• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kebiasaan Belajar a. Pengertian Kebiasaan Belajar - Uun Ulfiani Bab II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kebiasaan Belajar a. Pengertian Kebiasaan Belajar - Uun Ulfiani Bab II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Kebiasaan Belajar

a. Pengertian Kebiasaan Belajar

Kebiasaan merupakan suatu kegiatan atau hal-hal yang sering dilakukan. Sedangkan menurut Witherington (dalam Djaali 2011:128) kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa tindakan seseorang yang sudah menjadi kebiasaan dalam menanggapi suatu hal dapat berjalan terus menerus secara otomatis.

(2)

Setelah mengerti makna kebiasaan dan belajar, berlanjut mengkaji makna kebiasaan belajar. Menurut Djaali (2011:128), kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Melalui kebiasaan belajar itu dapat menguasai perilaku siswapada setiap kali mereka melakukan kegiatan belajar. Kebiasaan belajar merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang dan menjadi suatu ketetapan dan bersifat otomatis.

(3)

b. Indikator Kebiasaan Belajar

Kebiasaan belajar siswa tentu saja berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan indikator kebiasaan belajar itu ada banyak macamnya menurut beberapa ahli. Gie dalam Sayfudin (2015: 22) memaparkan dua jenis kebiasaan belajar, yaitu kebiasaan belajar yang baik dan kebiasaan belajar yang buruk. Rincian kebiasaan belajar tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Kebiasaan belajar yang baik dan buruk No Kebiasaan Belajar yang Baik Kebiasaan Belajar yang Buruk 1) Belajar secara teratur setiap keperluan studi dengan baik, sehingga ada keperluan studi yang tertinggal.

Belajar tanpa memahami dengan betul materinya, sehingga mudah terlupakan.

Sementara itu Slameto (2010:82) menguraikan kebiasaan belajar yang mempengaruhi belajar, diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Pembuatan jadwal dan pelaksanaannya. 2) Membaca dan membuat catatan.

3) Mengulangi bahan pelajaran. 4) Konsentrasi.

(4)

Astri Megasari (dalam Anjari Yustiningrum 2009: 28) menyatakan bahwa indikator kebiasaan belajar diantaranya:

1) Menentukan target yang akan dicapai

Belajar bersifat keseluruhan dari materi, nilai dan cara belajar harus memiliki struktur dan penyajian secara sederhana agar siswa lebih mudah dalam menentukan terget pencapaian belajar sesuai dengan tujuan instruksional.

2) Membuat rencana belajar

Membuat dan menentukan rencana belajar agar konsep-konsep baru dapat dibedakan dengan apa yang telah dipelajari, mudah dipelajari dan dikuasai.

3) Belajar rutin setiap hari

Belajar dengan penuh konsentrasi dan teratur tidak merusak. Yang merusak adalah menggunakan waktu tidur untuk belajar, mengurangi waktu istirahat akhirnya akan merusak badan. Belajar sungguh-sungguh selama 4-8 jam sehari dengan teratur sudah cukup untuk memberi hasil yang memuaskan.

4) Mengulang bahan pelajaran

Mengulangi besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan “bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan” akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari. Agar dapat mengulang dengan baik maka perlulah kiranya disediakan waktu untuk mengulang dan menggunakan waktu itu sebik-baiknya.

5) Membaca Buku

Membaca buku pengaruhnya terhadap belajar. Hampir sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca. Agar dapat belajar dengan baik maka perlulah membaca dengan baik pula. Karena membaca adalah alat belajar.

6) Mengerjakan tugas

Mengerjakan tugas dapat berupa pengerjaan tes/ulangan atas ujian yang diberikan guru, tetapi juga termasuk membuat/mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam buku-buku ataupun soal-soal buatan sendiri. Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ulangan harian, ulangan umum dan ujian.

7) Membuat catatan

(5)

belajar siswa harus telah mencoba memahami dan mencamkan isi pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa ada banyak indikator kebiasaan belajar yang berbeda-beda dari setiap pendapat ahli. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan indikator kebiasaan dari pendapat Slameto (2010: 82), yaitu tentang pembuatan jadwal dan pelaksanaannya, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan pelajaran, konsentrasi, dan mengerjakan tugas. Berikut ini adalah sub indikator yang tercermin dari indikator kebiasaan belajar tersebut. 1) Pembuatan jadwal dan pelaksanaannya

a) Membuat jadwal belajar di rumah b) Belajar secara teratur sesuai jadwal 2) Membaca dan membuat catatan

a) Membaca buku pelajaran

b) Membuat catatan dari buku pelajaran yang dibaca 3) Mengulangi bahan pelajaran

a) Mempelajari lagi materi yang telah dijelaskan guru di rumah b) Membaca buku catatan mata pelajaran yang telah dijelaskan

guru 4) Konsentrasi

a) Fokus memperhatikan penjelasan guru mengenai materi pelajaran hari itu

(6)

