EFEKTIVITAS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN HYPNOTHERAPY UNTUK MENINGKATKAN LEADERSHIP SKILL PENGURUS PONDOK PESANTREN NURUT TAQWA BONDOWOSO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
ANWARI NURIL HUDA N I M : B 5 3 2 1 2 0 6 9
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI
ABSTRAKS
Anwari Nuril Huda (B53212069), Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan Hypnotherapy untuk Meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso.
Dewasa ini wajah Indonesia tambah memprihatinkan. Pasalnya sebagian politisi dan pimpinan negara Indonesia semakin menggandrungi tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Mereka semakin jauh dari harapan bangsa dan cita-cita para pejuang kemerdekaan Indonesia. Oleh karenanya, untuk menkonter dekadensi tersebut, peneliti mengadakan sebuah penelitian penggunaan hypnotherapy untuk meningkatkan leadership skill yang dilakukan di Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso Jawa Timur.
Di samping upaya peningkatan leadership skill pengurus, permasalahan inti yang diteliti dalam skripsi ini adalah keinginan peneliti untuk mengetahui sejauh mana efektivitas hypnotherapy di dalam meningkatkan leadership skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa.
Dalam proses pemberian hypnotherapy tersebut, peneliti menggunakan tahapan-tahapan bimbingan dan konseling secara umum. Sedangkan untuk membuktikan apakah ada pengaruh bimbingan tersebut terhadap peningkatan leadership skill pengurus, maka peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif yang berfungsi untuk mengungkap hasil dari semua data dan fakta yang telah diperoleh selama penelitian ini berlangsung. Sementara metode pengumpulan data yang dipilih oleh peneliti adalah berupa observasi, interview, angket dan dokumentasi.
Pasca pengujian T-Tes dilakukan dengan taraf signifikansi 5%, hasil menunjukkan bahwa hypnotherapy memiliki pengaruh di dalam meningkatkan leadership skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso.
Oleh sebab itu, peneliti menyarankan kepada semua pihak yang terkait dan mereka yang berkepentingan positif untuk lebih mengeksplor penggunaan hypnotherapy dalam kehidupan sehari-hari untuk tercapainya keinginan fisik maupun psikis.
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 8
2. Populasi ... 10
3. Sampel ... 10
4. Teknik Sampling ... 11
5. Lokasi Penelitian ... 11
6. Variabel dan Indikator Penelitian ... 12
7. Definisi Operasional ... 13
8. Tahapan Penelitian ... 16
9. Teknik Pengumpulan Data ... 17
10. Teknik Analisis Data ... 19
F. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik Bimbingan dan Konseling Islam, Hypnotherapy, dan Leadership Skill ... 23
1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 23
a. Sejarah Singkat Bimbingan dan Konseling Islam... 23
b. Definisi Bimbingan dan Konseling Islam ... 26
c. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 33
d. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Islam ... 34
2. Hypnotherapy ... 38
a. Sejarah Singkat Hypnotherapy... 38
b. Pengertian Hypnotherapy ... 39
c. Ruang Lingkup Hypnotherapy ... 41
d. Konsep Hypnotherapy... 41
f. Proses Hypnotherapy ... 43
g. Teknik Hypnotherapy ... 45
h. Hypnotherapy dalam Perspektif Islam ... 46
3. Leadership Skill ... 48
a. Pengertian Leadership Skill ... 48
b. Teori Kepemimpinan ... 49
c. Ciri-Ciri Leadership Skill ... 51
d. Karakteristik Pemimpin Ideal ... 52
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 54
C. Hipotesis ... 57
Bab III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso .... 58
1. Profil Pondok Pesantren ... 58
2. Gambaran Umum Geografis ... 59
3. Data Pendidik ... 60
4. Lembaga Formal ... 60
5. Lembaga Informal ... 61
6. Jumlah Santri Berdasarkan Penghuni Kamar ... 62
7. Fasilitas Inventaris ... 63
8. Kegiatan-Kegiatan Pesantren ... 65
a. Jadwal Kegiatan Harian ... 65
b. Jadwal Kegiatan Mingguan ... 66
c. Jadwal Kegiatan Bulanan ... 66
d. Jadwal Kegiatan Tahunan ... 66
9. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 67
B. Deskripsi Penilaian, Indikator, dan Responden ... 68
1. Penilaian Angket ... 68
2. Indikator dan Deskripsi Angket ... 69
3. Responden ... 71
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72
1. Proses Bimbingan dan Konseling dengan Hypnotherapy untuk Meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso ... 73
a. Tahap Identifikasi ... 73
xi
2. Efektivitas Bimbingan dan Konseling dengan
Hypnotherapy untuk Meningkatkan Leadership Skill
Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso ... 81
a. Pretest ... 81
b. Posttest ... 82
D. Uji Keabsahan Instrumen ... 82
1. Uji Validitas Data ... 83
2. Uji Reliabilitas Data ... 85
E. Uji Hipotesis ... 88
BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Hypnotherapy di dalam meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso ... 89
B. Analisis Pengujian Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan Hypnotherapy di dalam meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso ... 93
C. Pengujian Dua Sampel ... 97
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 103
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Pendidik ... 60
Tabel 3.2 Lembaga Formal ... 61
Tabel 3.3 Lembaga Informal ... 61
Tabel 3.4 Jumlah Santri Putra Putri ... 62
Tabel 3.5 Fasilitas dan Inventaris ... 64
Tabel 3.6 Kegiatan Harian ... 65
Tabel 3.7 Kegiatan Mingguan ... 66
Tabel 3.8 Kegiatan Bulanan ... 66
Tabel 3.9 Kegiatan Tahunan ... 66
Tabel 3.11 Kegiatan Ekstrakurikuler ... 67
Tabel 3.12 Skoring Skala Angket Favourable dan Unfavourable ... 68
Tabel 3.13 Indikator dan Deskripsi Variabel X ... 69
Tabel 3.14 Blue Print Angket Bimbingan dan Konseling Islam dengan Hypnoterapy ... 70
Tabel 3.15 Indikator dan Deskripsi Variabel Y ... 70
Tabel 3.16 Blue Print Angket Leadership Skill ... 71
Tabel 3.17 Daftar Nama Responden ... 71
Tabel 3.18 Proses Bimbingan dan Konseling dengan Hypnotherapy ... 80
Tabel 3.19 Hasil Pretest Leadership Skill ... 81
Tabel 3.21 Hasil Posttest Leadership Skill ... 82
Tabel 3.22 Hasil Validitas Variabel X ... 83
Tabel 3.23 Hasil Validitas Variabel Y ... 84
Tabel 3.24 Hasil Reliabilitas Variabel X ... 86
Tabel 3.25 Hasil Reliabilitas Variabel X ... 86
Tabel 3.26 Hasil Reliabilitas Variabel Y ... 87
Tabel 3.27 Hasil Reliabilitas Variabel Y ... 87
Tabel 4.1 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 95
Tabel 4.2 Hasil Angket Pretest-Posttest ... 98
Tabel 4.3 Paired Samples Statistics ... 99
