• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KESIAPAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA

PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014

Oleh: Basrief Arief

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Disampaikan pada Acara Rapat Koordinasi Menteri Dalam Negeri dalam

rangka Kesiapan Pelaksanaan Pemilu 2014

(2)

PENDAHULUAN

Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Sebagaimana amanat pasal 126 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilu, menyatakan bahwa pemerintah wajib

memberikan bantuan dan fasilitasi untuk menyukseskan pemilu

Kejaksaan dalam posisi membantu pemerintah untuk mensukseskan

Pemilu tahun 2014 bersama komponen bangsa lain untuk mengatasi

setiap permasalahan yang terjadi pada pemilu 2014.

Peran Kejaksaan sebenarnya tidak hanya terbatas pada penanganan

perkara tindak pidana pemilu semata melainkan juga dalam perkara

perselisihan hasil pemilu yang ditangani oleh bidang Perdata dan Tata

Usaha Negara, juga tidak kalah penting adalah peran intelijen Kejaksaan

untuk melakukan deteksi dini terhadap setiap ancaman, gangguan dan

hambatan yang terjadi selama proses pemilu berlangsung.

(3)

TINDAK PIDANA PEMILU

Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu

adalah sebagai cara untuk mencapai Pemilu yang jujur,dan adil

dilaksanakan dengan menggunakan hukum pidana, berupa

pidana penjara dan kurungan/denda.

Pengaturan hukum mengenai tindak pidana pemilu ditemui

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Tindak pidana pemilu dibagi dalam dua kategori yaitu berupa

tindak pidana pemilu yang digolongkan sebagai pelanggaran

dari mulai Pasal 273 sampai dengan Pasal 291. Sedangkan

tindak pidana pemilu yang digolongkan Kejahatan dari mulai

Pasal 292 sampai dengan Pasal 321

(4)

Beberapa Bentuk Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu

Dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri

atau diri orang lain tentang suatu hal yang di perlukan untuk pengisian daftar

Pemilih(pasal 273);

Anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih

sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu (pasal

274);

Mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu (pasal

275);

Pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa yang melanggar larangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(3) yaitu menghina seseorang, agama

suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain(pasal 276);

Pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye yang dengan

sengaja maupun karena kelalaian mengakibatkan terganggunya pelaksanaan

Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan (pasal 277);

Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam

laporan dana Kampanye Pemilu(pasal 278).

(5)

BEBERAPA BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA PEMILU

Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak

pilihnya (Pasal 292);

Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau

dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran

Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam

Pemilu menurut Undang-Undang(Pasal 293);

Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan

PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi,

Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan

dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data

Pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan

dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan

pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih

khusus, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara

Indonesia yang memiliki hak pilih (Pasal 294);

Setiap anggota KPU Kabupaten/Kota yang sengaja tidak memberikan salinan

(6)

BEBERAPA BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA PEMILU

 Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dan/atau pelaksanaanverifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (Pasal 296)

 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu (Pasal 297)

 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kotaatau calon Peserta Pemilu,(Pasal 298);

 Setiap pelaksana, peserta, dan petuga s Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu (299)

 Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/Hakim Agung/Hakim Konstitusi, Hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang melanggar larangan (pasal 300)

(7)

SUBJEK HUKUM TP PEMILU

Kategori pertama adalah penyelenggara Pemilu yang terdiri dari anggota

KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU Kabupaten/kota, anggota

Bawaslu, anggota panwaslu provinsi, anggota panwaslu kabupaten/kota,

anggota panwas Kecamatan dan petugas pelaksana lapangan lainnya.

Kategori kedua adalah peserta pemilu yang terdiri dari pengurus partai

politik, calon anggota DPR, DPD, DPRD dan Tim Kampanye.

Kategori ketiga adalah pejabat tertentu yang dalam hal ini dapat berarti

Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pengurus BUMN/BUMD,

Gubernur/Pimpinan Bank Indonesia, Perangkat Desa dan Badan lainnya

yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

Kategori keempat adalah masyarakat pemilih yang terdiri dari pelaksana

survei/hitungan cepat, umum/setiap orang.

Kategori kelima adalah profesi yang terdiri dari media cetak/elektronik,

(8)

Beberapa Karakteristik Delik Pemilu

Bersifat

kumulatif

yaitu

pidana

penjara/kurungan dan denda

Tidak mengenal hukuman minimal baik pidana

penjara/kurungan maupun denda, ini berbeda

dengan undang-undang sebelumnya.

Mengenal

daluarsa

perkara

terhadap

pelanggaran yang berakibat pada perolehan

hasil suara.

(9)

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU

LAPORAN PELANGGARAN PEMILU

Tata Cara Pelaporan Tindak Pidana Pemilu Menurut

Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 diatur dalam Bab XX. Secara umum,

pelanggaran diselesaikan melalui Bawaslu/Panwaslu sebagai

lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan

terhadap setiap tahapan pelaksanaan pemilu.