5) Mengerjakan tugas

a) Mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya b) Tidak mencontek dalam mengerjakan tugas 2. Motivasi Berprestasi

a. Pengertian Motivasi Berprestasi

Eysenck dalam Slameto (2010: 170) merumuskan bahwa motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap, dan sebagainya. Sementara itu, Gleitman, 1986; Reber, 1988 dalam Syah (2011: 153) mengatakan bahwa motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.

(7)

berprestasi selalu ingin mencapai prestasi yang lebih baik dari sebelumnya dan bertanggung jawab atas keberhasilan tugas-tugas yang dilakukan.

Motivasi adalah kekuatan yang memberikan rangsangan pada siswa supaya bersemangat dalam mencapai tujuan. Menurut Clelland (1987: 40), motivasi berprestasi didefinisikan sebagai upaya untuk mencapai sukses atau berhasil dalam kompetensi dengan suatu ukuran keunggulan yang dapat berupa prestasi orang lain maupun prestasi sendiri. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi tersebut dilakukan individu dengan orang lain atau dengan prestasi yang telah mereka peroleh sebelumnya.

(8)

dirinya dapat memperkirakan situasi yang akan datang untuk memperoleh prestasi yang lebih baik.

Dalam kegiatan belajar, motivasi berprestasi dapat disebut sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberi arah sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai dengan hasil sebaik-baiknya. Dengan adanya motivasi berprestasi, maka siswa yang belajar akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi dalam belajarnya. b. Indikator Motivasi Berprestasi

Motivasi dapat mempengaruhi siswa dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Beberapa siswa dimotivasi untuk berprestasi, untuk bekerja sama dengan siswa lain dan mengekspresikan motivasi ini dengan banyak cara yang berbeda. Meskipun motivasi berprestasi itu merupakan suatu kekuatan, namun bukan merupakan suatu substansi yang dapat diamati. Yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi indikator-indikator motivasi berprestasi itu sendiri.

(9)

penghormatan diri. 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan baik.

3. Kemandirian Belajar

a. Pengertian Kemandirian Belajar

Banyak pakar yang merumuskan definisi kemandirian sesuai dengan kajian yang diperdalamnya. Rumusannya beraneka ragam, sesuai dengan sudut pandang dan kajian perspektif bidang telaahnya. Namun, ragam definisi tersebut memiliki ciri dan kesamaan. Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

Kemandirian merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi individu. Seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak lepas dari cobaan dan tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak tergantung dengan orang lain, selalu menghadapi dan memecahkan masalahnya sendiri.

(10)

media pandang dengar. Peran guru atau instruktur dalam proses belajar mandiri adalah fasilitator, yaitu menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada siswa bila diperlukan.

Menurut Samani dan Hariyanto (2012: 131) mandiri adalah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dengan upaya sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mendiri adalah berpikir untuk melakukan sesuatu untuk menemukan cara baru dan tidak bergantung kepada orang lain.

Belajar merupakan masalah setiap orang sehingga istilah belajar sudah tidak asing bagi semua orang. Akan tetapi, pengertian tentang belajar berbeda-beda karena itulah pengertian belajar belum dapat diseragamkan. Banyak definisi yang diberikan tentang belajar. Misalnya menurut Sumadi Suryabrata (2014: 232) mengatakan “belajar itu membawa perubahan, perubahan itu pada pokoknya

didapatkan kecakapan baru dan perubahan itu terjadi karena usaha”.

Setiap siswa memiliki gaya dan tipe belajar yang berbeda dengan teman-temannya, hal ini disebabkan karena siswa memiliki potensi yang berbeda dengan orang lain. Menurut Hendra Surya (2003: 114), “belajar mandiri adalah proses menggerakkan kekuatan atau

(11)

kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu mempertanggung jawabkan tindakannya.

Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila siswa telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Ciri-ciri pokok siswa mampu mandiri dalam belajar sendiri melakukan belajar dengan cara dan teknik sesuai dengan kemampuan sendiri serta mampu mengetahui kekurangan diri sendiri. Sebagai syarat agar siswa dapat belajar mandiri, siswa tersebut harus memiliki dan melatih metode belajar yang baik, sehingga ketika pemberian tugas belajar, harus sudah timbul dalam jiwa dan pikiran siswa untuk menata kegiatan belajar sendiri berdasarkan metode belajar yang baik tidak harus “diperintah”. Siswa mengetahui arah

tujuan serta yang harus diperbuatnya dalam menyelesaikan tugas yang dihadapkan kepadanya.