Tabel 4.4 Paired Samples Correlations ... 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan dan manusia adalah dua entitas berbeda yang berkaitan
sangat erat, bahkan bisa dibilang keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu
sama lain. Jauh sebelum manusia mengetahui tentang dirinya sendiri dan
konsepsi kepemimpinan, Allah SWT sudah memiliki rencana besar dalam
kehidupan manusia di bumi ini, yakni manusia akan dijadikan sebagai
pemangku sebuah tanggung jawab besar dari-Nya, yaitu kepemimpinan. Hal
tersebut bisa kita ketahui dari salah satu firman-Nya ketika manusia pertama
(Adam AS) diturunkan ke bumi. Kala itu Allah berfirman dengan tegas:
Artinya:“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah: 30)1
Dengan mudah, melalui ayat tersebut kita paham bahwasanya Allah
SWT hendak menjelaskan kepada kita semua bahwa salah satu misi Allah
menciptan manusia adalah untuk menjadikannya sebagai pemimpin di muka
bumi. Kata khusus yang menjadi bidikan dan pembahasan di dalam penelian
ini adalah ‘khalifah’. Secara harfiyah ‘khalifah’ berarti pengganti, yang
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 6
2
kemudian ditafsirkan oleh mufassir sebagai pemimpin. Pemimpin yang
dipasrahkan untuk mengelola dan memakmurkan bumi, sekaligus menjadi
pimpinan yang adil dan menyejahterakan bagi kaum yang dipimpinnya.2
Kalau kita membaca dan berusaha memahami kembali ayat tersebut, kita
akan menyadari bahwa ayat di atas sangat unik. Pasalnya, dalam rangka
menjelaskan alasan Allah menurunkan manusia ke bumi dan menjadikannya
sebagai khalifah (pemimpin), tidak lain disajikan dalam bentuk dialog, antara
Allah dan para malaikat. Hemat peneliti, respon para malaikat yang
cenderung ke arah negatif dengan mengatakan bahwa manusia hanya akan
membuat kerusakan dan pertumpahan darah, adalah untuk memberikan
gambaran kepada manusia bahwasanya manusia memiliki potensi
destruktivitas seperti saat ini terjadi; korupsi, perampasan HAM, aksi
terorisme, pembakaran lahan, dan sebagainya.3 Demikian ini (pandangan
malaikat) bisa dibilang adalah tinjauan tentang kepemimpinan manusia dari
perspektif pesimistis.
Setelah mengetahui respon malaikat tentang rencananya, Allah tidak
lantas mengurungkan keinginannya, bahkan Allah menimpali “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”. Peneliti memahami bahwa
kendati manusia memiliki potensi ke arah negatif, manusia memiliki peluang
untuk membawa kepemimpinan ke arah yang konstuktif. Tentu dengan
didikan, treatmen, dan motivasi yang baik dan tepat. Ini adalah pandangan
2 Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT), Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 75
3
positif dan sangat diyakini oleh peneliti, sehingga rela bersusah payah
mengadakan bimbingan konseling dengan hypnotherapy untuk meningkatkan
leadership skill.
Mengenai konsepsi kepemimpinan manusia, Nabi Muhammad SAW
pernah bersabda: pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya.(Bukhari-Muslim).4
Dari hadits ini, peneliti menyimpulkan bahwa manusia berkewajiban
untuk menjadi pemimpin dalam setiap keadaan dengan kapasitas mereka
masing-masing; pimpinan pemerintahan harus mengurusi wilayah dan
masyarakat atau warganya berdasarkan geografis-teritorial, pimpinan
keluarga harus melindungi dan mengayomi semua anggota keluarga, sampai
pimpinan untuk diri sendiri, yaitu membimbing diri sendiri agar tetap berada
pada jalan yang benar (on the right track), bahkan menjadi pemimpin yang
dirindukan oleh semua manusia.
4
Ironisnya, dewasa ini, kepemimpinan di Indonesia semakin
memprihatinkan. Kita bisa melihatnya minimal dari dua aspek, yaitu:
pertama, cara mereka mendapatkan sebuah posisi atau jabatan. Seringkali
mereka menggunakan aksi suap untuk meraih dukungan dan kemenangan;5
dan kedua, gaya ketika mereka menjalankan sebuah kekuasaan. Acapkali
mereka melakukan peng-kayaan diri dengan jalan koruptif. Bahkan untuk
mempertahankan posisinya mereka melakukan suap kepada instansi terkait
untuk menjaga kekuasaannya.6
Dalam media cetak maupun elektonik, hampir setiap hari kita
diperlihatkan betapa krisisnya kepemimpinan di Indoneisa saat ini. Pasalnya,
satu persatu para kaum elit negeri ini terjerat berbagai kasus yang sejak lama
tumbuh dan berkembang di bumi pertiwi; Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN). Kasus paling jelas di hadapan kita adalah Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor). Hingga akhir tahun 2015 terdapat deretan nama orang-orang
penting yang tersandung kasus korupsi, misalnya; Irjen Djoko Susilo (Mantan
Kepala Korps Lalu Lintas Polri), Luthfi Hassan Ishaaq (Mantan Presiden
Partai Keadilan Sejahtera), Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten),
Burhanuddin Abdullah (Mantan Gubernur Bank Indonesia), Andi
Malarangeng (Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga), Anas Urbaningrum
(Mantan Ketua Umum Partai Demokrat)7, dan lain sebagainya.
5 Budaya Suap di DPR (http://www.jurnalasia.com/2015/10/22/budaya-suap-di-dpr/ diakses 03 Desember 2015)
6 Bersama Atut, Mantan Kandidat Pilkada Lebak Ini Suap Akil Mochtar Rp. 1 Miliar (http://nasional.kompas.com/read/2015/09/23/19234831/Bersama.Atut.Mantan.Kandidat.Pilkada.L ebak.Ini.Suap.Akil.Mochtar.Rp.1.Miliar diakses 03 Desember 2015)
5
Secara akademis, mereka yang tersandung kasus korupsi adalah
orang-orang yang memiliki kualitas keilmuan tinggi dan wawasan yang luas. Hal itu
terbukti dengan latar belakang, track record, dan posisi yang mereka
dapatkan semasa mudanya, rata-rata mereka adalah pimpinan organisasi atau
instansi yang mereka ikuti.
Berangkat dari fenomena ironi di atas, peneliti ini terpanggil untuk
melakukan sebuah tindakan nyata untuk berkontribusi di dalam membantu
menciptakan para pemimpin yang benar-benar diharapkan oleh kita semua,
yakni pemimpin yang tulus, berintegritas, berkualitas, loyalis, dan berdedikasi
tinggi bagi dirinya sendiri, bangsa, negara, dan agama.
Adapun objek penelitian yang akan kami ambil adalah pengurus, yakni
Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa. Beberapa faktor pengambilan
keputusan ini adalah: Pertama, peneliti adalah salah satu penerima Program
Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang memiliki tanggung jawab besar
untuk berkontribusi terhadap kemajuan kualitas dan kuantitas pesantren asal,
Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso. Dengan penelitian ini, kualitas
santri khususnya dalam leadership skill diharapkan akan semakin meningkat
dan membanggakan.