Dalam proses pengawasan tersebut, Bawaslu dapat menerima

laporan, melakukan kajian atas laporan dan temuan adanya dugaan

pelanggaran, dan meneruskan temuan dan laporan dimaksud

kepada institusi yang berwenang.

Selain berdasarkan temuan Bawaslu, pelanggaran dapat dilaporkan

oleh anggota masyarakat yang mempunyai hak pilih, pemantau

pemilu dan peserta pemilu kepada Bawaslu, Panwaslu Propinsi,

Panwaslu Kabupaten/Kota paling lambat

7 hari

sejak terjadinya

pelanggaran pemilu. Bawaslu memiliki waktu

selama 3 hari

untuk

melakukan kajian atas laporan atau temuan terjadinya pelanggaran

(10)

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU

PENANGANAN PELAPORAN

 Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan secara tertulis paling sedikit memuat:  1. Nama dan alamat pelapor;

 2. Pihak terlapor;

 3. Waktu dan tempat kejadian perkara; dan  4. Uraian kejadian.

 Apabila Bawaslu menganggap laporan belum cukup lengkap dan memerlukan informasi tambahan, maka Bawaslu dapat meminta keterangan kepada pelapor dengan perpanjangan waktu selama 5 hari. Berdasarkan kajian tersebut, Bawaslu dapat mengambil kesimpulan apakah temuan dan laporan merupakan tindak pelanggaran pemilu atau bukan. Dalam hal laporan atau temuan tersebut dianggap sebagai pelanggaran, maka Bawaslu membedakannya menjadi:

 Pelanggaran pemilu yang bersifat administratif dan Pelanggaran yang mengandung unsur pidana kemudian meneruskannya kepada instansi yang berwenang.

 Pelanggaran pemilu yang bersifat administrasi menjadi kewenangan KPU untuk menyelesaikannya. Sesuai dengan sifatnya, maka sanksi terhadap pelanggaran administrasi adalah sanksi administrasi. Khusus terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara maka KPU dapat menggunakan Pe raturan KPU tentang Kode Etik KPU.

(11)

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU

PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN

 Dalam jangka waktu 14 hari setelah laporan dari Bawaslu, penyidik harus menyampaikan hasil penyidikan beserta berkas perkara kepada penuntut umum (PU). Jika hasil penyidikan dianggap belum lengkap, maka dalam waktu paling lama 3 hari Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik Kepolisian disertai dengan petunjuk untuk melengkapi berkas bersangkutan. Perbaikan berkas oleh penyidik maksimal 3 hari untuk kemudian dikembalikan kepada PU. Maksimal 5 hari sejak berkas diterima, PU melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan.

Tujuh hari sejak berkas perkara diterima Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana pemilu. Kepada pihak yang tidak menerima putusan PN tersebut memiliki kesempatan banding ke Pengadilan Tinggi. Permohonan banding terhadap putusan tersebut diajukan paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan. PN melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada PT paling lama 3 hari sejak permohonan banding diterima. PT memiliki kesempatan untuk memeriksa dan memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud paling lama 7 hari setelah permohonan banding diterima. Putusan banding tersebut merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum lain. Tiga hari setelah putusan pengadilan dibacakan, PN/PT harus telah menyampaikan putusan tersebut kepada PU. Putusan sebagaimana dimaksud harus dilaksanakan paling lambat 3 hari setelah putusan diterima jaksa.

(12)

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU

DALUARSA PERKARA

Jika perkara pelanggaran pidana pemilu menurut UU Pemilu

dipandang dapat mempengaruhi perolehan suara peserta pemilu

maka putusan pengadilan atas perkara tersebut harus sudah selesai

paling lama 5 hari

sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara

nasional.

Khusus terhadap putusan yang berpengaruh terhadap perolehan

suara ini, KPU, KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan peserta

harus sudah menerima salinan putusan pengadilan pada hari

putusan dibacakan. KPU berkewajiban untuk menindaklanjuti

putusan sebagaimana dimaksud.

Demikian pengecualian hukum beracara untuk menyelesaikan tindak

pidana pemilu yang diatur berbeda dengan KUHAP. Sesuai dengan

sifatnya yang cepat, maka proses penyelesaian pelanggaran/kejahatan

tindak pidana pemilu paling lama 67 hari sejak terjadinya

pelanggaran sampai dengan pelaksanaan putusan oleh Jaksa.

(13)

HUKUM ACARA SEBAGAI SYARAT FORMIL

Yang perlu diperhatikan dan dicermati

adalah hukum acara tindak pidana pemilu

harus dipatuhi oleh semua pihak karena

merupakan syarat formil yang harus

dipenuhi dalam suatu pemeriksaan atau

pemberkasan.