(12)

Kemandirian siswa dalam belajar dalam penelitian ini adalah perilaku yang akan diukur yaitu siswa sebagai subyek yang akan diteliti, hal ini terkait dengan kemandirian siswa tersebut dalam belajar, bertujuan agar siswa mampu menemukan sendiri apa yang harus dilakukan dan memecahkan masalah di dalam belajar dengan baik dan tidak bergantung pada orang lain.

Agar siswa dapat mandiri dalam belajar maka siswa harus mampu berpikir kritis, bertanggung jawab atas tindakannya, tidak mudah terpengaruh pada orang lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain. Ciri-ciri kemandirian belajar merupakan faktor pembentuk dari kemandirian belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar pada setiap siswa akan nampak jika siswa telah menunjukkan perubahan dalam belajar. Siswa belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan padanya. Arti secara mandiri tersebut adalah tidak bertanggung pada orang lain.

(13)

Kemandirian belajar terbentuk tidak terlepas dari dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Seperti pendapat dari Muhammad Ali dan Muhammad Asrori (2005: 118) bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar, yaitu faktor dari dalam diri anak tersebut (internal) yang meliputi kondisi fisik maupun kondisi psikologi anak dan faktor dari luar anak (eksternal) yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Sebagaimana aspek-aspek psikologis, kemandirian bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya.

Sedangkan menurut Hasan Basri (1995: 53-54) faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar adalah sebagai berikut: 1) Faktor Endogen (internal)

Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan kondisi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu akan didapatkan di dalam diri seseorang, seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. 2) Faktor Eksogen (eksternal)

(14)

dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian termasuk pula dalam hal kemandiriannya.

Muhammad Ali dan Muhammad Asrori (2005: 118-119) menyebutkan sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu:

a. Gen atau keturunan orangtua. Orang tua memiliki sifat kemandirian tinggi sering kali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga.

b. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh dan mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya.

c. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa. d. Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau siswa.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai kemandirian seseorang tidak terlepas dari faktor-fakor yang mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian sangat menentukan sekali tercapainya kemandirian seseorang, begitu pula dengan kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa itu sendiri, maupun yang berasal dari luar yaitu lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat.

(15)

dalam hal perkembangan kemandiriannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belaja terdapat dari internal dan ekternal.

b. Indikator Kemandirian Belajar

Seseorang yang mempunyai kemandirian belajar dilihat dari segi belajarnya siswa tidak perlu disuruh bila belajar itu dikalahkan atas inisiatif belajarnya, siswa tidak perlu disuruh bila belajar itu dilakukan atas inisiatif sendiri. Untuk mengetahui apakah seseorang itu mempunyai kemandirian belajar, maka perlu diketahui indikator kemandirian belajar.

Indikator kemandirian belajar adalah sebagai berikut: 1. Sikap tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain. 2. Sikap percaya diri.

3. Sikap original atau bukan sekedar meniru orang lain. 4. Sikap mau mencoba sendiri.

(Desmita, 2011: 186) 4. Siswa Kelas Tinggi

Tingkatan sekolah dasar tidak hanya terbagi dalam enam kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, namun ada pembagian tingkatan lainnya yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Menurut Supandi dalam Kawuryan (2011: 1), “tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi

menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam”.

(16)

masa kelas tinggi. Adapun ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah 6 atau 7 sampai 9 atau 10 tahun adalah sebagai berikut.

a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.

b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional. c. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.

d. Membandingkan dirinya dengan peserta didik (siswa) yang lain. e. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu

dianggap tidak penting.

f. Pada masa itu (terutama 6 sampai 8 tahun) peserta didik (siswa) menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

Adapun ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9 atau 10 sampai 12 atau 13 tahun) adalah sebagai berikut.

a. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit. b. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus. d. Sampai usia 11 tahun peserta didik (siswa) membutuhkan guru atau

orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Setelah usia ini pada umumnya peserta didik (siswa) menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

e. Pada masa ini peserta didik (siswa) memandang nilai (rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.

f. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

Sementara itu, Nasution dalam Sudrajat (2015:1) menjelaskan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut.

