• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian SEKOLAH DASAR NEGERI KURIPAN PROPOSAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penelitian SEKOLAH DASAR NEGERI KURIPAN PROPOSAL"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR SERI TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA

KELAS V SD NEGERI KURIPAN.

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana komunikasi paling utama bagi manusia. Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan segala isi pikiran, perasaan, gagasan, ide dan pesan, baik bentuk tertulis maupun lisan. Dalam peranannya sebagai sarana komunikasi, maka bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Oleh sebab itu bahasa sangatlah menarik untuk dipelajari. Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan aspek penting yang menjadi sasaran pembelajaran, baik di tingkat SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi. Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan di semua jenjang pendidikan formal. Dengan demikian diperlukan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia yang memadai dan efektif sebagai alat berkomunikasi, berinteraksi sosial, media pengembangan ilmu dan alat pemersatu bangsa. Sekolah dapat secara efektif menjabarkan standar kompetensi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.

Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa bahwa belajar bahasa adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk membina kemampuan siswa yaitu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulis (Depdiknas, 2003: 5). Pembelajaran bahasa Indonesia memberikan pengalaman pembelajaran dalam berkomunikasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung pada siswa. Mengajarkan siswa berbahasa dapat dengan cara produktif yaitu dengan menyampaikan gagasan (berbicara dan menulis), dan secara reseptif yaitu dengan menerima informasi (mendengarkan dan membaca).

(2)

ketrampilan membaca, dan (4) ketrampilan menulis”. Empat aspek ini merupakan keterampilan yang berjenjang. Artinya keterampilan yang pertama merupakan dasar bagi keterampilan berikutnya sehingga keterampilan mendengarkan merupakan ketrampilan dasar yang harus dikuasai siswa sebelum menguasai ketrampilan berikutnya.

Menurut Burhan (dalam Ariyani, 2009: 6) menyatakan “Mendengarkan adalah suatu proses menangkap, memahami dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan orang lain kepadanya”. Kegiatan mendengarkan bertujuan untuk memperoleh informasi, meningkatkan keefektifan berkomunikasi, mengumpulkan data dan memberikan respon yang tepat. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar standar kompetensi kajian bahan ajar bahasa Indonesia aspek mendengarkan meliputi: mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat, kritikan, dan perasaan orang lain dalam berbahasa bentuk wacana lisan serta berapresiasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra.

(3)

Berdasarkan hasil observasi di sekolah dengan beberapa guru kelas V, khususnya guru SD Negeri Kuripan Watumalang Wonosobo, diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran guru telah berusaha dengan baik untuk melakukan pengajaran kepada siswa, namun masih terdapat kekurangan yang berarti yaitu pada aktifitas pembelajaran yang terjadi. Guru terbiasa menggunakan pembelajaran konvensional atau umum sehingga proses pembelajaran kurang maksimal dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Salah satu pemicu timbulnya pembelajaran konvensional adalah banyaknya materi pelajaran bahasa Indonesia yang harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu sehingga, pembelajaran sering menggunakan metode ceramah untuk menyelesaikan materi pembelajaran. Disisi lain perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) juga mempengaruhi pengajaran guru yang masih konvensional. Perkembangan IPTEK mempunyai pengaruh dibidang pendidikan seperti yang diungkapkan Tirtarahardja (2005: 47) bahwa “perkembangan IPTEK memunculkan pendekatan-pendekatan baru dan perubahan orientasi dalam proses belajar mengajar, konsep pengembangan tingkah laku, perubahan peran guru dan siswa, munculnya berbagai tenaga kependidikan nonguru, pendayagunaan sumber belajar yang semakin bervariasi, dan lain-lain”. Perkembangan IPTEK terdahulu sangat terbatas tidak secanggih perkembangan di zaman sekarang sehingga menimbulkan kesenjangan dalam proses belajar mengajar.

(4)

dalam mendengarkan cerita pendek yang dibacakan oleh guru, sehingga siswa jadi sulit memahami cerita. Padahal dalam mendengarkan cerita diperlukan kosentrasi yang tinggi agar siswa mudah dalam memahami isi cerita. Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Kasmono selaku wali kelas V yang berimbas pada banyaknya siswa yang belum memenuhi KKM dalam pembelajaran mendengarkan cerita pendek anak.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan menggunakan media pembelajaran. Media adalah alat bantu apa saja yang dapat digunakan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Dengan menggunakan media akan lebih menarik minat serta meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Media yang dapat digunakan salah satunya adalah media visual. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai),

Slides (film bingkai), foto, gambar atau lukisan dan cetakan (Djamarah, 2006:

124).

Media visual yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah gambar seri. Media ini dirasa sesuai untuk digunakan dalam materi pembelajaran mendegarkan cerita. Dimana dalam media ini menggambarkan ilustrasi dalam cerita setiap adegan secara berseri atau berurutan yang disajikan secara menarik dengan penggunaan warna serta tampilan tokoh yang lucu. Sehingga dengan menggunakan gambar seri siswa akan lebih tertarik dalam mendengarkan cerita yang dibacakan oleh guru. Dengan demikian siswa akan mampu memusatkan perhatian pada cerita yang dibacakan oleh guru dalam pembelajaran.

Memperhatikan akar permasalahan uraian diatas, Quantum Teaching

tampaknya dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam masalah tersebut. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang telah dilaksanakan oleh Leli halimah dan Nelly Maghfiroh yang meneliti tentang penggunakan model Quantum Teaching

hasilnya ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sehingga penulis memilih model Quantum Teaching ini sebagai salah satu alternatif dalam penyelesaian permasalahan di atas. Deporter (2007: 5) mengemukakan “Quantum

Teaching adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan

(5)

efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah sisiwa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Menurut penulis Quantum Teaching ini dirasa dapat diterapkan pada pelajaran mendengarkan Cerita Pendek Anak karena dalam

Quantum Teaching guru dituntut untuk memanfaatkan segala interaksi yang ada

didalam moment belajar, mulai dari penataan ruangan, pengemasan materi secara menarik, penggunaan media yang sesuai, penggunaan musik sebagai latar, dan merayakan keberhasilan siswa. Dengan demikian akan tercipta sebuah pembelajaran yang mengesankan sehingga hasil belajar siswa akan meningkat.