Sehingga apabila syarat formil mengenai

batas waktu penanganan terlewati maka

dapat dianggap daluwarsa dan cacat formil

yang akan rentan digugat keabsahannya

(14)

Sentra Penegakan Hukum Terpadu

Nota kesepakatan bersama Badan Pengawas Pemilihan

Umum RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI Nomor

Kep-005/A/JA/01/2013 tentang Sentra Penegakan Hukum

Terpadu

Sebagai forum koordinasi antar pihak dalam proses tindak

pidana Pemilu;

Pelaksanaan pola tindak pidana Pemilu;

Sebagai pusat data dan informasi tentang tindak pidana

Pemilu;

Pertukaran data dan/atau informasi;

Peningkatan kompetensi dalam penanganan dugaan tindak

pidana Pemilu;

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tindak lanjut

(15)

Peran Kejaksaan Dalam Pemilu 2014

Kerjasama dengan Instansi lain

Nota kesepakatan bersama Badan Pengawas

Pemilihan Umum RI, Kepolisian Negara RI dan

Kejaksaan RI nomor Kep-005/A/JA/01/2013

tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu

Nota Kesepahaman bersama nomor

Kep-107/A/JA/07/2013 tanggal 22 Juli 2013 dengan

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

(DKPP) untuk pemanfaatan sarana

Video

Conference

di 31 Kantor Kejaksaan Tinggi yang

tersebar di seluruh Indonesia guna penyelesaian

dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara

pemilu

(16)

Peran Kejaksaan Dalam Pemilu 2014

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN

Telah diterbitkan buku ”Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilu”

berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor

:SE-012/A/JA/04/2013 tanggal 26 April 2013

Pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia melalui media

Teleconference

tanggal 27 Juni 2013 terkait Pemilu 2014

Instruksi Jaksa Agung nomor 11/Insja/JA/11/2013 tentang Hasil

Pelaksanaan Rapat Kerja Kejaksaan RI tahun 2013 yang

mengamanatkan kenetralan pegawai Kejaksaan dalam pemilu 2014

dan ikut berperan aktif dalam mensukseskan pemilu 2014

Peran Intelijen diarahkan untuk melaksanakan dan berperan aktif

mensukseskan Instruksi Presiden (Inpres) no.2 tahun 2013 tentang

Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri, hal ini telah

ditekankan dalam surat nomor :B-85/E/EJP/03/2013 tanggal 21 Maret

2013 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2013

yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia

(17)

Sistem Penanganan Pemilu 2014

 Untuk Jaksa Pemilu tidak ada Jaksa khusus yang menangani berdasarkan penunjukan dari Jaksa Agung

RI, penunjukannya diserahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi , hal ini telah kami tegaskan dalam Surat Edaran JAMPIDUM nomor :B-1086/E/Ejp/04/2013 tanggal 12 April 2013

 Batas waktu yang singkat dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan tindak pidana pemilu

maka dilakukan koordinasi yang efektif dengan penyidik, pengadilan maupun Panwaslu/Bawaslu setempat.

 Penegasan putusan banding adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya

hukum kasasi maupun peninjauan kembali

 Pelimpahan perkara menggunakan acara pemeriksaan biasa (APB) atau acara pemeriksaan singkat

( APS) tergantung dari bobot perkaranya.

 SOP penanganan pemilu berpedoman pada prosedur Gakumdu sesuai surat nomor :B-1086/

E/EJP/04/2013 tanggal 12 April 2013.

 Penuntutan tetap berpedoman pada Surat Edaran Jaksa Agung nomor SE-013/A/JA/12/2011 tentang

pedoman Tuntutan Pidana perkara tindak Pidana umum dan terhadap perkara yang menarik perhatian masyarakat tetap berlaku PK Ting sesuai dengan surat JAMPIDUM nomor B-16/ E/Ejp/03/2002 tanggal 11 Maret 2002.

 Pengalaman dalam menangani perkara tindak pidana pemilu pada penyelenggaraan pemilu

sebelumnya, permasalahan ada yang dikoordinasikan secara nasional, yaitu pengak hukum ditingkat pusat dan bawaslu namun ada permasalahan ditingkat daerah baik propinsi maupun kabupaten melalui panwaslu/penegak hukum setempat dengan koordinasi yang efektif.

(18)

Kesiapan Jaksa/Penuntut Umum Perkara Pemilu

Diklat tindak pidana pemilu sebanyak 91 peserta di

Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia dengan

peserta para Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum)

dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum)

seluruh Indonesia.

Telah ditunjuk Jaksa Pemilu oleh Kepala Kejaksaan

Tinggi untuk Jaksa yang menangani perkara tindak

pidana pemilu di tingkat Kejati maupun Kejaksaan

Negeri di seluruh Indonesia.

