. 183.750.000 2) Mencatat PPN saat memperoleh aktiva

PPN Masukan Rp. 18.375.000

Kas Rp. 18.375.000

3) Mencatat pada saat pembayaran angsuran sewa Hutang SGU - Capital lease Rp. 4.500.000

Kas Rp. 4.500.000

4) Mencatat atas pembebanan Angsuran bunga

Beban bunga - Capital lease Rp. 1.470.000

Kas Rp. 1.470.000

5) Mencatat penyusutan aktiva

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 1.350.000

Akumulasi penyusutan - Capital lease Rp. 1.350.000 (Rp. 16.200.000/12 = Rp. 1.350.000)

6) Mencatat beban asuransi atas aktiva leasing Beban asuransi Rp. 1.260.000

Kas Rp. 1.260.000

3 Transaksi Sewa Guna Usaha Menurut Peraturan Perpajakan

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, tentang kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

1).Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. 2).Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. 3).Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Transaksi sewa guna usaha yang terjadi pada PT. TRI ATMA CIPTA atas pembelian 1 unit mitsubishi fuso truck FM 517 HS 220PS dan 1 unit mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS apabila penulis uji dengan tiga kriteria tersebut akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

(11)

Kriteria 1 :

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama 4 tahun :

Pembayaran sewa minimum = Angsuran sewa x Jangka waktu sewa

Rp. 10.451.875 x 48 bulan = Rp. 501.690.000

Nilai hak opsi = Rp. 46.000.000

Jumlah = Rp. 547.690.000 Harga Perolehan barang modal + keuntungan (bunga) :

Rp. 421.300.000 + Rp. 126.390.000 = Rp. 547.690.000

Karena jumlah angsuran selama masa sewa guna usaha ditambah nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang modal + bunga lessor, maka kriteria 1 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kriteria 2 :

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tanggal 15 mei 2009 tentang penggolongan aktiva berwujud untuk keperluan penyusutan, bahwa kendaraan Mitsubishi fuso truck tersebut digolongkan sebagai barang modal golongan II.

Masa sewa guna usaha menurut perjanjian adalah 48 bulan (4 tahun), dimana untuk barang modal golongan II masa sewa sekurang-kurangnya 36 bulan (3 tahun) maka kriteria 2 sebagai transaksi capital lease terpenuhi.

Kriteria 3:

Menurut perjanjian sewa guna usaha, lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha, maka kriteria 3 sebagai transaksi capital lease terpenuhi.

Kesimpulan Akhir :

Dengan terpenuhinya semua kriteria yang dipersyaratkan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku, maka transaksi sewa guna usaha atas 1 unit mitsubishi fuso truck FM 517 HS 220PS dapat dikategorikan sebagai transaksi capital lease.

2) Mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS Kriteria 1 :

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama 3 tahun :

Pembayaran sewa minimum = Angsuran sewa x Jangka waktu sewa

Rp. 5.970.000 x 36 bulan = Rp. 214.920.000

Nilai hak opsi = Rp. 21.750.000

(12)

Harga Perolehan barang modal + keuntungan (bunga) :

Rp. 183.750.000 + Rp. 52.920.000 = Rp. 236.670.000

Karena jumlah angsuran selama masa sewa guna usaha ditambah nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang modal + bunga lessor, maka kriteria 1 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kriteria 2 :

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tanggal 15 mei 2009 tentang penggolongan aktiva berwujud untuk keperluan penyusutan, bahwa kendaraan Mitsubishi cold diesel truck tersebut digolongkan sebagai barang modal golongan II.

Masa sewa guna usaha menurut perjanjian adalah 36 bulan (3 tahun), dimana untuk barang modal golongan II masa sewa sekurang-kurangnya 36 bulan (3 tahun) maka kriteria 2 sebagai transaksi capital lease terpenuhi.

Kriteria 3:

Menurut perjanjian sewa guna usaha, lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha, maka kriteria 3 sebagai transaksi capital lease terpenuhi.

Kesimpulan Akhir :

Dengan terpenuhinya semua kriteria yang dipersyaratkan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku, maka transaksi sewa guna usaha untuk 1 unit mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS dapat dikategorikan sebagai transaksi capital lease.