Berdasarkan persoalan yang ada maka akan dilakukan penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran dan media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa dengan judul skripsi Pengaruh Model Quantum Teaching Menggunakan Media Gambar Seri Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Kuripan.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian diatas permasalahan yang mucul diatas dapat di identifikasi sebagai berikut:

1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang menjadi kesenjangan dalam proses belajar mengajar.

2. Penggunaan model serta media pembelajaran untuk meningkatkan semangat siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Hasil belajar bahasa indonesia khususnya materi mendengarkan cerita pendek anak masih banyak yang dibawah KKM.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang hendak dikaji dibatasi pada pengaruh model

Quantum Teaching menggunakan media gambar seri terhadap hasil belajar bahasa

Indonesia pada kelas V SD Negeri Kuripan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka permasalahan yang ingin diteliti adalah pengaruh model Quantum Teaching menggunakan media gambar seri terhadap hasil belajar bahasa Indonesia pada kelas V SD Negeri Kuripan?

(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Quantum

Teaching menggunakan media gambar seri terhadap hasil belajar bahasa Indonesia

pada materi Cerita Pendek Anak kelas V SD Negeri Kuripan.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, siswa dan peneliti selanjutnya.

1. Guru

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru dan calon guru untuk memperhatikan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini memiliki manfaat: (a) meningkatkan kemampuan guru dalam menyajikan materi yang lebih kreatif untuk menarik minat belajar siswa, (b) meningkatkan kemampuan guru dalam memilih berbagai media dan model pembelajaran yang sesuai.

2. Siswa

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan menambah pengalaman kepada siswa sehingga memiliki manfaat, yaitu: (a) Meningkatkan kemampuan mendengarkan siswa sehingga lebih mudah memahami materi yang di ajarkan, (b) Meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi Sekolah

Selain bagi guru dan bagi siswa, penelitian ini juga memiliki manfaat bagi sekolah, diantaranya: (a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai strategi pembelajaran yang baru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, (b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang diteliti.

G. Landasan Teori

(7)

a. Belajar

Setiap hari kita melakukan aktifitas belajar baik secara sadar maupun tak sadar. Slameto (2010: 2) mengatakan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.

Sedangkan menurut Suprijono (2009: 3) mengatakan “belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan”. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya.

Dari pendapat-pendapat para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses transfer ilmu pengetahuan dimana seseorang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, selain itu dalam belajar juga terjadi perubahan tingkah laku. Belajar tidak hanya terjadi dalam proses belajar mengajar di sekolah tetapi belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.

b. Pembelajaran

Menurut UU Sisdiknas Pasal 1 No 20 menyatakan “ pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa dalam pembelajaran terjadi suatu interaksi dalam suatu lingkungan belajar misalnya di sekolah. Dalam proses pembelajaran disekolah terjadi transfer ilmu pengetahuan dari pendidik atau guru kepada peserta didik.

(8)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Menurut Slameto (2010: 54) “faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu”.

1) Faktor intern

Seperti yang dukemukakan Slameto diatas, faktor intern merupakan faktor yang ada di dalam individu siswa yang sedang belajar yang meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Sedangkan Sugandi (2004: 11) mengatakan bahwa “kondisi internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan”.

(9)

karena kondisi internal ini berasal dari dalam diri siswa. Faktor-faktor internal ini dapat terbentuk sebagai akibat dari pertumbuhan, pengalaman belajar dan perkembangan.

2) Faktor ekstern

Faktor-faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Seorang anak pertama kali belajar adalah dalam lingkungan keluarga. Sehingga cara orang tua mendidik anaknya sangat berpengaruh dalam belajar. Perhatian orang tua akan pendidikan anak dapat mempengaruhi belajar siswa karena perhatian orang tua berhubungan dengan kepentingan – kepentingan dan kebutuhan – kebutuhan belajar. Selain itu faktor yang mempengaruhi belajar seorang anak yang berasal dari dalam keluarga antara lain relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

Selain dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh dalam belajar. Menurut Slameto (2010: 64) menyatakan “faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah”.

Selain lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Hal-hal yang mempengaruhi belajar siswa antara lain kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

d. Hasil belajar

(10)

Selain itu, Anni (2004: 4) menyatakan “hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktifitas belajar”. Perolehan-perolehan aspek tingkah laku itu tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Oleh karena itu apa bila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan tingkah laku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan tingkah laku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melakukan aktifitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (subsubmatif), dan nilai ulangan semester(submatif).

Dalam penelitian ini hasil belajar diketahui dari nilai Post-test bahasa Indonesia materi Cerita Pendek Anak yang dilakukan pada akhir pembelajaran.

2. Kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia kelas V sekolah dasar Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan tertentu (Mulyasa, 2007: 46). Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan khasanah, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memunngkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional sesuai dengan aturan Departemen Pendidikan Nasional yang telah menetapkan kerangka dasar Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD).

(11)

bahasa dan sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Standar kompetensi ini dimaksudkan agar siswa siap mengakses situasi dan perkembangan multiglobal dan lokal yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan. Kurikulum ini diarahkan agar siswa terbuka terhadap beraneka ragam informasi yang hadir di sekitarnya. Disamping itu, diharapkan mereka dapat menyaring hal-hal yang berguna, belajar menjadi diri sendiri, dan menyadari akan eksistensi budayanya sehingga tidak tercabut dari lingkungannya.

Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan (1) peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri, (2) guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar, (3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya, (4) orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah, (5) sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia, (6) daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional (Depdiknas, 2006: 120)

Ruang lingkup pengajaran bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis (Depdiknas, 2003: 8). Pada KTSP tujuan mata pelajaran bahasa indonesia disajikan agar peserta didik memiliki keterampilan berbahasan, peguasaan pengetahuan, dan penggunaan kemampuan imajinatif.

(12)

menyerap gagaasan, pendapat, pengalaman, pesan dan perasaan yang dilisankan atau dituliskan.

Bahan ajar penguasaan diambil dari bahan berbicara dan menulis yang meliputi pengembangan kemampuan pengungkapan gagasan, pendapat, pengalaman, pesan dan perasaan.

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD atau MI kelas V terdapat standar kompetensi yaitu memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan. Adapun kompetensi dasar yang termuat adalah mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema, latar, amanat) (Depdiknas, 2006: 130). Berdasarkan uraian diatas diharapkan siswa mampu memahami cerita pendek anak yan dibacakan secara lisan dan mengidentifikasi unsur-unsur cerita.

3. Pembelajaran mendengarkan a. Pengertian mendengarkan

Setiap hari baik secara sadar maupun tanpa kita sadari kita melakukan kegiatan mendengarkan. Kita bisa mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, mendengarkan suara-suara, lagu dan sebagainya. Mendengarkan ini juga sering disebut dengan kegiatan menyimak. Menurut Burhan (dalam Ariyani, 2009: 6) “mendengarkan adalah suatu proses menangkap, memahami dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya”. Sehingga pada saat mendengarkan kita akan mencoba memahami dan menerjemahkan apa yang dikatakan orang lain kepada kita.

Dalam proses tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan yaitu sebagai berikut: (1) tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya, (2) tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan orang lain kepadanya, (3) tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan orang lain kepadanya.

(13)

harus dipahami, lalu diterjemahkan dengan kata-kata sendiri dengan tujuan agar mudah diingat. Oleh karena itu tahap berikutnya adalah mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan orang lain kepadanya.

b. Tujuan mendengarkan

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkomunikasi lisan dengan orang lain untuk berbagai tujuan. Dalam komunikasi tersebut kita akan menyampaikan dan menerima informasi. Proses penyampaian informasi secara lisan disebut berbicara. Sedangkan proses menerima informasi disebut mendengarkan. Tujuan orang melakukan mendengarkan bermacam-macam, Tarigan (dalam Ariyani, 2009: 6) menjelaskan ”tujuan mendengarkan adalah untuk: (1) memperoleh informasi yang ada hubunganya dengan profesi, (2) meningkatkan keefektifan berkomunikasi, (3) Mengumpulkan data untuk membuat keputusan, (4) Memberikan respon yang tepat”.

Dengan demikian tujuan orang mendengarkan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhanya masing-masing. Namun pada umumya orang mendengarkan adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Setelah proses mendengarkan kita akan mencoba memahami dengan sebaik-baiknya kemudian memberikan tanggapan atau respon yang tepat. Selain untuk berkomunikasi, mendengarkan juga bertujuan untuk mengumpulkan data untuk membuat suatu keputusan.

Tujuan mendengarkan menurut Standar Isi, dalam permen No.22 tahun 2006 tentang standar isi terdapat tujuan mendengarkan bagi siswa sekolah dasar. Tujuan tersebut terimplisit dalam standar kompetensi. Untuk mengetahui tujuan mendengarkan bagi siswa sekolah dasar, berikut ini peneliti kutipkan standar kompetensi diatas:

(1) mendengarkan penjelasan tentang petunjuk denah, (2) mendengarkan pengumuman dan pembacaan pantun, (3) memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan, (4) Memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampikan secara lisan, (5) memahami teks dan cerita anak yang dibacakan, (6) mamahami wacana lisan tentang berita dan drama pendek.

(14)

(1) penjelasan tentang petunjuk denah, (2) pengumuman, (3) pantun, (4) penjelasan narasumber, (5) cerita rakyat, (6) cerita tentang suatu peristiwa, (8) cerita pendek anak, (9) wacana lisan, (10) berita, (11) drama pendek

c. Jenis-jenis mendengarkan

Menurut Tarigan (dalam Ariyani, 2009: 8) membagi jenis mendengarkan atas dasar proses mendengar diperoleh dari dua jenis, yaitu: (1) Mendengarkan ekstensif adalah proses mendengarkan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: mendengarkan siaran radio, televisi, percakapan orang dipasar, pengumuman, dan sebagainya. (2) Mendengarkan intensifadalah proses mendengarkan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan kosentrasi yang tinggi untuk menangkap, memahami dan m engingat informasinya. Kamidjan dan Suyono (dalam Ariyani, 2009: 9) menjelaskan “Mendengarkan intensif adalah mendengarkan pemahaman yaitu proses mendengarkan dengan tujuan memahai makna pembicaraan dengan baik. Berbeda dengan mendengarkan ekstensif yang lebih menekankan pada hiburan, kontak sosial, dan sebagainya”.

d. Tahapan mendengarkan

Dalam proses mendengarkan melalui beberapa tahapan-tahapan tertentu. Menurut Tarigan (dalam Ariyani, 2009: 9) menjelaskan “tahapan-tahapan mendengarkan yaitu tahap mendengarkan, memahami, menginterpretasi, dan tahap mengevaluasi”.

Tahap mendengarkan merupakan tahap pembicaraan. Dimana dalam tahap ini kita baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaranya. Jadi pada tahap ini kita hanya mendengarkan saja. Tahap memahami adalah tahap memahami isi pembicaraan. Setelah kita mendengar maka ada keinginan bagi kita untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh sang pembicara. Tahap menginterpretasi adalah tahap menafsirkan isi yang tersirat dalam pembicaraan. Pada tahap ini, selain mendengarkan juga dituntut untuk memahami mengenai apa yang disimak. Jadi bukan hanya sekedar menyimak, tetapi sudah ada peningkatan dalam pemahaman. Tahap mengevaluasi adalah tahap menerima pesan, ide, dan pendapat yang disampaikan oleh pembicara yang selanjutnya menanggapinya.

(15)

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi dalam proses mendengarkan. Mulai dari faktor yang berasal dari dalam diri orang yang mendengarkan maupun faktor diluar diri orang yang melakukan proses mendengarkan. Faktor-faktor ini yang nantinya akan mempengaruhi keberhasilan dari kegiatan mendengarkan. Tarigan (dalam Ariyani, 2009: 9) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan mendengarkan yaitu faktor fisik, psikologis, pengalaman, sikap, motivasi, jenis kelamin, dan yang lainya.

Telinga yang kurang sehat akan mempengaruhi pendengaran. Begitu pula apabila kita berprasangka buruk atau kurangnya simpati terhadap pembicara, egois terhadap masalah pribadi, berpandangan sempit terhadap isi pembicaraan, kebosanan atau kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap pokok pembicaraan,dan sikap tidak senang terhadap pembicara akan mempengaruhi proses mendengarkan.

Seseorang yang memiliki pengalaman luas terhadap isi pembicaraan dan ditambah dengan penguasaan kosa kata yang lebih akan dapat melakukan proses mendengarkan dengan baik. Sikap menerima atau sikap menolak akan mempengaruhi proses mendengarkan. Orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan baginya, tetapi ia akan bersikap menolak pada hal-hal yang besifat tidak menarik dan tidak menguntungkan baginya. Kedua hal ini memberikan dampak pada pendengar yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Apabila seseorang memiliki motivasi yang kuat untuk mengerjakan sesuatu, maka dapat diharapkan hasilnya sangat memuaskan. Begitu pula halnya dalam mendengarkan. Dalam proses mendengarkan kita melibatkan sistem penilaian diri. Bila kita menilai isi pembicaraan itu berharga bagi kita, maka kita akan bersemangat mendengarkanya.

(16)

dipengaruhi, mengalah dan tidak emosi. Oleh karena itu jenis kelamin mempengaruhi proses mendengarkan.

4. Cerita pendek anak a. Pengertian cerita pendek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 210) “cerita adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang, kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang rekaan belaka)”. Cerita adalah susunan dari beberapa kalimat yang mengkisahkan atau menjelaskan sesuatu. Dalam cerita terjadi rangkaian kejadian yang dialami seseorang. Cerita ini bisa berupa cerita yang sungguh-sungguh terjadi atau cerita nyata maupun hanya rekaan belaka. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia cerita termasuk dalam karangan fiksi yang salah satunya berupa cerpen atau cerita pendek.

Menurut Edgar Allan Poe (dalam Nugiyantoro, 2010: 10) menyatakan “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam satu kali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan oleh sebuah novel”. Untuk membaca sebuah cerpen hanya diperlukan waktu yang sebentar, karena cerpen berbeda dengan novel. Panjang cerpen hanya sekitar 5000 kata dengan inti konflik dalam cerita yang tidak berlarut-larut. Hal ini didukung oleh pendapat Tarigan (1985: 176) yang mengatakan bahwa “cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh di penuhi dengan hal-hal yang tidak perlu”. Sehingga dalam cerita pendek hanya berisi sebuah konflik yang tidak berlarut-larut dan tidak mengandung unsur-unsur yang tidak perlu.

(17)

b. Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur itulah yang membangun karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur secara faktual dijumpai jika orang membaca karya sastra (Nugiyantoro, 2010: 23). Cerita fiksi seperti karya sastra memilki struktur atau unsur-unsur yang membangun. Struktur fiksi juga disebut segi-segi intrinsik yaitu pembangun unsur fiksi dari dalam. Kepaduan antar berbagai unsur inilah yang kemudian membuat karya sastra terwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca unsur-unsur inilah yang akan dijumpai jika membaca sebuah cerpen. Hal ini di perkuat oleh Harjito (2007: 36) yang menyatakan bahwa “unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur karya sastra”.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang menyusun suatu karya sastra secara faktual yang mewujudkan struktur itu sendiri. Unsur cerita yang akan dipelajari adalah tema, tokoh dan penokohan, latar atau setting (situasi, tempat, dan waktu), alur dan amanat dalam sebuah cerita.

1) Tema, menurut Suyatno, dkk (2008: 146) mengatakan bahwa “tema merupakan dasar atau inti cerita”. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung didalam teks sebagai struktur sistematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai cerita itu. untuk menemukan sebuah tema dalam cerita pendek sebaiknya kita menentukan dan memahami konflik utama yang dihadapi oleh tokoh.

(18)

3) Latar atau setting, Latar atau setting adalah segala keterangan mengenai, tempat, waktu, dan suasana dalam cerita. Nurgiyantoro (2010: 227) membagi latar menjadi tiga unsur pokok yaitu: (1) Latar tempat menyarankan pada lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (2) Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (3) Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

4) Amanat, amanat adalah pesan atau ujaran moral yang ingin disampaikan pengarang berupa kata-kata mutiara, firman Tuhan sebagai petunjuk untuk memberikan nasihat yang disampaikan secara implisit maupun eksplisit, karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu pemikiran atau penafsitran serta pemikiran dalam kehidupan. Permasalahan yang terkandung didalam tema atau topik cerita ada kalanya diceritakan secara positif (happy ending) ada kalanya secara negatif. Tidak sedikit cerita rekaan yang menggantung tanpa penyelesaian, cerita berakhir tanpa pemecahan masalah.

5. Model pembelajaran Quantum Teaching a. Model pembelajaran

(19)

Semakin berkembangnya pendidikan semakin banyak pula model pembelajaran yang digunakan. Mulai dari model pembelaran langsung, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah sampai yang terbaru adalah model Quantum Teaching yang berbasis ramah otak. Dalam menilai penelitian kita perlu memperhatikan pengaruh pendidikan dari setiap model pengajaran. Khususnya pengaruh yang sesuai dengan perancangan model tersebut pertama kali. Jadi kedudukan model dalam penelitian ini adalh sebagai variabel yang mempengaruhi hasil belajar. diharapkan dengan penggunaan model dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Pengertian Quantum Teaching

Menurut Deporter (2007: 5), “Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Teaching dengan demikian adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan diluar moment belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa”. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.

Dengan Quantum Teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan pemikiran rasional dengan pertimbangan yang deduktif dan analitis. Sedangkan otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinil, daya cipta dan bakat artistik.

c. Asas utama Quantum Teaching

(20)

mencoba memasuki dunia yang dialami oleh peserta didik. Cara yang dilakukan seorang pendidik meliputi: untuk apa mengajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka kedalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. “Dunia kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari kedalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.

d. Prinsip-prinsip Quantum Teaching

Dalam penerapan sebuah model pengajaran hendaknya mengacu pada prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai landasan. Dalam Quantum Teaching juga memiliki prinsip-prinsip seperti yang dikemukakan Deporter (2007: 7) sebagai berikut: (1) segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (5) pengalaman sebelum pemberian nama, (6) akui setiap usaha, (7) jika layak dipelajari, maka layak juga dirayakan.

Dengan demikian, segalanya berbicara seperti yang ada dari lingkungan kelas dan bahasa tubuh, serta rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. Sedangkan segalanya bertujuan dapat digambarkan melalui segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk yang mereka pelajari.

(21)

balik mengenai kemajuaan dan akan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar .

e. Model Quantum Teaching

Salah satu cara untuk menciptakan membelajaran yang menyenangkan adalah menerapkan Quantum Teaching di lingkungan kelas. Seperti yang telah dijabarkan diatas, Quantum Teaching mengandung unsur-unsur belajar efektif yang memanfaatkan segala interaksi yang ada di dalam ruang belajar untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bermakana. Deporter (2007: 8) mengungkapkan “Quantum Teaching mempunyai dua bagian penting yaitu dalam seksi konteks dan dalam seksi isi”. Dalam seksi konteks, akan menemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk mengubah: suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan dalam seksi isi, akan menemukan keterampailan penyampaian untuk kurikulum apapun, disamping strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari: penyanjian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.

f. Sintaks pembelajaran Quantum Teaching

Sintaks pembelajaran Quantum Teachingadalah tumbuhkan, alami, namai, demostrasikan, ulangi dan rayakan (TANDUR).

Deporter (2007: 10) menjelaskan maksud dari TANDUR sebagai berikut: (1) Tumbuhkan: Menumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah manfaatnya bagiku (pelajar)” dan memanfaatkan kehidupan pelajar. (2) Alami: Menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua pelajar.(3) Namai: Menamai kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar dengan menyediakan kata kunci, konser, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”.(4) Demonstrasikan: Menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan (mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu. (5) Ulangi: Menunjuk beberapa pelajar untuk mengulangi materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. (6) Rayakan: Merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh pelajar sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

(22)

untuk mengalami pembelajaran, misalnya dalam pembelajaran cerita biarkan peserta didik memerankan tokoh-tokoh cerita tersebut. Kemudian peserta didik memberi nama tentang konsep pembelajaran yang baru saja dialaminya. Guru juga harus menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan untuk menunjukan bahwa mereka tahu. Kemudian siswa diminta untuk mengulangi pembelajaran yang telah mereka lakukan dan merayakan keberhasilan belajar.

6. Media gambar seri a. Pengertian media

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Medòë adalah perantara / pengatar pesan dari pengirim kepenerima pesan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 726) “media pendidikan adalah alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengajaran atau pembelajaran”. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Briggs (dalam Sadiman,dkk., 2011: 6) menyatakan bahwa “media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. contohnya lewat buku, film, kaset, dan film bingkai”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyatukan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

b. Gambar seri

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 329) menyatakan “gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan dan sebagainya) yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya diatas kertas dan sebagainya”. Sedangkan gambar seri (2005: 1049) “adalah gambar cerita yang berturut-turut”. Jadi gambar seri adalah media visual dua dimensi yang terdiri atas beberapa gambar yang saling berhubungan satu dengan yang lainya yang digunakan dalam interaksi belajar mengajar.

(23)

berfikir. Gambar seri dapat memberikan penjelasan lebih kongkret dari pada hanya menggunakan kata-kata. Melalui gambar seri guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata.

c. Kelebihan media gambar seri.

Diantara media pendidikan, gambar adalah media yang paling umum digunakan. Gambar ini banyak kelebihan seperti yang dikemukakan Sadiman, dkk (2011: 29) diantaranya:

(1) Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. (2) Gambarnya dapat membatasi batas ruang waktu. Tidak semua benda, objek atau pariwisata dapat dibawa ke kelas, dan tidak semua anak-anak dibawa ke objek/pariwisata tersebut. (3) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. (4) Media gambar dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman. (5) Harganya murah dan digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.

d. Kekurangan media gambar seri

Selain memiliki kelebihan media gambar ini juga memiliki kekurangan seperti yang dikemukakan Sadiman, dkk (2011: 31) yaitu: (1) gambar hanya menekankan persepsi indra mata. (2) gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. (3) ukurannya sangat terbatas untuk kompleks besar.

7. Karakteristik siswa kelas V SD N Kuripan

(24)

kondusif berpangkal dari kurangnya pemahaman guru terhadap karakteristik siswa. Kemudian sebagai langkah awal seorang guru hendaknya mengetahui karakter dari masing-masing siswanya.

Masa usia sekolah dasar sebagai masa anak-anak akhir berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun. Menurut Peaget dalam Slavin (2011: 45) menjelaskan “perkembangan kognisi anak-anak ada 4 tahap yaitu: (a) tahap sensiomotor (0-2 tahun), (b) tahap praoperasional (2-7 tahun), (c) tahap operasional kongkret (7-11 tahun), (d) tahap operasional formal (11-14 tahun). untuk anak kelas V sekolah dasar termasuk dalamusia 7-11 tahun, tahap ini merupakan permulaan berfikir rasional atau berfikir atas dasar pengalaman kongkret atau nyata. Anak dalam tahap operasional kongkret masih sangat membutuhkan benda-benda kongkret untuk menolong pengembangan kemampuan berfikir dan mengembangkan kecerdasan otaknya.

8. Peran guru kelas V SD N Kuripan

Dalam dunia pendidikan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah guru. Guru sering disebut juga dengan pendidik atau pengajar. Karena pada hakikatnya tugas seorang guru adalah mendidik dan mengajar. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada siswa. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa. Djamarah (2005: 31) mengungkapkan “ dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga formal, tetapi bisa juga di masjid, di musola, dirumah dan sebagainya”. Dengan demikian guru merupakan sosok yang penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru memegang peran sentral dalam pelaksanaan pembelajaran terutama di lingkungan sekolah.

(25)

perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi falsafah dan bahkan agama.

Guru kelas V di SD N Kuripan , kebanyakan sudah mencerminkan kepribadian menjadi seorang guru. Dalam proses pembelajaran guru kelas V senantiasa membimbing dan mengajar siswa dengan penuh perhatian. Meski masih ada beberapa kendala yang timbul, tetapi hal itu masih dapat diatasi. Guru kelas V telah mencerminkan teladan seorang guru yang baik dan dapat menjadi panutan bagi siswa-siswanya.

9. Teori atau hasil Penelitian yang terkait sebelumnya

Hasil penelitian yang berkaitan dengan materi ini adalah penelitian oleh Leli Halimah dkk yang diterbitkan dalam jurnal yang berjudul ”Menumbuhkembangkan Kecerdasan Majemuk Siswa SD Melalui Penerapan Metodologi Quantum Teaching dalam Pembelajaran Tematik”. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Research and Development yang didalamnya menempuh 10 siklus. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa keberhasilan model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario Quantum Teaching dalam mengembangkan kecerdasan majemuk peserta didik, tidak hanya ditunjukan melalui perbandingan internal antara asesmen awal dan asesmen akhir, tetapi juga diyakinkan melalui perbandingan secara eksternal. Dari hasil temuan dan analisis temuan dengan menggunakan statistik uji t yang kemudian dilanjutkan analisis dengan menggunakan statistik Anova satu jalur, terdapat perbedaan yang signifikan memperlihatkan keunggulan model pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen. Dengan demikian skenario pembelajaran Quantum Teaching

dapat diterapkan di Sekolah Dasar dan dapat menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk yang akan berimbas pada meningkatnya hasil belajar siswa di sekolah.

(26)

pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Dalam pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan untuk analisanya, penulis menggunakan aanalisis deskriptif kualitatif. Untuk uji keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara maka penerapan Quantum Teaching, mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan terdapat peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 6,55 pada siklus I ini meningkat menjadi 7,93 atau sekitar 4%. Sedangkan pada siklus II peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre test sebesar 6,55 pada siklus II ini meningkat menjadi 8,66 atau sekitar 35%. Hal ini 18 menunjukkann bahwa 90% siswa berhasil meningkatkan prestasi belajar PKN dengan hasil belajar yang baik, walaupun selama penerapan masih mengalami beberapa hambatan, akan tetapi hal ini bukan berarti menafikan keberhasilan penerapan Quantum Teaching

dalam pelajaran PKN pada siswa kelas IV di SDN Talang III Sumenep karena dalam penerapan Quantum Teaching telah menunjukkan hasilnya yaitu kegairahan dan kesenangan siswa dalam belajar, suasana yang terlihat dinamis dan siswa menjadi aktif.

H. Kerangka Berfikir

Salah satu usaha guru untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam pembelajaran adalah menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai materinya sehingga menunjang terciptanya kegiatan pembelajaran yang kondusif dan menarik bagi peserta didik model pembelajaran yang dimaksud adalah model

Quantum Teaching.

(27)

Model Quantum Teaching digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi Cerita Pendek Anak dengan tujuan agar mampu mengatasi masalah-masalah belajar siswa dalam Bahasa Indonesia sehingga hasil belajar dapat meningkat.Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Gambar. 1 Bagan Kerangka Berpikir

I. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada pengaruh model Quantum Teaching dengan media gambar seri

terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Kuripan Tahun Ajaran 2012/2013.

Ha : Ada pengaruh model Quantum Teaching dengan media gambar seri terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Kuripan Tahun Ajaran 2012/2013.

Permasalahan siswa dalam belajar

Materi Cerita Pendek Anak

Hasil Belajar

Tumbuhkan minat belajar, Biarkan siswa mengalami, Namai materi, Demonstrasi, Ulangi dan Rayakan

(28)

J. Metodologi Penelitian 1. Metode penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2010: 13) mengatakan “penelitian kuantitatif ini banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya”.pendekatan kuantitatif ini bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variabel-variabel pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada suatu atau lebih faktor lain.

Selanjutnya, penelitian akan dilakukan menggunakan metode eksperimen. Arikunto (2010: 9) mengatakan “eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu”. Metode ini bersifat Validation

atau menguji, yaitu menguji dengan membandingkan satu atau lebih variabel terhadap variabel lain.

2. Tempat dan waktu penelitian a. Tempat

Tempat penelitian adalah tempat yang akan digunakan sebagai penelitian. Penetapan lokasi penelitian ini sangat penting dalam mempertanggung jawabkan data yang diperoleh dan kualitas hasil penelitian. Dengan demikian maka lokasi atau tempat penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu. Penelitian ini akan dilaksakan di SD Negeri Kuripan yang berada di Desa Kuripan, Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo.

b. Waktu penelitian

Waktu penelitian adalah waktu yang ditentukan dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V pada semester II Tahun Pelajaran 2012/20013. Pada bulan april 2013.

3. Populasi, sampel dan sampling a. Populasi

(29)

populasi merupakan dasar dalam penentuan objek penelitian yang nantinya akan digeneralisasikan terhadap hasil penelitian. Selain itu menurut Sugiyono (2007: 117) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya”.

Obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik merupakan populasi yang tidak hanya orang saja yang diteliti, tapi juga benda-benda lainya yang memiliki kualitas untuk dijadikan bahan penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 01 Kuripan semester II. Jumlah keseluruhan populasi adalah 34 siswa dengan siswa laki-laki sebanyak 14 siswa dan siswa perempuan sebanyak 20 siswa. Siswa kelas V berada pada

kisaran umur antara 10  11 tahun yang termasuk dalam tahap operasional

kongkret. Selain itu Siswa di SD Negeri Kuripan ini juga memiliki kemampuan akademik yang hampir sama, hal ini dapat dilihat dari KKM. Siswa kelas V ini juga belum pernah mendapatkan materi tentang cerita pendek anak, sehingga pengetahuan siswa juga tentang materi tersebut relatif sama.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010: 174) . Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah siswa kelas V dengan wali kelas bapak Kasmono. Jumlah dari sampel yang diambila adalah 34 siswa.

c. Teknik sampling

(30)

Dalam menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen peneliti membagi kelas secara random atau acak dengan cara diundi. Peneliti membuat undian dari kertas yang bertuliskan huruf K sebanyak 17 buah, dan yang bertuliskan huruf E sebanyak 17 buah. Setiap siswa diminta mengambil satu buah undian. Bagi siswa yang mendapat undian yang bertuliskan huruf K maka ia akan masuk ke kelas kontrol sedangkan siswa yang mendapat undian bertuliskan huruf E maka ia akan masuk ke kelas eksperimen.

4. Definisi operasional variabel

Menurut Sugiyono (2007: 61) “variabel penelitian adalah suatu atribut atau nilai sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Variabel ini dapat dioperasionalkan sehingga dapat diukur dengan indikator-indikator sesuai dengan karakteristik dari variabel itu sendiri. Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka variabel dapat dibedakan menjadi:

a. Variabel Independen

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model Quantum Teaching dan media gambar seri.

(31)

Sedangkan media gambar seri ini juga dapat diukur dengan menggunakan teknik nontes berupa obervasi. Dalam penilaian menggunakan teknik observasi menggunakan lembar observasi dengan indikator penilaian sebagai berikut: (a) media dapat menarik perhatian siswa, (b) media dapat memperjelas materi yang diajarkan dan dapat dilihat oleh semua siswa, (c) media dapat digunakan bersama siswa.

b. Variabel Dependen

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah hasil belajar pada pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V sekolah dasar yang dapat diukur dengan menggunakan tes dengan indikator sebagai berikut: (a) pemahaman isi teks, (b) pemahaman detail isi teks, (c) ketepatan organisasi teks, (d) ketepatan diksi, (e) ketepatan unsur kalimat, (f) ejaan dan tata tulis, (g) kebermaknaan penuturan.

5. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pretest-Postest Control Group

Design. Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan berbeda. Untuk

mengetahui hasil belajar siswa yang di peroleh dengan penerapan dan perlakuan tersebut maka pada siswa diberikan tes. Dengan demikian rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Rancangan Pretest-Postest Control Group Design

Kelompok Pre-test Variabel terikat Post-tes

Eksperimen T1 X Y1

Kontrol T2 _ Y2

Keterangan:

(32)

Y1 = Hasil pembelajaran mendengarkan Cerita Pendek Anak dengan

menggunakan model Quantum Teaching dan media gambar seri.

Y2 = Hasil pembelajaran mendengarkan Cerita Pendek Anak dengan

menggunakan metode konvensional.

T1 = Hasil pembelajaran mendengarkan Cerita Pendek Anak sebelum

menggunakan model Quantum Teaching dan media gambar seri.

T2 = Hasil pembelajaran mendengarkan Cerita Pendek Anak sebelum

menggunakan metode konvensional.

6. Metode pengumpulan data

Menurut Arikunto (2010: 265) “metode pengumpulan data adalah mengamati variable yang diteliti yang menggunakan metode tertentu”. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Teknik tes

Teknik tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2010: 266). Teknik tes dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar siswa.

Pemberian tes dalam penelitian ini dilakukan dua kali pada masing-masing kelas berupa kegiatan mendengarkan. Soal tes dalam bentuk tertulis. Tes tertulis ini dilakukan sebelum (pre-test) dan sesuadah (post-test) kegiatan pembelajaran. Tes pertama (pre-test) dilaksanakan sebelum pemberian perlakuan pada kelas eksperimen. Tes kedua (post-test) dilaksanakan sesudah pemberian perlakuan pada kelas eksperimen. Dengan instrumen soal berupa kegiatan mendengarkan cerita kemudian siswa mengerjakan soal tertulis berdasarkan cerita yang didengarnya sebanyak 20 soal pilihan ganda. Melalui tes ini dapat diketahui kemampuan siswa dalam pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik dari cerita yang dipedengarkan setelah menggunakan model Quantum Teaching.

(33)

Teknik non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi. Pengamatan atau observasi dilakukan untuk memperoleh data dari siswa dan guru. Pengamatan siswa bertujuan untuk memperoleh data tentang perilaku dan sikap siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Selain perilaku siswa secara menyeluruh ketika mengikuti pembelajaran, disini peneliti juga mengamati perilaku siswa ketika mendengarkan. Dimana ini dapat digunakan sebagai penilaian sikap tentang keberhasilan pembelajaran mendengarkan.

Selain untuk memperoleh data tentang siswa, observasi juga digunakan untuk memperoleh data tentang keberhasilan guru dalam mengajar. Dalam menilai keberhasilan model dan media yang diterapkan guru dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan lembar observasi.

7. Instrumen Penelitian

Instrumen sebelum diujikan kepada sampel kita uji cobakan kepada populasi di luar sampel, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah item-item tersebut adalah suatu kualitas soal yang baik atau tidak. Adapun untuk mengetahui hal tersebut harus dianalisis validitas butir soal, reabilitas soal.

a. Validitas tes

Untuk menentukan validitas tes, digunakan rumus korelasi product Moment (Arikunto, 2010: 213) yaitu:

X Y

¿ ¿ ¿

¿ ¿

XY−¿

N

¿

rXY=¿

Dengan rXY adalah koefisien korelasi antara variabel X dan Y, N adalah

banyaknya objek yang diuji,

X adalah jumlah skor item atau butir soal,

(34)

Y2 adalah jumlah kuadrat skor total,

XY adalah jumlah perkalian

skor item dan skor total.

Untuk menentukan tingkat validitas tes, maka digunakan kriteria antara 0,81 – 1,00 (sangat tinggi), 0,61 – 0,80 (tinggi), 0,41 – 0,60 (cukup), 0,21 – 0,40 (rendah), 0,00 – 0,20 (sangat rendah).

b. Reliabilitas Tes

Sebuah instrumen dikatakan reliable apabila instrumen tersebut mempunyai atau dapat memberikan hasil yang tepat dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 2010: 239). Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus sebagai berikut :

r

11=

[

n

(n−1)

]

[

1−

σi 2

σt

2

]

Dengan r11 adalah reliabilitas yang dicari, N adalah banyaknya butir

soal atau banyaknya soal,

σi2 adalah jumlah varians skor tiap-tiap item,

σt 2

adalah varians total.

Setelah reliabilitas dihitung, dapat diketahui reliabilitas tersebut tergolong tinggi atau rendah. Reliabilitas tersebut dapat ditunjukkan dengan kriteria antara 0,00 – 0,40 (reliabilitas rendah), 0,40 – 0,70 (reliabilitas sedang), 0,70 – 0,90 (reliabilitas tinggi), 0,90 – 1,00 (reliabilitas sangat tinggi).

c. Taraf Kesukaran.

Tingkat kesukaran butir soal menunjukkan kemampuan butir soal tersebut untuk menjaring banyaknya peserta tes yang dapat mengerjakan soal benar. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tes menurut Suharsimi Arikunto digunakan rumus sebagai berikut:

P= B

JS

(35)

indeks kesukaran tes yaitu, untuk P = 0,00 – 0,30 (soal sukar), P = 0,30 – 0,70 (soal sedang), P = 0,70 – 1,00 (soal mudah).

d. Daya Pembeda.

Selanjutnya dalam menyusun instrumen penelitian hendaknya seorang peneliti mengetahui daya beda dari masing-masing soal instrument. Daya pembeda tes dapat dicari dengan menggunakan rumus:

D=BA

JA

BB

JB

Dengan BA adalah banyaknya kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar, BB adalah banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal dengan salah,

JA adalah banyaknya peserta kelompok atas, JB adalah banyaknya peserta

kelompok bawah.

Kriteria untuk klarifikasi daya pembeda yaitu antara 0,00 – 0,20 soal jelek

(poor), 0,20 – 0,40 soal cukup (satisfactory), 0,40 – 0,70 soal baik (good), 0,70 – 1,00 soal sangat baik (excellent).

8. Tehnik analisis data

Analisis dalam penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang merupakan tahap sampel dan tahap akhir yang merupakan tahap analisis data untuk menguji hipotesis penelitian.

a. Analisis Data Awal

1) Uji Normalitas, Langkah-langkah dalam uji normalitas adalah sebagai berikut:

(a) Hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Ha : sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu:

X2=

i=1 k

(36)

Dengan X2 adalah chi-square, Oi adalah frekuensi pengamatan, Ei adalah

frekuensi yang diharapkan.

(1) Diambil taraf signifikan 5% dan dk = banyak kelas, maka diperoleh

X2tabel.

(2) Setelah didapat X2 hitung kemudian dibandingkan dengan nilai X2

tabel. Jika X2 hitung < X2 tabel, maka sampel berasal dari populasi

berdistribusi normal

2) Uji Homogenitas

Untuk uji homogenitas data populasi digunakan uji kesamaan varians, dengan rumus:

Fhitung=

FariansTerbesar

Varians Terkecil

Dimana Ftabel = F1/2 α (dengan dk varian terkecil -1 dan dk varian

terbesar -1). Taraf Signifikan (α) = 0,10, untuk kriteria pengujian jika Fhitung

≥ F tabel, Ho ditolak, dan jika Fhitung ≤ F tabel, Ho diterima. Uji homogenitas

berfungsi untuk mengetahui apakah kedua kelompok homogen dan dirumuskan hipotesisnya yaitu:

Ho : σ12 = σ22 kedua populasi mempunyai varians yang sama.

Ha : σ12 ≠ σ22 kedua populasi mempunyai varians yang berbeda.

b. Analisis Data Akhir

a) Uji Normalitas, Langkah-langkah pengujian normalitas data akhir sama dengan langkah-langkah uji normalitas pada data awal.

b) Uji Kesamaan Dua Varian, Langkah-langkah uji homogenitas adalah sebagai berikut :

(1) Hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : σ12 = σ22 kedua populasi mempunyai varians yang sama.

Ha : σ12 ≠ σ22 kedua populasi mempunyai varians yang berbeda.

(2) Statistika yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah :

Fhitung=

variansTerbesar

(37)

(3) Setelah didapat nilai Fhitung kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel.

Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima yang berarti dua kelas tersebut

mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen

c) Uji t, Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan uji t. Rumus untuk uji t adalah :

thitung=

´

x1− ´x2

S

1 n1+

1

n2

Dimana

, S=

(

n1−1

)

S1

2

+

(

n2−1

)

S22

n1−n2−2

Dengan t adalah distribusi t, X1 adalah nilai rata-rata sampel

eksperimen, X2 adalah nilai rata-rata sampel kontrol, n1 adalah ukuran

sampel eksperimen, n2 adalah ukuran sampel kontrol, S12 adalah varians

pada kelompok eksperimen, S22 adalah varians pada kelompok kontrol, S

(38)

Gambar

Gambar. 1 Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 1 Rancangan Pretest-Postest Control Group Design

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah berupa aplikasi yang dapat mengubah tweets yang telah dihimpun menjadi data yang siap diolah lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan user

Untuk pengaruh jangka pendek pada tingkat 5 persen, hanya variabel kestabilan perekonomian dunia (harga minya dunia) dan kestabilan perekonomian nasional (inflasi)

Berdasarkan hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga yang konkret serta penyajian Lembar Kerja Siswa dalam bentuk gambar tentang alat-alat ukur,

Tabel 2.5 Standar Perhitungan Skor Rasio Volume Pinjaman pada Anggota terhadap Total Pinjaman Diberikan

Berdasarkan gambar 5.3, Titik nyala pelumas sintesis lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pelumas mineral karena pelumas sintesis menggunakan bahan baku minyak

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Nomor : 5/PPBJ/C.2/KNC/2012 tanggal 13 Juli 2012, dengan ini kami mengumumkan sebagai pemenang untuk Pekerjaan Pengawasan Pembangunan Pos

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Nomor : 6/PPBJ/PSP3LPKA/BLHKP/2012 tanggal 24 September 2012, dengan ini kami mengumumkan sebagai pemenang untuk paket Pengadaan Kotak

With regard to the ascorbic acid content, precooled pods had higher contents than the non-precooled ones, whereas PMP- and LDPE-bagged pods maintained higher contents than LDPEns-