Kedua, meski santri meruapakan pelajar literatur keislaman sekaligus
ilmu umum, bukan berarti mereka sepenuhnya baik tanpa cacat. Misalnya
pada saat tahapan awal penelitian ini, peneliti berhasil mewawancarai dan
mendapatkan data dari dua Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa, Ahmad
dan Muhammad (nama samaran) tentang beberapa sisi minus dari sebagian
6
hadapan santri umum, bergaul tanpa ada batasan kewibawaan, bahkan
pengurus nyaris kehilangan mendapatkan rasa hormat (lemahnya integritas);
b) Sebagian pengurus dipilih bukan karena memiliki kualitas bagus di atas
rata-rata, tetapi terkadang karena mereka adalah pelaku penyimpangan itu
sendiri (lemahnya kualitas); c) Sebagian pengurus hanya giat dan patuh ketika
mereka dipantau oleh atasan, semisal ustadz atau kyai (lemahnya loyalitas);
d) Sebagian pengurus enggan untuk berlomba-lomba untuk memberikan lebih
dari pengurus yang lain, misalnya mengkoordinir santri untuk kerja bakti,
bersedekah, dan membersihkan lingkungan meski bukan piketnya (kurangnya
dedikasi).8 Mengetahui hal ini, penelitian ini diharapkan dapat mengurangi
destruktivitas tersebut, bahkan dapat mengatasinya secara total.
Ketiga, secara ekonomi, mayoritas para santri di Pondok Pesantren Nurut
Taqwa adalah dari kelas menengah ke bawah yang kecil kemungkinan
mereka mampu melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Dengan adanya
penelitian ini –yang di dalamnya juga ada treatment hypnotherapy untuk
meningkatkan leadership skill, maka penelitian ini diproyeksikan bisa
membantu membentuk pribadi yang bertanggung jawab secara moril maupun
materiil bagi dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya tanpa harus belajar
di sekolah tinggi.
Sementara hypnotherapy digunakan sebagai media dalam meningkatkan
leadership skill tidak terlepas dari tren saat ini. Akhir-akhir ini hypno yang
hanya mengandalkan sugesti alam bawah sadar manusia semakin
mendapatkan tempat di hati masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan
7
pemanfaatan hypno dalam meningkatkan berbagai aspek kehidupan, mulai
dari dunia pendidikan, kedokteran, parenting, training, dan dunia marketing.9
Maka peneliti sangat tertarik untuk mengetahui efektivitas hypnotherapy
dalam meningkatkan kualitas konseli di bidang leadership skill.
Oleh sebab itu, penelitian yang diangkat oleh peneliti dalam bentuk
skripsi saat ini adalah “Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan
Hypnotherapy untuk Meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok
Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
merumuskan sebuah rumusan masalah yang dianggap sangat urgen untuk
diketahui, yaitu “Bagaimana efektivitas hypnotherapy dalam meningkatkan
leadership skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang tertera di atas, penelitian ini
memiliki satu tujuan krusial, yaitu “Untuk mengetahui efektivitas
hypnotherapy di dalam meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok
Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso”
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu memperkaya khazanah
keilmuan terkait hypnotherapy dalam dunia Bimbingan dan Konseling Islam
baik secara teoritis maupun secara praktis.
8
Adapun beberapa manfaat penelitian Bimbingan dan Koseling Islam
dengan hypnotherapy penelitian ini di antaranya sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan penelitian (referensi) terhadap ilmu pengetahuan terkait
penggunaan hypnotherapy sebagai media untuk meningkatkan kualitas
hidup seseorang, khususnya dalam meningkatkan leadership skill.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pendidik (kyai, ustadz/ah, dan dosen): Hasil penelitian ini bisa
dijadikan sebagai salah satu media belajar hypnothetapy sehingga
kemudian bisa digunakan menjaga dan meningkatkan leadership
skill pengurus, sehingga mereka lebih piawai dan bersemangat di
dalam memimpin diri sendiri dan orang lain.
b. Bagi subyek penelitian: Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai
instrument introspeksi dan pengembangan leadership skill agar
mereka memiliki integritas, kualitas, loyalitas, dan dedikasi
kepemimpinan yang baik.
c. Bagi mahasiswa umum: Penelitian ini bisa dijadikan sebagai contoh
konkret pengaplikasian hypnotherapy di dalam meningkatkan
leadership skill seseorang.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah
9
adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data
berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang
ingin kita ketahui.10
Adapun jenis penelitiannya, peneliti akan menggunakan penelitian
eksperimental. Penelitian eksperimental dapat didefinisikan sebagai
metode yang dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan
(treatment) tertentu. Observasi pada penelitian eksperimental dilakukan di
bawah kondisi buatan (artificial condition) yang diatur oleh peneliti.11 Hal
ini diambil karena peneliti ingin menggunakan suatu perlakuan terhadap
kelompok tertentu dengan kondisi yang akan diatur sedemikian rupa dan
kemudian hasilnya akan dievaluasi.
Pre-Experimental Designs (nondesigns), khususnya One Group
Pretest-Posttest Design adalah bentuk penelitian eksperimntal yang
dipilih oleh peneliti. Model ini dipilih karena peneliti hendak memberikan
tes pada saat sebelum dan sesudah Bimbingan dan Konseling Islam
dengan hypnothetapy dilakukan untuk mengetahui efektivitas
hypnotherapy dalam meningkatkan leadership skill.12
Desain tersebut dapat digambarkan seperti berikut:
Keterangan:
O1 = nilai pretest (sebelum diberi hypnotherapy)
O2 = nilai posttest (setelah diberi hypnotherapy)
Pengaruh hypnotherapy terhadap peningkatan leadership skill pengurus= (O2 –
O1)
10 S. Margono, Metodologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hal. 105
11 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 76
12 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 110
10
2. Populasi
Secara etimologi populasi diartikan sebagai jumlah orang atau benda
di suatu daerah yang memiliki sifat universal.13 Populasi adalah obyek
secara keseluruhan yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau diteliti.14 Sedangkan
menurut Dr. Riduwan, M.B.A dalam bukunya pengantar statistik sosial
mengatakan populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada
suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan
masalah penelitian.15
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pengurus Pondok
Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso baik pengurus santri putra maupun
pengurus santri putri (santriwati).
3. Sampel
Sampel adalah bagian terkecil yang mampu mewakili suatu kelompok
secara keseluruhan yang lebih besar (populasi).16 Kemudian dari sampel
tersebut kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi yang
bersangkutan. Oleh sebab itu sampel yang diambil harus betul-betul
representatif.17
Adapun sampel penelitian ini adalah tiga puluh Pengurus Pondok
Pesantren Nurut Taqwa yang dipilih secara acak.
13 Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 60
14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 80
15 Riduwan, Pengantar Statistik Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 6
16 Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 61
11
4. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini berbasis pada
Probability Sampling. Probability sampling adalah sebuah teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel sebuah
penelitian.18
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
Simple Random Sampling dimana pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap anggota dan diambil secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi.19Apabila subyeknya lebih
dari 100 orang, maka diperbolehkan mengambil sampel 10 % - 15 %
hingga 20 % - 25% atau lebih.20 Pemilihan teknik ini tidak terlepas dari
kondisi dan kualitas Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa baik santri
putra maupun santri putri yang relatif sama (homogen) dilihat dari aspek
tingkat pendidikan, backround keluarga, dan ekonomi.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat dan
jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan
penelitiannya. Dalam pembuatan proposal, membuat jadwal penelitian
merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena dapat memberikan
rencaca secara jelas dalam proses pelaksanaan penelitian. Jadwal
18 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 120
19 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. hal.82
12
penelitian meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan dan penyusunan
laporan penelitian.21
Adapun lokasi penelitian ini adalah Pondok Pesantren Nurut Taqwa
Desa Grujugan No. 09 Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso
Provinsi Jawa Timur.
