• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLIMORFISME GEN PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL | Setyawati | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7931 26047 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLIMORFISME GEN PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL | Setyawati | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7931 26047 1 PB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

36

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... POLIMORFISME GEN PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL

Oleh

drg. Tri Setyawati

Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako

Abstrak

Latar belakang. Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronis yang paling banyak terjadi pada anak-anak terutama di negara berkembang. Namun, kini asma menjadi masalah serius karena bisa terjadi pada semua umur. Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan terhadap peningkatan prevalensi asma. Beberapa regio pada kromosom yang mengandung gen-gen terkait asma telah diidentifikasi dan beberapa gen perannya telah diketahui.

Identifikasi genetik pada penderita asma sangat penting untuk memahami patogenesis penyakit asma,

Mereview berbagai penelitian ilmiah dan artikel mengenai penyakit asma bronkial pada anak-anak dan polimorfismenya. Pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci spesifik melalui pubmed NCBI, dan google scholar.

Beberapa gen yang telah berhasil diidentifikasi antara lain kromosom 17Q21, kromosom 5, kromosom 6, kromosom 7, kromosom 11q, kromosom 12, dan kromosom 13q14. Hal ini menjadi kajian baru dalam hal penanganan dengan pendekatan genetika dan biomolekuler dengan memperhatikan skrining genom polimorfisme asma bronkial pada anak.

(2)

37

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... A. PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit saluran

pernafasan kronis yang paling banyak terjadi

pada anak-anak terutama di negara

berkembang. Namun, kini asma menjadi

masalah serius karena bisa terjadi pada semua

umur. Asma termasuk penyakit epidemik,

karena menyerang lebih dari 155 juta orang di

dunia. 1:7 anak di United Kingdom menderita

asma. Prevalensinya meningkat sejak

pertengahan abad ke 20. Asma merupakan

kombinasi antara faktor genetik dan

lingkungan. penelitian beberapa kandidat gen

telah dilakukan. Namun meskipun

perkembangan penelitian genetika penyakit

asma sangat pesat, namun tidak semua gen

teridentifikasi dan diketahui mekanismenya

secara pasti.

Patofisiologi Asma diawali ketika ada

suatu alergen seperti HDM yang merangsang

pelepasan mediator inflamasi yang kemudian

mengaktifasi sel imun di sel target di saluran

nafas, yang kemudian menimbulkan

bermacam-macam efek seperti

bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, dan

stimulasi refleks saraf. Pada asma terjadi

mekanisme hiperresponsif bronkus dan

inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran

mikrovaskuler dan kerusakan saraf.

Hiperresponsif bronkus merupakan respon

bronkus yang berlebihan berupa penyempitan

bronkus akibat suatu rangsangan. Limfosit t

memiliki peran penting dalam patogenesis

asma, karena adanya suatu alergen akan

melalui dendrit kemudian dipresentesaikan ke

sel T berikatan dengan reseptor sel T (TCR)

CD4 dan CD8 yang kemudian melepaskan

mediator inflamasi seperti 2, 3, 4,

IL-13, TNF-α, dan TGF- .

Aspek genetik berperan dalam

patofisiologi alergi dan asma. Identifikasi

genetik pada penderita asma sangat penting

untuk memahami patogenesis penyakit asma,

menentukan diagnosis dan terapi. Sejumlah

regio pada kromosom yang mengandung

gen-gen terkait asma telah diidentifikasi dan

beberapa gen perannya telah diketahui.

Menurut Li, dkk dikutip dari Ober and

Hoffjan, 2006, terdapat lebih dari 100 gen

terkait dengan asma, namun hanya beberapa

saja yang berhasil diidentifikasi dan jelas

patofisiologinya. Beberapa lokus gen kandidat

terkait asma dengan fenotipnya

masing-masing dapat dijelaskan lebih terperinci pada

skrining genom beberapa kromosom terutama

kromosom 4,5, 6, 7, 11, 12, 13, 16 dan 17

terutama pada lengan panjang (q), meskipun

ada beberapa pada lengan pendek seperti

kromosom 6.

B. Bahan dan Metode

Berbagai literatur tentang gen yang

mengalami polimorfisme terkait asma bronkial

pada anak-anak. Tinjauan dilakukan secara

sistematis dengan mereview berbagai

penelitian ilmiah dan artikel tentang skrining

genom terkait asma bronkial, apa saja yang

(3)

38

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme gen asma bronkial tersebut.

Pencarian dilakukan dengan menggunakan

kata kunci spesifik polimorfisme

asma-bronkial, melalui pencarian elektronik

PubMed, NCBI, dan googler scholar.

C. Hasil

Skrining genom pertama merupakan

rangkaian kuantitatif untuk mendeteksi faktor

resiko asma yang secara signifikan

diidentifikasi pada kromosom-kromosom: 4q,

6 (dekat major histocompability complex

(MHC)), 7, 11q (mengandung FcRI- ), 1γq, 16 dan 17. Jadi, polimorfisme pada kromosom

tersebut berhubungan dengan resiko asma

dimana bisa terjadi peningkatan resiko asma,

atau tidak berhubungan dan bahkan

polimorfisme beberapa kromosom seperti

kromosom 17 yang sebagian SNP justru

menyebabkan penurunan resiko asma.

Beberapa Skrining ini dilakukan pada

famili Huttirite, US, ditemukan ada keterkaitan

gen pada lokus kromosom 5q, 12q, 19q dan

21q dengan asma. Skrining famili di Jerman

juga mengidentifikasi adanya keterkaitan asma

pada kromosom 2q (dekat interleukin-1), 6p

(dekat MHC), 9 dan 12q. Sebuah skrining

genom yang bertanggung jawab untuk alergen

HDM (house dust mite/tungau debu rumah)

yang diduga ditemukan pada kromosom 2q, 6p

(dekat MHC) dan 13 q.

Skrining genom pada keluarga di

Amerika pada 3 kelompok ras ditemukan

adanya hubungan yang lemah antara asma

dengan lokus gen pada kromosom 2q, 5q, 6p ,

12q, 13q, dan 14q. Skrining genom dua tahap

pada keluarga Prancis ditemukan adanya

keterkaitan antara lokus gen pada kromosom

1p,12q, dan 17q dengan resiko asma. Li,dkk

meneliti pada populasi China, meenemukan

bahwa gen-gen yang berlokus pada kromosom

17q21 seperti Orosomucoid-1(ORM1),

ORM1-like 3 (ORMDL3) dan gasdermin like

(GDSML) berhubungan dengan penyakit

asma.

Berikut ini skrining pada beberapa

kromosom yang berhubungan dengan asma

dan polimorfismenya:

1. KROMOSOM 17Q21

Li, dkk (2012), melakukan penelitian

pada populasi Cina, untuk menjelaskan

hubungan polimrofisme pada lokus gen pada

kromosom 17q21 dengan risiko penyakit

asma. Ditemukan bahwa ada 6 lokus SNP

pada kromosom 17q21. Dari 6 marker SNP

tersebut, ada 2 polimorfisme yang

berhubungan dengan resiko penyakit asma

yaitu rs8067738 dan rs2305480. 1 lokus,

rs8069176 menunjukkan hubungan yang

lemah dengan penyakit asma. dan ketiga SNP

(single nukleotide polymorphism) yang lain

yaitu rs4795400, rs12603332, dan rs11650680

tidak menunjukkan hubungan dengan asma.

Pada SNP rs2305480, genotip CT dan TT

memiliki faktor resiko terkena penyakit asma

lebih tinggi dibanding genotip CC. Kemudian

untuk SNP rs8067738, genotip GG (carier

asma) memiliki resiko terkena asma lebih

(4)

39

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... rs8069176 dengan genotip AA ternyata dapat

menurunkan resiko terkena asma secara

signifikan. Sedangkan 3 SNP lain yaitu

rs4795400, rs12603332, dan rs11650680 tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan

dengan resiko terkena asma.

2. KROMOSOM 5

Kromosom 5q31 diteliti pada

beberapa kelompok yang dilanjutkan dengan

observasi original pada linkage genetic

(hubungan genetik) pada total IgE serum pada

keturunan suku Amish dan konformasi terkait

regio yang sama. Regio ini memiliki hubungan

dengan kadar eosinofil dan resistensi

schistosomiasis. Regio pada kromosom ini

mengandung beberapa gen yang memodulasi

respon atopik, termasuk IL-4. IL-13, IL-5,

CD4 dan faktor stimulasi koloni makrofag

granulosit (Granulocyte macrofag-colony

stimulating factor).

Makrofag banyak terdapat di saluran

nafas diaktifasi oleh antigen yang masuk dan

juga oleh IgE. Makrofag melepaskan mediator

inflamasi seperti tromboksan A2, Interleukin-1

(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF).

Pelepasan mediator inflamasi makrofag dapat

dihentikan dengan pemberian terapi steroid

tapi tidak dengan beta-2-agonis.

Manusia memperlihatkan adanya

respon imun seluler dan humoral, yang

dihubungkan dengan peran sitokin pada sel

T-helper (Ths). Ths diklasifikasikan menjadi Th1

dan Th2. Th2 ditandai dengan sekresi 4,

IL-13, dan IL-5 dalam jumlah tinggi sebagai

respon imun terhadap antigen yang masuk.

Sejumlah polimorfisme telah

diidentifikasi pada IL-13 dan secara

meyakinkan dihubungkan dengan variasi pada

kadar IgE pada sampel populasi yang cukup

besar. IL-13 meningkatkan sekresi mukus

bronkial dan meningkatkan produksi IgE.

Variasi kadar IgE dihubungkan dengan

polimorfisme kromosom 5 sekitar 1%-2% .

Penelitian menunjukkan bahwa

polimorfisme pada IL-4 lebih berat fenotipnya

dibanding IL-13. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian yang dilakukan oleh Yang,dkk

(2011) tentang polimorfisme TGF1- , IL-4 dan IL-13 dengan resiko asma pada populasi

Cina.

Tumor Growth Factor 1 (TGF1- ) merupakan sitokin multifungsional yang

mempengaruhi asma dengan memodulasi

alergi inflamasi jalan nafas dan perbaikan

jaringan jalan nafas. IL-4 dan IL-13 seperti

dijelaskan merupakan sitokin regulator imun

yang diproduksi melalui aktivasi sel T helper

yang kemudian mengaktifkan sel B dan

produk yang dihasilkan adalah imunoglobulin

E.

Penelitian Yang (2011), ditemukan

bahwa polimorfisme pada gen TGF- 1, genotip CT rs1800469 menurunkan resiko

asma secara signifikan (OR=0,56, CI

95%=0,35-0,9, P=0,016). Dan SNP TGF- 1 pada genotip GA rs2241712 menunjukkan

(5)

40

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme gen IL-13, genotip TT

menunjukkan peningkatan resiko terhadap

asma. Alel T rs20541 berpengaruh secara

signifikan terhadap peningkatan resiko asma.

hasil ini sama dengan yang ditemukan di India

dan Meksiko. Polimorfisme gen IL-4

menunjukkan bahwa SNP pada rs2070874

tidak ditemukan adanya hubungan dengan

resiko asma. Ini berarti bahwa polimorfisme

pada iL-4 tidak meningkatkan resiko penyakit

asma pada seseorang.

CD14 ditemukan pada pemukaan

monosit dan makrofag sebagai bentuk yang

larut. CD14 berperan sebagai ligan berafinitas

tinggi untuk LPS bakteri dan memulai respon

imun innate nonspesifik terhadap infeksi

bakteri. Polimorfisme pada daerah hulu

(upstream) dari daerah awal transkripsi untuk

CD14 dihubungkan dengan tingginya kadar

CD14 dan rendahnya kadar IgE. Prevalensi

asma berkorelasi terbalik dengan gaya hidup

dan lingkungan yang tinggi LPS sehingga

disarankan bahwa interaksi CD14 dan LPS

dapat melindungi dari serangan alergi.

3. KROMOSOM 6 dan KROMOSOM 7

Regio MHC pada kromosom 6

menunjukkan adanya keterkaitan dengan

fenotip asma pada beberapa penelitian.

Kemungkinan perlunya pertimbangan bahwa

lokus utama mempengaruhi penyakit-penyakit

alergi. Dimana MHC mengandung beberapa

molekul yang terlibat dalam respon imun

innate (bawaan) dan spesifik (didapat). Pada

waktu yang sama, fenotip asma sangat

kompleks, mengadung komponen-komponen

alergi dan inflamatori. Sebuah investigasi pada

efek MHC terhadap asma dan fenotip yang

muncul, mulai banyak dilakukan. Gen MHC

klas II dapat mempengaruhi pengenalan

terutama respon terhadap alergen. Peran IgE

pada kromosm 7 sangat besar dan relevansinya

dengan penyakit klinis. Selain pada kromosom

7, IgE dengan melibatkan sel T reseptor juga

ditemukan pada kromosom 14q.

MHC klas I berperan penting pada

respon atopik, tapi belum diinvestigasi secara

pasti. Sama dengan komplemen klas III, yang

mengandung polimorfisme berhubungan

dengan inflamasi atau penyakit umun tetap

juga belum diujikan pada penderita asma. Gen

MHC nonklas juga berdampak pada asma

melalui jalur non alergik. Polimorfisme sebgai

kontrol elemen sitokin inflamasi dan

reseptornya penting dalam mekanisme

fleksibilitas imunoregulatori. Tumor nekrosis

faktor sebagai sitokin inflamasi poten

ditemukan berlebihan pada jalan nafas.

Polimorfisme kompleks TNF dihubungkan

dengan variasi pada ekspresi TNF-alfa dan

dengan adanya asma.

Penelitian terkait peran kromosom 7

terhadap resiko asma dilakukan oleh Wei, dkk

(2012), untuk melihat hubungan antara

polimorfisme gen PAI (plasminogen activator

inhibitor) yang berlokasi di kromosom 7

dengan peningkatan resiko asma. Hasilnya

menunjukkan bahwa genotip 4G/5G

(6)

41

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme pada promoter gen PAI -657

4G/5G meningkatkan resiko penyakit asma

pada seseorang. Cho, dkk menemukan bahwa

polimorfisme gen PAI ini meningkatkan resiko

asma pada anak-anak.

4. KROMOSOM 11q

Hubungan Atopi pada polimorfisme

VNTR (variable number tandem repeat) pada

kromosom 11q13 pertama dilaporkan pada

tahun 1989 dan pertamakali diperdebatkan.

Ranta beta dari reseptor berafinitas tinggi

untuk IgE (FceRI-beta) berlokasi pada

kromosom ini. reseptor FceRI-B berperan

sebagai pemicu alergi pada sel mast dan sel

tipe yang lain, dan berperan sentral pada

respon alergi. Rantai beta tidak esesnsial untuk

fungsi FceRI tapi keduanya eksresi permukaan

stabil dari reseptor dan sebagai amplifikasi

elemen didalamnya. Beberapa variasi pada

tingkat ekspresi rantai beta dapat

memodifikasi fungsi reseptor.

Polimorfisme FceRI-beta

dihubungkan dengan atopi, asma,

hiperresponsif bronkial dan dermatitis atopi

yang parah. Polimorfisme pada gen ini juga

dihubungkan dengan kadar IgE pada infeski

parasit berat suku Aborigin Australia, untuk

melindungi dari cacing.

Perubahan pada regio pengkode

(coding region) telah diidentifikasi pada

FCER-1beta, namun belum terlihat adanya

kemampuan mengubah fungsi gen.

Polimorfisme pada gen FCER -1beta pada

nukleotida 109 dengan genotip CT memiliki

resiko penyakit asma yang parah pasien

dewasa di populasi Uzbekistan. Polimorfisme

Ile 181 Leu diidentifikasi oleh Shirakawa,et al,

ditemukan ada hubungannnya dengan asma di

kuawait Arab dan kulit hitam Afrika Selatan.

Variasi pada gen ini menyebabkan efek gen ini

pada pasien dengan asma namun belum

sepenuhnya diidentifikasi.

5. KROMOSOM 12

Telah Diijelaskan sebelumnya bahwa

keterkaitan genetik dari asma dengan

kromosom 12q dilanjutkan dengan penelitian

pada lokus tunggalnya dan mellalui beberapa

skrining genom keseluruhan. Sebagai

tambahan, skrining genom pada model tikus

yang asma ditemukan keterkaitan

hiperresponsif bronkial pada kromosom 10

tikus homolog dan pada kromosom 12q

manusia. Interferon gama tidak berhubungan

dengan kromosm ini.

6. KROMOSOM 13q14

Selain kromosom 7, keterkaitan total

IgE serum pada polimorfisme protein esterase

D juga ditemukan pada kromosm 13q14. Ini

dilaporkan pada tahun 1985. Keterkaitan

kromosom 13q dengan atopi dijelaskan

melalui scaning genom dan melalui penelitian

lokus tunggal pada keluarga jepang. Beberapa

penelitian potensial mengidentifikasi

keterkaitan tidak seimbang (LD) antara

penyakit dan D13S153. Dua tahap skrining

pada Suku Hutterite dari US ditemukan

adanya keterkaitan antara asma pada kromosm

(7)

42

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... tidak pada keluarga tahap kedua. Keterkaitan

kromosom 13q14 pada alergi HDM pada

anak-anak dengan asma juga diobservasi pada

anak dengan dermatitis atopik.

Hasilnya menunjukkan bahwa

kromosom 13q14 juga mengandung lokus

atopi mayor. Rendahnya kadar IgA serum

terjadi dengan frekuensi lebih banyak pada

anak atopi dibanding pada anak yang sehat.

Dan defisiensi IgA saliva juga lebih banyak

terjadi pada bayi dengan orang tua atopi.

Produksi imunoglobulin A ini terjadi dibawah

pengaruh gen yang dipetakan pada kromosom

13q14. Gen ini mengkode komponen

regulatori sistem imun humoraldan

mempengaruhi kadar IgA serta status atopi

dengan mempengaruhi kemampuan mukosa

merespon adanya alergen. Kromosom 4, 16,

19, belum diungkapkan secara rinci namun

dari literatur dikatakan kromosom tersebut

berhubungan dengan asma karena juga

bertanggungjawab terhadap respon imun,

karena mempengaruhi fungsi MHC dan

FCER1B yang terkait dengan inflamasi.

D. Diskusi dan Pembahasan

Penelitian menunjukkan bahwa

polimorfisme gen tertentu pada orang obesitas

meningkatkan resiko asma lebih tinggi

dibanding orang obes yang tidak memiliki

polimorfisme tersebut. Beberapa penelitian

dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan

antara kondisi tertentu pada seseorang

misalnya obesitas dengan asma.Hal ini

disebabkan bahwa ternyata adipokin yang

disekresi oleh jaringan adiposa mempunyai

efek proinflamator dan dapat memodulasi

respon imun sel T berupa sel T helper 2.

Orang dengan polimorfisme pada gen INSIG2

(inflamasi induced gene 2) rs7566605

memiliki BMI yang lebih tinggi dibanding

orang tanpa polimorfisme gen ini. Ternyata

bahwa orang dengan BMI yang lebih dari

normal dan orang dengan resistensi insulin

memiliki resiko asma secara signifikan

dibanding orang normal.4

Polimorfisme berbagai Variasi

genetik terkait obseitas seperti gen β

-adrenergik Receptor (ADRBβ), γ-adrenergik

receptor (ADRB3), dan proliferator peroksisom activator gamma (PPAR ) berperan penting sebagai faktor resiko asma.

Dari penelitian yang dilakukan Su Ming, dkk

(2012), menunjukkan bahwa polimorfisme

INSIGβ, ADRBβ, ADRBγ, PPAR ,

meningkatkan resiko penyakit asma.

Polimorfisme gen ppar rs1801β8β pada

kromosom 3p25 genotip C/G, polimorfisme

ADRB2 rs10427135 kromosom 5q31-q32

genotip A/G, polimorfisme ADRB3 rs4994

kromosom 8p21 genotip C/T, memiliki resiko

terkena penyakit asma. Namun yang paling

signifikan adalah resiko penyakit asma pada

polimorfisme gen ADRB2.

Selain kegemukan, peningkatan

reaktan oksidasi (ROS) juga meningkatkan

resiko asma. Penelitian pada tikus

menunjukkan bahwa peningkatn ROS

(8)

43

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... untuk menangkal radikal bebas ini maka peran

enzim Gluthatione Transferase (GsTs) sangat

penting. enzim ini diatur oleh gen GSTP1.

Polimorfisme terkait gen ini belum ditemukan,

namun peran enzim ini sangat penting untuk

menurunkan resiko asma.

Mekanisme adrenergik meliputi

sistem saraf simpatis, katekolamin yang

beredar dalam darah, reseptor alfa adrenergik,

dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat

agonis adrenergik memperlihatkan gejala

perbaikan penderita asma. saraf adrenergik

tidak mengendalikan otot polos saluran nafas

secara langsung, tapi melalui katekolamin

yang beredar dalam darah. Berbagai variasi

pada sekuens poly-C γ’-UTR (Untranslated Region) pada gen ADRB2 memberkan respon

yang berbeda-beda terhadap β-agonist seperti dengan pemberian terapi kombinasi Inhalated

Corticosteroids/Long-Acting Beta-Adrenergic

Agonist (ICS/LABA).

Ambrosse,dkk (2012) melakukan

penelitian apakah ada hubungan polimorfisme

pada gen ADRB2 dengan tingkat keparahan

asma dan responnya terhadap terapi β -agonist. pasien dengan poli C memiliki resiko

mengalami serangan asma yang parah sekitar

5% sampai 9%. Sehingga perlu diberikan

terapi kombinasi agonist B2 (LABA) dengan

ICS. Namun dari penelitian yang dilakukan

oleh Ambrosse, tidak ditemukan efek yang

signifikan pemberian terapi kombinasi

ICS/LABA pada pasien dengan polimorfisme

gen ADRB2.

Keterkaitan genetik dan hubungan

dengan atopi pada kedua lokus ditentukan oleh

efek maternal yang kuat dengan keterkaitan

awal dan transmisi alel maternal pada

anak-anak yang terserang. efek maternal dikenali

pada gangguan alergi dan asma, eksim,

peningkatan konsentrasi IgE serum, tes kulit

dengan jarum (skin prick test) positif pada

anak-anak dengan peningkatan prevalensi

asma atau atopi pada ibu. Transmisi awal atau

linkage ke alel dari sisi paternal atau maternal

diobservasi pada lokus lain yang

mempengaruhi penyakit alergi termasuk

identifikasi kromosom 13 dan 16.

E. Kesimpulan dan Saran

Beberapa gen pada lokus tertentu

kromosom memiliki resiko tinggi terhadap

asma. Gen Kromosom yang memiliki gen

dengan polimorfisme adalah kromosom 5, 6,

7, 11, 12, 13, 17. Obesitas juga diketahui

memiliki hubungan dengan tingkat kejadian

asma pada anak-anak. Gen maternal juga

berperan penting dalam mewariskan kelainan

ini pada anak-anak mereka. Oleh karena itu

perlu kajian lebih lanjut tentang apakah

polimorfisme gen yang terkait obesitas juga

berkaitan dengan adanya polimorfisme gen

(9)

44

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... F. DAFTAR PUSTAKA

1. Ambrosse HJ, et al. β01β. Effect of β -Adrenergik Receptor Gene

(ADRB2) γ’-Untranslated Region Polymorphism on Inhaled

Corticosteroids/Long-acting

Beta2-Adrenergik Agonist

Response. Respiratory Research.

Vol. 13 (37): 1-20.

2. Cookson WOC. 2002. Asthma Genetics.

American College of Chest

Physicians. Vol. 121: 7-13.

3. Lee SH, Park JS, and Park CS. 2011. The

Search for Genetic Variants and

Epigenetics related to Asthma.

The Korean Academy of Pediatric

Allergi Asthma immunol Res.

Volume 3 (4): 236-244.

4. Li FX, Tan SY, Yang XX, Wu YS, Wu

D, and Li M. 2012. Genetic

Variants on 17q21 are Associated

with Asthma in Han Chinese

Population. Genetic and

Molecular Research. Volume 11

(1): 340-347.

5. Nie W, Li B, and Xiu Q. 2012. The -675

4G/5G Polymorphism in

Plasminogen Activator Inhibitor-1

gene is Associated with Risk of

Aasthma: A Meta-analysis.

PlosOne. volume 7 (3): 1-5.

6. Yang XX, Li FX, Wu YS, Wu D, Tan

YJ, and Lim. 2011. Association of

TGF- 1, il-4, and IL-13 gene Polymorphism With Asthma in A

Chinese Population. Asian Pac. J.

Allergy Immunol. Vol. 29 : 273-7.

7. Wei, S.M., et al. 2012. Gene-gene and

Gene Environmental Interaction

of Chilhood Asthma: A

Multifactor Dimension Reduction

Approach. PlosOne. Volume 7

Referensi

Dokumen terkait

Pada terapi yang diberikan terdapat interaksi obat antara Miniaspi dengan Amlodipin dimana kedua obat dapat dapat meningkatkan tekanan darah (Medscape,

Menyebarkan aksi perdamaian yang dilakukan FJD, melalui share dan hastag yang ada di instagram komunitas dan orang-orang yang berada di luar Yogyakarta maupun yang berada

Sesuai dengan tipe peristiwanya, verba emosi statif dibagi atas empat subkategori: (1) “sesuatu yang buruk telah terjadi’ (“mirip sodih”), (2) ‘sesuatu yang buruk

 Bahwa pada tanggal 21 Juli 2015 sekitar pukul 19.00 wib saksi M.Zakaria masuk kedalam kamar sambil mengucapkan selamat ulang tahun, namun saksi korban tetap sedih

Berdasarkan tanggapan responden terhadap pernyataan kegunaan, nasabah tampak bahwa KG1 memilki nilai mean yang rendah artinya layanan mobile banking Bank BCA Syariah

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja operasi angkutan umum yang beroperasi di Kota Padangsidimpuan khusunya rute jalan pusat kota menuju terminal Batu

Dari analisa kenyamanan menggunakan grafik ISO 2631, didapatkan bahwa tingkat kenyamanan suspensi hasil perancangan ulang pada frekuensi diatas 3,2 Hz lebih baik

Telkom, Tbk, hati yang telah diteguhkan itu harus ditindaklanjuti dengan merajut “pikiran” bahwa hanya dengan orang-orang yang kompeten (Competent