4. Perlakuan Perpajakan Terhadap Transaksi Sewa Guna Usaha a. Pajak Penghasilan (PPh)

Selama masa sewa guna usaha, PT. TRI ATMA CIPTA tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usahakan, sampai saat PT. TRI ATMA CIPTA menggunakan opsi untuk membeli barang modal tersebut, artinya pembebanan penyusutan yang dilakukan selama masa sewa akan dilakukan koreksi untuk perhitungan pajak.

1) Setelah PT. TRI ATMA CIPTA menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, PT. TRI ATMA CIPTA melakukan penyusutan dan dasar penyusutan adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan, yaitu :

a) Mitsubishi fuso truck FM 517 HS 220PS = Rp. 46.000.000 b) Mitsubishi cold diesel truck FE 71 110PS = Rp. 21.750.000

(13)

2) Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh PT. TRI ATMA CIPTA kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto PT. TRI ATMA CIPTA sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan, yaitu :

Beban sewa - Capital lease a) Tahun pajak 2012 Rp. 10.451.875 x 10 = Rp. 104.518.750 Rp. 5.970.000 x 10 = Rp. 59.700.000 Jumlah Rp. 164.218.750 b) Tahun pajak 2013 Rp. 10.451.875 x 12 = Rp. 125.422.500 Rp. 5.970.000 x 12 = Rp. 71.640.000 Jumlah Rp. 197.062.500 c) Tahun pajak 2014 Rp. 10.451.875 x 12 = Rp. 125.422.500 Rp. 5.970.000 x 12 = Rp. 71.640.000 Jumlah Rp. 197.062.500 d) Tahun pajak 2015 Rp. 10.451.875 x 12 = Rp. 125.422.500 Rp. 5.970.000 x 2 = Rp. 11.940.000 Jumlah Rp. 137.362.500 e) Tahun pajak 2016 Rp. 10.451.875 x 2 = Rp. 20.903.750

3) PT. TRI ATMA CIPTA tidak memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan ketentuan sewa guna usaha dengan hak opsi.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam transaksi SGU dengan hak opsi dari lessor kepada lessee merupakan jasa financial leasing yang dikecualikan dari pengenaan PPN, dengan demikian lessor bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Oleh karena truk digunakan PT. TRI ATMA CIPTA untuk kegiatan operasional maka lessor tidak berhak mengkreditkan PPN Masukan atas penyerahan truk kepada lessee. Sedangkan yang berhak

(14)

mengkreditkan PPN masukan adalah PT. TRI ATMA CIPTA. Dengan demikian, faktur pajak truk yang dibuat supplier adalah atas nama dan NPWP PT. TRI ATMA CIPTA.

PPN Masukan = Rp. 42.130.000 + Rp. 18.375.000 = Rp. 60.505.000

Jumlah PPN masukan sebesar Rp. 60.505.000 tersebut dapat dikreditkan dengan PPN keluaran perusahaan pada akhir masa Pajak Pertambahan Nilai, karena PT. TRI ATMA CIPTA merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

5. Koreksi Fiskal Terhadap Transaksi Sewa Guna Usaha

Adanya Perbedaan antara Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 dengan kebijakan Akuntansi Komersial tersebut, berdampak pada Pajak Penghasilan terhutang PT. TRI ATMA CIPTA,maka akan mengalami koreksi, baik koreksi positif sebesar biaya penyusutan atas aktiva sewa guna usahanya, karena menurut Keputusan Menteri Keuangan tersebut biaya penyusutan atas aktiva sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha tidak boleh diakui (tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan bruto PT. TRI ATMA CIPTA) termasuk juga atas pembebanan bunga sewa serta pengakuan terhadap kepemilikan aktiva sebelum hak opsi untuk membeli dilakukan. Koreksi negatif dilakukan atas pembebanan sewa berdasarkan pada angsuran sewa yang terdiri atas angsuran bunga dan angsuran pokok.