6. Variabel dan Indikator Penelitian
Secara teoritis variable dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang,
atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain
atau satu objek dengan objek yang lain. Variabel juga merupakan atribut
dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.Tinggi, berat badan, sikap
motivasi, kepemimpinan, dan disiplin kerja.22
Adapun dua variabel dan indikator dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Variabel Bebas (Independent Variable):
Variabel bebas adalah variabel mandiri yang tidak dipengaruhi
variabel lain. peneliti menjadikan Bimbingan dan Konseling Islam
dengan hypnotherapy sebagai variabel bebas yang diberi simbol X.
Adapun indikator-indikator dalam variabel X ini adalah sebagai
berikut:
1) High Suggestibility
2) Appreciative Inquiry
3) Suggestion Therapy
21 A. Aziz Alimul Hidayat, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, (Jakarta: Salemba Medika, 2012), hal. 23-24
13
b. Variabel Terikat (Dependent Variable):
Variabel terikat adalah variabel yang memiliki probabilitas tinggi
untuk dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel ini ditandai
dengan simbol Y. Dalam penelitian ini variabel terikatnya berupa
Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa
Bondowoso.
Adapun indikator-indikator dalam variabel Y ini adalah sebagai
berikut:
1) Integritas
2) Kualitas
3) Loyalitas
4) Dedikasi
7. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah pengertian pembaca terhadap konsep yang
diangkat dalam penelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu menjelaskan
tentang definisi semua konsep dengan rinci pada judul “Efektivitas
Bimbingan dan Konseling Islam dengan Hypnotherapy untuk
Meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut
Taqwa”.
Adapun semua konsep tersebut didefinisikan berdasarkan pendapat
beberapa tokoh sebagaimana berikut ini:
a. Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan adalah terjemahan dari kata ‘Guidance’ yang
14
potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal
dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi
hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.23
Sedangkan konseling menurut M. Umar Sartono adalah suatu
bantuan yang diberikan seseorang (konselor) kepada orang lain (klien)
yang bermasalah psikis-sosial, dengan harapan klien tersebut dapat
memecahkan masalahnya, memahami dirinya, sekolah dan
masyarakat.24
Menurut Bambang Ismaya konseling adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh konselor yang dilakukan secara khusus dengan
cara tatap muka dengan konseli guna mengatasi masalah yang
dihadapi konseli.25
Sementara term Islam sendiri berasal dari bahasa Arab dalam
bentuk masdar harfiyah berarti selamat, sentosa dan damai.26
Sedangkan menurut Syaikh Ahmad dan Muhammad al-Maliki al-Sawi
Islam adalah aturan Ilahi yang dapat membawa manusia untuk berakal
sehat menuju kemaslahatan atau kebahagiaan hidupnya di dunia dan
akhiratnya.27
Adapun pengertian Bimbingan Konseling Islam secara utuh
menurut M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky adalah suatu aktivitas
23 Abu Achmadi & Achmadi Rochani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 1
24 M. Umar Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 16 25 Bambang Ismaya, Bimbingan & Konseling Studi, Karier, dan Keluarga, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), hal. 6
15
memberikan sebuah bimbingan dan pedoman kepada klien dengan
keterampilan khusus yang dimiliki pembimbing dalam hal bagaimana
seharusnya seorang klien mengembangkan potensi akal pikirannya,
jiwa, dan keimanan, serta dapat menanggulangi masalah dengan baik
dan benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al- Qur’an dan
As-Sunnah Rasulullah SAW.28
b. Hypnotherapy
Hypnotherapy berasal dari dua kata; hypno dan therapy. Maka
kemudian Kartini Karto mendefinisikan hypnotherapy sebagai suatu
bentuk psikoterapi yang menggunakan hipnosa, atau penggunaan
hypnosis sebagai pembantu dalam melakukan terapi, terutama sangat
bermanfaat untuk meringankan (sementara) gejala-gejala penyakit
tertentu serta mengembalikan ingatan ke dalam alam sadar.29
Hypnotherapy juga diartikan sebagai sebuah treatmen yang terkait
dengan kekuatan penggunaan sugesti, di mana sugesti tersebut dapat
menghasilkan efek terapeutik (penyembuhan) bagi konseli.30
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hypnotherapy adalah
pemanfaatan kondisi hipnosis untuk diberikan konseling atau sugesti
agar si konseli tersebut bisa menghadapi masalah atau mampu
menjalani hidup dengan baik.
28 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam , (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hal. 137
29 Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: CV. Pionir Jaya, 2000), hal. 211
16
c. Leadership Skill
Leadership berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahakan
dalam bahasa Indonesia sebagai ‘kepemimpinan’. Suku kata awal
dari leadership adalah lead kemudian ditambah er untuk menunjukkan
pelaku, maka menjadi ‘leader’ yang bermakna pemimpin. Dalam
bahasa Indonesia sendiri pemimpin dapat juga diartikan sebagai ketua,
atau pun komandan.31
Mohammad Karim mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses
perilaku untuk memenangkan hati, pikiran, emosi dan perilaku orang
lain untuk berkontribusi terhadap terwujudnya visi.32 Sementara arti
skill sendiri menurut John M. Echols dan Hassan Shadily dijelaskan
sebagai suatu kecakapan, kepandaian, keterampilan, keahlian di
bidang tertentu, keahlian tehnik.33
Maka berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa
leadership skill adalah kemampuan seseorang untuk merayu,
mengajak dan mengatur orang lain sehingga mereka mau menuju dan
bahkan mencapai target yang telah dicita-citakan bersama.
8. Tahap-tahap Penelitian
Adapun tahapan penelitian Efektivitas Bimbingan dan Konseing Islam
dengan Hypnotherapy untuk Meningkatkan Leadership Skill Pengurus
Pondok Pesantren Nurut Taqwa adalah sebagai berikut:
31 Tinko Iensufiie, Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa, (Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2010), hal. 2
32 Mohammad Karim, Pemimpin Transformasional di Lembaga Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 13
17
a. Tahap pra lapangan
1) Menyusun rancangan penelitian
2) Memilih lapangan penelitian
3) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
4) Memilih dan memanfaatkan informan
5) Menyiapkan perlengkapan penelitian
6) Persoalan etika penelitian
b. Tahap proses di lapangan
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
2) Memasuki lapangan
3) Berperan serta sambil mengumpulkan data
4) Tahap analisis data
9. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah tahapan yang paling krusial. Maka
proses ini harus dilakukan dengan cermat agar memperoleh hasil yang
sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.34
Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti selama proses penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah serangkaian pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung terhadap obyek penelitian melalui panca indra;
mata, telinga, dan panca indra lainnya.35
34 Sugioyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 224
18
Pada proses ini peneliti mengamati secara langsung fakta objek
penelitian para Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa, yakni cara
mereka bersosialisasi dengan teman sesama pengurus, sosialisa
mereka dengan santri non pengurus, karakter kepemimpinan mereka,
dan cara menyikapi suatu permasalahan yang sedang mereka hadapi
di pondok pesantren.
b. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan dari
interviewer.36 Teknik ini digunakan oleh peneliti sebagai penguat
hasil observasi maupun angket yang telah diperoleh.