(19)

Peran bidang Datun dan Intelijen

Untuk bidang datun, Kejaksaan menangani perkara mewakili pemerintah/KPU untuk

perselisihan hasil pemilu yang biasanya terjadi antara KPU versus Peserta Pemilu.

Kemudian peran intelijen Kejaksaan dalam mensukseskan pemilu 2014 melalui

upaya :

Pertama, pembentukan posko pemantau Pemilu tahun 2014 sesuai surat JAM

Intelijen Nomor : B-019/D/Dsp.1/01/2014 Tanggal 10 Januari 2014. Pembentukan

ini tidak hanya di tingkat pusat Kejaksaan Agung RI, tetapi juga sampai ke

Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri.

Kedua, Intelijen Kejaksaan diminta untuk memberikan informasi dan data yang

akurat kepada pimpinan. Informasi dan data akurat ini dibutuhkan untuk

menentukan langkah-langkah kebijakan penegakan hukum di bidang Pemilu.

Ketiga, Intelijen kejaksaan diwajibkan untuk dapat mendeteksi dan

mengidentifikasikan kerawanan dan potensi-potensi gangguan keamanan dalam

setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Keempat, intelijen Kejaksaan memberikan dukungan terhadap bidang PIDUM

dalam penyelesaian pelanggaran tindak pidana Pemilu dan bidang DATUN dalam

penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dan perselisihan hasil Pemilu di

Mahkamah Konstitusi.

(20)

PENUTUP

 Hukum acara dalam penanganan tindak pidana pemilu anggota DPR, DPRD, DPD tahun 2014 memiliki keterbatasan waktu dan syarat formil tersendiri. Untuk itru dibutuhkan ketaatan terutama dari Bawaslu/panwaslu maupun penyidik dan penuntut umum serta hakim untuk memperhatikan syarat formil tersebut karena menyangkut keabsahan dari proses pemeriksaan menyangkut cacat formil dan daluarsa.

 Sedangkan untuk kategori tindak pidana pemilu terkategori menjadi tindak pidana pelanggaran mauapun kejahatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilu yang merupakan hajatan politik dalam pelaksaan penegakan hukum dimungkinkan akan terjadi intervensi politik dalam menegakan hukum tindak pidana pemilu. Untuk itu Kejaksaan dalam posisi netral dan pimpinan selalu menghimbau Jaksa bertindak profesional dan menjaga integritas dalam menangani perkara tindak pidana pemilu untuk menghindari rekayasa perkara pemilu.

 Untuk itu Kejaksaan telah membuat sistem penanganan Pemilu yang akan menjamin seorang jaksa menangani perkara pemilu secara profesional dan menyiapkan SDM melalui Diklat Pemilu serta melakukan Penunjukan Jaksa Pemilu di seluruh wilayah Indonesia.

 Kita percaya bahwa penegakan hukum tindak pidana pemilu yang berlangsung dengan transparan dan profesional akan mendorong terciptanya proses politik yang sehat dan keberhasilan pemilu 2014. Bagaimanapun keberhasilan pemilu 2014 adalah merupakan tanggung jawab kita bersama pada terpilihnya Pemimpin yang menjadi harapan masyarakat untuk memandu dan mengantarkan kita pada terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Amin.

(21)

SEKIAN DAN

Referensi

Dokumen terkait

Laut merupakan sektor penghela ekonomi desa tablolong dengan pangsa sebesar 45.7%terhadap total output, diikuti oleh sektor perikanan sebesar 38.9%. Dari Tabel 5 dan hasil

Pasien dengan Bell palsy mungkin tidak dapat menutup mata pada sisi yang terkena, yang dapat menyebabkan iritasi dan ulserasi kornea.. Mata harus dilumasi

Dalam produk MULIA, barang komoditi yang dijadikan objek akad adalah emas batangan. Emas batangan merupakan barang yang mudah diketahui bentuk, berat dan harganya. Sebeb,

Tenaga Kerja Tenaga kerja menurut definisi dari Pellokia (1993) adalah penduduk dalam usia kerja. Secara singkat tenaga kerja didefinisikan sebagai jumlah seluruh penduduk

Jl. Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas perairan pada waduk dimasa mendatang, penting dilakukan pengukuran tingkat kesuburan perairan waduk secara berkala.

Pendekatan ini menggambarkan bahwa Public Relations adalah lebih dari sekedar mempersuasi melainkan juga membantu mengembangkan kondisi komunikasi terbuka, saling

Jaringan komputer adalah kumpulan dua atau lebih komputer yang saling berhubungan satu sama lain untuk melakukan komunikasi data dengan menggunakan protokol komunikasi

638/BPBD/2016 tanggal 26 Agustus 2016 tentang Perpanjangan Penetapan Status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi