• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBENTUKAN DAN NILAI RASA KATA TIDAK BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Denty Setya Putri NIM: 074114016

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PROSES PEMBENTUKAN DAN NILAI RASA KATA TIDAK BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Denty Setya Putri NIM: 074114016

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

PAPI dan (ALM) MAMIKU

yang tersayang,

terima kasih atas kasih sayang dan doa restu

(8)

vii ABSTRAK

Putri, Denty Setya. 2014. “Proses Pembentukan dan Nilai Rasa Kata Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia”. Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian tentang pembentukan kata dan nilai rasa kata tidak baku dalam bahasa Indonesia memiliki dua tujuan sebagai berikut. Pertama, mendeskripsikan proses terjadinya pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kedua, mendeskripsikan nilai rasa yang terjadi pada kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian analisis data. Data diperoleh dari media massa cetak, sedangkan sampelnya adalah proses pembentukan kata dan nilai rasa kata tidak baku dalam media massa cetak tersebut. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak, yaitu penyimakan terhadap pembentukan kata tidak baku dan nilai rasa pada kata tidak baku. Teknik lanjutan dari metode simak dalam penelitian ini yaitu teknik simak bebas libat cakap, yaitu penulis berperan sebagai pemerhati terhadap calon data. Teknik simak bebas libat cakap ini dilaksanakan teknik catat yaitu mencatat data yang diperoleh dengan kartu data. Analisis data dilakukan dengan metode agih, sedangkan teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik ganti. Teknik ganti ini digunakan untuk membandingkan kata-kata bahasa baku dan tidak baku dalam media massa cetak. Data yang sudah dianalisis disajikan dengan metode informal, yaitu penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa yang apabila dibaca dapat langsung dipahami.

Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pembentukan kata dan nilai rasa kata tidak baku dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

Pertama, proses pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia diklasifikasikan berdasarkan 7 bagian, meliputi (1) pembentukan berupa pemendekan, (2) pembentukan berupa penggunaan dalam serapan bahasa asing, (3) pembentukan berupa penggunaan istilah lain, (4) pembentukan berupa pengaruh bahasa lisan, (5) pembentukan berupa penghilangan bunyi, (6) pembentukan berupa penggantian diftong „au‟ dengan „o‟ dan „ai‟ dengan „e‟, dan (7) pembentukan berupa baster.

(9)

viii ABSTRACT

Putri, Denty Setya. 2014. “The Forming Process and Connotation of Non-Standard Words in Bahasa Indonesia ”. An Undergraduate Thesis. Indonesian Letters Study Program, Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

This research on the word forming and connotation of non-standard words in Bahasa Indonesia has two aims as follows. First is describing the process of non-standard word forming in Bahasa Indonesia. Second is describing the connotation of non-standard words in Bahasa Indonesia.

This research is conducted in three strategic phases: data gathering phase, data analysis phase, and data analysis presentation phase. The data are gathered from printed mass media. The sample which is used is the word forming process and the connotation of non-standard words taken from it. This research uses simak method which is scrutinizing the non-standard word forming and the connotation of it. The advanced technique of this method is simak bebas libat cakap technique in which the writer has a role as an observer towards the data candidate. This technique is implemented by note-taking technique which is taking note of the data by using data card. The data analysis is implemented by distribution method. Meanwhile, the advanced technique which is used is substitution technique. It is used to compare standard words and non-standard words on printed mass media. Analyzed data are presented by informal method. It is a data analysis presentation by using common words that are directly understood when being read.

The result of the word forming process and connotation of non-standard words in Bahasa Indonesia is as follows.

First, non-standard word forming process in Bahasa Indonesia is classified into 7 parts: (1) word forming through abridgement, (2) word forming through foreign language translation, (3) word forming by using other terms, (4) word forming through spoken language influence, (5) word forming through sound elimination, (6) word forming through diphthong substitution of „au‟ to „o‟ and „ai‟ to „e‟, and (7) word forming through baster.

Second, the connotation of non-standard words in Bahasa Indonesia is classified into 2 parts: (1) the connotation of feeling and (2) the connotation of estimations. The connotation of estimations is divided into estimating the connotation of first person singular, estimating the connotation of verbs, estimating the connotation of adjectives or conditions, and estimating the connotation of prestige.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain terima kasih dan puji syukur yang teramat besar pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Selain dukungan yang istimewa dari Yang Maha Esa, tugas akhir ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak yang dengan setia dan penuh doa menyemangati penulis. Oleh karena itu, banyak terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi., M. Hum. selaku pembimbing I yang dengan sabar menerima keluh kesah penulis dan menjadi pemberi solusi yang baik bagi penulis selama penulisan tugas akhir,

2. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku pembimbing II yang dengan sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis,

3. Bapak dan Ibu dosen Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F. Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. F.X. Santosa, M.S., Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., dan Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., terima kasih atas kesempatan berbagi ilmu dan pengalaman selama penulis menjalani studi di Program Studi Sastra Indonesia,

4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra yang membantu penulis dalam kelancaran mencari informasi akademik selama penulis kuliah,

(11)

x

6. Keluarga tercinta, Bapak Fabianus Sutikno, (Alm) Ibu Emeliana Sri Sudarni, serta adik Stefanus Albert Setyawan yang dengan penuh cinta menghadapi penulis dalam suka maupun duka.

7. Sahabat-sahabat di Jakarta, teman-teman kos Legi 1, teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2007 yang telah rela menemani, menyemangati, sabar, dan tetap mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, dan 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa meski diselesaikan dengan usaha terbaik dari penulis, tugas akhir ini masih belum sempurna. Segala kekurangan, ketidaktelitian, dan kekekeliruan dalam tugas akhir ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya. Dengan rendah hati, penulis menerima saran dan kritik.

Yogyakarta, 14 Juli 2014

(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

1.6.5 Proses Morfologis……….. 10

(13)

xii

1.6.7 Abreviasi……… 11

1.7 Metode Penelitian... 24

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data... 24

1.7.2 Tahap Analisis Data... 25

1.7.3 Tahap Penyajian Analisis Data... 25

1.8 Sistematika Penyajian... 25

BAB II PEMBENTUKAN KATA TIDAK BAKU DALAM BAHASA INDONESIA………... 27

2.1 Pengantar... 27

2.2 Proses Pembentukan Kata Tidak Baku... 27

2.2.1 Pembentukan Berupa Pemendekan... 27

2.2.1.1 Akronim………. 27

2.2.1.1.1 Akronim yang Berupa Penggalan………. 28

2.2.1.1.2 Akronim yang Berupa Pengekalan Suku Pertama dari Tiap Komponen……… 28

2.2.1.1.3 Akronim yang Berupa Pengekalan Tiga Huruf Pertama Komponen Pertama dan Dua Huruf Pertama Komponen Kedua……….. 30

(14)

xiii

2.2.1.1.5 Akronim yang Berupa Pengekalan Dua Huruf Pertama Komponen Pertama dan Tiga Huruf Pertama

Komponen Kedua……… 31

2.2.1.1.6 Akronim yang Berupa Pengekalan Tiga Huruf Pertama Komponen Pertama dan Tiga Huruf Pertama Komponen Kedua……….. 32

2.2.1.2 Penyingkatan……….. 32

2.2.2 Pembentukan berupa Penggunaan dalam Serapan Bahasa Asing... 34

2.2.2.1 Penggunaan Serapan dari Bahasa Inggris………... 34

2.2.2.2 Penggunaan Serapan dari Bahasa Daerah……….. 36

2.2.3 Pembentukan Berupa Penggunaan Istilah Lain... 38

2.2.4 Pembentukan Berupa Pengaruh Bahasa Lisan... 41

2.2.5 Pembentukan Berupa Penghilangan Bunyi... 43

2.2.6 Pembentukan Berupa Penggantian Diftong ‘au’ dengan ‘o’ dan ‘ai’ dengan‘e’……….. 44

2.2.7 Pembentukan Berupa Baster………... 44

BAB III NILAI RASA KATA TIDAK BAKU DALAM BAHASA INDONESIA... 46

3.1 Pengantar... 46

3.2 Nilai Rasa Berupa Perasaan... 46

3.3 Nilai Rasa Berupa Penilaian... 47

(15)

xiv

3.3.2 Penilaian Rasa Berupa Kata Kerja... 49

3.3.3 Penilaian Nilai Rasa Berupa Kata Sifat atau Keadaan... 51

3.3.4 Penilaian Nilai Rasa Berupa Prestise……… 53

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 55

4.1 Kesimpulan... 55

4.2 Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA... 57

LAMPIRAN I……… 59

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Indonesia memiliki masyarakat yang beragam berdasarkan latar belakang budaya, sosial, pendidikan, agama, mata pencaharian, sistem religi, dan organisasi kemasyarakatan. Berdasarkan latar belakang masyarakat tersebut, bahasa yang digunakan pun berbeda tergantung situasi dan pemakainya.

Salah satu kelompok masyarakat yang ada di Indonesia adalah remaja. Remaja mempunyai kecenderungan, salah satunya menciptakan hal-hal baru dalam dunia pergaulan mereka, salah satunya dalam lingkup bahasa sebagai sarana komunikasi yang utama. Hal-hal baru tersebut contohnya penggunaan kalimat yang praktis, bahasa yang tidak baku, dan adanya prinsip „pokoknya easy learning dan mudah diingat‟. Ini terbukti dalam tayangan Liputan 6 SCTV (19 Oktober 2010: 12.00 PM) dikatakan bahwa bagi kaum muda, bahasa gaul tidak hanya digunakan untuk alat komunikasi, tetapi juga berfungsi sebagai media berekspresi.

Jika dicermati secara mendalam para remaja cenderung memilih ragam bahasa yang santai dan tidak baku. Penggunaan ragam tidak baku tersebut dapat tercermin dari cara pembentukan kata seperti pada contoh berikut.

(17)

(2) Kamu masih saja ikut mood yang jelek.

Kata curhat pada contoh (1) merupakan pembentukan kata berdasarkan akronim dari frasa curahan hati yang dapat diartikan sebagai mencurahkan isi hati kepada orang lain. Akronim ini sering digunakan karena para remaja ingin menggampangkan dengan cara menyingkat kata atau frasa. Kata mood pada contoh (2) merupakan serapan dari bahasa Inggris. Berdasarkan kamus Inggris-Indonesia (2008: 385) mood berarti „keadaan jiwa, suasana hati‟. Kata mood ini digunakan para remaja karena mereka ingin terlihat bergaya menggunakan bahasa Inggris dan juga mereka menyukai sesuatu yang mudah diingat.

Selain itu juga ditemukan ragam tidak baku yang terjadi berdasarkan nilai rasa seperti pada contoh berikut.

(3) Aku deg-degan sekali menghadapinya. (Gadis,edisi 18, hal 84) Aku berdebar-debar sekali menghadapinya.

Antara kata deg-degan dan berdebar-debar pada contoh (3) terdapat perbedaan nilai rasa. Mendengar kata deg-degan pada umumnya nuansa yang muncul adalah rasa ketika jantung sedang berdetak kencang dan bahkan menimbulkan rasa khawatir yang berlebihan, sedangkan kata berdebar-debar merupakan kata baku yang memiliki nilai rasa yang nuansanya lebih formal daripada kata deg-degan. Dalam konteks majalah remaja, kata deg-degan lebih sering digunakan agar terlihat santai.

(18)

Aku sering berburu baju di sini, soalnya banyak baju lucu yang harganya murah.

Kata hunting pada contoh (4) memiliki nilai rasa yang berbeda dengan berburu. Pada intinya hunting dan mencari mempunyai pengertian yang sama. Kata hunting dahulu dipakai untuk mengejar hewan untuk ditangkap, tetapi saat ini penggunaan kata hunting sudah berkembang maknanya menjadi „mencari

berbagai macam hal dalam berbagai bidang‟. Kata berburu memiliki makna yang

langsung menuju pada makna „tindakan menangkap hewan buruan‟.

Bentuk contoh-contoh di atas banyak ditemui dalam majalah remaja GADIS, Cosmogirl, dan informan. Penggunaan informan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperkaya data yang diperoleh dari majalah sehingga ada data yang berbentuk ragam lisan yang secara nyata digunakan dalam komunikasi remaja. Dengan beberapa majalah dan informan ini, maka akan kelihatan bahasa khas anak remaja yang juga memasukkan beberapa kata-kata asing dalam tuturannya. Tujuan yang ingin dicapai adalah terciptanya suasana yang komunikatif karena penggunaan bahasa yang komunikatif tuturan akan terasa tidak kaku dan menarik.

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan pokok masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana proses pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia ? 1.2.2 Bagaimana nilai rasa yang terjadi pada kata tidak baku dalam bahasa

Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

1.3.1 Mendeskripsikan proses pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

1.3.2 Mendeskripsikan nilai rasa pada kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

tidak baku mengandung suatu nilai rasa yang berbeda-beda sesuai dengan situasi penggunaannya.

1.5 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini akan dibahas proses pembentukan dan nilai rasa pada kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah proses terjadinya pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia dan nilai rasa yang terjadi pada kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

Menurut Indari Mastuti (2008: 37), ragam bahasa yang digunakan di kalangan anak remaja saat ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bedanya dapat terlihat dengan yang satu bisa disebut bahasa baku karena sudah mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku. Yang lainnya adalah bahasa yang tidak mengikuti kaidah dan aturan atau bisa disebut dengan bahasa gaul. Salah satu syarat bahasa baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau dianggap baku atau pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakai bahasa.

Azwida (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Pemakaian Bahasa Gaul

pada Iklan Produk Komersial Televisi” menulis bahwa bahasa bersifat dinamis, begitu juga pembentukan dan pemakaian bahasa gaul yang terdapat di dalam iklan

produk komersial terus mengalami perkembangan. Bahasa gaul yang terdapat di

dalam iklan produk komersial kini terus memunculkan kosakata bahasa gaul yang

baru yang merupakan kreasi dan kreativitas pengiklan khususnya penulis naskah iklan

dalam segi pemakaian bahasa di dalam iklan dengan tujuan membuat iklan menjadi

(21)

pembentukan bahasa gaul yang terdapat pada iklan produk komersial televisi, (2) pesan atau makna yang ingin disampaikan pengiklan khususnya penulis naskah iklan (copy writer) di dalam iklan produk komersial televisi yang menggunakan bahasa gaul, dan (3) pengaruh dari pemakaina bahasa gaul pada iklan produk komersial televisi terhadap konsumen sebagai pemakai bahasa Indonesia.

1.6 Landasan Teori

Landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1.6.1 Perbedaan Ragam Baku dan Nonbaku

Secara keseluruhan ragam baku hanya ada satu dalam sebuah bahasa. Dengan kata lain, ragam-ragam selebihnya, termasuk dialek adalah ragam nonbaku. Dari sudut kebahasaan, perbedaan antara baku dan nonbaku tentu ada dan menyangkut semua komponen bahasa, yaitu tata bunyi, tata bentukan, kosa kata, dan tata kalimat. Dalam hal ini tata bunyi sudah jelas, ragam baku mempunyai aturan ejaan. Dalam bahasa Indonesia, ejaan baku adalah EYD, sehingga penulisan yang melanggar EYD adalah ejaan nonbaku dan karena itu ragam tulisnya adalah nonbaku juga. Tentu saja ada kemungkinan ada hal-hal yang belum diatur oleh EYD. Dalam hal demikian akan terjadi kebebasan dan persaingan antara dua bentuk (Sumarsono, 2002: 33).

1.6.2 Semantik Sebuah Studi tentang Makna

(22)

organisasi sosial. Oleh karena itu teori semantik banyak digunakan oleh masyarakat. Semantik juga merupakan sebuah pusat studi tentang pikiran manusia, yakni proses berpikir, kognisi, konseptualisasi. Semua ini saling berkait dengan cara mengklasifikasikan dan mengemukakan tentang dunia nyata lewat sebuah bahasa (Leech 2003: 01).

1.6.3 Kepekaan Remaja terhadap Ragam Bahasa

Menurut Owen (dalam Papalia, 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metaphora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku.

1.6.4 Perubahan Makna

Abdul Chaer (1994: 135) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Semantik Bahasa Indonesia mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan makna sebuah kata meliputi :

1.6.4.1 Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi

(23)

1.6.4.2 Perkembangan Sosial dan Budaya

Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadiny aperubahan makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya

bermakna “A”, lalu berubah menjadi bermakna “B”, atau “C”. Jadi bentuk

katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. 1.6.4.3 Perbedaan Bidang Pemakaian

Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Kata-kata yang menjadi kosa Kata-kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnya dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya).

1.6.4.4 Adanya Asosiasi

Abdul Chaer (1994: 140) mengatakan asosiasi ini agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi akibat penggunaan dalam bidang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.

1.6.4.5 Pertukaran Tanggapan Indera

(24)

biasa disebut dengan istilah sinestesia. 1.6.4.6 Perbedaan Tanggapan

Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak kata yang

menjadi memiliki nilairasa yang “rendah”, atau kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang memiliki nilai rasa yang “tinggi”, atau yang

mengenakkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Nilai rasa itu kemungkinan besar cums bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang bisanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.

1.6.4.7 Adanya Penyingkatan

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata ayau ngkapan yang karena sering digunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya.

1.6.4.8 Proses Gramatikal

Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi

(25)

dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah terjadi perubahan makna, sebab yang terjadi adalah

proses gramatikal dan proses gramatikal itu telah “melahirkan” makna-makna gramatikal.

1.6.4.9 Pengembangan Istilah

Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali.

1.6.5 Proses Morfologis

M. Ramlan menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat empat proses morfologis (1980: 28) yaitu :

1.6.5.1 Proses Pembubuhan Afiks

Proses pembubuhan afiks atau afiksasi merupakan proses pembentukan kata dengan membubuhkan bubuhan, dan kata yang dibentuk dengan proses ini disebut kata berafiks.

1.6.5.2 Proses Pengulangan

Proses pengulangan atau reduplikasi merupakan proses pembentukan kata dengan pengulangan, dan kata yang dibentuk dengan proses ini disebut kata ulang. 1.6.5.3 Proses Pemajemukan

(26)

penggabungan, dan kata yang dibentuk dengan proses ini disebut kata majemuk. 1.6.5.4 Proses Perubahan Zero

Proses perubahan zero hanya meliputi sejumlah kata yang amat terbatas jumlahnya, semuanya termasuk golongan kata kerja bentuk aktif.

1.6.6 Perincian Nilai Rasa

Menurut Slametmuljana (1964: 41), nilai rasa sebagai anasir subjektif pemakai bahasa membayangkan.

1.6.6.1 Perasaan

Yang dimaksud dengan perasaan disini ialah gerak hati pemakai bahasa yang menyertai kata yang digunakan.Dalam bidang ini termasuk rasa marah, belas kasihan, takut, puas, gembira, dan sebagainya.

1.6.6.2 Penilaian

Perasaan simpati dan atipati pada hakekatnya adalah penilaian pemakai bahasa terhadap barang sesuatu. Jika kita mendengar kata jagoan, kita menilai keberanian; peristiwa ini diterima baik oleh yang menilai. Berbeda dengan kata pengecut, kata ini membangkitkan rasa antipati.

1.6.7 Abreviasi

(27)

1.6.7.1 Klasifikasi Bentuk Kependekan 1.6.7.1.1 Pemakaian Bentuk Kependekan

Pemakai bahasa Indonesia menyimpan beratus-ratus bentuk kependekan dalam pembendaharaan katanya tanpa memperhatikan sistematik pembentukannya maupun melihat hubungan antara bentuk kependekan dan kepanjangannya. Bentuk kependekan sering berasosiasi dengan kata atau frase penuh lain karena pemakai bahasa ingin membentuk kependekan yang mirip sekurang-kurangnya dalam bunyi dengan bentuk lain supaya maknanya mirip.

1.6.7.1.2 Jenis-jenis Kependekan 1.6.7.1.2.1 Singkatan

Singkatan yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf baik yang dieja huruf demi huruf, seperti :

FSUI : Fakultas Sastra Universitas Indonesia DKI : Daerah Khusus Ibukota

KKN : Kuliah Kerja nyata

Maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti : Dll : dan lain-lain

Dng : dengan

Dst : dan seterusnya 1.6.7.1.2.2 Penggalan

(28)

Prof : Profesor Bu : Ibu Pak : Bapak

1.6.7.1.2.3 Akronim

Akronim yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti :

FKIP : /efkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/ ABRI : /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/ AMPI : /ampi/ dan bukan /a/, /em/, /pe/, /i

1.6.7.1.2.4 Kontraksi

Kotraksi yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem, seperti :

Tak dari tidak Takkan dari tidak akan

Sendratari dari seni drama dan tari Berdikari dari berdiri diatas kaki sendiri Rudal dari peluru Kendal

1.6.7.1.2.5 Lambang huruf

(29)

g gram cm sentimeter Au Aurum

Bentuk ini disebut lambang karena dalam perkembangannya tidak dirasakan lagi asosiasi linguistik antara bentuk itu dengan kepanjangannya.

1.6.7.2 Klasifikasi bentuk-bentuk kependekan 1.6.7.2.1 Singkatan

Bentuk singkatan terjadi karena proses-proses berikut : 1.6.7.2.1.1 Pengekalan huruf pertama tiap komponen A = agama

AA = Asia, Afrika, Ayah Angkat GWR = Gerakan Wisata Remaja

1.6.7.2.1.2 Pengekalan huruf pertama dengan pelesapan konjungsi, preposisi, reduplikasi dan preposisi, artikulasi dan kata

ABKJ = Akademi Bahasa dan Kebudayaan Jepang

BASUKI = Badan Asuhan Sekolah dan Usaha Kebudayaan Indonesia RTF = Radio, televise, dan Film

1.6.7.2.1.3 Pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang D3 = Dinas Dermawan Darah

(30)

FP4MI = Front Permusyawaratan Perjuangan Pemuda Pelajar Mahasiswa Islam

1.6.7.2.1.4 Pengekalan dua huruf pertama dari kata

Aj = ajudan

Ka = karet, Kalimantan

Ny = nyonya

1.6.7.2.1.5 Pengekalan tiga huruf pertama dari sebuah kata Acc = accord

Ins = instruksi, insurance, inspektur Okt = Oktober

1.6.7.2.1.6 Pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata Purn = purnawiraman

Sekt = sekretaris Sept = September

1.6.7.2.1.7 Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata BA = bintara

Fa = firma

(31)

1.6.7.2.1.8 Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga Bb = bijblad

Gn = gunung

1.6.7.2.1.9 Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata pertama dan huruf pertama dari suku kata kedua

Kpt = kapten Red = redaksi Top = topografi

1.6.7.2.1.10 Pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama kata kedua dari gabungan kata

a.d. = antedium VW = Volkswagen

1.6.7.2.1.11 Pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata Sei = sungai

1.6.7.2.1.12 Pengekalan dua huruf pertama dari kata pertama dan huruf pertama kata kedua dalam suatu gabungan kata

(32)

1.6.7.2.1.13 Pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan terakhir suku kata kedua dari suatu kata

Bdg = Bandung Tgl = tanggal Ttg = tentang

1.6.7.2.1.14 Pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata Hlm = halaman

Ttg = tertanggal

1.6.7.2.1.15 Pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu kata

DO = depot

1.6.7.2.1.16 Pengekalan huruf yang tidak beraturan Mgr = monseigneur

KMD = komandan Jar = kepenjaraan Hat = kejahatan

1.6.7.2.2 Akronim dan Kontraksi

(33)

bila seluruh kependekan itu dilafalkan sebagai wajar, kependekan itu merupakan akronim. Disinilah letak tumpang tindih kontraksi dan akronim. Sebagai garis besar kontraksi mempunyai sub klasifikasi sebagai berikut :

1.6.7.2.2.1 Pengekalan suku pertama dari tiap komponen Nalo = Naional Lotere

Penjas = pendidikan jasmani Komdis = Komando Distrik

1.6.7.2.2.2 Pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata seutuhnya

Banstir = banting stir Angair = angkutan air

1.6.7.2.2.3 Pengekalan suku kata tereakhir dari tiap komponen Lisin = ahli mesin

Menwa = resimen mahasiswa Rogasar = Biro Harga Pasar

1.6.7.2.2.4 Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta huruf pertama dari komponen selanjutnya

Gapani = Gabungan Pengusaha Apotik Nasional Indonesia Himpa = Himpunan Peternak Ayam

(34)

1.6.7.2.2.5 Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta huruf pertama dari komponen selanjutnya

Anpuda = Andalan Pusat dan Daerah

1.6.7.2.2.6 Pengekalan huruf pertama tiap komponen KONI = Komite Olahraga Nasional Indonesia LEN = Lembaga Elektronika Nasional LIK = Lembaga Inventarisasi Kehutanan Catatan: bertumpang tindih dengan singkatan

1.6.7.2.2.7 Pengekalan huruf pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua huruf pertama komponen terakhir

Aika = Arsitek Insinyur Karya Aipda = Ajun Inspektur Polisi Dua

1.6.7.2.2.8 Pengekalan dua huruf pertama tiap komponen Unud = Universitas Udayana

Bapefi = Badan Penyalur Film

1.6.7.2.2.9 Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen Komrad = komunikasi radio

(35)

Banser = bantuan serbaguna

1.6.7.2.2.10 Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua disertai pelesapan konjungsi

Abnon = abang dan none (Jkt)

1.6.7.2.2.11 Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua

Nekolim = Neokolonialis, Kolonialis, Imperialis Odmilti = Oditur Militer Tinggi

1.6.7.2.2.12 Pengekalan tiga huruf pertama komponnen pertama dan ketiga serta pengekalan huruf pertama komponen kedua

Nasakom = Nasionalis, Agama, Komunis Nasasos = Nasionalisme, Agama, Sosialisme

1.6.7.2.2.13 Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen serta pelesapan konjungsi

Falsos = Falsafal dan Sosial

1.6.7.2.2.14 Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua

(36)

Jabar = Jawa Barat Aftim = Afrika Timur

1.6.7.2.2.15 Pengekalan empat huruf pertama tiap komponen disertai pelesapan konjungsi

Agitprop = agitasi dan propaganda

1.6.7.2.2.16 Pengekalan berbagai huruf dan suku kata yang sukar dirumuskan

Akaba = Akademi Perbankan

Agipoleksos = Agama, Ideologi, Politik, Ekonomi, dan Sosial Urildiadj = Urusan Moril Direktorat Ajudan Jedral

1.6.7.2.3 Penggalan

Penggalan mempunyai beberapa sub klasifikasi sebagai berikut: 1.6.7.2.3.1 Penggalan suku kata pertama dari suatu kata

Dok = dokter

Sus = suster (aslinya: Zuster)

1.6.7.2.3.2 Pengekalan suku terakhir suatu kata Pak = Bapak (kata sapaan)

(37)

1.6.7.2.3.3 Pengekalan tiga huruf pertama dari suatu kata Bag = bagian

Dir = direktur Fak = fakultas

1.6.7.2.3.4 Pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata Brig = brigade

Sept = September Viet = Vietnam

1.6.7.2.3.5 Pengekalan kata terakhir dari suatu frase Ekspres kereta api ekspres

Harian surat kabar harian Kawat surat kawat

1,6.7.2.3.6 Pelesapan sebagian kata

Apabila pabila

Kena apa kenapa Tidak akan takkan

1.6.7.3 Penggabungan atas kependekan

(38)

kependekan-kependekan

a. singkatan + singkatan : RT RW b. singkatan + akronim : HUT RI c. penggalan + penggalan : Kabag Kalab d. akronim + akronim : BAPEPDA JABAR

e. singkatan + penggalan + akronim - kalimat: Ttg. RUU Ormas lih. hlm.

1.6.7.4 Pelesapan atas kependekan\

Proses pelesapan yang dapat terjadi pada kependekan ialah : a. Pelesapan huruf

Lurgi = luar negeri

Klompen = kelompok pendengar Ifgaba = infanteri gaya baru b. Pelesapan suku kata

Gatra = gabungan tentara Gestok = Gerakan satu Oktober c. Pelesapan kata

Gabis = Gabungan Pengusaha Bioskop

Gakass = Gsbungsn Pertanian Ksret Sumatra Selatan d. Pelesapan afiks

KOTI = Komando Operasi Tertinggi

(39)

Porakh = Pekan Olahraga Kesenian dan Hiburan DGI = Dewan Gereja-gereja di Indonesia

MAWI = Majelis Agung para Wali Gereja Indonesia

1.6.7.5 Penyingkatan atas kependekan

Proses penyingkatan dapat terjadi dalam kependekan, sehingga ada penyingkatan dalam singkstsn. Contoh :

AMD = ABRI masuk desa

1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan tiga tahap strategis, yaitu: tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Berikut diuraikan masing-masing tahap penelitian tersebut.

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data

(40)

1.7.2 Tahap Analisis Data

Pada tahap analisis data ini, perbandingan antara bentuk bahasa baku dengan bentuk bahasa tidak baku menggunakan metode agih. Metode agih merupakan metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Kesuma, 2007: 54). Teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik ganti. Teknik ganti biasa disebut dengan istilah (teknik) distribusi adalah teknik analisis data dengan cara mengganti satuan kebahasaan tertentu di dalam suatu kontruksi dengan kesatuan kebahasaan yang lain di luar kontruksi bersangkutan (Verhaar 1981: 108). Dalam penelitian ini, teknik ganti digunakan untuk membandingkan kata-kata bahasa baku dan tidak baku dalam media massa cetak yaitu majalah GADIS dan Cosmogirl.

1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dan dianalisis, disajikan dengan metode informal. Hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa sehingga apabila dibaca langsung dapat dipahami (Kesuma, 2007: 71)

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini terdiri dari empat bab,yaitu:

(41)

Bab II berisi uraian mengenai pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

Bab III memaparkan nilai rasa yang terjadi pada kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

(42)

BAB II

PEMBENTUKAN KATA TIDAK BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

2.1 Pengantar

Pada masa sekarang ini, masyarakat banyak menggunakan bahasa tidak baku untuk berkomunikasi. Bahasa tidak baku sebenarnya sudah banyak digunakan pada zaman dahulu. Masyarakat menggunakan bahasa tidak baku karena bahasa tidak baku mudah untuk berkomunikasi. Kemudahan dalam pemakaian bahasa tidak baku ini juga karena dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia dapat berupa pemendekan, singkatan, penggunaan dari serapan bahasa asing, penggunaan istilah lain, pengaruh bahasa lisan, penghilangan bunyi, penggantian diftong „au‟ dengan „o‟

dan „ai‟ dengan „e‟, dan pembentukan berupa baster.

2.2 Proses Pembentukan Kata Tidak Baku 2.2.1 Pemendekan

Berikut proses pembentukan kata tidak baku yang penulis dapatkan yaitu berupa pemendekan yang terdiri dari akronim dan singkatan.

2.2.1.1Akronim

(43)

bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar‟. Pembentukan kata tidak baku berupa akronim terdapat beberapa macam.

2.2.1.1.1 Akronim yang Berupa Penggalan

(5) Baca juga pengalaman liburan para seleb dalam dan luar negeri yang membagi cerita serunya buat kamu.

(Gadis, edisi 16, hal 10)

(6) Takutnya aku nggak konsen belajar gara-gara baca majalah. (Gadis, edisi 16, hal 12)

Kata seleb dan konsen mengalami pemenggalan. Kata seleb pada contoh (5) sering digunakan karena orang sudah terbiasa menyingkat kata selebriti menjadi seleb agar terlihat lebih santai dan juga agar terlihat tidak begitu „wah‟. Selain itu kata konsen pada contoh (6) mengalami penghilangan bunyi sebagian dikarenakan kata konsen akan terlihat tidak kaku jika dikatakan, sedangkan jika menggunakan kata konsentrasi terlihat kaku dalam konteks contoh (6) sehingga menjadi kurang enak didengarnya.

2.2.1.1.2 Akronim yang Berupa Pengekalan Suku Pertama dari Tiap Komponen

(7) Di Rubrik, eh tau nggak bahas tentang ciri-ciri anak alay dong. (Gadis, edisi 16, hal 12)

(44)

Kata alay pada contoh (7) merupakan pemendekan yang diambil dari kata anak dan layangan. Alay sendiri diambil dari huruf pertama kata anak dan bunyi kata pertama dari layangan. Alay kependekan dari anak layangan yang berarti dapat diibaratkan seperti anak layangan yang suka berlari-lari mengejar atau menaikkan layangan di bawah terik matahari dan biasanya rambut akan menjadi merah kecoklatan. Akibat rambut yang merah kecoklatan itulah orang yang melihat menjadi aneh sekali. Di masa sekarang ini alay sendiri agak sedikit bergeser karena orang yang dikatakan alay tidak hanya orang yang rambutnya merah kecoklatan tetapi orang yang suka melakukan tindakan yang berlebihan juga disebut alay. Kata alay muncul bermula dari anak remaja lalu merambah di kalangan orang dewasa.

Kata nonbar pada contoh (8) mengalami pemendekan dari tiga huruf pertama dari suku kata pertama yaitu „nonton‟ dan tiga huruf pertama dari suku kata kedua yaitu „bareng‟. Nonbar jika digunakan lebih praktis dibanding harus

mengatakan nonton bareng. Kata ortu pada contoh (9) mengalami pemendekan dari dua huruf pertama dari suku kata pertama „orang‟ dan dua huruf pertama dari suku kata kedua „tua‟.

Pada contoh (10) kata curhat merupakan pemendekan yang diambil dari tiga huruf pertama dari suku kata pertama „curahan‟ dan tiga huruf pertama dari

suku kata kedua „hati‟. Kata curhat dapat diartikan sebagai bercerita segala isi

(45)

2.2.1.1.3 Akronim yang Berupa Pengekalan Tiga Huruf Pertama Komponen Pertama dan Dua Huruf Pertama Komponen Kedua (11) Akhirnya, BB jadi lemot dan cepat rusak.

(CosmoGirl, edisi Januari)

Kata lemot pada contoh (11) mengalami pemedekan berasal dari tiga huruf pertama dari suku kata pertama „lemah‟ dan dua huruf pertama dari suku

kata kedua „otak‟. Lemot sendiri dapat diartikan sebagai orang yang lambat dalam

berpikir. Dalam penggunaannya, kata lemot ini agak kasar karena untuk membicarakan kata lemot pada orang lain membuat kesan bahwa tersebut sangat bodoh sehingga kata ini kurang pantas digunakan. Jika digunakan pada konteks contoh (11), lemot sendiri tidak menjadi masalah jika memang digunakan karena konteks bukan ditujukan kepada orang tetapi kepada suatu barang elektronik.

2.2.1.1.4 Akronim yang Berupa Pengekalan Satu Huruf Pertama Komponen Pertama dan Satu Huruf Pertama Komponen Kedua (12) Untungnya dia bukan cowok sok pede.

(CosmoGirl, edisi Februari) (13) Bete banget kan!?

(CosmoGirl, edisi Februari)

(46)

Kata bete dalam contoh (13) merupakan pemendekan yang berasal dari frasa bad temperamental dari bunyi huruf pertama pada kata bad dan bunyi huruf pertama pada kata temperamental. Bete bisa berarti sebagai ‟bosan, sensitif, atau sebal‟. Keakroniman kata bete ini terbentuk karena orang sudah terbiasa

menggunakan kata ini agar terlihat lebih menunjukkan rasa bosan yang berlebihan.

2.2.1.1.5 Akronim yang Berupa Pengekalan Dua Huruf Pertama Komponen Pertama dan Tiga Huruf Pertama Komponen Kedua (14) Sekarang gimana gue nggak jadi ilfil sama dia.

(Gadis, edisi 18, hal 14)

Kata ilfil merupakan kependekan dari hilang dan feeling. Kata hilang diambil dari bahasa Indonesia yang dapat berarti „tidak ada lagi; lenyap; tidak

kelihatan‟ (KBBI, 2008: 498), sedangkan feeling diambil dari bahasa Inggris yang dapat berarti „perasaan‟ (Kamus Inggris-Indonesia, 2000: 237). Huruf „h‟ pada

(47)

2.2.1.1.6 Akronim yang Berupa Pengekalan Tiga Huruf Pertama Komponen Pertama dan Tiga Huruf Pertama Komponen Kedua (15) Di ruangan penjurian digunakan oleh sebagian besar unggulan untuk

curcol.

(Gadis, edisi 16, hal 93)

Kata curcol pada contoh (15) merupakan pemendekan dari kata curhat dan colongan. Kata curcol diambil dari tiga huruf pertama dari suku kata pertama „curhat‟ dan tiga huruf pertama dari suku kata kedua „colongan‟. Sebenarnya

curhat sendiri merupakan suatu pemendekan dari kata curahan dan hati. Curcol dapat diartikan sebagai curahan hati colongan karena sebenarnya orang tersebut tidak ingin menceritakan isi hati tetapi karena sudah terlajur maka orang tersebut melanjutkan menceritakan curahan hatinya.

2.2.1.2 Penyingkatan

Berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (2007: 22) singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Pembentukan kata tidak baku berupa singkatan dapat ditemukan sebagai berikut:

(16)Loe masih HTS sama dia, kenapa gak langsung pacaran aja sih kan gak enak HTS-an. (informan)

(17)Heran deh kenapa yah kita tuh sukanya SKS terus. (informan) (18)Ceritanya loe CLBK nih sama dia? (informan)

(19)Jangan lewatkan lagu OMG (featuring Ludacris) yang super seru dan Papers yang konon adalah lagu curhat asmara si cowok berbadan six pack ini.

(48)

Singkatan HTS pada contoh (16) merupakan „hubungan tanpa status‟. Kata ini sering digunakan untuk orang yang sudah dekat atau dapat diartikan sebagai pacaran tetapi tidak pacaran. Biasanya mereka lebih menyukai hubungan yang tidak yang tidak ada status daripada ada status pacaran.

Singkatan SKS pada contoh (17) merupakan „sistem kebut semalam‟. Kata ini biasa digunakan untuk mengerjakan tugas yang dikerjakan terlalu mendadak dan itu terkesan terburu-buru maka dinamakan „sistem kebut semalam‟ dikarenakan juga dikerjakan dalam waktu semalam. Kata SKS juga mempunyai singkatan yang lain yaitu „sistem kredit semester‟. Jika singkatan SKS (sistem

kredit semester) ini digunakan dalam perkulihan atau untuk mengambil jumlah mata kuliah.

Singkatan CLBK pada contoh (18) merupakan „cinta lama bersemi kembali‟. Kata ini biasa digunakan untuk orang yang pernah berpacaran lalu putus

tetapi sekarang berpacaran kembali maka dinamakan cintanya bersemi kembali seperti dahulu waktu masih berpacaran.

(49)

2.2.2 Pembentukan Berupa Penggunaan dalam Serapan Bahasa Asing 2.2.2.1 Penggunaan Serapan dari Bahasa Inggris

(20) Daripada meladeni complain mereka, mendingan kamu selesaikan tugasmu itu.

(Gadis edisi 16, hal 38)

(21) Perbedaan koleksian limited edition dengan koleksian umumnya adalah efek 3 dimensi pada bahan denim pilihan yang merupakan

(24) Sekalian bocoran angle fotonya tuh. (Gadis, edisi 16, hal 10)

(25) Kalau perlu bikin jadwal belajar rutin di antara jadwal refreshing yang lain seperti majalah GADIS.

(28) Kalau kelakuannnya nggak ngenakin, baru deh aku remove dari friend list,hehehe...

(Gadis, edisi 18, hal 20)

(50)

mempunyai arti „melayani‟, sedangkan kata complain yang diserap dari bahasa Inggris mempunyai arti „mengeluh‟ (Kamus Inggris-Indonesia, 2007: 132)

Contoh (21) frasa limited edition diserap dari bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai „edisi terbatas‟. Frasa limited edition ini sering digunakan

dalam berbagai hal. Jika memakai kata ini terkesan membuat kita harus segera membeli barang tersebut agar kita tidak ketinggalan zaman. Selain itu pada contoh (22) frasa friend list merupakan serapan dari bahasa Inggris yang berarti „daftar teman‟. Frasa friend list ini biasa digunakan dalam dunia jejaring sosial seperti

facebook. Orang sudah terbiasa menggunakan frasa ini karena dalam dunia facebook, istilah seperti ini banyak digunakan.

Kata chatting dalam contoh (23) memiliki arti „bercakap-cakap‟. Chatting sendiri sering digunakan dalam dunia jejaring sosial, biasanya dipakai untuk bercakap-cakap dengan orang lain bisa yang berjarak jauh ataupun yang berjarak dekat. Pada contoh (24) kata angle memiliki arti „sudut‟. Kata angle sering digunakan dalam dunia fotografi untuk menentukan sudut mana yang cocok untuk diambil gambarnya.

Pada contoh (25) kata refreshing dapat diartikan sebagai

„menyegarkan‟ (Kamus Inggris-Indonesia, 2007: 473). Orang sering

(51)

Pada contoh (26) kata surprise dapat diartikan sebagai „kejutan‟. Dengan menggunakan kata surprise terkesan kejutan yang diberikan benar-benar mengejutkan dan sangat berarti untuk yang diberi kejutan.

Pada contoh (27) kata hunting dapat diartikan sebagai „perburuan‟. Hunting tidak hanya digunakan untk berburu tempat tapi bisa digunakan untuk dunia fotografi, atau seperti pada konteks contoh (23) hunting digunakan untuk mencari baju.

Pada contoh (28) kata remove dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti „jauhnya , derajat; menghilangkan; memberhentikan‟ (2007: 477). Sesuai dnegan

konteks contoh (28), remove dapat dikatakan untuk menghilangkan atau menghapus daftar pertemanan.

2.2.2.2Penggunaan Serapan dari Bahasa Daerah

(29) Tapi, kalo kamu lagi pengen ngumpet, aplikasi ini bisa membuat keberadaanmu langsung ketahuan.

(CosmoGirl, edisi Februari)

(30) Ini terkuak saat diajak ngobrol pada sese wawancara, ada yang pengin jadi pembalap, ahli akupuntur, artis, model.

(Gadis, edisi 16 hal 92)

(31) Mulai dari salesman yang ngotot sampai tante-tante super cerewet, bisa kita „usir‟ secara halus dari depan pintu rumah.

(Gadis, edisi 16, hal 99)

(32) Sebenarnya, aku senang saja tapi lama-lama jadi risih juga kalau gaya berpakaianku ikut dibanding-bandingkan dengan Mey Chan. (CosmoGirl, edisi Februari)

(52)

Dari contoh (29) dapat dilihat kata ngumpet karena kata tersebut merupakan penggunaan serapan bahasa asing dari bahasa daerah khususnya dari bahasa Jawa. Kata ngumpet ini sudah sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang sudah tidak asing lagi. Kata ngumpet juga dapat diartikan sebagai „menyembunyikan, merahasiakan‟ (Purwadi, 2004: 379). Kata ngumpet dulu digunakan untuk permainan „petak umpet‟. Cara memainkan permainan ini

yaitu dengan cara bersembunyi di suatu tempat agar tidak ketahuan, tetapi sekarang kata ngumpet tidak hanya untuk permainan saja tetapi sudah dapat digunakan dalam berbagai hal.

Dari contoh (30) dapat dilihat kata ngobrol merupakan penggunaan serapan bahasa Jawa yang berarti „mengobrol, bercakap-cakap‟ (Purwadi, 2004:

379). Biasanya kata ngobrol dapat digunakan sebagai berbicara atau bercerita kepada orang lain.

Berdasarkan Kamus Jawa Populer kata ngotot pada contoh (31) mempunyai arti „mengotot, menggunakan otot‟ (Purwadi,2004: 383). Kata ngotot memang terkesan seperti berbicara penuh emosi dan pendapatnya harus diterima oleh orang lain.

Berdasarkan Kamus Jawa Populer kata risih pada contoh (32) mempunyai arti „risih, takenak‟ (Purwadi, 2004: 498). Kata risih dapat membuat kesan tidak

suka terhadap sesuatu hal atau sesuatu yang bersifat mengganggu sehingga untuk melakukan hal yang lain menjadi malas untuk dikerjakan.

(53)

„saya atau aku‟. Kata gue dapat digunakan semua kalangan dari kalangan remaja

bahkan kalangan orang dewasapun sering menggunakan kata ini. Berbicara dengan menggunakan kata gue ini kita bisa terlihat lebih santai atau tidak kaku, tetapi jika kita menggunakan kata gue pada saat berbicara dengan orang yang lebih tua maka akan terlihat tidak sopan.

2.2.3 Pembentukan Berupa Penggunaan Istilah Lain

(34) Meskipun lagi sibuk berat dengan GADIS Sampul 2010, tapi GADIS tetap memberikan edisi yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua Sobat Setia GADIS.

(Gadis, edisi 17, hal 10)

(35) Gila kece banget tuh cewek. (informan)

(36) Bagi yang jomblo, nggak mikirin pacaran karena masih seru berteman banyak.

(Gadis, edisi 16, hal 38)

(37) Cewek tomboy yang suka tampil feminim ini juga terkenal berkat gaya ekletiknya yang menarik perhatian wartawan.

(CosmoGirl, edisi Februari)

(38) Dia baik, suka bersikap dewasa, tapi tengil juga. (CosmoGirl, edisi Februari)

(39) Gue yakin dulu dia gak katro kayak sekarang. (CosmoGirl, edisi Februari)

(40) Keren banget, apalagi ada Hot Issue tentang cerita lucu dan malu-maluin 10 seleb beken.

(Gadis, edisi 16, hal 12)

(41) Sepertinya gebetan potensial itu tinggal nggak jauh dari rumahmu, deh.

(Gadis, edisi 16, hal 39)

(54)

(Gadis edisi 16, hal 70)

Kata sobat pada contoh (34) merupakan istilah lain dari sahabat. Untuk membicarakan teman dekat biasa menggunakan dengan istilah sahabat, sobat, ataupun sohib. Tidak heran jika banyak orang dari dahulu suka menggunakan kata sobat. Kata sobat tidak sepenuhnya hilang begitu saja karena sampai sekarang masih digunakan seabagai istilah lain dari teman dekat.

Kata kece pada contoh (35) merupakan istilah lain dari cantik. Kata kece tidak berarti selalu cantik tetapi dapat diartikan sebagai „ganteng‟. Menurut konteks pada contoh (35), kece sendiri dapat diistilahkan cewek yang terlihat cantik sekali sehingga membuat mata para lelaki tidak berhenti melihat.

Kata jomblo pada contoh (36) merupakan istilah dari orang yang belum mempunyai pasangan baik itu pria maupun wanita. Mendengar kata jomblo kita akan berpikiran jika jomblo itu sama saja dengan orang yang tidak laku-laku dalam mencari pasangan. Mendengar kata jomblo kita akan merasakan dimana jomblo itu diistilahkan sebagai tidak mempunyai pasangan hanya sementara saja.

(55)

Contoh (38) kata tengil merupakan istilah lain dari sombong. Kata tengil sering digunakan oleh orang yang sudah sangat sebal dengan seseorang maka menggunakan kata tengil. Tengil sendiri sebenarnya tidak baik diucapkan karena terkesan agak kasar dan terlihat arogan.

Kata katro pada contoh (39) merupakan istilah lain dari „norak atau kampungan‟. Kata ini sering digunakan jika untuk membicarakan orang yang

benar-benar kampungan ditambah lagi norak. Katro disini terkesan kasar dan tidak enak jika diucapkan untuk mengejek seseorang.

Dari contoh (40), kata keren merupakan istilah lain dari „bagus atau menarik‟ Kata ini sering digunakan tidak hanya untuk menyatakan sesuatu

hal yang baik saja tetapi keren disini juga dapat digunakan untuk menunjuk seseorang pria ataupun wanita.

Dari contoh (41) kata gebetan merupakan istilah lain dari „calon pacar atau incaran seseorang‟. Gebetan disini merupakan seseorang pria atau

wanita yang diincar untuk dijadikan sebagai pacar. Gebetan ini bisa saja nantinya tidak bisa dijadikan pacar karena adanya ketidakcocokan diantara mereka berdua.

Dari contoh (42) kata hang out merupakan istilah lain yang berasal dari serapan bahasa Inggris. Berdasarkan Kamus Inggris-Indonesia, hang out sendiri mempunyai arti „tempat diam, tempat yang sering dikunjungi; tempat

(56)

2.2.4 Pembentukan Berupa Pengaruh Bahasa Lisan

(43) GADIS memang kreatif, nggak nyesel deh aku baca. (Gadis, edisi 16, hal 12)

(44) Ini terkuak saat diajak ngobrol pada sesi wawancara, ada yang pengin jadi pembalap, ahli akupuntur, artis, model.

(Gadis, edisi 16, hal 92)

(45) Pernah, ngebayangin gimana rasanya masuk kuliah? (Gadis, edisi 17, hal 102)

(46) Gimana sih Dis, cara ngilangin bintik-bintik merah ini. (Gadis, edisi 17, hal 122)

(47) “Saling nyakitin?” Ocha nyaris tak percaya mendengarnya. (Gadis, edisi 18, hal 144)

(48) Pertanyaanku kalau liburan nanti aku mau nginep di daerah pegunungan yang dingin, aku harus tetap pakai pelembap dan lotion ber-SPF juga nggak sih?

(Gadis, edisi 18, hal 124)siapa tahu pacar kita cuma nggak ngeh kalau lagi dimanfaatin.

(Gadis, edisi 18, hal 99)

(49) Terus aku pikir, kenapa ini nggak diseriusin aja ? (Gadis, edisi 16, hal 24)

Kata nyesel pada contoh (43) pada awal mulanya merupakan suatu proses pembentukan afiksasi dari awalan meny- + kata sesal. Adanya pengaruh bahasa lisan inilah kata menyesal mengalami pelesapan menjadi nyesel. Menyesal sendiri dapat diartikan „merasa tidak senang (susah,kecewa) karena (telah melakukan) sesuatu yang kurang baik (dosa, kesalahan,dsb)‟. (KBBI, 2008: 1292)

(57)

Kata ngebayangin pada contoh (45) pada awal mulanya merupakan suatu proses pembentukan afiksasi dari awalan mem + kata bayang + akhiran -kan. Adanya pengaruh bahasa lisan inilah kata menyelip mengalami pelesapan menjadi ngebayangin. Membayangkan sendiri dapat diartikan menggambarkan dalam pikiran atau mengemukakan pendapat tidak dengan terus terang. (KBBI, 2008: 152)

Kata ngilangin pada contoh (46) pada awal mulanya merupakan suatu proses pembentukan afiksasi dari awalan meng- + kata hilang + akhiran -kan. Adanya pengaruh bahasa lisan inilah kata menghilangkan mengalami pelesapan menjadi ngilangin. Menghilangkan dapat diartikan sebagai „melenyapkan, membuat supaya hilang‟. (KBBI, 2008: 499)

Kata nyakitin pada contoh (47) pada awal mulanya merupakan suatu proses pembentukan afiksasi dari awalan meny- + kata sakit + akhiran -kan. Adanya pengaruh bahasa lisan inilah kata menyakitkan mengalami pelesapan menjadi nyakitin. Menyakitkan dapat diartikan sebagai „menjadikan (menyebabkan) sakit‟. (KBBI, 2008: 1205)

Kata nginep pada contoh (48) pada awal mulanya merupakan suatu proses pembentukan afiksasi dari awalan meng- + kata inap. Adanya pengaruh bahasa lisan inilah kata menginap mengalami pelesapan menjadi nginep. Menginap sendiri dapat diartikan „menumpang tidur (di rumah orang, di hotel,

dsb) atau bermalam‟. (KBBI, 2008: 530)

(58)

(50) kata diseriusin pada awal mulanya merupakan suatu proses pembentukan afiksasi dari awalan di- + kata serius + akhiran -kan. Adanya pengaruh bahasa lisan inilah kata „diseriuskan‟ mengalami pelesapan menjadi diseriusin.

2.2.5 Pembentukan Berupa Penghilangan Bunyi (50) Bentar lagi kan, aku kelas 9.

(Gadis, edisi 16, hal 12)

(51) Abis, selain cakep, kaya dan populer di kalangan cewek, dia juga baik hati dan religius.

(Gadis, edisi 16, hal 31)

(52) Teman aku heran kok aku tahu banyak, aku bilang aja kalau aku tahu dari kamu.

(Gadis, edisi 18, hal 12)

Dapat dilihat pada contoh (51) kata bentar sebenarnya diambil dari kata „sebentar‟. Kata bentar mengalami penghilangan bunyi se- karena orang

sering menggunakannya untuk lebih mempersingkat berbicara dengan lawan bicara.

Kata abis pada contoh (52) juga mengalami penghilangan bunyi. Kata abis sebenarnya diambil dari kata „habis‟. Kata abis disini digunakan untuk menerangkan suatu penegasan dari kalimat tersebut.

Dapat dilihat pada contoh (53) kata aja sebenarnya diambil dari kata „saja‟. Kata aja mengalami penghilangan bunyi huruf „s‟ karena orang sering

(59)

2.2.6 Pembentukan Berupa Penggantian Diftong ‘au’ dengan ‘o’ dan ‘ai’ dengan ‘e’

(53) Online juga bisa bikin sodara ato teman jauh jadi lebih dekat dengan kita.

(CosmoGirl, edisi Maret)

(54) Tapi, kalo kamu lagi pengen ngumpet, aplikasi ini bisa membuat keberadaanmu langsung ketahuan.

(CosmoGirl, edisi Februari)

(55) Kalo udah sampe bilang yah, nanti aku tunggu di depan. (informan)

Pada contoh diatas terdapat penggantian diftong yaitu pada kalimat (54) terdapat dua kata dalam satu kalimat, sedangkan kalimat (55) terdapat satu kata. Kata sodara (54) seharusnya „saudara‟ yang mengalami penggantian diftong „au‟ menjadi „o‟. Kata sodara ini mengalami penggantian diftong di tengah kata.

Kata ato (54) seharusnya „atau‟ dan kata kalo (55) seharusnya „kalau‟ yang mengalami diftong „au‟ menjadi „o‟ dan mengalami penggantian diftong di

akhir kata. Kata sampe (56) seharusnya „sampai‟ yang mengalami diftong „ai‟ menjadi „e‟ dan mengalami penggantian diftong di akhir kata.

2.2.7 Pembentukan Berupa Baster

(56) Hari gini kok masih heran bisa temenan sama orang ngetop. (Gadis, edisi 16, hal 74)

(57) Dari pengalaman Gadis selama punya facebook, pasti ada saja deh cowok yang nge-add pakai nama aneh-aneh.

(Gadis, edisi 18, hal 20)

(60)

(59) Soalnya kalau diconfirm, biasanya langsung ngajak chat yang nggak jelas.

(Gadis, edisi 18, hal 20)

Pada contoh (57) kata ngetop merupakan pembentukan bentuk dasar dari bahasa Inggris dengan proses afiksasi. Ngetop pada contoh (54) mempunyai pola awalan + kata yaitu nge- + top yang dapat berarti „populer‟.

Pada contoh (58) kata nge-add merupakan pembentukan bentuk dasar dari bahasa Inggris ke dalam proses afiksasi. Nge-add pada contoh (55) mempunyai pola awalan + kata yaitu nge- + add yang dapat berarti „menambahkan‟. Nge-add merupakan sudah ada dalam istilah dalam jejaring

sosial yang juja berarti menambahkan sebagai teman.

Pada contoh (59) kata diapprove merupakan pembentukan bentuk dasar dari bahasa Inggris ke dalam proses afiksasi. Diapprove pada contoh (56) mempunyai pola awalan + kata yaitu di- + approve yang dapat berarti „disetujui‟.

(61)

BAB III

NILAI RASA KATA TIDAK BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

3.1 Pengantar

Bab ini membahas nilai rasa kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Gejala penambahan rasa pada makna dasar ini biasa disebut dengan istilah nilai rasa. Dalam perkembangan bahasa nilai rasa ini tetap menyertai kata yang bersangkutan, dimaklumi oleh masyarakat pemakai bahasa, diluar masyarakat pemakai itu biasanya kurang dipahami. Barang siapa mengalami pemakaian bahasa lisan lagu dan gerak-gerik pengucap turut serta menetapkan rasa pemakai bahasa. Kata yang sama karenanya dapat mempunyai makna yang berbeda-beda. (Slametmuljana, 1964: 31).

Perincian nilai rasa sebagai anasir subjektif pemakai bahasa terdiri dari perasaan dan penilaian. Penilaian itu sendiri dapat terdiri dari (1) kata ganti diri, (2) kata kerja, (3) kata sifat atau keadaan. Berikut dipaparkan uraian tentang nilai rasa kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

3.2 Nilai Rasa berupa Perasaan

(62)

(61) Rasanya pasti deg-degan dan bikin keluar keringat dingin. (Gadis, edisi 16, hal 25)

Kata deg-degan pada contoh (61) dapat berarti ‘berdebar-debar’ (KBBI, 2001: 245). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata deg-degan dirasa lebih menunjukkan rasa yang benar-benar khawatir terhadap sesuatu hal.

(61a) Rasanya pasti berdebar-debar dan bikin keluar keringat dingin.

(61b) Rasanya pasti cemas dan bikin keluar keringat dingin.

Deg-degan sendiri mempunyai istilah lain yaitu berdebar-debar dan cemas. Deg-degan, berdebar-debar, dan cemas pada dasarnya mempunyai arti yang sama tetapi dalam kehidupan sehari-hari orang terkadang ingin mengatakan yang lebih santai agar dalam komunikasi lebih berkesan lebih mudah dipahami. Jika kita mengatakan berdebar-debar seperti pada contoh (61a) atau cemas pada contoh (66b) maka kesan yang didapatkan adalah terlihat agak formal atau kaku.

3.3 Nilai Rasa berupa Penilaian

Perasaan simpati dan antipasti pada hakekatnya adalah penilaian pemakai bahasa terhadap barang sesuatu. Penilaian para anggota masyarakat bahasa terhadap kata-kata yang digunakan dalam lingkungannya masing-masing terserah kepada mereka sendiri karena pada hakekatnya penilaian itu adalah hak mereka sepenuhnya (Slametmuljana 1964: 42).

(63)

(62) Waktu gue lebih banyak dihabiskan untuk mengerjakan desain. (CosmoGirl, edisi Februari)

Dari contoh (62) kata gue merupakan serapan dari bahasa daerah yaitu bahasa Betawi atau bisa dikatakan bahasa Jakarta. Gue sendiri mempunyai arti ‘saya atau aku’. Kata gue dapat digunakan semua kalangan

dari kalangan remaja bahkan kalangan orang dewasapun sering menggunakan kata ini. Berbicara dengan menggunakan kata gue ini kita bisa terlihat lebih santai atau tidak kaku.

(62a) Waktu aku lebih banyak dihabiskan untuk mengerjakan desain.

(62b) Waktu saya lebih banyak dihabiskan untuk mengerjakan desain.

(64)

3.3.2 Penilaian Nilai Rasa berupa Kata Kerja

Berikut ini adalah beberapa penilaian nilai rasa berupa kata kerja yang penulis temukan

(63) Aku sering hunting baju di sini, soalnya banyak baju lucu yang harganya murah. (CosmoGirl, edisi Maret)

Kata hunting memiliki arti ‘pemburuan atau pergi berburu sesuatu’ (Kamus Inggris-Indonesia, 2007: 307). Hunting pada contoh (63) dapat diibaratkan sebagai hewan yang sedang berlari dan ketika ingin ditangkap hewan tersebut dapat dengan mudah hilang dari pandangan. Hal tersebut dapat membuat kita yang mengejar harus segera mencari hewan tersebut sampai dapat dan ini menimbulkan ketergesa-gesaan. Dalam perkembangannya, kata hunting mengalami perluasan makna yang dapat digunakan untuk mencari sesuatu dalam hal apapun. Pada contoh (63), hunting juga digunakan sebagai pergi berburu baju yang bagus.

(63a) Aku sering mencari baju di sini, soalnya banyak baju lucu yang harganya murah.

(65)

(64) Selain bisa kongkow sama teman dan ibu kantin, aku juga bisa menyantap makanan favorit aku, mie rebus. (Gadis, edisi 18,hal 16)

Pada contoh (64) kongkow dapat diartikan sebagai ‘nongkrong’, karena kita sering mengikuti tren maka untuk mengatakan nongkrong saja kita harus menggunakan kata kongkow. Untuk kalangan muda, kata kongkow ini sudah menjadi tren dan biasanya anak muda akan tahu apa artinya. Dengan menggunakan kata kongkow maka akan terkesan bahwa kita akan berkumpul bersama teman-teman dalam jumlah yang besar.

(64a) Selain bisa nongkrong sama teman dan ibu kantin, aku juga bisa menyantap makanan favorit aku, mie rebus.

Kata kongkow dan nongkrong pada dasarnya memiliki arti yang sama. Nongkrong dan kongkow sendiri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang santai di suatu tempat yang bisa terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Dilihat dari penggunaannya, kata nongkrong lebih sering digunakan dari kalangan anak muda sampai orang dewasa, sedangkan kongkow lebih sering digunakan oleh anak-anak muda.

(65) Oleh karena itu band yang digawangi oleh Angga (vokal), Galih (gitar), Randy (gitar), Ezsa (bass), Dedy (keyboard), dan K-ting (drum) ini mengedepankan lagu Sayang sebagai singel utama di album yang berjudul Bercahaya ini. (Gadis, edisi 16, hal 25)

(66)

memasukkan bola (dalam permainan sepak bola) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 422). Selain itu digawangi jika dalam dunia sepak bola dapat berarti dijaga oleh seorang kiper. Digawangi pada contoh (65), lebih dimaksudkan sebagai sebuah band yang beranggotakan beberapa orang, tidak sebagai pemimpin.

(65a) Oleh karena itu band yang dipimpin oleh Angga (vokal), Galih (gitar), Randy (gitar), Ezsa (bass), Dedy (keyboard), dan K-ting (drum) ini mengedepankan lagu Sayang sebagai singel utama di album yang berjudul Bercahaya ini.

Kata digawangi pada contoh (65) dan kata dipimpin (65a) mempunyai nilai rasa yang berbeda jika digunakan. Jika kata digawangi memang digunakan pada mulanya sebagai istilah persepakbolaan tetapi sekarang ini istilah itu mulai bergeser sebagai istilah dalam dunia musik. Pada saat ini orang lebih mengenal digawangi sebagai sesuatu yang dijaga dan penjaga tersebut disebut sebagai seorang kiper. Pada kata dipimpin dapat diartikan band tersebut hanya dipimpin oleh satu orang, tetapi jika memakai kata digawangi orang akan beranggapan bahwa band tersebut memang beranggotakan oleh seluruh anggota band.

3.3.3 Penilaian Nilai Rasa berupa Kata Sifat atau Keadaaan

Berikut ini adalah beberapa penilaian nilai rasa berupa kata kerja yang penulis temukan.

Referensi

Dokumen terkait

Chip Intel 4004 yang dibuat pada tahun 1971membawa kemajuan pada IC dengan meletakkan seluruh komponen dari sebuah komputer (central processing unit, memori,

Oleh karenanya diberikanlah berupa layanan informasi di kelas dengan menggunakan teknik jigsaw agar siswa lebih aktif dan mudah memahami materi informasi yang

Perencanaan merupakan titik awal untuk menentukan arah kebijakan dan strategi melalui penetapan program dan kegiatan yang tepat. Data dan informasi yang andal, dapat

Sehingga dengan kondisi ini dapat dilihat bahwa tingkat produktivitas pada sisi ini bulan Juli lebih rendah 0,22 poin atau jumlah kamar yang dihuni dua orang turun sebesar 22

Adapun skripsi ini berjudul “ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DALAM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Kasus di Lembaga

Sebuah media form yang berfungsi untuk mencari apa yang kita butuhkan agar lebih mudah dalam mencari sesuatu yang kita butuhkan baik artikel maupun gambar, video, musik dll

Pada tahapan ini, dilakukan pengujian menggunakan data titik panas pada tahun 2015 yang akan digunakan sebagai data testing dan dataset Kalimantan tahun 2005

Walaupun persentase penghambatan dari perlakuan M1 dan M2 cukup tinggi, namun belum bisa dikatakan berhasil sebagai agens hayati antagonis terhadap tipe liarnya karena