Pada teknik ini, sedikitnya peneliti telah berhasil mewawancarai
tiga orang Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa dengan inisial
nama; AS, AB, dan IA yang dilakukan pada 03 September 2015.
c. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab.37
Peneliti menggunakan angket tertutup guna mengetahui
kenyataan leadership skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa
36 Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 186
19
Bondowoso. Dan penyebaran angket tersebut dilakukan pada tanggal
10 Desember 2015.
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan
percakapan, menyangkut persoalan pribadi, memerlukan interpretasi
yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa
tersebut.38 Metode ini digunakan sebagai bukti proses penelitian
sekaligus untuk bukti otentik visual saat proses pemberian
Bimbingan dan Konseling Islam berlangsung di hadapan Pengurus
Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso.
10. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data merupakan kegiatan
setelah pengumpulan data seluruh responden atau sumber data lain
terkumpul sempurna.
Adapun langkah-langkah analisis data yang ditempuh oleh peneliti
saat pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memeriksa (Editing)
Hal ini dilakukan setelah semua data yang kita kumpulkan
melalui kuesioner atau angket atau instrumen lainnya. Langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali semua
kuesioner tersebut satu persatu. Hal ini dilakukan dengan maksud
untuk mengecek apabila terjadi kesalahan, maka responden akan
diminta untuk mengisi angket kembali.
20
b. Memberi Tanda Kode (Coding)
Coding adalah pemberiaan tanda terhadap semua pernyataan
yang telah sebelumnya diajukan kepada responden dalam bentuk
angket. Pemberian kode ini dimaksudkan untuk mempermudah
peneliti pada saat melakukan tabulasi dan analisa data.
c. Tabulasi Data
Tabulasi data dilakukan pada saat kedua tahapan sebelumnya
sudah diselesaikan. Artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul
dalam editing dan coding atau semuanya telah selesai.
Analisis perhitungan rumus statistik dengan menggunakan tabel
data. Ragam tabel data disesuaikan dengan kebutuhan komponen
rumus tersebut. Dengan demikian, rumus perhitungan analisis rumus
tersebut hanya dilakukan dalam tabel itu.39
Adapun ketiga teknik analisis data ini ditempuh untuk mengetahui
efektivitas hasil treatment yang digunakan oleh peneliti –yang berupa
Bimbingan dan Konseling dengan Hypnotherapy (variabel X)– di dalam
meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut
Taqwa Bondowoso (variabel Y).
F. Sistematika Pembahasan
Secara substansial isi skripsi ini saling memiliki relevansi mulai dari bab
pertama sampai dengan bab kelima. Tujuan penulisan Sistematika
Pembahasan adalah untuk memberikan gambaran alur pembahasan agar
pembaca dapat dengan mudah mengetahui dan memahami isi skripsi ini.
21
Adapun sistematika pembahasan penelitian Efektivitas Bimbingan dan
Konseling Islam dengan Hypnotherapy untuk Meningkatkan Leadership Skill
Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa adalah sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang mengapa
penelitian ini diangkat, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi operasional, kerangka teori-hipotesis, metode penelitian
(meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik
sampling, variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data). Dalam bab ini juga berisi tentang sistematika
pembahasan seperti yang anda baca saat ini.
Bab kedua, tinjauan pustaka. Bab ini berisi kerangka teoritik, yaitu:
Bimbingan Dan Konseling Islam (meliputi: pengertian Bimbingan Konseling
Islam, tujuan Bimbingan Konseling Islam, asas Bimbingan Dan Konseling
Islam); hypnotherapy (meliputi: sejarah hypnotherapy, pengertian
hypnotherapy, ruang lingkup hypnotherapy, konsep hypnotherapy, tujuan
hypnotherapy, proses hypnotherapy, teknik hypnotherapy, hypnotherapy
perspektif Islam); dan leadership skill (meliputi: pengertian leadership skill,
teori kepemimpinan, dan ciri-ciri leadership skill).
Bab ketiga, penyajian data. Bab ini di dalamnya berisi tentang; deskripsi
umum objek penelitian, deskripsi hasil penelitian di mana dalam deskripsi
hasil penelitian ini dibahas tentang deskripsi proses pelaksanaan serta
efektivitas Bimbingan Dan Konseling Islam dengan hypnotherapy untuk
meningkatkan leadership skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa
22
Bab keempat, analisis data. Pada bab ini peneliti membahas tentang dua
analisis data; pertama adalah mengalisa proses pelaksanaan pemberian
Bimbingan dan Konseling Islam dengan hypnohterapy dan yang kedua adalah
analisa mengenai efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan
hypnotherapy di dalam meningkatkan leadership skill Pengurus Pondok
Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso.
Bab kelima, penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran. pada sub bab
kesimpulan, maka peneliti sajikan kesimpulan dari rangkaian proses serta
efektivitas penelitian sekaligus menjawab rumusan masalah. Sedangkan pada
sub bab saran, peneliti akan memberikan saran dan rekomendasi kepada
instansi, kyai atau guru, pengurus, serta individu terkait guna pengembangan
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik tentang Bimbingan dan Konseling Islam, Hypnotherapy,
dan Leadership Skill
1. Bimbingan dan Konseling Islam
a. Sejarah Singkat Bimbingan dan Konseling Islam
Sejarah bimbingan dan konseling barat bermula pada tahun
1907 adalah Jesse B. Davis dan seorang temannya, Frank Parson
dianggap sebagai pelopor bimbingan konseling. Jesse B. Davis
cenderung lebih aktif mengembangkan bimbingan konseling di dunia
akademi. Selain aktif memberikan kuliah tentang bimbingan dan
konseling, ia juga tercatat sebagai konselor sekolah di Central High
School yang terletak di Ditroit.40
Sementara Frank Parson lebih aktif di dunia sosial, ia
mendirikan Biro Konsultasi, fokus pada Vocational Guidance yang
meliputi vocational placement, vocational choice, dan vocational
training. Bahkan biro ini menjadi inspirasi didirikannya Ikatan
Bimbingan Kejuruan Nasional (1913) di New York. Berkat kedua
pelopor inilah bimbingan konseling resmi diakui sebagai profesi
pada tahun 1918.41
Sedangkan Bimbingan dan Konseling Islam menurut para tokoh
dan pemuka agama Islam, sebenarnya sudah lama ada, bahkan sejak
40 Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: Revka Petra Media, 2012), hal. 36-38
41Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: Revka Petra Media, 2012), hal. 37-39
24
pertama kali agama itu diturunkan. Kita bisa menelusurinya dari
banyak ayat dalam al Quran, antara lain:
1) Al Quran sebagai pedoman bagi manusia
melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab
berkata: "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?" (QS.