Akibatnya Pajak Penghasilan PT. TRI ATMA CIPTA yang terhutang kepada administrasi pajak selama masa sewa guna usaha harus disesuaikan.

Berikut ini daftar rekening yang harus dikoreksi atas transaksi untuk perhitungan pajak penghasilan : Tabel.Perhitungan Koreksi Fiskal Terhadap Sewa Guna Usaha

Tahun Pajak Rekening Koreksi Positif Koreksi Negatif

2012

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 37.530.000 x 10 12 Rp. 16.200.000 x 10 12 Rp. 31.275.000 Rp. 13.500.000 Rp. 44.775.000 -

Beban bun ga - Capital lease Rp. 2.633.125 x 10 Rp. 1.470.000 x 10 Rp. 26.331.250 Rp. 14.700.000 Rp. 41.031.250 -

(15)

Beban sewa/leasing Rp. 10.451.875 x 10 Rp. 5.970.000 x 10 - Rp. 104.518.750 Rp. 59.700.000 Rp. 164.218.750 2013

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 37.530.000 Rp. 16.200.000 Rp. 53.730.000

-

Beban bunga - Capital lease Rp. 2.633.125 x 12 Rp. 1.470.000 x 12 Rp. 31.597.500 Rp. 17.640.000 Rp. 49.237.500 -

Beban sewa/leasing Rp. 10.451.875 x 12 Rp. 5.970.000 x 12 - Rp. 125.422.500 Rp. 71.640.000 Rp. 197.062.500 2014

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 37.530.000 Rp. 16.200.000 Rp. 53.730.000

-

Beban bunga - Capital lease Rp. 2.633.125 x 12 Rp. 1.470.000 x 12 Rp. 31.597.500 Rp. 17.640.000 Rp. 49.237.500 -

Beban sewa/leasing Rp. 10.451.875 x 12 Rp. 5.970.000 x 12 - Rp. 125.422.500 Rp. 71.640.000 Rp. 197.062.500

Sumber: Data diolah 2015

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 37.530.000 Rp. 16.200.000 x 2 12 Rp. 37.530.000 Rp. 2.700.000 Rp. 40.230.000 -

(16)

Berdasarkan koreksi fiskal tersebut diatas maka selama masa sewa guna usaha perlu dilakukan koreksi terhadap beban penyusutan aktiva, beban bunga, dan beban sewa yang dapat diartikan bahwa pengakuan kepemilikan atas aktiva tetap belum dapat akui oleh PT. TRI ATMA CIPTA sebagai pihak lessee sebelum menggunakan hak opsi untuk membeli aktiva tersebut.

6 Pelaksanaan Opsi Atas Sewa Guna Usaha

Pada akhir masa sewa, pihak penyewa atau lessee mempunyai hak untuk membeli aktiva tetap yang dilease sejumlah nilai sisa atau nilai residu yang telah disepakati dalam perjanjian sewa. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, PT. TRI ATMA CIPTA diperkenankan untuk melakukan penyusutan atas aktiva tetap berupa kendaraan tersebut setelah PT. TRI ATMA CIPTA menggunakan hak opsinya. Dasar penyusutan yang digunakan adalah nilai sisa (hak opsi) kendaraan yang bersangkutan. Umur ekonomis yang digunakan untuk menyusutkan aktiva tersebut menurut ketentuan perpajakan adalah 8 (delapan) tahun sesuai dengan penggolongan kelompok aktiva tetap dalam penentuan tarif penyusutan.

Beban bunga - Capital lease Rp. 2.633.125 x 12 Rp. 1.470.000 x 2 Rp. 31.597.500 Rp. 2.940.000 Rp. 34.537.500 -

Beban sewa/leasing Rp. 10.451.875 x 12 Rp. 5.970.000 x 2 - Rp. 125.422.500 Rp. 11.940.000 Rp. 137.362.500 2016

Beban penyusutan - Capital lease Rp. 37.530.000 x 2

12

Rp. 6.255.000 -

Beban bunga - Capital lease

Rp. 2.633.125 x 2 Rp. 5.266.250

-

Beban sewa/leasing Rp. 10.451.875 x 2

(17)

Untuk metode penyusutan, antara peraturan perpajakan dengan kebijakan akuntansi tidak ada perbedaan, yaitu PT. TRI ATMA CIPTA menggunakan metode garis lurus dalam penentuan besarnya penyusutan aktiva tetap.

a. Bila pada tanggal 28 februari 2015 PT. TRI ATMA CIPTA memutuskanuntuk menggunakan hak opsi untuk membeli truk mitsubishi cold diesel FE 71 110PS yang di sewa guna usaha dengan membayar sejumlah nilai sisa maka Pencatatan oleh PT. TRI ATMA CIPTA atas transaksi ini adalah :

Kendaraan Rp 135.150.000

Akm. Peny. Aktiva - Capital lease Rp. 48.600.000 Hutang SGU - Capital lease Rp 21.750.000

Aktiva SGU - Capital lease Rp. 183.750.000

Kas Rp. 21.750.000

b. Bila pada tanggal 28 februari 2016 PT. TRI ATMA CIPTA memutuskanuntuk menggunakan hak opsi untuk membeli truk mitsubishi fuso FM 517 220PS yang di sewa guna usaha dengan membayar sejumlah nilai sisa maka Pencatatan oleh PT. TRI ATMA CIPTA atas transaksi ini adalah :

Kendaraan Rp. 269.180.000

Akm. Peny. Aktiva - Capital lease Rp. 150.120.000 Hutang SGU - Capital lease Rp. 46.000.000

Aktiva SGU - Capital lease Rp. 421.300.000

Kas Rp. 46.000.000

Nilai buku pada akhir masa leasing inilah yang akan menjadi dasar bagi PT. TRI ATMA CIPTA untuk melakukan penyusutan truk yang akan dibeli. Sedangkan jangka waktu yang dipergunakan adalah sisa umur ekonomis truk tersebut, dalam hal ini masing-masing adalah 7 (tujuh) dan 6 (enam) tahun.

Terdapat perbedaan antara akuntansi komersial dengan perpajakan dalam penentuan nilai yang digunakan sebagai dasar dalam penyusutan truk yang dibeli. Seperti yang telah disebut di atas bahwa akuntansi komersial menggunakan nilai buku pada saat akhir masa leasing sebagai dasar untuk melakukan penyusutan terhadap truk yang dibeli. Berbeda dengan peraturan perpajakan Keputusan Menteri Keuangan nomor 1169/KMK.01/1991 pasal 16 ayat 1 (b) yang menyantumkan bahwa setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut lessee melakukan penyusutan dengan dasar penyusutan adalah nilai sisa (residual value) barang modal bersangkutan.

Menurut perpajakan yang menjadi dasar adalah nilai sisa yakni sebesar Rp. 21.750.000 untuk truk mitsubishi cold diesel FE 71 110PS dan Rp. 46.000.000 untuk truk mitsubishi fuso FM 517 220PS.

(18)

c. Besarnya penyusutan berdasarkan peraturan perpajakan untuk truk mitsubishi cold diesel FE 71 110PS

Penyusutan = Harga perolehan aktiva - Nilai residu Umur ekonomis aktiva

= 21.750.000 - 0 8

= Rp. 2.718.750 per tahun

d. Besarnya penyusutan berdasarkan peraturan perpajakan untuk truk mitsubishi fuso FM 517 HS 220PS

Penyusutan = Harga perolehan aktiva - Nilai residu Umur ekonomis aktiva

= 46.000.000 - 0 8

= Rp. 5.750.000 per tahun Kesimpulan

Berdasarkan uraian dapat di simpulkan bahwa transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi yang dilaksanakan oleh perusahaan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan begitu juga tentang kriteria transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) sebagaimana telah diatur dalam pasal 3 (tiga) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 disebutkan bahwa objek leasing berupa kendaraan truk barang digolongkan sebagai aktiva tetap golongan II yang berkaitan dengan penentuan tarif penyusutan aktiva tetap yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).Sedangkan Prinsip akuntansi komersial terhadap sewa guna usaha berbeda dengan prinsip akuntansi perpajakan. Pada akuntansi komersial mengakui adanya penyusutan atas aktiva sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha, sedangkan ketentuan pajak memperkenankan pengakuan penyusutan setelah lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli aktiva tersebut.

Pembayaran angsuran sewa guna usaha yang dibayar setiap bulannya kepada lessor harus diakui sebagai beban sewa oleh lessee dalam menghitung penghasilan kena pajak dan menurut ketentuan perpajakan merupakan biaya yang dapat diakui sebagai biaya yang mengurangi penghasilan bruto.

(19)

Baridwan, Zaki. 2004. Intermediate Accounting Edisi delapan cetakan pertama, Yogyakarta: BPFE.

_______. 2008. Intermediate Accounting Edisi delapan cetakan kedua, Yogyakarta: BPFE.

Cristian, Petra. 2010. Cara Perhitungan Cicilan Leasing (bunga flat dan efektif), http:/cicilanleasing.blogspot.com Diakses pada tanggal 17 April 2012.

IAI. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.

Jusup, Al Haryono. 2005. Dasar-dasar Akuntansi, Yogyakarta: STIE YKPN.

Weygandt, Jerry J., Kieso, Donald E., Kimmel, Paul D. 2002. Akuntansi Intermediete, terjemahan Emil Salim, Edisi Sepuluh, Jakarta: Erlangga.

Muljono, Djoko. 2006. Akuntansi Pajak, Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Nasution, Manahan. 2003. Akuntansi Sewa Guna Usaha (Leasing) Menurut Pernyataan SAK No.30, Sumatera Utara: USU.

Pajak, Direktorat Jenderal. 2010. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 129/PJ/2010 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Sewa Guna Usaha, http:/www.pajak.go.id Diakses pada tanggal 20 April 2012.

Pajak, Direktorat Jenderal. 2009. Undamg-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), http:/www.pajak.go.id Diakses pada tanggal 20 April 2012.

Pajak, Direktorat Jenderal. 2009. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang penggolongan aktiva berwujud untuk keperluan penyusutan, http:/www.pajak.go.id Diakses pada tanggal 20 April 2012.

Pajak, Direktorat Jenderal. 2008. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan http:/www.pajak.go.id Diakses pada tanggal 20 April 2012.

(20)

Pajak, Direktorat Jenderal. 2007. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, http:/www.pajak.go.id Diakses pada tanggal 20 April 2012.

Pajak, Direktorat Jenderal. 1991. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha, http:/www.pajak.go.id Diakses pada tanggal 20 April 2012.

Prabowo, Yusdianto. 2002. Akuntansi Perpajakan Terapan, Jakarta: Grasindo. Simamora, Henry. 2000. Akuntansi (cetakan pertama), Jakarta: Salemba Empat.

Referensi

Dokumen terkait

Bagian tanaman yang dimanfaatkan oleh Masyarakat desa Salimuran adalah pati sagu untuk bahan makanan, daun untuk bahan atap rumah dan kulit batang untuk bahan kayu

Upaya pemerintah adalah semua proses usaha dan tindakan yang dilakukan Pemerintah Propinsi Bali seperti Dinas Pariwisata Propinsi Bali, Dinas Kebudayaan Propinsi

Palang Merah Indonesia dapat menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal atau Lambang Palang Merah Indonesia untuk mendukung penyebarluasan Hukum

coli yang terimobilisasi taut-silang dengan glutaraldehida pada permukaan elektrode pasta karbon berpotensi sebagai reagen biofungsional untuk menaut-silangkan enzim.. Gambar 5

Selanjutnya ayat (2) dari pasal tersebut yang menentukan, “Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang

(2) Pungutan swadaya dan partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi segala pungutan baik berupa uang maupun barang oleh pemerintah desa terhadap

Dalam setahun terakhir (Agustus 2016–Agustus 2017), persentase penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tidak tetap meningkat cukup tinggi dari 16.28 persen

Prevalensi adalah jumlah seluruh kasus kusta baik baru maupun lama, hasilnya adalah jumlah prevalensi kusta tahun 2019 di Kabupaten Blora 1/10.000 penduduk, artinya ada