NILAI-NILAI RELIGIUS
SEBAGAI SUMBER KARAKTER
Oleh:
Ajat Sudrajat ajat@uny.ac.id
AGAMA DAN NILAI-NILAI
AGAMA DAN NILAI-NILAI
MUTLAK
MUTLAK
Tujuan hidup yang paling mulia bagi umat manusia adalah selalu berbuat kebajikan
(Sayyid Sabiq).
Q.S. al-Baqarah (2):148 menyatakan: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri,
maka berlomba-lombalah dalam kebaikan…”).
Manusia memerlukan nilai-nilai mutlak (ultimate) untuk menjawab persoalan kehidupannya baik di dunia ini maupun setelah kematiannya (Milton Yinger).
Nilai-nilai mutlak tersebut meliputi hal-hal yang bersifat relasional (baik-buruk dan
benar-salah) antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia
TUHAN SUMBER NORMATIVITAS
TUHAN SUMBER NORMATIVITAS
Dalam pandangan Islam¸ Allah swt,
selain merupakan inti pengalaman keagamaan, Dia juga merupakan
sumber normativitas (sunnatullah), yakni sumber tata-nilai dan tata-aturan bagi ciptaan-Nya, sehingga tercipta
TUHAN SUMBER NORMATIVITAS
TUHAN SUMBER NORMATIVITAS
Dalam etika rasional Immanuel Kant yang
coraknya imperative untuk mencapai kebaikan bersama ternyata tetap
mensyaratkan kehadiran Tuhan.
Ada tiga postulat yang harus dipenuhi,
yaitu kehendak bebas, ganjaran moral, dan adanya Tuhan.
Tuhan ditempatkan sebagai dzat yang
TUHAN INTI PENGALAMAN
TUHAN INTI PENGALAMAN
KEAGAMAAN
KEAGAMAAN
Pengalaman keagamaan (perjumpaan
dengan Tuhan) adalah inti dan jantung hati agama. Dalam hal ini seseorang
tidak atau kurang memiliki sikap religius (bermoral) bergantung pada seberapa
jauh intensitas pengalaman numinous
ini (Rudolf Otto); menjaga dan mengawal dengan ‘niat’ yang konsisten (Islam).
Fungsi terpenting agama adalah
memberikan dasar yang mutlak bagi tatanan moral masyarakat:
AGAMA DAN MORALITAS
AGAMA DAN MORALITAS
Bagi Talcott Parsons agama menjadi
‘referensi transendetal’, yaitu
mentransendensikan pengalaman
sehari-hari (O’Dea, 1985: 7), atau dalam istilah Kingsley Davis, agama
mensucikan nilai-nilai dan norma-norma yang telah terbentuk dalam masyarakat (O’Dea, 1985: 26); mengawal perbuatan dengan ‘niat’ secara konsisten (Islam).
Pentingnya moralitas ini ditunjukan
oleh misi Nabi Muhammad s.a.w., yang tidak lain adalah mengawal moralitas manusia, yaitu membimbing manusia untuk terus melakukan pendakian sehinga mencapai derajat akhlak
AGAMA DAN MORALITAS
AGAMA DAN MORALITAS
Kesadaran akan nilai, dalam kontek
relasionalitas (Izutsu), sesunguhnya merupakan sesuatu yang bersifat
imperative (Kant) dan kemudian mendapatkan kepastian dengan adanya wahyu Allah swt (al-Faruqi).
Hadis Nabi saw yang menyatakan: “tidak
disebut beriman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri’ merupakan contoh dari legitimasi agama atas
AGAMA DAN MORALITAS
AGAMA DAN MORALITAS
Agama, yang secara harfiah berarti tidak
kacau, mengandung pengertian bahwa dalam agama terdapat seperangkat aturan (nilai dan norma) yang akan
menjadikan para penganutnya hidup dalam suasana keteraturan, ketenteraman,
kedamaian, dan keselamatan.
Pada hampir semua masyarakat, nilai-nilai keagamaan ini, menempati posisi sentral karena memberikan aturan yang paling luhur berkenaan dengan kehidupan
penganutnya (Nottingham, 1985: 45).
TAQWA DALAM AL-QUR’AN
TAQWA DALAM AL-QUR’AN
Dalam Islam, ‘ketaqwaan’ merupakan
nilai tunggal terpenting yang disebut dalam kitab suci al-Qur’an (Fazlur
Rahman).
Taqwa pada tingkatan tertinggi
menunjukkan kepribadian yang benar-benar utuh dan integral (Fazlur
Rahman); ‘inna akramakum
TAQWA DALAM ISLAM
TAQWA DALAM ISLAM
‘Taqwa’ secara terminologis:
‘menjalankan semua perintah Allah swt dan meninggalkan semua larangannya’; dalam arti generik yang berakar dari kata ‘wqy’ (waqaya), punya arti ‘menjaga
atau melindungi diri dari segala
sesuatu yang bisa berakibat buruk bagi diri sendiri’.
Dalam konteks ini, seseorang tidak akan
berbuat sesuatu yang bisa menyakiti orang lain karena akan berakibat buruk bagi dirinya.
Contoh hadis Nabi saw : “seseorang
TAQWA DALAM ISLAM
TAQWA DALAM ISLAM
Semua nilai yang terdapat dalam
al-Qur’an, yang meliputi akhlak kepada Allah, kepada Rasul, akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga, masyarakat, dan akhlak bernegara (seperti
ikhlas, tawakkal, syukr, ridha, al-shidq, al-amanah, al-fathanah, al-tabligh, shabar, istiqamah, ‘afwu,
al-syaja’ah, al-‘iffah, al-haya, birrul walidain, ikram al-ajrah, al-dhuyuf, musyawarah, ‘adl dan seterusnya) adalah dalam
rangka menuju puncak pendakian
TAQWA DALAM ISLAM
TAQWA DALAM ISLAM
Puncaknya, ‘taqwa’ harus menjadi
‘pakaian’ para individu (secara mandiri) dalam memainkan perannya sebagai
khalifatullah filardhi dengan penuh kecendikiaan.
Q.S. al-Baqarah (2): 197: “Berbekallah, dan sesungguh-nya sebaik-baik bekal adalah
taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (ulul albab)”; Q.S. al-Maidah (5): 100: “Katakanlah: “tidak
sama yang buruk dengan yang baik,
NILAI-NILAI RELIGIUS &
NILAI-NILAI RELIGIUS &
KARAKTER
KARAKTER
Di antara sekian banyak Hadis Nabi saw, mengenai akhlak al-Karimah, baik yang sifatnya umum maupun yang khusus, sekedar contoh, antara lain:
Rasulullah saw ditanya: “Perbuatan
apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke surga?”; beliau menjawab:
“Bertakwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik” (Tirmidzi).
Rasulullah saw bersabda: “Orang
Mu’min yang paling sempurna
NILAI-NILAI RELIGIUS &
NILAI-NILAI RELIGIUS &
KARAKTER
KARAKTER
Nabi saw bersabda: “Sebaik-baik orang
Mu’min adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Dawud).
Nabi saw bersabda: “Tidak disebut
beriman seseorang yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri”(HR.
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai).
Nabi saw bersabda: “Seorang Muslim
adalah apabila Muslim lainnya
NILAI-NILAI RELIGIUS &
NILAI-NILAI RELIGIUS &
KARAKTER
KARAKTER
Nabi saw bersabda: “Seorang Muslim
adalah orang yang apabila tetangganya selamat dari perbuatan tangannya dan lidahnya”( HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw bersabda: “Orang Mu’min
dengan Mu’min yang lain bagaikan satu bangunan, satu bagian dengan yang
lain saling mengokohkan; sambil
memperagakan dengan menyusupkan jari-jemarinya” (Bukhari-Muslim).
Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan
orang yang beriman yang saling
NILAI-NILAI RELIGIUS &
NILAI-NILAI RELIGIUS &
KARAKTER
KARAKTER
Nabi saw bersabda: “Siapa saja yang
beriman kepada Allah dan hari akhir,
jangan suka menyakiti tetangganya”(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan
Ibn Majah). ).
Nabi saw bersabda: “Kebaikan adalah
akhlak mulia”(HR. Muslim dan Ahmad). Wabisah mendatangi Rasulullah saw dan beliau bertanya: “Kamu ingin
menanyakan kebaikan”, lalu Rasulullah bersabda “tanyakanlah pada hatimu sendiri” (HR Ahmad dan al-Darimi).
Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kalian berlaku jujur, sebab kejujuran itu
memimpin kepada kebaikan, dan
NILAI-NILAI RELIGIUS &
NILAI-NILAI RELIGIUS &
KARAKTER
KARAKTER
Nabi saw bersabda: “Pegang teguhlah
enam perkara, niscaya akan
memberimu jaminan masuk surga, yaitu: (1) berbicara dengan jujur bila kamu
berbicara, (2) tepatilah janji bila kamu berjanji, (3) sampaikan amanat bila
kamu diamanati, (4) jagalah
kemaluanmu dari perbuatan zina, (5) pejamkan matamu dari perbuatan
maksiat, dan (6) jagalah tanganmu dari meminta-minta” (Ahmad dan Ibn
Hibban).
Nabi saw menyatakan: “Tidaklah
beriman seseorang apabila ia tidak dapat memegang amanah, dan
NILAI-NILAI RELIGIUS &
NILAI-NILAI RELIGIUS &
KARAKTER
KARAKTER
Nabi saw bersabda: “Bertutur kata
yang baik adalah sadaqah” (Bukhari-Muslim).
Rasulullah saw bersabda: “Tiada dua
orang Muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan
diampunkan dosa keduanya sebelum berpisah” (Abu Daud).
Nabi saw bersabda: “Seseorang bisa
terpe-ngaruh oleh agama dan
sahabat karibnya. Oleh sebab itu, perhatikanlah salah seorang di
MANUSIA
MANUSIA
Mmanusia adalah homo duplex, yaitu
makhluk dengan dua motif yang berbeda dan berlawanan: hasrat nafsu
hewaninya dan keharusan moralnya(Durkheim).
Q.S. al-Syams (91):7-10: “Demi jiwa serta
penyem-purnaan (ciptaan)nya; maka, Dia mengilhamkan kepadanya (jalan)
kejahatan dan ketaqwaannya; sungguh beruntung orang yang
FUNGSI AGAMA
FUNGSI AGAMA
Masih ada ‘gap’ di kalangan pemeluk
agama, karena keberagamaannya ‘tidak berbanding lurus dengan perilaku
moralnya’?.
Agama, baru ditempatkan pada fungsi
identitas dan sosialitas, dan belum sampai pada fungsi maknawi (Weber).
Masih ada ‘gap’, karena agama ‘baru
sampai pada tingkat kesalehan ritual-individual dan belum
berimplikasi pada kesalehan sosial.
Peribadatan mestinya kontinum dengan
perilaku sosialnya, misal “shalat itu akan mencegah seseorang dari
STRATEGI IMPLEMENTASI
STRATEGI IMPLEMENTASI
Strategi implementasi pendidikan
karakter meliputi empat hal, yang
disebut dengan strategi TaRHiM (Cinta-Kasih), yaitu Teaching, Reinforcing,
Habituating, dan Modeling.
Strategi implementasi al-Ghazali:
Pertama, metode pembiasaan (i’tiyad), yang meliputi mujahadah (menahan
diri) dan riyadhah (melatih diri). Kedua, metode pertemanan atau pergaulan.
Karena kecenderungan nafsu amarah
yang kuat maka diperlukan kombinasi tiga unsur, yaitu ilmu, amal, dan sabar
STRATEGI IMPLEMENTASI
STRATEGI IMPLEMENTASI
Strategi implementasi Ibn
Miskawaih: kehidupan utama pada anak-anak memerlukan dua syarat: syarat kejiwaan dan syarat sosial.
Syarat kejiwaan, dengan
menumbuhkan watak cinta kepada kebaikan, yang dapat dilakukan dengan melatih dan membiasakan diri pada kebaikan.
Syarat sosial, dengan cara memilihkan