Asyuura: 44)
Artinya: “Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang meyakini”. (QS. Al Jatsiyah,
45:20).42
2) Penyakit psikis serta pengobatannya43
Artinya: “Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS.Yunus, 10:57).44
Artinya:”Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al
42 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 500
43 Elfi Mu’awanah, Bimbingan Konseling Islam: Memahami Fenomena Kenakalan Remaja dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam, (Teras, 2012), hal. 125-126
25
Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian”. (QS. Al Isra, 17:82).45
Artinya:” Dan sekiranyaAl Quran Kami jadikan sebagai bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab, nisacaya mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka[1334]. mereka itu
adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".(QS.
Fushshilat, 41:44).46
Islam adalah agama yang kompleks, sarat ilmu pengetahuan.
Ketika ia bersentuhan dengan realitas sosial, maka ia akan
melahirkan pengetahuan baru dalam kehidupan manusia; sosiologi,
antropologi, psikologi dan ilmu lainnya.47 Dengan demikian,
tentunya Islam juga membahas dan mengajarkan manusia tentang
bimbingan dan konseling. Prinsipnya sederhana; Islam adalah
sumber segala ilmu pengetahuan dan bertujuan untuk
menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Sementara bimbingan
dan konseling adalah salah satu bidang keilmuan dan bertujuan
membahagiakan manusia (konseli) di dunia dan akhirat.
45 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 290
46 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 481
26
Artinya, dalam praktiknya, Islam telah melaksanakan bimbingan
konseling jauh sebelum bimbingan konseling menjadi sebuah bagian
ilmu pengetahuan yang mandiri dan dapat diterima oleh masyarakat
luas secara ilmiah.
b. Definisi Bimbingan dan Konseling Islam
Kitatahu bahwa term dan Konseling Islam adalah suatu istilah
yang dirangkai oleh tiga kata; bimbingan, konseling, dan Islam.
Berikut ini adalah definisi yang diberikan oleh beberapa ahli
mengenai tiga kata pokok tersebut:
1) Bimbingan
Bimbingan meruapakan terjemahan kata ‘guidance’ yang
berasal dari akar kata ‘guide’, di mana kata ini memiliki arti
mengarahkan (to direct), menuntun (to pilot), mengelola (to
manage), dan menyetir (to steer).48
Dalam bukunya Sofyan S. Wilis, Arthur J. Jones (1970)
mengartikan bimbingan sebagai “The help given by one person
to another in making choices and adjusment and in solving
problems”. Artinya, bimbingan dimaknai sebagai bantuan yang
diberikan oleh seseorang (konselor) kepada orang lain (konseli)
untuk membuat pilihan-pilihan dalam hidupnya, menjadikan
klien mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dan
27
bahkan dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.49
Bimo Walgito mendifinisikan bimbingan sebagai bentuk
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada induvidu
ataupun kelompok dalam membantu kesulitan-kesuliatn yang
dialaminya mencapai kesejahteraan hidupnya.50
Menurut Priyatno dan Ermananti bimbingan didefinisikan
sebagai suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seorang atau beberapa individu, baik
anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan sendiri secara mandiri
dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
serta dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.51
Sementara menurut Muhammad Surya, bimbingan adalah
suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan
sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar
tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan
diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuain diri dengan lingkungannya.52
49 Sofyan S. Wilis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 11
50 Bimo Walgito, Bimbingan dan penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Yasbit Fak. Psikologi UGM, 1983), hal. 4
51 Priyatno & Ermananti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 99
28
Tidak jauh berbeda, Samsul Munir juga memberikan
pengertian bimbingan sebagai bantuan yang diberikan secara
sistematis kepada seseorang atau masyarakat agar mereka
memperkembangkan potensi-potensi yang dimilikinya sendiri
dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan, sehingga
mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara
bertanggung jawab tanpa harus bergantung kepada orang lain,
dan bantuan itu dilakukan secara terus-menerus.53
Dengan dimikian, dari definisi di atas, hemat peneliti bahwa
bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian
bantuan berupa wejangan, saran, atau informasi dari seorang
ahli (konselor) terhadap individu atau kelompok (konseli) agar
individu atau kelompok tersebut bisa mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya, sehingga mereka mampu mengaktualisasikan
diri dan bisa bersosialisasi dengan baik, yakni sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku.
2) Konseling
Counseling adalah kata dalam bahasa inggris yang
kemudian di Indonesia dibahasakan ‘Konseling’. Counseling
bermakna pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan.54
Dewasa ini, pengertian konseling diklasifikasikan menjadi
dua terminologi; pengertian secara konvensional dan modern.
29
Kendati demikian, keduanya tidak memiliki pertentangan,
bahkan hal terebut menunjukkan bahwa dunia konseling
memiliki elastisitas terhadap perubahan zaman.
Secara konvensional, konseling didefinisikan sebagai
pelayanan profesional (professional service) yang diberikan oleh
konselor kepada konseli secara tatap muka (face to face), agar
konseli dapat mengembangkan perilakunya ke arah lebih maju
(progressive).55
Sedangkan pengertian konseling secara modern
didefinisikan sebagai profesi bantuan (helping profession) yang
diberikan oleh konselor kepada konseli atau kelompok konseli,
di mana konselor dapat menggunakan teknologi sebagai media,
untuk memfasilitasi proses perkembangan konseli atau
kelompok konseli sesuai dengan kekuatan, kemampuan
potensial dan aktual serta peluang-peluang yang dimiliki, dan
membantu mereka dalam mengatasi segala permasalahan dalam
perkembangan dirinya.56
Dari tiga pengertian konseling di atas peneliti simpulkan
bahwa konseling adalah suatu proses bantuan yang dilakukan
oleh seorang ahli kepada individu atau kelompok baik melalui
media atau pun face to face untuk membantu menyelesaikan
persoalan hidup yang sedang menimpa diri konseli.
55 Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 26
30
3) Islam
Secara terminologi, Islamberasal dari bahasa Arab dalam
bentuk masdar harfiyah berarti selamat, sentosa dan
damai.57Sedangkan menurut Syaikh Ahmad dan Muhammad
al-Maliki al-Sawi Islam adalah aturan Ilahi yang dapat membawa
manusia untuk berakal sehat menuju kemaslahatan atau
kebahagiaan hidupnya didunia dan akhiratnya.58
Islam juga dijabarkan sebagai sebuah agama Allah yang
menjadikan al Quran dan al Hadits sebagai dasar utama
pengambilan hukum untuk menjungjung tinggi harkat martabat
manusia dalam semua aspek kehidupan; sosiologis,
antropologis, psikologis, dan budaya.59
Juhaya S. Praja memberikan pengertian bahwa Islam adalah
agama yang bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya.
Secara spesifik ia menjelaskan hal tersebut akan tercapai
manakala manusia telah memahami dan melaksanakan tujuan
Islam itu sendiri, yaitu: a) Tujuan Primer (al-dlarury) yang
meliputi memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan,
dan kekayaan; b) Tujuan Sekunder (al-haajiy), di mana tujuan
ini berkenaan dengan pemberian dipensiasi terhadap ketentuan
Allah ketika ketentuan tersebut dirasa berat untuk dilaksanakan;
57 Asy’ari, Ahm dkk, Pengantar Study Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), hal. 2 58 Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009), hal. 9-10
31
c) Tujuan Tertier (al-tahsiniyyat), tujuan dari pada bagian yang
ketiga ini adalah untuk memberikan kenyamanan dan nilai lebih
bagi kehidupan manusia.60
Setelah dikutip beberapa pengertian mengenai ketiga katadi atas
(bimbingan, konseling dan Islam), maka peneliti juga menyertakan
pendapat beberapa tokoh terkait definisi untuh mengenai istilah
Bimbingan dan Konseling Islam, di antaranya adalah:
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mendefinisikan Bimbingan dan
Konseling Islam Islam adalah suatu aktivitas memberikan
bimbingan dan pedoman kepada klien dengan keterampilan khusus
yangdimilikipembimbing dalam hal bagaimana seharusnya seorang
klien mengembangkan potensi akal pikirannya, jiwa, dan keimanan,
serta dapat menanggulangi masalah dengan baik dan benar secara
mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.61
Menurut Aunur Rahim Faqih Bimbingan dan Konseling Islam
adalah Proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari
kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya
dalam kehidupan keagamaan selaras dengan ketentuan- ketentuan
dan petunjuk dari Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat.62
60 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung), hal. 101-102
61 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam , (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hal. 137
32
Sementara A. Rasyad Shaleh menjelaskan bahwa Bimbingan
Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah,
terus-menerus dan sistematis dari seorang konselor atau seorang ahli
kepada seorang individu atau kelompok agar mereka dapat
mengembangkan potensi fitrah beragama yang dimilikinya secara
optimal dengan dipadupadankan bersama nilai-nilai yang terkandung
di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, sehingga umat Islam di dunia ini
mampu menyeimbangkan kehidupan di dunia dan akhirat.63
Bimbingan dan Konseling Islam juga ada yang mendefinisikan
sebagai sebuah proses pemberian bantuan saran atau masukan dari
seseorang terhadap individu atau kelompok agar mereka mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga
kemudian konseli tersebut mampu mencapai kebahagiaan hidup di
dunia maupun diakhirat.64
Maka, dari pengertian bimbingan, konseling dan Islamdi atas,
peneliti menyimpulkan bahwa pengertian Bimbingan dan Konseling
Islam adalah proses pemberian layanan bantuan berasaskan Islam
yang diberikan oleh seorang ahli (konselor) terhadap individu atau
kelompok agar mereka mampu memahami diri dan masalahnya,
sehingga kemudian mereka mampu melakukan tindakan preventif
dan juga mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang menimpa
dirinya dan bisa hidup sesuai dengan ajaran agama Islam.
63 A. Rasyad Shaleh, Management Dakwah,( Jakarta: PT Bulan Bintang, 1977), hal. 128-129
33
c. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam bisa dikatakan sama
dengan tujugan bimbingan dan konseling umum, yakni membantu
konseli agar menjadi lebih baik, bisa merumuskan tindakan preventif
terhadap segala kejelekan yang berpotensi untuk terjadi, atau mampu
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya.
Aunur Rahim Faqih membagi tujuan Bimbingan dan Konseling
Islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:
1) Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan
dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
2) Tujuan khususnya adalah:
(a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
(b) Membantu individu untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya
(c) Membantu individu memlihara dan mengembangkan
kebiasaan yang baik, sehingga tidak akan menjadi sumber
masalah bagi dirinya dan orang lain.65
Demikian jugaSaiful Akhyar dalam buku Konseling Islami
mengatakan beberapa tujuan konseling Islam antara lain:
1) Membantu klien untuk mencegah timbulnya masalah pada
dirinya (preventif)
34
2) Membantunya untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah
yang dihadapi (kuratif)
3) Membantunya menjaga situasi dan kondisi dirinya yang telah
baik agar jangan sampai kembali tidak baik (preservatif)
4) Membantunya menumbuh kembangkan situasi dan kondisi
dirinya yang telah baik agar menjadi lebih baik secara
berkesinambungan, sehingga menutup kemungkinan untuk
munculnya kembali masalah dalam kehidupnya
(developmental).66
Maka dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam
bertujuan untuk membuat konseli berperilaku dan bersikap sesuai
dengan perintah agama, semakin dekat kepada Allah SWT, dan
bahagia di dunia dan akhirat.
d. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Islam
Asas adalah sesuatu yang dijadikan sebagai acuan dalam
berpikir, bertindak dan berperilaku. Ketika asas yang dipilih kuat,
maka segala yang dilakukan oleh seseorang juga akan kokoh.
Asas dalam Bimbingan dan Konseling Islam terbilang sangat
banyak, hanya saja peneliti mengambil beberpa poin yang sangat
dibutuhkan dan spesifik dalam pemberian bimbingan dan konseling
Islam untuk meningkatkan leadership skill pengurus Pondok
Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso.
35
Adapun beberapa asas Bimbingan dan Konseling Islam yang
peneliti kutip adalah sebagai berikut:
1) Asas Kekhalifahan Manusia. Manusia menurut pandangan Islam
diberikan kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang
besar, yakni mengelola alam semesta. Amanat ini diberikan
pada manusia karena mereka adalah khalifah (pemimpin).
Dengan kata lain, manusia di pandang makhluk yang berbudaya.
2) Asas Pembinaan Akhlakul Karimah. Bimbingan dan konseling
Islami membantu klien atau yang dibimbing memelihara,
mengembangkan sifat-sifat yang baik sejalan dengan tugas dan
fungsi Rasulullah diutus oleh Allah SWT.
3) Asas Keahlian. Bimbingan Konseling Islami dilakukan oleh
orang-orang yang memang memiliki kemampuan dan keahlian
di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi maupun
keahlian dalam teknik-teknik bimbingan Konseling
4) Asas “Lillahi Ta’ala”. Bimbingan dan konseling Islami ini
dilaksanakan semata-mata karena Allah SWT. Konsekuensi dari
asas ini berarti pembimbing melakukan tugas dengan penuh
keikhlasan. Klien pun menerima, meminta bimbingan konseling
dengan ikhlas dan rela pula karena semua pihak merasa bahwa
semua yang dilakukan karena untuk pengabdian kepada Allah
SWT semata.67
36
Anwar Sutoyo juga mengatakan bahwa dalam layanan
Bimbingan Konseling Islam terdapat beberapa asas yang harus
dijadikan pedoman bagi para konselor. Adapun asas atau kaidah
tersebut adalah:
1) Asas Tauhid. Ketika seorang konselor membantu konseli
hendaknya ia mampu menumbuh kembangkan potensi iman
pada diri konseli, sekaligus konselor islam juga harus
menjauhkan diri konseli dari lubang kemusyrikan.
2) Asas Penyerahan Diri. Manusia hanya makhluk yang mampu
mengupayakan segala keinginannya agar tercapai dengan
bekerja keras, cerdas, dan ikhlas. Tapi bagaimana pun
keberhasilannya mutlak ada di tangan Allah. Oleh sebab itu,
seorang konselor harus menyadari dan mampu memberikan
pemahaman kepada konseli bahwa tercapainya segala urusan
berada di tangan Allah semata.
3) Asas Syukur. Tidak ada keberhasilan sekecil apapun luput dari
pertolongan Allah. Kita bisa meraihnya karena ada Allah yang
telah memabantu kita. Maka, seorang konselor harus mampu
membawa konseli senantiasa berterimakasih kepada Allah atas
semua keadaan dan kekayaan yang ia miliki.
4) Asas Sabar. Konseli yang datang kepada konselor tentu
bermacam-macam baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
Masalahnya pun beragam, ada yang ringan, sedang, dan berat.
37
mampu bersabar, terlebih lagi ketika klien susah dibimbing
sehingga hasilnya tidak memuaskan.
5) Asas Hidayah Allah. Hidayah Allah akan diberikan kepada
siapapun, kapanpun dan di mana pun. Demikian juga dalam
proses bimbingan konseling, kesuksesan konselor memberikan
konseling kepada konseli tidak terlepas dari campur tangan
Allah.
6) Asas Dzikrullah. Berdzikir kepada Allah akan memberikan
ketenangan bagi setiap orang yang membacanya. Hati yang
senantiasa dibalut dengan dzikir akan putih bersih, sehingga
amal perbuatan kita juga akan bagus. Maka, konselor harus
melakukan dzikir sekaligus menganjurkan kepada konseli agar
bimbingan yang telah didapat akan terus terpatri dalam jiwa
konseli.68
Meski secara subtansial keduanya memiliki kesamaan, secara
praktis peneliti membedakan kedua penjelasan ahli tersebut. Peneliti
membaginya ke dalam dua kategori, yaitu asas dan amaliyah.
Peneliti menjadikan pendapat tentang asas dari tokoh pertama
(Aswadi)sebagai asas untuk memberikan bimbingan dan konseling
kepada para pengurus di dalam meningkatkan leadership skill,
sementara asas dari tokoh yang kedua (Anwar Sutoyo) peneliti
jadikan sebagai amaliyah pada setiap individu konseli yang
notabenenya adalah seorang pemimpin.
38
2. Hypnotherapy
a. Sejarah Singkat Hypnoterapy
Pembahasan sejarah hypnotherapy tidak bisa dilepaskan dari
sejarah hipnosis. Pasalnya, hipnosis adalah basis dari pada
hypnotherapy itu sendiri.
Dalam sejarah hipnosis klasik, Ebers Papyrus adalah sumber
tertua yang membahas tentang penyembuhan bangsa Mesir Kuno
masa lalu, yakni pada tahun 1552 SM. Raja Mesir bernama Papyrus,
Kaisan Vespasian, Francis I dari Prancis, dan para bangsawan
Prancis lainnya hingga Charles X menggunakan sebuah pengobatan
dengan pemberian sugesti kepada pasien untuk sembuh. Tentu pada
saat itu penyembuhan tersebut belum menggunakan istilah hipnosis
seperti saat ini untuk menyebutkan praktik yang demikian.69
Abad ke 18 disinyalir sebagai pondasi di mana hipnosis modern
tumbuh dan dikembangkan oleh para tokoh dunia. Hipnosis yang
berkembang saat itu diistilahkan dengan ‘Mesmerism’ yang
diafiliasikan kepada pelorpornya, Franz Anton Mesmer (1935-1815)
atau diistilahkan dengan ‘Magnetism’ yang diafiliasikan kepada
proses penyembuhannya yang menggunakan magnet. Hingga pada
masa Milton Hyland Erickson (1901-1980) hipnosis benar-benar
diterima serta diakui oleh ilmu pengetahuan dan dunia. Ia
ditahbiskan sebagai hipnoterapis dan psikoterapis paling kreatif
sepanjang sejarah hipnosis. Pada saat itu, hipnosis telah diterima
39
oleh beberapa lembaga, di antaranya telah diterima oleh British
Medical Association (1955), American Medical Association (1958),
dan American Psycological Association (1960).70
Dari sekian banyak hipnoterapis Indonesia, Yan Nurindra adalah
sosok paling populer dalam dunia hipnotis dan hipnoterapis, bahkan
oleh sebagian kalangan beliau dianggap sebagai The Dean of
Indonesian Hypnotists. Beliau adalah presiden organisasi hipnoterapi
terbesar di Indonesia, The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH)
yang didirikan sejak tahun 2002. Beberapa alumni dari lembaga
yang didirikannya antara lain: Adi W. Gunawan (Trainer, Public
Speaker), Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeni (Pakar dan Guru Besar
Hukum UI), Adi Nugroho (Host, Presenter), Thomas Nawilis (Artis,
Sutradara), Ki Gendeng Pamungkas (Tokoh Metafisika), dan lain
sebagainya.71
b. Pengertian Hypnotherapy
Hypnotherapy adalah term yang dibangun dari dua kata bahasa
Inggirs; hypnosis dan therapy.72 Hypnosis: state like deep sleep in
wich a person’s action maybe controlled by another person.73
Sedangkan therapy: treatment of a physical problem or an illness.74
70 Ichsan Solihudin, Hypnosis for Student, (Bandung: DAR!, 2015), hal. 27-41
71 Yan Nurindra, School of Hypnotism, (http://www.hipnotis.net.net/ diakses 24 Novermber 2015)
72 Iwan D. Gunawan, Hypnotherapy & Ericksonian Hypnotherapy, Modul disajikan dalam Pelatihan & Sertifikasi Hypnotherapy CSSMoRA UIN Sunan Ampel Surabaya angkatan 2012 di Mojokerto (Surabaya: CSSMoRA UIN Sunan Ampel, 2015), hal. 15
73 Oxford Learner’s Pocket Dictionary, fourt edition, (Oxford University Press: China,
2011), 217
74 Oxford Learner’s Pocket Dictionary, fourt edition, (Oxford University Press: China,
40
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan
bahwa hipnoterapi adalah penyembuhan gangguan jiwa dengan
membawa penderita ke suatu keadaan trans agar penderita
mengeluarkan isi hatinya (dalam keadaan sadar ia tidak bersedia
menceritakannya).75
Hypnotherapy adalah segala sesuatu yang terkait dengan
kekuatan penggunaan sugesti, di mana sugesti tersebut dapat
menghasilkan efek terapeutik (penyembuhan) bagi konseli.76
Ada juga yang memberikan definisisi bahwa hipnoterapi adalah
suatu aktivitas terapeutik yang diberikan pada saat seseorang berada
pada kondisi hipnosis. Terapi yang digunakan berupa sugesti melalui
seni komunikasi yang khas, dan ditujukan kepada bawah sadar
dengan tujuan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku
menjadi lebih baik.77
Dari banyak pendapat di atas, maka peneliti menyimpukan
bahwa hypnotherapy dapat diartikan sebagai sebuah metode
penyembuhan atau penguatan diri seseorang ke arah positif melalui
rekonstruksi alam bawah sadar dengan membuang pikiran-pikiran
negatif dan kemudian diganti dengan pikiran-pikiran positif dengan
cara pemberian sugesti.
75 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3. – cet.2. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 403
76 Iwan D. Gunawan, BasicHypnotherapy: Certified Hipnotist (CH) Student Manual, Modul disajikan dalam Kegiatan Pengembangan Akademik Program Beasiswa Santri Berprestasi Prodi Bimbingan dan Konseling Islam UIN Sunan Ampel Surabaya angkatan 2013 di Mojokerto (Jakarta: The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH), 2015), hal. 5