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit,

(17)

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor,

d. Pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri,

e. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah,

f. Anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan siswa kelas tinggi adalah siswa yang berada pada jenjang pendidikan kelas IV, V, dan VI SD. Selain itu, pernyataan ahli-ahli di atas mengenai sifat-sifat khas siswa pada kelas tinggi cukup untuk membuat peneliti merasa layak melakukan penelitian mengenai pengaruh kebiasaan belajar dan motivasi berprestasi terhadap kemandirian dalam belajar pada siswa kelas tinggi (atas).

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait dengan kebiasaan belajar telah dilakukan oleh beberapa ahli diantaranya :

(18)

2. Penelitian Irzan Tahar dan Enceng (2006) dengan judul Hubungan

Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar pada Pendidikan Jarak Jauh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar mata kuliah Manajemen Keuangan. Hubungan yang demikian diartikan bahwa semakin tinggi skor kemandirian belajar cenderung semakin tinggi pula hasil belajar mata kuliah Manajemen Keuangan.

3. Penelitian Sukhvir Kaur (2013) dengan judul Academic Achievement in Relation to Achievement Motivation of High School Student. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa siswa laki-laki dan perempuan memiliki tingkat motivasi berprestasi yang sama. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan di variable yang diteliti, sehingga sebagian diterima di Indonesia dalam mendukung prestasi akademik. Motivasi berprestasi saat ini berkontribusi terhadap prestasi akademik siswa. Penelitian tersebut terbatas yaitu 200 siswa.

4. Penelitian V. R. Santha Kumari dan Dr. S. Chamundeswari (2015) dengan judul Achievement Motivation, Study Habits and Academic Achievement of student at the Secondary Level. Hasil penelitian menunjukkan ada

(19)

Penelitian di atas relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena terdapat variabel sama dengan variabel penelitian yang dilakukan. Variabel tersebut yaitu variabel kebiasaan belajar, motivasi berprestasi, dan kemandirian belajar.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan keempat penelitian yang relevan tersebut adalah penelitian yang dilakukan mengambil sampel siswa Sekolah Dasar (SD) . Sedangkan sampel dari keempat penelitian yang relevan tersebut adalah siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Penelitian yang dilakukan yaitu di Sekolah Dasar (SD) kelas IV. Tempat penelitian adalah di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Cilongok.

C. Kerangka Pikir

Kemandirian belajar merupakan salah satu kunci sukses bagi siswa baik dalam masa sekolah maupun ketika sudah tidak menempuh pendidikan secara formal lagi. Siswa yang sudah memiliki suatu kemandirian dapat ia terapkan dalam dunia kerjanya nanti. Kemandirian pada siswa berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh kebiasaan belajar siswa tersebut.

(20)

diantaranya adalah kebiasaan belajar. Mengingat siswa usia sekolah dasar lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah dan juga di rumah. Kebiasaan belajar di rumah turut membentuk kemandirian siswa. Kebiasaan belajar dan motivasi berprestasi merupakan aspek yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

D. Hipotesis Penelitian

Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara variabel maka dalam penelitian ini mengajukan suatu hipotesis. Menurut Sugiyono (2010:

96) menyebutkan “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Hipotesis ini dikatakan sementara karena

jawaban yang diperoleh berdasarkan teori-teori yang relevan, belum teruji kebenarannya. Hipotesis pada dasarnya belum menunjukkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan (X1)

Kebiasaan Belajar

(X2)

Motivasi Berprestasi

(Y)

(21)

signifikan antara persepsi kebiasaan belajar dan motivasi berprestasi terhadap kemandirian belajar siswa. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh kebiasaan belajar terhadap kemandirian belajar pada siswa kelas IV di gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Cilongok. 2. Ada pengaruh motivasi berprestasi terhadap kemandirian belajar

pada siswa kelas IV di gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Cilongok.

Gambar

Tabel 2.1 Kebiasaan belajar yang baik dan buruk
Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

No BidangdanSubbidang Keg. Bidang dan Subbidang Keg. Bidang dan Subbidang Keg.. PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN INDIVIDUAL KULIAH KERJA NYATA REGULER UNIVERSITAS AHMAD

Dari hasil pegujian dan analisa alat ini dapat bekerja dengan baik ketika musik diberikan sebagai input melalui mp3 player , katup air dapat bekerja bergantian ketika frekuensi

Luasnya potensi yang dimiliki augmented reality menjadikan penulis untuk memanfaatkan teknologi tersbut pada bidang pendidikan khususnya pada proses

Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer,. sekaligus meningkatkan flesibilitas

Oleh karena itu penulis mengajukan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Perubahan Harga Saham (Studi Empiris pada Perusahaan Real Estate

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaik an Tugas Akhir yang berjudul “ Rancang Bangun Sistem Informasi

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Kemampuan Melakukan Pemecahan Masalah Tentang Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan CTL

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan