• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALASAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALASAN."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, dalam Standar Kompetensi Lulusan telah ditetapkan bahwa sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan (Permen No 65 Tahun 2013). Untuk itu, pemerintah telah mengembangkan Kurikulum 2013 yang mulai diterapkan di sekolah pada tahun ajaran 2013/2014. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran di sekolah diharapkan sesuai dengan karakteristik pembelajaran kurikulum 2013 menurut Permen No 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah (lihat Tabel 1).

(2)

Salah satu sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran adalah SMA Negeri 1 Kalasan yang terletak di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kurikulum 2013 diterapkan pada kelas X dan kelas XI, meskipun tidak semua proses pembelajarannya sudah menggunakan pendekatan atau metode yang dianjurkan dalam Kurikulum 2013. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran beberapa mata pelajaran yang tetap menggunakan metode ceramah, meskipun tidak selalu digunakan dalam setiap pembelajarannya. Hasil observasi menunjukkan bahwa untuk mata pelajaran matematika di kelas X, pembelajaran yang dilakukan sudah menggunakan Kurikulum 2013. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang memadukan proses mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta (Kemendikbud, 2013).

(3)

Ujian Nasional Bidang Matematika SMA Tahap 1 tahun ajaran 2014/2015 sebagai berikut.

Tabel 2 Hasil Latihan ujian nasional bidang Matematika SMA tahap 1 tahun pelajaran 2014/2015 untuk kelas IPA dan IPS SMA N 1 Kalasan

IPA (138 siswa) IPS (80 siswa)

Tertinggi 8,25 7,75

Terendah 1,75 2,00

Rata-rata 4,98 5,33

Standar Deviasi 1,43 1,25 (Sumber: www.sman1kalasan.sch.id)

Permasalahan di atas dapat disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah kurangnya perhatian guru dan siswa pada masalah penguasaan konsep matematika. Ketika diberikan soal yang agak berbeda dari model soal yang biasa diberikan (dimodifikasi), sebagian besar siswa kesulitan untuk mengerjakannya karena kurang memahami maksud soal tersebut dan kesulitan mengasosiasikan konsep yang sesuai untuk menyelesaikan soal itu. Selain itu, hasil observasi kelas dan wawancara dengan salah satu guru matematika SMA Negeri 1 Kalasan juga menunjukkan bahwa siswa cenderung bersikap individualis (bekerja sendiri-sendiri) meskipun berada dalam diskusi kelompok. Para siswa yang tergabung dalam kelompok diskusi tidak sepenuhnya melakukan diskusi. Hal ini mengakibatkan beberapa siswa kesulitan dalam memahami konsep yang dipelajari.

Kegiatan diskusi kelompok sebagai salah satu bentuk pembelajaran kooperatif seharusnya dapat membantu siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Slavin (1995) menyatakan bahwa:

(4)

supporting the use cooperative learning to increase student achievement, as well as such other outcomes as improved intergroup relations, acceptance of academically handicapped classmates, and increased self-esteem. Another reason is the growing realization that students need to learn to think, to solve problems, and to integrate and apply knowledge and skills, and that cooperative learning is an excellent means to that end.

Salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah rendahnya prestasi belajar siswa sekaligus mengurangi sikap individualistis siswa dalam belajar adalah dengan menggunakan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together (NHT). Pembelajaran ini menerapkan pendekatan saintifik dalam setting kooperatif. Artinya, langkah-langkah pendekatan saintifik dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil oleh semua anggota kelompok. Keterlibatan semua anggota kelompok dijamin dengan langkah-langkah model kooperatif tipe NHT, seperti yang dikatakan oleh Kagan (1992, dalam Slavin, 1995: 131), yakni:

Numbered heads together is basically a variant of group discussion; the twist is having only one student represent the group but not informing the group in advance whom its representative will be. That twist insures total involvement of all the students.

(5)

siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar matematikanya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah belum sepenuhnya menitikberatkan pada penguasaan konsep sehingga mengakibatkan pembelajaran menjadi kurang efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa.

2. Sikap individualistis siswa menyebabkan pelaksanaan diskusi kelompok tidak maksimal.

3. Siswa kesulitan mengasosiasikan masalah matematika yang diberikan dengan konsep yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian dibatasi pada masalah yang pertama dalam identifikasi masalah, yakni mengenai efektivitas pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT ditinjau dari prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa dibatasi pada sub-materi Jarak. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X SMA N 1 Kalasan tahun ajaran 2014/2015.

D. Rumusan Masalah

(6)

1. Apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together (NHT) efektif ditinjau prestasi belajar siswa?

2. Apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tanpa NHT efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan signifikan dalam hal prestasi belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together dan yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa NHT?

4. Manakah yang lebih efektif antara pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa NHT ditinjau dari prestasi belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together (NHT) efektif ditinjau dari prestasi siswa.

2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tanpa NHT efektif ditinjau dari prestasi siswa.

(7)

numbered heads together dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik ditinjau dari prestasi belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pihak-pihak berikut. 1. Siswa

a. Siswa diharapkan menjadi lebih terlibat dalam proses pembelajaran dan terlatih menjadi scientist dan meningkatkan prestasi belajarnya;

b. Siswa diharapkan lebih mudah menyerap pengetahuan sebagai hasil diskusi kelompok sehingga prestasi belajarnya meningkat.

2. Guru

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pilihan metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan guru mengenai pengembangan instrumen pembelajaran matematika sesuai kurikulum 2013.

3. Peneliti

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

Penelitian ini berjudul Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik melalui Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

(NHT) Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan.

Untuk mendukung judul tersebut, diperlukan teori-teori yang relevan. Beberapa teori yang relevan adalah teori pembelajaran matematika yang efektif, prestasi belajar siswa, pendekatan saintifik dan bagaimana penerapannya dalam pembelajaran, model kooperatif tipe NHT, pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT, serta tinjauan materi Geometri dengan sub-materi Jarak. Deskripsi teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran Matematika yang Efektif

(9)

sikap, pengetahuan, dan keterampilannya. Pembelajaran matematika juga perlu menekankan pada interaksi antara guru, siswa, dan materi pembelajaran serta sumber belajar.

Menurut NCTM (Suherman, dkk., 2001: 253), terdapat empat prinsip pembelajaran matematika, yakni:

1. matematika sebagai pemecahan masalah; 2. matematika sebagai penalaran;

3. matematika sebagai komunikasi; dan 4. matematika sebagai hubungan.

(10)

Efektif berasal dari kata bahasa Inggris "effect" yang berarti berhasil atau memberikan hasil yang diinginkan (Cambridge Advanced Learner Dictionary). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif diartikan sebagai "ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), dan dapat membawa hasil." Menurut De Corte (2007),

"effective and worthwhile mathematics learning from instruction that aims at fostering adaptive competence in students, is a constructive, self-regulated, situated, and collaborative process of knowledge building and skill acquisition."

Jadi, pembelajaran matematika dikatakan efektif apabila memberikan hasil yang diinginkan berupa penguasaan kompetensi, baik berupa sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Untuk selanjutnya akan dipaparkan mengenai salah satu indikator efektivitas suatu pembelajaran, yakni prestasi belajar siswa.

2. Prestasi Belajar

(11)

Untuk menilai penguasaan kompetensi, maka diperlukan pendekatan penilaian tertentu. Pendekatan penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013 adalah penilaian acuan kriteria (PAK), yakni penilaian yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM ditentukan oleh setiap satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik (Permen Nomor 66 Tahun 2013). Dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 ditetapkan bahwa untuk KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan sudah tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 (skala 1-4) atau B- dari

hasil tes formatif. Untuk mata pelajaran Matematika Wajib Kelas X, SMA Negeri 1 Kalasan menetapkan KKM B- , atau 66,7 jika dikonversikan ke dalam skala 0-100. Pembelajaran matematika dapat dikatakan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa jika penguasaan kompetensi siswa minimal mencapai KKM. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes prestasi belajar atau achievement test, yaitu tes yang mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran (AERA, dkk., 1999, Reynolds,dkk., 2010). Prestasi siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pendekatan atau metode pembelajaran yang digunakan guru. Selanjutnya akan dibahas mengenai salah satu pendekatan yang menjadi fokus penelitian, yakni pendekatan saintifik.

3. Pendekatan Saintifik

(12)

tahun 1960-an, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hodson, 1996:115). Secara etimologis, scientific berasal dari kata science yang berarti:

"(knowledge from) the systematic study of the structure and behaviour of the physical world, especially by watching, measuring and doing experiments, and the development of theories to describe the results of these activities" (Cambridge Advanced Learner's Dictionary).

Sagan (Quinn, 2011) menjelaskan bahwa:

science is not an activity but rather an approach to activities that share the goal of discovering knowledge. It is “science” in the sense that it developed bottom-up from micro-scale observations.

Jadi, pendekatan saintifik mengedepankan aspek keilmiahan dalam implementasinya, yakni pengetahuan dikembangkan secara bertahap mulai dari observasi berskala kecil.

Dalam konsep pendekatan scientific yang disampaikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat 7 (tujuh) kriteria pendekatan scientific. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

(13)

4. Pembelajaran mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

5. Pembelajaran mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.

6. Pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi menarik sistem penyajiannya.

Langkah-langkah pendekatan saintifik yang dikemukakan Kemendikbud (2013) adalah mengamati, menanya, mencoba (mengumpulkan data), menalar (mengasosiasikan), dan mengomunikasikan atau membentuk jejaring. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Beckmann (Atsnan, 2013) bahwa pada pembelajaran matematika, langkah-langkah pendekatan scientific terdiri atas pengumpulan data dari percobaan, yakni eksperimen yang berkaitan dengan materi matematika, pengembangan dan penyelidikan suatu model matematika dalam bentuk representasi yang berbeda, dan refleksi.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran perlu diterapkan dengan benar agar tercapai tujuan yang diinginkan, seperti yang dikemukakan Kurnik (2008: 421) bahwa:

(14)

applied, with a necessary feeling for the difficulty of math content and mathematical way of thinking, taking into consideration mathematical abilities of each student, it can be expected that math teaching will be successful.

Binkley (Holbrook, 2013) mengemukakan bahwa melalui pendidikan dengan pendekatan saintifik, hal-hal yang dibutuhkan seperti critical thinking, problem solving, communication, dan collaboration dapat dikembangkan. Kolaborasi dalam pendekatan saintifik dapat dilakukan dengan mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa diharapkan dapat saling melengkapi dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika sehingga diperoleh pemahaman matematika yang lebih baik. Pengorganisasian siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil merupakan salah satu ciri model pembelajaran kooperatif, termasuk tipe numbered heads together (NHT) yang akan dibahas selanjutnya.

(15)

Secara umum, pembelajaran kooperatif terbagi atas empat kategori, yakni jigsaw, cooperative investigation, mastery design, dan learning together. Jigsaw

menekankan pada perlunya pengetahuan setiap partisipan untuk menyelesaikan masalah. Cooperative investigation memfokuskan pada teamwork untuk menginvestigasi suatu konsep yang menarik. Mastery design memfokuskan pada aktivitas kelompok untuk memudahkan memorisasi informasi penting yang dibutuhkan untuk higher order thinking. Kagan dan Kagan (Evans, 2012) menjelaskan bahwa:

Learning together is a principle driven concept designed to give teachers the five basic guidelines for cooperative learning. The guidelines are: (a) positive interdependence, (b) face to face interaction, (c) individual accountability, (d) interpersonal skills, and (e) group processing.

Semua tipe pembelajaran kooperatif menekankan pada gagasan bahwa siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap proses belajar temannya sama seperti mereka bertanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri (Slavin, 1995: 5). Jadi, setiap siswa dituntut untuk teribat aktif dalam proses belajar dan bertanggung jawab untuk hasil belajar kelompoknya. Dengan demikian, Rejeki (Hasmi, dkk., 2011) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan prestasi siswa.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah number heads together (NHT). NHT direkomendasikan oleh Kagan sebagai suatu strategi yang secara khusus berguna untuk mengecek pemahaman siswa mengenai tujuan pembelajaran (Baker, 2013). Kagan (Slavin, 1995) menyatakan bahwa:

(16)

group in advance whom its representative will be. That twist insures total involvement of all the students.

Keterlibatan semua siswa dalam kelompok menjadi aspek yang penting dalam proses pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT. Akan tetapi, untuk mengembangkan kesadaran kelompok dalam diri siswa diperlukan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu kelemahan NHT (Sanjaya, 2008:249). Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran menggunakan model numbered heads together menurut Hamdani (Ratri, 2013).

1. Siswa bekerja dalam kelompok heterogen dan setiap siswa mendapat nomor.

2. Guru memberikan tugas kelompok.

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4. Guru memanggil salah satu siswa dari siswa yang nomornya dipanggil untuk melaporkan hasil kerja mereka.

5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain.

6. Kesimpulan.

5. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik melalui Model Kooperatif Tipe NHT

(17)

kecil yang heterogen, semua siswa yang telah diberi nomor bekerjasama melaksanakan pembelajaran matematika menggunakan tahapan saintifik. Perpaduan ini sejalan dengan teori konstruktivis sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Inti konstruktivis Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar (Sugihartono, dkk., 2007).

Pandangan Vygotsky tentang perkembangan kognitif individu berbeda dari pandangan Piaget.

Vygotsky states cognitive development stems from social interactions from guided learning within the zone of proximal development as children and their partners co-construct knowledge. In contrast Piaget maintains that cognitive development stems largely from independent explorations in which children construct knowledge of their own (McLeod, 2007).

Jadi, menurut Vygotsky, perkembangan kognitif siswa bersumber dari interaksi sosial ketika siswa dan partnernya saling membantu mengkonstruksi pengetahuan, tetapi tetap dalam zone of proximal development. Zone of proximal development adalah wilayah yang mana anak mampu untuk belajar dengan bantuan orang yang kompeten. Sebaliknya, Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif siswa adalah murni merupakan hasil kerja individual siswa, yakni siswa itu sendiri yang mengkonstruksi pengetahuannya.

(18)

digunakan individu muncul dan berubah. Interaksi sosial dapat memberikan dampak signifikan pada tujuan dan strategi yang digunakan oleh individu (siswa) untuk mencapai tujuan tersebut. Contohnya adalah pemberian scaffolding, yakni bantuan atau bimbingan dari orang dewasa atau teman yang lebih mampu agar siswa mampu mencapai level pemahaman yang lebih tinggi serta memperoleh keterampilan tertentu yang tidak dapat diperoleh tanpa bantuan orang lain. Pemberian scaffolding oleh siswa yang lebih ahli dapat menghasilkan tujuan dan strategi berbeda pada siswa yang menerima scaffolding tersebut. Vygotsky (McLeod, 2007) memandang bahwa interaksi antara anggota kelompok merupakan suatu cara efektif untuk mengembangkan keterampilan dan strategi. Ia menyarankan guru untuk menggunakan pembelajaran kooperatif dimana siswa yang kurang kompeten dapat berkembang dengan bantuan dari siswa yang lebih kompeten – dalam zone of proximal development.

6. Tinjauan Materi Geometri Sub-materi Jarak

Peraturan Menteri Pendidikan nasional Pendidikan Indonesia Nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA pada mata pelajaran matematika materi Geometri:

Tabel 3 KI dan KD Materi Geometri

No. Kompetensi Dasar Indikator

1. 1.1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

1.1 Menghayati dan

mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

2. 2.8 Memiliki motivasi internal dan merasakan keindahan dan

keteraturan matematika dalam perhitungan jarak dan sudut antara titik, garis, dan bidang dilakukan

2.8.1 Siswa aktif bertanya dan menjawab selama

(19)

dengan menggunakan sifat-sifat bangun datar dan ruang

LKS dan tugas. 3. 3.12 Memahami konsep jarak dan

sudut antar titik, garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya.

3.12.1 Menentukan kedudukan titik serta menghitung jarak antara dua titik dalam ruang 3.12.2 Menghitung jarak titik ke garis dalam ruang

3.12.3 Menghitung jarak titik ke bidang dalam ruang 3.12.4 Menghitung jarak dua garis yang sejajar dalam ruang 4. 4.13 Menggunakan berbagai prinsip

bangun datar dan bangun ruang dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang

4.13.1 Menggunakan prinsip jarak, titik, garis, dan bidang datar dalam menyelesaikan masalah nyata

Indikator pencapaian kompetensi siswa diturunkan dari kompetensi dasar yang selanjutnya dijabarkan konsep-konsep yang terkait. Sub-materi yang diambil adalah Jarak. Penjabaran konsep-konsep tersebut dapat dilihat pada tabel indikator pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran berikut.

Tabel 4 Indikator Pencapaian Kompetensi dan Materi Pembelajaran Indikator Pencapaian Kompetensi Materi Pembelajaran

3.12.1 Menentukan kedudukan titik serta menghitung jarak antara dua titik dalam ruang

- - -

Kedudukan titik dalam ruang, yakni terhadap garis dan terhadap bidang.

Pengertian jarak antara dua titik Rumus menghitung jarak antara dua titik

3.12.2 Menghitung jarak titik ke garis dalam ruang

- Jarak titik ke garis

3.12.3 Menghitung jarak titik ke bidang dalam ruang

- Jarak titik ke bidang

3.12.4 Menghitung jarak dua garis yang sejajar dalam ruang

(20)

bangun datar dan bangun ruang dalam menyelesaikan masalah nyata

berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang

ruang untuk menyelesaikan permasalahan nyata.

Tabel 4 menjelaskan tentang rincian materi yang dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi yang telah dijabarkan dalam indikator pencapaian kompetensi siswa. Dalam mempelajari materi Geometri, khususnya jarak, terkadang siswa mengalami kesulitan. Menurut Krismanto (2008), dua masalah utama yang muncul dalam pembelajaran materi Jarak adalah dalam hal menentukan/menggambar ruas garis yang menunjukkan jarak yang dimaksud dan menghitung jarak tersebut.

Untuk mengatasi kesulitan siswa, guru sebaiknya memberikan pemahaman tentang pentingnya memahami pengertian jarak, dan mengapa perlu dihitung (Krismanto, 2008). Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan guru adalah sebagai berikut.

1. Guru mengajak siswa menentukan jarak pada bangun ruang yang istimewa dan gambarnya disediakan. Jarak yang ditanyakan adalah yang titik atau unsur-unsurnya sudah terdpat digambar.

2. Guru mengajak siswa menentukan jarak pada bangun ruang yang istimewa dan gambarnya belum disediakan. Sama seperti pada tahap 1, jarak yang ditanyakan adalah yang titik atau unsur-unsurnya sudah terdpat digambar.

(21)

gambarnya tidak hanya tergantung pada titik atau unsur yang sudah terdapat pada gambar dasar.

B. Penelitian yang Relevan

1. Ratri (2013) dalam skripsinya yang berjudul "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Materi Sifat Bangun Ruang" menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V pada materi sifat bangun datar.

2. Penelitian Hasmi, Tandi & Laganing (2011) memperoleh hasil bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oloboju Kecamatan Sigi Biromaru.

3. Hasil penelitian Carl Wieman (2007) tentang penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika.

Tabel 5 Perbandingan Hasil Belajar antara Siswa yang Mengikuti Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Research-Based (Saintifik)

Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Research-Based Mengingat informasi hasil

pembelajaran: 10 % masih mengingat setelah 15 menit

Mengingat informasi hasil pembelajaran: lebih dari 90 % masih mengingat setelah 2 hari

Pencapaian dalam hal pemahaman konsep: 25 %

Pencapaian dalam hal

pemahaman konsep: 50-75 % Keyakinan terhadap fisika dan

pemecahan masalah: menurun secara signifikan

(22)

Pembelajaran tradisional yang dimaksudkan oleh Wieman dalam penelitiannya adalah pembelajaran sains dengan

"the teacher stands at the front of the class lecturing to a largely passive group of students. Those students then go off and do back-of-the-chapter homework problems from the textbook and take exams that are similar to those exercises."

Dalam research-based instruction, atau pembelajaran dengan pendekatan saintifik, terdapat tiga komponen penting, yakni practices and conclusions based on objective data, disseminating results in a scholarly manner and copying and

building upon what works, dan fully utilizing modern technology. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa secara keseluruhan pembelajaran dengan pendekatan saintifik lebih baik dari pembelajaran tradisional.

C. Kerangka Berpikir

(23)

Dalam proses pembelajaran, siswa memang sudah diarahkan untuk melakukan kegiatan saintifik seperti mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan, menyaji, dan mencipta. Akan tetapi, tidak semua siswa terlibat dalam proses tersebut. Pada kenyataannya, masih terdapat siswa yang pasif dan cenderung apatis dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, sifat individualis siswa juga terlihat ketika dilakasanakan kegiatan diskusi. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa.

Pembelajaran matematika hendaknya dilaksananakan sesuai dengn hakikat matematika itu sendiri. Belajar matematika bukan hanya sekedar belajar bagaimana mengaplikasikan konsep atau aturan, tapi juga belajar untuk menjadi individu yang memiliki sifat dan kemampuan matematis. Siswa diharapkan mampu berpikir dan bertindak sebagai seorang scientist yang menggunakan seluruh kemampuannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, yakni kompetensi matematika. Hal ini dapat diperoleh melalui pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

(24)

model kooperatif tipe NHT dapat menjadi pilihan yang tepat untuk melatih siswa menjadi scientist sekaligus mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam mencapai kompetensi matematika.

Berdasarkan uraian di atas, diperkirakan terdapat perbedaan hasil prestasi belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Secara singkat, kerangka berpikir di atas dapat dinyatakan dalam diagram di bawah ini.

(25)

D. Hipotesis

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together (NHT) efektif ditinjau dari capaian skor prestasi belajar siswa.

2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tanpa NHT efektif ditinjau dari capaian skor prestasi belajar siswa.

3. Terdapat perbedaan signifikan dalam hal prestasi antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe numbered heads together dan yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa NHT.

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT ditinjau dari prestasi siswa, mengetahui efektivitas pembelajaran saintifik tanpa NHT ditinjau dari prestasi siswa, serta untuk mengetahui pembelajaran yang lebih efektif antara pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa NHT ditinjau dari prestasi belajar siswa. Berdasarkan tujuan tersebut, jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Metode ini mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih atau mencari pengaruh suatu variabel atau variabel lainnya (Sudjana & Ibrahim, 2001: 19).

Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah quasi experiment yang berbentuk prates-pascates kelompok kontrol tanpa acak (pretest-posttest control group design) karena subjek kelompok tidak diacak (sudah dalam bentuk kelas).

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah membagi subjek menjadi dua kelompok, yakni kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Berikut adalah tabel desain penelitian yang digunakan.

Tabel 6 Desain Penelitian Kelompok Prates Perlakuan

(Variabel bebas)

Pascates (Variabel terikat)

Eksperimen Y1 X Y2

Kontrol Y1 Y2

(27)

Keterangan:

Y1: Kemampuan awal siswa

X : Perlakuan yang diberikan Y2 : Kemampuan akhir siswa

Sebelum perlakuan diberikan (X), kedua kelompok diberikan pretest. Hasil pretest digunakan untuk melihat tingkat kesetaraan kelompok. Pretest dalam desain ini juga dapat digunakan untuk pengontrolan secara statistik (statistical control).

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2012: 4). Varibel bebas dalam penelitian ini adalah:

X = Pendekatan pembelajaran yang divariasikan menjadi pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT dan pendekatan saintifik.

2. Variabel terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012: 4). Dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah:

(28)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalasan yang terdiri atas 8 kelas, yaitu 5 kelas IPA (MIA) dan 3 kelas IPS (IIS) yang mempelajari mata pelajaran Maematika Wajib. Penentuan populasi dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan awal siswa, keaktifan siswa, dan motivasi belajar siswa kelas X SMA N 1 Kalasan. Hal ini dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur terhadap guru. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah 2 kelas, yakni kelas X MIA 1 dan X MIA 2 yang dipilih secara acak dengan teknik cluster random sampling, dengan syarat kedua kelas tersebut normal dan homogen. Teknik ini digunakan karena siswa sudah berada dalam kelas-kelas dan setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Kelas X MIA 1 dijadikan sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional (pendekatan saintifik), sedangkan kelas X MIA 2 diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik melalui model kooperatif tipe NHT. Cacah siswa di masing-masing kelas adalah 26 siswa.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

(29)

E. Teknik Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari prestasi belajar siswa kelas X MIA 1 dan X MIA 2 dan dari pelaksanaan. Data tersebut diperoleh dengan cara tes. Tes adalah suatu proses memperoleh, mengevaluasi, dan memberi skor terhadap suatu aspek perilaku individu dengan menggunakan prosedur terstandar (AERA, dkk., 1999, Reynolds, dkk., 2010). Pada penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Metode tes yang digunakan adalah pre-test dan post-test. Sedangkan, data kualitatif diperoleh melalui lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran di kedua kelas.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen pembelajaran, yakni RPP dan LKS (lembar kegiatan siswa), instrumen pengambilan data berupa instrumen tes, yaitu soal pre-test dan post-test, serta instrumen non-tes berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Ketiga instrumen ini disusun berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 mata pelajaran matematika SMA kelas X untuk kelompok wajib pada pokok bahasan Geometri sub-materi Jarak.

1. Instrumen Pembelajaran

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

(30)

untuk kelas kontrol yang menggunakan pendekatan saintifik saja. Pembuatan RPP disesuaikan dengan format RPP Kurikulum 2013 dengan memperhatikan pendapat dosen dan guru. Validasi RPP dilakukan oleh 2 validator yang merupakan dosen Jurusan Pendidikan Matematika. Perangkat RPP selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I.

b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sama dalam hal konten antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Yang membedakan keduanya adalah instruksi awal dan kolom nama pada LKS. Pembuatan LKS disesuaikan dengan langkah-langkah pendekatan saintifik dan materi yang akan dipelajari. LKS yang telah dibuat dikonsultasikan kepada dosen dan guru, kemudian direvisi berdasarkan masukan yang diberikan. Validasi LKS dilakukan oleh 2 validator yang merupakan dosen Jurusan Pendidikan Matematika. Untuk selengkapnya, LKS dapat dilihat pada Lampiran I.

2. Instrumen Tes

Instrumen tes dalam penelitian ini adalah soal pre-test dan post-test, yang masing-masing terdiri atas 3 soal dengan total butir soal adalah 5. Tes yang digunakan berbentuk uraian (essay test) dengan penekanan pada konten. Tes ini bertujuan untuk menilai aspek kognitif atau pengetahuan siswa dengan menekankan pada konten saja (AERA, dkk., 1999, Reynolds, dkk., 2010). Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah:

(31)

3) menentukan waktu mengerjakan soal, 4) membuat kisi-kisi soal,

5) menuliskan petunjuk mengerjakan soal, kunci jawaban, dan penentuan skor,

6) menulis butir soal,

7) mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing, dan 8) memvalidasi soal dan merevisi sesuai saran validator.

Dalam penelitian ini, tes tidak diujicobakan secara terpisah (terhadap kelompok lain) terlebih dahulu. Uji coba instrumen tes dilakukan dengan menggunakan uji coba langsung terpakai, yakni langsung digunakan terhadap subjek penelitian pada saat penelitian. Hasil tes tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui reliabilitas soal. Validitas instrumen diperoleh dengan cara meminta pendapat ahli (expert judgement).

a. Validitas

Validitas instrumen terdiri atas validitas konstruk dan validitas isi. Secara teknis, pengujian validitas konstruk dan validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen, atau matriks pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolok ukur, dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator (Sugiyono, 2007: 182).

(32)

validitas isi dilakukan dengan meminta pendapat ahli (expert judgment). Ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing dan dua dosen ahli dari Jurusan Pendidikan Matematika sebagai validator. Selanjutnya, peneliti melakukan revisi terhadap instrumen berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan validator. Surat keterangan validasi instrumen tes dapat dilihat pada Lampiran IV.

b. Reliabilitas

Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001: 120), reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil yang sama. Untuk menghitung reliabilitas butir soal dapat digunakan rumus Cronbach's Alpha, yaitu:

�11=�� −1� �1−∑ �� 2 �2 �.

Keterangan:

�11 = Koefisien reliabilitas instrumen � = Banyaknya butir soal

� ��2 = Jumlah variansi skor butir soal ke-i

� = 1, 2, 3, ..., n ��2 = Variansi total

(33)

Tabel 7 Kriteria Reliabilitas Butir Soal

No Nilai Kriteria

1 0,80≤ �11 < 1 Reliabilitas sangat tinggi 2 0,60≤ �11< 0.80 Reliabilitas tinggi 3 0,40≤ �11< 0.60 Reliabilitas sedang 4 0.20≤ �11< 0.40 Reliabilitas rendah 5 0.00≤ �11< 0.20 Reliabilitas sangat rendah

Pada penelitian ini, nilai reliabilitas butir soal dianalisis menggunakan rumus Cronbach's Alpha dengan bantuan program SPSS 17.00. Penggunaan program ini bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan analisis karena dalam SPSS 17.00 sudah terdapat analisis Cronbach's Alpha. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai reliabilitas soal pre-test adalah 0,617, yang berarti reliabilitasnya tinggi. Jadi, berdasarkan tabel 6, dapat disimpulkan bahwa butir soal yang digunakan dalam pre-test berkategori baik. Sedangkan, hasil analisis butir soal post-test menunjukkan nilai reliabilitas sebesar 0,656. Hal ini berarti bahwa butir soal post-test memiliki nilai reliabilitas tinggi, dan karena itu baik untuk digunakan. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat di Lampiran II.

3. Instrumen Non-tes

(34)

pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Penyusunan lembar observasi disesuaikan dengan RPP untuk masing-masing kelas, kemudian dikonsultasikan dan divalidasi. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran I.

G. Teknik Analisis Data

1. Pengujian Persyaratan Analisis

Data awal berupa data hasil pre-test dianalisis untuk melihat normalitas dan homogenitas. Hal ini dilakukan sebagai acuan peneliti untuk memberikan perlakuan berikutnya.

a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa pada suatu kelas berdistribusi normal atau tidak yang akan berpengaruh pada penggunaan statistik pengujian (parametrik atau non-parametrik). Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov pada program SPSS 17.00. Hipotesis yang digunakan yang digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan yaitu:

�0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. ��: Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.

Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai probabilitas �> 0,05 dan H0

(35)

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel memiliki varians yang sama atau tidak. Pada penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene pada program SPSS 17.00. Hipotesis yang digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan yaitu:

H0: �2 =�2 (homogen)

Ha: �2 ≠ �2 (tidak homogen)

Keterangan:

��2: Varians kelompok eksperimen.

��2: Varians kelompok kontrol.

Data dikatakan homogen jika nilai probabilitas �> 0,05 dan H0dinyatakan tidak

ditolak, sedangkan apabila nilai probabilitas � ≤0,05 maka data tidak homogen dan H0 ditolak.

2. Pengujian Hipotesis a. Uji t

(36)

1) Uji Hipotesis Pertama

Uji hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran di kelas eksperimen ditinjau dari prestasi siswa. Hipotesisnya adalah sebagai berikut.

�0: �� ≤ 66,69 (Nilai rata-rata post-test kurang dari KKM)

��: �� > 66,69 (Nilai rata-rata post-test minimal mencapai KKM)

Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05 dengan rumus �ℎ����� adalah

�= �̅ − �0 �/√�

dan derajat kebebasan �� =� −1.

Keterangan:

�̅

�0

: banyaknya siswa kelas eksperimen : rata-rata hasil post-test kelas eksperimen : 66,69

: simpangan baku

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika �ℎ����� >������.

2) Uji Hipotesis Kedua

(37)

�0: �� ≤66,69 (Nilai rata-rata post-test kurang dari KKM)

��: �� > 66,69 (Nilai rata-rata post-test minimal mencapai KKM)

Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05 dengan rumus �ℎ����� adalah

�= �̅ − �0 �/√�

dan derajat kebebasan �� =� −1.

Keterangan:

�̅

�0

: banyaknya siswa kelas kontrol : rata-rata hasil post-test kelas kontrol : 66,69

: simpangan baku

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika �ℎ����� >������.

3) Uji Beda

Uji beda dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata kedua kelas. Pengujian dilakukan pada data hasil post-test, dengan hipotesis:

�0: �� =�� (tidak terdapat perbedaan rata-rata kelas ekperimen dan kelas

kontrol)

��: �� ≠ �� (terdapat perbedaan rata-rata kelas ekperimen dan kelas kontrol).

(38)

pengujian juga dapat menggunakan nilai signifikansi (sig.) atau probabilitas � pada taraf signifikansi 0,05. Jika � ≤0,05, maka berbeda secara signifikan (H0 ditolak), sedangkan jika �> 0,05, maka tidak berbeda secara signifikan

(H0 tidak ditolak). Harga �ℎ����� dapat dicari dengan rumus berikut.

� = �̅�− �̅� �����1+1

dengan derajat kebebasan �= �+�−2 dan

���� = �

(� −1)�2+ (�−1)�2 ��+��−2

Keterangan: �̅�

�̅�

��

��

��

��

����

: rata-rata post-test kelas eksperimen : rata-rata post-test kelas kontrol : banyaknya siswa kelas eksperimen : banyaknya siswa kelas kontrol : simpangan baku kelas eksperimen : simpangan baku kelas kontrol : simpangan baku gabungan

b. Pengaruh Treatment (Perlakuan)

(39)

Data yang digunakan adalah data hasil post-test kedua kelompok. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh treatment terhadap prestasi belajar siswa. Berikut adalah rumus untuk menentukan effect size, dinotasikan dengan .

Tabel 8 merupakan interpretasi dari effect size menurut Robert Coe (Oktapina, 2014: 58).

Tabel 8 Kategori Effect Size

Effect size Presentasi Kategori

0,0 50 % Rendah

0,1 54 % Rendah

0,2 58 % Rendah

0,3 62 % Rendah

0,4 66 % Rendah

0,5 69 % Rendah

0,6 73 % Cukup Tinggi

0,7 76 % Cukup Tinggi

0,8 79 % Cukup Tinggi

0,9 82 % Cukup Tinggi

1,0 84 % Tinggi

1,2 88 % Tinggi

1,4 92 % Tinggi

1,6 95 % Tinggi

1,8 96 % Tinggi

2,0 98 % Tinggi

2,5 99 % Tinggi

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Atsnan, M. F. & Rahmia Y. Ghazali. (2013). Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Prosiding. Makalah dipresentasikan dalam Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema "Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik" pada tanggal 9 November 2013, di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. http://eprints.uny.ac.id/10777/1/P%20-%2054.pdf, diakses pada 23 April 2014.

Baker, Daniel Paul. (2013). The Effects of Implementing the Cooperative Learning Structure, Numbered Heads Together, in Chemistry Classes at A Rural, Low Performing High School. Tesis. Lousiana State University.

http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-07012013-224034/unrestricted/DanielPBakerThesis.pdf, diakses pada 6 April 2014.

Cambridge Advanced Learner's Dictionary (software). 3rdEdition.

Carr, Martha & Hillary Hettinger. (2002). "Perspectives on mathematics Strategy Development." Dalam Royer, James M. (Ed.). 2003. Mathematical Cognition. Connecticut: Information Age Publishing.

De Corte, Erik. 2007. "Learning from Instruction: the Case of Mathematics." Learning Inquiry (2007), 1:19-30. Belgia: Springer Science+Business Media. http://competentclassroom.com/pdfs/ErikDeCorte.pdf, diakses pada 23 April 2014.

Evans, Karen N. (2012). Cooperative Learning: Module 9. Florida: Virginia

Department of Education.

http://ttac-esd.gmu.edu/my_files/Cooperative_Learning_Sup_Doc.pdf, diakses pada 6 April 2014.

Feldman, Allan. (2002). "Mathematics Instruction: Cognitive, Affective, and Existential Perspectives." Dalam Royer, James M. (Ed.). 2003. Mathematical Cognition. Connecticut: Information Age Publishing.

Hasmi, A., Huber Y. Tandi, & N. Laganing. (2013). "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbere Heads Together (NHT) pada Mata Pelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas IV SDN Oloboju Kecamatan Sigi Biromaru." Elementary School of

(41)

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ESE/article/view/1313/943, diakses pada 6 Aprill 2014.

Hodson, Deker. (1996). "Laboratory Work as Scientific Method: Three Decades of Confusion and Distortion", Journal of Curriculum Studies, 28:2, 115 – 135.

Holbrook, Jack. (2013). An Education through Science Approach to Promoting 21st Century Skills. University of Tartu & ICASE. http://ses.web.ied.edu.hk/ease2013/speaker_files/An%20Education%20thr ough%20Science%20approach%20to%20promoting%2021st%20Century %20Skills.pdf, diakses pada 24 April 2014.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (softwarekbbi off-line 1.1)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014).Buku Guru: Matematika Kelas X SMA/MA-SMK/MAK. Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kukikulum.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Krismanto, Al. (2008). Pembelajaran Sudut dan Jarak dalam Ruang Dimensi Tiga. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Kurnik, Zdravko. (2008). "The Scientific Approach to Teaching Math."Teaching Methodology of Mathematics, Metodika 17 (2/2008), 421:432. http://www.hrcak.srce.hr/file/55086, diakses pada 23April 2014.

(42)

McLeod, Saul. (2014). "Developmental Psychology: Lev Vygotsky." SimplyPsychology. http://www.simplypsychology.org/vygotsky.html, diakses pada 23 April 2014.

Oktapina, Rulli Aurilia. (2014). Perbedaan Pembelajaran Fisika Berbasis Kerja Laboratorium dan Pembelajaran Konvensional Ditinjau dari Aspek Keterampilan Proses dan Keterampilan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas X SMAN 1 Seyegan. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Quinn, Frank. (2011). "A Science-of-Learning Approach to Mathematics Education." Notices of the AMS. Volume 58, Number 9. http://www.ams.org/notices/201109/rtx110901264p.pdf, diakses pada 25 April 2014.

Ratri, Dian Kartika. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Materi Sifat Bangun Ruang. Skripsi. IKIP PGRI Semarang. http://id.scribd.com/doc/224789128/3cc6365ee507e46c, diakses pada 6 April 2014.

Reynolds, Cecil R., R.B. Livingston, & Victor Willson. (2010).Measurement and Assessment in Education. Second edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Salinan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Slavin, Robert E. (1995). Cooperative Learning: Theory, research, and Practice. 2ndEdition. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Ruseffendi, dkk. (1992). “Materi Pokok Pendidikan Matematika 3”. Modul 1-9. Jakarta: DPK Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Sudjana, Nana & Ibrahim. (2001).Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Cetakan ke-2. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

(43)

________. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-3. Bandung: Alfabeta.

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press.

Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.

Sulistyaningsih, Eny. (2014). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS) dengan Pendekatan Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Sikap Tanggung Jawab Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Wates. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Tim Penyusun Universitas Negeri Yogyakarta. (2011). Pedoman Penulisan Tugas Akhir. Yogyakarta: UNY Press.

Wieman, Carl. (2007). "Why Not Try A Scientific Approach to Science Education?" Change: The Magazine of Higher Learning.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Pembelajaran Kurikulum 2013
Tabel 3 KI dan KD Materi Geometri
Tabel 4 Indikator Pencapaian Kompetensi dan Materi Pembelajaran
Tabel 4 menjelaskan tentang rincian materi yang dipelajari siswa untuk mencapai
+5

Referensi

Dokumen terkait

Commissioner board size Audit committee Concentrated ownership Culture Model 1 Tolerance VIF Collinearity Statistics. Dependent Variable: Earnings

Dalam perkembangannya, pelaku tindak pidana lalu lintas jalan ini berkewajiban memberikan santunan kepada korbannya.Santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas

Para muslimah muda yang bukan anggota kom unitas “Hi jaber Community” pun bisa mendapatkan tips dan pengalaman terkait hijab dan islam melalui tutorial hijab di Youtube

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Lelang Nomor : 07/TAP/DPU/BM-02/POKJA/2015 tanggal 16 April 2015 tentang Penetapan Pemenang Lelang Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan (Hot Mix)

Dalam perencanaan dan penyususnan Laporan Akhir yang berjudul “Implementasi IP Camera Untuk Monitoring Ruang Teori dan Lab Praktikum Berbasis Web Server di

Saran yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah: (1) Sebaiknya pihak Auto Prima Salon mengimplementasikan pemakaian seragam khusus karyawan, melakuan training baik secara

[r]

The existence of this solutions is still kept putting the death pe- nalty in criminal law, whereas the effectiveness of the death penalty is scientifically still in